Você está na página 1de 38

1

A. JUDUL: Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Model Pengajaran


Langsung untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa
B. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Tinggi dan rendahnya hasil belajar siswa sangat berkaitan dengan
motivasi siswa dalam belajar. Motivasi belajar sangat penting bagi siswa. Siswa
yang memiliki motivasi dalam belajar akan lebih menggali informasi yang tidak
dimengerti atau tidak diketahui selama proses pembelajaran. Sehingga siswa akan
menjadi lebih aktif saat belajar. Hal ini akan berdampak baik pada pemahaman
siswa (Arimbawa, Santyasa, Rapi, 2017). Siswa yang memiliki pemahaman baik
terhadap materi yang diajarkan akan mempengaruhi hasil belajar kognitif mereka.
Bermodalkan pengetahuan kognitif yang dimiliki, siswa diharapkan dapat
menggunakan atau mengaplikasikan konsep, prinsip, hukum serta teori fisika
untuk mengatasi masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dengan
menerapkan ilmu fisika (Orrahmah, An’nur, & M, 2016; Marlia, Hamid, &
Marwan, 2015; Purnamasari, Habibi, & Hidayat, 2015).
Hasil penelitian di beberapa sekolah dengan kelas yang berbeda tingkat
SMA, diperoleh bahwa motivasi dan hasil belajar kognitif siswa masih tergolong
rendah. Berdasarkan hasil wawancara Sholihah (2016) dengan seorang guru mata
pelajaran fisika di SMAN 2 Banjarmasin bahwa nilai ulangan harian siswa di
kelas X MS 6 masih tergolong rendah. Ulangan harian yang diberikan guru dari
32 orang siswa di kelas, hanya 4 orang siswa atau sebesar 12,5% yang
memperoleh nilai diatas kriteria ketuntasan minimal fisika yang ditetapkan
sekolah nilainya sebesar 67. Kemudian berdasarkan hasil observasi di kelas X-3
SMA Negeri 10 Banjarmasin diperoleh bahwa hasil belajar siswa masih rendah.
Hal ini dapat dilihat dari nilai ulangan tengah semester siswa yang menunjukkan
dari 32 siswa ada 21 siswa yang belum tuntas atau sebanyak 65,62% dan 11 siswa
lainnya tuntas atau 34,37% (Kamsinah, Jamal, Misbah, 2016). Tidak hanya di
daerah Banjarmasin saja, permasalahan serupa rendahnya minat belajar dan hasil
belajar siswa juga terjadi di SMA Negeri 1 Galing Pontianak, dimana prestasi
belajar fisika siswa masih tergolong rendah atau belum mencapai nilai kriteria
2

ketuntasan minimum (KKM ) yaitu 75 dengan persentase ketuntasan sebesar


56,55% (Sari, Saputri, Sasmita, 2016).
Rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan beberapa faktor, yaitu
kurangnya motivasi dalam belajar yang membuat siswa kurang aktif dan
memerhatikan selama pembelajaran berlangsung. Sehingga siswa kurang mengerti
materi yang diajarkan dan sering mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-
soal fisika. Hal ini tentunya berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah pula.
Permasalahan-permasalahan diatas dapat diatasi dengan model pembelajaran yang
sesuai (Noor, Zainuddin, dan Miriam, 2016; Orrahmah, An’Nur, M, 2016;
Sholihah, 2016; Kamsinah, Jamal, Misbah, 2016).
Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan di atas adalah
dikembangkannya perangkat pembelajaran dengan model pengajaran langsung
untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran ini
dirancang untuk mengembangkan hasil belajar siswa tentang pengetahuan
prosedural dan pengetahuan deklaratif siswa yang terstruktur dengan baik dan
dipelajari selangkah demi selangkah (Hamid, Marlina, 2015; Rohayati, Fitriani,
2015; Zahriani, 2014). Model pengajaran langsung menekankan bagaimana
memeroleh kemampuan secara tahap demi tahap dapat diterapkan guna
meningkatkan hasil belajar peserta didik (Nurrudin, Suharyanto, 2016).
Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan yang dikomunikasikan, seperti
fakta, konsep, dan prinsip. Pengetahuan prosedural mendeskripsikan langkah
untuk menyelesaikan tugas tertentu. Guru sangat berperan penting dalam
penerapan pengajaran langsung. Selain itu siswa juga berperan aktif dalam model
pengajaran langsung, dimana siswa akan mempraktekkan pengetahuan yang telah
didapatkan (Zahriani, 2014).
Hasil belajar siswa dikategorikan dalam 3 ranah, yaitu ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik (Nurtanto & Sofyan, 2015; Rohayati,
Fitrayati, 2015; Rosa, 2015; Susanto, 2013; Nurbudiyani, 2013). Ranah kognitif
merupakan kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran. Ranah kognitif menurut Anderson dan Krathwohl adalah
mengetahui (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4),
3

mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Pada penelitian ini, ranah kognitif yang
digunakan mulai dari C1 hingga C4. Kemudian ranah afektif merupakan
kemampuan dalam sikap atau respons yang diberikan siswa pada proses
pembelajaran. Ranah afektif terdapat empat tipe karakteristik afektif yang penting
yaitu sikap, minat, konsep diri dan nilai (Tim Pengembang Ilmu pendidikan,
2007; Rosa, 2015). Ranah afektif yang diambil untuk penelitian ini adalah
motivasi belajar siswa. Motivasi belajar yaitu sesuatu hal yang menggerakkan hati
agar siswa melakukan sesuatu yang dalam hal ini perbuatan belajar, khususnya
dalam mempelajari fisika. Motivasi belajar dapat dilihat berdasarkan indikator-
indikator motivasi belajar antara lain kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan rasa cinta, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri,
kebutuhan mengerti dan mengetahui. Selain itu menurut (Wahyuningsih,
Indrawati, Wahyuni, 2014) minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran,
semangat siswa untuk melaksanakan tugas-tugas belajarnya, tanggung jawab
siswa untuk melaksanakan tugas-tugas belajarnya, rasa senang dalam
mengerjakan tugas dari guru, reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan guru.
Motivasi belajar dapat menentukan berhasil tidaknya dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Semakin besar motivasi belajar siswa maka
semakin besar keinginan siswa dalam belajar, sehingga berdampak pada
meningkatnya hasil belajar kognitif siswa. Oleh karena itu, faktor motivasi
menjadi salah satu faktor yang menentukan prestasi belajar yang dicapai oleh
siswa. Motivasi belajar harus dapat terus ditingkatkan karena siswa yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi akan memudahkannya dalam belajar sehingga
berdampak pada prestasi belajar yang lebih baik (Sari, Saputri, & Sasmita, 2016).
Teori belajar yang melandasi model pengajaran langsung adalah teori behavioral
dan teori belajar sosial (Orrahmah, An’nur, M, 2016). Teori pemodelan tingkah
laku. Menurut teori ini belajar dilakukan melalui pemodelan (mencontoh, meniru)
perilaku dan pengalaman orang lain (Lefudin, 2017).
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model
pengajaran langsung menunjukkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 10 Banjarmasin, dapat disimpulkan
4

bahwa penerapan model pengajaran langsung pada pembelajaran fisika di kelas X-


3 SMA Negeri 10 Banjarmasin dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dimana
pada siklus I ketuntasan siswa adalah sebesar 71,88 %, dari 32 siswa ada 9 orang
siswa yang masih belum tuntas dan 23 siswa lainnya sudah tuntas. Sedangkan
pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I dimana
ketuntasan individual sudah tercapai sebesar 81,25 % yang artinya dari 32 orang
siswa hanya 6 orang siswa yang belum tuntas, sedangkan 26 siswa lainnya sudah
mencapai ketuntasan (Kamsinah, Jamal, Misbah, 2016). Melalui model
pengajaran langsung ini, siswa diajarkan secara bertahap atau selangkah demi
selangkah. Selain itu, memberikan demonstrasi atau timbal balik kepada siswa
untuk memotivasi siswa. Sehingga siswa akan lebih antusias dan aktif selama
pembelajaran. Dengan demikian, pengembangan perangkat pembelajaran dengan
model pengajaran langsung ini dapat mengatatasi rendahnya motivasi dan hasil
belajar siswa dengan baik.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
kelayakan perangkat model pengajaran langsung yang dikembangkan untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa?”. Adapun rumusan masalah
secara khusus berdasarkan latar belakang diatas adalah:
1. Bagaimanakah validitas perangkat pembelajaran dengan model pengajaran
langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa yang
dikembangkan ditinjau dari validitas rencana proses pembelajaran (RPP),
materi ajar, lembar kerja peserta didik (LKPD), dan tes hasil belajar (THB)?
2. Bagaimanakah kepraktisan perangkat pembelajaran dengan model pengajaran
langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa ditinjau dari
keterlaksanaan RPP dan kendala pelaksanaan pembelajarannya?
3. Bagaimanakah keefektifan perangkat pembelajaran dengan model pengajaran
langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa ditinjau dari
motivasi dan hasil belajar siswa, serta respon siswa terhadap perangkat dan
proses pembelajaran yang telah dilakukan?
5

3. Tujuan Penelitian
Tujuan secara umum dalam penelitian ini adalah “Mendeskripsikan
kelayakan perangkat model pengajaran langsung yang dikembangkan untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa”. Adapun tujuan secara khususnya
yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan validitas perangkat pembelajaran dengan model pengajaran
langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa yang
dikembangkan ditinjau dari validitas RPP, materi ajar, LKPD, dan THB.
2. Mendeskripsikan kepraktisan perangkat pembelajaran dengan model
pengajaran langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
ditinjau dari keterlaksanaan RPP dan kendala pelaksanaan pembelajarannya.
3. Mendeskripsikan keefektifan perangkat pembelajaran dengan model
pengajaran langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
ditinjau dari motivasi dan hasil belajar siswa, serta respon siswa terhadap
perangkat dan proses pembelajaran yang telah dilakukan.

