Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1. Tes Molish
Percobaan pertama adalah tes molish yang bertujuan untuk
membuktikan adanya karbohidrat secara kualitatif. Sampel yang diuji
adalah sukrosa, glukosa, dan amilum. Identifikasi karbohidrat oleh molish
didasarkan pada hidrolisis karbohidrat oleh asam sulfat pekat yang
menghasilkan monosakarida. Hidrolisis monosakarida jenis pentosa oleh
asam sulfat pekat menghasilkan furfural. Sedangkan golongan heksosa
(glukosa,galaktosa,fruktosa) dihidrolisis oleh asam sulfat pekat menjadi
hidroksimetil furfural. Pereaksi molish terdiri dari alfa-naftol dalam
alkohol, yang mana alfa-naftol akan bereaksi dengan furfural dan hidroksi
metil furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Uji positif
adanya karbohidratditandai dengan terbentuknya larutan berwarna ungu.
Pada percobaan pertama dalam tes molish bertujuan untuk menguji
apakah sukrosa termasuk jenis karbohidrat. Pada percobaan pertama yaitu
dimasukkan 5 tetes sukrosa (larutan tak berwarna) ke dalam tabung reaksi
1. Kemudian ditambahkan 5 tetes pereaksi molish (larutan berwarna coklat
kehitaman) dan menghasilkan endapan ungu kehitaman dan terbentuk dua
lapisan. Kemudian dilakukan penambahan 7 tetes H2SO4 pekat pada dasar
tabung reaksi. Penambahan ini dilakukan oleh praktikan dalam lemari
asam. Tujuan penambahan larutan H2SO4 pekat adalah bahwa identifikasi
karbohidrat oleh molish didasarkan pada hidrolisis karbohidrat oleh asam
sulfat pekat yang menghasilkan monosakarida dalam hal ini yaitu untuk
menghidrolisis disakarida sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa. Asam
kuat (H2SO4) juga bereaksi dengan larutan yang mengandung
monosakarida (fruktosa dan glukosa) menghasilkan hidroksi metil furfural.
Kemudian hidroksi metil furfural bereaksi dengan alfa-naftol membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu.
Kemudian sampel dalam tabung reaksi yang telah ditambahkan
H2SO4 (larutan tak berwarna) menghasilkan larutan berwarna ungu pekat.
Setelah itu campuran diencerkan dalam 5 mL air menghasilkan larutan
berwarna ungu dan terbentuk endapan yang berwarna ungu. Larutan
berwarna ungu merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan dari reaksi
sukrosa yang positif terhadap pereaksi molish dan membuktikan bahwa
sukrosa termasuk karbohidrat (disakarida). Sesuai dengan literatur bahwa
karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisa menjadi monosakarida
yang selanjutnya akan mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi
furfural atau hidroksi metil furfural yang akan berkondensasi dengan alfa
naftol dari pereaksi molish membentuk senyawa kompleks berwarna
ungu.
Berikut adalah reaksi yang terjadi
3. Tes Barfoed
Tes barfoed bertujuan untuk membedakan antara karbohidrat jenis
monosakarida dan disakarida menggunakan pereaksi barfoed. Apabila
teridentifikasi karbohidrat golongan monosakarida maka ketika
ditambahkan pereaksi barfoed terbentuk endapan merah bata selama 2
menit dan jika karbohidrat golongan disakarida terbentuk endapan merah
bata selama 10 menit. Pereaksi barfoed berisi campuran dari tembaga
asetat dengan asam asetat glasial. Sehingga dasar pengujian ini adalah ion
Cu2+ dari pereaksi Barfoed akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida dari pada disakarida dan menghasilkan endapan Cu2O
berwarna merah bata. Sampel yang diuji adalah amilum, glukosa, laktosa
dan fruktosa.
Pada percobaan pertama yaitu menyiapkan tabung reaksi 1 dan
dimasukkan 5 tetes amilum (larutan tak berwarna) ke dalam tabung reaksi
1. Kemudian dimasukkan 5 mL pereaksi barfoed (larutan berwarna biru)
ke dalam tabung reaksi 1 juga. Selanjutnya tabung reaksi 1 dipanaskan
dalam penangas air. Hal ini bertujuan untuk mempercepat reaksi antara
pereaksi barfoed dengan gula pereduksi monosakarida dan disakarida.
