Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MINYAK INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Penyediaan dan
Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PENYEDIAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR
MINYAK INDONESIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. A. Faraby Falatehan, SP, ME
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah bahan bakar minyak, dengan judul Analisis
Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc
dan Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan masukan. Terima kasih kepada Dr. A. Faraby Falatehan, SP,
ME dan Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku penguji pada ujian tesis atas saran dan
masukan yang telah diberikan. Terima kasih kepada Kementerian ESDM atas
beasiswa pendidikan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih kepada Suami
dan Anak tercinta atas segala doa, motivasi, dukungan dan kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak, Adek dan
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir ucapan terima
kasih kepada Teh Sofi, teman-teman di Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan atas bantuan, dukungan dan masukannya.
Penulis menyadari karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
1 Penerimaan negara dari sektor ESDM 1
2 Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia 3
3 Target bauran energi nasional 4
4 Produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia 4
5 Kerangka pemikiran 19
6 Simplifikasi model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 22
7 Cadangan minyak bumi Indonesia 39
8 Produksi, ekspor dan impor minyak mentah Indonesia 40
9 Perkembangan produksi dan konsumsi BBM Indonesia 42
10 Perkembangan impor BBM Indonesia 42
11 Perkembangan ekspor BBM Indonesia 43
12 Perkembangan penyediaan BBM Indonesia 43
13 Konsumsi BBM per jenis di Indonesia 44
14 Konsumsi BBM per sektor di Indonesia 45
15 Diagram input output sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia 63
16 Diagram sebab akibat model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 64
17 Hierarki model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 65
18 Diagram kotak panah subsistem penyediaan BBM 66
19 Diagram kotak panah subsistem konsumsi BBM 67
20 Diagram kotak panah subsistem ekspor BBM 67
21 Diagram kotak panah subsistem impor BBM 68
22 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama 69
23 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama 69
24 Hasil simulasi emisi CO2 skenario pertama 70
25 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua 71
26 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua 71
27 Hasil simulasi emisi CO2 skenario kedua 72
28 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga 73
29 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga 73
30 Hasil simulasi emisi CO2 skenario ketiga 74
DAFTAR LAMPIRAN
1 Output komputer dugaan model penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia 82
2 Output komputer hasil uji autokorelasi 92
3 Output komputer hasil uji heteroskedastisitas 103
4 Output komputer hasil validasi model 113
5 Diagram kotak panah penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 120
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
2015a). Penerimaan negara dari sektor ESDM selalu mengalami kenaikan dari
tahun 2010 sampai tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Kebutuhan energi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk
Indonesia. Sementara cadangan energi tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas
bumi dan batubara semakin menipis. Sedangkan energi terbarukan seperti tenaga
air, tenaga surya, angin, dan panas bumi yang cadangannya cukup besar belum
dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik. Berdasarkan Renstra Kementerian
ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), cadangan minyak bumi Indonesia
sebesar 3.6 miliar barel yang diperkirakan akan habis 13 tahun mendatang.
Cadangan gas bumi sebesar 100.3 TCF yang diperkirakan akan habis 34 tahun lagi,
dan cadangan batubara sebesar 31.35 miliar ton yang diperkirakan akan habis 72
tahun lagi. Sementara sumber daya panas bumi Indonesia sebesar 28.91 ribu MW
baru dimanfaatkan 4.9% (Tabel 1).
Tabel 1 Potensi energi Indonesia
Energi Fosil
No Jenis Energi Sumber daya Cadangan Produksi
1 Minyak bumi 151 miliar barel 3.6 miliar barel 288 juta barel
2 Gas bumi 487 TSCF 100.3 TSCF 2.97 TSCF
3 Batubara 120.5 miliar ton 31.35 miliar ton 435 juta ton
4 CBM 453 TSCF -
5 Shale Gas 574 TSCF -
Energi Baru, Terbarukan
Kapasitas Pemanfaatan
No Jenis Energi Sumber Daya Terpasang (%)
1 Hidro 75 000 MW 8 111 MW 10.81
2 Panas bumi 28 910 MW 1 403.5 MW 4.9
3 Biomassa 32 000 MW 1 740.4 MW 5.4
4 Surya 4.8 kWh/m2/day 71.02 MW -
5 Angin dan hybrid 3-6 m/s 3.07 MW -
6 Samudera 49 GW2 0.01 MW4 -
7 Uranium 3 000 MW 30 MW2 -
Terkait sifat energi yang strategis serta harga keekonomian energi yang
dianggap belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, maka
pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan untuk memberikan subsidi di bidang
energi baik itu subsidi BBM maupun listrik. Dengan adanya subsidi ini, maka harga
jual energi kepada konsumen atau masyarakat ditetapkan di bawah harga pasar.
Kecenderungan permintaan energi yang terus meningkat menyebabkan beban
subsidi energi yang semakin berat. Selama tahun 2010 sampai tahun 2014, subsidi
energi mencapai Rp1 340 triliun. Subsidi BBM, LPG dan BBN (bahan bakar nabati)
mencapai Rp898.41 triliun. Realisasi subsidi energi pada tahun 2014 mencapai
Rp314.75 triliun, terdiri dari subsidi BBM, LPG (liquified petroleum gas) dan BBN
sebesar Rp229 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp85.75 triliun (KESDM 2015a).
Beban subsidi menjadi semakin berat terutama ketika harga energi dunia
mengalami kenaikan, biaya produksi energi meningkat, dan juga pola konsumsi
yang relatif boros karena harganya dianggap cukup atau relatif murah. Subsidi
energi juga secara tidak langsung meningkatkan permintaan terhadap energi dan
menghambat laju perkembangan energi terbarukan yang nilai keekonomiannya
masih tinggi dibandingkan energi tidak terbarukan.
Pada tahun 2013, total konsumsi energi Indonesia sebesar 0.8 TOE/kapital
dengan bauran energi nasional 46% untuk minyak bumi, 31% untuk batubara, 18%
untuk gas bumi dan 5% untuk energi baru terbarukan (KESDM 2015a). Dapat
dikatakan bahwa Indonesia masih sangat tergantung pada energi tidak terbarukan
terutama minyak bumi. Potensi energi baru dan terbarukan yang cukup besar, hanya
mencapai 5% dari bauran energi nasional. Target Bauran Energi Nasional 2025
berdasarkan Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a),
konsumsi energi sebesar 1,4 TOE/kapital dengan bauran energi nasional 25% untuk
minyak bumi, 30% untuk batubara, 22% untuk gas bumi, dan 23% untuk energi
baru terbarukan.
4
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun
Penurunan produksi minyak bumi di bawah 1 juta barel per hari dan
pesatnya pertumbuhan konsumsi BBM di dalam negeri mengakibatkan Indonesia
menjadi net importer minyak bumi. Sebagai net importer minyak bumi, Indonesia
tetap mengekspor minyak bumi tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah impornya. Rasio ketergantungan impor sudah
mencapai 37% pada tahun 2013 dan diperkirakan meningkat di masa mendatang
jika tidak ada penambahan produksi minyak domestik. Menurut Renstra KESDM
Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), Realisasi produksi minyak pada tahun 2014
sebesar 789 ribu bpd (barrel per day) tidak sesuai target yang seharusnya sebesar
1.01 juta bpd. Hal ini disebabkan adanya gangguan produksi (cuaca, unplanned
shutdown, lahan, perizinan, dan keamanan) serta produksi fullscale dari Blok Cepu
yang semula tahun 2014 menjadi tahun 2015.
Kebutuhan energi dalam negeri selama ini dipasok dari produksi dalam
negeri dan sebagian besar dari impor, yang pangsanya cenderung meningkat.
Komponen terbesar dari impor energi adalah minyak bumi dan BBM. Kemampuan
produksi lapangan minyak bumi semakin menurun sehingga membatasi tingkat
produksinya. Ekspor minyak dan kondensat cenderung semakin menurun sejalan
dengan produksi minyak dalam negeri yang cenderung terus menurun karena
penuaan sumur yang ada dan juga keterlambatan investasi untuk eksplorasi dan
eksploitasi sumber minyak baru. Bilamana tidak segera ditemukan sumber minyak
baru, Indonesia akan semakin menjadi negara “net oil importer country” seperti
yang sudah terjadi saat ini. Suatu gejala yang cukup merisaukan bagi keberlanjutan
penyediaan energi jangka panjang. Indonesia menjadi net importer minyak bumi
tidak hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, dan
keterbatasan investasi, juga disebabkan kegagalan pemerintah dalam mengatasi
menipisnya cadangan minyak melalui kebijakan harga energi murah dengan
memberikan subsidi yang besar.
Persoalan-persoalan energi di Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 (DESDM 2006), yaitu: (1)
struktur APBN masih tergantung penerimaan migas dan dipengaruhi subsidi bahan
bakar minyak (BBM), (2) industri energi belum optimal, (3) infrastruktur energi
terbatas, (4) harga energi belum mencapai keekonomian, dan (5) pemanfaatan
energi belum efisien. Kondisi tersebut mengakibatkan: (1) bauran energi primer
timpang, diperlihatkan oleh pemanfaatan gas dan batubara dalam negeri belum
optimal, (2) pengembangan energi alternatif terhambat karena adanya subsidi
BBM, (3) Indonesia menjadi net importer minyak, dan (4) subsidi BBM
membengkak.
Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam mencapai
target pembangunan bidang energi. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama
minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu
sebesar 96% (minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%) dari total konsumsi
energi dan upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan belum
dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan. Tingginya konsumsi energi fosil
terutama BBM tersebut diakibatkan oleh subsidi sehingga harga energi menjadi
murah dan masyarakat cenderung boros dalam menggunakan energi. Di sisi lain,
Indonesia menghadapi penurunan cadangan energi fosil yang terus terjadi dan
belum dapat diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Keterbatasan
6
Perumusan Masalah
Kenyataan adanya masyarakat tidak mampu yang mempunyai daya beli yang
rendah untuk memenuhi konsumsinya disikapi pemerintah dengan memberlakukan
kebijakan harga BBM yang murah. Tidak hanya masyarakat yang tidak mampu
memperoleh manfaat dari penerapan kebijakan harga BBM yang murah ini,
masyarakat golongan atas dan dunia usaha juga menikmatinya. Dengan kata lain
kebijakan yang diberlakukan pemerintah selama ini adalah salah satu pemicu
terjadinya pemborosan pemanfaatan BBM di Indonesia. Dampak negatif lainnya
dari penerapan kebijakan ini juga mendorong maraknya penyelundupan BBM ke
luar negeri. Selain itu, konsumsi BBM yange meningkat juga berdampak pada
meningkatnya emisi CO2. Produksi emisi CO2 bersumber dari pembakaran BBM
terutama dari sektor transportasi dan industri yang menggunakan BBM. Saat ini,
BBM merupakan penghasil utama emisi CO2 di Indonesia. Emisi CO2 yang
semakin meningkat akan berdampak bagi kerusakan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia?
2. Apa saja faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi
BBM di Indonesia?
3. Berapa besar penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia pada masa mendatang?
4. Bagaimana peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di
masa mendatang?
5. Bagaimana implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian
Indonesia?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
pendugaan model menggunakan Two Stage Least Squares (2SLS) karena setiap
persamaan struktural bersifat overidentified.
Hasil temuan utama dari penelitian Elinur (2012) untuk blok konsumsi
energi menunjukkan: Pertama, konsumsi energi sektor industri dipengaruhi oleh
harga batubara, listrik, PDB sektor industri, dan konsumsi energi sektor industri
tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor industri responsif terhadap perubahan
harga batubara dan listrik dalam jangka pendek dan panjang, serta responsif
terhadap perubahan PDB sektor industri dalam jangka panjang. Kedua, Konsumsi
energi sektor rumah tangga dipengaruhi oleh harga listrik, PDB, jumlah penduduk
dan konsumsi energi sektor rumah tangga tahun sebelumnya. Konsumsi energi
sektor rumah tangga responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Ketiga, Konsumsi energi sektor transportasi
dipengaruhi oleh PDB sektor transportasi dan konsumsi energi sektor transportasi
tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor transportasi responsif terhadap
perubahan PDB sektor transportasi dalam jangka panjang. Keempat, Konsumsi
energi sektor pertanian dipengaruhi oleh konsumsi energi sektor pertanian tahun
sebelumnya. Kelima, Konsumsi energi sektor lainnya dipengaruhi harga gas, tren,
dan konsumsi energi sektor lainnya tahun sebelumnya. Pada blok penyediaan energi,
hasil temuan utama menunjukkan: Pertama, pemanfaatan kilang minyak
dipengaruhi oleh PDB dan pemanfaatan kilang tahun sebelumnya. Kedua, Impor
minyak mentah dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, harga minyak dunia, dan
impor minyak mentah tahun sebelumnya. Impor minyak mentah responsif terhadap
perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan panjang. Ketiga, Impor
BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM dan jumlah transportasi darat. Impor
BBM responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan
jangka panjang.
Sugiyono (2005) melakukan penelitian tentang penyediaan energi primer
dan sekunder dengan menggunakan model reference energy system (RES) yang
diformulasi dalam bentuk linear programming. Model akan mengalokasikan
penyediaan energi primer dan sekunder dengan fungsi objektif meminimalkan total
biaya penyediaan energi dengan kendala berbagai pilihan sumber dan teknologi
energi untuk memenuhi kebutuhan energi final. Analisis dilakukan dengan tahun
dasar 2003 dan periode analisis sampai dengan tahun 2025. Proyeksi kebutuhan
energi merupakan masukan model MARKAL dan diproyeksikan dengan
mempertimbangkan pertumbuhan sektor ekonomi dan populasi. Proyeksi
kebutuhan energi diperhitungkan dengan menggunakan Model for Analysis of
Energy Demand (MAED). Skenario yang ditinjau ada dua, yaitu kasus dasar dan
kasus harga minyak mentah tinggi. Kasus dasar menganggap bahwa perkembangan
perekonomian sesuai dengan kondisi saat ini. Asumsi yang digunakan pada kasus
dasar adalah discount rate sebesar 10 persen, harga minyak bumi tahun 2003–2004
sebesar USD28/barel dan mulai tahun 2005 sebesar USD40/ barel. Sedangkan
harga bahan baku biofuel adalah untuk CPO sebesar USD60.2/SBM (setara barel
minyak) dan untuk ubi kayu sebesar USD60.8/SBM. Dengan mempertimbangkan
bahan baku tersebut maka biaya produksi biodiesel dari CPO dengan kapasitas 100
ribu ton/tahun adalah Rp4 240/liter dan biaya produksi bioethanol dari ubi kayu
dengan kapasitas 60 kl/hari adalah sebesar Rp4 720/liter. Sedangkan untuk kasus
harga minyak mentah yang tinggi digunakan asumsi harga minyak mentah sebesar
10
2 TINJAUAN PUSTAKA
berbagai bentuk barang modal lainnya dengan tenaga kerja, begitu juga sebaliknya,
merupakan bagian yang integral dari proses pembangunan ekonomi yang
kesemuanya membutuhkan input energi. Oleh karenanya konsumsi energi dapat
dipandang sebagai penyebab dari pertumbuhan ekonomi (Stern 2003).
Menurut Fauzi (2006), sumber daya energi merupakan sumber daya yang
digunakan untuk menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun
transformasi energi lainnya. Berdasarkan ketersediaannya sumber energi dibagi
dua, yaitu energi fosil yang tidak dapat diperbarui (non-renewable energy) seperti
minyak bumi, gas bumi, batubara, uranium, dan sebagainya serta energi yang dapat
diperbarui (renewable energy) seperti panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga
angin dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan nilai komersial, maka sumber energi
terdiri atas energi komersial, non komersial dan energi baru. Energi komersial
adalah energi yang sudah dapat dipakai dan dapat diperdagangkan dalam skala
ekonomis, sementara energi non komersial adalah energi yang sudah dipakai dan
dapat diperdagangkan tetapi tidak dalam skala ekonomisnya. Energi baru adalah
energi yang sudah dipakai tetapi sangat terbatas dan sedang dalam tahap
pengembangan (pilot project). Energi ini belum dapat diperdagangkan karena
belum mencapai skala ekonomis.
Dalam pandangan teori pertumbuhan neoklasik misalnya, sebagian besar
studi mengeksplorasi kemungkinan adanya substitusi atau komplementer antara
energi dan faktor input lainnya serta interaksinya dalam memengaruhi
produktivitas. Menurut pandangan neoklasik ini, kontribusi energi terhadap
perekonomian relatif dilihat dari biaya produksinya. Di lain pihak, pandangan para
ahli ekonomi ekologi, energi merupakan kebutuhan mendasar bagi produksi.
Dengan menerapkan hukum termodinamika, perekonomian dipandang sebagai
subsistem yang terbuka dari ekosistem global. Teori neoklasik dipandang under
estimate terhadap peranan energi dalam aktivitas ekonomi.
Dalam pendekatan mainstream ilmu ekonomi neoklasik, kuantitas
ketersediaan energi terhadap ekonomi pada berbagai tahun diperlakukan sebagai
endogenous, melalui pembatasan dengan batasan biofisik seperti tekanan pada
penyimpanan minyak dan keterbatasan ekonomi seperti jumlah ekstraksi terpasang,
penyulingan, dan kapasitas pembangkit, serta kemungkinan percepatan dan
efisiensi dalam proses ini dapat diproses. Namun demikian, pendekatan analisis ini
kurang digunakan untuk menganalisis peranan energi sebagai pengendali
pertumbuhan produksi dan ekonomi (Stern 2003).
Para ekonom ekologi berargumen bahwa penggunaan energi untuk
menghasilkan input-input antara seperti bahan bakar meningkat ketika kualitas
sumber daya seperti penyimpanan minyak menurun. Oleh karenanya biaya energi
meningkat sebagai representasi dari peningkatan kelangkaan dalam nilai
penggunaannya (Cleveland dan Stern 1993).
Jika perekonomian dapat direpresentasikan sebagai model input-output
dimana tidak ada substitusi antara faktor produksi, faktor pengetahuan dalam faktor
produksi dapat diabaikan. Ini tidak berarti bahwa penggunaan energi dan ilmu
pengetahuan dalam mendapatkan dan memanfaatkannya harus diabaikan.
