Você está na página 1de 21

Kebisingan

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Makalah Mata Kuliah


“Higiene Industri II”

Dosen Mata Kuliah :


dr. Pramudianto, M.Sc, MM, Sp.Ok

Oleh :

dr. Arnold Fernando (1506692844)

MAGISTER KEDOKTERAN KERJA


SUB DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN OKUPASI
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
MEI 2016
KATA PENGANTAR

Makalah “Kebisingan” ini disusun sebagai salah satu bahan tugas mata
kuliah Higiene Industri.

Makalah ini dibuat berdasarkan studi literatur ilmiah yang kemudian


dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan pembahasan.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen


Mata Kuliah Higiene Industri II, dr. Pramudianto, M.Sc, MM, Sp.Ok, atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menyusun makalah ini
sehingga dapat mempertajam analisis penulis dalam aplikasi penerapan disiplin
ilmu toksikologi, terutama mengenai Identifikasi, Evaluasi dan Pengelolaan Sianida
di tempat kerja.

Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah


ini sehingga kritik dan saran yang membangun akan sangat penulis hargai.

Jakarta, Juni 2016


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i


BAB I ........................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat .................................................................................................................................. 2
1.4.1 Bagi Pekerja ..................................................................................................................... 2
1.4.2 Bagi Perusahaan .............................................................................................................. 2
BAB II ................................................................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................................... 3
2.1 Bising ....................................................................................................................................... 3
2.2 Dampak Bising Bagi Pendengaran .......................................................................................... 4
2.3 Batasan Bising Bagi Kesehatan ............................................................................................... 6
2.4 Pengukuran Bising................................................................................................................... 7
BAB III ................................................................................................................................................ 9
PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN PEKERJA TERHADAP BISING DILINGKUNGAN KERJA ........... 9
3.1 Program Konservasi Pendengaran .......................................................................................... 9
3.1.1 Identifikasi dan analisis sumber bising ............................................................................ 9
3.1.2 Kontrol kebisingan dan kontrol administrasi. .................................................................... 10
3.1.3 Tes Audiometri. .................................................................................................................. 11
3.1.4 Alat Pelindung Diri ............................................................................................................. 13
3.1.5 Komunikasi, Informasi, Motivasi dan Edukasi.................................................................... 15
3.1.6 Pencatatan dan Pelaporan. ................................................................................................ 15
3.1.7 Evaluasi Keberhasilan Program Konservasi Pendengaran. ................................................ 16
BAB IV .............................................................................................................................................. 17
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 17
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 17
4.2 Saran ..................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakah hal penting dalam pekerjaan, sebab apabila kesehatan
ini terjaga maka produktifitas dari pekerjaan akan jauh lebih baik, akan tetapi
pemeriksaan ataupun penanggulangan di pekerjaan lebih banyak memperhatikan
bahaya yang menyebabkan kematian dibandingkan dengan bahaya-bahaya yang
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Salah satu contoh adalah kebisingan
didalam pekerjaan. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara suara dan bising,
suara sendiri adalah persepsi suara, sedangkan bising adalah suara yang tidak di
inginkan. Bising ini selalu ada disetiap kegiatan manusia, dan paling sering
menyebabkan dampak kesehatan adalah bising di tempat pekerjaan dan bising
lingkungan. Padahal paparan bising didalam pekerjaan yang berada di nilai ambang
batas akan dapat menganggu kesehatan, produktivitas dan juga gangguan
pendengaran permanen/kecacatan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan tingginya risiko efek samping paparan bising di tempat kerja
pada manusia, yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, diperlukan
penanganan terhadap bising di tempat kerja agar memadai, termasuk identifikasi
bahaya, evaluasi dan proses pemantauan serta pengendalian bahaya bising yang
tepat di tempat kerja. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik oleh para
praktisi keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pengendalian bahaya
bising di tempat kerja

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan Memahami secara komprehensif mengenai bahaya bising
bagi kesehatan, terutama bahaya bising di tempat kerja.

