Você está na página 1de 10

Artikel Ilmiah

Biokimia
UJI FISIKOKIMIA MINYAK TANAMAN

Nama : Sahrul
NIM : G011181030
Kelas : Biokimia G
Kelompok : 39
Asisten : 1. Harland Yehezkiel Osmar
2. Sensi

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
UJI FISIKOKIMIA MINYAK TANAMAN

Sahrul, G011181030
Universitas Hasanuddin
Makassar
Abstrak
Minyak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak yang tersusun atas
campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor.
Pengujian fisikokimia minyak tanaman yang telah dilaksanan di Laboratorium
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin bertujuan untuk mengetahui sifat
asam-basa dan pH dari minyak kelapa dan minyak tengik. Bahan indikator yang
digunakan adalah kertas lakmus merah, kertas lakmus biru, dan pH indikator,
sedangkan alat yang digunakan adalah cawan petridis dan pipet tetes. Uji
fisikokimia tanaman dilakukan dengan menyiapkan semua alat dan bahan dan
pengukuran tingkan keasaman minyak. Diperoleh hasil pada minyak tengik
memiliki pH 6 dan pada minyak kelapa memiliki pH 4 yang menunjukkan bahwa
kedua bahan ini bersifat asam. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi, hidrolisis,
dan proses pemanasan. Perubahan akibat pemanasan tersebut antara lain
disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang bersifat toksik. Semakin tengik
minyak maka tingkat keasamannya semakin meningkat karena terdapat perubahan
kandungan pada zat tersebut akibat proses pemanasan yang terus menerus dan
proses oksidasi.
Kata kunci : Fisikokimia, Hidrolisis Minyak Kelapa, Minyak Tengik, Oksidasi.
Abstract
Oil is an ester of glycerol and fatty acids composed of a mixture of a large
portion of triacylglycerol and a small portion of impurity compounds.
Physicochemical testing of plant oil that has been carried out in the Laboratory
Agroclimate and Statistic of the Faculty of Agriculture, Hasanuddin University
aims to determine the acid-base properties and pH of coconut oil and rancid oil.
The indicator material used is red litmus paper, blue litmus paper, and pH
indicator, while the tool used is a petridis dish and a dropper pipette. Plant
physicochemical tests are carried out by preparing all tools and materials and
measuring the oil acidity. The results obtained in rancid oil have a pH of 6 and in
coconut oil has a pH of 4 which indicates that these two ingredients are acidic.
This is caused by the process of oxidation, hydrolysis, and the heating process.
Changes due to warming are among others caused by the formation of compounds
that are toxic. The more rancid the oil, the acidity level increases because there is
a change in the content of the substance due to the continuous heating process
and the oxidation process.
Keyword : Coconut Oil, Hydrolysis, Oxidation, Phytochemicals, Rancid Oil.
Pendahuluan
Perubahan molekul pada minyak atau lemak terjadi karena pemanasan yang
mengakibatkan perubahan susunan kimiawi karena terurainya trigliserida menjadi
gliserol dan asam-asam lemak. Salah satu contohnya adalah proses
penggorengan/menggoreng. Proses penggorengan yang menggunakanenergi panas
menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan
komponen flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat pemanasan ini
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada minyak dan menurunkan mutu produk
gorengnya. Berbagai macam reaksi yang terjadi selama proses penggorengan
seperti reaksi oksidasi, hidrolisis, polimerisasi, dan reaksi dengan logam dapat
mengakibatkan minyak menjadi rusak. Perubahan akibat pemanasan tersebut
antara lain disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang bersifat toksik dalam
bentuk hidrokarbon, asam-asam lemak hidroksi, epoksida, senyawa-senyawa
siklik, dan senyawa – senyawa polimer (Ketaren, 2011).