Perhitungan akurat untuk seluruh penggunaan energi dalam mendukung produksi
final adalah penting. Kontribusi pengetahuan terhadap produksi tidak dapat
12
Minyak Bumi
Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi
berbentuk cair yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai
bahan bakar (DESDM 2009). Minyak bumi secara kimiawi terdiri dari senyawa
kompleks dengan unsur utama atom Hidrogen (H) dan Carbon (C), sehingga
disebut juga senyawa hidrokarbon (CxHy). Berat jenis minyak dinyatakan dalam
satuan derajat °API. Semakin besar °API maka minyak akan semakin ringan. Dari
nilai °API akan diketahui kategorinya, yaitu minyak ringan, minyak berat atau
kondensat (gas).
Minyak bumi berasal dari organisme tumbuhan dan hewan berukuran
sangat kecil (plankton) yang mati dan terkubur di lautan purba jutaan tahun lalu.
Kemudian, tertimbun pasir dan lumpur di dasar laut sehingga membentuk lapisan
13
yang kaya zat organik dan akhirnya membentuk batuan endapan (sedimentary rock).
Proses ini akan terus berulang, satu lapisan akan menutupi lapisan sebelumnya
selama jutaan tahun. Endapan plankton tersebut menjadi zat organik yang kaya
akan hidrokarbon (migas) karena tekanan dan temperatur yang tinggi.
Untuk mengambil minyak bumi dari dalam bumi perlu melakukan
pengeboran. Setelah pengeboran sumur eksplorasi menemukan minyak bumi, maka
selanjutnya dibuat sumur di beberapa tempat di sekitarnya untuk memastikan
apakah minyak bumi yang ada ekonomis untuk dikembangkan. Jika
menguntungkan untuk dikembangkan maka dibor sumur pengembangan
(development well) untuk mengambil minyak bumi sebanyak mungkin.
Minyak mentah merupakan campuran yang tersusun dari berbagai senyawa
hidrokarbon. Di dalam kilang minyak, minyak mentah akan mengalami sejumlah
proses yang akan memisahkan komponen hidrokarbon dan mengubah struktur dan
komposisinya sehingga diperoleh produk yang bermanfaat untuk bahan bakar
minyak, bahan baku industri dan macam-macam produk lainnya. Kilang minyak
merupakan fasilitas industri dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas
pendukungnya.
Tahapan paling umum untuk memisahkan minyak bumi menjadi
bermacam-macam komponen (fraksi) dilakukan dengan pemanasan dalam tangki
tinggi bertingkat, lalu di setiap tingkat “uap” minyak itu mengembun dan menjadi
“produk minyak” sesuai dengan tingkatannya. Pemisahan ini didasarkan pada
perbedaan titik didih masing-masing komponen. Setelah keluar minyak dari
masing-masing tingkatan, proses selanjutnya adalah mencampur dengan bahan
aditif sesuai dengan yang diinginkan.
Minyak mentah dapat digunakan sebagai bahan bakar setelah melalui proses
penyulingan dan pengolahan yang disebut refinery, yaitu proses rekayasa kimia
yang sangat kompleks. Proses dasar pengilangan minyak adalah distilasi
(penyulingan) dan cracking (pemecahan). Produk-produk yang dapat dihasilkan
dari kilang minyak bumi antara lain:
Petroleum Gas (LPG), digunakan untuk pemanasan dan memasak,
Naphtha, sebagai bahan intermedit lanjut untuk pembuatan bensin,
Bensin (gasoline), digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Nilai
mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Octane
Number). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi 3
jenis yaitu:
- Premium (RON 88): Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat
berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat
pewarna tambahan (dye). Bahan bakar ini sering juga disebut motor
gasoline atau petrol.
- Pertamax (RON 92): ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan
penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded).
- Pertamax Plus (RON 95): Jenis BBM ini telah memenuhi standar
performance International World Wide Fuel Charter (WWFC). Ditujukan
untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan
penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan.
Avgas, digunakan untuk bahan bakar pesawat terbang mesin propeler,
14
Sistem Dinamik
4. Simulasi model
5. Analisis kebijakan
6. Implementasi kebijakan
Dalam konteks sistem dinamik terdapat tiga komponen utama, yaitu:
1. Pengambilan keputusan, adalah suatu usaha untuk menyelesaikan masalah dan
melakukan sesuatu.
2. Analisis sistem umpan balik, berhubungan dengan penggunaan informasi
secara tepat untuk mengambil keputusan tersebut.
3. Simulasi, memberikan representasi kepada para pengambil keputusan terhadap
hasil dari keputusan di masa mendatang.
Model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan secara numerik
dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus untuk sistem dinamik
telah banyak tersedia seperti Dynamo, Simile, Powersim, Vensim, I-think dan lain-
lain. Pemilihan Vensim sebagai software untuk simulasi model adalah karena
kemudahan dan ketersediaan pada saat penelitian. Pemodelan dinamik terdiri dari
variabel-variabel yang saling berhubungan. Dengan software tersebut model dibuat
secara grafis dengan simbol-simbol atas variabel dan hubungannya yang meliputi
dua hal yaitu struktur dan perilaku. Struktur merupakan suatu unsur pembentuk
fenomena.
Validasi adalah sebuah proses menentukan apakah model konseptual
merefleksikan sistem nyata dengan tepat atau tidak. Validasi adalah penentuan
apakah model konseptual simulasi adalah representasi akurat dari sistem nyata yang
dimodelkan. Pengujian terhadap model sistem dinamik secara umum dapat dibagi
menjadi 3 kategori:
Validasi struktur, yaitu pengujian relasi antarvariabel yang ada di dalam model,
dan disesuaikan dengan keadaan pada sistem yang sebenarnya.
Validasi perilaku, yaitu pengujian terhadap kecukupan struktur model dengan
melakukan penilaian terhadap perilaku yang dihasilkan model.
Validasi implikasi kebijakan, yaitu pengujian terhadap perilaku model terhadap
berbagai rekomendasi kebijakan.
Simulasi adalah aktivitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem
dengan mempelajari perilaku model dalam beberapa hal yang memiliki kesamaan
dengan sistem sebenarnya (Gotfried 1984 dalam Nuroniah 2003). Simulasi adalah
peniruan perilaku suatu gejala atau proses yang bertujuan untuk memahami gejala
atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses
tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan dengan tahapan yaitu penyusunan
konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi.
Menurut Hartrisari (2007), simulasi yang menggunakan model dinamik
dapat memberikan penjelasan tentang proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi
hasil dari berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi model tersebut diperoleh
solusi untuk menunjang pengambilan keputusan sehingga simulasi model dinamik
ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pendugaan.
Keuntungan penggunaan simulasi antara lain dapat memberikan jawaban
apabila model analitik yang digunakan tidak memberikan solusi optimal. Model
16
disimulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi yang
lebih sedikit (Siagan 1987 dalam Nuroniah 2003).
Kebijakan Energi
terbarukan surya, PLT tenaga laut dan arah kebijakan energi terbarukan nuklir.
Secara rinci pokok-pokok Kebijakan Energi Minyak dan Gas Bumi (KESDM
2010a) yaitu:
1. Perlu sistem fiskal untuk minyak, gas bumi dan CBM (coal bed methane) yang
lebih menjamin keuntungan atau mengurangi risiko kontraktor dengan
memberikan bagian pemerintah atau GT (government take) yang kecil untuk
R/C (revenue/cost) yang kecil dan GT yang besar untuk R/C yang besar.
2. Perlu segera membangun infrastruktur gas termasuk LNG (liquefied natural
gas) receiving terminal, pipa transportasi, SPBG (stasiun pengisi bahan bakar
gas), infrastruktur gas kota, dan lain-lain. Perlu harga gas dosmetik yang
menarik.
3. Perlu peningkatan kualitas informasi untuk wilayah kerja yang ditawarkan
melalui perbaikan ketersediaan data antara lain data geofisika dan geologi.
4. Perlu peningkatan kemampuan nasional migas dengan keberpihakan
pemerintah misalnya untuk kontrak-kontrak migas yang sudah habis maka
pengelolaannya diutamakan untuk perusahaan nasional dengan
mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan.
5. Perlu mendorong perbankan nasional untuk memberikan pinjaman guna
membiayai kegiatan produksi energi nasional.
6. Dana depletion premium dari energi tak terbarukan sangat diperlukan guna
meningkatkan kualitas informasi untuk penawaran konsesi-konsesi migas baru,
peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan penelitian, infrastruktur
pendukung migas, serta untuk pengembangan energi nonmigas dan energi di
pedesaan.
7. Perlu dikaji segera kemungkinan impor gas (LNG), karena lebih baik/murah
mengimpor gas daripada mengimpor minyak dan BBM. Di sektor rumah tangga,
pemakaian LPG lebih murah dari pemakaian minyak tanah. Di sektor
transportasi, penggunaan BBG lebih murah dan lebih bersih daripada BBM.
8. Perlu diperbaiki sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan di lingkungan
ESDM di samping koordinasi antarinstitusi untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan fiskal, perizinan, tanah, tumpang tindih lahan, lingkungan,
permasalahan desentralisasi dan lain-lain.