4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat ditinjau secara teorits atau praktis. Adapun
manfaat secara teoritis yang diharapkan antara lain sebagai berikut: Penelitian ini
menghasilkan perangkat pembelajaran dengan model pengajaran langsung berupa
RPP, materi ajar, LKPD, dan THB yang layak untuk meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa. Hasil penelitian dapat menambah bahan kajian bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Adapun manfaat praktis yang diharapkan antara lain sebagai berikut:
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kompetensi siswa terutama
dalam motivasi dan hasil belajar siswa.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan dalam
mengajar bagi guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
6

c. Bagi Peneliti Lain


Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi para peneliti
lainnnya yang juga berupaya untuk membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih
produktif, efektif, dan efisien.
d. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan positif terhadap
kemajuan sekolah.

5. Asumsi dan Batasan Penelitian


Adapun asumsi dan batasan masalah dalam penelitian ini, antara lain
sebagai berikut:
1. Siswa mengerjakan tes hasil belajar secara baik.
2. Pengamat mengamati aktivitas siswa dan keterlaksanaan RPP dengan
sungguh-sungguh, seksama, objektif, dan mandiri dalam pendataan hasil
pengamatannya.
3. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi
RPP, materi ajar, LKPD, dan THB.
4. Materi yang diajarkan hanya membahas topik sesuai dengan materi yang
telah ditentukan.

6. Definisi Istilah
a. Validitas perangkat pembelajaran adalah kemampuan sebuah tes untuk
mengukur apa yang harusnya diukur (Supriyono, 2017). Validitas perangkat
pembelajaran meliputi RPP, materi ajar, LKPD, dan THB. Validitas dilihat
berdasarkan hasil penilaian 2 validator menggunakan lembar validasi, dan
dikategorikan valid ketika rerata skor yang diberikan validator minimal 3,25.
b. Kepraktisan perangkat pembelajaran adalah ukuran atau tingkat kemudahan
menggunakan perangkat atau kemudahan perangkat untuk dilaksanakan atau
digunakan baik bagi guru maupun siswa (Aminah, 2016). Kepraktisan
perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari keterlaksanaan RPP
dan kendala pembelajaran. Kepraktisan dilihat berdasarkan tingkat kesesuaian
7

tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model


pengajaran langsung yang diamati dengan lembar pengamatan oleh dua orang
pengamat. Keterlaksanaan RPP dikategorikan baik jika skor keterlaksanaan
pembelajaran minimal 3,50 dengan kategori baik.
a. Keefektifan perangkat pembelajaran ditinjau dari hasil belajar siswa, motivasi
belajar dan respon siswa. Diamati menggunakan lembar pengamatan.
Efektivitas pembelajaran adalah tingkat kesiapan guru dan siswa dalam
pembelajaran, dikatakan efektif apabila mampu mencapai sasaran yang
diinginkan.
b. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang berasal dari motivasi dan
harapan untuk berhasil, dimana perubahan tingkah lakunya sebagai hasil
belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Hadiyanto,
2016). Tes hasil belajar berupa soal pretest dan posttest untuk ranah kognitif
sesuai dengan indikator dan tujuan yang dikembangkan oleh peneliti.
c. Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan (Yusri, 2016). Motivasi belajar siswa ini dinilai dengan
menggunakan angket.
d. Model pembelajaran pengajaran langsung adalah model yang dirancang untuk
mengembangkan hasil belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan
pengetahuan deklaratif siswa yang terstruktur dengan baik dan dipelajari
selangkah demi selangkah atau secara bertahap (Hamid & Marlina, 2015;
Zahriani, 2014; Setaya, Santyasa, & Kirna 2013).

7. Spesifikasi Produk Pengembangan


Adapun spesifikasi produk yang diharapkan melalui penelitian ini berupa
perangkat pembelajaran yang terdiri dari komponen sebagai berikut:
a. RPP yang berisikan rancangan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran pengajaran langsung
b. LKPD yang mendukung proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.
c. Materi ajar yang mendukung proses pembelajaran yang telah dirancang.
8

d. THB yang mendukung dalam pengukuran kemampuan siswa.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Hasil Belajar
a. Definisi Hasil Belajar
Belajar adalah perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Perubahan yang terjadi diperoleh melalui pengalaman atau pelatihan (Aminah,
2018). Menurut model belajar kognitif tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
belajarnya. Sehingga belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang
tidak selalu dapat terlibat dalam tingkah laku yang nampak. Belajar merupakan
kegiatan yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Hasil belajar
pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang berasal dari motivasi dan
harapan untuk berhasil, dimana perubahan tingkah lakunya sebagai hasil belajar
yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Hadiyanto, 2016).
Istilah kognitif berasal dari kata cognition artinya pengertian. Secara luas kognitif
adalah perolehan atau penataan dan penggunaan pengetahuan. Teori belajar
kognitif mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Karena belajar
bukan hanya sekedar hubungan stimulus dan respon melainkan melibatkan proses
berpikir yang kompleks (Suardi, 2018)

b. Indikator Hasil Belajar


Indikator hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan
dimiliki oleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Indikator hasil belajar
merupakan kemampuan siswa yang dapat diobservasi atau dalam kata lain apa
yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran. Kemampuan siswa yang dapat
diobservasi diantaranya ranah kognitif atau pengetahuan, ranah afektif atau sikap,
dan ranah psikomotorik atau keterampilan. (Prastowo, 2015; Hadiyanto, 2016).
Ranah kognif berorientasi pada kemampuan berpikir. Adapun dalam ranah
kognitif meliputi pemahaman dan pengembangan keterampilan intelektual dengan
tingkatannya yaitu, mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
9

mengevaluasi, dan mengkreasi (Prastowo, 2015). Penelitian ini, untuk ranah


kognitifnya dari tingkat mengetahui, memahami, menerapkan dan menganalisis.
Menurut Aminah (2018) mengingat adalah bentuk kognitif yang bertujuan untuk
menumbuh kembangkan kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah
diajarkan. Lalu siswa dapat memahami jika siswa dapat merekonstruksi makna
dari materi yang diajarkan. Mengaplikasikan ialah kesanggupan siswa dalam
menerapkan berbagai konsep, hukum, ide, serta persamaan untuk menyelesaikan
persoalan. Menurut Prastowo (2015) ranah afektif meliputi aspek yang berkaitan
dengan hal-hal emosional. Ranah afektif yang diambil adalah motivasi belajar
siswa.

c. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Sains


Beberapa upaya meningkatkan hasil belajar kognitif yaitu perlu adanya
dorongan dan bantuan dari seorang guru dalam menghadapi kesulitan belajar
(Dara, Rahma, Faizah, 2017). Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran
yang tepat untuk mendukung upaya meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
Menurut hasil pengkajian oleh Brophy dan Good dalam Tim Penyusun (2007)
menyimpulkan bahwa hasil belajar kognitif siswa dapat menggunakan model
pembelajaran langsung dan model ini cara paling efektif dalam mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan prosedural. Model pengajaran langsung guru
menyiapkan dan mengaitkan materi pembelajaran ke pengetahuan yang sudah
dimiliki atau ke pengetahuan lainnya.