1.3.2 Tujuan Khusus

 Diketahuinya definisi bising


 Diketahuinya dampak bising bagi kesehatan
 Diketahuinya batasan-batasan bising bagi kesehatan
 Diketahuinya pengukuran bising
 Diketahuinya cara pengendalian dan perlindungan pekerja terhadap bising
dilingkungan kerja

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pekerja

 Dapat mengenal bahaya atau penyakit dan gangguan yang dapat terjadi
akibat paparan bising di tempat kerja.
 Dapat melakukan deteksi dini tanda-tanda penyakit yang dapat terjadi akibat
paparan bising di tempat kerja.
 Dapat melakukan langkah perlindungan diri yang tepat terhadap paparan
bising di tempat kerja.

1.4.2 Bagi Perusahaan

 Dapat melindungi pekerja, tempat kerja dan lingkungan di sekitar kerja dari
paparan bising.
 Dapat menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja yang
komprehensif di tempat kerja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bising


Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara suara dan bising, suara sendiri adalah
persepsi suara, sedangkan bising adalah suara yang tidak di inginkan. Bising ini
selalu ada disetiap kegiatan manusia, dan paling sering menyebabkan dampak
kesehatan adalah bising di tempat pekerjaan dan bising lingkungan. Di dalam
kesehatan tenaga kerja, bising diartikan sebagai semua bunyi atau suara yang tidak
dikehendaki yang berasal dari alat-alat proses produksi dan alat-alat kerja yang pada
periode tertentu dapat menyebabkan gangguan pendengaran1

Kecacatan pendengaran akibat kerja adalah hilangnya atau berkurangnya


kemampuan pendengaran seseorang secara permanan, hal ini dapat terjadi pada
kedua telinga ataupun hanya salah satu saja. Semakin tinggi paparan bising yang
dialami oleh pekerja dan semakin lama paparan terhadap bising tersebut maka akan
semakin tinggi potensi gangguan pedengaran terjadi pada pekerja dan semakin
berat juga kondisi gangguan yang ditimbulkan pada pekerja tersebut.

1. Bising kontinu berspektrum luas dan menetap (steady wide band noise)
dengan batas amplitudo kurang lebih 5 dB untuk periode waktu 0,5 detik.
Contohnya suara mesin, suara kipas angin dll.
2. Bising kontinu berspektrum sempit dan menetap (steady narrow band
noise) misalnya bunyi gergaji sirkuler, bunyi katup gas dan lain-lain.
3. Bising terputus-putus (intermitten noise) yaitu bising yang tidak
berlangsung terus-menerus melainkan ada periode relatif berkurang,
contohnya bunyi pesawat terbang dan bunyi kendaraan yang lalu lintas di
jalan.
4. Bising karena pukulan kurang dari 0,1 detik (impact noise) misalnya suara
benda terjatuh
5. Bising akibat pukulan yang berulang (repeated impact noise) misalnya
bunyi pukulan palu.
6. Bising dapat juga berasal dari ledakan tunggal (impulsive noise). Bising
jenis itu memiliki perubahan tekanan bunyi melebihi 40 dB dalam waktu
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contoh bunyi
ledakan, ialah tembakan senapan atau meriam.
7. Bising akibat ledakan berulang (repeated impulsive noise), misalnya terjadi
pada mesin tempa di industri atau konstruksi pemasangan paku bumi

3
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan Indonesia
menetapkan nilai ambang batas (NAB) bising di tempat kerja sebesar 85 dBA. Bila
NAB ini dilampaui terus menerus dalam waktu lama maka dapat menimbulkan
noise induced hearing loss (NHIL). Faktor lain yang berpengaruh terhadap
terjadinya NIHL adalah frekuensi dan intensitas bising, periode lama pajanan, lama
kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lainnya.

Pada Noise Induced Hearing Loss (NIHL) umumnya terjadi penurunan


pendengaran sensorineural yang pada awalnya tidak disadari, karena belum
mengganggu percakapan sehari-hari. Hal ini dapat terjadi secara perlahan-lahan
sehingga tidak disadari oleh para pekerja.

2.2 Dampak Bising Bagi Pendengaran


Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi
bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa :

A. Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa
terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa
terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

B. Peningkatan Ambang Dengar Sementara


Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan
akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan
ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000
Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang
pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi
intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang
pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama
tergantung dari sensitivitas masing-masing individu.