Dalam Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a),
kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020
khususnya sektor ESDM mencakup sebagai berikut:
1. Mengutamakan penyediaan energi dari sumber daya energi yang lebih
berkelanjutan;
2. Menyelaraskan pengelolaan energi nasional dengan arah pembangunan
nasional berkelanjutan, pelestarian sumber daya alam, konservasi sumber daya
energi dan pengendalian pencemaran lingkungan;
3. Melaksanakan kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi dengan kewajiban
memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup dan wajib mengutamakan teknologi yang ramah
lingkungan;
4. Kegiatan pengelolaan energi termasuk dan tidak terbatas pada kegiatan
eksplorasi, produksi, transportasi, transmisi, dan pemanfaatan energi wajib
memperhatikan faktor-faktor kesehatan, keselamatan kerja, dan dampak sosial
dengan tetap mempertahankan fungsi lingkungan hidup;
18
3 METODE ANALISIS
Kerangka Pemikiran
hal ini dikarenakan konsumsi BBM yang meningkat, sehingga harga ditahan agar
konsumsi tidak berlebihan. Pertimbangan lainnya terkait dengan anggaran
pemerintah yang defisit, dengan tidak menurunkan harga BBM, maka subsidi untuk
BBM akan menurun sehingga akan mengurangi beban anggaran pemerintah.
Kontinuitas penggunaan BBM memunculkan paling sedikit dua ancaman
serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan BBM untuk beberapa
dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya (2) polusi akibat emisi
pembakaran BBM ke lingkungan. BBM merupakan sumber energi yang tidak
terbarukan dimana keberadaannya lambat laun akan habis atau menimbulkan
masalah kelangkaan yang tentunya akan berdampak negatif terhadap kehidupan
manusia. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini atau paling
tidak menunda terjadinya kelangkaan, salah satunya adalah dengan menggunakan
atau memanfaatkan BBM secara efisien.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa penyediaan BBM sangat penting bagi
keberlanjutan ketahanan energi nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan
(konsumsi) BBM yang semakin meningkat. Selanjutnya akan coba dibangun suatu
model ekonometrika untuk penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia. Model
tersebut untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penyediaan
dan konsumsi BBM di Indonesia. Selain itu, penelitian ini melakukan peramalan
terhadap penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia serta emisi CO 2 dengan
menggunakan simulasi dinamik, untuk mengetahui perkiraan penyediaan dan
konsumsi BBM serta emisi CO2 di Indonesia di masa yang akan datang.
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam Gambar 5 di atas
sangat menarik untuk melakukan studi”Analisis Penyediaan dan Konsumsi BBM
Indonesia”. Data utama yang digunakan merupakan data BBM Indonesia yang
bersumber dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Lebih lanjut dari
gambar kerangka pemikiran di atas dapat dinyatakan bahwa di samping dilakukan
pendugaan terhadap koefisien pendugaan berdasarkan data historis juga dilakukan
peramalan melalui simulasi dinamik. Peramalan dilakukan sampai tahun 2025
dengan pertimbangan bahwa pada tahun tersebut sesuai dengan rancangan
kebijakan energi nasional yang berlaku pada tahun 2025.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data deret waktu pada
periode 2000-2014. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan
data-data dari sumber lain yang mendukung penelitian ini.
Pendekatan Penelitian
penjelasan serta interpretasi atas informasi dan data hasil penelitian. Tujuan
penelitian kedua yaitu faktor-faktor yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi
BBM Indonesia dianalisis menggunakan persamaan simultan. Untuk tujuan ketiga
yaitu peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan
menggunakan simulasi dinamik. Simulasi dinamik juga digunakan untuk tujuan
penelitian keempat yaitu menganalisis peramalan emisi CO 2 yang dihasilkan dari
konsumsi BBM. Sedangkan untuk tujuan terakhir yaitu merumuskan kebijakan
BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis deskriptif.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Office
Excel, Eviews dan Vensim.
Pengeluaran Pemerintah
Konsumsi Avgas
Penyediaan BBM
Penyediaan BBM merupakan produksi BBM domestik ditambah impor
BBM dikurangi ekspor BBM. Rumus untuk penyediaan BBM sebagai berikut:
SBBMt = YBBMDt +IBBMt – XBBMt……………………………………..…....(7)
dimana:
SBBMt = Penyediaan BBM (ribu barel)
XBBMt = Ekspor BBM (ribu barel)
Persamaan Harga BBM
Harga Minyak Mentah Domestik
Harga minyak mentah domestik dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM,
penyediaan BBM, pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak
mentah dunia, dan lag harga minyak mentah domestik. Persamaan harga minyak
mentah domestik dapat dirumuskan:
RPCRDt = e0+ e1CBBMt+ e2SBBMt + e3GSBBMt+ e4POILWt + e5RPCRDt-1 + U5
………………………………………………………………..…...…..(8)
dimana:
RPCRDt = Harga minyak mentah domestik (Rupiah per barel)
GSBBMt = Pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM (Rupiah triliun)
RPCRDt-1 = Lag harga minyak mentah domestik (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
e1, e4 > 0; e2, e3 < 0, dan 0 < e5 <1
Harga BBM
Harga BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, penyediaan BBM,
pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia, dan lag
harga BBM. Persamaan harga BBM dapat dirumuskan:
RPBBMt = f0+ f1CBBMt+ f2SBBMt + f3GSBBMt+ f4POILWt + f5RPBBMt-1 + U6
……………………………………..……………………………...…..(9)
dimana:
RPBBMt = Harga BBM (Rupiah per barel)
RPBBMt-1 = Lag harga BBM (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
f1, f4 > 0; f2, f3 < 0, dan 0 < f5 <1
Harga Avgas
Harga Avgas dipengaruhi oleh konsumsi avgas, penyediaan BBM,
pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia dan lag
harga Avgas. Persamaan harga Avgas dapat dirumuskan:
26
statistik, akan dilihat besarnya nilai koefisien determinasi (R2), nilai uji-f dan uji-t.
Pada kriteria ekonometrik yang digunakan ialah dengan melihat adanya
autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berikut serangkaian evaluasi model yang
dilakukan:
a) Kesesuaian Model
Kesesuaian model (Goodness of Fit) dihitung dengan nilai koefisien
determinasi R2. Koefisien determinasi R2 bertujuan untuk mengukur keragaman
variabel dependen yang dapat diterapkan oleh variabel independen. R2 menunjukan
besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen.
Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Juanda 2009):
jumlah kuadrat regresi jumlah kuadrat galat
R2 = =1-
jumlah kuadrat total jumlah kuadrat total
Selang R2 yang digunakan adalah 0 < R2 < 1. R2 = 1 berarti semua variasi
respon dari variabel dapat dijelaskan dengan fungsi regresi, sedangkan R 2 = 0
berarti tidak satupun variasi pada variabel dapat dijelaskan oleh fungsi regresi.
Dalam kenyataannya nilai R2 berada dalam selang 0 sampai 1 dengan interpretasi
relatif terhadap ekstrim 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi semakin mendekati 1,
maka model tersebut semakin baik.
b) Uji Autokorelasi dan Heteroskedastisitas
Persamaan dalam penelitian ini menggunakan data time-series yang
mengandung lagged endogenous variable. Pada jenis data seperti ini sering
ditemukan masalah autokorelasi, dimana terjadi hubungan error-term antardua
pengamatan. Dalam Koutsoyiannis (1977), adanya autokorelasi dapat
menyebabkan terjadinya:
Varians yang diperoleh dari pendugaan lebih kecil daripada nilai varians yang
sesungguhnya.
Hasil dugaan dengan metode 2SLS bersifat inefisien, artinya variansnya lebih
besar dibandingkan dengan metode ekonometrik lainnya.
Selanjutnya karena model mengandung persamaan simultan dan peubah
bedakala (lag endogenous variable), maka uji serial korelasi dengan menggunakan
statistik dw (Durbin-Waston Statistics) tidak valid untuk digunakan. Sebagai
penggantinya, dalam penelitian ini untuk menguji autokorelasi digunakan Breusch-
Godfrey Serial Correlatation LM Test. Jika nilai probability Breusch-Godfrey
Serial Correlatation LM Test lebih besar dari taraf α yang digunakan, maka dapat
disimpulkan dalam persamaan tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi.
Sedangkan untuk masalah heteroskedastisitas, dalam penelitian ini
menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey Test. Dimana jika nilai probability
Breusch-Pagan-Godfrey Test lebih besar dari taraf α yang digunakan, maka
disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
c) Uji F
Untuk menguji apakah peubah-peubah penjelas secara bersama-sama
berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing
persamaan digunakan uji statistik F. Hipotesis yang diuji dari persamaan di atas
adalah variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.
32
Hipotesis ini disebut hipotesisis nol. Mekanisme uji statistik F sebagai berikut
(Juanda 2009):
H0 : a1 = a2 = ... = ai = 0 atau variasi peubahan nilai variabel independen tidak dapat
menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen.
H1 : minimal ada satu nilai parameter dugaan (ai) yang tidak sama dengan nol atau
variasi perubahan nilai variabel independen dapat menjelaskan variasi
perubahan nilai variabel dependen.