Ternyata setelah melalui proses pemanasan selama >10 menit larutan
dalam tabung reaksi tidak memberikan perubahan warna ataupun muncul
endapan. Hal ini sesuai dengan literatur yang didapatkan karena amilum
merupakan polisakarida yang memberikan hasil negatif yaitu tidak
terbentuk endapan merah bata pada tes barfoed ini.
Berikut adalah reaksi yang terjadi:
4. Tes Tollens
Tes tollens bertujuan untuk mengidentifikasi gugus aldosa dalam
senyawa karbohidrat. Prinsip dari tes ini adalah terbentuknya cermin perak
pada sampel karbohidrat yang mengandung gugus aldosa. Sampel
karbohidrat yang digunakan dalam tes tollens yaitu sukrosa, amilum,
laktosa, glukosadan fruktosa.
Hal yang penting pada tes tollens adalah peralatan yang digunakan
harus dalam keadaan bersih dan steril terhadap kontaminan apapun.
Karena tes tollens sangat perka terhadap kontaminan yang terdapat dalam
peralatan yang digunakan yang nantinya sangat mempengaruhi hasil yang
didapatkan. Untuk membersihkan perlatan perlu dicuci dengan aquades,
dikeringkan dengan tisu dan dikeringkan dalam oven.
Sebelum tes tollens, praktikan harus membuat reagen tollens
terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan reagen tollens tidak dapat bertahan
lama dan harus dalam keadaan baru. Kami membuat reagen tollens dengan
mereaksikan AgNO3, NaOH dan NH4OH. Pertama adalah memasukan 1
mL AgNO3 1% (larutan tak berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian
dimasukkan 1 tetes NaOH 5% (larutan tak berwarna) ke dalam tabung
reaksi yang mengakibatkan terbentuknya endapan hitam. Setelah itu
ditambahkan NH4OH 2% tetes demi tetes sampai endapan larut.
Dibutuhkan sebanyak 60 tetes NH4OH 2% untuk melarutkan endapan dan
menghasilkan reagen tollens.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Percobaan pertama yaitu memasukkan 5 tetes sukrosa (larutan tak
berwarna) pada tabung reaksi 1. Kemudian ditambahkan 5 tetes reagen
tollens (larutan tak berwarna) yang telah dibuat. Selanjutnya dipanaskan
dalam penangas air untuk mempercepat terjadinya reaksi. Pemanasan
bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Sukrosa terhidrolisis
menjadi glukosa dan fruktosa, dengan reaksi:
H 2O
Sukrosa Glukosa + Fruktosa
Setelah melalui proses pemanasan, ternyata pada sukrosa tidak
terbentuk cermin perak, hal ini menunjukkan bahwa tes tollens dengan
sukrosa adalah negatif. Hal tersebut disebabkan karena sukrosa bukan
termasuk gula pereduksi dan tidak bereaksi saat tes tollens, karena dalam
sukrosa terdiri dari glukosa dan fruktosa yang tidak memiliki gugus
hemiasetal yaitu molekul yang mengandung gugus keton/aldehid dan
alkohol, sehingga tidak berada dalam kesetimbangan dengan suatu bentuk
aldehida atau keton, yang menyebabkan sukrosa tidak dapat dioksidasi
oleh tollens.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
5. Tes Fehling
Tes fehling bertujuan untuk menguji adanya gula pereduksi yaitu
aldehid dan keton (gugus karbonil) pada karbohidrat menggunakan
pereaksi Fehling .Pereaksi Fehling terdiri dari dari larutan Fehling A dan
Fehling B. Larutan Fehling A adalah larutan encer berwarna biru dari
tembaga (II) sulfat CuSO4 , sedangkan Fehling B adalah larutan tidak
berwarna dari kalium natrium tartrat encer (KNaC4H4O6·4H2O) dengan
basa kuat biasanya NaOH.