2. Motivasi Belajar
a. Definisi motivasi belajar
Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan (Yusri, 2016). Menurut Suprihatin (2015) motivasi itu
sendiri diartikan sebagai dorongan, kekuatan, atau semangat yang mendorong diri
seseorang dalam mencapai prestasi tertentu sesuai dengan keinginannya.
Sedangkan menurut Suranto (2015) motivasi diartikan sebagai penggerak atau
dorongan dalam melakukan suatu perbuatan, sehingga siswa yang memiliki
10

motivasi akan tergerak untuk belajar. Berdasarkan berbagai macam definisi


tentang motivasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah
suatu proses yang berasal dari dalam diri untuk mendorong seseorang melakukan
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Indikator motivasi belajar


Indikator motivasi belajar terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya;
durasi kegiatan belajar mengajar tentunya tanpa paksaan dari pihak lain, frekuensi
kegiatan belajar, presistensinya pada kegiatan belajar, kemampuan menghadapi
rintangan dan kesulitan dalam kegiatan belajar, dan tingkat aspirasi siswa dalam
kegiatan belajar (Yusri, 2016). Menurut Soleh (2017) indikator motivasi belajar
diantaranya tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, dapat
mempertahankan pendapatnya. Menurut (Sudibyo, Jatmikto, & Widodo, 2016)
indikator dari motivasi belajar siswa adalah; Tertarik untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran fisika; Memutuskan untuk memilih mengerjakan tugas-tugas yang
terkait dengan pembelajaran fisika daripada tugas-tugas lainnya; Kesegeraan
dalam mengerjakan tugas-tugas fisika; Menggunakan waktu senggang dengan
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan fisika; Mempunyai kecenderungan
melakukan upaya untuk berhasil; Menggunakan strategi-strategi kognitif dalam
belajar fisika; Tidak mudah putus asa dalam belajar fisika ketika menghadapi
suatu rintangan (permasalahan); Bekerja lebih lama pada tugas atau kegiatan
fisika yang menantang, Percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan tentang
fisika; Percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan tentang fisika, Tidak merasa
khawatir untuk menghadapi tes fisika yang akan datang; Menikmati saat
mengerjakan tugas-tugas fisika.

c. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Sains


Menurut Toeti Soekamto dalam Achmad Badarudin (2015) cara yang
dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa adalah sebagai
berikut: (1) Setiap objek yang diajarkan dibuat menarik; (2) Terapkan teknik
modifikasi tingkah laku untuk membantu siswa bekerja keras; (3) Siswa harus
tahu apa yang dikerjakan dan bagaimana siswa mengetahui bahwa tujuan telah
11

tercapai; (4) Guru harus memperhitungkan perbedaan individu antar siswa; (5)
Mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa, kebutuhan fisiologis, diakhiri
oleh kelompok dan penghargaan. Selain itu, guru dapat mengajarkan cara
mengajar dan mendidik siswa dalam mengatasi kesukaran; guru memberikan
kesempatan kepda siswa untuk memecahkan masalah dan membantu rekan
lainnya yang kesulitan; guru memberikan penguatan kepada siswa yang dapat
mengatasai masalah belajarnya dan guru menghasrgai pengalaman dan
kemampuan siswa agar belajar mandiri (Soleh, 2017). Menurut Sagala (2017)
guru dapat memberikan bantuan kepada siswa, dalam artian mengarahkan
pandangan siswa mengenai belajarnya. Teknik bimbingan yang diterapkan
dilandasi oleh ilmu psikologi dan ilmu pendidikan dalam upaya meningkatkan
motivasi belajar siswa. Menurut Suprihatin (2015) lingkungan belajar dalam
proses pembelajaran berupa suasana belajar yang menyenangkan, tidak
mengancam atau tidak cemas akan kegagalan, memberikan semangat dan sikap
optimisme bagi siswa dalam proses belajar, serta selalu berusaha mendorong
seseorang untuk tertarik belajar.

2. Model Pembelajaran Pengajaran Langsung


a. Definisi Model Pembelajaran Pengajaran Langsung
Model pembelajaran pengajaran langsung merupakan suatu pendekatan
mengajar yang membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memeroleh
informasi. Model pembelajaran langsung ini dirancang untuk mengembangkan
hasil belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif
siswa yang terstruktur dengan baik dan dipelajari selangkah demi selangkah atau
secara bertahap (Hamid & Marlina, 2015; Zahriani, 2014; Setaya, Santyasa, &
Kirna 2013). Pengajaran langsung merupakan pembelajaran yang berpusat pada
guru, artinya dalam pelaksanaannya guru mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan yang akan dilatihkan ke siswa secara tahap demi tahap. Sistem
pengelolaan yang dilakukan guru selama pembelajaran harus melibatkan siswa,
baik dalam hal memperhatikan pelajaranan, tanya jawab, lingkungan yang
berorientasi tugas, dan memberikan harapan tinggi agar diperoleh hasil belajar
12

yang baik atau meningkatkan hasil belajar siswa (Nurrudin, Suharyanto, 2016;
Suyidno, Jamal, 2012).

b. Teori belajarnya
Model pembelajaran langsung dilandasi oleh teori belajar yang berasal
dari rumpun perilaku/behavior dan teori belajar sosial (Yahyana, Ariffudin,
Miriam, 2016). Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah
laku manusia yang dikembangkan oleh para ahli seperti John B. Watson, Ivan P.
Pavlov, dan B.F. Skinner (Nahar, 2016). Teori belajar behavior atau perilaku
menekankan pada perubahan perilaku siswa sebagai hasil belajar yang dapat
diobservasi atau dengan kata lain merupakan teori yang mempelajari tingkah laku
manusia. Perubahan tingkah laku siswa sebagai respon dari proses belajar, dimana
proses belajar merupakan stimulus yang dikondisikan oleh guru agar diperoleh
tingkah laku siswa yang diharapkan (Yahyana, Ariffudin, Miriam, 2016). Menurut
Andriyani dalam Nahar (2016) pada teori behavior ini, belajar bergantung pada
pengalaman termasuk pemberian. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting
adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Permasalahan belajar secara pengetahuan, teori belajar behavioristik
berpengaruh karena belajar diartikan sebagai proses atau latihan-latihan untuk
pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Selama proses pembelajaran
siswa diberikan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan
tersebut. Hubungan antara stimulus dan respon akan menimbulkan kebiasaan
otomatis belajar bagi siswa. Dengan demikian kelakuan anak terdiri atas respon
tertentu terhadap stimulus tertentu (Nahar, 2016). Menurut Sugandi dalam Nahar
(2016) Penerapan teori behavior dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa komponen diantaranya: tujuan pembelajaran, materi pelajaran,
karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan.
Dalam penerapan pembelajarannya, teori belajar behavior mengarahkan siswa
untuk berfikir. Seperti yang dituliskan sebelumnya bahwa teori belajar behavior
merupakan suatu proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai
tujuan dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar
13

behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar


merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan
oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa (Nahar, 2016). Sedangkan pada
teori belajar sosial menjelaskan bahwa seorang inidividu dalam hal ini adalah
siswa dapat belajar dari menonton pengalaman individu lainnya mengenai situasi
yang serupa. Melalui pengamatan terhadap pengalaman orang lain, maka bagian
dari pengalaman tersebut juga akan menjadi pengalaman anak (Setiawan, 2014).
Selama proses pembelajaran, guru yang menjelaskan suatu persoalan fisika secara
bertahap, maka siswa akan meniru apa yang dilakukan guru.

c. Sintaks
Langkah-langkah atau sintaks penerapan pembelajaran menggunakan
model pengajaran langsung adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Sintaks Pengajaran Langsung


Fase Peran Guru
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi Mengkomunikasikan garis besar tujuan
siswa pembelajaran, informasi latar belakang, dan
mempersiapkan siswa untuk belajar
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan Mendemonstrasikan pengetahuan dengan
keterampilan benar atau mempresentasikan informasi
langkah demi langkah
3. Membimbing latihan terbimbing Memberi latihan awal
4. Mengecek pemahaman dan Mengecek untuk mencari tahu apakah siswa
memberikan umpan balik melakukan tugas dengan benar dan memberi
umpan balik
5. Memberikan latihan lanjutan dan Mempersiapkan kondisi untuk latihan
transfer lanjutan dengan memusatkan perhatian pada
transfer keterampilan ke dalam situasi yang
kompleks
(Suyidno & Jamal, 2012, 126)
Sintaks model pengajaran langsung memiliki 5 tahapan, yaitu: (1)
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Pada fase ini guru memberikan
kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi pembelajaran yang meliputi
kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan
14

keterampilan. Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep
atau keterampilan yang meliputi penyajian materi, pemberian contoh konsep,
pemodelan/peragaan keterampilan, menjelaskan ulang hal yang dianggap sulit
atau kurang dimengerti oleh siswa; (3) Membimbing latihan terbimbing, dalam
fase ini guru merencanakan dan memberikan bimbingan kepada siswa untuk
melakukan latihan-latihan awal. Guru memberikan penguatan terhadap respon
siswa yang benar dan mengoreksi yang salah; (4) Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik. Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk berlatih
konsep dan keterampilan serta menerapkan pengetahuan atau keterampilan
tersebut ke situasi kehidupan nyata. Latihan terbimbing ini dapat digunakan guru
untuk mengakses kemampuan siswa dalam melakukan tugas, mengecek apakah
siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik atau tidak, serta memberikan
umpan balik. Guru mengawasi dan memberikan bimbingan jika perlu; (5)
Memberikan latihan lanjutan dan transfer. Fase terakhir ini memberikan
kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan baru yang diperolehnya
dengan mandiri.

