Você está na página 1de 24

ASUHAN KEPERAWATAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Makalah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas


yang diampu oleh ibu Kurniati Puji Lestari, SKp, MKes

Disusun oleh:
Kelompok 1

1. Yohanes Prasetyo Adi (P1337420617013)

2. Muhamad Candra Romadon (P1337420617086)

3. Alifa Nur Fitriyani (P1337420617052)

4. Fika Nur Rahmadani (P1337420617054)

5. Elvira Kartika (P1337420617055)

6. Hevy Nur Febriani (P1337420617057)

7. Astika Nugraheni (P1337420617069)

8. Putri Purwaningrum (P1337420617070)

9. Ni Luh Noni Andayani (P1337420617071)

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2019

ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi.............................................................................................................. i
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II KONSEP DASAR ................................................................................ 3
2.1 Definisi .................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .................................................................................................... 3
2.3 Manifestasi Klinis ................................................................................... 5
2.4 Komplikasi .............................................................................................. 5
2.5 Patofisiologis ........................................................................................... 6
2.6 Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 7
2.3 Penatalaksanaan ...................................................................................... 8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 12
3.1 Pengkajian ............................................................................................... 12
3.2 Diagnosa .................................................................................................. 15
3.3 Intervensi ................................................................................................. 16
3.4 Implementasi ........................................................................................... 18
3.5 Evaluasi ................................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 19
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 19
4.2 Saran ........................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Maternitas KPD”
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan
maternitas pada klien dengan khasus KPD.
Makalah ini telah penulis selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak
terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu secara maksimal dalam
penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang lain yang membacanya.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati ,
penulis selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 24 Januari 2019


Penulis,

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan
angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) dan Anak sampai pada batas
angka terendah yang dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat
serta waktu. AKB dan AKI salah satunya disebabkan oleh ketuban pecah dini.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap
aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu
sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang
berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti
sel epitel, sel mesenkim dan sel trofoblast yang terikat erat dalam metrics
kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi
janin terhadap infeksi. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam
proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Hal ini merupakan masalah penting dalam bidang
kesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya
infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan infeksi pada ibu
yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko tinggi infeksi dan
bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan perawatannya
dianjurkan untuk pemantauan ibu maupun janin dengan ketat. Berikut
kelompok kami akan membahas tentang konsep dasar KPD dan asuhan
keperawatan pada klien dengan KPD.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas adalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana konsep dasar KPD (Ketuban Pecah Dini )?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan KPD
?

1
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari pebuatan malalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar KPD
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada klien
dengan khasus KPD.

2
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 DEFINISI
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput
amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya
selaput amnion sebelum usia kehamulan mencapai 37 minggu dengan atau
tanpa kontraksi. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim
disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode latern). Kondisi ini
merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan segala
akibatnya. Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada fase
laten persalinan.

2.2 ETIOLOGI
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi
obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar.

3
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Misalnya:
1. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2. Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim
secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative
kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3. Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane
menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
(Winkjosastro, 2006).
4. Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion
kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat
tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk
PAP (sepalo pelvic disproporsi).
e. Korioamnionitis: adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya
disebabkan oleh penyebaran organism vagina ke atas. Dua factor
predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput ketuban > 24 jam dan
persalinan lama.

4
f. Penyakit Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi
yang terjadi menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.
g. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
h. Riwayat KPD sebelumya.
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan
23 minggu.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Ibu biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan
amnion/ketuban melalui vagina berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau
atau kecoklatan. Selanjutnya, jika masa laten panjang, dapat terjadi
korioamnionitis. Untuk mengetahui bahwa telah terjadi infeksi ini adalah
mula-mula dengan terjadinya takikardi pada janin. Takikardi pada ibu
muncul kemudian, ketika ibu mulai demam, maka diagnosis
korioamnionitis dapat ditegakkan, dan diperkuat dengan terlihat adanya
pus dan bau pada sekret, janin mudah diraba. Pada periksa dalam selaput
ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering, dan inspekulo : tampak air
ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering.
2.4 KOMPLIKASI KPD
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal.
1. Persalinan Prematur.
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara

5
28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada
ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum
janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih
sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada
KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
3. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin
sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Syndrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka
dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
2.5 PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut:
- Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban
sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
- Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-
1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah
dan mudah pecah spontan.