Langkah pertama adalah mencampurkan larutan Fehling A dan
Fehling B dengan volum yang sama yaitu masing-masing 5 mL
menghasilkan larutan berwarna biru tua, campuran ini membentuk
senyawa kompleks bistartratocuprate (II). Kompleks tersebut merupakan
bahan pengoksidasi dan reagen aktif dalam uji fehling. Kompleks
bistartratokuprat(II) mengoksidasi aldehid, dan dalam prosesnya ion
tembaga(II) atau Cu2+ dari kompleks bistartratokuprat(II) direduksi
menjadi ion tembaga(I) atau Cu+. Oksida tembaga(I) atau Cu2O yang
berwarna merah bata kemudian mengendap dari campuran reaksi, yang
menunjukkan hasil positif, hasil yang negatif apabila tidak terjadi endapan
merah bata . Pereaksi Fehling bereaksi positif dengan karbohidrat yang
memiliki gula pereduksi yaitu aldehid dan keton (gula aldosa dan ketosa)
membentuk endapan merah bata (Cu2O).
Percobaan pertama yaitu memasukkan 2 tetes amilum (larutan tak
berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 mL reagen
fehling (larutan berwarna biru tua) dan dikocok agar larutan homogen.
Selanjutnya tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air selama 4 menit,
tujuan pemanasan dalam reaksi ini adalah agar gugus aldosa pada cuplikan
sampel ikatannya terbuka dan dapat bereaksi dengan ion OH - membentuk
asam karboksilat lalu hasil sampingnya adalah Cu2O (endapan merah
bata).
Setelah melalui proses pemanasan ternyata tidak menghasilkan
endapan merah bata. Sampel amilum ketika diuji dengan pereaksi fehling
tidak menghasilkan endapan merah bata karena amilum adalah
polisakarida. Polisakarida tersusun dari banyak satuan glukosa. Hidrolisis
amilum hingga menjadi satuan glukosa membutuhkan pemanasan yang
sangat lama. Kemudian hasil hidrolisisnya berupa glukosa akan mereduksi
ion Cu2+ dari pereaksi fehling menjadi ion Cu+ yang kemudian menjadi
Cu2O berupa endapan merah bata . Karena pemanasan hanya dilakukan
selama selama 4 menit tidak dapat menghidrolisis amilum menjadi satuan
glukosa (monosakarida) ,akibatnya amilum masih berupa polisakarida
yang tidak memiliki gugus aldehid bebas sehingga tidak dapat mereduksi
pereaksi fehling (tidak terbentuk endapan merah bata).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Percobaan kedua yaitu memasukkan 2 tetes laktosa (larutan tak
berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 mL reagen
fehling (larutan berwarna biru tua) dan dikocok agar larutan homogen.
Selanjutnya tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air selama 4 menit,
tujuan pemanasan dalam reaksi ini adalah agar gugus aldosa pada cuplikan
sampel ikatannya terbuka dan dapat bereaksi dengan ion OH - membentuk
asam karboksilat lalu hasil sampingnya adalah Cu2O (endapan merah
bata).
Setelah melalui proses pemanasan ternyata menghasilkan endapan
merah bata. Endapan merah bata terbentuk karena laktosa terhidrolisis
menjadi dua monosakarida yaitu glukosa dan galaktosa. Glukosa dan
galaktosa ini selanjutnya mereduksi ion Cu2+ dari pereaksi fehlingmenjadi
ion Cu+ yang kemudian menjadi Cu2O berupa endapan merah bata.
Glukosa dan galaktosa termasuk karbohidrat jenis monosakarida yang
memiliki gugus aldehid atau disebut aldosa (gula pereduksi), karena
glukosa dan galaktosa merupakan gula pereduksi maka glukosa bereaksi
positif terhadap pereaksi fehling.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Percobaan ketiga yaitu memasukkan 2 tetes sukrosa (larutan tak
berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 mL reagen
fehling (larutan berwarna biru tua) dan dikocok agar larutan homogen.
Selanjutnya tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air selama 4 menit,
tujuan pemanasan dalam reaksi ini adalah agar gugus aldosa pada cuplikan
sampel ikatannya terbuka dan dapat bereaksi dengan ion OH - membentuk
asam karboksilat lalu hasil sampingnya adalah Cu2O (endapan merah
bata).