C. Peningkatan Ambang Dengar Menetap


Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama
terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan
bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang
menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang
mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita
mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru
diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.

4
Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh
setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam
waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-
sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum
jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan
dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler
sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti.
Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekwensi
pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 – 6000 Hz
dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada
frekwensi 4000 Hz (4K notch). Ini merupakan proses yang lambat dan
tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini
hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri, Kerusakan yang terjadi
akibat frekuensi ini bersifat irreversible dan meningkatkan keparahan gangguan
dengar dengan semakin lamanya durasi paparan.

Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu
yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan
menyebar ke frekwensi percakapan ( 500 – 2000 Hz ). Pada saat itu
pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat mendengar
pembicaraan sekitarnya.

Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS )


Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah
tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch “
yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.

Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat


sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan
bising biasanya pendengaran dapat kembali normal.

Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )


Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat
suara bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss “atau
kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising
industri.

Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu


bekerja dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun, tetapi hal ini bergantung
juga kepada :

5
1. Tingkat suara bising
2. Kepekaan seseorang terhadap suara bising

NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat


dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi
apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan
3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan
ntuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar
ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara
yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 – 6000 Hz, dan
setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi
yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus
bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi
lebih lambat.

2.3 Batasan Bising Bagi Kesehatan


Telinga manusia memberikan respon secara logaritmis terhadap perubahan
intensitas dan tekanan suara dengan rentang yang sangat luas. Untuk alasan ini,
intensitas suara serta kekuatan dan tekanannya diukur pada skala logaritma dengan
satuan 1 bel = 10 decibel (dB). Pada skala ini, nilai nol berarti tingkat suara yang
paling rendah yang bisa didengar oleh telinga manusia.
Intensitas bising (dB) Waktu paparan perhari dan perjam
85 8
87,5 6
90 4
92,5 3
95 2
100 1
105 1/2
110 1/4

Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan sesuai


dengan Departemen Tenaga Kerja 1994 – 1995

Kebanyakan bising terdiri atas suara-suara dengan bermacam frekuensi atau biasa
disebut frekuensi skala luas (broad-band frequency) yang berasal dari berbagai
sumber bunyi. Telinga normal manusia mempunyai sensitivitas terhadap suara
dengan frekuensi antara 20 Hz sampai 20000 Hz yang disebut rentang frekuensi
audio dengan respon terbaik pada rentang 1000 Hz sampai 4000 Hz. Dikarenakan

6
telinga manusia memberikan respon yang berbeda-beda terhadap frekuensi yang
berbeda, maka dalam pengukuran kita mengenal istilah pembobotan suara. Hal ini
dimaksudkan untuk mencocokkan antara tekanan suara yang terukur dengan suara
yang benar-benar didengar oleh telinga manusia.

Untuk itu alat untuk mengukur kebisingan dilengkapi dengan filter pembobotan
tingkat suara. Riset yang telah dilakukan menghasilkan empat pembobotan yang
berbeda yaitu A, B, C dan D. Tekanan suara dengan pembobotan A, biasa ditulis
dengan dB(A), adalah yang paling sesuai dengan respon dari telinga manusia.

Untuk melindungi tenaga kerja dari kerusakan pendengaran akibat kebisingan maka
ditetapkan suatu Nilai Ambang Batas (NAB) atau Threshold Limit Value (TLV)
sebagai pedoman dalam pengendalian kebisingan di tempat kerja. Nilai Ambang
Batas adalah nilai rata-rata dari tingkat kebisingan tertinggi yang masih dapat
diterima oleh telinga tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang
tetap untuk waktu kerja tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.

Di Indonesia NAB kebisingan tempat kerja ditetapkan melalui Surat Keputusan


Menteri Tenaga Kerja nomor 51 tahun 1999 yaitu sebesar 85 dB(A).

