Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh
Rangga Adi Giri
071001400136
Foto
2x3
Menyetujui,
Pembimbing Proposal
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iv
DAFTAR ISI
v
II.5.5 Analisi Sensitivitas ........ …………………………………….17
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Skema Sistem Kontrak PSC Cost Recovery (Lubiantara, 2012)....6
Gambar II.2 Skema Sistem Kontrak PSC Gross Split (Tahar, 2017) ..... ...……8
Gambar III.1 Langkah-Langkah Penelitian...................................................... 27
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ix
BAB I PENDAHULUAN
1
menentukan berapa besaran cost recovery yang akan dikeluarkan olehnya. Selain
itu Sammy Hamzah juga berpendapat bahwa, “sistem kontrak ini memberikan
tantangan yang lebih besar kepada kontraktor karena kontraktor akan menanggung
beban resiko seluruhnya selama kegiatan operasi berlangsung”. Hal ini dapat
diartikan apabila kontraktor berinvestasi secara lebih efisien maka, keuntungan
yang didapatkan untuk kontraktor juga akan lebih besar. (SKK Migas, 2017)
2
I.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang telah dilakukan, diharapkan agar Tugas Akhir ini
penulis diharapkan agar memberikan usulan sistem kontrak yang paling baik yang
bisa digunakan pada pengembangan lapangan RAG . Manfaatnya antara lain untuk
mengetahui keunggulan dan kekurangan dari sistem kontrak PSC gross split , serta
mengetahui sistem kontrak mana yang lebih baik untuk diterapkan pada lapangan
RAG
3
BAB II TINJAUAN UMUM
Kontrak bagi hasil merupakan sebuah bentuk kerja sama antara pemerintah
dan kontraktor guna menjalankan industri hulu migas yang kemudian pembagian
keuntungannya didasarkan pada bagi hasil produksi. Kontrak bagi hasil diterapkan
pada lapangan yang produksinya dianggap komersial/menguntungkan dan
dijalankan sesuai periode waktu yang disetujui.
II.1 Pendahuluan
Pada umumnya kontrak bagi hasil merupakan sebuah kerjasama antara
pemerintah dan kontraktor dalam menjalankan industri hulu migas yang kemudian
pembagian keuntungannya didasarkan pada bagi hasil produksi. Kontrak bagi hasil
diterapkan pada lapangan yang produksinya dianggap komersial/menguntungkan
dan dijalankan sesuai periode waktu yang disetujui. Dalam pelaksanaannya,
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memiliki hak untuk mengeksplorasi dan
eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Sedangkan pemerintah, dalam hal
ini SKK Migas bertugas untuk mengawasi kegiatan pengembangan lapangan migas
agar tetap sesuai dengan kontrak yang disetujui
4
Sistem kontrak ini telah mengalami beberapa perubahan dalam generasinya,
dalam menyesuaikan perkembangan industri hulu migas. Perubahan yang
dimaksud yaitu perubahan pada FTP, Cost Recovery Ceiling, Investment Credit,
DMO, dan ETS antara pemerintah dan kontraktor. Berikut adalah tabel perubahan
PSC Cost Recovery di Indonesia
DMO DMO was defined 25% of equity oil, 25% of equity oil,
as 25% of equity full price for the full price for the
oil at 0.2 $/barel first 60 months first 60 months
and 0.2 $/barel and 10% of export
there after price there after
ETS
(Government and
Contractor) 65%:35% 85%:15% 85%:15%
Oil N/A 70%:30% or 70%:30% or
Gas 65%:35% 65%:35%
5
Kemudian kontraktor diwajibkan memberikan 25% dari bagian
produksinya untuk DMO dengan harga sebesar 0.2 $/barel. Generasi ini memiliki
kekurangan dari aspek perpajakannya karena belum adanya pengaturan yang jelas.
Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan perubahan ketentuan PSC untuk mengatasi
masalah perpajakan agar tidak merugikan pihak kontraktor.
Perubahan yang dilakukan pada PSC generasi II adalah dihapuskannya Cost
Recovery Ceiling, bagian bersih setelah pajak antara pemerintah dan kontraktor
menjadi 85%:15% untuk minyak dan 70%:30% untuk gas. Kontraktor diberikan
investment credit sebesar 20%, dan kewajiban DMO kontraktor sebesar 25%
dengan harga full pada 60 bulan pertama dan seterusnya menjadi 0.2 $/barel.