d. Lingkungan belajar
Lingkungan merupakan salah satu faktor pendukung dalam proses
pembelajaran. Model pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan
pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pembelajaran
langsung berpusat pada guru, tetapi tetap harus menjamin keterlibatan siswa. Jadi
lingkungan pembelajaran langsung harus diciptakan dan berorientasi pada tugas-
tugas yang diberikan kepada siswa (Sari, 2016). Karakteristik lingkungan untuk
model pengajaran langsung ini terstruktur secara ketat dan lingkungannya
berpusat pada guru (Trianto, 2011). Dalam model pembelajaran ini guru berperan
aktif dalam proses pembelajaran sebagai figur pusat di kelas dalam melakukan
monitor seluruh aktivitas dan mengendalikan perilaku siswa dan kegiatan
akademik siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara optimal (Tim
Penyusun, 2007).
15

e. Kelebihan dan kekurangan


Secara umum setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Kelebihan model pembelajaran pengajaran
langsung menurut Ridho (2011) antara lain; Guru mengendalikan isi materi dan
urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus
yang harus dicapai oleh siswa; Cara yang paling efektif untuk mengajarkan
konsep dan keterampilan kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun; Model
ini dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi
tertentu; Guru dapat menunjukan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati,
bagaimana informasi dianalisis, bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan; Model
pembelajaran langsung menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah)
dan kegiatan mengamati (melalui demonstrasi); Model pembelajaran langsung
dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori
dan fakta; Model pembelajaran langsung dapat diterapkan secara efektif dalam
kelas besar maupun kelas yang kecil. Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan
pembelajaran dengan jelas; Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat
dikontrol dengan ketat; Dalam model ini terdapat penekanan pada pencapaian
akademik; Kinerja siswa dapat dipantau secara cermat. Model pembelajaran
langsung dapat digunakan untuk menekankan butir-butir penting atau kesulitan-
kesulitan yang mungkin dihadapi siswa. Model pembelajaran langsung dapat
menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan.
Model pengajaran langsung dapat meminimalisir terjadinya kesenjangan
antara teori dan fakta; Umpan balik bagi siswa berorientasi akademik; Model
pengajaran langsung dalam penerapannya dapat digunakan untuk menekankan
kesulitan-kesulitan materi atau persoalan yang dihadapi siswa (Hamid, Marwa,
2015). Adapun kekurangan dari model pengajaran langsung ini yaitu, dalam
penggunaannya harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapaiatau
diinginkan. Model pembelajaran ini tidak dapat digunakan untuk setiap proses
pembelajaran dengan tujuan berbeda. Artinya model pembelajaran ini tidak untuk
semua tujuan pembelajaran dan semua siswa atau hanya cocok untuk proses
16

pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan


prosedural (Zahriani, 2014).

3. Desain Penelitian Pengembangan


Desain penelitian yang akan dijalankan menggunakan model Analyze,
Design, Developt, Implement, Evaluation (ADDIE). Model ini memiliki langkah-
langkah sebagai berikut: Analisa, desain/perancangan, pengembangan,
implementasi/eksekusi, dan evaluasi.

4. Penelitian yang Relevan


Adapun beberapa penelitian yang relevan dengan pengembangan
perangkat pembelajaran model pengajaran langsung yaitu: Hasil penelitian
Kamsinah, Jamal, & Misbah (2016) menunjukkan bahwa di SMA Negeri 10
Banjarmasin, dengan menerapkan model pengajaran langsung pada pembelajaran
fisika di kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dimana pada siklus I ketuntasan siswa adalah sebesar 71,88 %, dari 32
siswa ada 9 orang siswa yang masih belum tuntas dan 23 siswa lainnya sudah
tuntas. Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan
siklus I dimana ketuntasan individual sudah tercapai sebesar 81,25 % yang artinya
dari 32 orang siswa hanya 6 orang siswa yang belum tuntas, sedangkan 26 siswa
lainnya sudah mencapai ketuntasan.
Hasil penelitian Fahrina, Jamal & Salam (2018) menunjukkan bahwa di
SMA Negeri 2 Banjarmasin siswa kelas X MIA 6 dengan menerapkan model
pengajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil yang
didapatkan untuk hasil belajar dengan model pengajaran langsung dengan
ketuntasan klasikal 82,61% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II.
Hasil penelitian Multasyam, Yani, A., & Ma’ruf. (2016) menunjukkan
bahwa pada siswa kelas X SMA Handayani Sungguminasa pada semester ganjil
tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 27 orang. Terjadi peningkatan skor hasil belajar
fisika siswa kelas X SMA Handayani Sungguminasa setelah diajar menggunakan
model pembelajaran langsung dalam kategori sedang. Hasil penelitian
menunjukkan pre test siswa memperoleh skor rata-rata 7,92 sedangkan post test
17

diperoleh skor rata-rata 12,74 dan skor rata-rata uji gain ternormalisasi sebesar
0,40. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas X SMA
Handayani Sungguminasa meningkat dalam kategori sedang setelah diterapkan
model pembelajaran langsung, sehingga model pembelajaran langsung dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran fisika.
Hasil penelitian Sholihah, Jamal, & Salam (2016) menunjukkan bahwa di
kelas X MS 6 SMAN 2 dengan menerapkan strategi ARCS dalam setting
pengajaran langsung dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Banjarmasin
ketuntasan hasil belajar siswa meningkat, secara berturut-turut persentase
ketuntasan individual pada siklus I dan II sebesar 81,48% dan 92,59%, dan
motivasi belajar siswa pada aspek ARCS mengalami peningkatan berkategori
baik. Diperoleh simpulan bahwa untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dapat
dilakukan dengan salah satu caranya yaitu menampilkan video yang berbeda-beda
untuk setiap pokok bahasan baru.

5. Kerangka Konseptual
Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa orang diperoleh hasil bahwa
kebanyakan selama pembelajaran fisika khususnya saat guru menjelaskan
penyelesaian dalam soal-soal fisika, siswa kurang memiliki motivasi dalam
belajar sehingga siswa kurang merespon selama pembelajaran. Hal ini sangat
mempengaruhi hasil belajar kognitif siswa. Hanya beberapa siswa saja di dalam
satu kelas yang benar-benar aktif selama pembelajaran dan menunjukkan hasil
belajar yang bagus. Kebanyakan siswa masih tidak bisa menyelesaikan persoalan
fisika yang diberikan, kebanyakan soal yang tidak bisa diselesaikan adalah soal
dengan tingkatan menerapkan dan menganalisis pada taksonomi Bloom. Oleh
karena rendahnya hasil belajar siswa maka model pembelajaran yang digunakan
ialah model yang berpusat pada guru. Model pembelajaran yang mengajarkan
materi atau penyelesaian soal-saol fisika secara tahap demi tahap atau dengan kata
lain secara terbimbing. Pembelajaran pengajaran langsung ini akan membuat
siswa lebih paham dan mengerti tentang pelajaran yang diajarkan. Sehingga siswa
18

dapat menyelesaikan persoalan fisika yang diberikan dan memperoleh hasil


belajar kognitif yang lebih baik. Oleh karena situ, peneliti mencoba berhipotesis
bahwa pengembangan perangkat pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran pengajaran langsung yang juga telah disesuaikan dengan materi ajar
dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar belajar siswa.

C. METODE PENGEMBANGAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Menurut
Sutarti & Irawan (2017) penelitian pengembangan adalah langkah untuk
mengembangkan produk yang baru atau menyempurnakan produk yang telah ada
atau dengan kata lain suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan,
pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran harus
memenuhi kriteria validitas, kepraktisan dan efektivitas. Penelitian pengembangan
ini bertujuan mengetahui validitas, kepraktisan perangkat dan keefektifan
perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran pengajaran lansung.
Penelitian pengembangan ini mengembangkan perangkat pembelajaran berupa
RPP, materi ajar, LKPD, dan THB. Langkah-langkah penelitian ADDIE secara
umum antara lain sebagai berikut:

Gambar 1. Desain Penelitian ADDIE


Sumber: Sari, 2017
Langkah-langkah penelitian sesuai dengan alur kerja pada bagan di atas
antara lain sebagai berikut:
19

a. Analisis
Tahap analisis adalah tahap dimana peneliti menganalisis perlunya
pengembangan model/metode pembelajaran baru dan menganalisis kelayakan
dan syarat-syarat pengembangan model/metode pembelajaran baru. Tahap analisis
merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta
belajar, yaitu melakukan analisis kebutuhan, mengidentifikasi masalah
(kebutuhan), dan melakukan analisis tugas. Oleh karena itu, output yang
dihasilkan berupa karakteristik atau profil calon peserta belajar, identifikasi
kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas
kebutuhan.
b. Perencanaan
Tahap desain memiliki kemiripan dengan merancang kegiatan belajar
mengajar. Kegiatan ini merupakan proses sistematik yang dimulai dari
menetapkan tujuan belajar, merancang skenario atau kegiatan belajar mengajar,
merancang perangkat pembelajaran, merancang materi pembelajaran dan alat
evaluasi hasil belajar. Rancangan model/metode pembelajaran ini masih bersifat
konseptual dan akan mendasari proses pengembangan berikutnya. Tahap ini
dikenal juga dengan istilah membuat rancangan.
c. Pengembangan
Pengembangan berisi kegiatan realisasi rancangan produk. Tahap desain
telah disusun kerangka konseptual penerapan model/metode pembelajaran baru.
Tahap pengembangan, kerangka yang masih konseptual tersebut direalisasikan
menjadi produk yang siap diimplementasikan. Sebagai contoh, apabila pada tahap
perencanaan telah dirancang penggunaan model/metode baru yang masih
konseptual, maka pada tahap pengembangan disiapkan atau dibuat perangkat
pembelajaran dengan model/metode baru tersebut seperti RPP, media dan materi
pelajaran.
d. Implementasi
Pada tahap ini menerapkan rancangan dan metode yang telah
dikembangkan pada situasi yang nyata yaitu di kelas. Setelah penerapan metode
20

kemudian dilakukan evaluasi awal untuk memberi umpan balik pada penerapan
model/metode berikutnya.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dalam dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan
sumatif. Evaluation formatif dilaksanakan pada setiap akhir tatap muka
(mingguan) sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah kegiatan berakhir
secara keseluruhan (semester). Evaluasi sumatif mengukur kompetensi akhir dari
mata pelajaran atau tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hasil evaluasi
digunakan untuk memberi umpan balik kepada pihak pengguna model/metode.
Revisi dibuat sesuai dengan hasil evaluasi atau kebutuhan yang belum dapat
dipenuhi oleh model/metode baru tersebut.