2.4 Pengukuran Bising


Pengukuran bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising,
frekwensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan
bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter.
Pengukuran paparan bising yang paling tepat pada pekerjaan dan industri adalah
pengukuran A-weighted decibel. dB(A), yang dimana biasanya di ukur selama 8jam
kerja sehari. Ada hubungan kuat antara bahaya bising dengan gangguan pendngaran
manusia. Sehingga biasanya pengkuran ini dilakukan di tempat kerja dan juga
tempat-tempat dicurigai sebagai sumber bising yang berbahaya bagi kesehatan.

SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan,
yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan beberapa alat lainnya.
Alat ini mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB dan dari frekwensi 20 – 20.000
Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National Standard
Institute ) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi
yaitu A, B dan C yang menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut.

Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk


suara rendah yang kira-kira dibawah 55 dB. Jaringan frekwensi B dimaksudkan
mendekati reaksi telinga untuk batas antara 55 – 85 dB. Sedangkan jaringan
frekwensi C berhubungan dengan reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB. Octave

7
band analizer adalah SLM dilengkapi alat yang dapat merinci frekuensi bunyi
yang berbeda.

Namun penggunaan SLM ini terbatas hanya pada suatu waktu dan tempat, sehingga
diperlukan alat pengukur dosis perseorangan (personal noise-dose meter) untuk
menggambarkan dosis kumulatif paparan bising terhadap pekerja dalam seluruh
waktu kerjanya diberbagai tempat yang dikunjunginya selama bekerja.

8
BAB III

PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN PEKERJA TERHADAP


BISING DILINGKUNGAN KERJA

3.1 Program Konservasi Pendengaran


Program Konservasi Pendengaran adalah suatu program yang tujuan utamanya
adalah untuk mencegah dan melindungi tenaga kerja terhadap timbulnya
kehilangan daya dengar (Noise Induced Hearing Loss) akibat terpajan kebisingan
melebihi NAB yang ditetapkan yaitu 85 dB selama melakukan pekerjaan (Royster
and Royster 1990).

Program Konservasi Pendengaran atau program pengendalian kebisingan


merupakan suatu program yang diterapkan di lingkungan industri untuk melindungi
dan menjamin bahwa tenaga kerja tidak mengalami kerusakan pendengaran akibat
terpajan oleh kebisingan di tempat kerja. Pajanan kebisingan yang dimaksud adalah
kebisingan dengan intensitas tinggi yang dapat mengganggu persepsi pembicaraan
normal dan potensial untuk menimbulkan risiko kerusakan oendengaran (Buchari,
2007).

Program Konservasi Pendengaran (PKP) merupakan program yang diterapkan di


lingkungan tempat kerja untuk mencegah gangguan pendengaran akibat terpajan
kebisingan pada pekerja, yang terdiri atas 7 komponen yaitu:

1. Identifikasi dan analisis sumber bising


2. Kontrol kebisingan dan kontrol administrasi
3. Tes audiometri berkala
4. Alat pelindung diri
5. Motivasi dan edukasi pekerja
6. Pencatatan dan pelaporan data
7. Evaluasi program

3.1.1 Identifikasi dan analisis sumber bising


Identifikasi dan analisis sumber bising biasanya dilakukan dengan alat sound level
meter (SLM) yang dapat mengukur kebisingan secara sederhana. Octave band
analyzer mengukur kebisingan secara lebih rinci pada tiap frekuensi, sehingga
dapat dibuat peta kebisingan di setiap tempat kerja yang dicurigai terpajan bising.
Tujuan survey kebisingan adalah untuk mengetahui adanya sumber bising yang
melebihi nilai ambang batas (NAB) yang diperkenankan dan mengetahui apakah

9
bising mengganggu komunikasi pekerja, atau perlu mengikuti PKP. Selain hal
tersebut juga untuk menentukan apakah daerah tersebut memerlukan alat
perlindungan pendengaran ,menilai kualitas bising utk pengendalian serta menilai
apakah program pengendalian bising telah berjalan baik. Survei kebisingan
meliputi survei area dan survei dosis pajanan harian dan enginering survey.

Survey area yang dilakukan adalah melakukan pemantauan kebisingan lingkungan


kerja, mengidentifikasi sumber bising di lingkungan kerja, sumber bising yang
melebihi nilai ambang batas, menentukan perlunya pengukuran lebih lanjut
(analisis frekuensi), serta membuat peta kebisingan (noise mapping).