Setelah melalui proses pemanasan ternyata tidak menghasilkan
endapan merah bata. Sukrosa merupakan karbohidrat jenis disakarida yang
hasil hidrolisisnya adalah satuan fruktosa dan satuan glukosa. Ikatan
glikosida menghubungkan karbon ketal dan asetal dan bersifat 𝛽 dari
fruktosa dan ∝ dari glukosa. Sukrosa memiliki perbedan dengan disakarida
yang lain, dalam sukrosa kedua atom karbon anomerik (tidak sekedar satu)
digunakan untuk ikatan glikosida. Dalam sukrosa baik fruktosa maupun
glukosa tidak memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu, sukrosa di
dalam air tidak berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid atau
keton. Sukrosa juga tidak menunjukkan mutarotasi dan bukanlah gula
pereduksi sehingga tidak dapat mereduksi pereaksi fehling membentuk
endapan merah bata. Akibatnya, sukrosa negatif terhadap tes fehling.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
7. Hidrolisis sukrosa
Percoban hidrolisis sukrosa bertujuan untuk menghidrolisis sukrosa
dengan tiga perlakuan yang berbeda terhadap larutan sampel sukrosa dan
selanjutnya hasil hidrolisis diuji dengan pereaksi benedict dan seliwanoff.
Uji benedict bertujuan untuk menguji adanya gula pereduksi (memiliki
gugus karbonil aldehid dan keton) pada karbohidrat dengan menggunakan
pereaksi benedict. Uji positif ditandai terbentuknya endapan merah bata
karena gula pereduksi mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ yang mengendap
sebagai Cu2O berwarna merah bata.Uji seliwanoff yang bertujuan untuk
menguji adanya gugus keton pada karbohidrat (ketosa) dengan
menggunakan pereaksi seliwanoff.
Langkah pertama yaitu melarutkan 0,5 mL sukrosa (larutan tak
berwarna) dengan 6 mL air. Kemudian larutan sukrosa (larutan tak
berwarna) didistribusikan masing-masing sebanyak 1 mL ke dalam 3
tabung reaksi yang berbeda.
Pada tabung 1 larutan sukrosa ditambah 1 mL HCl 3M kemudian
dipanaskan dalam penangas air, setelah dipanaskan tabung reaksi
didinginkan pada suhu kamar. Kemudian ditambah 1,5 mL NaOH 3M
(larutan tak berwarna)menghasilkan larutan yang tak berwarna. Tujuan
penambahan HCl dan NaOH dalam perlakuan pertama ini adalah untuk
bertujuan untuk menimbulkan suasana asam dan basa karena hirolisis
sempurna bagi sukrosa menghasilkan fruktosa dan glukosa terjadi karena
adanya air dalam suasana asam maupun basa. Selanjutnya larutan dalam
tabung reaksi 1 dibagi menjadi 2 bagian dalam tabung 1A dan tabung 1B.
Tabung 1A diuji dengan pereaksi benedict dengan ditambahkan 5
mL pereaksi benedict (larutan berwarna biru) kemudian dipanaskan dalam
penangas air selama 5 menit. Fungsi pereaksi benedict adalah untuk
mengujii adanya gula pereduksi dalam hal ini sebagai indikator bahwa
sukrosa sudah terhidrolisis menjadi glukosa (aldosa) atau tidak dengan
terbentuknya endapan berwarna merah bata. Setelah melalui proses
pemanasan ternyata larutan tetap berwarna biru dan tidak menghasilkan
endapan merah bata. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena seharusnya
hidrolisis sempurna pada sukrosa menghasilkan glukosa yang ditandai
dengan terbentuknya endapan merah bata. Ketidaksesuaian hasil
percobaan dengan teori yang nantinya akan kami bahas pada bab diskusi.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabung 1B diuji dengan pereaksi seliwanoff dengan ditambahkan 2
mL pereaksi seliwanoff (larutan tak berwarna) kemudian dipanaskan
dalam penangas air selama 5 menit. Fungsi pereaksi seliwanoff adalah
untuk menguji adanya ketosa (fruktosa) dengan perubahan warna menjadi
jingga. Ini sebagai indikator sukrosa sudah terhidrolisis atau tidak. Setelah
melalui proses pemanasan ternyata larutan tetap tak berwarna. Hal ini
tidak sesuai dengan teori karena seharusnya hidrolisis sempurna pada
sukrosa menghasilkan fruktosa yang ditandai dengan perubahan warna
larutan menjadi jingga. Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori yang
nantinya akan kami bahas pada bab diskusi.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pada tabung 2 larutan sukrosa ditambah air kemudian dipanaskan
dalam penangas air, setelah dipanaskan tabung reaksi didinginkan pada
suhu kamar. Kemudian ditambah 1,5 mL NaOH 3M (larutan tak berwarna)
menghasilkan larutan yang tak berwarna. Selanjutnya larutan dalam
tabung reaksi 2 dibagi menjadi 2 bagian dalam tabung 2A dan tabung 2B.
