Você está na página 1de 139

ANALISIS PENYEDIAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR

MINYAK INDONESIA

ANA FITRIYATUS SA’ADAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Penyediaan dan
Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016

Ana Fitriyatus Sa’adah


NIM H451140111
RINGKASAN

ANA FITRIYATUS SA’ADAH. Analisis Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar


Minyak Indonesia. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BAMBANG JUANDA.

Pada periode 2000-2014 konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia


mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Peningkatan konsumsi BBM tidak diiringi dengan
peningkatan produksi minyak mentah domestik. Penurunan produksi minyak
mentah berpengaruh terhadap penyediaan BBM domestik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Masalah utama yang dihadapai adalah ketergantungan
terhadap impor minyak mentah dan BBM. Oleh karena itu, sangat penting bagi
Indonesia untuk memperhatikan ketersediaan BBM yang cukup dan
berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan BBM yang semakin meningkat.
Ketersediaan BBM sangat penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi
yang lebih maju. Dengan demikian, penelitian tentang penyediaan dan konsumsi
BBM di Indonesia sangat penting dan menarik untuk dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis tren penyediaan dan
konsumsi BBM di Indonesia, (2) menduga faktor-faktor dominan yang
memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia, (3) melakukan
peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia pada masa
mendatang, (4) menganalisis peramalan terhadap emisi CO2 yang dihasilkan dari
pembakaran BBM di masa mendatang, dan (5) merumuskan implikasi kebijakan
BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia.
Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dalam
bentuk persamaan simultan dan model sistem dinamik. Model persamaan simultan
terdiri dari 4 blok persamaan (blok penyediaan BBM, blok harga BBM, blok
konsumsi BBM serta blok pengeluaran dan penerimaan pemerintah) dengan 23
persamaan (19 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas). Metode pendugaan
model menggunakan Two Stage Least Square (2SLS) karena setiap persamaan
struktural bersifat overidentified.
Tren penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia mengalami peningkatan dari
tahun 2000 sampai 2014. Rerata peningkatan penyediaan dan konsumsi BBM
adalah 1.74% dan 1.76% per tahun. Produksi minyak mentah Indonesia mengalami
penurunan dengan rerata 4.07% per tahun. Impor minyak mentah dan BBM
mengalami peningkatan dengan rerata 4.90% dan 7.09% per tahun.
Hasil temuan utama dari penelitian ini adalah: (1) Faktor utama yang
memengaruhi penyediaan BBM adalah harga minyak dunia, pemanfaatan kilang
minyak tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap USD (United States Dollar),
impor minyak mentah tahun sebelumnya, konsumsi BBM dan impor BBM tahun
sebelumnya; (2) Faktor utama yang memengaruhi harga BBM adalah konsumsi
BBM dan harga minyak dunia; dan (3) Faktor utama yang memengaruhi konsumsi
BBM adalah harga BBM dan PDB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
harga minyak dunia merupakan faktor utama yang memengaruhi penyediaan dan
konsumsi BBM Indonesia.
Hasil simulasi dengan model sistem dinamik menunjukkan bahwa sampai
tahun 2016 penyediaan BBM dapat memenuhi konsumsi BBM. Tahun 2017 sampai
tahun 2025, penyediaan BBM tidak dapat memenuhi konsumsi BBM dalam negeri.
Hal ini dikarenakan peningkatan konsumsi BBM melebihi peningkatan penyediaan
BBM. Peningkatan konsumsi BBM menyebabkan peningkatan emisi CO2 dari
pembakaran BBM. Pada tahun 2025, diperkirakan penyediaan BBM mencapai
672.55 juta barel; konsumsi BBM mencapai 752.72 juta barel dan emisi CO2
mencapai 360 miliar ton.
Dari sisi penyediaan, cadangan minyak mentah semakin menipis sehingga
berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Upaya untuk
meningkatkan investasi bidang minyak bumi sangat diperlukan terutama dari aspek
produksi, pengolahan, dan distribusi minyak bumi. Seiring dengan itu, upaya
peningkatan jumlah dan kapasitas kilang minyak perlu dilakukan untuk mengurangi
tingkat ketergantungan terhadap impor BBM. Selain itu, perlu upaya untuk
konversi BBM ke energi yang terbarukan seperti peningkatan penyediaan bahan
bakar gas (BBG) dan bahan bakar nabati (BBN). Dari sisi permintaan, perlu upaya
untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan BBM, pembatasan penggunaan BBM
dan pengurangan subsidi BBM secara bertahap. Selain itu, perlu upaya peningkatan
pemanfaatan energi lain, di antaranya dengan penggunaan BBG dan penggunaan
biofuel, terutama untuk sektor transportasi. Dari sisi regulasi dan kebijakan, perlu
upaya untuk menerapkan Petroleum Fund dan Dana Ketahanan Energi untuk
keberlanjutan penyediaan BBM domestik. Selain itu, Pemerintah perlu menerapkan
kebijakan insentif kegiatan usaha hulu minyak bumi.

Kata kunci: biofuel, persamaan simultan, petroleum fund, sistem dinamik


SUMMARY

ANA FITRIYATUS SA’ADAH. The Analysis of Fuel Supply and Consumption in


Indonesia. Supervised by AKHMAD FAUZI and BAMBANG JUANDA.

During 2000 to 2014 period, Indonesia's fuel consumption tend to have an


upward trend, as economic situation gets better and population increases. However
the increasing fuel consumption is not supported by sufficient domestic crude oil
production. The decline in crude oil production affects domestic fuel supply in order
to meet peoples’ needs. The main problem faced is the dependence towards crude
oil and fuel imports. Therefore, it is very important for Indonesia to consider
sufficient and sustainable availability of fuel to meet its ever increasing needs. Fuel
availability is very crucial for accomplishing further economic development. Thus,
studies on fuel supply and consumption in Indonesia are very important and
interesting to be carried out.
The purposes of this study were to: (1) analyze the trend of fuel supply and
consumption in Indonesia, (2) estimate dominant factors which affect fuel supply
and consumption in Indonesia, (3) forecast fuel supply and consumption in
Indonesia in the future, (4) analyze the forecast of CO2 emissions produced by fuel
combustion in the future, and (5) formulate the implication of effective fuel policy
for Indonesian economy.
The model developed in this study was an econometric model in the form of
simultaneous equations and system dynamics model. The Simultaneous Equation
consisted of four blocks of equation (fuel supply block; fuel price block; fuel
consumption block; and government expenditure and receiving block) with 23 total
equations (19 structural equations and 4 identity equations). The method used for
model prediction was Two Stage Least Square (2SLS) because each of the structural
equation was classified as over-identified.
Fuel supply and consumption in Indonesia had increasing trends from 2000
to 2014. The average increase were 1.74% and 1.76% per year. Indonesia's crude
oil production had decreased with the average of 0.12% per year. Imports of crude
oil and fuel had increased by the average of 4.30% and 6.63% per year.
The main findings of this study were: (1) Main factors which affected fuel
supply were oil prices, oil refinery utilization on previous year, Rupiah value
against US dollar currency, crude oil imports on previous year, fuel consumption
and imports on previous year; (2) Main factors that affected fuel price were fuel
consumption and world oil price; and (3) Main factors that affected fuel
consumption were fuel price and GDP. Therefore it could be concluded that world
oil price was the main factor which affected fuel supply and consumption in
Indonesia.
Simulation result using system dynamics model indicated that by 2016 fuel
supply could still meet fuel consumption. During 2017 to 2025, fuel supply could
not meet domestic fuel consumption. This was because fuel consumption increase
exceeds fuel supply increase. Increasing fuel consumption leaded to increasing CO2
emissions created from fuel combustion. By 2025, it was estimated that fuel supply
will reach 672.55 million barrels; fuel consumption will reach 752.72 million
barrels and CO2 emissions will reach 360 billion tons.
From the supply side, crude oil reserves were running low so that efforts
should be made by the Indonesian government. Efforts in increasing investment on
oil is required especially in fuel production, processing, and distribution aspects.
Along with that, the efforts to increase the number and capacity of oil refineries
also need to be done to reduce reliance towards fuel imports. In addition, efforts are
needed to convert fuel into renewable energy forms such as increase in the supply
of gas fuel (BBG) and biofuels (BBN). On the demand side, it is necessary to
improve the efficiency of fuel utilization, fuel restriction and a reduction in fuel
subsidy gradually. Moreover, it is also necessary to increase utilization of other
energy sources, including the use of BBG and biofuels, particularly for
transportation sector. From regulation and policy side, efforts are needed to
implement Petroleum Fund and Energy Security Fund for the continuation of
domestic fuel supply. In addition, the Government need to implement incentive
policies upon oil production upstream activities.

Keyword: biofuel, simultaneous equations, petroleum fund, system dynamics


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PENYEDIAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR
MINYAK INDONESIA

ANA FITRIYATUS SA’ADAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. A. Faraby Falatehan, SP, ME
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah bahan bakar minyak, dengan judul Analisis
Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc
dan Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan masukan. Terima kasih kepada Dr. A. Faraby Falatehan, SP,
ME dan Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku penguji pada ujian tesis atas saran dan
masukan yang telah diberikan. Terima kasih kepada Kementerian ESDM atas
beasiswa pendidikan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih kepada Suami
dan Anak tercinta atas segala doa, motivasi, dukungan dan kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak, Adek dan
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir ucapan terima
kasih kepada Teh Sofi, teman-teman di Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan atas bantuan, dukungan dan masukannya.
Penulis menyadari karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016

Ana Fitriyatus Sa’adah


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii


DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 7
Ruang Lingkup Penelitian 8
Penelitan Terdahulu yang Relevan 8
2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10
Energi dan Pertumbuhan Ekonomi 10
Minyak Bumi 12
Model Persamaan Simultan 14
Sistem Dinamik 14
Kebijakan Energi 16
3 METODE ANALISIS .................................................................................. 18
Kerangka Pemikiran 18
Jenis dan Sumber Data 20
Pendekatan Penelitian 20
Model Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 21
Model Sistem Dinamik Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 36
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 38
Perkembangan Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 38
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyediaan dan Konsumsi BBM
Indonesia 45
Simulasi Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 61
Peramalan Penyediaan dan Konsumsi BBM dengan Simulasi Dinamik 63
Implikasi Kebijakan 75
5 SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 76
Simpulan 76
Saran 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 78
LAMPIRAN ...................................................................................................... 81
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 121
DAFTAR TABEL

1 Potensi energi Indonesia 2


2 Kapasitas kilang minyak Indonesia tahun 2014 39
3 Perkembangan produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia 41
4 Hasil dugaan parameter pemanfaatan kilang minyak 47
5 Hasil dugaan parameter produksi BBM domestik 48
6 Hasil dugaan parameter impor minyak mentah 49
7 Hasil dugaan parameter impor BBM 50
8 Hasil dugaan parameter harga minyak mentah domestik 51
9 Hasil dugaan parameter harga BBM 51
10 Hasil dugaan parameter harga Avgas 52
11 Hasil dugaan parameter harga avtur 53
12 Hasil dugaan parameter harga bensin 54
13 Hasil dugaan parameter harga minyak tanah 54
14 Hasil dugaan parameter harga minyak solar 55
15 Hasil dugaan parameter konsumsi BBM 56
16 Hasil dugaan parameter konsumsi avgas 56
17 Hasil dugaan parameter konsumsi avtur 57
18 Hasil dugaan parameter konsumsi bensin 58
19 Hasil dugaan parameter konsumsi minyak tanah 58
20 Hasil dugaan parameter konsumsi minyak solar 59
21 Hasil dugaan parameter pengeluaran subsidi BBM 60
22 Hasil dugaan parameter penerimaan pemerintah 60
23 Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 61
24 Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan harga minyak
dunia sebesar 50 USD/barel 62
25 Pelaku sistem teridentifikasi dan kebutuhannya 63
26 Validasi penyediaan BBM 75
27 Validasi konsumsi BBM 75

DAFTAR GAMBAR
1 Penerimaan negara dari sektor ESDM 1
2 Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia 3
3 Target bauran energi nasional 4
4 Produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia 4
5 Kerangka pemikiran 19
6 Simplifikasi model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 22
7 Cadangan minyak bumi Indonesia 39
8 Produksi, ekspor dan impor minyak mentah Indonesia 40
9 Perkembangan produksi dan konsumsi BBM Indonesia 42
10 Perkembangan impor BBM Indonesia 42
11 Perkembangan ekspor BBM Indonesia 43
12 Perkembangan penyediaan BBM Indonesia 43
13 Konsumsi BBM per jenis di Indonesia 44
14 Konsumsi BBM per sektor di Indonesia 45
15 Diagram input output sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia 63
16 Diagram sebab akibat model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 64
17 Hierarki model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 65
18 Diagram kotak panah subsistem penyediaan BBM 66
19 Diagram kotak panah subsistem konsumsi BBM 67
20 Diagram kotak panah subsistem ekspor BBM 67
21 Diagram kotak panah subsistem impor BBM 68
22 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama 69
23 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama 69
24 Hasil simulasi emisi CO2 skenario pertama 70
25 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua 71
26 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua 71
27 Hasil simulasi emisi CO2 skenario kedua 72
28 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga 73
29 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga 73
30 Hasil simulasi emisi CO2 skenario ketiga 74

DAFTAR LAMPIRAN
1 Output komputer dugaan model penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia 82
2 Output komputer hasil uji autokorelasi 92
3 Output komputer hasil uji heteroskedastisitas 103
4 Output komputer hasil validasi model 113
5 Diagram kotak panah penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 120
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Energi merupakan sektor yang strategis dan mempunyai peranan penting


dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan
berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Energi
merupakan kebutuhan vital untuk kelangsungan hidup suatu bangsa. Menurut
Chontanawat et al. (2006), peranan energi terhadap perekonomian dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, energi
merupakan salah satu produk yang langsung dikonsumsi oleh konsumen demi
memaksimalkan utilitasnya. Sedangkan dari sisi penawaran, energi merupakan
faktor kunci bagi proses produksi di samping modal, tenaga kerja, dan material
lainnya. Di sini energi merupakan input penting bagi bergeraknya roda
perekonomian suatu negara. Dari aktivitas perekonomian ini, kemudian akan
dihasilkan output (barang dan jasa) yang merupakan parameter penting dalam
mengukur kinerja perekonomian suatu negara melalui pertumbuhan ekonomi. Oleh
karenanya, ketersediaan dan konsumsi energi merupakan determinan kunci dan
krusial dalam proses pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan energi yang
berkesinambungan, handal, terjangkau, dan ramah lingkungan merupakan hal yang
fundamental dalam mendukung perkembangan ekonomi suatu bangsa.

Gambar 1 Penerimaan negara dari sektor ESDM

Sumber: KESDM 2015a


Sektor energi mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional.
Selain untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, sektor energi juga mempunyai
peran sebagai sumber devisa negara, terutama dari minyak dan gas bumi (migas).
Pada tahun 2014, penerimaan sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
yang berasal dari sektor migas baik penerimaan yang berasal dari pajak, nonpajak,
dan penerimaan lain-lain mencapai Rp320.25 triliun atau mencapai 69% dari total
penerimaan negara di sektor ESDM yang mencapai Rp464.25 triliun (KESDM
2

2015a). Penerimaan negara dari sektor ESDM selalu mengalami kenaikan dari
tahun 2010 sampai tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Kebutuhan energi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk
Indonesia. Sementara cadangan energi tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas
bumi dan batubara semakin menipis. Sedangkan energi terbarukan seperti tenaga
air, tenaga surya, angin, dan panas bumi yang cadangannya cukup besar belum
dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik. Berdasarkan Renstra Kementerian
ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), cadangan minyak bumi Indonesia
sebesar 3.6 miliar barel yang diperkirakan akan habis 13 tahun mendatang.
Cadangan gas bumi sebesar 100.3 TCF yang diperkirakan akan habis 34 tahun lagi,
dan cadangan batubara sebesar 31.35 miliar ton yang diperkirakan akan habis 72
tahun lagi. Sementara sumber daya panas bumi Indonesia sebesar 28.91 ribu MW
baru dimanfaatkan 4.9% (Tabel 1).
Tabel 1 Potensi energi Indonesia
Energi Fosil
No Jenis Energi Sumber daya Cadangan Produksi
1 Minyak bumi 151 miliar barel 3.6 miliar barel 288 juta barel
2 Gas bumi 487 TSCF 100.3 TSCF 2.97 TSCF
3 Batubara 120.5 miliar ton 31.35 miliar ton 435 juta ton
4 CBM 453 TSCF -
5 Shale Gas 574 TSCF -
Energi Baru, Terbarukan
Kapasitas Pemanfaatan
No Jenis Energi Sumber Daya Terpasang (%)
1 Hidro 75 000 MW 8 111 MW 10.81
2 Panas bumi 28 910 MW 1 403.5 MW 4.9
3 Biomassa 32 000 MW 1 740.4 MW 5.4
4 Surya 4.8 kWh/m2/day 71.02 MW -
5 Angin dan hybrid 3-6 m/s 3.07 MW -
6 Samudera 49 GW2 0.01 MW4 -
7 Uranium 3 000 MW 30 MW2 -

Sumber: KESDM 2015a


Penyediaan energi primer di Indonesia mengalami peningkatan dari sekitar
157.08 juta TOE (tonnes oil equivalent) pada tahun 2003 menjadi sekitar 228.22
juta TOE (dengan biomassa) pada tahun 2013 atau meningkat rata-rata sebesar
3.8% per tahun (KESDM 2013). Penyediaan energi primer di Indonesia masih
didominasi oleh minyak yang mencakup minyak bumi dan bahan bakar minyak
(BBM). Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan belum maksimal
disebabkan jenis energi ini belum dapat bersaing dengan energi konvensional
seperti minyak dan gas bumi. Biaya pokok produksi energi baru dan terbarukan
relatif lebih tinggi dari energi fosil seperti batubara dan gas bumi untuk listrik, dan
BBM pada sektor transportasi.
3

Gambar 2 Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia

Sumber: KESDM 2013, diolah oleh DEN (Dewan Energi Nasional)

Terkait sifat energi yang strategis serta harga keekonomian energi yang
dianggap belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, maka
pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan untuk memberikan subsidi di bidang
energi baik itu subsidi BBM maupun listrik. Dengan adanya subsidi ini, maka harga
jual energi kepada konsumen atau masyarakat ditetapkan di bawah harga pasar.
Kecenderungan permintaan energi yang terus meningkat menyebabkan beban
subsidi energi yang semakin berat. Selama tahun 2010 sampai tahun 2014, subsidi
energi mencapai Rp1 340 triliun. Subsidi BBM, LPG dan BBN (bahan bakar nabati)
mencapai Rp898.41 triliun. Realisasi subsidi energi pada tahun 2014 mencapai
Rp314.75 triliun, terdiri dari subsidi BBM, LPG (liquified petroleum gas) dan BBN
sebesar Rp229 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp85.75 triliun (KESDM 2015a).
Beban subsidi menjadi semakin berat terutama ketika harga energi dunia
mengalami kenaikan, biaya produksi energi meningkat, dan juga pola konsumsi
yang relatif boros karena harganya dianggap cukup atau relatif murah. Subsidi
energi juga secara tidak langsung meningkatkan permintaan terhadap energi dan
menghambat laju perkembangan energi terbarukan yang nilai keekonomiannya
masih tinggi dibandingkan energi tidak terbarukan.
Pada tahun 2013, total konsumsi energi Indonesia sebesar 0.8 TOE/kapital
dengan bauran energi nasional 46% untuk minyak bumi, 31% untuk batubara, 18%
untuk gas bumi dan 5% untuk energi baru terbarukan (KESDM 2015a). Dapat
dikatakan bahwa Indonesia masih sangat tergantung pada energi tidak terbarukan
terutama minyak bumi. Potensi energi baru dan terbarukan yang cukup besar, hanya
mencapai 5% dari bauran energi nasional. Target Bauran Energi Nasional 2025
berdasarkan Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a),
konsumsi energi sebesar 1,4 TOE/kapital dengan bauran energi nasional 25% untuk
minyak bumi, 30% untuk batubara, 22% untuk gas bumi, dan 23% untuk energi
baru terbarukan.
4

Gambar 3 Target bauran energi nasional


Sumber: KESDM 2015a
Konsumsi BBM Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2014 cenderung
mengalami tren kenaikan, sementara produksi BBM Indonesia cenderung
mengalami tren penurunan seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Konsumsi BBM
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, produksi BBM domestik mengalami tren penurunan. Hal ini
dikarenakan produksi minyak mentah mengalami penurunan. Sehingga, dengan
adanya selisih antara konsumsi dan produksi BBM, maka pemerintah melakukan
impor minyak bumi dan BBM untuk memenuhi konsumsi BBM Indonesia.
450,000
400,000
350,000
300,000
Ribu barel

250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun

Produksi BBM Konsumsi BBM

Gambar 4 Produksi dan konsumsi BBM Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
5