Untuk i = 1, 2, 3...., k
a = dugaan parameter
Statistik uji yang digunakan dalam uji-F:
SSR⁄
(k-1)
F hitung =
SSE⁄
(n-k)
Dengan derajat bebas = (k – 1), (n – k)
dimana:
SSR = jumlah kuadrat regresi
SSE = jumlah kuadrat sisa
k = jumlah parameter
n = jumlah pengamatan
Kemudian dilakukan pengujian dimana F-hitung dari hasil analisis
dibandingkan dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka tolak H0 berarti ada
minimal satu parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap
keragaman variabel endogen. Sedangkan jika F-hitung < F-tabel maka terima H0
yang berarti secara bersama-sama variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan
secara nyata keragaman dari varibel endogen.
d) Uji t
Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara
individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-
masing persamaan digunakan uji statistik t. Uji parsial (uji-t) bertujuan untuk
mengetahui apakah variabel eksogen yang terdapat dalam model secara individu
berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Mekanisme uji staristik t adalah
seperti berikut (Juanda 2009):
Hipotesis:
H0 = Perubahan satu variabel eksogen secara individu tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan variabel endogen.
H1 = Perubahan satu variabel eksogen secara individu berpengaruh nyata terhadap
perubahan variabel endogen.
α
ttabel = t ( ) , (n - k - 1)
2
Statistik uji yang digunakan dalam uji t:
bi
thitung =
S(bi )
33
dimana :
bi = koefisien parameter dugaan
S (bi) = standar deviasi parameter dugaan
Kriteria uji:
t hitung < t tabel ; maka terima H0
t hitung > t tabel ; maka tolak H0
Semakin banyak H0 yang ditolak maka suatu model akan semakin baik untuk
dijadikan model pendugaan persamaan simultan.
e) Pengukuran Elastisitas
Pengukuran elastisitas dilakukan untuk melihat seberapa besar derajat
kepekaan variabel endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan yang terjadi
pada variabel eksogen yang memengaruhinya. Nilai elastisitas diperoleh dari
perhitungan sebagai berikut:
̅̅̅i)
ai (X
̅̅̅̅̅
Esr (Y ̅̅̅
t , Xi ) =
(Y̅̅̅t )
dimana:
̅̅̅̅̅
Esr (Y ̅̅̅
t , Xi ) = Elastisitas variabel Yt terhadap variabel Xt
ai = Parameter dugaan variabel eksogen Xi
̅̅̅
Xi = Rata-rata variabel eksogen Xi dalam periode pengamatan
̅̅̅
Yt = Rata-rata variabel endogen Yt dalam periode pengamatan
Kriteria uji:
Jika nilai elastisitas lebih dari satu (E > 1), dikatakan elastis (responsif) karena
perubahan satu persen variabel eksogen mengakibatkan perubahan variabel
endogen lebih dari satu persen.
Jika nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1), dikatakan inelastis (tidak
responsif), karena perubahan satu persen variabel eksogen akan mengakibatkan
perubahan variabel endogen kurang dari satu persen.
Jika nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0), dikatakan inelatis sempurna.
Jika nilai elastisitasnya tak hingga (E = ∞), dikatakan elastis sempurna.
Jika nilai elastisitasnya sama dengan satu (E = 1), dikatakan unitary elastis.
f) Validasi Model
Untuk mengetahui apakah model yang diduga dapat merefleksikan dengan
baik realitas dan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk memenuhi tujuan
aplikasi model dan peramalan atau proyeksi maka sebelum diaplikasi model
terlebih dahulu divalidasi. Kriteria statistik yang sering digunakan untuk validasi
nilai pendugaan model ekonometrika adalah Root Mean Square Percent Error
(RMSPE) dan Theil’s Coefficient (U) (Pyndick dan Rubinfeld 1998) adalah sebagai
berikut:
34
T 0.5
2
1 (Yet -Yat )
RMSPE = [ ∑ ]
T (Yat )
t=1
1 0.5
2
[ ∑Tt=1 (Yet -Yat ) ]
T
U= 0.5
1 2 1 2 0.5
[ ∑Tt=1 (Yet ) ] + [T ∑Tt=1 (Yat ) ]
T
dimana:
RMSPE = Akar tengah kuadrat persen galat
U = Koefisien ketidaksamaan Theil
Yet = Nilai dugaan model
Yat = Nilai pengamatan contoh
T = Jumlah pengamatan dalam simulasi
Statistik RMSPE digunakan untuk mengetahui seberapa jauh nilai-nilai
peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam
ukuran relatif (persen), atau seberapa dapat nilai-nilai dugaan itu mengikuti
perkembangan nilai aktualnya. Sementara statistik U juga untuk mengukur
besarnya penyimpangan nilai-nilai dugaan tersebut yang bermanfaat untuk
mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien
ketidaksamaan Theil (U) berkisar antara 0 dan 1. Jika U = 0, maka pendugaan
model adalah sempurna, dan jika U = 1 maka pendugaan model adalah naif. Pada
dasarnya semakin kecil nilai RMSPE dan U semakin baik pendugaan model.
Definisi Operasional Variabel
1) Data time series adalah data yang dikumpulkan dari beberapa tahapan waktu
secara kronologis pada serangkaian variabel yang diamati pada interval waktu
tertentu, misalnya mingguan, bulanan, dan tahunan.
2) Minyak bumi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya alam
yang berasal dari dalam bumi berbentuk cair yang secara kimiawi terdiri dari
senyawa kompleks dengan unsur utama atom Hidrogen (H) dan Carbon (C)
dapat digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai bahan bakar.
3) BBM adalah keseluruhan produk yang dihasilkan dari kilang minyak bumi,
antara lain avgas, avtur, bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene), minyak
solar (Automotive Diesel Oil), minyak diesel dan minyak bakar.
4) Avgas adalah BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi.
Avgas didesain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin sistem
pembakaran dalam (internal combution), mesin piston dengan sistem pengapian.
Performa BBM ini ditentukan dengan nilai octane number antara nilai dibawah
100 dan juga diatas nilai 100. Nilai octane jenis avgas yang beredar di Indonesia
memiliki nilai 100/130.
5) Avtur merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi.
Avtur didesain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin turbin
(external combustion). Performa atau nilai mutu jenis bahan bakar avtur
35
16) Impor minyak mentah merupakan pembelian minyak mentah dari luar negeri
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang selanjutnya diproses dalam
kilang minyak Indonesia.
17) Konsumsi akhir BBM adalah konsumsi BBM total yang terdiri dari semua jenis
bahan bakar yang dihasilkan dari kilang minyak.
18) Produksi minyak mentah domestik adalah total produksi minyak mentah dari
sumur minyak yang ada di Indonesia.
19) Nilai tukar Rupiah terhadap USD adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai
nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari,
antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah, yaitu Rupiah
(Indonesia) dan USD (Amerika Serikat).
20) Impor BBM merupakan pembelian BBM dari luar negeri untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
21) Jumlah transportasi darat merupakan jumlah keseluruhan transportasi yang
menggunakan jalan untuk mengangkut penumpang atau barang.
22) Penyediaan BBM merupakan produksi BBM domestik ditambah impor BBM
dikurangi ekspor BBM.
23) Harga minyak bumi adalah harga minyak bumi yang berlaku di Indonesia,
dihitung berdasarkan rata-rata setiap tahunnya. Harga minyak bumi dalam
penelitian ini meliputi harga minyak mentah domestik, harga BBM, harga avgas,
harga avtur, harga bensin (gasoline), harga minyak tanah (kerosene), harga
minyak solar (automotive diesel oil).
24) Konsumsi minyak bumi adalah konsumsi BBM yang terdiri dari semua jenis
bahan bakar yang dihasilkan dari kilang minyak. Konsumsi minyak bumi dalam
penelitian ini meliputi konsumsi minyak mentah domestik, konsumsi BBM,
konsumsi avgas, konsumsi avtur, konsumsi bensin (gasoline), konsumsi
minyak tanah (kerosene), konsumsi minyak solar (Automotive Diesel Oil).
25) Pengeluaran pemerintah merupakan belanja pemerintah dalam APBN untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang meliputi pengeluaran pemerintah untuk
subsidi BBM, pengeluaran pemerintah untuk subsidi non BBM dan pengeluaran
pemerintah selain subsidi (non subsidi).
26) Penerimaan pemerintah adalah pendapatan pemerintah, baik yang berasal dari
pajak maupun non pajak.
27) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(MAPE). Uji MAPE adalah salah satu ukuran relatif yang menyangkut kesalahan
persentase. Uji ini dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data hasil
simulasi dengan data aktual. Rumus MAPE sebagai berikut:
1 |Xm -Xd |
MAPE = *100%
n Xd
Keterangan:
Xm = data hasil simulasi
Xd = data aktual
n = periode/banyaknya data
Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lomauro dan Bakshi 1985 di
dalam Somantri et al. 2005) adalah:
MAPE < 5% : sangat tepat
5% < MAPE < 10% : tepat
MAPE > 10% : tidak tepat
25.00
20.00
Miliar barel
15.00
10.00
5.00
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun
Produksi minyak mentah Indonesia mengalami tren penurunan dari tahun 2000
sampai tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Dengan penurunan produksi
minyak mentah Indonesia maka berdampak pada penurunan ekspor minyak mentah
Indonesia. Selain itu, penurunan produksi minyak mentah Indonesia akan
berdampak terhadap kebutuhan BBM domestik yang semakin meningkat. Impor
minyak mentah mengalami tren peningkatan yang berfluktuatif. Peningkatan impor
tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produksi minyak Indonesia
menurun disebabkan kapasitas pengkilangan yang tidak dapat menampung
kebutuhan minyak domestik dan berusia sudah tua (lebih dari 30 tahun), sehingga
membutuhkan investasi yang cukup besar untuk menahan laju penurunan
alamiahnya. Sementara upaya untuk menyangga produksi melalui produksi
lapangan baru sangat tergantung kepada kinerja kontraktor kontrak kerjasama
(KKKS), karena dalam industri perminyakan membutuhkan modal sangat besar dan
teknologi yang tinggi.