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian


a. Validitas RPP dapat ditinjau dari aspek meliputi; Identitas sekolah, identitas
mata pelajaran, kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu, tujuan
pembelajaran, kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi, materi
pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, media pembelajaran,
sumber belajar, langkah pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran
(Widarto, 2014). Data validitas RPP diperoleh dari hasil penilaian oleh dua
pakar pembelajaran fisika dengan menggunakan instrumen lembar penilaian
validitas RPP. Skor hasil validasi tersebut akan direrata dan dikategorikan
valid atau tidak. RPP dikategorikan valid ketika rerata skor yang diberikan
validator minimal 3,25.
b. Validitas materi ajar dapat ditinjau dari aspek; (1) Format; (2) bahasa,
meliputi; kesesuaian dengan perkembangan siswa; komunikatif; lugas;
koherensi, keruntutan alur pikir dan konsistensi; kesesuaian dengan kaidah
bahasa indonesia yang benar; penggunaan istilah dan simbol/lambang; (3) isi,
meliputi; cakupan materi; akurasi materi; kemutakhiran; (4) penyajian; (5)
manfaat/kegunaan buku. Data validitas materi ajar diperoleh dari hasil
penilaian oleh dua pakar pembelajaran fisika dengan menggunakan instrumen
lembar penilaian validitas materi ajar. Skor hasil validasi tersebut akan
21

direrata dan dikategorikan valid atau tidak. Materi ajar dikategorikan valid
ketika rerata skor yang diberikan validator minimal 3,25.
c. Validitas LKPD dapat ditinjau dari aspek meliputi; Format lembar kerja siswa,
bahasa, dan isi. Data validitas RPP diperoleh dari hasil penilaian oleh dua
pakar pembelajaran fisika dengan menggunakan instrumen lembar penilaian
validitas LKPD. LKPD dikatakan valid ketika rerata skor yang diberikan
validator minimal 3,25.
d. Validitas THB dapat ditinjau dari aspek meliputi; (1) Konstruksi Umum, (2)
Kevalidan isi butir soal, meliputi; kesesuaian dengan tujuan pembelajaran;
rumusan kalimat soal jelas, menggunakan bahasa yang sederhana, dan mudah
dimengerti; rumusan kalimat soal tidak menimbulkan penafsiran ganda;
pedoman penskoran jelas; dan kebenaran kunci jawaban. Data validitas THB
diperoleh dari hasil penilaian oleh dua pakar pembelajaran fisika dengan
menggunakan instrumen lembar penilaian validitas THB. Skor hasil validasi
tersebut akan direrata dan dikategorikan valid atau tidak. THB dikategorikan
valid ketika rerata skor yang diberikan validator minimal 3,25.
e. Kepraktisan perangkat pembelajaran ditinjau dari keterlaksanaan RPP dan
kendala pelaksanaan pembelajaran. Aspek yang diamati untuk keterlaksanaan
RPP yaitu; (1) pendahuluan, meliputi; Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa; (2) Kegiatan inti, meliputi; Mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan; Membimbing pelatihan; Mengecek
pemahaman dan memberi umpan balik; Memberi pelatihan lanjutan dan
penerapan; (3) Penutup. Penilaian dan pengamatan dilakukan setiap kali
pertemuan oleh dua pengamat dengan menggunakan instrument
keterlaksanaan RPP. Skor hasil pengamatan tersebut akan direrata dan
dikategorikan baik atau tidak. Keterlaksanaan RPP dikategorikan baik jika
skor keterlaksanaan pembelajaran minimal 3,50 dengan kategori baik.
f. Kendala pelaksanaan pembelajaran adalah hal-hal yang menghambat selama
kegiatan pembelajaran di setiap pertemuan. Kendala pelaksanaan
pembelajaran, datanya diperoleh melalui catatan-catatan peneliti dan
pengamat selama terjadinya proses pembelajaran dengan model pengajaran
22

langsung, yang nantinya akan dirundingkan solusi yang dapat digunakan


untuk mengatasi berbagai kendala tersebut.
g. Hasil belajar merupakan tingkat pencapaian atau ketuntasan belajar siswa
yang diperoleh siswa pada tes pengetahuan dan tes kinerja akhir. Hasil belajar
siswa diukur dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar aspek kognitif
dengan tingkat soal C1-C4. Menghitung ketuntasan belajar individual dan
klasikal siswa, kemudian mengkategorikan nilai hasil belajar siswa. Siswa
dikategorikan nilai hasil belajarnya tinggi jika interval nilai minimalnya 70
dengan predikat B.
h. Aspek dari motivasi belajar, yaitu perasaan senang, perhatian dan ketertarikan.
Data diperoleh dari hasil angket oleh siswa yang diteliti. Angket diberikan
sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pengajaran langsung.
Menghitung persentase per indikator angket motivasi belajar dan
dikategorikan. Motivasi belajar siswa dikategorikan tinggi dengan nilai
minimal 61%.
i. Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan belajar mengajar
yang meliputi: LKPD, materi ajar, metode guru mengajar, suasana belajar, dan
tahapan-tahapan yang diarahkan guru dalam proses pembelajaran. Respon
siswa diukur menggunakan instrumen berupa angket respon siswa. Angket
diberikan sesudah pembelajaran dengan model pengajaran langsung.
Menghitung persentase per indikator angket respon siswa. Respon siswa
dikategorikan positif atau kuat dengan nilai minimal 61%.

3. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah perangkat pembelajaran yang terdiri atas RPP,
materi ajar, LKPD, dan THB. Subjek uji coba yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa dari SMA . . . Kelas . . . tahun ajaran 2018/2019.
Sedangkan peneliti bertindak sebagai guru dalam penelitian ini.

4. Tempat dan Waktu Penelitian


23

Sasaran penelitian yang dilakukan adalah terhadap SMA . . . pada


semester ganjil 2018/2019. Penelitian diperkirakan dilaksanakan dari Bulan
September hingga November 2018.

5. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen penelitian yang digunakan untuk menghasilkan perangkat
pembelajaran dengan model pengajaran langsung untuk meningkatkan hasil
belajar dan motivasi siswa adalah sebagai berikut:

a. Validitas Perangkat pembelajaran


Instrumen validasi merupakan instrumen yang digunakan dalam proses
memvalidasi produk yang dikembangkan. Instrumen validasi ini berupa lembar
penilaian perangkat pembelajaran yang terdiri dari tiga macam yaitu lembar
penilaian RPP, lembar penilaian materi ajar, lembar penilaian LKPD, dan lembar
penilaian THB.

1. Validitas RPP
Instrumen validitas RPP dapat ditinjau dari aspek meliputi; Identitas
sekolah, identitas mata pelajaran, kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu,
tujuan pembelajaran, kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi,
materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, media pembelajaran,
sumber belajar, langkah pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran (Widarto,
2014). Data validitas RPP diperoleh dari hasil penilaian oleh dua pakar
pembelajaran fisika dengan menggunakan Instrumen Lembar Penilaian Validitas
RPP. Validator memberikan nilai setiap aspek, jika 5 = sangat baik; 4 = baik; 3 =
cukup baik; 2 = kurang baik; 1 = sangat kurang baik. RPP dikatakan valid ketika
rerata skor yang diberikan validator minimal 3,25.

2. Validitas Materi Ajar


Instrumen validitas materi ajar dapat ditinjau dari aspek; (1) Format; (2)
bahasa, meliputi; kesesuaian dengan perkembangan siswa; komunikatif; lugas;
24

koherensi, keruntutan alur pikir dan konsistensi; kesesuaian dengan kaidah


bahasa indonesia yang benar; penggunaan istilah dan simbol/lambang; (3) isi,
meliputi; cakupan materi; akurasi materi; kemutakhiran; (4) penyajian; (5)
manfaat/kegunaan buku. Data validitas materi ajar diperoleh dari hasil penilaian
oleh dua pakar pembelajaran fisika dengan menggunakan Instrumen Lembar
Penilaian Validitas materi ajar. Validator memberikan nilai setiap aspek, jika 5 =
sangat baik; 4 = baik; 3 = cukup baik; 2 = kurang baik; 1 = sangat kurang baik.
Materi ajar dikatakan valid ketika rerata skor yang diberikan validator minimal
3,25.

3. Validitas LKPD
Instrumen validitas LKPD dapat ditinjau dari aspek meliputi; Format
lembar kerja siswa, bahasa, dan isi. Data validitas RPP diperoleh dari hasil
penilaian oleh dua pakar pembelajaran fisika dengan menggunakan Instrumen
Lembar Penilaian Validitas LKPD. Validator memberikan nilai setiap aspek, jika
5 = sangat baik; 4 = baik; 3 = cukup baik; 2 = kurang baik; 1 = sangat kurang
baik. LKPD dikatakan valid ketika rerata skor yang diberikan validator minimal
3,25.