Minyak goreng banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena minyak
goreng mampu menghantarkan panas, memberikan cita rasa (gurih), tekstur
(renyah), warna (coklat), dan mampu meningkatkan nilai gizi (Aladedunye dan
Przybylski, 2009). Pemanasan minyak secara berulang dapat meningkatkan asam
lemak, selain meningkatan asam lemak, pemanasan berulang akan membentuk
asam lemak trans di dalam minyak (Fan dkk., 2013). Penggunaan minyak yang
berulang-ulang dengan pemanasan tinggi beserta kontak oksigen akan
mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas. Peningkatan
asam lemak bebas dalam tubuh akan mengakibatkan peningkatan inflamation
systemic yang ditandai dengan munculnya interleukin-6 dan protein C-reaktif
yang berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak (Ibnu Malkan, dkk.,
2015).
Sifat-sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat bergantung
pada komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemak dan non lemak
berupa zat pengotor. Minyak yang dominan mengandung asam lemak tidak jenuh
cenderung untuk teroksidasi, sedangkan minyak yang dominan mengandung asam
lemak jenuh cenderung terhidrolisis. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan
(expose) di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang dengan
penurunan suhu. Laju oksidasi dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang ada, derajat
ketidakjenuhan minyak, adanya antioksidan, adanya peroksidan (terutama
tembaga) dan beberapa senyawa organik seperti molekul yang mengandung
lipoksidase, sifat bahan pengemas, kontak dengan cahaya dan suhu penyimpanan.
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon,
alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa
getir. Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida,
kemudian terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida
menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Tiga penyebab
ketengikan pada minyak dan lemak dibagi atas 3 golongan yaitu : ketengikan oleh
oksidasi, ketengikan oleh enzim dan ketengikan oleh proses hidrolisis. Ketengikan
yang disebabkan oleh berbagai faktor tersebut sangat berdampak negatif terhadap
kesehatan konsumen terutama pada kalangan bawah dengan tingkat ekonomi
rendah yang dominan memiliki kebiasaan membeli minyak goreng tengik yang
telah dijernihkan (Ibnu Malkan dkk., 2015).
Saat ini, penggunaan minyak tengik atau limbah minyak goreng semakin
marak akibat tidak adanya sebuah kebijakan dari pemerintah sehingga membuat
masyarakat harus lebih waspada. Fakta tersebut berdasarkan kajian yang
dilakukan Institut Studi Transportasi (Instran) bersama dengan Komite
Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB). Direktur eksekutif KPBB, Ahmad
Safrudin menjelaskan bahwa minyak bekas itu mengandung radikal bebas dan
berdampak pada gangguan fungsi ginjal, hipertensi, pengentalan darah, stroke,
dan penyakit pembuluh darah lainnya. Masyarakat yang belum menyadari betul
bahaya minyak jelantah menjadi terancam. Menurut Ahmad, banyakpihak yang
sengajaberlakucurangdengancaramengolahkembaliminyakjelantahtersebutmenjadi
minyak goreng curah dan dijualkembali di pasar.Berdasarkan uraian diatas maka
perlu untuk dilakukan percobaan mengenai uji fisikokimia minyak tanaman.
Dengan dilaksanakannya praktikum ini diharapkan menjadi informasi yang
penting untuk meningkatkan pengetahuan dan untuk selanjutnya dapat digunakan
untuk acuan penelitian selanjutnya
Tujuan
Tujuan dari praktikum uji fisikokimia minyak tanaman untuk mengetahui
sifat asam-basa minyak kelapa.
Metode
Praktikum uji fisikokimia minyak tanaman dilaksanakan di Laboratorium
Agroklimatologi dan Statistika, pada hari Rabu, 13Februari 2019 Pukul 13:00 –
14:40 WITA.
Alat kertas lakmus merah/biru, pH indikator, cawan petri, dan pipet tetes.