600,000
500,000
400,000
Ribu barel
300,000
200,000
100,000
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun
BBM sebesar 1.76% per tahun dengan rata-rata konsumsi tiap tahunnya sebanyak
345.14 juta barel (Tabel 3). Secara keseluruhan selama kurun waktu 15 tahun ini
konsumsi BBM rata-rata per tahun lebih tinggi dibandingkan produksi minyak
bumi rata-rata per tahun, karena itu produksi minyak bumi domestik belum
menutupi konsumsi BBM domestik, sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut
pemerintah mengimpor minyak bumi dan BBM dari luar negeri.
Tabel 3 Perkembangan produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia
Produksi Konsumsi Selisih Produksi
Tahun Pert. (%) Pert. (%)
(Ribu Barel) (Ribu Barel) dan Konsumsi
2000 517 489 - 315 272 - 37 608
2001 489 306 -5.45 328 203 4.10 28 514
2002 456 026 -6.80 325 202 -0.91 16 296
2003 419 255 -8.06 321 384 -1.17 30 155
2004 400 554 -4.46 354 317 10.25 -1 751
2005 386 483 -3.51 338 375 -4.50 830
2006 367 049 -5.03 311 913 -7.82 25 548
2007 348 348 -5.09 314 248 0.75 19 292
2008 357 501 2.63 320 987 2.14 24 972
2009 346 313 -3.13 335 271 4.45 9 560
2010 344 888 -0.41 363 130 8.31 -41 552
2011 329 265 -4.53 363 827 0.19 -22 443
2012 314 666 -4.43 391 531 7.61 -39 268
2013 300 830 -4.40 397 223 1.45 -72 428
2014 287 902 -4.30 396 214 -0.25 -53 637
Total 5 665 875 -56.98 5 177,097 24.60 -38 304
Rata-rata 377 725 -4.07 345 139.80 1.76 -2 553.60
Sumber: KESDM 2015b, diolah
Bahan bakar minyak merupakan energi yang paling dominan dan paling
besar dikonsumsi masyarakat dibandingkan energi lainnya. Besarnya konsumsi
BBM memerlukan penyediaan BBM yang besar pula agar kebutuhuan masyarakat
terpenuhi. Gambar 9 menunjukkan produksi BBM mengalami tren yang menurun.
Dalam rentang tahun 2000-2014 produksi BBM menurun sebesar 0.80 persen dari
276.72 juta barel menjadi 245.51 juta barel (KESDM 2015b). Penurunan produksi
BBM disebabkan oleh produksi minyak mentah yang menurun, karena minyak
mentah adalah bahan baku untuk menghasilkan BBM.
42
450,000
400,000
350,000
300,000
Ribu barel
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
20,000
15,000
10,000
5,000
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun
minyak bakar (fuel oil), bensin, minyak tanah (karosene), dan minyak solar
(Automotive Diesel Oil/ADO) (KESDM 2015b).
80,000
70,000
60,000
Ribu barel
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Tahun
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
450,000
400,000
350,000
300,000
Ribi barel
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
mentah akan meningkat, ceteris paribus. Nilai tukar rupiah terhadap USD
berpengaruh positif terhadap impor minyak mentah pada taraf nyata 15%. Dengan
demikian apabila nilai tukar rupiah terhadap USD meningkat maka impor minyak
mentah akan meningkat, ceteris paribus.
Tabel 6 Hasil dugaan parameter impor minyak mentah
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 126943.4 0.943715 0.3729 Intersep
CBBM 0.087832 0.477811 0.6456 Konsumsi BBM
PCRD -0.222580 -1.244959 0.2484 Prod. minyak mentah
domestik
POILW -1006.891 -2.916105 0.0194*** -0.55755 Harga minyak dunia
EXCHR 6.379853 1.701132 0.1273* 0.53801 Nilai tukar Rp thd US$
IMCR_1 0.416872 2.284516 0.0517** 0.38783 Lag IMCR
R-sq 0.749650
Adj R-sq 0.593181
F-stat 4.791047
P (F-Stat) 0.025374
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%; ** = Nyata pada taraf 10%; * = Nyata pada
taraf 15%
Nilai elastisitas harga minyak dunia terhadap impor minyak mentah sebesar
-0.55755, berarti impor minyak mentah tidak responsif terhadap harga minyak
dunia. Apabila harga minyak dunia meningkat 1% maka impor minyak mentah
hanya akan menurun 0.55755%, ceteris paribus. Nilai elastisitas nilai tukar rupiah
terhadap USD terhadap impor minyak mentah sebesar 0.53801, berarti impor
minyak mentah tidak responsif terhadap nilai tukar rupiah terhadap USD. Apabila
nilai tukar rupiah terhadap USD meningkat 1% maka impor minyak mentah hanya
akan meningkat 0.53801%, ceteris paribus. Nilai elastisitas lag impor minyak
mentah terhadap impor minyak mentah sebesar 0.38783, berarti impor minyak
mentah tidak responsif terhadap lag impor minyak mentah. Apabila lag impor
minyak mentah meningkat 1% maka impor minyak mentah hanya akan meningkat
0.38783%, ceteris paribus.
o Impor BBM
Selain mengandalkan impor minyak mentah, impor BBM juga dibutuhkan
dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM domestik. Hasil pendugaan parameter
dan elastisitas impor BBM (IBBM) disajikan pada Tabel 7. Dari Tabel 7 dapat
diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen
sesuai dengan yang diharapkan.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa peubah konsumsi BBM dan impor BBM
tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap impor minyak mentah dan berbeda
nyata pada taraf nyata 15%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa apabila
konsumsi BBM dan impor minyak mentah tahun sebelumnya cenderung meningkat
maka impor minyak mentah akan meningkat, ceteris paribus.
50
harga minyak mentah domestik tidak responsif terhadap harga minyak dunia.
Apabila harga minyak dunia meningkat 1% maka harga minyak mentah domestik
hanya akan meningkat 0.83349%, ceteris paribus. Nilai elastisitas harga minyak
mentah domestik tahun sebelumnya terhadap harga minyak mentah domestik tahun
berjalan sebesar 0.11514, berarti harga minyak mentah domestik tidak responsif
terhadap harga minyak dunia. Apabila harga minyak dunia meningkat 1% maka
harga minyak mentah domestik hanya akan meningkat 0.11514%, ceteris paribus.
Tabel 8 Hasil dugaan parameter harga minyak mentah domestik
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 65586.82 0.194258 0.8508 Intersep
CBBM 0.094689 0.094457 0.9271 Konsumsi BBM
SBBM -0.751380 -0.696427 0.5059 Penyediaan BBM
GSBBM 1958.264 3.616718 0.0068** 0.31261 Subsidi BBM
POILW 8586.004 7.433447 0.0001*** 0.83349 Harga minyak dunia
RPCRD_1 0.130874 1.881034 0.0968** 0.11514 Lag RPCRD
R-sq 0.989411
Adj R-sq 0.982793
F-stat 149.5019
P (F-stat) 0.000000
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%; ** = Nyata pada taraf 10%
o Harga BBM
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga BBM (RPBBM) disajikan
pada Tabel 9. Dari Tabel 9 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda
parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda
parameter dugaan peubah konsumsi BBM dan subsidi BBM tidak sesuai yang
diharapkan.
Tabel 9 Hasil dugaan parameter harga BBM
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 937238.7 1.715130 0.1247 Intersep
CBBM -2.601710 -1.700056 0.1275* -1.28480 Konsumsi BBM
SBBM -0.428720 -0.256637 0.8039 Penyediaan BBM
GSBBM 247.3760 0.258027 0.8029 Subsidi BBM
POILW 11033.31 4.602155 0.0018*** 1.02047 Harga minyak dunia
RPBBM_1 0.144988 1.157946 0.2803 Lag RPBBM
R-sq 0.963213
Adj R-sq 0.940221
F-stat 41.89327
P (F-Stat) 0.000016
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%; * =Nyata pada taraf 15%
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
BBM, peubah konsumsi BBM dan harga minyak dunia yang berpengaruh nyata.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa apabila harga BBM meningkat maka
52
harga BBM akan menurun dan harga minyak dunia meningkat maka harga BBM
akan meningkat, ceteris paribus. Sementara itu, penyediaan BBM, subsidi BBM
dan peubah bedakala harga BBM tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap
harga BBM.