Penurunan produksi minyak bumi di bawah 1 juta barel per hari dan
pesatnya pertumbuhan konsumsi BBM di dalam negeri mengakibatkan Indonesia
menjadi net importer minyak bumi. Sebagai net importer minyak bumi, Indonesia
tetap mengekspor minyak bumi tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah impornya. Rasio ketergantungan impor sudah
mencapai 37% pada tahun 2013 dan diperkirakan meningkat di masa mendatang
jika tidak ada penambahan produksi minyak domestik. Menurut Renstra KESDM
Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), Realisasi produksi minyak pada tahun 2014
sebesar 789 ribu bpd (barrel per day) tidak sesuai target yang seharusnya sebesar
1.01 juta bpd. Hal ini disebabkan adanya gangguan produksi (cuaca, unplanned
shutdown, lahan, perizinan, dan keamanan) serta produksi fullscale dari Blok Cepu
yang semula tahun 2014 menjadi tahun 2015.
Kebutuhan energi dalam negeri selama ini dipasok dari produksi dalam
negeri dan sebagian besar dari impor, yang pangsanya cenderung meningkat.
Komponen terbesar dari impor energi adalah minyak bumi dan BBM. Kemampuan
produksi lapangan minyak bumi semakin menurun sehingga membatasi tingkat
produksinya. Ekspor minyak dan kondensat cenderung semakin menurun sejalan
dengan produksi minyak dalam negeri yang cenderung terus menurun karena
penuaan sumur yang ada dan juga keterlambatan investasi untuk eksplorasi dan
eksploitasi sumber minyak baru. Bilamana tidak segera ditemukan sumber minyak
baru, Indonesia akan semakin menjadi negara “net oil importer country” seperti
yang sudah terjadi saat ini. Suatu gejala yang cukup merisaukan bagi keberlanjutan
penyediaan energi jangka panjang. Indonesia menjadi net importer minyak bumi
tidak hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, dan
keterbatasan investasi, juga disebabkan kegagalan pemerintah dalam mengatasi
menipisnya cadangan minyak melalui kebijakan harga energi murah dengan
memberikan subsidi yang besar.
Persoalan-persoalan energi di Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 (DESDM 2006), yaitu: (1)
struktur APBN masih tergantung penerimaan migas dan dipengaruhi subsidi bahan
bakar minyak (BBM), (2) industri energi belum optimal, (3) infrastruktur energi
terbatas, (4) harga energi belum mencapai keekonomian, dan (5) pemanfaatan
energi belum efisien. Kondisi tersebut mengakibatkan: (1) bauran energi primer
timpang, diperlihatkan oleh pemanfaatan gas dan batubara dalam negeri belum
optimal, (2) pengembangan energi alternatif terhambat karena adanya subsidi
BBM, (3) Indonesia menjadi net importer minyak, dan (4) subsidi BBM
membengkak.
Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam mencapai
target pembangunan bidang energi. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama
minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu
sebesar 96% (minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%) dari total konsumsi
energi dan upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan belum
dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan. Tingginya konsumsi energi fosil
terutama BBM tersebut diakibatkan oleh subsidi sehingga harga energi menjadi
murah dan masyarakat cenderung boros dalam menggunakan energi. Di sisi lain,
Indonesia menghadapi penurunan cadangan energi fosil yang terus terjadi dan
belum dapat diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Keterbatasan
6

infrastruktur energi yang tersedia juga membatasi akses masyarakat terhadap


energi. Kondisi ini menyebabkan Indonesia rentan terhadap gangguan yang terjadi
di pasar energi global karena sebagian dari konsumsi tersebut, terutama produk
minyak bumi, dipenuhi dari impor.
Terkait harga minyak dunia yang saat ini mengalami penurunan, tentu
berdampak pada perekonomian nasional, khususnya industri minyak bumi dalam
negeri. Penurunan harga minyak dunia didorong oleh dinamika pasar. Salah
satunya, revolusi energi Amerika yang berhasil menciptakan pasokan energi yang
banyak. Selain itu, pelemahan ekonomi global juga membuat penurunan
permintaan terhadap energi. Harga minyak dunia yang berkisar USD50.44 per barel
(status 13 Oktober 2016) akan berdampak pada perusahaan minyak yang harus
menanggung ganti rugi karena biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan harga
jual. Penurunan harga minyak dunia juga berdampak pada pendapatan negara,
dimana pendapatan negara dari sektor migas juga ikut menurun. Namun, di sisi lain
biaya pemerintah untuk mengimpor minyak juga berkurang. Dampak penurunan
harga minyak yang terus menerus mengakibatkan penurunan realisasi penerimaaan
pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pajak
penghasilan (PPh) minyak dan gas.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk, maka akan meningkatkan emisi CO2 di udara
terutama dari sektor transportasi yang menggunakan BBM. Sehingga dapat
dikatakan bahwa peningkatan konsumsi BBM akan meningkatkan emisi CO2 di
udara. Pembakaran BBM dapat menimbulkan pemanasan global (global warming).
Pembakaran minyak akan menghasilkan karbondioksida (CO2), yaitu gas rumah
kaca yang menghambat radiasi panas ke angkasa ruang. Hal ini akan berdampak
pada penurunan kualitas lingkungan hidup di Indonesia.
Dengan demikian, BBM merupakan energi yang paling dominan di
Indonesia. Masalah ketersediaan BBM sangat penting bagi Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dengan kata lain, diperlukan suatu kondisi yang senantiasa mempertahankan
keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketersediaan BBM sebagai
salah satu prasyarat untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih maju
dan berkelanjutan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan suatu studi
yang menganalisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia.

Perumusan Masalah

Mencermati perkembangan terkini terkait BBM di Indonesia ditemukan


berbagai permasalahan dari aspek ketersediaan dan produksi, konsumsi, dan harga.
Dari sisi ketersediaan dan produksi, potensi dan sumber daya minyak bumi sudah
semakin menipis dan berkurang jauh. Hal ini menyebabkan produksi minyak bumi
Indonesia mengalami penurunan. Produksi minyak bumi tahun 2000 sebesar 517.49
juta barel menjadi 287.90 juta barel pada tahun 2014 (KESDM 2015b). Dari aspek
konsumsi dan harga, konsumsi BBM dari tahun ke tahun mengalami tren kenaikan.
Tahun 2000 konsumsi BBM sebesar 315.27 juta barel meningkat menjadi 396.21
juta barel pada tahun 2014 (KESDM 2015b). Sementara harga minyak dunia yang
semakin merosot menyebabkan harga minyak nasional ikut mengalami penurunan.
7

Kenyataan adanya masyarakat tidak mampu yang mempunyai daya beli yang
rendah untuk memenuhi konsumsinya disikapi pemerintah dengan memberlakukan
kebijakan harga BBM yang murah. Tidak hanya masyarakat yang tidak mampu
memperoleh manfaat dari penerapan kebijakan harga BBM yang murah ini,
masyarakat golongan atas dan dunia usaha juga menikmatinya. Dengan kata lain
kebijakan yang diberlakukan pemerintah selama ini adalah salah satu pemicu
terjadinya pemborosan pemanfaatan BBM di Indonesia. Dampak negatif lainnya
dari penerapan kebijakan ini juga mendorong maraknya penyelundupan BBM ke
luar negeri. Selain itu, konsumsi BBM yange meningkat juga berdampak pada
meningkatnya emisi CO2. Produksi emisi CO2 bersumber dari pembakaran BBM
terutama dari sektor transportasi dan industri yang menggunakan BBM. Saat ini,
BBM merupakan penghasil utama emisi CO2 di Indonesia. Emisi CO2 yang
semakin meningkat akan berdampak bagi kerusakan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia?
2. Apa saja faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi
BBM di Indonesia?
3. Berapa besar penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia pada masa mendatang?
4. Bagaimana peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di
masa mendatang?
5. Bagaimana implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian
Indonesia?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membangun suatu model


penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan pendekatan ekonometrika dan
simulasi dinamik. Adapun tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalisis tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia.
2. Menduga faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi
BBM di Indonesia.
3. Melakukan peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia
pada masa mendatang.
4. Menganalisis peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di
masa mendatang.
5. Merumuskan implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian
Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia ini


diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi:
1. Peneliti, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan
disiplin ilmu yang berkaitan dengan BBM dan lingkungan.
8

2. Akademisi, sebagai sumber informasi dan rujukan dalam pengembangan


disiplin ilmu dan penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat, sebagai informasi mengenai penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia sehingga dijadikan pertimbangan untuk melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pemanfaatan BBM untuk keberlanjutan energi dan
lingkungan hidup.
4. Pemerintah selaku pembuat kebijakan diharapkan menjadi bahan pertimbangan
dalam pembuatan kebijakan dan sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan
yang telah ditetapkan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan ekonometrika


untuk penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia yang meliputi blok penyediaan
BBM, blok harga BBM, blok konsumsi BBM, serta blok pengeluaran dan
penerimaan pemerintah. Dalam penelitian ini tidak dirinci secara detail konsumen
akhir untuk tiap sektor. Untuk menganalisis penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia, peubah dari luar data BBM dimasukkan ke dalam model, yaitu peubah
PDB (produk domestik bruto), pertumbuhan suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap
dolar, jumlah transportasi darat, pengeluaran pemerintah, dan pajak. Dalam
penelitian ini selain membahas tentang BBM total Indonesia, juga membahas
produk-produk kilang minyak yang meliputi avgas, avtur, bensin (gasoline),
minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (Automotive Diesel Oil/ADO). Produk
kilang minyak yang berupa minyak diesel (Industrial Diesel Oil/IDO) dan minyak
bakar (fuel oil) tidak dibahas dalam penelitian ini dikarenakan ketidaktersediaan
data. Selain menggunakan pendekatan ekonometrika, penelitian ini juga
menggunakan pendekatan simulasi dinamik.

Penelitan Terdahulu yang Relevan

Lin (2011) melakukan penelitian tentang estimasi penyediaan dan


permintaan pada pasar minyak dunia. Hasil temuan dari penelitian ini bahwa faktor
yang memengaruhi permintaan minyak dunia antara lain PDB dunia, populasi dunia,
penggunaan energi dan produksi listrik dunia baik dari minyak maupun gas alam
serta cadangan gas alam. Dengan asumsi faktor lain tetap sama, maka PDB,
populasi, dan produksi listrik dunia akan menggeser kurva permintaan ke dalam.
Sebaliknya, karena gas alam adalah pengganti minyak, maka produksi listrik dari
gas dan cadangan gas alam dunia akan menggeser kurva permintaan ke dalam. Dari
sisi penyediaan, cadangan minyak dunia berpengaruh terhadap harga minyak dunia.
Cadangan minyak dunia akan menggeser kurva penawaran ke atas.
Elinur (2012) melakukan penelitian tentang analisis konsumsi dan
penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia. Model yang dibangun dalam
penelitian ini adalah model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang
terdiri dari 5 blok persamaan (blok konsumsi enegi, blok transformasi energi, blok
penyediaan energi, blok harga energi dan blok output perekonomian) dengan 54
persamaan (36 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas). Metode
9

pendugaan model menggunakan Two Stage Least Squares (2SLS) karena setiap
persamaan struktural bersifat overidentified.
Hasil temuan utama dari penelitian Elinur (2012) untuk blok konsumsi
energi menunjukkan: Pertama, konsumsi energi sektor industri dipengaruhi oleh
harga batubara, listrik, PDB sektor industri, dan konsumsi energi sektor industri
tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor industri responsif terhadap perubahan
harga batubara dan listrik dalam jangka pendek dan panjang, serta responsif
terhadap perubahan PDB sektor industri dalam jangka panjang. Kedua, Konsumsi
energi sektor rumah tangga dipengaruhi oleh harga listrik, PDB, jumlah penduduk
dan konsumsi energi sektor rumah tangga tahun sebelumnya. Konsumsi energi
sektor rumah tangga responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Ketiga, Konsumsi energi sektor transportasi
dipengaruhi oleh PDB sektor transportasi dan konsumsi energi sektor transportasi
tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor transportasi responsif terhadap
perubahan PDB sektor transportasi dalam jangka panjang. Keempat, Konsumsi
energi sektor pertanian dipengaruhi oleh konsumsi energi sektor pertanian tahun
sebelumnya. Kelima, Konsumsi energi sektor lainnya dipengaruhi harga gas, tren,
dan konsumsi energi sektor lainnya tahun sebelumnya. Pada blok penyediaan energi,
hasil temuan utama menunjukkan: Pertama, pemanfaatan kilang minyak
dipengaruhi oleh PDB dan pemanfaatan kilang tahun sebelumnya. Kedua, Impor
minyak mentah dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, harga minyak dunia, dan
impor minyak mentah tahun sebelumnya. Impor minyak mentah responsif terhadap
perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan panjang. Ketiga, Impor
BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM dan jumlah transportasi darat. Impor
BBM responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan
jangka panjang.
Sugiyono (2005) melakukan penelitian tentang penyediaan energi primer
dan sekunder dengan menggunakan model reference energy system (RES) yang
diformulasi dalam bentuk linear programming. Model akan mengalokasikan
penyediaan energi primer dan sekunder dengan fungsi objektif meminimalkan total
biaya penyediaan energi dengan kendala berbagai pilihan sumber dan teknologi
energi untuk memenuhi kebutuhan energi final. Analisis dilakukan dengan tahun
dasar 2003 dan periode analisis sampai dengan tahun 2025. Proyeksi kebutuhan
energi merupakan masukan model MARKAL dan diproyeksikan dengan
mempertimbangkan pertumbuhan sektor ekonomi dan populasi. Proyeksi
kebutuhan energi diperhitungkan dengan menggunakan Model for Analysis of
Energy Demand (MAED). Skenario yang ditinjau ada dua, yaitu kasus dasar dan
kasus harga minyak mentah tinggi. Kasus dasar menganggap bahwa perkembangan
perekonomian sesuai dengan kondisi saat ini. Asumsi yang digunakan pada kasus
dasar adalah discount rate sebesar 10 persen, harga minyak bumi tahun 2003–2004
sebesar USD28/barel dan mulai tahun 2005 sebesar USD40/ barel. Sedangkan
harga bahan baku biofuel adalah untuk CPO sebesar USD60.2/SBM (setara barel
minyak) dan untuk ubi kayu sebesar USD60.8/SBM. Dengan mempertimbangkan
bahan baku tersebut maka biaya produksi biodiesel dari CPO dengan kapasitas 100
ribu ton/tahun adalah Rp4 240/liter dan biaya produksi bioethanol dari ubi kayu
dengan kapasitas 60 kl/hari adalah sebesar Rp4 720/liter. Sedangkan untuk kasus
harga minyak mentah yang tinggi digunakan asumsi harga minyak mentah sebesar
10

USD50/barel dan USD60/barel mulai tahun 2005. Masing-masing kasus dilakukan


optimasi untuk melihat peluang pemanfaatan biofuel.
Hasil penelitian Sugiono (2005) menunjukkan bahwa dengan harga minyak
mentah sebesar USD40/barel (kasus dasar), diperoleh biaya total sistem energi
Indonesia (discounted total cost) adalah sebesar USD590.7 miliar. BBM
merupakan bahan bakar yang paling dominan digunakan di sektor transportasi.
Biofuel baik berupa biodiesel maupun bioethanol belum dapat bersaing dengan
BBM. Pada harga tersebut, teknologi transportasi berbasis minyak solar dan bensin
ternyata masih tetap lebih ekonomis dibanding dengan BBG (bahan bakar gas),
apalagi dibandingkan dengan menggunakan biodiesel atau bioethanol. Biaya
pemanfaatan biodiesel dan bioethanol masih lebih tinggi dibanding bahan bakar
konvensional.
Krichene (2005) membangun model persamaan simultan yang
menghubungkan antara harga minyak, perubahan nilai tukar efektif nominal dollar
Amerika Serikat, dan suku bunga, yang kemudian mengidentifikasi goncangan
kebijakan moneter terhadap peningkatan permintaan minyak mentah. Untuk tujuan
pendugaan jangka pendek, model tersebut diduga dengan metode Two Stage Least
Squares (2SLS). Untuk memperkuat keyakinan terhadap hasil pendugaan, model
tersebut diduga kembali dengan Error Correction Model (ECM). Kemudian
elastisitas jangka panjang diduga dengan bantuan analisis ECM dan kointegrasi.
Temuan utama dari artikel tersebut menyebutkan bahwa penawaran dan permintaan
minyak mentah dan gas alam terhadap harga sangat inelastis dalam jangka pendek,
berarti terjadi perubahan/penguapan yang sangat tinggi pada pasar minyak mentah
dan gas alam. Permintaan minyak mentah mengalami perubahan struktural yang
dalam pada periode 1973-2004. Sebagai catatan, lompatan harga minyak, ketika
pajak energi di negara-negara pengimpor minyak tinggi, menyebabkan elastisitas
permintaan berkurang secara signifikan, melalui substitusi dan penghematan energi,
permintaan minyak jangka panjang tidak elastis, dengan permintaan terhadap bahan
bakar cair meningkat secara terbatas untuk transportasi. Elastisitas pendapatan
tinggi untuk permintaan minyak mentah dan gas alam. Elastisitas penawaran
minyak mentah mengalami penurunan yang tajam setelah goncangan minyak,
merefleksikan perubahan struktur pasar kompetitif menjadi tidak kompetitif.
Demikian pula halnya dengan elastisitas gas alam dengan menggunakan model
VECM (Vector Error Correction Model), merefleksikan respon penawaran sebagai
pendorong permintaan gas alam.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Energi dan Pertumbuhan Ekonomi

Energi merupakan faktor produksi yang esensial dalam proses produksi.


Semua produksi melibatkan transformasi atau pergerakan material melalui
beberapa tahapan yang mana keseluruhan proses tersebut memerlukan energi.
Energi tidak hanya dipandang sebagai barang konsumsi semata, namun juga
sebagai input yang penting bagi pengembangan serta kemajuan teknologi yang
berperan signifikan bagi pembangunan ekonomi. Substitusi sarana produksi serta
11

berbagai bentuk barang modal lainnya dengan tenaga kerja, begitu juga sebaliknya,
merupakan bagian yang integral dari proses pembangunan ekonomi yang
kesemuanya membutuhkan input energi. Oleh karenanya konsumsi energi dapat
dipandang sebagai penyebab dari pertumbuhan ekonomi (Stern 2003).
Menurut Fauzi (2006), sumber daya energi merupakan sumber daya yang
digunakan untuk menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun
transformasi energi lainnya. Berdasarkan ketersediaannya sumber energi dibagi
dua, yaitu energi fosil yang tidak dapat diperbarui (non-renewable energy) seperti
minyak bumi, gas bumi, batubara, uranium, dan sebagainya serta energi yang dapat
diperbarui (renewable energy) seperti panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga
angin dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan nilai komersial, maka sumber energi
terdiri atas energi komersial, non komersial dan energi baru. Energi komersial
adalah energi yang sudah dapat dipakai dan dapat diperdagangkan dalam skala
ekonomis, sementara energi non komersial adalah energi yang sudah dipakai dan
dapat diperdagangkan tetapi tidak dalam skala ekonomisnya. Energi baru adalah
energi yang sudah dipakai tetapi sangat terbatas dan sedang dalam tahap
pengembangan (pilot project). Energi ini belum dapat diperdagangkan karena
belum mencapai skala ekonomis.
Dalam pandangan teori pertumbuhan neoklasik misalnya, sebagian besar
studi mengeksplorasi kemungkinan adanya substitusi atau komplementer antara
energi dan faktor input lainnya serta interaksinya dalam memengaruhi
produktivitas. Menurut pandangan neoklasik ini, kontribusi energi terhadap
perekonomian relatif dilihat dari biaya produksinya. Di lain pihak, pandangan para
ahli ekonomi ekologi, energi merupakan kebutuhan mendasar bagi produksi.
Dengan menerapkan hukum termodinamika, perekonomian dipandang sebagai
subsistem yang terbuka dari ekosistem global. Teori neoklasik dipandang under
estimate terhadap peranan energi dalam aktivitas ekonomi.
Dalam pendekatan mainstream ilmu ekonomi neoklasik, kuantitas
ketersediaan energi terhadap ekonomi pada berbagai tahun diperlakukan sebagai
endogenous, melalui pembatasan dengan batasan biofisik seperti tekanan pada
penyimpanan minyak dan keterbatasan ekonomi seperti jumlah ekstraksi terpasang,
penyulingan, dan kapasitas pembangkit, serta kemungkinan percepatan dan
efisiensi dalam proses ini dapat diproses. Namun demikian, pendekatan analisis ini
kurang digunakan untuk menganalisis peranan energi sebagai pengendali
pertumbuhan produksi dan ekonomi (Stern 2003).
Para ekonom ekologi berargumen bahwa penggunaan energi untuk
menghasilkan input-input antara seperti bahan bakar meningkat ketika kualitas
sumber daya seperti penyimpanan minyak menurun. Oleh karenanya biaya energi
meningkat sebagai representasi dari peningkatan kelangkaan dalam nilai
penggunaannya (Cleveland dan Stern 1993).
Jika perekonomian dapat direpresentasikan sebagai model input-output
dimana tidak ada substitusi antara faktor produksi, faktor pengetahuan dalam faktor
produksi dapat diabaikan. Ini tidak berarti bahwa penggunaan energi dan ilmu
pengetahuan dalam mendapatkan dan memanfaatkannya harus diabaikan.
Perhitungan akurat untuk seluruh penggunaan energi dalam mendukung produksi
final adalah penting. Kontribusi pengetahuan terhadap produksi tidak dapat
12

diasumsikan proporsional terhadap biaya energi. Melalui ilmu Thermodinamika


menempatkan batasan terhadap substitusi, derajat substitusi aktual antara stok
kapital memasukkan pengetahuan dan energi merupakan sebuah pertanyaan secara
empiris (Stern 2003).
Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan
suatu negara untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa dari satu tahun ke
tahun berikutnya. Konsep pertumbuhan ekonomi diperoleh dari perhitungan PDB
suatu negara. Data PDB yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan
ekonomi adalah data PDB atas dasar harga konstan. Dengan menggunakan data
PDB atas dasar harga konstan, maka pertumbuhan PDB mencerminkan
pertumbuhan secara riil nilai tambah yang dihasilkan perekonomian dalam periode
tertentu dengan referensi tahun tertentu.
Energi di Indonesia terbukti memiliki peran yang sangat penting dalam
pembangunan nasional. Peranan energi, terutama migas dapat dilihat dalam neraca
perdagangan dan APBN. Migas memberi sumbangan sangat berarti dalam
penerimaan rutin. Ketika terjadi oil boom pada tahun 1970-an, 60-80% penerimaan
pemerintah dari total pendapatan pajak langsung didominasi oleh komponen pajak
migas. Dominasi migas terus berlangsung sampai sekitar tahun 1980-an, setelah itu
mengalami penurunan. Demikian juga halnya dengan proporsi penerimaan
pemerintah dari ekspor migas mencapai angka tertinggi pada tahun 1981-1982 yaitu
sekitar 80% dari total penerimaan ekspor nasional. Karena itu peran energi di
Indonesia layak disebut sebagai engine of growth. Hal ini semakin dipertegas oleh
tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada tahun 1989-1990 (Yusgiantoro
2000).
Selain penerimaan pemerintah, penerimaan ekspor dan neraca pembayaran,
komponen ekonomi makro lainnya yang sangat memengaruhi pembangunan
ekonomi adalah konsumsi energi nasional. Sebagai contoh, permintaan energi pada
sektor industri manufaktur untuk mengoperasikan sarana produksi seperti mesin-
mesin dapat dikatakan sangat tinggi, namun disamping tingginya biaya energi yang
harus dikeluarkan, energi juga memiliki output yang dihasilkan bersama faktor
produksi lainnya. Jadi dalam hal ini energi juga dapat dipandang sebagai sarana
akumulasi modal pembangunan (Yusgiantoro 2000).

Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi
berbentuk cair yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai
bahan bakar (DESDM 2009). Minyak bumi secara kimiawi terdiri dari senyawa
kompleks dengan unsur utama atom Hidrogen (H) dan Carbon (C), sehingga
disebut juga senyawa hidrokarbon (CxHy). Berat jenis minyak dinyatakan dalam
satuan derajat °API. Semakin besar °API maka minyak akan semakin ringan. Dari
nilai °API akan diketahui kategorinya, yaitu minyak ringan, minyak berat atau
kondensat (gas).
Minyak bumi berasal dari organisme tumbuhan dan hewan berukuran
sangat kecil (plankton) yang mati dan terkubur di lautan purba jutaan tahun lalu.
Kemudian, tertimbun pasir dan lumpur di dasar laut sehingga membentuk lapisan
13

yang kaya zat organik dan akhirnya membentuk batuan endapan (sedimentary rock).
Proses ini akan terus berulang, satu lapisan akan menutupi lapisan sebelumnya
selama jutaan tahun. Endapan plankton tersebut menjadi zat organik yang kaya
akan hidrokarbon (migas) karena tekanan dan temperatur yang tinggi.
Untuk mengambil minyak bumi dari dalam bumi perlu melakukan
pengeboran. Setelah pengeboran sumur eksplorasi menemukan minyak bumi, maka
selanjutnya dibuat sumur di beberapa tempat di sekitarnya untuk memastikan
apakah minyak bumi yang ada ekonomis untuk dikembangkan. Jika
menguntungkan untuk dikembangkan maka dibor sumur pengembangan
(development well) untuk mengambil minyak bumi sebanyak mungkin.
Minyak mentah merupakan campuran yang tersusun dari berbagai senyawa
hidrokarbon. Di dalam kilang minyak, minyak mentah akan mengalami sejumlah
proses yang akan memisahkan komponen hidrokarbon dan mengubah struktur dan
komposisinya sehingga diperoleh produk yang bermanfaat untuk bahan bakar
minyak, bahan baku industri dan macam-macam produk lainnya. Kilang minyak
merupakan fasilitas industri dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas
pendukungnya.
Tahapan paling umum untuk memisahkan minyak bumi menjadi
bermacam-macam komponen (fraksi) dilakukan dengan pemanasan dalam tangki
tinggi bertingkat, lalu di setiap tingkat “uap” minyak itu mengembun dan menjadi
“produk minyak” sesuai dengan tingkatannya. Pemisahan ini didasarkan pada
perbedaan titik didih masing-masing komponen. Setelah keluar minyak dari
masing-masing tingkatan, proses selanjutnya adalah mencampur dengan bahan
aditif sesuai dengan yang diinginkan.
Minyak mentah dapat digunakan sebagai bahan bakar setelah melalui proses
penyulingan dan pengolahan yang disebut refinery, yaitu proses rekayasa kimia
yang sangat kompleks. Proses dasar pengilangan minyak adalah distilasi
(penyulingan) dan cracking (pemecahan). Produk-produk yang dapat dihasilkan
dari kilang minyak bumi antara lain:
 Petroleum Gas (LPG), digunakan untuk pemanasan dan memasak,
 Naphtha, sebagai bahan intermedit lanjut untuk pembuatan bensin,
 Bensin (gasoline), digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Nilai
mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Octane
Number). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi 3
jenis yaitu:
- Premium (RON 88): Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat
berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat
pewarna tambahan (dye). Bahan bakar ini sering juga disebut motor
gasoline atau petrol.
- Pertamax (RON 92): ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan
penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded).
- Pertamax Plus (RON 95): Jenis BBM ini telah memenuhi standar
performance International World Wide Fuel Charter (WWFC). Ditujukan
untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan
penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan.
 Avgas, digunakan untuk bahan bakar pesawat terbang mesin propeler,
14

 Avtur, digunakan untuk bahan bakar pesawat terbang mesin turbin,


 Minyak tanah (kerosene), digunakan untuk membuat avtur bahan bakar pesawat
terbang (jet), bahan bakar traktor dan memasak,
 Minyak diesel (gas oil), digunakan untuk bahan bakar mesin diesel dan
pemanas,
 Minyak bakar (fuel oil), digunakan untuk bahan bakar pada industri,
 Minyak pelumas, digunakan untuk minyak pelumas mesin, gemuk dan minyak
pelumas lainnya,
 Residu dari minyak dapat digunakan untuk aspal, tar, coke, dan lilin.

Model Persamaan Simultan

Salah satu model ekonometrika yang sering digunakan dalam menganalisis


peubah-peubah ekonomi yang lebih kompleks, yaitu model persamaan simultan.
Menurut Gujarati (1997), persamaan simultan adalah model yang terdapat lebih dari
satu variabel tak bebas dan lebih dari satu persamaan. Suatu ciri unik dari sistem
persamaan simultan adalah bahwa variabel tak bebas dalam satu persamaan
mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dari
sistem.
Menurut Pyndick dan Rubinfeld (1998), Sistem persamaan simultan dapat
memberikan gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan
model persamaan tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam
persamaan satu dengan yang lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama lain.
Suatu model ekonomi biasanya mengandung beberapa hubungan yang merupakan
sebuah sistem persamaan simultan. Karena itu dalam sistem persamaan simultan
ada kalanya tidak mudah membedakan antara peubah bebas dengan peubah tak
bebas dalam setiap persamaan.

Sistem Dinamik

Sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah bidang untuk memahami


bagaimana sesuatu berubah menurut waktu. Sistem dinamik merupakan metode
yang dapat menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem
(Hartrisari 2007). Metodologi sistem dinamik ini telah dan sedang dikembangkan
sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forester pada tahun 1950-an sebagai
suatu metode pemecahan masalah-masalah kompleks yang timbul karena
ketergantungan sebab akibat dari berbagai macam variabel di dalam sistem.
Model dinamik merupakan suatu metode pendekatan eksperimental yang
mendasari kenyataan-kenyataan yang ada dalam suatu sistem untuk mengamati
tingkah laku sistem tersebut (Richardson dan Pugh 1986 dalam Nuroniah 2003).
Tujuan metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi sebab akibat adalah
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang cara kerja suatu sistem.
Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik adalah:
1. Identifikasi dan definisi masalah
2. Konseptualisasi sistem
3. Formulasi model
15

4. Simulasi model
5. Analisis kebijakan
6. Implementasi kebijakan
Dalam konteks sistem dinamik terdapat tiga komponen utama, yaitu:
1. Pengambilan keputusan, adalah suatu usaha untuk menyelesaikan masalah dan
melakukan sesuatu.
2. Analisis sistem umpan balik, berhubungan dengan penggunaan informasi
secara tepat untuk mengambil keputusan tersebut.
3. Simulasi, memberikan representasi kepada para pengambil keputusan terhadap
hasil dari keputusan di masa mendatang.
Model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan secara numerik
dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus untuk sistem dinamik
telah banyak tersedia seperti Dynamo, Simile, Powersim, Vensim, I-think dan lain-
lain. Pemilihan Vensim sebagai software untuk simulasi model adalah karena
kemudahan dan ketersediaan pada saat penelitian. Pemodelan dinamik terdiri dari
variabel-variabel yang saling berhubungan. Dengan software tersebut model dibuat
secara grafis dengan simbol-simbol atas variabel dan hubungannya yang meliputi
dua hal yaitu struktur dan perilaku. Struktur merupakan suatu unsur pembentuk
fenomena.
Validasi adalah sebuah proses menentukan apakah model konseptual
merefleksikan sistem nyata dengan tepat atau tidak. Validasi adalah penentuan
apakah model konseptual simulasi adalah representasi akurat dari sistem nyata yang
dimodelkan. Pengujian terhadap model sistem dinamik secara umum dapat dibagi
menjadi 3 kategori:
 Validasi struktur, yaitu pengujian relasi antarvariabel yang ada di dalam model,
dan disesuaikan dengan keadaan pada sistem yang sebenarnya.
 Validasi perilaku, yaitu pengujian terhadap kecukupan struktur model dengan
melakukan penilaian terhadap perilaku yang dihasilkan model.
 Validasi implikasi kebijakan, yaitu pengujian terhadap perilaku model terhadap
berbagai rekomendasi kebijakan.
Simulasi adalah aktivitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem
dengan mempelajari perilaku model dalam beberapa hal yang memiliki kesamaan
dengan sistem sebenarnya (Gotfried 1984 dalam Nuroniah 2003). Simulasi adalah
peniruan perilaku suatu gejala atau proses yang bertujuan untuk memahami gejala
atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses
tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan dengan tahapan yaitu penyusunan
konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi.
Menurut Hartrisari (2007), simulasi yang menggunakan model dinamik
dapat memberikan penjelasan tentang proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi
hasil dari berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi model tersebut diperoleh
solusi untuk menunjang pengambilan keputusan sehingga simulasi model dinamik
ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pendugaan.
Keuntungan penggunaan simulasi antara lain dapat memberikan jawaban
apabila model analitik yang digunakan tidak memberikan solusi optimal. Model
16

disimulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi yang
lebih sedikit (Siagan 1987 dalam Nuroniah 2003).

Kebijakan Energi

Dalam rangka mengoptimumkan penggunaan sumberdaya energi,


pemerintah telah mengeluarkan kebijakan umum bidang energi yang meliputi
kebijakan diversifikasi, intensifikasi, konservasi, harga energi, dan lingkungan.
Kebijakan diversifikasi energi sudah dicanangkan sejak awal tahun 1980 dengan
strategi pengurangan penggunaan minyak dan menetapkan batubara sebagai bahan
bakar utama pembangkit listrik. Kebijakan diversifikasi ini bertujuan untuk
mengurangi laju pengurasan sumber energi minyak bumi, mengoptimalkan nilai
tambah produksi dan pemanfaatan energi, meningkatkan keamanan dan menjaga
kesinambungan pasokan energi, dan mendorong penggunaan sumber energi
terbarukan.
Kebijakan ini terus mengalami perbaikan sesuai dengan kondisi saat ini.
Kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan energi untuk mengurangi
ketergantungan terhadap minyak bumi, menitikberatkan pada pemanfaatan energi
alternatif dan mendorong efisiensi di sektor energi. Kebijakan energi ini dituangkan
dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
(KEN). KEN bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan
keamanan pasokan energi dalam negeri. Adapun sasaran dari KEN adalah:
1. Tecapainya elastisitas energi yang lebih kecil dari satu pada tahun 2025.
2. Terwujudnya energi primer mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan
masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional:
 minyak bumi sebesar-besarnya 20%,
 gas bumi minimal 30%,
 batubara minimal 33%,
 bahan bakar nabati (biofuel) minimal 5%,
 panas bumi minimal 5%,
 energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air,
 tenaga surya, dan tenaga angin minimal 5%,
 batubara yang dicairkan (liquefied coal) minimal 2%.
KEN merupakan kebijakan pemerintah untuk melakukan diversifikasi
energi. Pemerintah akan mengurangi pangsa penggunaan minyak bumi dan
meningkatkan pangsa penggunaan batubara dan gas bumi yang cadangannya relatif
lebih banyak serta meningkatkan pangsa penggunaan energi terbarukan (energi air,
energi panas bumi, biomassa, energi surya dan energi angin) karena potensinya
melimpah dan termasuk energi bersih. Pemerintah melalui Tim Nasional
Pengembangan Bahan Bakar Nabati pada tahun 2007 juga mengeluarkan blueprint
Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) dan ditindaklanjuti dengan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 23 tahun 2008 tentang Mandatori
Pemakaian BBM.
Berdasarkan hasil rapat antara DEN dengan komisi VII DPR RI
memaparkan pokok-pokok KEN yang meliputi arah kebijakan energi minyak dan
gas bumi, batubara, energi terbarukan, energi terbarukan BBN, panas bumi, energi
17

terbarukan surya, PLT tenaga laut dan arah kebijakan energi terbarukan nuklir.
Secara rinci pokok-pokok Kebijakan Energi Minyak dan Gas Bumi (KESDM
2010a) yaitu:
1. Perlu sistem fiskal untuk minyak, gas bumi dan CBM (coal bed methane) yang
lebih menjamin keuntungan atau mengurangi risiko kontraktor dengan
memberikan bagian pemerintah atau GT (government take) yang kecil untuk
R/C (revenue/cost) yang kecil dan GT yang besar untuk R/C yang besar.
2. Perlu segera membangun infrastruktur gas termasuk LNG (liquefied natural
gas) receiving terminal, pipa transportasi, SPBG (stasiun pengisi bahan bakar
gas), infrastruktur gas kota, dan lain-lain. Perlu harga gas dosmetik yang
menarik.
3. Perlu peningkatan kualitas informasi untuk wilayah kerja yang ditawarkan
melalui perbaikan ketersediaan data antara lain data geofisika dan geologi.
4. Perlu peningkatan kemampuan nasional migas dengan keberpihakan
pemerintah misalnya untuk kontrak-kontrak migas yang sudah habis maka
pengelolaannya diutamakan untuk perusahaan nasional dengan
mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan.
5. Perlu mendorong perbankan nasional untuk memberikan pinjaman guna
membiayai kegiatan produksi energi nasional.
6. Dana depletion premium dari energi tak terbarukan sangat diperlukan guna
meningkatkan kualitas informasi untuk penawaran konsesi-konsesi migas baru,
peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan penelitian, infrastruktur
pendukung migas, serta untuk pengembangan energi nonmigas dan energi di
pedesaan.
7. Perlu dikaji segera kemungkinan impor gas (LNG), karena lebih baik/murah
mengimpor gas daripada mengimpor minyak dan BBM. Di sektor rumah tangga,
pemakaian LPG lebih murah dari pemakaian minyak tanah. Di sektor
transportasi, penggunaan BBG lebih murah dan lebih bersih daripada BBM.
8. Perlu diperbaiki sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan di lingkungan
ESDM di samping koordinasi antarinstitusi untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan fiskal, perizinan, tanah, tumpang tindih lahan, lingkungan,
permasalahan desentralisasi dan lain-lain.
Dalam Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a),
kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020
khususnya sektor ESDM mencakup sebagai berikut:
1. Mengutamakan penyediaan energi dari sumber daya energi yang lebih
berkelanjutan;
2. Menyelaraskan pengelolaan energi nasional dengan arah pembangunan
nasional berkelanjutan, pelestarian sumber daya alam, konservasi sumber daya
energi dan pengendalian pencemaran lingkungan;
3. Melaksanakan kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi dengan kewajiban
memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup dan wajib mengutamakan teknologi yang ramah
lingkungan;
4. Kegiatan pengelolaan energi termasuk dan tidak terbatas pada kegiatan
eksplorasi, produksi, transportasi, transmisi, dan pemanfaatan energi wajib
memperhatikan faktor-faktor kesehatan, keselamatan kerja, dan dampak sosial
dengan tetap mempertahankan fungsi lingkungan hidup;
18

5. Setiap kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi wajib melaksanakan


pencegahan, pengurangan, penanggulangan dan pemulihan dampak, serta ganti
rugi yang adil bagi para pihak yang terkena dampak; dan
6. Kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi wajib meminimalkan produksi
limbah, penggunaan kembali limbah dalam proses produksi, penggunaan
limbah untuk manfaat lain, dan mengekstrak unsur yang masih memiliki
manfaat yang terkandung dalam limbah, dengan tetap mempertimbangkan
aspek sosial, lingkungan dan keekonomiannya.

3 METODE ANALISIS

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan mengacu pada perumusan masalah dan


tujuan penelitian, terdapat hubungan yang kuat antara penyediaan dan konsumsi
BBM Indonesia. Konsumsi BBM Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi minyak bumi. Produksi
minyak bumi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Selama ini, realisasi
produksi minyak bumi selalu lebih rendah dari target APBN-P. Pada tahun 2014
realisasi produksi minyak bumi Indonesia sebesar 789 ribu bpd, sementara target
APBN-P sebesar 818 ribu bpd (KESDM 2015a).
Dari sisi konsumsi, terdapat dua permasalahan utama konsumsi BBM di
Indonesia. Pertama, jumlah konsumsi BBM per kapita yang tinggi dan cenderung
meningkat. Kedua, harga BBM yang rendah karena disubsidi oleh pemerintah
sehingga belum mencapai harga keekonomiannya. Harga BBM yang rendah
menyebabkan pemanfaatan BBM menjadi tidak efisien (boros). Selain itu, harga
minyak di Indonesia sangat tergantung dari fluktuasi harga minyak mentah dunia.
Sedangkan dari sisi penyediaan, terdapat tiga permasalahan utama
penyediaan BBM di Indonesia yang menyebabkan penurunan produksi dan masih
terbatasnya penyediaan BBM di Indonesia. Pertama, terbatasnya teknologi
eksplorasi yang ditunjukkan oleh sebagian besar aktivitas eksplorasi minyak di
Indonesia dilakukan kontraktor perusahaan minyak asing sehingga tidak
sepenuhnya hasil eksplorasi minyak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik.
Kedua, cadangan minyak bumi cenderung menurun dari tahun ke tahun. Ketiga,
investasi minyak bumi masih terbatas dan cenderung menurun. Hal ini disebabkan
oleh masalah ketidakpastian dan inkonsistensi regulasi, kebijakan penetapan harga
yang rendah sehingga tidak menarik bagi investor, ekonomi biaya tinggi,
inkonsistensi di bidang perpajakan, dan keterbatasan infrastruktur.
Saat ini Indonesia dihadapkan pada beberapa isu penting terkait BBM yaitu
pertumbuhan konsumsi BBM yang tinggi tetapi pemanfaatannya tidak efisien dan
cenderung boros serta suplai BBM yang meningkat untuk memenuhi kebutuhan
BBM dalam negeri. Perubahan struktur ekonomi Indonesia, adanya peningkatan
aktivitas ekonomi serta perubahan pola hidup masyarakat sangat memengaruhi laju
peningkatan konsumsi BBM di semua sektor.
19

Hubungan antara penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Permasalahan sisi konsumsi BBM: Permasalahan sisi penyediaan BBM:


 Peningkatan konsumsi BBM  Terbatasnya teknologi eksplorasi
 Harga BBM yang rendah  Menipisnya cadangan minyak bumi
 Investasi yang terbatas

Studi analisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Model Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia


Blok Blok Blok Harga Blok Pengeluaran
Penyediaan Konsumi BBM dan Penerimaan
BBM BBM Pemerintah

Model penyediaan dan konsumsi BBM


Persamaan Simultan
serta emisi CO2 Indonesia

Hasil koefisien pendugaan Simulasi Dinamik

Peramalan penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Analisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Rumusan implikasi kebijakan BBM Indonesia

Gambar 5 Kerangka pemikiran


Selain itu, Indonesia juga menghadapi isu terkait penurunan harga minyak
dunia. Penurunan harga minyak dunia berdampak pada ekspor minyak mentah
Indonesia. Nilai ekspor minyak mentah Indonesia akan mengalami penurunan yang
berdampak pada penurunan penerimaan negara dari sektor migas. Di sisi lain, impor
minyak akan mengalami penurunan harga sehingga dapat menghemat pengeluaran
impor minyak. Harga minyak domestik terutama gasoline (bensin) menjadi isu
yang sensitif di saat harga minyak dunia turun. Pemerintah tidak secara spontan
menurunkan harga bensin. Beberapa pertimbangan pemerintah perlu dikaji, apakah
20

hal ini dikarenakan konsumsi BBM yang meningkat, sehingga harga ditahan agar
konsumsi tidak berlebihan. Pertimbangan lainnya terkait dengan anggaran
pemerintah yang defisit, dengan tidak menurunkan harga BBM, maka subsidi untuk
BBM akan menurun sehingga akan mengurangi beban anggaran pemerintah.
Kontinuitas penggunaan BBM memunculkan paling sedikit dua ancaman
serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan BBM untuk beberapa
dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya (2) polusi akibat emisi
pembakaran BBM ke lingkungan. BBM merupakan sumber energi yang tidak
terbarukan dimana keberadaannya lambat laun akan habis atau menimbulkan
masalah kelangkaan yang tentunya akan berdampak negatif terhadap kehidupan
manusia. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini atau paling
tidak menunda terjadinya kelangkaan, salah satunya adalah dengan menggunakan
atau memanfaatkan BBM secara efisien.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa penyediaan BBM sangat penting bagi
keberlanjutan ketahanan energi nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan
(konsumsi) BBM yang semakin meningkat. Selanjutnya akan coba dibangun suatu
model ekonometrika untuk penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia. Model
tersebut untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penyediaan
dan konsumsi BBM di Indonesia. Selain itu, penelitian ini melakukan peramalan
terhadap penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia serta emisi CO 2 dengan
menggunakan simulasi dinamik, untuk mengetahui perkiraan penyediaan dan
konsumsi BBM serta emisi CO2 di Indonesia di masa yang akan datang.
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam Gambar 5 di atas
sangat menarik untuk melakukan studi”Analisis Penyediaan dan Konsumsi BBM
Indonesia”. Data utama yang digunakan merupakan data BBM Indonesia yang
bersumber dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Lebih lanjut dari
gambar kerangka pemikiran di atas dapat dinyatakan bahwa di samping dilakukan
pendugaan terhadap koefisien pendugaan berdasarkan data historis juga dilakukan
peramalan melalui simulasi dinamik. Peramalan dilakukan sampai tahun 2025
dengan pertimbangan bahwa pada tahun tersebut sesuai dengan rancangan
kebijakan energi nasional yang berlaku pada tahun 2025.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data deret waktu pada
periode 2000-2014. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan
data-data dari sumber lain yang mendukung penelitian ini.

Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi beberapa metode


analisis. Metode analisis deskriptif dengan tabulasi sederhana digunakan untuk
tujuan penelitian pertama, yaitu menganalisis tren penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia. Analisis deskriptif dalam penulisan digunakan untuk memberikan
21

penjelasan serta interpretasi atas informasi dan data hasil penelitian. Tujuan
penelitian kedua yaitu faktor-faktor yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi
BBM Indonesia dianalisis menggunakan persamaan simultan. Untuk tujuan ketiga
yaitu peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan
menggunakan simulasi dinamik. Simulasi dinamik juga digunakan untuk tujuan
penelitian keempat yaitu menganalisis peramalan emisi CO 2 yang dihasilkan dari
konsumsi BBM. Sedangkan untuk tujuan terakhir yaitu merumuskan kebijakan
BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis deskriptif.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Office
Excel, Eviews dan Vensim.

Model Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

Spesifikasi Model Penyediaan dan Konsumsi BBM


Elinur (2012) membangun model konsumsi dan penyediaan energi dalam
perekonomian Indonesia. Dalam penelitian tersebut ada enam jenis energi yang
dianalisis, yaitu batubara, minyak mentah, BBM, gas, biomassa, dan listrik.
Analisis yang dilakukan mencakup penyediaan energi primer, transformasi energi,
penyediaan energi akhir, dan permintaan (konsumsi). Konsumsi energi mencakup
konsumsi energi sektor industri, transportasi, rumah tangga, pertanian dan sektor
lainnya.
Spesifikasi model dalam penelitian ini mengadopsi model konsumsi dan
penyediaan energi yang dibangun oleh Elinur (2012). Dalam studi ini model
dikhususkan untuk BBM yang meliputi model penyediaan BBM, model harga
BBM, model konsumsi BBM, dan model pengeluaran dan penerimaan Pemerintah.
Penelitian ini untuk memperoleh gambaran yang lebih detail tentang penyediaan
dan konsumsi BBM Indonesia. Diagram spesifikasi model penyediaan dan
konsumsi BBM Indonesia yang menyatakan hubungan antarblok disajikan pada
Gambar 6.
22

BLOK PENYEDIAAN BBM BLOK HARGA BBM

Pemanfaatan Kilang Minyak Harga Minyak Mentah

Input Minyak Mentah untuk Harga BBM


Kilang Minyak
Harga Avgas
Produksi BBM Domestik
Harga Avtur
Impor Minyak Mentah
Harga Bensin
Impor BBM
Harga Minyak Tanah
Total Impor

Harga Minyak Solar


Penyediaan BBM

BLOK KONSUMSI BBM BLOK PENGELUARAN DAN


PENERIMAAN PEMERINTAH
Konsumsi BBM

Pengeluaran Pemerintah
Konsumsi Avgas

Konsumsi Avtur Pengeluaran Subsidi BBM

Konsumsi Bensin Penerimaan Pemerintah

Konsumi Minyak Tanah

Konsumsi Minyak Solar

Gambar 6 Simplifikasi model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Blok Persamaan Penyediaan BBM


Penyediaan BBM yang dikonsumsi oleh sektor industri, sektor rumah
tangga, sektor transportasi, sektor pertanian dan sektor lainnya berasal dari produksi
domestik ditambah impor dikurangi ekspor. Persamaan penyediaan BBM meliputi
persamaan pemanfaatan kilang minyak, input minyak mentah untuk kilang,
produksi BBM, impor minyak mentah, impor BBM, dan total impor minyak.
23

Pemanfaatan Kilang Minyak


Pemanfaatan kilang minyak merupakan jumlah kilang minyak yang
digunakan untuk menghasilkan BBM. Pemanfaatan kilang minyak dipengaruhi
oleh PDB, pertumbuhan suku bunga dan peubah bedakalanya. PDB yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan PDB Nominal. Persamaan pemanfaatan kilang
minyak dapat dirumuskan:
RFUTt = a0 + a1PDBt + a2PSKBRt + a3RFUTt-1 + U1………….……………….....(1)
dimana:
RFUTt = Pemanfaatan kilang minyak (unit per tahun)
PDBt = Produk Domestik Bruto (rupiah triliun)
PSKBRt = Pertumbuhan suku bunga (%)
RFUTt-1 = Lag pemanfaatan kilang minyak (unit per tahun)
t = Periode tahun dari 2000 sampai dengan 2014
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
a1 > 0; a2 <0 dan 0 < a3 <1
Input Minyak Mentah untuk Kilang Minyak
Input minyak mentah untuk kilang merupakan pemanfaatan kilang minyak
dikali dengan kapasitas pengilangan. Persamaan input minyak mentah untuk kilang
dapat dinyatakan dengan persamaan identitas:
RFCRDt = RFUTt*RCCRt…………………………………………………….....(2)
dimana:
RFCRDt = Input minyak mentah domestik untuk kilang (ribu barel)
RCCRt = Kapasitas kilang minyak (ribu barel)
Produksi BBM Domestik
Produksi BBM domestik merupakan produksi BBM yang dihasilkan dari
kilang minyak Indonesia yang merupakan BBM yang siap untuk dikonsumsi.
Produksi BBM domestik dipengaruhi oleh harga minyak dunia, pertambahan input
minyak mentah untuk kilang minyak, kapasitas kilang minyak dan peubah
bedakalanya. Rumus untuk produksi BBM domestik sebagai berikut:
YBBMDt = b0 + b1POILWt + b2DRFCRDt + b3YBBMDt-1 + U2……....(3)
dimana:
YBBMDt = Produksi BBM domestik (ribu barel)
POILWt = Harga minyak dunia (USD per barel)
DRFCRDt = Pertambahan input minyak mentah untuk kilang (ribu barel)
YBBMDt-1 = Lag produksi BBM domestik (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
b1, b2 > 0 dan 0 < b3 < 1
24

Impor Minyak Mentah


Sumber minyak bumi lain selain produksi domestik adalah impor. Impor
terdiri dari impor minyak mentah dan impor BBM. Impor minyak mentah
dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, produksi minyak mentah domestik, harga
minyak mentah dunia, nilai tukar rupiah terhadap USD dan peubah bedakalanya.
Nilai tukar rupiah terhadap USD dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai tukar
rupiah terhadap USD selama satu tahun. Persamaan impor minyak mentah dapat
dirumuskan:
IMCRt = c0 + c1CBBMt+ c2PCRDt+ c3POILWt + c4EXCHRt + c5IMCRt-1 +U3….(4)
dimana:
IMCRt = Impor minyak mentah (ribu barel)
CBBMt = Konsumsi akhir BBM (ribu barel)
PCRDt = Produksi minyak mentah domestik (ribu barel)
EXCHRt = Nilai tukar Rupiah tarhadap USD (rupiah/USD)
IMCRt-1 = Lag impor minyak mentah (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
c1 > 0; c2, c3, c4< 0 dan 0 < c5 < 1
Impor BBM
Impor BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, jumlah transportasi
darat, nilai tukar rupiah terhadap USD dan peubah bedakalanya. Transportasi darat
dalam penelitian ini merupakan segala bentuk transportasi menggunakan jalan
untuk mengangkut penumpang atau barang. Persamaan impor BBM dapat
dirumuskan:
IBBMt = d0 + d1 CBBMLt + d2VEHIt + d3EXCHRt + d4IBMMt-1
+U4………………………………………………………………....(5)
dimana:
IBBMt = Impor BBM (ribu barel)
VEHIt = Jumlah transportasi darat (unit)
IBBMt-1 = Lag impor BBM (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
d1, d2, > 0; d3 < 0 dan 0 < d4 < 1
Total Impor
Total impor BBM merupakan penjumlahan impor minyak mentah dengan
impor BBM. Persamaan total impor dapat dirumuskan:
TIBBMt = IBBMt + IMCRt……………………………………………………....(6)
dimana:
TIBBMt = Total impor BBM (ribu barel)
25

Penyediaan BBM
Penyediaan BBM merupakan produksi BBM domestik ditambah impor
BBM dikurangi ekspor BBM. Rumus untuk penyediaan BBM sebagai berikut:
SBBMt = YBBMDt +IBBMt – XBBMt……………………………………..…....(7)
dimana:
SBBMt = Penyediaan BBM (ribu barel)
XBBMt = Ekspor BBM (ribu barel)
Persamaan Harga BBM
Harga Minyak Mentah Domestik
Harga minyak mentah domestik dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM,
penyediaan BBM, pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak
mentah dunia, dan lag harga minyak mentah domestik. Persamaan harga minyak
mentah domestik dapat dirumuskan:
RPCRDt = e0+ e1CBBMt+ e2SBBMt + e3GSBBMt+ e4POILWt + e5RPCRDt-1 + U5
………………………………………………………………..…...…..(8)
dimana:
RPCRDt = Harga minyak mentah domestik (Rupiah per barel)
GSBBMt = Pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM (Rupiah triliun)
RPCRDt-1 = Lag harga minyak mentah domestik (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
e1, e4 > 0; e2, e3 < 0, dan 0 < e5 <1
Harga BBM
Harga BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, penyediaan BBM,
pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia, dan lag
harga BBM. Persamaan harga BBM dapat dirumuskan:
RPBBMt = f0+ f1CBBMt+ f2SBBMt + f3GSBBMt+ f4POILWt + f5RPBBMt-1 + U6
……………………………………..……………………………...…..(9)
dimana:
RPBBMt = Harga BBM (Rupiah per barel)
RPBBMt-1 = Lag harga BBM (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
f1, f4 > 0; f2, f3 < 0, dan 0 < f5 <1
Harga Avgas
Harga Avgas dipengaruhi oleh konsumsi avgas, penyediaan BBM,
pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia dan lag
harga Avgas. Persamaan harga Avgas dapat dirumuskan:
26

RPAVGt = g0+ g1CAVGt+ g2SBBMt + g3GSBBMt+ g4POILWt + g5RPAVGt-1 + U7


………………………..…………………………………….........…..(10)
dimana:
RPAVGt = Harga avgas (Rupiah per barel)
CAVGt = Konsumsi avgas (ribu barel)
RPAVGt-1 = Lag harga avgas (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
g1, g4 > 0; g2, g3 < 0, dan 0 < g5 <1
Harga Avtur
Harga avtur dipengaruhi oleh konsumsi konsumsi avtur, penyediaan BBM,
pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia, dan lag
harga avtur. Persamaan harga Avtur dapat dirumuskan:
RPAVTt = h0+ h1CAVTt+ h2SBBMt + h3GSBBMt+ h4POILWt + h5RPAVTt-1 + U8
……………..………………………………………………….....…..(11)
dimana:
RPAVTt = Harga avtur (Rupiah per barel)
CAVTt = Konsumsi avtur (ribu barel)
RPAVTt-1 = Lag harga avtur (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
h1, h4 > 0; h2, h3 < 0, dan 0 < h5 <1
Harga Bensin (Gasoline)
Harga bensin dipengaruhi oleh konsumsi bensin, penyediaan BBM,
pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia, dan lag
harga bensin. Persamaan harga bensin dapat dirumuskan:
RPGSLt = i0+ i1CGSLt+ i2SBBMt + i3GSBBMt+ i4POILWt + i5RPGSLt-1 + U9
…………………………………………………………………...…..(12)
dimana:
RPGSLt = Harga bensin (Rupiah per barel)
CGSLt = Konsumsi bensin (ribu barel)
RPGSLt-1 = Lag harga bensin (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
i1, i4 > 0; i2, i3 < 0, dan 0 < i5 <1
Harga Minyak Tanah (Kerosene)
Harga minyak tanah dipengaruhi oleh konsumsi minyak tanah, penyediaan
BBM, pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia,
dan lag harga minyak tanah. Persamaan harga minyak tanah dapat dirumuskan:
27

RPKRt = j0+ j1CKRt+ j2SBBMt + j3GSBBMt+ j4POILWt + j5RPKRt-1 + U10…...(13)


dimana:
RPKRt = Harga minyak tanah (Rupiah per barel)
CKRt = Konsumsi minyak tanah (ribu barel)
RPKRt-1 = Lag harga minyak tanah (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
j1, j4 > 0; j2, j3 < 0, dan 0 < j5 <1
Harga Minyak Solar (Automotive Diesel Oil/ADO)
Harga minyak diesel dipengaruhi oleh konsumsi minyak solar, penyediaan
BBM, pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, harga minyak mentah dunia
dan lag harga minyak solar. Persamaan harga minyak solar dapat dirumuskan:
RPDSt = k0+ k1CDSt+ k2SBBMt + k3GSBBMt+ k4POILWt + k5RPDSt-1 +
U11……………………………………………...……………………(14)
dimana:
RPDSt = Harga minyak solar (Rupiah per barel)
CDSt = Konsumsi minyak solar (ribu barel)
RPDSt-1 = Lag harga minyak solar (Rupiah per barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
k1, k4 > 0; k2, k3 < 0, dan 0 < k5 <1
Blok Persamaan Konsumsi BBM
Konsumsi BBM
Konsumsi BBM dipengaruhi oleh harga BBM, PDB, dan lag konsumsi
BBM. Persamaan konsumsi BBM yang digunakan sebagai berikut:
CBBMt = l0 + l1RPBBMt + l2PDBt + l3CBBMt-1 + U12……..………………...…(15)
dimana:
CBBMt-1 = Lag konsumsi akhir BBM (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
l1 < 0; l2 > 0 dan 0 < l3 <1
Konsumsi Avgas
Konsumsi Avgas dipengaruhi oleh harga Avgas, PDB, dan lag konsumsi
Avgas. Persamaan konsumsi Avgas yang digunakan sebagai berikut:
CAVGt = m0 + m1 RPAVGt + m2PDBt + m3CAVGt-1 + U13……………………..(16)
dimana:
CAVGt-1 = Lag konsumsi avgas (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
28

m1 < 0; m2 > 0 dan 0 < m3 <1


Konsumsi Avtur
Konsumsi Avtur dipengaruhi oleh harga Avtur, PDB, dan lag konsumsi
Avtur. Persamaan konsumsi Avtur yang digunakan sebagai berikut:
CAVTt = n0 + n1RPAVTt + n2PDBt + n3CAVTt-1 + U14……………….……...…(17)
dimana:
CAVTt-1 = Lag konsumsi avtur (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
n1 < 0; n2 > 0 dan 0 < n3 <1
Konsumsi Bensin (Gasoline)
Konsumsi bensin dipengaruhi oleh harga bensin, PDB dan lag konsumsi
bensin. Persamaan konsumsi bensin yang digunakan sebagai berikut:
CGSLt = o0 + o1RPGSLt + o2PDBt + o3CGSLt-1 + U15………………….………(18)
dimana:
CGSLt-1 = Lag konsumsi bensin (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
o1 < 0; o2 > 0 dan 0 < 03 <1
Konsumsi Minyak Tanah (Kerosene)
Konsumsi minyak tanah dipengaruhi oleh harga minyak tanah, PDB, dan
lag konsumsi minyak tanah. Persamaan konsumsi kerosene yang digunakan sebagai
berikut:
CKRt = p0 + p1RPKRt + p2PDBt + p3CKRt-1 + U16…………………..……...…(19)
dimana:
CKRt-1 = Lag konsumsi minyak tanah (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
p1 < 0; p2 > 0 dan 0 < p3 <1
Konsumsi Minyak Solar (Automotive Diesel Oil/ADO)
Konsumsi minyak solar dipengaruhi oleh harga minyak solar, PDB, dan lag
konsumsi minyak solar. Persamaan konsumsi minyak solar yang digunakan sebagai
berikut:
CDSt = q0 + q1RPDSt + q2PDBt + q3CDSt-1 + U17……………………..………(20)
dimana:
CDSt-1 = Lag konsumsi solar (ribu barel)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
q1 < 0; q2 > 0 dan 0 < q3 <1
29

Persamaan Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah


Pengeluaran Pemerintah
Persamaan pengeluaran pemerintah perlu untuk dirumuskan, hal ini terkait
dengan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Persamaan pengeluaran
pemerintah dibentuk dalam persamaan identitas yang dapat dirumuskan:
Gt = GNSt + GSBBMt + GSNBBMt .....................................................................(21)
dimana:
Gt = Total pengeluaran pemerintah (Rupiah triliun)
GNSt = Pengeluaran pemerintah non subsidi (Rupiah triliun)
GSNBBMt = Pengeluaran pemerintah subsidi non BBM (Rupiah triliun)
Pengeluaran Subsidi BBM
Pengeluaran subsidi BBM merupakan pengeluaran pemerintah.
Pengeluaran subsidi BBM dipengaruhi oleh penerimaan pemerintah, nilai tukar
rupiah terhadap US Dollar tahun sebelumnya, konsumsi akhir BBM dan peubah
bedakalanya. Persamaan pengeluaran subsidi BBM dapat dirumuskan:
GSBBMt = r0 + r1RGt + r2EXCHRt-1 + r3CBBMt + r4GSBBMt-1 +
U18………….……………………………………………….......(22)
dimana:
RGt = Penerimaan pemerintah (Rupiah triliun)
EXCHRt-1 = Lag nilai tukar rupiah terhadap USD (Rupiah/USD)
GSBBMt-1 = Lag pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM (Rupiah triliun)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
r1, r3 > 0; r2 < 0 dan 0 < r4 <1
Penerimaan Pemerintah
Penerimaan pemerintah merupakan salah satu faktor yang menentukan
adanya pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Oleh karena itu persamaan
penerimaan pemerintah perlu dirumuskan. Persamaan penerimaan pemerintah
dapat dirumuskan:
RGt = s0 + s1DPDBt + s2TAXt + U19 .....................................................................(23)
dimana:
DPDBt = Pertambahan PDB (Rupiah triliun)
TAXt = Total Pajak (Rupiah triliun)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
s1, s2 > 0
Identifikasi Model dan Metode Pendugaan Model
Model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia yang dikembangkan dalam
penelitian ini merupakan model persamaan simultan, yang mana perilaku peubah-
30

peubahnya ditentukan secara bersamaan. Sehingga dengan adanya simultanitas ini


menyebabkan penduga parameter dengan metode OLS (Ordinary Least Squares)
bersifat tidak konsisten dan bias sehingga perlu metode pendugaan alternatif
(Juanda 2009).
Untuk dapat diduga parameternya, suatu model persamaan simultan harus
teridentifikasi. Persyaratan Order menyatakan bahwa (Juanda 2009):
Jika suatu persamaan teridentifikasi, maka jumlah predetermined variables
(peubah eksogen) diluar persamaan tersebut (P L) harus lebih banyak dari
atau sama dengan jumlah peubah endogen dalam persamaan tersebut (E D)
dikurangi 1, atau PL ≥ (ED - 1).
Kriteria identifikasi model dengan menggunakan order condition
dinyatakan:
 Jika PL = (ED - 1), maka persamaan dalam model dinyatakan teridentifikasi
secara tepat (exactly identified).
 Jika PL > (ED - 1), maka persamaan dalam model dikatakan teridentifikasi
berlebih (over-identified).
 Jika PL < (ED - 1), maka persamaan dalam model dikatakan tidak
teridentifikasi (unidentified).
Dalam studi ini, pada model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia
terdapat 23 persamaan, yang terdiri dari 19 persamaan struktural dan 4 persamaan
identitas. Dalam model ini terdapat 19 peubah endogen dan 36 peubah
predetermined, sehingga total peubah dalam model adalah 55. Dengan demikian,
berdasarkan kriteria order condition, maka model penyediaan dan konsumsi
minyak bumi Indonesia adalah over identified karena seluruh persamaan struktural
dalam model over identified.
Setelah melakukan identifikasi model, langkah selanjutnya adalah
menentukan metode pendugaan model. Untuk model persamaan simultan dengan
kondisi setiap persamaannya yang teridentifikasi berlebih (over identified), maka
pendugaan parameter dapat menggunakan beberapa metode yang ada seperti Two
Stage Least Squares (2SLS), 3SLS (Three Stage Least Squares), LIML (Limited
Information Maximum Likelihood) atau FIML (Full Information Maximum
Likehood).
Dalam penelitian ini metode pendugaan model yang digunakan adalah
2SLS, dengan beberapa pertimbangan, yaitu penerapan 2SLS menghasilkan
taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode 3SLS
dan FIML menggunakan informasi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap
kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model.
Evaluasi Model
Terdapat tiga kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model
ekonometrika yaitu: (1) kriteria ekonomi, (2) kriteria statistik, (3) dan kriteria
ekonometrik (Koutsoyiannis 1977). Berdasarkan kriteria ekonomi, model
dievaluasi dengan melihat apakah tanda dan besarnya parameter dugaan variabel-
variabel penjelas dalam persamaan sesuai dengan hipotesis. Berdasarkan kriteria
31

statistik, akan dilihat besarnya nilai koefisien determinasi (R2), nilai uji-f dan uji-t.
Pada kriteria ekonometrik yang digunakan ialah dengan melihat adanya
autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berikut serangkaian evaluasi model yang
dilakukan:
a) Kesesuaian Model
Kesesuaian model (Goodness of Fit) dihitung dengan nilai koefisien
determinasi R2. Koefisien determinasi R2 bertujuan untuk mengukur keragaman
variabel dependen yang dapat diterapkan oleh variabel independen. R2 menunjukan
besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen.
Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Juanda 2009):
jumlah kuadrat regresi jumlah kuadrat galat
R2 = =1-
jumlah kuadrat total jumlah kuadrat total
Selang R2 yang digunakan adalah 0 < R2 < 1. R2 = 1 berarti semua variasi
respon dari variabel dapat dijelaskan dengan fungsi regresi, sedangkan R 2 = 0
berarti tidak satupun variasi pada variabel dapat dijelaskan oleh fungsi regresi.
Dalam kenyataannya nilai R2 berada dalam selang 0 sampai 1 dengan interpretasi
relatif terhadap ekstrim 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi semakin mendekati 1,
maka model tersebut semakin baik.
b) Uji Autokorelasi dan Heteroskedastisitas
Persamaan dalam penelitian ini menggunakan data time-series yang
mengandung lagged endogenous variable. Pada jenis data seperti ini sering
ditemukan masalah autokorelasi, dimana terjadi hubungan error-term antardua
pengamatan. Dalam Koutsoyiannis (1977), adanya autokorelasi dapat
menyebabkan terjadinya:
 Varians yang diperoleh dari pendugaan lebih kecil daripada nilai varians yang
sesungguhnya.
 Hasil dugaan dengan metode 2SLS bersifat inefisien, artinya variansnya lebih
besar dibandingkan dengan metode ekonometrik lainnya.
Selanjutnya karena model mengandung persamaan simultan dan peubah
bedakala (lag endogenous variable), maka uji serial korelasi dengan menggunakan
statistik dw (Durbin-Waston Statistics) tidak valid untuk digunakan. Sebagai
penggantinya, dalam penelitian ini untuk menguji autokorelasi digunakan Breusch-
Godfrey Serial Correlatation LM Test. Jika nilai probability Breusch-Godfrey
Serial Correlatation LM Test lebih besar dari taraf α yang digunakan, maka dapat
disimpulkan dalam persamaan tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi.
Sedangkan untuk masalah heteroskedastisitas, dalam penelitian ini
menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey Test. Dimana jika nilai probability
Breusch-Pagan-Godfrey Test lebih besar dari taraf α yang digunakan, maka
disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
c) Uji F
Untuk menguji apakah peubah-peubah penjelas secara bersama-sama
berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing
persamaan digunakan uji statistik F. Hipotesis yang diuji dari persamaan di atas
adalah variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.
32