Sedangkan bahan yaitu, minyak kelapa (murni), minyak kelapa tengik,
Kegiatan praktikum uji fisikokimia tanaman dilakukan dengan langkah
metodologis yang meliputi penyiapan alat dan bahan, pengamatan sifat dan
pengukuran tingkat keasaman zat uji. Langkah identifikasi sifat pada zat uji
dilakukan dengan penggunaan kertas lakmus merah dan biru kemudian untuk
mengetahui minyak kelapa (murni) dan minyak kelapa tengik bersifat asam, basa,
atau netral kemudian penggunaan pH indikator untuk mengetahui derajat
keasaman dari kedua zat uji. Adapun langkah kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Menuangkan sedikit minyak kelapa pada cawan petri.
2. Melakukan pengujian dengan kertas lakmus merah dan biru. Untuk melihat
perubahan warna lebih jelas, pengujian minyak kelapa juga menggunakan
pH indikator.
3. Menunggu kurang lebih 30 detik lalu mengamati perubahan warna yang
terjadi.
4. Mengulang percobaan yang sama dengan menggunakan minyak kelapa
tengik.
5. Mencatat perubahan warna yang terjadi pada table pengamatan.
Metode lain pada penelitian yang dilakukan oleh Aam Aminah (2017),
yang berhubungan dengan uji fisikokimia yang dilakukan pada minyak malapari
menggunakan metode oven (kadar air), metode Brookield (viskositas), metode
piknometer (berat jenis), metode wijs (bilangan iod), SNI 01-3555-1998 (analisis
kadar asam lemak, dan IUPAC 1979 (bilangan penyabunan) sebagai berikut:
1. Penelitian ini meliputi tiga kegiatan utama, yaitu penentuan komposisi kimia
biji malapari, analisis kandungan asam lemak, dan penentuan sifat fisiko-kimia
minyak malapari.
2. Menentuan komposisi kimia biji malapari dilakukan dengan cara analisis
proksimat terhadap kadar air (metode oven), kadar lemak/minyak (metode
ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet), kadar protein (metode semi mikro
Kjeldahl), karbohidrat (by difference), serat kasar (ekstraksi contoh dengan
asam dan basa), dan kadar abu (abu total) (SNI 01-2891, 1992).
3. Menganalisis kandungan asam lemak dalam sampel minyak malapari dilakukan
dengan meng gunakan instr umen GC - MS (Gas Chromatography-Mass
Spectrometry).
Hasil dan Pembahasan
Pada dasarnya minyak kelapa bersifat netral, sedangkan minyak tengik
bersifat asam. Tetapi pada percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil dari
beberapa sampel bahwa minyak tengik memiliki pH dibawah 7 atau bersifat asam
dan minyak kelapa juga memiliki pH dibawah 7 atau bersifat asam.
Berdasarkan praktikum uji fisikokimia tanaman yang telah dilakukan,
didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Uji Fisikokimia Minyak Murni dan Minyak Tengik
Perubahan Warna (+/-) Sifat
pH
No. Zat Uji Lakmus Lakmus (Asam/
Indikator
Merah Biru Basa)
1. Minyak Kelapa - + 4 Asam
Minyak Kelapa - - 6 Asam
2.
Tengik
Sumber : Data Primer, 2019
Pada praktikum ini, diperoleh hasil bahwa minyak kelapa (murni) tidak
mengubah warna kertas lakmus merah menjadi biru (-), sedang pada kertas
lakmus biru berubah menjadi merah (+). Kemudian pengujian pH menggunakan
pH indikator diperoleh bahwa pada minyak kelapa (murni) memiliki pH 4 yang
berarti minyak kelapa (murni) bersifat asam. Setelah itu pada minyak kelapa
tengik tidak mengubah kertas lakmus merah menjadi biru (-), sedang pada kertas
lakmus biru tidak berubah menjadi merah (-). Kemudian pengujian pH
menggunakan pH indikator diperoleh bahwa minyak kelapa tengik memiliki pH 6
yang berarti minyak kelapa tengik bersifat asam.
