Você está na página 1de 3

Kekuasaan Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain

Untuk melengkapi Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) hasil Perubahan Ketiga (tahun 2001), pada Perubahan
Keempat (tahun 2002) diputuskan Pasal 11 ayat (1) yang berasal dari Pasal 11 (lama) tanpa ayat.

Rumusan perubahan:

Pasal 11

(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian
dan perjanjian dengan negara lain.

Rumusan naskah asli:

Pasal 11

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain.

Substansi Pasal 11 ini tidak berubah, yang berubah hanya penomoran ayatnya.

Kekuasaan Presiden membuat perjanjian internasional

Sebelum diubah, ketentuan mengenai kekuasaan Presiden membuat perjanjian internasional


tercantuam Pasal tanpa ayat, setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menjadi satu pasal, yaitu Pasal 11 dengan tiga ayat, yaitu ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pada
Perubahan Ketiga (tahun 2001) diputuskan ayat (2) dan (3), sedangkan ayat (1) yang merupakan Pasal 11
(lama) diputuskan pada Perubahan Keempat (tahun 2002) dengan mengubah penomoran, yakni, semula
Pasal 11 menjadi Pasal 11 ayat (1). Rumusan perubahan sebagai berikut.

Rumusan perubahan:

Pasal 11

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkam akibat yang luas dan
mendasar hagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetajuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Ketentuan lebih iamjut tentang perjanjian internasionai diatur dengan undang-undang.

Rumusan naskah asli:

Pasal 11
Presiden dengan persetujtan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain.

Pasal 11 (naskah asli) dirumuskan dalam suasana ketika perjanjian internasional yang ada pada saat itu
lebih banyak berbentuk perjanjian antarnegara, sementara pada saat ini perjanjian internasional bukan
hanya berupa perjanjian antarnegara tetapi juga antara negara dengan kelompok negara atau antara
negara dengan subjek hukum internasional lain yang bukan negara atau badan-badan internasional,
misalnya organisasi internasional, Palang Merah Internasional, World Bank, IMF, dan Tahta Suci, yang
dapat membawa implikasi yang luas di dalam negeri. Undang-undang dasar yang modern harus
mengakomodasi perkembangan tersebut.

Dari perspektif kedaulatan rakyat, perubahan Pasal 11 juga dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan
DPR sebagai lembaga perwakilan dalam pelaksanaan kekuasaan Presiden menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Dengan adanya ketentuan itu maka kepentingan dan
aspirasi rakyat dapat diwujudkan melalui keharusan memperoleh persetujuan DPR apabila Presiden
hendak menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Presiden dicegah
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melakukan hal-hal tersebut sesuai
dengan kehendak dan keinginannya sendiri karena dampak putusannya membawa akibat yang luas
kepada kehidupan negara dan kepentingan rakyat banyak.

Adanya ketentuan ini juga merupakan salah satu pelaksanaan saling mengawasi dan saling mengimbangi
antarlembaga negara, yakni antara Presiden dan DPR.

Keadaan bahaya (TETAP)

Rumusan pasal ini sebagai berikut.

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan
undang-undang.

Pengangkatan duta dan konsul serta penerimaan duta negara lain

Sebelum diubah, ketentuan tentang pengangkatan duta dan konsul serta Penerimaan duta negara lain
diatur dalam satu pasal, yaitu Pasal 13 dengan dua ayat, yaitu ayat (1) dan ayat (2). Setelah Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi tetap terdiri atas satu pasal, tetapi
menjadi tiga ayat, yaitu Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat 3. Adapun Pasal 13 ayat (1) tetap. Rumusan
perubahan sebagai berikut.

Rumusan perubahan:
Pasal 13

(2) Dalam hal mengangkat duta. Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.

Rumusan naskah asli:

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2) Presiden menerima duta negara lain.

Sebelum pasal tersebut diubah, Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang untuk
menentukan sendiri duta dan konsul serta menerima duta negara lain. Duta besar yang diangkat oleh
Presiden merupakan wakil negara Indonesia di negara tempat ia ditugaskan. Kedudukan itu
menyebabkan duta besar mempunyai peranan penting dan berpengaruh dalam menjalankan tugas-tugas
kenegaraan yang menjadi wewenangnya.

Demikian pula duta negara lain yang mewakili negaranya di Indonesia sangat penting bagi akurasi
informasi untuk kepentingan hubungan baik antara kedua negara dan kedua bangsa.

Mengingat pentingnya hal tersebut, maka Presiden dalam mengangkat dan menerima duta besar
sebaiknya diberikan pertimbangan oleh DPR. Pertimbangan DPR tidak bersifat mengikat secara yuridis-
formal, tetapi perlu diperhatikan secara sosial-politis. Selain itu, pertimbangan DPR dalam hal menerima
duta asing juga dimaksudkan agar pemerintah tidak disalahkan apabila menolak duta asing yang diajukan
oleh negara lain karena telah ada pertimbangan DPR.

Selain itu, adanya pertimbangan DPR tersebut dimaksudkan agar terjalin saling mengawasi dan saling
mengimbangi antara Presiden dan lembaga perwakilan di mana mereka saling mengawasi dan saling
mengimbangi dalam hal pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan.

Você também pode gostar