Survey dosis pajanan harian antara lain mengidentifikasi kelompok kerja yang
memerlukan pemantauan dosis pajanan harian, menentukan pekerja yang perlu
dipantau secara individual, menganalisis dosis pajanan harian dan menentukan
pekerja yang memerlukan penilaian dengan Audiometri.

Enginering Survey yaitu melakukan analisis frekuensi untuk pengendalian,


mengetahui pola kebisingan utk pemeliharaan, modifikasi, rencana pembelian
peralatan mesin berikutnya, menentukan area yang perlu alat pelindung
pendengaran dan mengusulkan pengendalian yang diperlukan.
Peralatan survey kebisingan adalah sound level meter, octave band analyzer, noise
dosimeter, dan audiometer. Peralatan tersebut sebaiknya mudah dioperasikan,
murah dan terjangkau serta mudah pemeliharaannya.

Membuat peta kebisingan adalah dengan memberi warna di daerah yang digambar
sesuai dengan intensitas kebisingannya yaitu: hijau <80 dBA, kuning 80-85 dBA,
or- ange 85–88 dBA, merah muda 88-91dBA, merah 91-94 dBA, Merah tua >94
dBA.

3.1.2 Kontrol kebisingan dan kontrol administrasi.


Pada program pencegahan gangguan pendengaran tersebut terdapat tiga hal yang
dapat mengontrol gangguan pendengaran yaitu:
1. Kontrol kebisingan yang meliputi penggantian mesin yang tingkat
bisingnya tinggi, melakukan isolasi sumber bising dengan
menggunakan sound box, sound enclosure, pembatasan transmisi
sumber bising (sound barrier: sound proof materials), atau disain
akustik diperbaiki dengan penggunaan sound absorbent materials.

10
2. Kontrol administrasi dengan merotasi tempat kerja, pengaturan produksi
dengan cara menghindari bising yang konstan, menggunakan kontrol
dan monitor kebisingan, melaksanakan pelatihan dan sosialisasi PKP
untuk menjelaskan fungsi pendengaran dan perlindungannya.
3. Penggunaan alat pelindung pendengaran yang dapat mengurangi jumlah
energi akustik pada mekanisme pendengaran. Terdapat tiga jenis alat
pelindung pendengaran yaitu earplugs, earmuffs dan helmet.

3.1.3 Tes Audiometri.


Pemeriksaan audiometri pada program pencegahan gangguan pendengaran akibat
bising, sebaiknya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Perlu dilakukan
kalibrasi alat, kalibrasi sound proof room, persiapan pekerja yang diperiksa,
pemeriksa yang terlatih.
Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran, menggunakan audiometer nada
murni karena mudah diukur, mudah diterangkan dan mudah dikontrol. Dalam
pemeriksaan ini, penting diketahui besaran apakah yang ditunjukkan oleh frekuensi
dan intensitas. Pada tes audiometri tinggi rendahnya nada suatu bunyi disebut
frekuensi dalam hertz (Hz), sedangkan keras lemahnya suatu bunyi disebut
intensitas deciBell (dB). Terdapat tiga syarat untuk keabsahan pemeriksaan
audiometric yaitu alat audiometer yang baik, lingkungan pemeriksaan yang tenang
dan diperlukan keterampilan pemeriksa yang cukup handal.

Syarat pemeriksaan audiometri ; orang yang diperiksa kooperatif, tidak sakit,


mengerti instruksi, dapat mendengarkan bunyi di telinga, sebaiknya bebas pajanan
bising sebelumnya minimal 12-14 jam, alat audiometer terkalibrasi. Pemeriksa
mengerti cara penggunaannya, sabar dan telaten.

Ruangan pemeriksaan sebaiknya memiliki kekedapan suara maksimal 40 dB SPL


Pemeriksaan audiometri yang tepat bila dilakukan pada tingkat kebisingan latar
belakang rendah. Pada umumnya makin rendah frekwensi yang diuji, makin lebih
mungkin dipengaruhi oleh suara lingkungan. Pemeriksaan dilakukan di ruang
kedap suara.