Dari hasil diatas menunjukka bahwa minyak kelapa (murni) yang memiliki
sifat asam berarti mutunya kurang baik untuk dikonsumsi sebab karena memiliki
pH yang rendah yaitu 4. Hal ini diakibatkan karena pada proses pembuatannya
dengan pemanasan yang sangat tinggi (diatas 100oC) dan penggunaan bahan
kimia. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat (Raharja et.al 2013) Minyak
yang diperoleh memiliki sifat fisikokimia yang kurang baik yang disebabkan oleh
adanya pemakaian bahan kimia dan proses pemanasan diatas 100oC pada proses
refining yang menyebabkan perubahan secara kimia dari asam lemak tak jenuh
serta merusak antioksidan alami yang ada pada kelapa. Selain proses
pembuatannya hal lain yang dapat menyebabkan keasaman pada minyak kelapa
(murni) yaitu bahan baku pembuatan minyak, tingkat kemurnian saat proses
pemurnian, dan cara penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Mittelbach et
al. dalam Rani Handayani, 2015).
Pada minyak kelapa tengik dengan pH 6 yaitu bersifat asam menunjukkan
bahwa terjadi perubahan struktur kimia dari minyak kelapa. Hal ini diakibatkan
dari penggunaan minyak kelapa yang berulang kali yang mengkibatkan perubahan
kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang mengandung senyawa
karsinogenik proses ini lah yang membuat ketengikan pada minyak kelapa. Hal isi
sesuai dengan pendapat (Muchtadi, 2010) Kenaikan bilangan peroksida
merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik. Didukung dengan
pendapat (Ayu 2016), kenaikan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng
yang digunakan berulang kali disebabkan karena minyak goreng mengalami
proses pemanasan berulang dengan suhu dibawah suhu maksimum serta terjadi
proses oksidasi dengan terjadinya pembentukan peroksida dan hidroperoksida.
Pada tingkat selanjutnya akan terurainya asam-asam lemak disertai dengan
konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.
Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisiko-kimia Minyak Malapari.

Sumber : Jurnal Penelitian Hasil Hutan


Nilai bilangan asam tertinggi (15,67 mg/g) berasal dari Baluran dan yang
terendah (2,28 mg/g) dari Batukaras (Tabel 2). Berbeda dengan hasil penelitian
Bobade dan Khyade (2012) yang mempunyai bilangan asam sebesar 5,4 mg/g dan
Hambali et al. (2015) sebesar 2 mg/g. Cara penyimpanan minyak hasil
pengempaan juga mempengaruhi kandungan air dan bilangan asam minyak
(Sudradjat, Pawoko, Hendra, & Setiawan, 2010). Bilangan asam yang besar
menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak
ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Menurut Suroso (2013)
minyak yang mempunyai kualitas rendah memiliki bilangan asam yang tinggi.
Hasil pengujian bilangan penyabunan tertinggi diperoleh pada populasi
yang berasal dari Baluran (206,95 mg/g) dan yang terkecil berasal dari Batukaras
(168,18 mg/g). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Bobade dan
Khyade (2012) sebesar 184 mg/g. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bilangan
iod malapari dari lima populasi berkisar antara 79,68 mg/g (Alas Purwo) s/d
90,65mg/g (Kebumen). Hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Bobade
dan Khyade (2012) yang memiliki bilangan iod sebesar 87 mg/g serta lebih kecil
dari Hambali et al. (2015) sebesar 105 g/g. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
iod yang terikat pada ikatan rangkap sedikit, sehingga derajat ketidakjenuhan dari
asam lemak atau campuran asam lemak rendah.