Hipotesis ini disebut hipotesisis nol. Mekanisme uji statistik F sebagai berikut
(Juanda 2009):
H0 : a1 = a2 = ... = ai = 0 atau variasi peubahan nilai variabel independen tidak dapat
menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen.
H1 : minimal ada satu nilai parameter dugaan (ai) yang tidak sama dengan nol atau
variasi perubahan nilai variabel independen dapat menjelaskan variasi
perubahan nilai variabel dependen.
Untuk i = 1, 2, 3...., k
a = dugaan parameter
Statistik uji yang digunakan dalam uji-F:
SSR⁄
(k-1)
F hitung =
SSE⁄
(n-k)
Dengan derajat bebas = (k – 1), (n – k)
dimana:
SSR = jumlah kuadrat regresi
SSE = jumlah kuadrat sisa
k = jumlah parameter
n = jumlah pengamatan
Kemudian dilakukan pengujian dimana F-hitung dari hasil analisis
dibandingkan dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka tolak H0 berarti ada
minimal satu parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap
keragaman variabel endogen. Sedangkan jika F-hitung < F-tabel maka terima H0
yang berarti secara bersama-sama variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan
secara nyata keragaman dari varibel endogen.
d) Uji t
Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara
individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-
masing persamaan digunakan uji statistik t. Uji parsial (uji-t) bertujuan untuk
mengetahui apakah variabel eksogen yang terdapat dalam model secara individu
berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Mekanisme uji staristik t adalah
seperti berikut (Juanda 2009):
Hipotesis:
H0 = Perubahan satu variabel eksogen secara individu tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan variabel endogen.
H1 = Perubahan satu variabel eksogen secara individu berpengaruh nyata terhadap
perubahan variabel endogen.
α
ttabel = t ( ) , (n - k - 1)
2
Statistik uji yang digunakan dalam uji t:
bi
thitung =
S(bi )
33

dimana :
bi = koefisien parameter dugaan
S (bi) = standar deviasi parameter dugaan
Kriteria uji:
t hitung < t tabel ; maka terima H0
t hitung > t tabel ; maka tolak H0
Semakin banyak H0 yang ditolak maka suatu model akan semakin baik untuk
dijadikan model pendugaan persamaan simultan.
e) Pengukuran Elastisitas
Pengukuran elastisitas dilakukan untuk melihat seberapa besar derajat
kepekaan variabel endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan yang terjadi
pada variabel eksogen yang memengaruhinya. Nilai elastisitas diperoleh dari
perhitungan sebagai berikut:
̅̅̅i)
ai (X
̅̅̅̅̅
Esr (Y ̅̅̅
t , Xi ) =
(Y̅̅̅t )
dimana:
̅̅̅̅̅
Esr (Y ̅̅̅
t , Xi ) = Elastisitas variabel Yt terhadap variabel Xt
ai = Parameter dugaan variabel eksogen Xi
̅̅̅
Xi = Rata-rata variabel eksogen Xi dalam periode pengamatan
̅̅̅
Yt = Rata-rata variabel endogen Yt dalam periode pengamatan
Kriteria uji:
 Jika nilai elastisitas lebih dari satu (E > 1), dikatakan elastis (responsif) karena
perubahan satu persen variabel eksogen mengakibatkan perubahan variabel
endogen lebih dari satu persen.
 Jika nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1), dikatakan inelastis (tidak
responsif), karena perubahan satu persen variabel eksogen akan mengakibatkan
perubahan variabel endogen kurang dari satu persen.
 Jika nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0), dikatakan inelatis sempurna.
 Jika nilai elastisitasnya tak hingga (E = ∞), dikatakan elastis sempurna.
 Jika nilai elastisitasnya sama dengan satu (E = 1), dikatakan unitary elastis.
f) Validasi Model
Untuk mengetahui apakah model yang diduga dapat merefleksikan dengan
baik realitas dan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk memenuhi tujuan
aplikasi model dan peramalan atau proyeksi maka sebelum diaplikasi model
terlebih dahulu divalidasi. Kriteria statistik yang sering digunakan untuk validasi
nilai pendugaan model ekonometrika adalah Root Mean Square Percent Error
(RMSPE) dan Theil’s Coefficient (U) (Pyndick dan Rubinfeld 1998) adalah sebagai
berikut:
34

T 0.5
2
1 (Yet -Yat )
RMSPE = [ ∑ ]
T (Yat )
t=1

1 0.5
2
[ ∑Tt=1 (Yet -Yat ) ]
T
U= 0.5
1 2 1 2 0.5
[ ∑Tt=1 (Yet ) ] + [T ∑Tt=1 (Yat ) ]
T

dimana:
RMSPE = Akar tengah kuadrat persen galat
U = Koefisien ketidaksamaan Theil
Yet = Nilai dugaan model
Yat = Nilai pengamatan contoh
T = Jumlah pengamatan dalam simulasi
Statistik RMSPE digunakan untuk mengetahui seberapa jauh nilai-nilai
peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam
ukuran relatif (persen), atau seberapa dapat nilai-nilai dugaan itu mengikuti
perkembangan nilai aktualnya. Sementara statistik U juga untuk mengukur
besarnya penyimpangan nilai-nilai dugaan tersebut yang bermanfaat untuk
mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien
ketidaksamaan Theil (U) berkisar antara 0 dan 1. Jika U = 0, maka pendugaan
model adalah sempurna, dan jika U = 1 maka pendugaan model adalah naif. Pada
dasarnya semakin kecil nilai RMSPE dan U semakin baik pendugaan model.
Definisi Operasional Variabel
1) Data time series adalah data yang dikumpulkan dari beberapa tahapan waktu
secara kronologis pada serangkaian variabel yang diamati pada interval waktu
tertentu, misalnya mingguan, bulanan, dan tahunan.
2) Minyak bumi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya alam
yang berasal dari dalam bumi berbentuk cair yang secara kimiawi terdiri dari
senyawa kompleks dengan unsur utama atom Hidrogen (H) dan Carbon (C)
dapat digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai bahan bakar.
3) BBM adalah keseluruhan produk yang dihasilkan dari kilang minyak bumi,
antara lain avgas, avtur, bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene), minyak
solar (Automotive Diesel Oil), minyak diesel dan minyak bakar.
4) Avgas adalah BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi.
Avgas didesain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin sistem
pembakaran dalam (internal combution), mesin piston dengan sistem pengapian.
Performa BBM ini ditentukan dengan nilai octane number antara nilai dibawah
100 dan juga diatas nilai 100. Nilai octane jenis avgas yang beredar di Indonesia
memiliki nilai 100/130.
5) Avtur merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi.
Avtur didesain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin turbin
(external combustion). Performa atau nilai mutu jenis bahan bakar avtur
35

ditentukan oleh karakteristik kemurnian bahan bakar, model pembakaran turbin


dan daya tahan struktur pada suhu yang rendah.
6) Bensin (gasoline) adalah jenis Bahan Bakar Minyak. Bensin merupakan nama
umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan untuk mesin dengan
pembakaran dengan pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan
bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu
jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Octane
Number). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi 3
jenis yaitu: Premium (RON 88, Pertamax (RON 92) dan Pertamax Plus (RON
95).
7) Minyak tanah (kerosene) adalah bagian dari minyak mentah yang memiliki titik
didih antara 150 °C dan 300 °C dan tidak berwarna. Digunakan selama
bertahun-tahun sebagai alat bantu penerangan, memasak, water heating, dll.
Umumnya merupakan pemakaian domestik (rumahan) dan usaha kecil.
8) Minyak solar (Automotive Diesel Oil) merupakan BBM jenis solar yang
memiliki angka performa cetane number 45, jenis BBM ini umumnya
digunakan untuk mesin trasportasi mesin diesel yang umum dipakai dengan
sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection, jenis
BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor trasportasi dan mesin
industri.
9) Pemanfaatan kilang minyak merupakan jumlah kilang minyak yang digunakan
untuk menghasilkan BBM.
10) Kilang minyak adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah minyak mentah
menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun produk-
produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Kilang minyak
merupakan fasilitas industri yang sangat kompleks dengan berbagai jenis
peralatan proses dan fasilitas pendukungnya.
11) Produk Domestik Bruto adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang
diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per
tahun). PDB nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan
pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB atas dasar harga
konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari
harga. Dalam penelitian ini PDB yang digunakan adalah PDB nominal.
12) Suku bunga adalah persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal
jasa (bunga) dalam suatu periode tertentu. Pertumbuhan suku bunga dalam
penelitian ini adalah rata-rata pertumbuhan suku bunga dalam setahun.
13) Input minyak mentah merupakan pemanfaatan kilang minyak dikali dengan
kapasitas pengilangan.
14) Produksi BBM domestik merupakan total produksi BBM yang dihasilkan dari
kilang minyak Indonesia yang merupakan BBM yang siap dikonsumsi.
15) Harga minyak dunia merupakan harga minyak mentah dunia WTI (West Texas
Intermediate) yang merupakan rata-rata dalam setahun.
36

16) Impor minyak mentah merupakan pembelian minyak mentah dari luar negeri
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang selanjutnya diproses dalam
kilang minyak Indonesia.
17) Konsumsi akhir BBM adalah konsumsi BBM total yang terdiri dari semua jenis
bahan bakar yang dihasilkan dari kilang minyak.
18) Produksi minyak mentah domestik adalah total produksi minyak mentah dari
sumur minyak yang ada di Indonesia.
19) Nilai tukar Rupiah terhadap USD adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai
nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari,
antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah, yaitu Rupiah
(Indonesia) dan USD (Amerika Serikat).
20) Impor BBM merupakan pembelian BBM dari luar negeri untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
21) Jumlah transportasi darat merupakan jumlah keseluruhan transportasi yang
menggunakan jalan untuk mengangkut penumpang atau barang.
22) Penyediaan BBM merupakan produksi BBM domestik ditambah impor BBM
dikurangi ekspor BBM.
23) Harga minyak bumi adalah harga minyak bumi yang berlaku di Indonesia,
dihitung berdasarkan rata-rata setiap tahunnya. Harga minyak bumi dalam
penelitian ini meliputi harga minyak mentah domestik, harga BBM, harga avgas,
harga avtur, harga bensin (gasoline), harga minyak tanah (kerosene), harga
minyak solar (automotive diesel oil).
24) Konsumsi minyak bumi adalah konsumsi BBM yang terdiri dari semua jenis
bahan bakar yang dihasilkan dari kilang minyak. Konsumsi minyak bumi dalam
penelitian ini meliputi konsumsi minyak mentah domestik, konsumsi BBM,
konsumsi avgas, konsumsi avtur, konsumsi bensin (gasoline), konsumsi
minyak tanah (kerosene), konsumsi minyak solar (Automotive Diesel Oil).
25) Pengeluaran pemerintah merupakan belanja pemerintah dalam APBN untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang meliputi pengeluaran pemerintah untuk
subsidi BBM, pengeluaran pemerintah untuk subsidi non BBM dan pengeluaran
pemerintah selain subsidi (non subsidi).
26) Penerimaan pemerintah adalah pendapatan pemerintah, baik yang berasal dari
pajak maupun non pajak.
27) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Model Sistem Dinamik Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

Pemodelan energi dengan simulasi dinamik bertujuan untuk melihat


kebijakan energi di masa mendatang dan dampaknya terhadap ekonomi dan
lingkungan. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah simulasi dinamik
37

dengan melihat parameter-parameter yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi


BBM di Indonesia yang kemudian disimulasikan dengan model dinamik.
Setelah parameter yang akan disimulasikan teridentifikasi kemudian akan
diketahui variabel-variabel yang memengaruhi tiap parameter. Selanjutnya
dirancang suatu model dengan diagram sebab-akibat dari variabel-variabel tiap
parameter penyediaan dan konsumsi minyak bumi di Indonesia. Variabel untuk
simulasi dinamik dalam penelitian ini antara lain meliputi karakteristik
kependudukan, produksi minyak bumi, penyediaan BBM, impor minyak bumi,
ekspor minyak bumi, konsumsi BBM, dan emisi CO2.
Pengembangan Model
Pengembangan model dilakukan sesuai tahapan pada pendekatan model
dinamik. Permasalahan penyediaan dan konsumsi BBM untuk memenuhi semua
kebutuhan merupakan permasalahan yang cukup kompleks, banyak variabel yang
terkait di dalamnya. Penetapan tujuan dan pembatasan masalah yang relevan
diperlukan dalam membangun model untuk memperjelas lingkup permasalahan.
Selain itu, analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan
dari pelaku sistem. Kebutuhan setiap pelaku sistem berbeda-beda tetapi saling
berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada
(Purnomo 2012).
Setelah tujuan, batasan masalah dan analisis kebutuhan ditetapkan, variabel-
variabel terkait teridentifikasi, dianalisis dan dibentuk model mental berupa
diagram sebab akibat (causal loop diagram). Pada tahap ini hubungan antarvariabel
sistem tampak jelas. Pada diagram sebab akibat, terdapat tanda panah yang diberi
tanda (+) atau (-) tergantung pada hubungan antar variabel. Tanda (+) digunakan
untuk menyatakan hubungan yang terjadi antara dua faktor yang berubah dalam
arah yang sama. Sedangkan tanda (-) digunakan jika hubungan yang terjadi antara
dua faktor tersebut berubah dalam arah berlawanan.
Setelah model mental terbentuk, perancangan dan pengembangan diagram
kotak panah (stock flow diagram) dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
Vensim. Pada tahap ini formulasi dan verifikasi dimensi dilakukan. Formulasi
dibuat sesuai data dan informasi historis/masa lalu sehingga menggambarkan
permasalahan pada model. Verifikasi dilakukan dengan melakukan pengecekan
model terhadap persamaan matematis yang telah dibuat dengan running simulasi,
maka dapat dilihat bahwa program dan model yang dikonseptualisasikan dalam
diagram alir sudah berjalan dengan baik.
Setelah formulasi dan verifikasi dimensi selesai, simulasi dapat dilakukan
sesuai horizon waktu yang ditentukan yaitu pada waktu mulai (start time) adalah
tahun 2014 dan waktu berhenti (stop time) adalah tahun 2025. Untuk melihat
perilaku model, beberapa skenario dicoba dalam simulasi model. Beberapa
skenario diharapkan mampu memperlihatkan kemampuan penyediaan BBM dalam
memenuhi konsumsi BBM dalam negeri.
Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan tingkah laku model
terhadap sistem nyata (quantitive behavior pattern comparison) yaitu dengan uji
Nilai Tengah Persentase Kesalahan Absolut atau Mean Absolute Percentage Error
38

(MAPE). Uji MAPE adalah salah satu ukuran relatif yang menyangkut kesalahan
persentase. Uji ini dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data hasil
simulasi dengan data aktual. Rumus MAPE sebagai berikut:
1 |Xm -Xd |
MAPE = *100%
n Xd
Keterangan:
Xm = data hasil simulasi
Xd = data aktual
n = periode/banyaknya data
Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lomauro dan Bakshi 1985 di
dalam Somantri et al. 2005) adalah:
MAPE < 5% : sangat tepat
5% < MAPE < 10% : tepat
MAPE > 10% : tidak tepat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

Seiring dengan meningkatnya pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan


pertumbuhan penduduk, kebutuhan BBM terus meningkat. Penyediaan BBM
sangat diperlukan dalam menjalankan aktivitas dalam perekonomian suatu negara.
Ketersedianan energi khususnya BBM merupakan permasalahan yang senantiasa
mendapat perhatian semua bangsa karena kesejahteraan manusia dalam kehidupan
modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang dimanfaatkan. Bagi
Indonesia yang merupakan salah satu negara sedang berkembang, penyediaan BBM
merupakan faktor yang sangat penting dalam mendorong pembangunan.
Sampai saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi yang utama
dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kebutuhan
energi di dalam negeri, minyak bumi juga berperan sebagai komoditi penghasil
penerimaan negara dan devisa. Peranan minyak bumi yang besar tersebut terus
berlanjut, sedangkan cadangan semakin menipis seperti ditunjukkan pada Gambar
7. Sementara harga minyak bumi sangat sulit untuk diperkirakan, sebagai akibat
banyaknya faktor tak menentu yang berpengaruh. Selain itu, produksi BBM di
dalam negeri, tidak mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Dari Gambar 7 menunjukkan cadangan minyak bumi Indonesia dari tahun
2000 sampai dengan 2014 mengalami penurunan (KESDM 2015b). Cadangan
terbukti (proven) minyak bumi Indonesia pada tahun 2000 mencapai 5.12 miliar
barel, sedangkan pada tahun 2014 menurun menjadi 3.62 miliar barel. Cadangan
potensial minyak bumi Indonesia pada tahun 2014 mencapai 3.75 miliar barel. Jika
cadangan terbukti dan cadangan potensial digabung, maka cadangan minyak bumi
Indonesia mencapai 7.37 miliar barel dan diperkirakan akan habis 13 tahun
mendatang. Secara keseluruhan, baik cadangan terbukti maupun cadangan
potensial minyak bumi Indonesia megalami peurunan yang cukup signifikan.
39

25.00

20.00
Miliar barel
15.00

10.00

5.00

-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun

Proven Potential Total

Gambar 7 Cadangan minyak bumi Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
Menurut KESDM (2015b), kapasitas kilang minyak Indonesia pada
tahun 2014 sebesar 1.15 ribu MBSD. Kapasitas kilang minyak Indonesia yang
terbesar berasal dari kilang Cilacap yaitu 348 MBSD, disusul kilang Balikpapan
sebesar 260 MBSD. Tabel kapasitas kilang minyak Indonesia sebagaimana Tabel
2.
Tabel 2 Kapasitas kilang minyak Indonesia tahun 2014
Kapasitas Kilang
Kilang
(MBSD/million barrel stream day)
Tri Wahana Universal 6.00
Dumai 127.00
Sungai Pakning 50.00
Musi 127.30
Cilacap 348.00
Balikpapan 260.00
Balongan 125.00
Cepu 3.80
Kasim 10.00
Tuban (TPPI) 100.00
Total 1 157.10
Sumber: KESDM 2015b
Minyak mentah atau minyak bumi (crude oil) digunakan sebagai bahan
baku untuk menghasilkan bahan bakar, seperti bensin, solar, minyak diesel, minyak
tanah dan pelumas. Dengan demikian minyak mentah memiliki peranan dalam
mencukupi kebutuhan BBM domestik. Minyak mentah bersumber dari cadangan
alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga makin hari cadangannya makin
menipis sejalan dengan tuntutan kebutuhan BBM yang semakin meningkat.
40

Produksi minyak mentah Indonesia mengalami tren penurunan dari tahun 2000
sampai tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Dengan penurunan produksi
minyak mentah Indonesia maka berdampak pada penurunan ekspor minyak mentah
Indonesia. Selain itu, penurunan produksi minyak mentah Indonesia akan
berdampak terhadap kebutuhan BBM domestik yang semakin meningkat. Impor
minyak mentah mengalami tren peningkatan yang berfluktuatif. Peningkatan impor
tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produksi minyak Indonesia
menurun disebabkan kapasitas pengkilangan yang tidak dapat menampung
kebutuhan minyak domestik dan berusia sudah tua (lebih dari 30 tahun), sehingga
membutuhkan investasi yang cukup besar untuk menahan laju penurunan
alamiahnya. Sementara upaya untuk menyangga produksi melalui produksi
lapangan baru sangat tergantung kepada kinerja kontraktor kontrak kerjasama
(KKKS), karena dalam industri perminyakan membutuhkan modal sangat besar dan
teknologi yang tinggi.
600,000

500,000

400,000
Ribu barel

300,000

200,000

100,000

-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun

Produksi Ekspor Impor Penyediaan

Gambar 8 Produksi, ekspor dan impor minyak mentah Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
Dengan adanya produksi, impor dan ekspor minyak mentah akan
memengaruhi penyediaan minyak mentah. Peningkatan impor minyak mentah akan
menambah penyediaan minyak mentah. Sebaliknya peningkatan ekspor akan
menurunkan penyediaan minyak mentah. Gambar 8 menunjukkan penyediaan
minyak mentah menunjukkan tren yang menurun. Selama rentang tahun 2000-2014
penyediaan minyak mentah menurun dari 372.60 Juta barel menjadi 299.96 Juta
barel. Hal ini di karenakan ekspor minyak mentah lebih besar dibandingkan
impornya sehingga ekspor yang lebih besar akan mengurangi penyediaan minyak
mentah.
Kondisi konsumsi BBM di Indonesia, seiring dengan pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, kebutuhan akan BBM juga
terus meningkat. Selama kurun waktu 15 tahun, pertumbuhan rata-rata konsumsi
41