6
- Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada
hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya,
predisposisi infeksi.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-
5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes
yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

7
2.7 PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanan Medis
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang
kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa
tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan
maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau
umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan
pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan
dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin
kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu
pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk
menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur
kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru- paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan
sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan
lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi
KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut
periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan
makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang
pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80
% kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam
setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban

8
pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada
ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan
profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten
durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma
obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat
ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score
jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria.
c. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif
disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi
Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai

9
37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah
agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak
ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai
mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin
terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya
diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada
pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya
dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi
seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak,
gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang
ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap
hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The National Institutes of
Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada

10
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-
masing 6 mg tiap 12 jam.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata klien.
Biodata klien berisi tentang; Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan,
Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur,
Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
2. Keluhan utama
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/kecoklatan
sedikit/banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air
ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir/selaput
ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.
3. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan
tanggal partus.
4. Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah
perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?
5. Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil
laboraturium : USG , darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk
situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan
pengobatan yang diperoleh.
6. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara
pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah
penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang –
ulang.

12
7. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang
diturunkan secara genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada
yg menderita penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan
kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga.
8. Kebiasaan sehari –hari
1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami
penurunan
2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada
daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu,
apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum)
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya
kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine
karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK.
Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka
perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian,
tata rias rambut dan wajah
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien
dengan KPD di anjurkan untuk bedrest total
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
9. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan kesadaran klien, BB / TB, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu.
b. Head To Toe
 Rambut: warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka
lesi / lecet.

13
 Mata: sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak,
apakah palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan
nya baik / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu
penglihatan / tidak. Pada umu nya ibu hamil konjungtiva anemis.
 Telinga: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
serumen / tidak, apakah klien menggunakan alt bantu
pendengaran / tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien baik /
tidak.
 Hidung: apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak,
apakah terdapat serumen / tidak, apakah fungsi penciuman klien
baik / tidak.
 Mulut dan gigi: bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah
lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan
dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah
klien bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak.
Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan
karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium.
 Leher: apakah klien mengalami pembengkakan tyroid
 Paru – paru
I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan
kanan, apakah ada terdapat luka memar / lecet, frekuensi
pernafasan nya
P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba
pembengkakan / tidak, getaran dinding dada apakah simetris /
tidak antara kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
 Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah
terlihat / tidak
P :frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada
ICS% Midclavikula

14
P : bunyi jantung
A : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien
 Abdomen
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah
masuk PAP / belum
P : bunyi abdomen
A : bising usus klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak
 Payudara: puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna
aerola, kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah
mengeluarkan ASI /belum
 Ekstremitas
 Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada
oedema / tidak.
 Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema /
tidak
 Genitalia
Kebersihan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (red, edema,
discharge, approximately), pengeluaran air ketuban (jumlah,
warna, bau), dan lender merah muda kecoklatan. Palpasi:
Pembukaan serviks (0-4)
 Intergumen: warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik /
tidak
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhungan dengan prosedur invasif,
pemeriksaan vagina berulang, dan rupture membran amniotik.
2. Kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan adanya
penyakit.
3. Risiko tinggi cedera pada janin berhubungan dengan melahirkan bayi
premature/tidak matur.
4. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri
sendiri/janin.