Tabung 2A diuji dengan pereaksi benedict dengan ditambahkan 5
mL pereaksi benedict (larutan berwarna biru) kemudian dipanaskan dalam
penangas air selama 5 menit. Fungsi pereaksi benedict adalah untuk
mengujii adanya gula pereduksi dalam hal ini sebagai indikator bahwa
sukrosa sudah terhidrolisis menjadi glukosa (aldosa) atau tidak dengan
terbentuknya endapan berwarna merah bata. Setelah melalui proses
pemanasan ternyata larutan tetap berwarna biru dan tidak menghasilkan
endapan merah bata. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena seharusnya
hidrolisis parsial pada sukrosa menghasilkan glukosa yang ditandai dengan
terbentuknya endapan merah bata. Ketidaksesuaian hasil percobaan
dengan teori yang nantinya akan kami bahas pada bab diskusi.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabung 2B diuji dengan pereaksi seliwanoff dengan ditambahkan 2
mL pereaksi seliwanoff (larutan tak berwarna) kemudian dipanaskan
dalam penangas air selama 5 menit. Fungsi pereaksi seliwanoff adalah
untuk menguji adanya ketosa (fruktosa) dengan perubahan warna menjadi
jingga. Ini sebagai indikator sukrosa sudah terhidrolisis atau tidak. Setelah
melalui proses pemanasan ternyata larutan tetap tak berwarna. Hal ini
tidak sesuai dengan teori karena seharusnya hidrolisis parsial pada sukrosa
menghasilkan fruktosa yang ditandai dengan perubahan warna larutan
menjadi jingga. Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori yang
nantinya akan kami bahas pada bab diskusi.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pada tabung 3 larutan sukrosa ditambah 1,5 mL air . Selanjutnya
larutan dalam tabung reaksi 3 dibagi menjadi 2 bagian dalam tabung 3A
dan tabung 3B.
Tabung 3A diuji dengan pereaksi benedict dengan ditambahkan 5
mL pereaksi benedict (larutan berwarna biru) kemudian dipanaskan dalam
penangas air selama 5 menit. Fungsi pereaksi benedict adalah untuk
mengujii adanya gula pereduksi dalam hal ini sebagai indikator bahwa
sukrosa sudah terhidrolisis menjadi glukosa (aldosa) atau tidak dengan
terbentuknya endapan berwarna merah bata. Setelah melalui proses
pemanasan ternyata larutan tetap berwarna biru dan tidak menghasilkan
endapan merah bata. Hal ini menunjukkan tidak ada glukosa pada hasil
hidrolisis sukrosa. Hal ini sesuai dengan teori karena sukrosa tidak dapat
terhidrolisis hanya oleh air.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabung 3B diuji dengan pereaksi seliwanoff dengan ditambahkan 2
mL pereaksi seliwanoff (larutan tak berwarna) kemudian dipanaskan
dalam penangas air selama 5 menit. Fungsi pereaksi seliwanoff adalah
untuk menguji adanya ketosa (fruktosa) dengan perubahan warna menjadi
jingga. Ini sebagai indikator sukrosa sudah terhidrolisis atau tidak. Setelah
melalui proses pemanasan ternyata larutan tetap tak berwarna. Hal ini
menunjukkan tidak ada fruktosa pada hasil hidrolisis sukrosa. Hal ini
sesuai dengan teori karena sukrosa tidak dapat terhidrolisis hanya oleh air.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
8. Hidrolisis pati
Percobaan hidrolisis pati bertujuan untuk menghidrolisis pati dan
menguji hasil hidrolisis pati. Reaksi hidrolisis pati melibatkan air sebagai
pereduksi. Untuk mengamati berlangsungnya reaksi hidrolisis dapat
dilakukan dengan tes iodin. Iodin akan bereaksi jika pada sampel masih
terdapat amilum membentuk senyawa kompleks dan mengakibatkan
warna larutan berubah menjadi ungu kehitaman. Untuk menguji amilum
yang telah terhidrolisis menjadi glukosa, dapat dilakukan tes benedict,
yang menunjukkan sampel berubah warna menjadi biru dan terdapat
endapan merah bata di dasar tabung.
Percobaan pertama yaitu memasukkan 2 mL larutan pati (larutan
berwarna putih keruh) ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2
mL HCl 3M (larutan tak berwarna) dan dipanaskan dalam penangas air.