4. Validitas THB
Instrumen validitas THB dapat ditinjau dari aspek meliputi; (1)
Konstruksi Umum, (2) Kevalidan isi butir soal, meliputi; kesesuaian dengan
tujuan pembelajaran; rumusan kalimat soal jelas, menggunakan bahasa yang
sederhana, dan mudah dimengerti; rumusan kalimat soal tidak menimbulkan
penafsiran ganda; pedoman penskoran jelas; dan kebenaran kunci jawaban. THB
diberikan kepada siswa kelas X yang menjadi subjek uji coba. THB diberikan
sebelum dan sesudah menerapkan model pengajaran langsung. Data validitas
THB diperoleh dari hasil penilaian oleh dua pakar pembelajaran fisika dengan
menggunakan Instrumen Lembar Penilaian Validitas THB. Skor hasil validasi
tersebut akan direrata dan dikategorikan valid atau tidak. THB dikategorikan valid
ketika rerata skor yang diberikan validator minimal 3,25.
25

Butir soal diujikan terlebih dahulu kebeberapa siswa kemudian di uji


validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran. Uji validitas item
bentuk soal uraian dapat dihitung dengan rumus korelasi product moment adalah
sebagai berikut:
𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 = (1)
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)2 }{𝑁 ∑ 𝑌 2 −(∑ 𝑌)2 }

Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara X dengan Y
N = Jumlah teste
∑ 𝑋𝑌 = Total perkalian skor item dan total
∑𝑋 = Jumlah skor butir soal
∑𝑌 = Jumlah skor total
∑ 𝑋2 = Jumlah kuadrat skor butir soal
∑ 𝑌2 = Jumlah kuadrat skor total
Reliabilitas untuk soal bentuk uraian dapat dihitung dengan rumus Alpha
sebagai berikut:
𝑛 ∑𝜎 2
𝑟11 = (𝑛−1) (1 − ∑ 𝜎𝑖 2 ) (2)
𝑡

Keterangan:
𝑟11 = reliabilitas yang dicari; ∑ 𝜎𝑖 2 = jumlah varians skor tiap-tiap item;
∑ 𝜎𝑡 2 = varians total (Purwanti, 2014: 85)

Tabel 2. Kriteria Reliabilitas Instrumen


No Reliabilitas Kriteria
1 0 ≤ r 11 ≤ 0,2 Sangat rendah
2 0,2 < r 11 ≤ 0,39 Rendah
3 0,39 < r 11 ≤ 0,59 Cukup
4 0,59 < r 11 ≤ 0,79 Tinggi
5 0,79 < r 11 ≤ 1,00 Sangat tinggi
(Nismalasari, Santiani, & Rohmadi, 2016)
Daya pembeda untuk soal uraian:
𝑥̅ 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑥̅ 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
𝐷𝑃 = (3)
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑠𝑜𝑎𝑙

Setelah dilakukan perhitungan, maka butir soal dikategorikan menjadi


butir soal yang diterima, direvisi, dan ditolak.
26

Tabel 3. Interval Daya Pembeda Butir


No Interval DP Klasifikasi Interpretasi
1 DP < 0,20 Jelek Daya pembeda jelek
2 0,20 < DP < 0,40 Memuaskan Memiliki daya pembeda yang cukup
3 0,41 < DP < 0,70 Baik Memiliki daya pembeda yang baik
4 0,71 < DP < 1,00 Sangat baik Memiliki daya pembeda yang sangat baik

Tabel 4. Interval nilai daya pembeda


No Interval Interpretasi
1 a > 0,40 Cukup memuaskan
2 0,30 < a < 0,39 Sedikit atau tanpa revisi
3 0,20 < a < 0,29 Perbatasan atau perlu revisi
4 a < 0,19 Dibuang atau direvisi total

Taraf kesukaran untuk soal uraian:


(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑘𝑜𝑟)−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑝= (4)
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚

Setelah dilakukan perhitungan, maka butir soal dapat dikategorikan


menjadi butir soal yang sukar, sedang, dan mudah, sesuai dengan tabel kriteria
tingkat kesukaran butir.

Tabel 5. Kriteria Tingkat Kesukaran Butir


No Indek kesukaran Kategori soal
1 p > 0,70 Mudah
2 0,30 < p < 0,70 Sedang
3 p < 0,30 Sukar
(Suwarto, 2007, 170)
b. Kepraktisan Perangkat pembelajaran
Kepraktisan perangkat pembelajaran ditinjau dari keterlaksanaan RPP
dan kendala pelaksanaan pembelajaran. Aspek yang diamati untuk keterlaksanaan
RPP yaitu; (1) pendahuluan, meliputi; Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
siswa; (2) Kegiatan inti, meliputi; Mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan; Membimbing pelatihan; Mengecek pemahaman dan memberi
umpan balik; Memberi pelatihan lanjutan dan penerapan; (3) Penutup. Penilaian
dan pengamatan dilakukan setiap kali pertemuan oleh dua pengamat dengan
menggunakan instrument keterlaksanaan RPP. Validator memberikan nilai setiap
aspek, jika 5 = sangat baik; 4 = baik; 3 = cukup baik; 2 = kurang baik; 1 = sangat
kurang baik. Skor hasil pengamatan tersebut akan direrata dan dikategorikan baik
27

atau tidak. Keterlaksanaan RPP dikategorikan baik jika skor keterlaksanaan


pembelajaran minimal 3,50 dengan kategori baik.
Kendala pelaksanaan pembelajaran, datanya diperoleh melalui catatan-
catatan peneliti dan pengamat selama terjadinya proses pembelajaran dengan
model pengajaran langsung, yang nantinya akan dirundingkan solusi yang dapat
digunakan untuk mengatasi berbagai kendala tersebut.

4. Keefektifan Perangkat pembelajaran


Instrumen keefektifan perangkat ditinjau dari motivasi belajar berupa
angket. Instrumen angket motivasi belajar peserta didik digunakan untuk
mengetahui motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan perangkat pembelajaran. Aspek dari motivasi belajar, yaitu
perasaan senang, perhatian dan ketertarikan. Data diperoleh dari hasil angket oleh
siswa. Angket diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model
pengajaran langsung. Aspek 1 terdiri dari 4 pernyataan positif. Aspek 2 terdiri dari
6 pernyataan positif. Aspek 3 terdiri dari 6 pernyataan posfitif. Siswa memberikan
pilihan untuk setiap aspek dengan sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak
setuju pada angket tersebut.
Sedangkan untuk hasil belajar kognitif siswa, menggunakan soal pretest
dan posttest agar memperoleh data hasil belajar peserta didik. Hasil belajar siswa
diukur dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar aspek kognitif dengan
tingkat soal C1-C4. Soal diberikan sebelum menerapkan model pengajaran
langsung dan sesduah menerapkan model pembelajaran langsung. Soal yang
digunakan menggunakan soal THB yang sudah divalidasi oleh 2 validator. Nilai
hasil belajar siswa dikategorikan tinggi jika interval nilai minimalnya 70 dengan
predikat B.
Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan belajar mengajar
yang meliputi: materi/isi pelajaran, LKPD, materi ajar metode guru mengajar,
suasana belajar, dan tahapan-tahapan yang diarahkan guru dalam proses
pembelajaran. Respon siswa diukur menggunakan instrumen berupa angket
respon siswa. Respon siswa diukur menggunakan instrumen berupa angket respon
28

siswa. Angket berisi pernyataan positif dan negatif. Pernyataan diisi siswa dengan
menggunakan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai dengan pilihan siswa.
Terdapat lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang
Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

6. Teknik Analisis Data


a. Validitas Perangkat Pembelajaran
Data yang diperoleh dari hasil penilaian perangkat pembelajaran berupa
RPP, materi ajar, LKPD, dan THB dianalisis secara kuantitatIif. Hasil validasi
tersebut merupakan skor rerata dari hasil penilaian para validator.
Menghitung rata-rata nilai hasil validasi dari semua validator untuk setiap
indikator (𝐼𝑖) dengan rumus:
∑𝑛
𝑗=1 𝑉𝑗,𝑖
𝐼𝑖 = (5)
𝑛

Keterangan:
𝐼𝑖 = rata-rata kriteria ke-i
𝑉𝑗,𝑖 = skor hasil penilaian kriteria ke-i oleh penilai ke-j
n = banyaknya validator

Menghitung skor kevalidan dengan rumus:


∑𝑛
𝑖=1 𝐼𝑖
𝑉= (6)
𝑚

Keterangan:
∑𝑛𝑖=1 𝐼𝑖 = jumlah rata-rata nilai hasil validasi pada indikator ke i
m = banyaknya indikator
Dari hasil penilaian validator akan diperoleh kriteria kevalidan dan
disesuaikan dengan kriteria aspek penilaian perangkat pembelajaran yang telah
ditentukan pada Tabel 6.
Tabel 6. Interpretasi penilaian skor validasi ahli
No Interval Kategori
1 V = 4,00 Sangat Baik
2 3,25 ≤ X  4,00 Baik
3 2,50 ≤ X  3,25 Cukup Baik
29