Untuk menilai keabsahan hasil pemeriksaan audiometri, dinilai dari cara


pemeriksaan audiometri yang tidak dapat dilaksanakan oleh seseorang yang tidak
terlatih dan belum berpengalaman. Untuk memperoleh hasil akurat untuk informasi
klinik yang berguna, pemeriksa harus memiliki cukup pengetahuan yang memadai.

Pada prosedur pemeriksaan audiometri nada murni, pemeriksa harus dapat


memberikan instruksi dengan jelas dan mudah dimengerti, misalnya dengan

11
menganjurkan mengangkat tangan/telunjuk bila mendengar bunyi nada atau
mengatakan ada/tidak ada bunyi, atau dengan menekan tombol. Headphone
dipasang pada orang yang akan diperiksa dengan benar, tepat dan nyaman. Pasien
duduk di kursi, menghadap 300 dari pemeriksa sehingga tidak dapat melihat
pemeriksaannya. Pemberian sinyal dilakukan selama 1-2 detik. Pemeriksa harus
mengerti gambaran audiogram dan simbol-simbolnya, informasi yang terdapat
dalam audiogram, memahami jenis-jenis ketulian, memahami bone conduction
untuk menentukan jenis ketulian, serta mengerti prosedur rujukan dan peran teknisi
audiometrik. Persyaratan penilaian audiogram anamnesis bising sebaiknya sudah
lengkap, otoskopi harus sudah dilakukan sebelumnya, bila ada serumen harus sudah
dibersihkan, melakukan evaluasi keadaan membran timpani dan refleks cahaya.
Alat audiometer sudah dikalibrasi dengan baik.

Pemeriksaan audiometri sangat bermanfaat, berguna untuk pemeriksaan screening


pendengaran, dan merupakan penunjang utama diagnostik fungsi pendengaran,

12
3.1.4 Alat Pelindung Diri

Alat pelindung telinga adalah alat untuk menyumbat telinga atau penutup telinga
yang digunakan atau dipakai dengan tujuan melindungi, mengurangi paparan
kebisingan masuk kedalam telinga. Fungsinya adalah menurunkan intensitas
kebisingan yang mencapai alat pendengaran. Alat pelindung umumnya dapat
dibedakan menjadi:

1. Sumbat Telinga (Ear Plug)

Ukuran, bentuk, dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu berbeda-beda
dan bahkan antar kedua telinga dari individu yang sama berlainan. Oleh karena itu
sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk, posisi saluran telinga
pemakainya. Diameter saluran telinga berkisar antara 3-14 mm, tetapi paling
banyak 5-11 mm. Umumnya bentuk saluran telinga manusia tidak lurus, walaupun
sebagian kecil ada yang lurus. Sumbat telinga dapat mengurangi bising sampai
dengan 30 dB.

Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas (wax), plastik karet alamai dan sintetik,
menurut cara penggunannya, di bedakan menjadi ‘disposible ear plug”, yaitu
sumbat telinga yang digunkan untuk sekali pakai saja kemudian dibuang, misalnya
sumbat telinga dari kapas, kemudian cara pengguanan yang lain yaitu, “non
dispossible ear plug” yang digunakan waktu yang lama terbuat dari karet atau
plastik cetak.

Dalam pemakaiannya sumbat telinga mempunyai keuntungan dan kerugian.


Keuntungan dari pemakaian sumbat telinga yaitu :

 Mudah dibawa karena ukurannya yang kecil


 Relatif lebih nyaman dipakai ditempat kerja yang panas
 Tidak membatasi gerak kepala
 Harga relative murah daripada tutup telinga (earmuff)
 Dapat dipakai dengan efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata,
tutup kelapa, anting-anting dan rambut

13
Sedangkan Kerugiannya antara lain:

 Memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telingan untuk pemasangan
yang tepat.
 Tingkat proteksinya lebih kecil dari tutup telinga
 Sulit untuk memonitor tenaga kerja apakah memakai APT karena sukar
dilihat oleh pengawas
 Hanya dapat dipakai oleh saluran telingan yang sehat
 Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka
saluran telinga akan mudah terkena infeksi karena iritasi.