Nilai elastisitas konsumsi BBM terhadap harga BBM sebesar -1.28480,
berarti harga BBM responsif terhadap penyediaan BBM. Apabila penyediaan BBM
meningkat 1% maka harga BBM akan menurun 1.28480%, ceteris paribus. Nilai
elastisitas harga minyak dunia terhadap harga BBM sebesar 1.02047, berarti harga
BBM responsif terhadap harga minyak dunia. Apabila harga minyak dunia
meningkat 1% maka harga BBM akan meningkat 1.02047%, ceteris paribus.
o Harga Avgas
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga avgas (RPAVG) disajikan
pada Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda
parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda
parameter dugaan peubah konsumsi avgas dan subsidi BBM tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
Tabel 10 Hasil dugaan parameter harga Avgas
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 2334053 1.084229 0.3099 Intersep
CAVG -44874.20 -1.054333 0.3225 Konsumsi avgas
SBBM -5.453508 -0.790034 0.4523 Penyediaan BBM
GSBBM 1171.132 0.348333 0.7366 Subsidi BBM
POILW 36838.47 4.269971 0.0027*** 0.90643 Harga minyak dunia
RPAVG_1 0.217281 1.271477 0.2393 Lag RPAVG
R-sq 0.962367
Adj R-sq 0.938846
F-stat 40.91595
P (F-Stat) 0.000017
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
BBM, hanya peubah harga minyak dunia yang berpengaruh nyata. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa apabila harga minyak dunia meningkat maka
harga avgas akan meningkat, ceteris paribus. Sementara itu, konsumsi avgas,
penyediaan BBM, subsidi BBM dan peubah bedakala harga avgas tidak
berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga avgas.
Nilai elastisitas harga minyak dunia terhadap harga avgas sebesar 0.90643,
berarti harga avgas tidak responsif terhadap harga minyak dunia. Apabila harga
minyak dunia meningkat satu persen maka harga avgas hanya akan meningkat
0.90643%, ceteris paribus.
o Harga Avtur
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga avtur (RPAVT) disajikan
pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda
parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda
parameter dugaan peubah subsidi BBM tidak sesuai dengan yang diharapkan.
53
Deskripsi Sistem
Berdasarkan studi literatur, beberapa pelaku sistem yang berperan dalam
penyediaan dan konsumsi BBM dapat diidentifikasi. Tabel 25 menyajikan
kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem. Pelaku sistem dan kebutuhannya
telah disesuaikan dengan batasan penelitian. Diagram input output dari sistem ini
dapat dilihat pada Gambar 15.
Tabel 25 Pelaku sistem teridentifikasi dan kebutuhannya
No Pelaku Sistem Kebutuhan
1 Pemerintah BBM tersedia dan mencukupi kebutuhan masyarakat
2 Produsen minyak Jumlah produksi minyak mentah dan BBM terus
mentah dan BBM meningkat
3 Eksportir minyak Jumlah minyak mentah dan BBM yang dapat diekspor
mentah dan BBM terus meningkat
4 Importir minyak Jumlah minyak mentah dan BBM yang dibutuhkan
mentah dan BBM meningkat sehingga impor meningkat
5 Masyarakat Kebutuhan BBM terpenuhi
MODEL PENYEDIAAN
DAN KONSUMSI BBM
Gambar 15 Diagram input output sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia
64
Konseptualisasi Sistem
Permasalahan penyediaan dan konsumsi BBM untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat merupakan suatu permasalahan sistem yang cukup kompleks dengan
melibatkan berbagai komponen variabel yang saling berinteraksi dan terintegrasi.
Penyediaan dan konsumsi BBM dipandang sebagai suatu masalah dinamika sistem
yang berubah sepanjang waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang juga
bersifat dinamik. Sistem penyediaan dan konsumsi BBM digambarkan pada
diagram sebab akibat dan dapat dilihat pada Gambar 16.
Formulasi Sistem
Formulasi model merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk
matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan
variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual. Beberapa
asumsi yang digunakan dalam pemodelan penelitian ini adalah:
1. Konsumsi BBM merupakan total konsumsi final BBM yang merupakan
penjumlahan konsumsi avgas, avtur, bensin, minyak tanah, minyak solar dan
minyak lainnya.
2. Aspek yang dibahas dalam penelitian ini adalah aspek penyediaan dan
konsumsi BBM. Aspek harga BBM, akses terhadap BBM, dan kebutuhan BBM
tidak dibahas dalam pemodelan.
3. Laju pertumbuhan kilang minyak adalah 1.69% per tahun.
4. Laju produksi minyak mentah, impor minyak mentah dan ekspor minyak
mentah berturut-turut adalah -4.07%; 4.90% dan -4.68% per tahun.
5. Laju pertumbuhan impor BBM dan ekspor BBM adalah 7.09% dan -3.92% per
tahun.
6. Laju pertumbuhan konsumsi avgas, avtur dan bensin berturut-turut adalah
-3.80%; 9.83% dan 6.81% per tahun.
7. Laju pertumbuhan konsumsi minyak tanah dan minyak solar adalah -15.32%
dan -1.66% per tahun.
8. Laju pertumbuhan konsumsi minyak lainnya sebesar 8.49% per tahun.
9. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1.36% per tahun.
10. Periode analisis simulasi dibatasi untuk periode tahun 2014 sampai dengan
2025.
Formulasi dilakukan dalam perangkat lunak Vensim menggunakan diagram
kotak panah. Diagram kotak panah lengkap untuk model penyediaan dan konsumsi
BBM dapat dilihat pada lampiran 5. Persamaan matematis tujuan utama pemodelan
adalah:
Penyediaan BBM = Produksi BBM Domestik + Impor BBM – Ekspor BBM
66
Kilang
Laju Kilang Minyak
Minyak Kapasitas Kilang Minyak
Produksi
Minyak
Laju Produksi Mentah
Minyak Mentah
Input Minyak Mentah untuk Kilang
Impor
Minyak
Laju Impor Minyak Mentah
Mentah
1.36%. Sehingga diasumsikan untuk masa yang akan datang laju pertumbuhan
penduduk Indonesia adalah sama yaitu 1.36%.
Konsumsi
Avgas
Pertumbuhan Populasi Penduduk Indonesia Laju Konsumsi
Jumlah Avgas
Penduduk
Laju Populasi Indonesia Pertumbuhan Konsumsi Avtur
Penduduk Indonesia Konsumsi
Avtur Laju Konsumsi
Avtur
Konsumsi
Minyak
Solar Laju Konsumsi
Minyak Solar
Pertumbuhan Konsumsi Minyak Lainnya
Konsumsi
Minyak
Lainnya
Laju Konsumsi
Minyak Lainnya
Ekspor
Laju Ekspor BBM BBM
Impor BBM
Laju Impor BBM
550,000
2018 478 799
2019 500 589
475,000
2020 524 149
2021 549 587
400,000
2022 577 019
2014 2016 2018 2020 2022 2024
Time (Year) 2023 606 568
Penyediaan BBM : Current 2024 638 366
2025 672 555
Tahun Konsumsi BBM
Konsumsi BBM
(ribu barel)
800,000
2014 396 214
2015 416 706
675,000
2016 439 132
ribu barel
800300
700300
600300
500300
Ribu barel
400300
300300
200300
100300
300
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Tahun
250 M
2018 2.35 x 108
2019 2.49 x 108
175 M
2020 2.64 x 108
2021 2.80 x 108
100 M
2014 2016 2018 2020 2022 2024
2022 2.98 x 108
Time (Year) 2023 3.17 x 108
Emisi CO2 dari BBM : Current
2024 3.38 x 108
2025 3.60 x 108
Gambar 24 Hasil simulasi emisi CO2 skenario pertama
2. Skenario peningkatan produksi BBM domestik
Produksi BBM domestik dipengaruhi oleh input minyak mentah untuk
kilang, dimana input minyak mentah untuk kilang merupakan penjumlahan
produksi minyak mentah ditambah impor minyak mentah dikurangi ekspor minyak
mentah. Dengan demikian, produksi BBM domestik dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan produksi minyak mentah, impor minyak mentah dan ekspor minyak
mentah. Pada skenario kedua, laju pertumbuhan produksi minyak mentah
diasumsikan mengalami peningkatan dari -4.07% menjadi 0.1%. Hal yang
mendasari peningkatan ini adalah Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2012 tentang
Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional dan Peraturan Menteri ESDM No. 6
Tahun 2010 tentang Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Minyak dan Gas
Bumi Nasional. Dalam Inpres No. 2 Tahun 2012, Presiden menginstruksikan
kepada Menteri ESDM untuk mendorong optimalisasi produksi pada lapangan
eksisting maupun percepatan penemuan cadangan baru melalui penyempurnaan
kebijakan kontrak kerja sama dan kebijakan terkait lainnya. Selain itu, dalam
Permen ESDM No. 6 Tahun 2010, Kontraktor wajib melakukan penyelesaian
kegiatan eksplorasi di struktur penemuan dan mempercepat pengajuan usulan
rencana pengembangan lapangan baru dari cadangan yang sudah ditemukan;
pengupayaan pengembangan atau pemroduksian kembali lapangan yang masih
berpotensi baik yang pernah diproduksikan maupun yang belum pernah
diproduksikan serta pengupayaan pemroduksian kembali sumur-sumur yang masih
berpotensi baik yang pernah diproduksikan maupun yang belum pernah
diproduksikan. Dengan skenario ini maka pola kecenderungan penyediaan dan
konsumsi BBM hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 25.