BBM sebesar 1.76% per tahun dengan rata-rata konsumsi tiap tahunnya sebanyak
345.14 juta barel (Tabel 3). Secara keseluruhan selama kurun waktu 15 tahun ini
konsumsi BBM rata-rata per tahun lebih tinggi dibandingkan produksi minyak
bumi rata-rata per tahun, karena itu produksi minyak bumi domestik belum
menutupi konsumsi BBM domestik, sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut
pemerintah mengimpor minyak bumi dan BBM dari luar negeri.
Tabel 3 Perkembangan produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia
Produksi Konsumsi Selisih Produksi
Tahun Pert. (%) Pert. (%)
(Ribu Barel) (Ribu Barel) dan Konsumsi
2000 517 489 - 315 272 - 37 608
2001 489 306 -5.45 328 203 4.10 28 514
2002 456 026 -6.80 325 202 -0.91 16 296
2003 419 255 -8.06 321 384 -1.17 30 155
2004 400 554 -4.46 354 317 10.25 -1 751
2005 386 483 -3.51 338 375 -4.50 830
2006 367 049 -5.03 311 913 -7.82 25 548
2007 348 348 -5.09 314 248 0.75 19 292
2008 357 501 2.63 320 987 2.14 24 972
2009 346 313 -3.13 335 271 4.45 9 560
2010 344 888 -0.41 363 130 8.31 -41 552
2011 329 265 -4.53 363 827 0.19 -22 443
2012 314 666 -4.43 391 531 7.61 -39 268
2013 300 830 -4.40 397 223 1.45 -72 428
2014 287 902 -4.30 396 214 -0.25 -53 637
Total 5 665 875 -56.98 5 177,097 24.60 -38 304
Rata-rata 377 725 -4.07 345 139.80 1.76 -2 553.60
Sumber: KESDM 2015b, diolah
Bahan bakar minyak merupakan energi yang paling dominan dan paling
besar dikonsumsi masyarakat dibandingkan energi lainnya. Besarnya konsumsi
BBM memerlukan penyediaan BBM yang besar pula agar kebutuhuan masyarakat
terpenuhi. Gambar 9 menunjukkan produksi BBM mengalami tren yang menurun.
Dalam rentang tahun 2000-2014 produksi BBM menurun sebesar 0.80 persen dari
276.72 juta barel menjadi 245.51 juta barel (KESDM 2015b). Penurunan produksi
BBM disebabkan oleh produksi minyak mentah yang menurun, karena minyak
mentah adalah bahan baku untuk menghasilkan BBM.
42

450,000
400,000
350,000
300,000
Ribu barel

250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Produksi (Ribu Barel) Konsumsi (Ribu Barel)

Gambar 9 Perkembangan produksi dan konsumsi BBM Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
Rendahnya produksi BBM seiring dengan permintaan BBM untuk domestik
semakin meningkat maka impor BBM diperlukan. Gambar 10 menunjukkan impor
BBM meningkat selama tahun 2000-2014. Selama selang tahun tersebut impor
BBM meningkat sebesar 7.09% per tahun dari 14.47 KL menjadi 33.24 KL
(KESDM 2015b). Peningkatan impor ini lebih besar dari peningkatan produksi
BBM.
35,000
30,000
25,000
Ribu KL

20,000
15,000
10,000
5,000
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun

Gambar 10 Perkembangan impor BBM Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
Selain impor BBM, Indonesia juga mengekspor BBM. Gambar 11
menunjukkan ekspor BBM mengalami penurunan. Ekspor BBM tidak stabil, dari
tahun 2000 sampai 2014 ekspor BBM berfluktuasi. Ekspor BBM meliputi jenis
43

minyak bakar (fuel oil), bensin, minyak tanah (karosene), dan minyak solar
(Automotive Diesel Oil/ADO) (KESDM 2015b).
80,000
70,000
60,000
Ribu barel

50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
-
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun

Gambar 11 Perkembangan ekspor BBM Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
Dengan adanya produksi, impor dan ekspor BBM akan memengaruhi
penyediaan BBM. Gambar 12 menunjukkan penyediaan BBM mengalami
peningkatan dari tahun 2000-2014. Selama rentang tahun tersebut penyediaan BBM
meningkat sebesar 1.74% per tahun dari 433.36 juta barel menjadi 544.79 juta barel
(KESDM 2015b). Peningkatan penyediaan BBM disebabkan oleh peningkatan
impor BBM.
450,000
400,000
350,000
300,000
Ribu barel

250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Tahun

Produksi BBM Impor BBM Ekspor BBM Penyediaan BBM

Gambar 12 Perkembangan penyediaan BBM Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
44

Konsumsi BBM di Indonesia dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan


jenis BBM yang meliputi avgas, avtur, bensin, minyak tanah dan minyak solar.
BBM yang dikonsumsi merupakan konsumsi BBM akhir (final energy).
Konsumsi BBM Indonesia didominasi oleh bensin dan minyak solar seperti
ditunjukkan pada Gambar 13. Konsumsi bensin dari tahun 2000 sampai tahun 2014
mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan bensin digunakan untuk sektor
transportasi dimana jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya mengalami
peningkatan. Untuk minyak tanah, konsumsi dari tahun 2000 sampai tahun 2014
mengalami penurunan terutama setelah tahun 2008. Penurunan tersebut
dikarenakan keberhasilan program konversi minyak tanah ke bahan bakar gas
(BBG). Sektor rumah tangga yang banyak menggunakan minyak tanah beralih
menggunakan LPG. Sementara untuk fuel oil juga cenderung mengalami
penurunan. Avtur dan avgas yang digunakan untuk bahan bakar pesawat mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini dikarenakan peningkatan jumlah pesawat
dan semakin meningkatnya penggunaan transportasi udara.
450,000
400,000
350,000
300,000
Ribu barel

250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Kerosene Diesel Avgas Avtur Gasoline Fuel Oil Lainnya

Gambar 13 Konsumsi BBM per jenis di Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah
BBM dikonsumsi oleh berbagai sektor, di antaranya sektor industri, rumah
tangga, komersial, transportasi dan sektor lainnya. Gambar 14 menunjukkan bahwa
konsumsi BBM didominasi oleh sektor transportasi. Sektor transportasi
menggunakan BBM jenis avgas, avtur, bensin, minyak tanah, minyak solar, dan
minyak bakar. Sedangkan konsumsi BBM yang paling sedikit adalah sektor
komersial. Sektor rumah tangga yang hanya mengonsumsi minyak tanah
mengalami penurunan yang cukup signifikan terutama setelah tahun 2008.
45

450,000
400,000
350,000
300,000
Ribi barel

250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

sektor Industri sektor RT sektor Komersial sektor Transportasi sektor lain

Gambar 14 Konsumsi BBM per sektor di Indonesia


Sumber: KESDM 2015b, diolah

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyediaan dan Konsumsi BBM


Indonesia

Hasil pendugaan model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia cukup


baik. Sebagian besar peubah yang dimasukkan ke dalam persamaan struktural
memiliki tanda dan besaran parameter dugaan sesuai dengan harapan dan cukup
logis dari sudut pandang ekonomi. Pada umumnya peubah yang dimasukkan ke
dalam persamaan struktural ada yang signifikan secara statistik. Namun persamaan
harga minyak tanah, konsumsi avgas dan konsumsi minyak solar tidak satupun
peubah di dalam persamaan tersebut yang signifikan secara statistik. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa konsumsi minyak tanah mengalami penurunan sebagai dampak
keberhasilan konversi minyak tanah ke LPG. Pada persamaan konsumsi avgas
dapat dijelaskan bahwa konsumsi avgas relatif kecil dibandingkan jenis BBM
lainnya. Untuk persamaan konsumsi minyak solar dapat dijelaskan bahwa
konsumsi minyak solar memiliki tren yang berfluktuatif.
Nilai koefisien determinasi (R2) pada model ini berkisar antara 0.437172
sampai 0.996319. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa secara keseluruhan
peubah-peubah eksogen yang dimasukkan pada setiap persamaan dalam model
mampu menjelaskan dengan baik peubah endogennya. Sebagai contoh, pada Tabel
18 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi pada persamaan konsumsi bensin
sebesar 0.990478, artinya variasi peubah-peubah eksogen yang dimasukkan dalam
persamaan mampu menjelaskan peubah konsumsi bensin sebesar 99.0478% dan
0.9522% sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah lain yang tidak dimasukkan ke
dalam persamaan.
Berdasarkan hasil uji F menunjukkan bahwa sebagian besar persamaan-
persamaan dalam model berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 5%. Hal ini
46

berarti variasi peubah-peubah penjelas dalam setiap persamaan secara bersama-


sama mampu menjelaskan dengan baik variasi peubah endogennya, pada taraf nyata
paling tidak 5%. Namun persamaan konsumsi minyak solar tidak berbeda nyata
dengan nol pada taraf nyata 5%. Secara rinci program dan hasil analisis pendugaan
model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengujian masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson
(D.W) statistic, karena dalam persamaan terdapat variabel lag maka uji D.W
statistic menjadi tidak valid, maka dalam penelitian ini menggunakan uji Breusch-
Godfrey Serial Correlation LM Test. Nilai probability Obs*R-squared dari
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test yang diperoleh dari hasil analisis
(Lampiran 2) lebih besar dari taraf α untuk 1%. Untuk 14 persamaan mempunyai
nilai probability Obs*R-squared dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
lebih besar dari taraf α yang digunakan yaitu 5%, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi. Sedangkan 5 persamaan lainnya
mempunyai nilai probability Obs*R-squared dari Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test kurang dari α yang digunakan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat masalah autokorelasi.
Pindyck dan Rubinfeld (1998), masalah serial korelasi hanya mengurangi
efisiensi pendugaan parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias
parameter regresi. Oleh karenanya hasil dalam pendugaan model dalam penelitian
ini dapat dinyatakan cukup representatif dalam menggambarkan penyediaan dan
konsumsi BBM Indonesia.
Pengujian heteroskedasitisitas yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan Uji Bruesch-Pagan-Godfrey. Hasil analisis (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa pada persamaan penyediaan dan konsumsi BBM tidak
terdapat masalah heteroskedastisitas. Nilai probability Obs*R-squared dari
Bruesch-Pagan-Godfrey lebih besar dari taraf α yang digunakan yaitu 5%, sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
Untuk menguji taraf nyata pengaruh masing-masing peubah eksogen
terhadap peubah endogennya digunakan statistik uji t. Dalam studi ini, taraf nyata
yang digunakan sampai pada batas toleransi 15%. Dengan kata lain, taraf nyata di
atas 15% dinyatakan tidak berbeda nyata dengan nol. Hasil pendugaan parameter
dan nilai elastisitas untuk masing-masing persamaan sebagai berikut:
A. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas
Setelah melakukan serangkaian tahapan dan sejumlah respesifikasi model,
diperoleh hasil analisis yang cukup baik untuk dapat diinterpretasikan karena telah
memenuhi kriteria ekonomi maupun kriteria statistik yang dipersyaratkan. Pada
bagian ini secara berturut-turut akan dijelaskan hasil pendugaan parameter dan
elastisitas sehubungan dengan penyediaan BBM, harga BBM, konsumsi BBM serta
pengeluaran dan penerimaan pemerintah.
 Penyediaan BBM Indonesia
Dalam rangka memenuhi konsumsi BBM domestik, penyediaan BBM yang
berasal dari produksi BBM domestik maupun dari impor BBM dalam jumlah yang
cukup menjadi sangat penting. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi maka aspek
penyediaan BBM menjadi suatu yang sangat penting. Dalam studi ini aspek
penyediaan BBM yang dianalisis mencakup 4 persamaan struktural, yaitu
47

persamaan pemanfaatan kilang minyak, produksi BBM domestik, impor minyak


mentah dan impor BBM. Di samping itu dirumuskan 3 persamaan identitas, yaitu
input minyak mentah untuk kilang minyak, total impor dan penyediaan BBM.
o Pemanfaatan Kilang Minyak
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pemanfaatan kilang minyak
(RFUT) disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan.
Tabel 4 Hasil dugaan parameter pemanfaatan kilang minyak
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 1.781566 1.277311 0.2304 Intersep
PDB 0.000388 0.887781 0.3955 PDB
PSKBR -0.136062 -1.551990 0.1517 Pertumb. suku bunga
RFUT_1 0.727932 3.180910 0.0098*** 0.67556 Lag RFUT
R-sq 0.870054
Adj R-sq 0.831070
F-stat 22.31837
P (F-Stat) 0.000095
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa peubah bedakala pemanfaatan kilang
minyak berpengaruh positif terhadap pemanfaatan kilang minyak, berbeda nyata
dengan nol pada taraf nyata 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila
pemanfaatan kilang minyak tahun sebelumnya cenderung meningkat maka
pemanfaatan kilang minyak akan meningkat, ceteris paribus. Sedangkan peubah
PDB dan pertumbuhan suku bunga tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata
5%, 10% dan 15%.
Nilai elastisitas pemanfaatan kilang minyak terhadap pemanfaatan kilang
minyak tahun sebelumnya sebesar 0.67556, berarti pemanfaatan kilang minyak
tidak responsif terhadap lag pemanfaatan kilang minyak. Apabila lag pemanfaatan
kilang minyak meningkat 1% maka pemanfaatan kilang minyak hanya akan
meningkat 0.67556%, ceteris paribus.
o Input Minyak Mentah untuk Kilang Minyak
Untuk input minyak mentah untuk kilang dirumuskan dalam persamaan
identitas. Input minyak mentah untuk kilang merupakan pemanfaatan kilang
minyak dikali dengan kapasitas pengilangan minyak. Secara matematis persamaan
identitas tersebut dirumuskan:
RFCRD = RFUT*RCCR
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dinyatakan bahwa apabila terjadi
gangguan atau terjadi perubahan kebijakan yang berhubungan dengan pemanfaatan
kilang minyak dan kapasitas kilang minyak maka akan memengaruhi peubah input
minyak mentah untuk kilang minyak. Selanjutnya perubahan terhadap persamaan
identitas tersebut akan memengaruhi peubah endogen lainnya baik secara langsung
maupun tidak langsung.
48

o Produksi BBM Domestik


Produksi BBM domestik sangat menentukan dalam penyediaan BBM
domestik. Ada beberapa faktor yang diduga memengaruhi produksi BBM
domestik. Hasil pendugaan parameter dan elastisitas produksi BBM domestik
(YBBMD) disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan, namun tanda parameter dugaan peubah harga minyak dunia sesuai
dengan yang diharapkan.
Tabel 5 Hasil dugaan parameter produksi BBM domestik
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 219072.5 2.310130 0.0435 Intersep
POILW -442.8191 -2.162298 0.0559** -0.11079 Harga minyak dunia
DRFCRD 0.027747 0.150676 0.8832 Pertambahan input
minyak mentah untuk
kilang
YBBMD_1 0.260973 0.824953 0.4286 Lag YBBMD
R-sq 0.850156
Adj R-sq 0.805202
F-stat 18.91196
P (F-Stat) 0.000191
Keterangan: ** = Nyata pada taraf 10%
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa harga minyak dunia berpengaruh negatif
terhadap produksi BBM domestik, berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 10%.
Hal ini mengindikasikan bahwa apabila harga minyak dunia meningkat maka
produksi BBM domestik akan menurun, ceteris paribus. Sedangkan peubah
pertambahan input minyak mentah untuk kilang dan lag YBBMD tidak berbeda
nyata dengan nol pada taraf nyata 5%, 10% dan 15%.
Nilai elastisitas produksi BBM domestik terhadap harga minyak dunia
sebesar sebesar 0.11079, berarti produksi BBM domestik tidak responsif terhadap
harga minyak dunia. Apabila minyak dunia meningkat 1% maka produksi BBM
domestik hanya akan menurun 0.11079%, ceteris paribus.
o Impor Minyak Mentah
Selain mengandalkan produksi BBM domestik, impor minyak mentah juga
dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM domestik. Hasil pendugaan
parameter dan elastisitas impor minyak mentah (IMCR) disajikan pada Tabel 6.
Dari Tabel 6 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda parameter dugaan
peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda parameter dugaan
peubah nilai tukar rupiah terhadap USD tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa peubah harga minyak dunia dan impor
minyak mentah tahun sebelumnya berpengaruh negatif dan positif terhadap impor
minyak mentah dan berbeda nyata pada taraf nyata 5% dan 10%. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa apabila harga minyak mentah dunia meningkat maka
impor minyak mentah akan menurun, ceteris paribus. Sebaliknya, apabila impor
minyak mentah tahun sebelumnya cenderung meningkat maka impor minyak
49

mentah akan meningkat, ceteris paribus. Nilai tukar rupiah terhadap USD
berpengaruh positif terhadap impor minyak mentah pada taraf nyata 15%. Dengan
demikian apabila nilai tukar rupiah terhadap USD meningkat maka impor minyak
mentah akan meningkat, ceteris paribus.
Tabel 6 Hasil dugaan parameter impor minyak mentah
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 126943.4 0.943715 0.3729 Intersep
CBBM 0.087832 0.477811 0.6456 Konsumsi BBM
PCRD -0.222580 -1.244959 0.2484 Prod. minyak mentah
domestik
POILW -1006.891 -2.916105 0.0194*** -0.55755 Harga minyak dunia
EXCHR 6.379853 1.701132 0.1273* 0.53801 Nilai tukar Rp thd US$
IMCR_1 0.416872 2.284516 0.0517** 0.38783 Lag IMCR

R-sq 0.749650
Adj R-sq 0.593181
F-stat 4.791047
P (F-Stat) 0.025374

Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%; ** = Nyata pada taraf 10%; * = Nyata pada
taraf 15%
Nilai elastisitas harga minyak dunia terhadap impor minyak mentah sebesar
-0.55755, berarti impor minyak mentah tidak responsif terhadap harga minyak
dunia. Apabila harga minyak dunia meningkat 1% maka impor minyak mentah
hanya akan menurun 0.55755%, ceteris paribus. Nilai elastisitas nilai tukar rupiah
terhadap USD terhadap impor minyak mentah sebesar 0.53801, berarti impor
minyak mentah tidak responsif terhadap nilai tukar rupiah terhadap USD. Apabila
nilai tukar rupiah terhadap USD meningkat 1% maka impor minyak mentah hanya
akan meningkat 0.53801%, ceteris paribus. Nilai elastisitas lag impor minyak
mentah terhadap impor minyak mentah sebesar 0.38783, berarti impor minyak
mentah tidak responsif terhadap lag impor minyak mentah. Apabila lag impor
minyak mentah meningkat 1% maka impor minyak mentah hanya akan meningkat
0.38783%, ceteris paribus.
o Impor BBM
Selain mengandalkan impor minyak mentah, impor BBM juga dibutuhkan
dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM domestik. Hasil pendugaan parameter
dan elastisitas impor BBM (IBBM) disajikan pada Tabel 7. Dari Tabel 7 dapat
diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen
sesuai dengan yang diharapkan.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa peubah konsumsi BBM dan impor BBM
tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap impor minyak mentah dan berbeda
nyata pada taraf nyata 15%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa apabila
konsumsi BBM dan impor minyak mentah tahun sebelumnya cenderung meningkat
maka impor minyak mentah akan meningkat, ceteris paribus.
50

Tabel 7 Hasil dugaan parameter impor BBM


Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C -56427.10 -0.639836 0.5382 Intersep
CBBM 0.453823 1.699007 0.1235* 1.03523 Konsumsi BBM
VEHI 0.000296 0.710111 0.4956 Jumlah transportasi
EXCHR -3.213686 -0.660914 0.5252 Nilai tukar Rp thd USD
IBBM_1 0.464242 1.698126 0.1237* 0.42147 Lag IBBM
R-sq 0.869013
Adj R-sq 0.810796
F-stat 14.92724
P (F-stat) 0.000523
Keterangan: * =Nyata pada taraf 15%
Nilai elastisitas konsumsi BBM terhadap impor BBM sebesar 1.03523,
berarti impor BBM responsif terhadap konsumsi BBM. Apabila konsumsi BBM
meningkat 1% maka impor BBM akan meningkat 1.03523%, ceteris paribus. Nilai
elastisitas lag impor BBM terhadap impor BBM sebesar 0.42147, berarti impor
BBM tidak responsif terhadap lag impor BBM. Apabila impor BBM tahun
sebelumnya meningkat 1% maka impor BBM hanya akan meningkat 0.42147%,
ceteris paribus.
 Harga BBM Indonesia
Blok harga BBM merupakan transmisi yang menghubungkan antara blok
penyediaan BBM, konsumsi BBM, serta pengeluaran dan penerimaan pemerintah.
Dengan kata lain, seluruh faktor (peubah eksogen) yang memengaruhi harga BBM
akan memengaruhi blok penyediaan BBM, konsumsi BBM, serta pengeluaran dan
penerimaan pemerintah.
o Harga Minyak Mentah Domestik
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga minyak mentah domestik
(RPCRD) disajikan pada tabel 8. Dari Tabel 8 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan, namun tanda parameter dugaan peubah subsidi BBM tidak sesuai yang
diharapkan.
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
minyak mentah domestik, peubah subsidi BBM, harga minyak dunia dan harga
minyak mentah domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa apabila subsidi BBM, harga minyak dunia dan
harga minyak mentah domestik tahun sebelumnya meningkat maka harga minyak
mentah domestik akan meningkat, ceteris paribus. Sementara itu, konsumsi BBM
dan penyediaan BBM tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga
minyak mentah domestik.
Nilai elastisitas subsidi BBM terhadap harga minyak mentah domestik
sebesar 0.31261, berarti harga minyak mentah domestik tidak responsif terhadap
subsidi BBM. Apabila subsidi BBM meningkat 1% maka harga minyak mentah
domestik hanya akan meningkat 0.31261%, ceteris paribus. Nilai elastisitas harga
minyak dunia terhadap harga minyak mentah domestik sebesar 0.83349, berarti
51

harga minyak mentah domestik tidak responsif terhadap harga minyak dunia.
Apabila harga minyak dunia meningkat 1% maka harga minyak mentah domestik
hanya akan meningkat 0.83349%, ceteris paribus. Nilai elastisitas harga minyak
mentah domestik tahun sebelumnya terhadap harga minyak mentah domestik tahun
berjalan sebesar 0.11514, berarti harga minyak mentah domestik tidak responsif
terhadap harga minyak dunia. Apabila harga minyak dunia meningkat 1% maka
harga minyak mentah domestik hanya akan meningkat 0.11514%, ceteris paribus.
Tabel 8 Hasil dugaan parameter harga minyak mentah domestik
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 65586.82 0.194258 0.8508 Intersep
CBBM 0.094689 0.094457 0.9271 Konsumsi BBM
SBBM -0.751380 -0.696427 0.5059 Penyediaan BBM
GSBBM 1958.264 3.616718 0.0068** 0.31261 Subsidi BBM
POILW 8586.004 7.433447 0.0001*** 0.83349 Harga minyak dunia
RPCRD_1 0.130874 1.881034 0.0968** 0.11514 Lag RPCRD
R-sq 0.989411
Adj R-sq 0.982793
F-stat 149.5019
P (F-stat) 0.000000
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%; ** = Nyata pada taraf 10%
o Harga BBM
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga BBM (RPBBM) disajikan
pada Tabel 9. Dari Tabel 9 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda
parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda
parameter dugaan peubah konsumsi BBM dan subsidi BBM tidak sesuai yang
diharapkan.
Tabel 9 Hasil dugaan parameter harga BBM
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 937238.7 1.715130 0.1247 Intersep
CBBM -2.601710 -1.700056 0.1275* -1.28480 Konsumsi BBM
SBBM -0.428720 -0.256637 0.8039 Penyediaan BBM
GSBBM 247.3760 0.258027 0.8029 Subsidi BBM
POILW 11033.31 4.602155 0.0018*** 1.02047 Harga minyak dunia
RPBBM_1 0.144988 1.157946 0.2803 Lag RPBBM
R-sq 0.963213
Adj R-sq 0.940221
F-stat 41.89327
P (F-Stat) 0.000016
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%; * =Nyata pada taraf 15%
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
BBM, peubah konsumsi BBM dan harga minyak dunia yang berpengaruh nyata.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa apabila harga BBM meningkat maka
52