2. Tutup telinga (ear muff)

Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung untuk tutup telinga, dapat berupa cairan
atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian
yang lama, sering ditemukan efektifitas telinga menurun yang disebabkan oleh
bantalan mengeras dan mengerut akibat reaksi bahan bantalan dengan minyak kulit
dan keringat. Tutup telinga digunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB
dengan frekuensi 100-8000Hz. Keuntungan dari tutup telinga (earmuff) adalah :

 Satu ukuran tutup telinga dapat digunakan oleh beberapa orang dengan
ukuran telingan yang berbeda.
 Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.
 Dapat dipakai yang terkena infeksi (ringan).
 Tidak mudah hilang

Kerugian dari tutup telinga adalah :

 Tidak nyaman dipakai ditempat kerja yang panas


 Efektifitas dan kenyamanan pemakaiannya, dipengaruhi oleh pemakaian
kacamata, tutup kepala, anting-anting, rambut yang menutupi telinga
 Tidak mudah dibawa atau disimpan
 Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit.
 Harganya relative lebih mahal dari sumbat telinga

3. Helmet/enclosure

Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi intensitas bising


maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dBA pada frekuensi tinggi.

14
3.1.5 Komunikasi, Informasi, Motivasi dan Edukasi.
Komunikasi, informasi, motivasi dan edukasi sebaiknya diberikan tidak saja pada
para pekerjanya tetapi juga pada pimpinan perusahaan. Tujuan motivasi dan
edukasi adalah untuk memberi pengetahuan dan memotivasi agar program
pencegahan gangguan pendengaran menjadi kebutuhan bukan paksaan, menyadari
bahwa pemeliharaan dan pencegahan lebih penting daripada kompensasi.

3.1.6 Pencatatan dan Pelaporan.


Pencatatan dan pelaporan hasil survey intensitas bising meliputi analisis frekuensi
sumber bising, sketsa plotting hasil pengukuran, pembuatan garis countour bising,
denah lingkungan kerja, sumber bising, lama pajanan, kelompok pekerjaan, dosis
pajanan harian dan upaya pengendalian.

Laporan survey sebaiknya mencakup abstrak untuk keperluan manajemen,


pendahuluan berupa latar belakang, tujuan, waktu, tempat dan pelaksana survey,
pelaksanaan survey berupa tata cara survey (kalibrasi, cara pengukuran, jenis tipe
alat), hasil survey dan pembahasannya (tabel, grafik, skets pengukuran),
kesimpulan dan saran serta lampiran.

Kendala yang sering dijumpai antara lain sulitnya mendiagnosis NIHL sebagai
PAK (penyakit akibat kerja), adanya pajanan di luar pekerjaan, penyakit lain yang
mengganggu fungsi pendengaran, tidak ada data awal (base line data), keengganan
menggunakan alat pelindung pendengaran, mesin dan desain sudah terlanjur
tersedia.

Keuntungan PKP bagi pekerja dan pengusaha adalah mencegah terjadinya


gangguan pendengaran akibat kerja, meningkatkan serta menjaga kualitas hidup
pekerja. Dengan fungsi pendengaran yang tetap terjaga, pekerja dapat memberi dan
menerima instruksi kerja, menggunakan telepon dan dapat mendeteksi suara mesin
dan sinyal peringatan. Program tersebut dapat memberikan keuntungan berupa
perlindungan kesehatan untuk pekerja karena gangguan pendengaran bukan akibat
kerja atau penyakit telinga yang potensial dapat dideteksi dan diobati lebih dini
pada saat audiogram tahunan, sehingga dapat meningkatkan efektifitas kerja. Pada
akhirnya dapat mengurangi tingkat kecelakaan dan meningkatkan efisiensi kerja,
seperti mengurangi stress dan kelelahan akibat terpajan kebisingan. Hubungan
pengelola lebih baik, rotasi kerja pekerja lebih rendah sehingga perusahaan dapat
memperhatikan lingkungan kerja, memelihara keselamatan dan kesehatan tempat
kerja, serta menambah wibawa/martabat. Sebagai hasil keseluruhan adalah
timbulnya kesan yang baik yang karena jumlah klaim berkurang, sehingga
kompensasi pekerja tidak banyak secara otomatis dapat mengurangi premi asuransi,
menjaga dan memelihara komunikasi interpersonal dengan keluarga dan teman.