Pada PSC generasi III, diperkenalkan FTP (First Tranche Petroleum) yang
besarnya 20%. Dengan demikian, 20% dari gross revenue ini akan dibagi terlebih
dahulu untuk pemerintah dan kontraktor (sebelum dikurangi cost recovery). Bagian
bersih setelah pajak antara pemerintah dan kontraktor masih sama besarnya seperti
pada PSC generasi sebelumnya yaitu 85%:15% untuk minyak dan 70%:30% atau
65%:35% untuk gas.
Dalam sistem kontrak ini melibatkan cost recovery, dimana cost recovery
dapat diartikan sebagai penggantian biaya operasi oleh pemerintah. Disini
kontraktor berperan membayar terlebih dahulu (menalangi) nilai pengeluaran untuk
biaya operasi, menyediakan teknologi, menyediakan peralatan dan keahlian yang
diperlukan bagi eksplorasi dan eksploitasi migas tersebut, serta menanggung semua
risiko yang timbul nantinya
Namun, skema PSC cost recovery ini kerap menimbulkan perdebatan.
Penggantian biaya kepada kontraktor sering dipersoalkan dalam audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dituding berpotensi merugikan negara. Dalam
menentukan besaran cost recovery, juga kerap terjadi saling curiga antara
kontraktor dan pemerintah yang diwakili oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
6
Berikut pada Gambar II.2 merupakan bagan dari sistem PSC Cost Recovery
pada umumnya.
Gambar II.2 Skema Sistem Kontrak PSC Cost Recovery (Lubiantara, 2012)
7
produksi dilakukan secara net setelah dikurangi biaya operasi. Selanjutnya,
dihilangkan mekanisme pengembalian biaya operasi. Dalam konsep Kontrak Bagi
Hasil sebelumnya, segala biaya yang telah dikeluarkan KKKS akan diganti dengan
minyak yang telah terproduksi dari lapangan migas KKKS.
Gambar II.3 Skema Sistem Kontrak PSC Gross Split (Tahar, 2017).
Adapun beberapa tujuan dari sistem kontrak PSC gross split antara lain
yaitu mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat,
mendorong para kontraktor migas dan industri penunjang migas untuk lebih efisien
sehingga lebih mampu menghadapi fluktuasi harga minyak dari waktu ke waktu,
serta mendorong KKKS untuk mengelola biaya operasi dan investasinya dengan
berpihak kepada sistem keuangan korporasi bukan sistem keuangan negara. Dalam
skema ini, gross split tidak akan menghilangkan kendali negara karena penentuan
wilayah kerja ada ditangan negara, penentuan kapasitas produksi dan lifting
ditentukan negara serta aspek komersil migas, pembagian hasil ditentukan oleh
8
negara, dan produksi dibagi di titik serah.Sistem kontrak ini tidak lagi melibatkan
komponen cost recovery. Sehingga, Kontraktor KKS akan menanggung seluruh
biaya operasi hulu migas dan pemerintah hanya mendapatkan pembagian produksi.
Pada gambar II.3 merupakan bagan skema kontak PSC gross split
Contractor split dapat diperoleh dari hasil penjumlahan base split, variable
split, dan progressive split. Besarnya komponen base split telah ditetapkan untuk
minyak sebesar 57% bagian pemerintah dan 43% bagian kontraktor, sedangkan
untuk gas sebesar 52% bagian pemerintah dan 48% bagian kontraktor. Bagi hasil
awal digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan bagi hasil pada saat
persetujuan rencana pengembangan lapangan, berdasarkan komponen base split
yang disesuaikan dengan komponen variable dan komponen progressive. Jadi
besarnya bagian para pihak dapat bertambah atau berkurang dari besaran base split
tergantung dari komponen variable dan komponen progressive. Berikut adalah
tabel komponen variable dan komponen progressive berdasarkan Peraturan
Menteri ESDM No. 52 Tahun 2017 :
Tabel II.2 Variable Split (Peraturan Menteri ESDM No.52 Tahun 2017)
No Karakteristik Parameter Split Bagian
Kontraktor (%)
1 Status POD I 5%
Lapangan POD II 3%
No POD 0%
2 Lokasi Onshore 0%
Lapangan Offshore (0<h≤20 8%
m)
Offshore 10%
(20<h≤50m)
Offshore 12%
(50<h≤150m)
Offshore 14%
(150<h≤1000m)
Offshore (>1000m) 16%
9
3 Kedalaman ≤2500m 0%
Reservoir >2500 1%
4 Ketersediaan Well developed 0%
Infrastruktur New Frontier 2%
Pendukung Offshore
New Frontier 4%
Onshore
5 Jenis Reservoir Conventional 0%
Non Conventional 16%
9 Tingkat 30≤x<50 2%
10
Komponen 50≤x<70 3%
Dalam Negeri
(%) 70≤x<100 4%
10 Tahapan Primary 0%
Produksi
Secondary 6%
Tertiary 10%
Tabel II.3 Progressive Split (Peraturan Menteri ESDM No.52 Tahun 2017)
No Karakteristik Parameter Split Bagian
Kontraktor (%)
1 Harga Gas Bumi < 7 (7 – Harga Gas Bumi)
(USD/MMBTU) x 2.5
7 - 10 0%
Bumi 90≤x<125 6%
(MMBOE)
125≤x<175 4%
≥175 0%
11
II.4 Parameter –Parameter Perhitungan
Dalam kontrak bagi hasil terdapat beberapa parameter – parameter yang
digunakan dalam perhitungan indikator keekonomian suatu proyek. Parameter –
parameter tersebut adalah sebagai berikut :
II.4.1 Investasi
Investasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu capital dan juga non capital.