harga BBM akan menurun dan harga minyak dunia meningkat maka harga BBM
akan meningkat, ceteris paribus. Sementara itu, penyediaan BBM, subsidi BBM
dan peubah bedakala harga BBM tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap
harga BBM.
Nilai elastisitas konsumsi BBM terhadap harga BBM sebesar -1.28480,
berarti harga BBM responsif terhadap penyediaan BBM. Apabila penyediaan BBM
meningkat 1% maka harga BBM akan menurun 1.28480%, ceteris paribus. Nilai
elastisitas harga minyak dunia terhadap harga BBM sebesar 1.02047, berarti harga
BBM responsif terhadap harga minyak dunia. Apabila harga minyak dunia
meningkat 1% maka harga BBM akan meningkat 1.02047%, ceteris paribus.
o Harga Avgas
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga avgas (RPAVG) disajikan
pada Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda
parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda
parameter dugaan peubah konsumsi avgas dan subsidi BBM tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
Tabel 10 Hasil dugaan parameter harga Avgas
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 2334053 1.084229 0.3099 Intersep
CAVG -44874.20 -1.054333 0.3225 Konsumsi avgas
SBBM -5.453508 -0.790034 0.4523 Penyediaan BBM
GSBBM 1171.132 0.348333 0.7366 Subsidi BBM
POILW 36838.47 4.269971 0.0027*** 0.90643 Harga minyak dunia
RPAVG_1 0.217281 1.271477 0.2393 Lag RPAVG
R-sq 0.962367
Adj R-sq 0.938846
F-stat 40.91595
P (F-Stat) 0.000017
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
BBM, hanya peubah harga minyak dunia yang berpengaruh nyata. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa apabila harga minyak dunia meningkat maka
harga avgas akan meningkat, ceteris paribus. Sementara itu, konsumsi avgas,
penyediaan BBM, subsidi BBM dan peubah bedakala harga avgas tidak
berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga avgas.
Nilai elastisitas harga minyak dunia terhadap harga avgas sebesar 0.90643,
berarti harga avgas tidak responsif terhadap harga minyak dunia. Apabila harga
minyak dunia meningkat satu persen maka harga avgas hanya akan meningkat
0.90643%, ceteris paribus.
o Harga Avtur
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga avtur (RPAVT) disajikan
pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda
parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda
parameter dugaan peubah subsidi BBM tidak sesuai dengan yang diharapkan.
53

Tabel 11 Hasil dugaan parameter harga avtur


Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 543582.2 1.107391 0.3003 Intersep
CAVT 3.154528 0.257399 0.8034 Konsumsi avtur
SBBM -1.961585 -1.206387 0.2621 Penyediaan BBM
GSBBM 2012.627 2.676079 0.0281*** 0.21470 Subsidi BBM
POILW 12266.57 7.160067 0.0001*** 0.79573 Harga minyak dunia
RPAVT_1 0.148546 1.541764 0.1617 Lag RPAVT
R-sq 0.984726
Adj R-sq 0.975179
F-stat 103.1510
P (F-Stat) 0.000000
Keterangan: ***= Nyata pada taraf 5%
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
avtur, peubah subsidi BBM dan harga minyak dunia yang berpengaruh nyata.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa apabila subsidi BBM dan harga minyak
dunia meningkat maka harga avtur akan meningkat, ceteris paribus. Sementara itu,
konsumsi avtur, penyediaan BBM dan peubah bedakala harga avtur tidak
berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga avtur.
Nilai elastisitas subsidi BBM terhadap harga avtur sebesar 0.21470, berarti
harga avtur tidak responsif terhadap subsidi BBM. Apabila subsidi BBM meningkat
1% maka harga avtur hanya akan meningkat 0.21470%, ceteris paribus. Nilai
elastisitas harga minyak dunia terhadap harga avtur sebesar 0.79573, berarti harga
avtur tidak responsif terhadap harga minyak dunia. Apabila harga minyak dunia
meningkat 1% maka harga avtur hanya akan meningkat 0.79573%, ceteris paribus.
o Harga Bensin
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga bensin (RPGSL) disajikan
pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat diungkapkan bahwa secara keseluruhan tanda
parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang diharapkan, namun tanda
parameter dugaan peubah konsumsi bensin dan penyediaan BBM tidak sesuai yang
diharapkan.
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
bensin, harga minyak dunia dan harga bensin tahun sebelumnya yang berpengaruh
nyata. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa apabila harga minyak dunia dan
harga bensin tahun sebelumnya meningkat maka harga bensin akan meningkat,
ceteris paribus. Sementara itu, konsumsi bensin, penyediaan BBM dan subsidi
BBM tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga bensin.
Nilai elastisitas harga minyak dunia terhadap harga bensin sebesar 0.64570,
berarti harga bensin tidak responsif terhadap harga minyak dunia. Apabila harga
minyak dunia meningkat 1% maka harga bensin akan meningkat 0.64570%, ceteris
paribus. Nilai elastisitas harga bensin tahun sebelumnya terhadap harga bensin
sebesar 0.44945, berarti harga bensin tidak responsif terhadap harga bensin tahun
sebelumnya. Apabila harga bensin tahun sebelumnya meningkat 1% maka harga
BBM akan meningkat 0.44945%, ceteris paribus.
54

Tabel 12 Hasil dugaan parameter harga bensin


Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C -11217.14 -0.020288 0.9843 Intersep
CGSL -0.726840 -0.257566 0.8032 Konsumsi bensin
SBBM 0.237586 0.122199 0.9058 Penyediaan BBM
GSBBM -481.0797 -0.428633 0.6795 Subsidi BBM
POILW 6184.305 2.144268 0.0643** 0.64570 Harga minyak dunia
RPGSL_1 0.500298 1.806524 0.1085* 0.44945 Lag RPGSL
R-sq 0.933375
Adj R-sq 0.891734
F-stat 22.41499
P (F-Stat) 0.000164
Keterangan: ** = Nyata pada taraf 10%; * = Nyata pada taraf 15%
o Harga Minyak Tanah
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga minyak tanah (RPKR)
disajikan pada Tabel 13. Dari Tabel 13 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan, namun tanda parameter dugaan peubah konsumsi minyak tanah dan
penyediaan BBM tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Tabel 13 Hasil dugaan parameter harga minyak tanah
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C -802720.0 -1.289258 0.2333 Intersep
CKR -0.469227 -0.354880 0.7319 Konsumsi minyak Tanah
SBBM 2.978791 1.501781 0.1716 Penyediaan BBM
GSBBM -1591.482 -1.555991 0.1583 Subsidi BBM
POILW 3100.028 1.385403 0.2033 Harga minyak dunia
RPKR_1 0.079909 0.187429 0.8560 Lag RPKR
R-sq 0.819120
Adj R-sq 0.706070
F-stat 7.245650
P (F-Stat) 0.007644
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
minyak tanah, semua peubah tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap
harga minyak tanah.
o Harga Minyak Solar
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas harga minyak solar (RPDS)
disajikan pada Tabel 14. Dari Tabel 14 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan, namun tanda parameter dugaan peubah konsumsi minyak solar dan
penyediaan BBM tidak sesuai yang diharapkan.
55

Tabel 14 Hasil dugaan parameter harga minyak solar


Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 63201.67 0.195028 0.8502 Intersep
CDS -3.908137 -2.553824 0.0340*** -0.93114 Konsumsi minyak solar
SBBM 1.450482 1.331744 0.2196 Penyediaan BBM
GSBBM -2022.833 -3.052016 0.0158*** -0.41785 Subsidi BBM
POILW 6496.091 3.776078 0.0054*** 0.38255 Harga minyak dunia
RPDS_1 0.424985 3.238669 0.0119*** -0.93114 Lag RPDS
R-sq 0.973293
Adj R-sq 0.956602
F-stat 58.30996
P (F-stat) 0.000004
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari lima peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan harga
BBM, peubah konsumsi minyak solar, subsidi BBM, harga minyak dunia dan
peubah bedakala harga minyak solar yang berpengaruh nyata. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa apabila konsumsi minyak solar dan subsidi BBM
meningkat maka harga minyak solar akan menurun. Apabila harga minyak dunia
dan harga minyak solar tahun sebelumnya meningkat maka harga minyak solar
akan meningkat, ceteris paribus. Sementara itu, penyediaan BBM tidak
berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga minyak solar.
Nilai elastisitas konsumsi minyak solar terhadap harga minyak solar sebesar
-0.93114, berarti harga minyak solar tidak responsif terhadap konsumsi minyak
solar. Apabila konsumsi minyak solar meningkat 1% maka harga minyak solar
hanya akan menurun 0.93114%, ceteris paribus. Nilai elastisitas subsidi BBM
terhadap harga minyak solar sebesar -0.41785, berarti harga minyak solar tidak
responsif terhadap subsidi BBM. Apabila subsidi BBM meningkat 1% maka harga
minyak solar hanya akan menurun 0.41785%, ceteris paribus. Nilai elastisitas harga
minyak dunia terhadap harga minyak solar sebesar 0.38255, berarti harga minyak
solar tidak responsif terhadap harga minyak dunia. Apabila harga minyak dunia
meningkat 1% maka harga minyak solar hanya akan meningkat 0.38255%, ceteris
paribus. Nilai elastisitas harga minyak solar tahun sebelumnya terhadap harga
minyak solar sebesar -0.93114, berarti harga minyak solar tidak responsif terhadap
harga minyak solar tahun sebelumnya. Apabila harga minyak solar tahun
sebelumnya meningkat 1% maka harga minyak solar hanya akan menurun
0.93114%, ceteris paribus.
 Konsumsi BBM Indonesia
Pada bagian ini konsumsi BBM dibagi menjadi 6, yaitu konsumsi BBM,
konsumsi avgas, konsumsi avtur, konsumsi bensin, konsumsi minyak tanah dan
konsumsi minyak solar.
o Konsumsi BBM
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pada persamaan konsumsi BBM
(CBBM) disajikan pada Tabel 15. Dari Tabel 15 dapat diungkapkan bahwa secara
56

keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang


diharapkan.
Tabel 15 Hasil dugaan parameter konsumsi BBM
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 167228.2 3.042258 0.0124 Intersep
RPBBM -0.058796 -2.856232 0.0171*** -0.11906 Harga BBM
PDB 72.87119 3.684101 0.0042*** 0.00043 Produk Domestik Bruto
CBBM_1 0.211439 0.925217 0.3766 Lag CBBM
R-sq 0.878025
Adj R-sq 0.841433
F-stat 23.99478
P (F-Stat) 0.000069
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari tiga peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan konsumsi
BBM, harga BBM dan PDB yang berpengaruh nyata. Nilai parameter dugaan
peubah harga BBM sebesar -0.058796. Ini mengandung pengertian bahwa apabila
harga BBM meningkat Rp1 000 maka konsumsi BBM tahun berjalan akan menurun
sebesar 58.796 barel, ceteris paribus. Sedangkan nilai parameter dugaan peubah
PDB sebesar 72.87119, mengandung pengertian bahwa apabila PDB meningkat
Rp1 000, maka konsumsi BBM tahun berjalan akan meningkat sebesar 72.87 ribu
barel, ceteris paribus.
Nilai elastisitas harga BBM terhadap konsumsi BBM sebesar -0.11906,
berarti konsumsi BBM tidak responsif terhadap harga BBM. Apabila harga BBM
meningkat 1% maka konsumsi BBM hanya akan menurun 0.11906%, ceteris
paribus. Nilai elastisitas PDB terhadap konsumsi BBM sebesar 0.00043, berarti
konsumsi BBM tidak responsif terhadap PDB. Apabila PDB meningkat 1% maka
konsumsi BBM hanya akan meningkat 0.00043%, ceteris paribus.
o Konsumsi Avgas
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pada persamaan konsumsi avgas
disajikan pada Tabel 16. Dari Tabel 16 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan.
Tabel 16 Hasil dugaan parameter konsumsi avgas
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 18.81282 2.288186 0.0452 Intersep
RPAVG -2.45E-06 -1.339370 0.2101 Harga avgas
PDB 0.000809 0.194830 0.8494 Produk Domestik Bruto
CAVG_1 0.076075 0.209358 0.8384 Lag AVG
R-sq 0.635845
Adj R-sq 0.526599
F-stat 5.820287
P (F-Stat) 0.014458
57

Dari tiga peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan konsumsi


avgas, semua peubah tidak berpengaruh nyata, baik pada taraf nyata 5%, 10% dan
15%.
o Konsumsi Avtur
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pada persamaan konsumsi avtur
disajikan pada Tabel 17. Dari Tabel 17 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan.
Tabel 17 Hasil dugaan parameter konsumsi avtur
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C -4773.847 -1.712423 0.1176 Intersep
RPAVT -0.001168 -0.631826 0.5420 Harga avtur
PDB 8.535512 2.517337 0.0305*** 0.00109 Produk Domestik Bruto
CAVT_1 0.318601 1.045714 0.3203 Lag AVT
R-sq 0.964104
Adj R-sq 0.953335
F-stat 89.52776
P (F-Stat) 0.000000
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari tiga peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan konsumsi
avtur, hanya peubah PDB yang berpengaruh nyata. Nilai parameter dugaan peubah
PDB sebesar 8.535512, ceteris paribus. Ini mengandung pengertian bahwa apabila
PDB meningkat Rp1 000 maka konsumsi avtur tahun berjalan akan meningkat
sebesar 8.53 ribu barel, ceteris paribus. Sementara itu, harga avtur dan peubah
bedakala konsumsi avtur tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap
konsumsi avtur.
Nilai elastisitas PDB terhadap konsumsi avtur sebesar 0.00109, berarti
konsumsi avtur tidak responsif terhadap PDB. Apabila PDB meningkat 1% maka
konsumsi avtur hanya akan meningkat 0.00109%, ceteris paribus.
o Konsumsi Bensin
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pada persamaan konsumsi bensin
disajikan pada Tabel 18. Dari Tabel 18 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan.
Dari tiga peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan konsumsi
bensin, peubah harga bensin dan PDB yang berpengaruh nyata. Nilai parameter
dugaan peubah harga bensin sebesar -0.021263. Ini mengandung pengertian bahwa
apabila harga bensin meningkat Rp1 000 maka konsumsi bensin tahun berjalan
akan menurun sebesar 21.263 barel, ceteris paribus. Nilai parameter dugaan peubah
PDB sebesar 77.86835 yang mengandung pengertian apabila PDB meningkat
sebesar Rp1 000 maka konsumsi bensin tahun berjalan akan meningkat sebesar
77.86 ribu barel, ceteris paribus. Sementara itu, peubah bedakala konsumsi bensin
tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap konsumsi bensin.
58

Tabel 18 Hasil dugaan parameter konsumsi bensin


Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C -37822.91 -3.423432 0.0065 Intersep
RPGSL -0.021263 -2.628222 0.0252*** -0.11399 Harga bensin
PDB 77.86835 3.839543 0.0033*** 0.00137 Produk Domestik Bruto
CGSL_1 0.077394 0.302616 0.7684 Lag CGSL
R-sq 0.992676
Adj R-sq 0.990478
F-stat 451.7719
P (F-Stat) 0.000000
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Nilai elastisitas harga bensin terhadap konsumsi bensin sebesar -0.11399,
berarti konsumsi bensin tidak responsif terhadap harga bensin. Apabila harga
bensin meningkat 1% maka konsumsi bensin hanya akan menurun 0.11399%,
ceteris paribus. Nilai elastisitas PDB terhadap konsumsi bensin sebesar 0.00137,
berarti konsumsi bensin tidak responsif terhadap PDB. Apabila PDB meningkat 1%
maka konsumsi bensin hanya akan meningkat 0.00137%, ceteris paribus.
o Konsumsi Minyak Tanah
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pada persamaan konsumsi
minyak tanah disajikan pada Tabel 19. Dari Tabel 19 dapat diungkapkan bahwa
secara keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan, namun tanda parameter dugaan peubah PDB tidak sesuai yang
diharapkan.
Tabel 19 Hasil dugaan parameter konsumsi minyak tanah
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 27202.58 0.625807 0.5455 Intersep
RPKR -0.014882 -0.685077 0.5089 Harga minyak tanah
PDB -8.825110 -0.523529 0.6120 Produk Domestik Bruto
CKR_1 0.815651 3.051244 0.0122*** 0.80861 Lag CKR
R-sq 0.965126
Adj R-sq 0.954664
F-stat 92.24913
P (F-Stat) 0.000000
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari tiga peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan konsumsi
minyak tanah, hanya peubah bedakala konsumsi minyak tanah yang berpengaruh
nyata. Nilai parameter dugaan peubah bedakala konsumsi minyak tanah sebesar
0.815651. Ini mengandung pengertian bahwa apabila konsumsi minyak tanah tahun
sebelumnya meningkat seribu barel maka konsumsi minyak tanah tahun berjalan
akan meningkat sebesar 815.65 barel, ceteris paribus. Sementara itu, harga minyak
tanah dan PDB tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap konsumsi minyak
tanah.
59

Nilai elastisitas lag konsumsi minyak tanah terhadap konsumsi minyak


tanah sebesar 0.80861, berarti konsumsi minyak tanah tidak responsif terhadap lag
konsumsi minyak tanah. Apabila lag konsumsi minyak tanah meningkat 1% maka
konsumsi minyak tanah hanya akan meningkat 0.80861%, ceteris paribus.
o Konsumsi Minyak Solar
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pada persamaan konsumsi
minyak solar disajikan pada Tabel 20. Dari Tabel 20 dapat diungkapkan bahwa
secara keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan. Namun, tanda parameter dugaan peubah harga minyak solar dan PDB
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Tabel 20 Hasil dugaan parameter konsumsi minyak solar
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 90224.30 1.855437 0.0932 Intersep
RPDS 0.006217 0.261157 0.7993 Harga minyak solar
PDB -15.73571 -1.262165 0.2355 Produk Domestik Bruto
CDS_1 0.494084 1.473097 0.1715 Lag CDS
R-sq 0.437172
Adj R-sq 0.268323
F-stat 2.589136
P (F-Stat) 0.111116
Dari tiga peubah eksogen yang dimasukkan ke dalam persamaan konsumsi
minyak solar, semua peubah tidak berpengaruh nyata, baik pada taraf nyata 5%,
10% dan 15%.
 Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah
o Pengeluaran Pemerintah
Total pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan dari pengeluaran
pemerintah non subsidi (GNS), pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM
(GSBBM) dan pengeluaran pemerintah untuk subsidi non BBM (GSNBBM).
Secara matematis persamaan identitas tersebut dinyatakan sebagai berikut:
G = GNS + GSBBM + GSNBBM
Berdasarkan persamaan identitas tersebut dapat dinyatakan bahwa apabila
terjadi gangguan atau perubahan kebijakan yang berhubungan dengan peubah-
peubah eksogen pada persamaan tersebut akan memengaruhi peubah total
pengeluaran pemerintah. Selanjutnya perubahan terhadap total pengeluaran
pemerintah akan memengaruhi peubah endogen lainnya baik secara langsung
maupun tidak langsung.
o Pengeluaran Pemerintah untuk Subsidi BBM
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas pengeluaran subsidi BBM
(GSBBM) disajikan pada Tabel 21. Dari Tabel 21 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan.
60

Tabel 21 Hasil dugaan parameter pengeluaran subsidi BBM


Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C -81.12081 -0.400580 0.6981 Intersep
RG 0.084271 2.033295 0.0725** 0.62123 Penerimaan Pemerintah
EXCHR_1 -0.012284 -0.992844 0.3467 Lag EXCHR
CBBM 0.000603 1.237877 0.2471 Konsumsi BBM
GSBBM_1 0.319035 1.018146 0.3352 Lag GSBBM
R-sq 0.859826
Adj R-sq 0.797527
F-stat 13.80150
P (F-Stat) 0.000704
Keterangan: ** = Nyata pada taraf 10%
Dari Tabel 21 menunjukkan bahwa peubah penerimaan Pemerintah
berpengaruh positif terhadap pengeluaran subsidi BBM dan berbeda nyata dengan
nol pada taraf nyata 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila penerimaan
pemerintah meningkat maka pengeluaran subsidi BBM akan meningkat, ceteris
paribus.
Nilai elastisitas penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran subsidi BBM
sebesar 0.62123, berarti pengeluaran subsidi BBM tidak responsif terhadap
penerimaan pemerintah. Apabila penerimaan pemerintah meningkat 1% maka
pengeluaran subsidi hanya akan meningkat 0.62123%, ceteris paribus.
o Penerimaan Pemerintah
Hasil pendugaan parameter dan elastisitas penerimaan pemerintah (RG)
disajikan pada Tabel 22. Dari Tabel 22 dapat diungkapkan bahwa secara
keseluruhan tanda parameter dugaan peubah eksogen sesuai dengan yang
diharapkan.
Tabel 22 Hasil dugaan parameter penerimaan pemerintah
Variabel Koefisien t-hitung P Elastisitas Nama variabel
C 14.71980 0.400768 0.6963 Intersep
DPDB 0.669858 1.050725 0.3159 Pertambahan PDB
TAX 1.252160 18.95738 0.0000*** 0.89076 Total Pajak
R-sq 0.996319
Adj R-sq 0.995650
F-stat 1488.761
P (F-Stat) 0.000000
Keterangan: *** = Nyata pada taraf 5%
Dari Tabel 22 menunjukkan bahwa peubah total pajak berpengaruh positif
terhadap penerimaan pemerintah dan berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata
5%. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila total pajak meningkat maka
penerimaan pemerintah akan meningkat, ceteris paribus.
61

Nilai elastisitas total pajak terhadap penerimaan pemerintah sebesar


0.89076, berarti penerimaan pemerintah tidak responsif terhadap total pajak.
Apabila total pajak meningkat 1% maka penerimaan pemerintah hanya akan
meningkat 0.89076%, ceteris paribus.