Selanjutnya tabung reaksi didinginkan pada suhu kamar. Penambahan
asam kuat disertai pemanasan sampel berfungsi untuk menghidrolisis pati,
selain itu asam kuat juga dapat merusak struktur amilum karena memiliki
sifat korosif (merusak). Kemudian ditambahkan 3 mL NaOH 3M (larutan
tak berwarna) menghasilkan larutan yang tak berwarna. Penambahan
NaOH adalah untuk memberikan suasana basa pada uji iodin. Pada
pengujian larutan amilum dan iod‚ NaOH menghalangi terjadinya reaksi
antara amilum dengan iod. Hal ini disebabkan karena iod bereaksi dengan
basa sehingga tidak mengalami reaksi dengan amilum. Keadaan ini terjadi
sebab NaOH yang sudah ada dalam larutan lebih dulu bereaksi dengan iod
membentuk senyawa NaI dan NaOI‚ sehingga pada uji dengan
penambahan NaOH tidak terjadi perubahan pada larutan amilum.Setelah
itu larutan dibagi menjadi dua bagian yaitu 1A dan 1B.
Tabung 1A dilakukan uji iodin dengan cara menambahkan 1 tetes
larutan iodin dalam tabung reaksi. Setelah itu larutan dalam tabung 1A
tidak berwarna. Hal ini menunjukkan hasil positif terhadap uji iodin. Hal
ini menandakan bahwa amilum telah terhidrolisis sempurna menjadi
glukosa akibat penambahan asam kuat dan pemanasan.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai beikut:
Tabung 1B dilakukan uji benedict dengan cara menambahkan 5
mL pereaksi benedict dalam tabung reaksi. Kemudian dilakukan
pemanasan. Setelah itu larutan dalam tabung 1B berwarna biru dan
terbentuk endapan merah bata. Hal ini menunjukkan hasil positif terhadap
uji benedict. Hal ini menandakan bahwa amilum telah terhidrolisis
sempurna menjadi glukosa akibat penambahan asam kuat dan pemanasan.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai beikut:
Percobaan kedua yaitu memasukkan 2 mL larutan pati (larutan
berwarna putih keruh) ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2
mL air dan dipanaskan dalam penangas air. Pemanasan ini bertujuan untuk
menghidrolisis pati. Selanjutnya tabung reaksi didinginkan pada suhu
kamar. Kemudian ditambahkan 3 mL air. Setelah itu larutan dibagi
menjadi dua bagian yaitu 2A dan 2B.
Tabung 2A dilakukan uji iodin dengan cara menambahkan 1 tetes
larutan iodin dalam tabung reaksi. Setelah itu larutan dalam tabung 2A
menjadi berwarna ungu. Hal ini menandakan hasil negatif terhadap uji
iodin. Hal ini menandakan bahwa amilum tidak terhidrolisis akibat
penambahan air dan pemanasan.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai beikut:
Tabung 2B dilakukan uji benedict dengan cara menambahkan 5
mL pereaksi benedict dalam tabung reaksi. Kemudian dilakukan
pemanasan. Setelah itu larutan dalam tabung 2B tetap berwarna biru. Hal
ini menandakan hasil negatif terhadap uji benedict. Hal ini menandakan
bahwa amilum tidak terhidrolisis akibat penambahan air dan pemanasan.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai beikut:
DISKUSI
1. Pada tes barfoed terdapat hasil yang tidak sesuai dengan teori dimana pada
glukosa, laktosa dan fruktosa seharusnya memberikan hasil positif
terhadap reagen barfoed membentuk endapan merah bata. Hal ini
diakibatkan oleh kemungkinan reagen yang digunakan sudah berada dalam
kondisi yang tidak bagus, hal lain yang mungkin mengakibatkan adalah
kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan praktikum dan
pengamatan.
2. Pada hidrolisis sukrosa yaitu menguji hasil hidrolisis pada tabung 1A, 1B,
2A dan 2B tidak menunjukkan hasil yang positif terhadap uji benedict dan
seliwanoff. Hal ini menunjukkan bahwa sukrosa tidak terhidrolisis. Hal ini
disebabkan oleh kemungkinan kurang ketelitian praktikan dalam
melakukan praktikum dan pengamatan.
KESIMPULAN