4 1,75 ≤ X  2,50 Kurang Baik


5 1,00 ≤ V  1,75 Sangat Kurang Baik
(Nasution, Anwar, Sudirman, Susiswo, 2016, 907)
Perhitungan reabilitas instrumen penilaian perangkat yang digunakan
untuk mengetahui tingkat reliabilitas oleh dua orang pengamat validator sebagai
berikut:
̅̅̅̅̅̅̅
𝑑(𝐴)
𝑅 = ̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅ (7)
𝑑(𝐴)+𝑑(𝐷)

Tabel 7. Interpretasi Koefisien Reliabilitas Guilford


No Interval Koefisien Kategori
1 0,00 – 0,19 Sangat rendah
2 0,20 – 0,39 Rendah
3 0,40 – 0,59 Sedang
4 0,60 – 0,79 Tinggi
5 0,80 – 1,00 Sangat tinggi
(Nasrah, Jasruddin, & Tawil, 2016, 242)

b. Analisis Kepraktisan Pembelajaran


1. Keterlaksanaan RPP
Data kepraktisan pembelajaran berdasarkan analisis keterlaksanaan RPP
yang berisi langkah-langkah yang harus dilakukan guru, diamati oleh 2 orang
pengamat untuk memberikan penilaian skor yang tepat pada tiap kali pertemuan
dan berdasarkan pada petunjuk penilaian yang ada. Untuk mengetahui kriteria
penilaian keterlaksanaan RPP dapat dilihat pada Tabel 8. Kriteria persentase
keterlaksanaan RPP diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
𝑥 100% (8)

Tabel 8. Kategori Persentase Keterlaksanaan RPP

No Interval (%) Kategori


1 0 - 24 Tidak terlaksana
2 25 - 49 Terlaksana kurang baik
3 50 - 74 Terlaksana baik
4 75 - 100 Terlaksana sangat baik
(Baharuddin, Indana, & Koestiari, 2017)
30

Tabel 9. Interpretasi skor keterlaksanaan pembelajaran


No. Interval Kategori
1 3,99 X ≤ 5 Sangat Baik
2 3,49 X ≤ 3,99 Baik
3 2,99 X ≤ 3,49 Cukup Baik
4 1,99 X ≤ 2,99 Kurang Baik
5 X ≤ 1,99 Sangat Kurang Baik
(Rahayu, 2014)
Perhitungan reliabilitas instrumen pengamatan keterlaksanaan
pembelajaran sebagai berikut:
𝐴−𝐵
𝑅 = (1 − 𝐴+𝐵) × 100% (9)

Keterangan:
R = Persentase keterlaksanaan pembelajaran
A = Skor yang lebih tinggi dari pengamat
Instrumen yang dikembangkan dikatakan reliabel jika mempunyai persentase
≥ 75 %

2. Kendala Pelaksanaan Pembelajaran


Kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dapat dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, dimana pengamat dan peneliti
memberikan catatan-catatan tentang hambatan atau kejadian yang terjadi
sepanjang kegiatan belajar mengajar serta alternatif pemecahan masalah yang
dapat dilakukan.

c. Analisis Keefektifan Perangkat Pembelajaran


1. Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif

Untuk menentukan tingkat pencapaian hasil belajar ranah konitif dalam


penelitian ini adalah dengan melihat ketuntasan belajar peserta didik (individual)
yang dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑇
𝐾𝐵 = 𝑇 × 100% (10)
𝑖

Dimana :
KB = ketuntasan belajar; T = Jumlah skor yang diperoleh; Ti = Jumlah skor total
31

Tabel 10. Interpretasi Kategori Nilai Hasil Belajar Peserta Didik


No Interval nilai Interpretasi
1 85 – 100 Sangat Tinggi
2 70 – 84 Tinggi
3 55 – 69 Sedang
4 40 – 54 Rendah
5 0 – 39 Sangat Rendah

Pembelajaran secara klasikal tuntas apabila ≥ 80 % peserta didik tuntas.


Adapun persamaan untuk menentukan ketuntasan klasikal pada penelitan ini
yaitu:
𝑅
𝐾𝐾 = 𝑅 𝑡 × 100% (11)
𝑘

Ket:
KK = Ketuntasan klasikal; Rt = Rata-rata ketuntasan kelas; Rk = Rata-Rata
ketuntasan maksimal kelas (Nasrah, Jasruddin, & Tawil, 2016).

Analisis tes hasil belajar menurut lampiran yang terdapat dalam


Permendikbud RI No 53 (2015) tentang panduan penilaian aspek sikap,
pengetahuan dan keterampilan menggunakan skala 0 – 100 dengan ketentuan
predikat sebagai berikut:
Tabel 11. Konversi Skor dan Predikat Hasil Belajar

No Nilai Kompetensi
Predikat
1 Sikap Pengetahuan Keterampilan
2 Sangat Baik 86-100 86-100 A
3 Baik 71-85 71-85 B
4 Cukup 56-70 56-70 C
5 Kurang ≤ 55 ≤ 55 D
(Baharuddin, Indana, & Koestiari, 2017)
Analisis terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik (pretest dan
posttest) dapat dilakukan dengan menghitung gain score <g>.

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡 𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡


< 𝑔 >= 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 (12)

Tabel 12. Kriteria peningkatan hasil belajar kognitif


No Nilai <g> Interpretasi
1 (<g>) > 0,7 Tinggi
2 0,7 ≥ (<g>) ≥ 0,3 Sedang
3 (<g>) < 0,3 Rendah
32

2. Motivasi Belajar Siswa


Data isian angket peserta didik dianalisis dengan cara menghitung
persentase motivasi peserta didik. Analisis hasil angket motivasi belajar peserta didik
dilakukan menghitung persentase per indikator angket motivasi belajar yang diubah
terlebih dahulu dari data kulitatif menjadi kuantitatif. Setelah itu menghitung
persentase per indikator dengan menggunakan rumus:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑘𝑒 𝑖
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100% (13)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑘𝑒 𝑖

Kemudian memberikan kategori skor untuk mengetahui peningkatan


kategori per indikator aspek-aspek pernyataan tentang motivasi belajar peserta didik.
Kategori motivasi belajar adalah sebagai berikut
Tabel 13. Analisis Motivasi Belajar

No Persentase Motivasi belajar peserta didik (%) Interpretasi


1 < 20,00 Motivasi Sangat Rendah
2 21,00 – 40,00 Motivasi Rendah
3 41,00 – 60,00 Motivasi Cukup
4 61,00 – 80,00 Motivasi Tinggi
5 81,00 – 100 Motivasi Sangat Tinggi
(Nasrah, Jasruddin, & Tawil, 2016, 242)
Setelah itu menghitung ketuntasan individual dan klasikal serta n-gain
dengan menggunakan persamaan 10, 11, dan 12.

3. Respon Siswa
Data respon siswa ini diperoleh dari angket respon siswa terhadap
kegiatan pembelajaran. Analisis data angket respon peserta didik dilakukan
menghitung skor total rata-rata dari setiap aspek dan memberikan interpretasi
penilaian berdasarkan skor yang telah diperoleh. Intrepetasi penilaian dibagi ke
dalam lima kriteria. Kriteria penilaian respon peserta didik ditunjukkan pada
Tabel 14 dan 15. Dalam angket respons ini terdapat lima pilihan jawaban dengan
kriteria penilaian sebagai berikut:

Tabel 14. Skala Penilaian Pernyataan yang Bersifat Positif


No Kategori Skor
1 (SS) sangat setuju 5
2 (S) setuju 4
33

3 (KS) kurang setuju 3


4 (TS) tidak setuju 2
5 (STS) sangat tidak setuju 1

Tabel 15. Skala Penilaian Pernyataan yang Bersifat Negatif

No Kategori Skor
1 (SS) sangat setuju 1
2 (S) setuju 2
3 (KS) kurang setuju 3
4 (TS) tidak setuju 4
5 (STS) sangat tidak setuju 5

Persentase respon siswa dapat diperoleh dengan menggunakan rumus


seperti berikut:

∑𝐾
𝑃 = ∑ 𝑁 × 100% (14)

Keterangan:
P : Persentase skor respon siswa
∑ 𝐾 : Jumlah skor perolehan siswa
∑ 𝑁 : Jumlah maksimal angket respon

Persentase respon siswa yang didapat, selanjutnya dikonversi dengan


kriteria sebagai berikut:

Tabel 16. Kriteria Persentase Respon Siswa


No Rentang Skor Kriteria
1 Angka 0 - 20% Negatif (Sangat lemah)
2 Angka 21 - 40% Negatif (Lemah)
3 Angka 41 – 60% Cukup
4 Angka 61 – 80% Positif (Kuat)
5 Angka 81 – 100% Positif (Sangat Kuat)
(Nasrah, Jasruddin, & Tawil, 2016, 244)
34

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Badarudin. 2015. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa melalui Konseling


Kalsikal.

Aminah, N. (2016). Kepraktisan Model Assurance, Relevance, Interest,


Assessment, Satisfaction (Arias) pada Pembelajaran Matematika. Journal
of Mathematics Education. 2,2, 25-34.