Nilai kalor pembakaran merupakan energi kalor yang dimiliki dalam tiap
satuan massa bahan bakar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kalor
malapari dari 5 populasi di Pulau Jawa bervariasi dari 8578,41 Kkal/Kg
(Batukaras) sampai dengan 9232,76 Kkal/Kg (Kebumen), sementara hasil
penelitian Bobade dan Khyade (2012) sebesar 8742 Kkal/Kg. Dalam penelitian ini
kadar air tertinggi dalam minyak malapari sebesar 2,73% berasal dari populasi
Baluran dan yang terkecil berasal dari populasi Carita (1,24%). Kadar air
merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas minyak. Air yang ada
dalam minyak akan menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak dan gliserol, sehingga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas (FFA).
Perbandingan dari kedua metode ini adalah tentang luaran yang dihasilkan
dari masing-masing percobaan. Pada uji fisikokimia minyak tanaman, hasil yang
kita harapkan adalah kita mampu membedakan antara sifat asam-basa pada
minyak kelapa kelapa dengan minyak kelapa tengik. Sedangkan pada uji
fisikokimia minyak malapari meliputi tiga kegiatan utama, yaitu penentuan
komposisi kimia biji malapari, analisis kandungan asam lemak, dan penentuan
sifat fisiko-kimia minyak malapari.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat ditarik kesimpulan bahwa pada minyak
kelapa (murni) memiliki pH 4 (asam) kemudian pada minyak kelapa tengik
memiliki pH 6 (asam).
Ucapan Terima Kasih
Dengan terselesaikannya artikel ilmiah ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada asisten pembimbing atas bimbingan, arahan dan koreksi
selama penyusunan dan penulisan artikel ilmiah. Dan kepada teman-teman yang
telah membantu dan mendukung dalam mengerjakan artikel ilmiah ini.
Daftar Pustaka
Afifah, Ayu. 2016. Pengaruh Penggunaan Berulang Minyak Goreng Terhadap
Peningkatan Kadar Asam Lemak Bebas Dengan Metode Alkalimetri.
CERATA. Journal Of Pharmacy Science.
Aminah, Aam., dkk. 2017. Kandungan Minyak Malapari (Pongamia Pinnata (L.)
Pierre) Dari Pulau Jawa Sebagai Sumber Bahan Baku Biodiesel (Oil
Content of Malapari (Pongamia pinnata (L.) Pierre from Java Island as
Biodiesel Raw Material).
Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat
Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Semarang: Program
Studi Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehataan
Universitas Muhammadiyah Semarang. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No.
01 Tahun 2010.
Fan HY, Sharifudin MS, Hasmadi M, Chew HM. 2013. ‘Frying stability of rice
bran oil and palm olein’. International Food Research Journal, vol. 20. no.
1, hh. 403- 407.
Handayani, Rani, et al. 2015. Karakteristik Fisiko-Kimia Minyak Biji Bintaro
(Cerbera Manghas L) dan Potensinya Sebagai Bahan Baku Pembuatan
Biodiesel. Dalam Jurnal Akuatika Vol. VI No.2 ISSN 0853-2532.
September 2015.
Ketaren, S. 2011. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta. UI
Press.
Malkan, I, Khomsan Ali, Marliyanti, S, A. 2015. ‘Kualitas Minyak Goreng dan
Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia’.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, vol. 4, no. 2, hh. 61-65.
Muchtadi, D. 2010. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung, CV. Alfabeta.
Raharja, Sapta dan Maya Dwiyuni. 2013. Study On Physico-cheminal
Characteristics Of Virgin Coconut Oil (VCO) Made By Coconut Milk
Creamfreezing Method. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. J. Tek. Ind. Pert.
Vol. 18(2), 71-78.
Sudradjat, R., Pawoko, E., Hendra, D., & Setiawan, D. (2010). Pembuatan
biodiesel dari biji kesambi (Schleichera oleosa L.). Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 28(4), 358-379.
Suroso, A.S. (2013). Kualitas minyak goreng habis pakai ditinjau dari bilangan
peroksida, bilangan asam dan kadar air. Jurnal Kefarmasian Indonesia,
3(2), 77-88.

Você também pode gostar