Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Sebelum diolah menjadi perhiasan berharga, intan-intan itu harus disedot dulu
dari perut bumi.
Kehidupan mereka bergantung pada nasib baik dan malangnya tak tiap hari
nasib mujur itu menghampiri mereka.
Acapkali mereka berkubang lumpur mendulang intan dari pagi hingga sore
namun tak mendapatkan hasil apa pun.
Bisa saja nasib yang sama hari ini, besok akan terulang lagi.
Namun terkadang bisa juga nasib mujur bahkan yang beruntung sekali
didapatkan besoknya.
Jika tak dapat intan sama sekali, siap-siap saja kantong akan kempes.
Seorang pendulang intan di sana, Ramli, mengaku sudah sejak kecil bekerja
di sini.
“Keluarga saya pendulang intan sejak lama sekali. Kebanyakan penduduk sini
mendulang intan juga. Ada juga yang menjadi PNS tetapi sedikit sekali,”
katanya.
Anak-anak setempat yang putus sekolah biasanya akan diwarisi pekerjaan ini
oleh orangtua mereka.
Para pendulangnya ini ada yang bekerja secara berkelompok, ada juga yang
perorangan.
Tak jarang, walau hujan mendera pun mereka tetap bekerja demi sebuah
nasib mujur, harapan agar dapur mereka tetap berasap dan perut anggota
keluarga mereka tetap terisi.
Tubuh mereka seakan sudah kebal terhadap serangan angin dan hujan.
Mereka biasa mendulang intan menggunakan sebuah alat yang mirip topi
caping petani namun berukuran lebih lebar, tebal dan berbahan kayu jingah
yang sudah tua, namanya linggang.
Seorang pendulang intan lainnya, Asikin, mengatakan tak tiap hari dia
mendapatkan intan.
“Kadang-kadang saja. Dua tahun lalu pernah dapat intan tiga karat. Paling
kecil pernah dapat yang 10 mata, ukurannya sebesar gula pasir saja,”
terangnya.
Tak jarang, di antara mereka juga ada yang bekerja secara perorangan
sehingga hasilnya pun murni seluruhnya untuk mereka.
Intan-intan hasil perolehan mereka ini pun dijual mereka pula ke para
pelancong yang mengunjungi kawasan ini.
Jika Anda tiba di sini, mereka akan mendekati Anda dan menawarkan jualan
mereka.
“Kalau di toko Rp 3 juta, di sini hanya Rp 1,5 juta. Yang sudah jadi berupa
perhiasan juga ada. Harganya macam-macam sesuai kualitasnya. Kisarannya
ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Yang jelas, lebih murah lah dibandingkan
dengan di toko karena di sini dari tambangnya langsung. Kalau yang di toko
kan sudah terkena biaya sewa tempat dan pedagangnya juga pasti
mengambil keuntungan,” paparnya.
Diceritakannya juga, intan-intan yang dijual di toko tak semuanya asli hasil
lokal.
Untuk intan lokal yang sudah masak (sudah berupa perhiasan) sekitar Rp 60-
65 juta.
“Itu kalau yang bersih, kilaunya bagus dan kualitas mantap. Kalau yang jelek
Rp 6-7 juta saja per karatnya,” sambung seraya menunjukkan intan mentah
lokal dan Eropa.
Tampak intan lokal lebih bercahaya tajam, bersih dan bening dibandingkan
yang Eropa.
Tak ada jadwal libur bekerja di sini sehingga pelancong pun bisa tiap hari pula
berkunjung kemari.
Biasanya mereka bekerja antara pukul 08.00 Wita hingga 17.00 Wita.
Tak jarang, di antara pelancong ada saja yang tertarik membeli intan langsung
dari pendulangannya karena harganya jauh lebih murah daripada di toko.
Ada yang dari Jawa juga luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.
Biasanya mereka naik bis atau menyewa mobil kemari, soalnya di sini tak bisa
dimasuki angkutan umum seperti angkot karena jalannya sempit.
Selama ratusan tahun daerah ini menjadi tempat pendulangan intan dan
kerap dikunjungi turis, tak pernah ada kejadian berbahaya apa pun.
Memasuki daerah ini Anda akan disuguhi pemandangan alam seperti sungai,
padang rumput dan pedesaan yang tentram.
Sebab, jika ingin melihat langsung para pendulangnya bekerja, Anda harus
mendekat dan basah-basahan di sungainya.
Jika ingin kemari sebaiknya menggunakan alas kaki berupa sandal atau
sepatu teplek saja.
Menuju kemari, Anda cukup berkendara hingga tiba di Jalan Ahmad Yani Km
36, Banjarbaru atau tepatnya di tugu perempatan dekat Universitas Lambung
Mangkurat.
Ambil jalan ke kanan yaitu Jalan Mistar Cokroaminoto yang ke arah Kota
Pelaihari.
Lurus saja sekitar lima kilometer, di sebelah kiri jalan ada pelang bertulisan
SDN Sungai Tiung 4, ada jalan kecil bernama Jalan Eks Transpol.