Aminah, S. (2018). Efektivitas Metode Eksperimen dalam Meningkatkan Hasil


Belajar Pada Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar.
Indragiri Journal. 1,4, 28-36.

Arimbawa, P.A., Santyasa, I.W., & Rapi, N.K. (2017). Strategi Pembelajaran
Guru Fisika: Relevansinya dalam Pengembangan Motivasi Belajar dan
Prestasi Belajar Siswa. Wahana Matematika dan Sains: Jurnal
Matematika, Sains, dan Pembelajarannya. 11, 1, 43-60.

Baharuddin, Indana, S., & Koestiari T. (2017). Perangkat Pembelajaran IPA


Berbasis Inkuiri Terbimbing dengan Tugas Proyek Materi Sistem
Ekskresi untuk Menuntaskan Hasil Belajar Siswa SMP. Jurnal IPA dan
Pembelajaran IPA (JIPI). 1, 1, 81-97.

Dara, Y.P., Rahma, U., & Faizah. 2017. Psikologi Pendidikan Aplikasi Teori di
Indonesia. Malang: Tim UB Press.

Fahrina, Jamal, M., A., & Salam, A. (2018). Meningkatkan Kemampuan Analisis
Sintesis Siswa Kelas X Mia 6 SMAN 2 Banjarmasin Melalui Model
Pengajaran Langsung dengan Metode Problem Solving. Berkala Ilmiah
Pendidikan Fisika. 6, 1, 98-117.

Hadiyanto. 2016. Teori dan Pengembangan Iklim Kelas & Iklim Sekolah. Jakarta:
Kencana.

Jampel, I., N. (2016). Analisis Motivasi dan Gaya Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran Di Sekolah Dasar . Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 49,
3, 109-119.

Lefudin, 2017. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublisher.

Kamsinah, D.L., Jamal, M.A., & Misbah. (2016). Meningkatkan Hasil Belajar dan
Keterampilan Prosedural Siswa Melalui Model Pengajaran Langsung
Pada Pembelajaran Fisika di Kelas X3 SMA Negeri 10 Banjarmasin.
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika. 4, 2, 137-143.
35

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Permendikbud Nomor 53 Tahun


2015 Tentang Panduan Penilaian Untuk Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Marlina, & Hamid, M. (2015). Pengaruh Penerapan Model Pengajaran Langsung


(Direct Instruction) terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X MAN Peudada
pada Materi Kebutuhan Manusia. Jurnal Sains Ekonomi dan Edukasi
Fisika “Lensa”. 4, 2, 1-10.

Multasyam, Yani, A., & Ma’ruf. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Langsung
Terhadap Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas X SMA Handayani
Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Pendidikan Fisika Universitas
Muhammadiyah Makassar. 4, 3, 298-308.

Nasrah, Jasruddin, & Tawil, M. (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran


Fisika Berbasis Pendekatan Contexstual Teaching And Learning (CTL)
untuk Memotivasi dan Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik
Kelas VIII SMP Negeri 1 Balocci Pangkep. Jurnal Pendidikan Fisika
Universitas Muhammadiyah Makassar. 5, 2, 236-248

Nasution, S., H., Anwar, L., Sudirman, & Susiswo. (2016). Pengembangan Media
Pembelajaran untuk Mendukung Kemampuan Penalaran Spasial Siswa
Pada Topik Dimensi Tiga Kelas X. Jurnal KIP. 4, 2, 903-913.

Nismalasari, Santiani, & Rohmadi, H., M. (2016). Penerapan Model Pembelajaran


Learning Cycle Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar
Siswa pada Pokok Bahasan Getaran Harmonis. Edu Sains. 4, 2, 74 -94.

Noor, M., Zainuddin, & Miriam, S. (2017). Pengembangan Perangkat


Pembelajaran IPA Fisika Melalui Model Pengajaran Langsung dengan
Metode Problem Solving. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika. 5,3, 328-
339.

Nurrudin, C., & Suharyanto. (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran


Fisika Model Direct Instruction untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
SMA Sesuai NOP. Jurnal Pendidikan Fisika. 5, 4, 209-215.

Nurtanto, M., & Sofyan, H. (2015). Implementasi Problem-Based Learning Untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif, Psikomotor, dan Afektif Siswa Di
SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi. 5, 3, 352-364.

Orrahmah, A., An’nur, S., & Salam, A. (2016). Meningkatkan Hasil Belajar
Melalui Model Pengajaran Langsung dengan Metode Problem Solving
pada Pembelajaran Fisika di Kelas XII IPA 1 SMAN 10 Banjarmasin.
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika. 4, 2, 127-136.
36

Pujiono, S. (2008). Desain Penelitian Tindakan Kelas dan Teknik Pengembangan


Kajian Pustaka. Dipresentasikan pada Pelatihan Menulis Karya Ilmiah
untuk Guru-guru TK Kec. Sewon Kab. Bantul Yogyakarta.

Purnamasari, N., Habibi, & Hidayat, S. Pengaruh Model Pembelajaran Langsung


(Direct Instruction) dengan Pendekatan Kontekstual terhadap
Pemahaman Konsep Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan. 3, 1, 51-60.

Purwanti, M. (2014). Analisis Butir Soal Ujian Akhir Mata Pelajaran Akuntansi
Keuangan Menggunakan Microsoft Office Excel 2010. Jurnal
Pendidikan Akuntansi Indonesia. 12, 1, 81 – 94.

Rahayu, A. (2014). Pengembangan SSP Berbasis Model Learning Cycle untuk


Meningkatkan Keterampilan Proses dan Pemahaman Konsep Fisika.
Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang. 2, 2, 4-
19.

Rosa, F.O. (2015). Analisis Kemampuan Siswa Kelas X pada Ranah Kognitif,
Afektif dan Psikomotorik. Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika. 1, 2, 24-
28.

Sagala, S. 2017. Membangun Modal Sumber Daya Manusia Berkarakter Unggul


Melalui Pendidikan Berkualitas. Depok: Kencana.

Sari, B., K. (2017). Desain Pembelajaran Model Addie dan Implementasinya


dengan Teknik Jigsaw. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
978-602-70216-2-4.

Sari, I.N., Saputri, D.F., & Sasmita. (2016). Pengaruh Minat Dan Motivasi Belajar
Terhadap Prestasi Belajar Fisika Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri
1 Galing Kabupaten Sambas. JEMS (Jurnal Edukasi Matematika dan
Sains). 4, 2, 108-114.

Sholihah, R., M., M., Jamal, M., A., & Salam, A. (2016). Meningkatkan Motivasi
Belajar Fisika Siswa Kelas X MS 6 Di SMA Negeri 2 Banjarmasin
Melalui Strategi Arcs dalam Setting Pengajaran Langsung. Berkala
Ilmiah Pendidikan Fisika. 4, 2, 186-199.

Soleh, M.A. 2017. Pengaruh Ekstrakulikuler Pencak Silat terhadap Motivasi


Belajar Penjas pada Siswa Peserta Ekstrakulikuler Pencak Silat di MAN
1 Sumedang Tahun Ajaran 2016/2017. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Jasmani 2017. 978-602-6438-08-9, 135-150.

Suardi, Moh. 2018. Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.


37

Suprihatin, S. (2015). Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.


Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro. 3, 1, 73-82.

Supriyono, R., A. 2017. Akutansi Keprilakuan. Jakarta: Digital.

Suranto. (2015). Pengaruh Motivasi, Suasana Lingkungan dan Sarana Prasarana


Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus pada SMA Khusus
Putri SMA Islam Diponegoro Surakarta). Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial.
25, 2, 11-19.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Jakarta: Prenadamedia Grup.

Sutarti, T., & Irawan, E. 2017. Kiat Sukses Meraih Hibah Penelitian
Pengembangan. Jakarta: Deepublish.

Suwarto. (2007). Tingkat Kesulitan, Daya Beda, dan Reliabilitas Tes Menurut
Teori Tes Klasik. Jurnal Pendidikan. 16, 2.

Suyidno & Jamal, M., A. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin: P3AI
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Tim Pengembang Ilmu pendidikan, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Imtima:
UPI.

Trianta. 2011. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia


Dini TK/RA & Anak Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.

Wahyuningsih, D., Indrawati, & Wahyuni S. (2014). Motivasi Belajar dan


Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMK dalam Pembelajaran
Menggunakan Model Experiential Learning. Jurnal Pembelajaran
Fisika. 2301-9794, 1-8.

Widarto. 2014. Penyusunan Rpp Pada Kurikulum 2013. Disampaikan Pada


Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru (Plpg) Gelombang 4 Tahun 2014
Di Lembaga Pengembangan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta Tanggal 28 Agustus S.d. 6 September
2014.

Yahyana, Z., Jamal, M.A., & Miriam, S. (2017). Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 26 Banjarmasin Topik Cahaya Dan
Alat-Alat Optik Melalui Pengajaran Langsung. Berkala Ilmiah
Pendidikan Fisika. 5, 3, 297-308.

Yusri. 2016. Ilmu Pragmatik dalam Perspektif Kesopanan Berbahasa. Yoyakarta:


Deepublish.
38

Zahriani. (2014). Kontektualisasi Direct Instruction dalam Pembelajaran Sains.


Lantanida Journal. 1, 1, 95-106.

Você também pode gostar