15
5. Risiko tinggi penyebaran infeksi berhungan dengan adanya infeksi,
prosedur invasive, dan peningkatan pemahaman lingkungan.
6. Risiko tinggi keracunan karena toksik berhubungan dengan dosis/efek
sampng tokolitik.
7. Risiko tinggi cedera pada ibu berhubungan dengan intervensi
pembedahan, penggunaan obat tokolitik
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensivitas otot.
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhungan dengan prosedur invasif,
pemeriksaan vagina berulang, dan rupture membran amniotik.
Tujuan: infeksi maternal tidak terjadi.
Kriteria Hasil: ibu bebas dari tanda-tanda infeksi (tidak demam, cairan
amnion jernih, hampir tidak bewarna, dan tidak berbau).
a. Lakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi bila pola kontraksi atau
perilaku ibu menandakan kemajuan.
Rasional : Pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam
insiden infeksi saluran asendens.
b. Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina.
Rasional : Mencegah pertumbuhan bakteri dan kontaminasi pada
vagina.
c. Anjurkan perawatan perineum setelah eliminasi setiap 4 jam dan
sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan resko infeksi saluran asendens.
d. Pantau dan gambarkan karakter cairan amniotic.
Rasional : Pada infeksi,cairan amnion menjadi lebih kental dan
kuning pekat serta dapat terdeteksi adanya bau yang kuat.
e. Pantau suhu, nadi, pernapasan dan sel darah putih sesuai indikasi.
Rasional : dalam 4 jam setelah membrane ruptu, insiden
koriosmnionitis meningkat secara progresif sesuai dengan waktu
yang ditunjukkan melalui TTV.
f. Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan benar.
Rasional : Mengurangi perkembangan mikroorganisme.

16
g. Berikan cairan oral dan parenteral sesuai indikasi. Berikan enema
pembersih bula sesuai indikasi.
Rasional : Meski tidak boleh sering dilakukan, namun evaluasi usus
dapat meningkatkan kemajuan persalinan dan menurunkan risiko
infeksi.
h. Berikan antibiotic profilaktik bila diindkasikan.
Rasional : Antibiotik dapat melindungi perkembangan
korioamnionitis pada ibu berisiko.
2. Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan
dengan adanya penyakit.
Tujuan : pertukaran gas pada janin kembali normal.
Kriteria hasil :
 Klien menunjukkan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam
batas normal.
 Bebas dari efek-efek merugikan dan hipoksia selama persalinan.
a. Pantau DJJ setiap 15-30 menit.
Rasional : Takikardi atau bradikardi janin adalah indikasi
kemungknan penurunan yang mungkin perlu intervensi.
b. Periksa DJJ dengan segera bila terjadi pecah ketuban dan periksa 5
menit kemudian, observasi perineum ibu untuk mendeteksi
prolapse tali pusar.
Rasional : Mendeteksi distress janin karena Kolaps alveoli
c. Perhatikan dan catat warna serta jumlah cairan amnion dan waktu
pecahnys ketuban.
Rasional : Pada presentasi verteks, hipoksia yang lama
mengakibatkan cairan amnion bewarna seperti meconium karena
rangsangan vafal yang merelaksasikan sfingter anus janin.
d. Catat perubahan DJJ selama kontraksi. Pantau aktivitas uterus
secara manual atau elektronik. Bicara pada ibu/pasangan dan
berikan informasi tentang situasi tersebut.

17
Rasional : Mendeteksi beratnya hipoksia dan kemungkinan
penyebab janin rentan erhadap potensi cidera selama persalinan
karena menurunnya kadar oksigen.
e. Siapkan untuk melahirkan dengan cara paling baik atau dengan
intervensi bedah
Rasional : Dengan penurunan viabilitas mungkin memerlukan
kelainan seksio caesaria untuk mencegah cedera janindan kematian
karena hipoksia.
3.4 IMPLEMENTASI
Tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi.
3.5 EVALUASI
Hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.

18
BAB III
PENITUP
3.1 SIMPULAN
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput
amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya
selaput amnion sebelum usia kehamulan mencapai 37 minggu dengan atau
tanpa kontraksi. Hal ini merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan
yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intrauterin. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
keluhan utama yang dirasakan klien dengan KPD adalah keluarnya cairan
amnion/ketuban melalui vagina berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau
atau kecoklatan. Selanjutnya, jika masa laten panjang, dapat terjadi
korioamnionitis.
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis
3.2 SARAN
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan
keluarganya. Bidan harus membantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang
menyertai perkiraan kelahiran janin premature serta risiko tambahan
korioamnionitis. Rencana penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan
periode tirah baring dan hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan
dengan wanita dan keluarganya. Pemahaman dan kerja sama keluarga
merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC.
Mitayani. 2009. Asuhan keperawatan maternitas. Penerbit salemba medika.
Jakarta
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

20

Você também pode gostar