Istilah capital dan non capital digunakan untuk mendefinisikan nilai suatu barang
atau modal sebagai fungsi dari waktu. Barang – barang yang digolongkan sebagai
capital adalah barang – barang yang dianggap memiliki depresiasi terhadap waktu,
sedangkan barang – barang non capital dianggap tidak memiliki nilai depresiasi.
Istilah barang atau aset capital didefinisikan sebagai nilai uang dari suatu modal
(aset) yang tangible, hal ini meliputi bangunan- bangunan peralatan pemboran dan
produksi, mesin – mesin, fasilitas produksi konstruksi dan alat transportasi yang
mengalami depresiasi nilai karena pemakaian.
Sedangkan istilah barang non capital adalah modal yang meliputi semua
tipe dari material, biaya - biaya operasi dan pemeliharaaan. Tidak ada nilai yang
dapat ditetapkan pada saat pemeriksaan dan modal tidak mengalami depresiasi
terhadap waktu. Penggolongan suatu barang apakah termasuk capital atau non
capital bersifat tidak pasti, tergantung pada perjanjian yang dilakukan.
II.4.2 Depresiasi
Depresiasi merupakan suatu barang atau modal capital mengalami
pengurangan nilai karena waktu atau pemakaian. Metode depresiasi dibedakan
menjadi 4 yaitu Straight Line, Declining Balance, Double Declining Balance, dan
Sum of Year Digit Method.
12
manfaat yg sama (Irham, 2003b).
Investasi Kapital-Estimasi Nilai Sisa
Depresiasi Tahunan = (II.1)
Estimasi Umur Manfaat
Pada metode DB dan DDB, sisa nilai yang belum didepresiasikan hingga
lifetime suatu barang tersebut habis akan diakumulasikan pada tahun terakhir.
Pemilihan metode depresiasi yang dapat digunakan pada pengembangan suatu
lapangan idealnya dipilih metode yang mampu mencocokkan antara pendapatan
yang didapatkan dan biaya yang dikeluarkan. Jika pendapatan yang dihasilkan dari
aktiva konstan, maka depresiasi dapat menggunakan metode garis lurus (metode
straight line). Namun apabila pendapatan yang dihasilkan dari aktiva menurun,
maka bisa digunakan metode dipercepat (metode DB atau DDB). (Irham, 2003b)
13
II.4.3 Gross Revenue
Gross Revenue adalah pendapatan kotor dari suatu proyek migas yang dapat
diperoleh melalui hasil penjualan produksi. Gross Revenue ini dapat dicari dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐺ross Revenue = Jumlah Produksi x Harga (II.4)
Produksi yang diperoleh merupakan produksi bersih tiap tahun dari suatu
lapangan. Sedangkan harga yang dibutuhkan dalam perhitungan keekonomian
suatu proyek ditentukan berdasarkan kebijakan pemerintah atau pihak yang
berwenang.
14
dihasilkan. Biaya yang dapat dibayarkan pada tahun yang bersangkutan disebut
recovered.