15
3.1.7 Evaluasi Keberhasilan Program Konservasi Pendengaran.
Indikator kesuksesan PKP dapat diukur dengan beberapa parameter antara lain
kepatuhan pelaksanaan program, tingkat kebisingan di lingkungan kerja, insidens
dan prevalens kasus NIHL.

Untuk mencapai keberhasilan program konservasi pendengaran, diperlukan:


Pengetahuan tentang seluk beluk pemeriksaan audiometri, kemampuan dan
ketrampilan pelaksana pemeriksaan audiometri, kondisi audiometer dan penilaian
audiogram. Petugas pelaksana audiometri seharusnya mendapat pelatihan yang
memadai dan bersertifikat. Sebaiknya dilakukan pengamatan kepada pelaksana
pemeriksaan audiometri. Hasil audiogram dicatat dan ditindak lanjuti, apabila
terdapat perubahan ambang pendengaran harus segera dicari penyebabnya.

Manfaat utama program ini adalah mencegah kehilangan pendengaran akibat kerja.
Kehilangan pendengaran akan mengurangi kualitas hidup seseorang dalam
pekerjaannya. Hubungan antara tenaga kerja dan perusahaan akan baik, angka turn-
over karena lingkungan kerja akan rendah.

16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kesimpulan
Bising selalu ada di setiap kegiatan manusia, baik itu di dalam rumah, di
lingkungan sekitar ataupun dipekerjaan. Kadar bising tertentu dan durasi yang lama
dapat mempengaruhi kesehatan telinga sehingga dapat terjadi suatu gangguan
pendengaran baik itu sementara ataupun permanen.

Tingkat gangguan pendengaran ini bergantung terhadap jenis bising


tersebut, kekuatan bising, dan juga durasi dari paparan bising, sehingga perlunya
pengamatan lebih terutama di lingkungan kerja agar gangguan pendengaran ini
dapat dihindari.

Tidak semua bising akan menyebabkan gangguan pendengaran, oleh karena


itu pemahaman terhadap bahaya bising sangat diperlukan, agar segera dapat diatas
atau dikendalikan bising tersebut sehingga tidak menyebabkan gangguan
pendengaran. Maka dari itu tindakan yang diperlukan antara lain adalah
mengidentifikasi dan menganalisa sumber bising, mengkontrol bising tersebut,
melakukan pemeriksaan pendengaran audiometri berkala terhadap karyawan,
memberikan alat pelindung, motivasi dan edukasi terhadap pekerja akan pentingnya
menghindari bising dan untuk memakai APD, pencatatan dan pelaporan data, serta
evaluasi program

4.2 Saran

 Deteksi dini kesehatan karyawan agar segera diketahui apabila adanya


gangguan pendengaran sebelum kondisinya semakin memburuk
 Pemeriksaan berkala terhadap tempat kerja yang berisiko terkena bising
terutama di daerah bising yang di atas NAB
 Peningkatan kemampuan dan disiplin dalam menggunakan APD
 Pembekalan terhadap pekerja akan bahaya bising

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Holstege, Christopher P. “Cyanide and Hydrogen Sulfide”. dalam Nelson,
Lewis S, (Eds.) Goldfrank's Toxicologic Emeregencies 9th Edition.
McGraw Hill. 2011 (hal 1678-1686)
2. Manahan, Stanley E (Eds). Toxicological Chemistry and Biochemistry
3rd Edition. Lewis Publishers. 2003.
3. Keracunan Sianida. Dalam: Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,
Mun’im T, Sidhi, Herfian S, editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. hal. 95-100.
4. Leybell, Inna (Eds.). Updated 07 Dec 2015. Cyanide Toxicity. Medscape
(Online) http://emedicine.medscape.com/article/814287-overview
(diakses 20 Mei 2016)

18

Você também pode gostar