71
800300
700300
600300
500300
Ribu barel
400300
300300
200300
100300
300
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Tahun
250 M
2018 2.35 x 108
2019 2.49 x 108
175 M
2020 2.64 x 108
100 M 2021 2.80 x 108
2014 2016 2018 2020 2022 2024 2022 2.98 x 108
Time (Year)
Emisi CO2 dari BBM : Current 2023 3.17 x 108
2024 3.38 x 108
2025 3.60 x 108
Gambar 27 Hasil simulasi emisi CO2 skenario kedua
3. Skenario pengurangan konsumsi BBM
Konsumsi BBM merupakan penjumlahan konsumsi avgas, avtur, bensin,
minyak tanah dan minyak solar serta minyak lainnya. Pada skenario ini, laju
pertumbuhan konsumsi BBM yang digunakan untuk sektor transportasi mengalami
penurunan dengan asumsi pembatasan penggunaan jenis BBM tertentu dan
peningkatan penggunaan energi terbarukan seperti biofuel dan bahan bakar gas.
Asumsi laju pertumbuhan konsumsi BBM mengalami penurunan 1.1%. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Dalam peraturan tersebut, pelaksanaan
pengendalian penggunaan BBM dilaksanakan dengan pentahapan pembatasan
penggunaan jenis BBM tertentu untuk transportasi jalan dan pembatasan
penggunaan jenis BBM terntentu untuk transportasi laut.
73
800300
700300
600300
Ribu Barel
500300
400300
300300
200300
100300
300
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Tahun
250 M 2018
2019 2.35 x 108
175 M
2020 2.46 x 108
100 M
2021 2.59 x 108
2014 2016 2018 2020 2022 2024 2022 2.72 x 108
Time (Year)
Emisi CO2 dari BBM : Current
2023 2.86 x 108
2024 3.02 x 108
2025 3.18 x 108
Gambar 30 Hasil simulasi emisi CO2 skenario ketiga
Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan
data aktual yang diperoleh dari sistem nyata. Validasi model dilakukan terhadap
variabel penyediaan BBM dan konsumsi BBM. Validasi dilakukan dengan
menurunkan waktu simulasi menjadi waktu awal adalah tahun 2011 dan waktu
akhir adalah tahun 2014, sehingga formulasi disesuaikan dengan data pada tahun
2010.
Pada validasi penyediaan BBM, laju pertumbuhan produksi minyak mentah,
impor minyak mentah dan ekspor minyak mentah berturut-turut adalah -3.93%;
4.73% dan -4.69%. Laju pertumbuhan impor BBM dan ekspor BBM berturut-turut
adalah 7.29% dan -4.70%. Sedangkan pada validasi konsumsi BBM, laju
pertumbuhan konsumsi avgas, avtur dan bensin berturu-turut adalah -3.35%;
75
11.88% dan 6.82%. Laju pertumbuhan konsumsi minyak tanah, minyak solar dan
minyak lainnya berturut-turut adalah -12.22%; 1.87% dan 3.82%.
Pada validasi model penyediaan dan konsumsi BBM, variabel yang diuji
yaitu penyediaan dan konsumsi BBM. Pada variabel penyediaan BBM, validasi
menunjukkan nilai 3.42%, artinya dibawah 5% sehingga dapat dinyatakan model
sangat tepat. Pada variabel konsumsi BBM, validasi menunjukkan nilai 2.04%,
artinya dibawah 5% sehingga dapat dinyatakan model sangat tepat. Hasil validasi
dapat dilihat pada Tabel 26 dan Tabel 27.
Tabel 26 Validasi penyediaan BBM
Penyediaan BBM (ribu barel)
Tahun Error
Simulasi Nyata
2011 378 950 402 657 5.89%
2012 392 284 413 175 5.06%
2013 406 787 417 694 2.61%
2014 422 535 421 976 0.13%
MAPE 3.42%
Tabel 27 Validasi konsumsi BBM
Konsumsi BBM (ribu barel)
Tahun Error
Simulasi Nyata
2011 371 940 363 827 2.23%
2012 382 043 391 531 2.42%
2013 393 489 397 223 0.94%
2014 406 337 396 214 2.55%
MAPE 2.04%
Implikasi Kebijakan
impor. Upaya ini dapat dilakukan dengan revitalisasi kilang minyak lama dan
pembanguanan kilang minyak baru. Upaya untuk mengurangi ekspor minyak
mentah dan BBM perlu dilakukan untuk menambah penyediaan BBM domestik.
Selain itu, dari sisi penyediaan perlu upaya untuk konversi BBM ke energi yang
terbarukan seperti peningkatan penyediaan BBG dan BBN. Berbagai upaya dari sisi
penyediaan tersebut diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia
terhadap impor minyak mentah dan BBM.
Dari sisi permintaan, kebutuhan BBM selalu mengalami peningkatan
ditandai dengan meningkatnya konsumsi BBM tiap tahunnya. Dengan demikian
perlu upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan BBM, pembatasan
penggunaan BBM dan pengurangan subsidi BBM secara bertahap. Dengan adanya
pembatasan BBM dan pengurangan subsidi BBM secara bertahap diharapkan
masyarakat tidak boros dalam pemanfaatan BBM. BBM digunakan untuk hal-hal
yang sifatnya produktif. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan terhadap
BBM perlu upaya peningkatan pemanfaatan energi lain, diantaranya dengan
penggunaan BBG dan penggunaan biofuel, terutama untuk sektor transportasi.
Dari sisi regulasi dan kebijakan, penyediaan dan konsumsi BBM
dipengaruhi oleh regulasi dan kebijakan. Dengan semakin menipisnya cadangan
minyak mentah dan penurunan produksi minyak mentah, perlu upaya untuk
menerapkan Petroleum Fund dan Dana Ketahanan Energi untuk keberlanjutan
penyediaan BBM domestik. Petroleum Fund merupakan sebagian dana dari
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas yang disisihkan atau
didepositokan untuk kebutuhan investasi jangka panjang. Kebijakan Petroleum
Fund dapat berfungsi sebagai stabilisasi harga energi serta kepentingan generasi
mendatang. Selain itu, Pemerintah perlu menerapkan kebijakan insentif kegiatan
usaha hulu minyak bumi. Dengan adanya insentif tersebut diharapkan dapat
meningkatkan produksi minyak mentah domestik.
Konsumsi BBM Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari
tahun 2000 sampai 2014. Hal ini mengakibatkan peningkatan emisi CO 2 yang
dihasilkan dari pembakaran BBM. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan upaya
untuk efsisiensi pemanfaatan BBM. Selain itu, konversi BBM ke energi baru
terbarukan yang lebih ramah lingkungan sangat diperlukan untuk mengurangi
peningkatan emisi CO2. Indonesia kaya dengan energi baru dan terbarukan yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya yang perlu dilakukan Pemerintah
adalah meningkatkan pengembangan energi baru dan terbarukan. Selain itu,
diperlukan kebijakan tentang penggunaan energi yang bersifat terbarukan, seperti
pemanfaatan energi air, angin, bahan bakar nabati (biomas, biodiesel, biogas dan
lainnya), dan sumber-sumber energi berkelanjutan lainnya.
Simpulan
Saran
Pada studi ini konsumsi BBM tidak dirinci secara detail per sektor. Untuk
memperoleh gambaran yang lebih detail tentang penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penyediaan dan
konsumsi BBM Indonesia menurut sektor. Selain itu, perlu dikaji variabel-variabel
lain yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia. Pengembangan
model sistem dinamik dapat dilakukan dengan memasukkan aspek harga untuk
mengetahui pengaruh harga terhadap penyediaan dan konsmsi BBM.
78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
82
Prob(J-statistic) 0.433470
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 06:56
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 11/01/16 Time: 06:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:19
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:22
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:24
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:26
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
95
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:29
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
96
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 16:21
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:37
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:39
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:41
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:43
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:46
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:48
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:50
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:52
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:54
Sample: 2001 2014
102
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 06:56
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 11/01/16 Time: 06:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:20
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:22
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:24
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:26
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:30
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:32
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
107
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 16:21
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
108
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:39
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:41
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:43
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:47
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:49
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:50
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:52
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:54
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
7.0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RFUTF ± 2 S.E.
210,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
YBBMDF ± 2 S.E.
40,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
IMCRF ± 2 S.E.
114
40,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
IBBMF ± 2 S.E.
0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RPCRDF ± 2 S.E.
0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RPBBMF ± 2 S.E.
115
-1,000,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RPAVGF ± 2 S.E.
0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RPAVTF ± 2 S.E.
0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RPGSLF ± 2 S.E.
116
-100,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RPKRF ± 2 S.E.
-200,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RPDSF ± 2 S.E.
240,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
CBBMF ± 2 S.E.
117
0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
CAVGF ± 2 S.E.
5,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
CAVTF ± 2 S.E.
60,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
CGSLF ± 2 S.E.
118
-20,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
CKRF ± 2 S.E.
60,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
CDSF ± 2 S.E.
-50
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
GSBBMF ± 2 S.E.
119
200
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14
RGF ± 2 S.E.
120
RIWAYAT HIDUP