Recovered dari kontraktor dapat diperoleh kembali dari pendapatan kotor
hasil penjualan hidrokarbon pada tahun bersangkutan. Bila cost recovery kontraktor
melebihi pendapatan (gross revenue), maka kekurangan tersebut dapat diperoleh
pada tahun berikutnya. Kekurangan pada tahun yang bersangkutan disebut dengan
carry forward, sedangkan kekurangan pada tahun sebelumnya disebut sebagai
unrecovered prior years. Secara matematis, kondisi diatas dinyatakan sebagai
berikut :
15
dalam sejumlah volume tertentu. DMO fee merupakan jumlah uang yang
dibayarkan pemerintah ke kontraktor atas DMO yang diserahkan. Dimana nilai
presentase DMO fee dapat berubah tiap tahunnya sesuai persetujuan pemerintah
dan kontraktor. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menentukan nilai
DMO dan DMO Fee
DMO = 25% x Produksi
DMO Fee = 25% x Harga Minyak atau Harga Gas x Volume DMO (II.5)
16
awal saat proyek tersebut mulai dijalankan. Hal ini disebabkan karena, telah
dilakukannya banyak investasi di awal periode dan belum adanya hasil produksi
yang dapat dijual sehingga menyebabkan menurunnya cash flow. Grafik cash flow
dapat naik apabila sudah adanya hasil produksi yang dapat dijual pada periode
tertentu. Cash flow dapat menurun kembali seiring dengan berjalannya suatu proyek
tersebut karena produksi yang dihasilkan semakin lama semakin menurun.
Cash flow adalah jumlah kas masuk dikurangi dengan jumlah kas yang keluar.
Sehingga cash flow dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
17
proyek yang mempunyai POT yang lebih pendek.
18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai langkah-langkah perhitungan
keekonomian pada lapangan RAG menggunakan sistem kontrak PSC Gross Split s
dan PSC Cost Recovery sebagai pembanding nilai yang dihasilkan. Langkah
perhitungan yang dilakukan mulai dari pengumpulan data perhitungan sampai
dengan menentukan nilai dari analisis sensitivitas.
19
ATS
BTS = (III.2)
(1-Tax)
20
Equity To Be Split (ETS) merupakan pembagian hasil produksi antara
pemerintah dan kontraktor yang ditentukan atas dasar presentase bagi hasil yang
telah disepakati bersama. Nilai dari ETS dapat dihitung menggunakan rumus :
𝐸𝑇𝑆 = 𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 − 𝐹𝑇𝑃 − 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 (III.5)
21
III.2.12 Menentukan Nilai Contractor Cash Flow
Contractor Cash Flow adalah parameter yang menunjukkan aliran kas
kontraktor pada periode tersebut. Contractor Cash Flow berperan penting pada
analisis keekonomian, karena dari parameter tersebut bisa didapatkan nilai dari
parameter keekonomian lainnya yaitu NPV, IRR, dan POT. Nilai Contractor Cash
Flow dapat dihitung menggunakan rumus II.14 yang telah dituliskan pada bab
sebelumnya.
CF
NPV = ∑𝑖𝑡=0 (III.10)
(1+𝑖)𝑡
Dimana:
NPV = Net Present Value, MMUSD
CF = Cashflow, MMUSD
i = Discount Rate, %
t = Periode
Dimana :
NPV = Net Present Value, MMUSD
22
CF = Cashflow, MMUSD
i = Discount Rate, %
t = Periode ke-
23
kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukung, jenis reservoir,
kandungan CO2, kandungan H2S, SG, TKDN, dan tahapan produksi. Selanjutnya
menentukan progressive split. Komponen tersebut dapat ditentukan berdasarkan
harga gas dan jumlah kumulatif produksi gas bumi.
24
yang wajib dikenakan pajak, yang pajaknya akan dibayarkan kepada pemerintah.
Nilai contractor taxable profit ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Contractor Taxable Profit = Contractor Share – Deductable Expenses (III.18)
Dimana :
NPV = Net Present Value, MMUSD
CF = Cashflow, MMUSD
i = Discount Rate, %
25
t = Periode ke-
Dimana :
NPV = Net Present Value, MMUSD
CF = Cashflow, MMUSD
i = Discount Rate, %
t = Periode ke-
26
III.4 Flowchart
Berikut adalah flowchart yang menunjukan langkah kerja yang dilakukan
dalam penelitian Tugas Akhir ini.
27
Gambar III.1 Langkah-Langkah Penelitian
28
DAFTAR PUSTAKA
29
Lubiantara, B. (2012). Ekonomi Migas: Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas.
Jakarta: Grasindo.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Permen ESDM
Nomor 08 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split (2017).
Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Permen ESDM
Nomor 52 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan
Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil
Gross Split, Pub. L. No. 52 (2017). Indonesia.
30