Simulasi Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

Menurut Pindyck dan Rubinfield (1998), simulasi kebijakan bertujuan


untuk menganalisis dampak berbagai alternatif kebijakan dengan cara mengubah
nilai peubah kebijakannya. Akan tetapi sebelum melakukan alternatif simulasi
kebijakan terlebih dahulu perlu dilakukan validasi model untuk melihat apakah nilai
dugaan sesuai dengan nilai aktual masing-masing peubah endogen.
Salah satu indikator pengujian validasi model yang digunakan adalah Root
Mean Square Percent Error (RMSPE). RMSPE digunakan untuk mengukur
seberapa dekat nilai masing-masing peubah endogen hasil pendugaan mengikuti
nilai data aktualnya, atau seberapa jauh penyimpangan nilai hasil penduga atas nilai
aktualnya dalam ukuran persen. Selain itu digunakan statistik proporsi bias (UM),
nilai kovarian (UC) dan juga statistik theil’s inequality coefficient (U), yang
bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis simulasi. Pada
dasarnya semakin kecil nilai RMSPE dan U-Theil’s, maka pendugaan model
semakin baik. Nilai koefisien U-Theil berkisar antara 0 dan 1. Apabila U = 0 maka
pendugaan model sempurna, namun apabila U = 1, maka pendugaan model naif.
Setelah melalui uji validasi model (Lampiran 4), diperoleh nilai RMPSE
dibawah lima puluh persen untuk 4 persamaan, yaitu pemanfaatan kilang sebesar
0.292448, konsumsi avgas sebesar 2.379701, pengeluaran Pemerintah untuk
subsidi BBM sebesar 25.46748 dan penerimaan Pemerintah sebesar 25.58622. Nilai
RMPSE diatas 50 persen terjadi pada 14 persamaan lainnya. Nilai koefisien
ketidaksamaan Theil (U) yang diperoleh yaitu berkisar antara 0.011839 sampai
0.099396. Begitu pula jika dilihat berdasarkan bias portion (UM) dimana nilainya
mencapai nol dan nilai kovarian (UC) mendekati 1 yaitu berkisar antara 0.796
sampai dengan 0.999. Dari nilai U-Theil, UM dan UC tersebut mengindikasikan
bahwa model ini valid dan dapat digunakan untuk simulasi (Pindyck and Rubinfeld
1998).
Setelah diperoleh pendugaan model yang baik, maka dilanjutkan pada
proses simulasi penyediaan dan konsumsi BBM.
Tabel 23 Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan pertumbuhan
harga minyak dunia 10.53%
Variabel Kondisi Awal Simulasi Perubahan (%)
Produksi BBM Domestik 245 507.00 241 170.62 -1.77
Impor BBM 209 085.90 221 123.40 5.76
Penyediaan BBM 421 976.90 430 957.45 2.13
Harga BBM 1 021 195.00 1 248 246.18 22.23
Konsumsi BBM 396 214.00 401 627.45 1.37
62

Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak dunia


sebesar 10.53% menyebabkan produksi BBM domestik menurun sebesar 1.77%.
Kenaikan harga minyak dunia disebabkan oleh meningkatnya permintaan minyak
bumi dunia dan semakin berkurangnya cadangan minyak dunia. Produksi BBM
domestik pada periode 2000-2014 cenderung megalami penurunan. Hal ini
disebabkan cadangan minyak bumi Indonesia yang semakin berkurang, sumur
minyak yang sudah tua, kilang minyak yang terbatas kapasitasnya, dan kurangnya
investasi di bidang minyak bumi.
Simulasi untuk impor BBM menunjukkan bahwa kenaikan konsumsi BBM
sebesar 1.76% dan kenaikan jumlah transportasi darat sebesar 13.79%
menyebabkan impor BBM meningkat 5.76%. Kenaikan jumlah transportasi darat
yang menggunakan BBM menyebabkan meningkatnya konsumsi BBM. Hal ini
akan berdampak pada semakin meningkatnya impor BBM. Impor BBM meningkat
juga disebabkan penurunan produksi BBM domestik.
Hasil simulasi penyediaan BBM menunjukkan bahwa penurunan produksi
BBM sebesar 1.77% dan kenaikan impor BBM sebesar 5.76% menyebabkan
penyediaan BBM meningkat sebesar 2.13%. Penyediaan BBM yang meningkat
dalam rangka memenuhi konsumsi BBM yang meningkat.
Simulasi harga BBM menunjukkan bahwa kenaikan minyak dunia sebesar
10.52% menyebabkan kenaikan harga BBM sebesar 22.23%. Kenaikan harga
minyak dunia secara langsung memengaruhi harga BBM, hal ini dikarenakan
penyediaan BBM dipengaruhi oleh impor BBM. Selain itu, harga minyak dunia
memengaruhi harga minyak mentah Indonesia.
Simulasi untuk konsumsi BBM menunjukkan bahwa peningkatan harga
BBM sebesar 21.36% dan peningkatan PDB sebesar 5.42% menyebabkan
konsumsi BBM meningkat 1.37%. Peningkatan harga BBM menyebabkan
konsumsi BBM menurun tetapi tidak signifikan. Hal ini disebabkan BBM
merupakan kebutuhan primer, sehingga harga tidak berpengaruh secara signifikan.
Selain itu, dengan semakin meningkatnya PDB menyebabkan meningkatnya
ekonomi masyarakat yang secara tidak langsung menyebabkan sektor transportasi
meningkat. Dengan peningkatan sektor transportasi menyebabkan peningkatan
konsumsi BBM.
Tabel 24 Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan harga minyak
dunia sebesar 50 USD/barel
Variabel Kondisi Awal Simulasi Perubahan (%)
Produksi BBM Domestik 245 507.00 256 550.11 4.50
Impor BBM 209 085.90 240 758.26 15.15
Penyediaan BBM 421 976.90 465 971.80 10.43
Harga BBM 1 021 195.00 477 082.63 -53.28
Konsumsi BBM 396 214.00 446 441.37 12.68
Dari hasil simulasi dengan harga minyak dunia sebesar 50 USD/barel
menunjukkan bahwa produksi BBM domestik meningkat sebesar 4.5% dan impor
BBM meningkat sebesar 15.15%. Peningkatan produksi BBM domestik dan impor
BBM menyebabkan penyediaan BBM mengalami kenaikan sebesar 10.43%.
63

Kenaikan penyediaan BBM disebabkan oleh meningkatnya konsumsi BBM pada


saat harga BBM mengalami penurunan akibat penurunan harga minyak dunia.
Penurunan harga minyak dunia pada level 50 USD/barel menyebabkan harga BBM
mengalami penurunan sebesar 53.28%. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
konsumsi BBM sebesar 12.68%. Dengan demikian, penurunan harga minyak dunia
berdampak pada penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia.

Peramalan Penyediaan dan Konsumsi BBM dengan Simulasi Dinamik

Deskripsi Sistem
Berdasarkan studi literatur, beberapa pelaku sistem yang berperan dalam
penyediaan dan konsumsi BBM dapat diidentifikasi. Tabel 25 menyajikan
kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem. Pelaku sistem dan kebutuhannya
telah disesuaikan dengan batasan penelitian. Diagram input output dari sistem ini
dapat dilihat pada Gambar 15.
Tabel 25 Pelaku sistem teridentifikasi dan kebutuhannya
No Pelaku Sistem Kebutuhan
1 Pemerintah BBM tersedia dan mencukupi kebutuhan masyarakat
2 Produsen minyak Jumlah produksi minyak mentah dan BBM terus
mentah dan BBM meningkat
3 Eksportir minyak Jumlah minyak mentah dan BBM yang dapat diekspor
mentah dan BBM terus meningkat
4 Importir minyak Jumlah minyak mentah dan BBM yang dibutuhkan
mentah dan BBM meningkat sehingga impor meningkat
5 Masyarakat Kebutuhan BBM terpenuhi

Input Tak Terkendali Input Lingkungan Output Diinginkan


Laju pertumbuhan penduduk Kebijakan Pemerintah Penyediaan BBM dapat
Konsumsi BBM memenuhi semua kebutuhan

MODEL PENYEDIAAN
DAN KONSUMSI BBM

Input Terkendali Output Tak Diinginkan


Kapasitas Kilang Penyediaan BBM tidak dapat
Produksi Minyak Mentah & Manajemen memenuhi semua kebutuhan
BBM Pengendalian
Impor Minyak Mentah & BBM
Ekspor Minyak Mentah & BBM

Gambar 15 Diagram input output sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia
64

Konseptualisasi Sistem
Permasalahan penyediaan dan konsumsi BBM untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat merupakan suatu permasalahan sistem yang cukup kompleks dengan
melibatkan berbagai komponen variabel yang saling berinteraksi dan terintegrasi.
Penyediaan dan konsumsi BBM dipandang sebagai suatu masalah dinamika sistem
yang berubah sepanjang waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang juga
bersifat dinamik. Sistem penyediaan dan konsumsi BBM digambarkan pada
diagram sebab akibat dan dapat dilihat pada Gambar 16.

Ekspor BBM Konsumsi Avgas


+
Kapasitas Kilang +
Kilang Minyak Jumlah Penduduk Konsumsi Avtur
Minyak +
Indonesia
Konsumsi BBM
+ per Kapita Konsumsi Bensin
Produksi Minyak + +
Input Minyak Mentah Ketersediaan +
Mentah untuk Kilang - + +
BBM Konsumsi Minyak
+- Penyediaan BBM - Tanah
Konsumsi BBM +
+
Impor Minyak + + + + Konsumsi Minyak
Mentah
+ Solar
+
Emisi CO2 per
Produksi BBM Kapita +
Ekspor Minyak Domestik Konsumsi Minyak
- Lainnya
Mentah
Impor BBM + Emisi CO2

Gambar 16 Diagram sebab akibat model penyediaan dan konsumsi BBM


Indonesia
Produksi BBM domestik dipengaruhi oleh input minyak mentah untuk
kilang. Input minyak mentah untuk kilang dipengaruhi oleh produksi minyak
mentah, impor minyak mentah dan ekspor minyak mentah. Jika input minyak
mentah untuk kilang semakin tinggi, maka produksi BBM domestik akan
meningkat dan penyediaan BBM untuk memenuhi permintaan semakin besar.
Produksi BBM domestik dan impor BBM yang meningkat akan meningkatkan
penyediaan BBM. Di sisi lain, semakin besar jumlah ekspor BBM maka akan
menurunkan penyediaan BBM. Konsumsi BBM dipengaruhi oleh konsumsi avgas,
avtur, bensin, minyak tanah, minyak solar dan minyak lainnya. Konsumsi BBM
juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk semakin banyak
maka permintaan BBM akan semakin meningkat sehingga konsumsi BBM akan
meningkat pula.
Model sistem dinamik yang dikembangkan dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan dengan penawaran (produksi) BBM dan permintaan (konsumsi) terhadap
BBM bagi kebutuhan masyarakat dan ekspor BBM. Untuk memudahkan
pemodelan, sistem penyediaan dan konsumsi BBM dibagi menjadi dua subsistem
utama yaitu subsistem penawaran dan subsistem permintaan. Secara umum,
hierarki model penyediaan dan konsumsi BBM dapat dilihat pada Gambar 17.
65

Model Penyediaan dan Konsumsi BBM

Subsistem Penawaran Subsistem Permintaan

Produksi BBM Konsumsi BBM

Impor BBM Ekspor BBM

Gambar 17 Hierarki model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Formulasi Sistem
Formulasi model merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk
matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan
variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual. Beberapa
asumsi yang digunakan dalam pemodelan penelitian ini adalah:
1. Konsumsi BBM merupakan total konsumsi final BBM yang merupakan
penjumlahan konsumsi avgas, avtur, bensin, minyak tanah, minyak solar dan
minyak lainnya.
2. Aspek yang dibahas dalam penelitian ini adalah aspek penyediaan dan
konsumsi BBM. Aspek harga BBM, akses terhadap BBM, dan kebutuhan BBM
tidak dibahas dalam pemodelan.
3. Laju pertumbuhan kilang minyak adalah 1.69% per tahun.
4. Laju produksi minyak mentah, impor minyak mentah dan ekspor minyak
mentah berturut-turut adalah -4.07%; 4.90% dan -4.68% per tahun.
5. Laju pertumbuhan impor BBM dan ekspor BBM adalah 7.09% dan -3.92% per
tahun.
6. Laju pertumbuhan konsumsi avgas, avtur dan bensin berturut-turut adalah
-3.80%; 9.83% dan 6.81% per tahun.
7. Laju pertumbuhan konsumsi minyak tanah dan minyak solar adalah -15.32%
dan -1.66% per tahun.
8. Laju pertumbuhan konsumsi minyak lainnya sebesar 8.49% per tahun.
9. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1.36% per tahun.
10. Periode analisis simulasi dibatasi untuk periode tahun 2014 sampai dengan
2025.
Formulasi dilakukan dalam perangkat lunak Vensim menggunakan diagram
kotak panah. Diagram kotak panah lengkap untuk model penyediaan dan konsumsi
BBM dapat dilihat pada lampiran 5. Persamaan matematis tujuan utama pemodelan
adalah:
Penyediaan BBM = Produksi BBM Domestik + Impor BBM – Ekspor BBM
66

Konsumsi BBM = Konsumsi Avgas + Konsumsi Avtur + Konsumsi Bensin +


Konsumsi Minyak Tanah + Konsumsi Minyak Solar +
Konsumsi Minyak Lainnya
Subsistem Penawaran

Pertumbuhan Kilang Minyak

Kilang
Laju Kilang Minyak
Minyak Kapasitas Kilang Minyak

Pertumbuhan Produksi Minyak Mentah

Produksi
Minyak
Laju Produksi Mentah
Minyak Mentah
Input Minyak Mentah untuk Kilang

Impor
Minyak
Laju Impor Minyak Mentah
Mentah

Produksi BBM Domestik


Pertumbuhan Impor Minyak Mentah
Ekspor
Minyak
Laju Ekspor Mentah
Minyak Mentah

Pertumbuhan Ekspor Minyak Mentah

Gambar 18 Diagram kotak panah subsistem penyediaan BBM


Penawaran atau penyediaan BBM Indonesia berasal dari produksi BBM
domestik dan impor BBM setelah dikurangi ekspor BBM. Produksi BBM domestik
berasal dari input minyak mentah untuk kilang. Input minyak mentah untuk kilang
tergantung dari produksi minyak mentah, impor minyak mentah dan ekspor minyak
mentah. Diagram kotak panah subsistem penyediaan BBM dapat dilihat pada
Gambar 18.
Subsistem Konsumsi BBM
Konsumsi BBM merupakan total BBM yang telah dimanfaatkan oleh
berbagai sektor, baik sektor industri, rumah tangga, komersial, transportasi serta
sektor lainnya. Konsumsi BBM dipengaruhi oleh konsumsi avgas, avtur, bensin,
minyak tanah, minyak solar dan konsumsi minyak lainnya. Diagram kotak panah
subsistem konsumsi BBM dapat dilihat pada Gambar 19. Konsumsi BBM per
kapita dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan konsumsi BBM. Jumlah penduduk
Indonesia terus mengalami peningkatan mengikuti laju pertumbuhannya. Laju
pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun pada tahun 2000-2014 adalah sebesar
67

1.36%. Sehingga diasumsikan untuk masa yang akan datang laju pertumbuhan
penduduk Indonesia adalah sama yaitu 1.36%.

Pertumbuhan Konsumsi Avgas

Konsumsi
Avgas
Pertumbuhan Populasi Penduduk Indonesia Laju Konsumsi
Jumlah Avgas
Penduduk
Laju Populasi Indonesia Pertumbuhan Konsumsi Avtur
Penduduk Indonesia Konsumsi
Avtur Laju Konsumsi
Avtur

Pertumbuhan Konsumsi Bensin


Konsumsi BBM per Kapita
Konsumsi
Bensin Laju Konsumsi
Bensin
Pertumbuhan Konsumsi Minyak Tanah
Konsumsi BBM
Konsumsi
Minyak
Tanah
Laju Konsumsi
Minyak Tanah
Pertumbuhan Konsumsi Minyak Solar

Konsumsi
Minyak
Solar Laju Konsumsi
Minyak Solar
Pertumbuhan Konsumsi Minyak Lainnya

Konsumsi
Minyak
Lainnya
Laju Konsumsi
Minyak Lainnya

Gambar 19 Diagram kotak panah subsistem konsumsi BBM


Subsistem Ekspor BBM
Sebagian besar produksi BBM domestik digunakan untuk mencukupi
kebutuhan dalam negeri, setelah itu sisanya digunakan untuk ekspor BBM. Jumlah
ekspor BBM dipengaruhi oleh laju pertumbuhannya yaitu -3.92%. Nilai laju
pertumbuhan dan nilai jumlah ekspor awal didapat dari pengolahan data ekspor
BBM dari KESDM (2015b). Diagram kotak panah subsistem ekspor BBM dapat
dilihat pada Gambar 20.

Pertumbuhan Ekspor BBM

Ekspor
Laju Ekspor BBM BBM

Gambar 20 Diagram kotak panah subsistem ekspor BBM


68

Subsistem Impor BBM


Konsumsi BBM yang selalu meningkat setiap tahunnya tidak dapat
dipenuhi dari produksi BBM domestik sehingga pemerintah melakukan impor
BBM. Jumlah impor BBM dipengaruhi oleh laju pertumbuhannya yaitu 7.09%.
Nilai laju pertumbuhan dan nilai jumlah impor awal didapat dari pengolahan data
impor BBM dari KESDM (2015b). Diagram kotak panah subsistem impor BBM
dapat dilihat pada Gambar 21.

Impor BBM
Laju Impor BBM

Pertumbuhan Impor BBM

Gambar 21 Diagram kotak panah subsistem impor BBM


Skenario dan Hasil Simulasi
Pada pemodelan sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia,
rancangan model, simulasi dan analisis dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan
skenario pada model. Beberapa skenario yang digunakan dalam menganalisis
penyediaan dan konsumsi BBM beserta hasilnya sebagai berikut:
1. Skenario tanpa perubahan komponen
Pada skenario tanpa perubahan komponen, sistem berjalan sesuai formulasi
awal atau sesuai dengan kondisi yang berlangsung saat ini. Laju pertumbuhan
produksi minyak mentah, impor minyak mentah dan ekspor minyak mentah
berturut-turut adalah -4.07%; 4.90% dan -4.68% per tahun. Laju pertumbuhan
konsumsi avgas adalah -3.80% per tahun, laju pertumbuhan konsumsi avtur adalah
9.83% per tahun dan laju pertumbuhan konsumsi bensin adalah 6.81% per tahun.
Laju pertumbuhan konsumsi minyak tanah adalah -15.32% per tahun, laju
pertumbuhan konsumsi minyak solar adalah -1.66% per tahun dan laju
pertumbuhan konsumsi minyak lainnya adalah 8.49% per tahun. Dengan skenario
ini maka pola kecenderungan penyediaan dan konsumsi BBM hasil simulasi dapat
dilihat pada Gambar 22.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa dari tahun 2014 hingga tahun 2025,
penyediaan BBM selalu mengalami peningkatan untuk memenuhi konsumsi BBM
yang juga selalu mengalami peningkatan. Dari hasil simulasi, tahun 2015 sampai
tahun 2016, penyediaan BBM masih memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun
demikian, mulai tahun 2017 sampai tahun 2025 penyediaan BBM tidak mencukupi
konsumsi BBM seperti pada Gambar 23. Penyediaan BBM yang tidak mencukupi
kebutuhan dalam negeri, memaksa pemerintah melakukan peningkatan produksi
BBM domestik, impor BBM serta mengurangi ekspor BBM.
69

Tahun Penyediaan BBM


Penyediaan BBM
(ribu barel)
700,000
2014 407 441
2015 423 085
625,000
2016 440 138
2017 458 680
ribu barel

550,000
2018 478 799
2019 500 589
475,000
2020 524 149
2021 549 587
400,000
2022 577 019
2014 2016 2018 2020 2022 2024
Time (Year) 2023 606 568
Penyediaan BBM : Current 2024 638 366
2025 672 555
Tahun Konsumsi BBM
Konsumsi BBM
(ribu barel)
800,000
2014 396 214
2015 416 706
675,000
2016 439 132
ribu barel

2017 463 611


550,000
2018 490 278
2019 519 281
425,000
2020 550 783
300,000
2021 584 965
2014 2016 2018 2020 2022 2024 2022 622 025
Time (Year)
2023 662 178
Konsumsi BBM : Current
2024 705 658
2025 752 722
Gambar 22 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama

800300
700300
600300
500300
Ribu barel

400300
300300
200300
100300
300
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Tahun

Penyediaan BBM Konsumsi BBM

Gambar 23 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama


70

Dari skenario pertama, diperoleh hasil simulasi emisi CO 2 yang dihasilkan


dari pembakaran BBM (Gambar 24). Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa emisi
CO2 dari pembakaran BBM selalu mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya konsumsi BBM.
Emisi CO2 dari BBM Tahun Emisi CO2 (ton)
400 M 2014 1.90 x 108
2015 1.99 x 108
325 M 2016 2.10 x 108
2017 2.22 x 108
ton

250 M
2018 2.35 x 108
2019 2.49 x 108
175 M
2020 2.64 x 108
2021 2.80 x 108
100 M
2014 2016 2018 2020 2022 2024
2022 2.98 x 108
Time (Year) 2023 3.17 x 108
Emisi CO2 dari BBM : Current
2024 3.38 x 108
2025 3.60 x 108
Gambar 24 Hasil simulasi emisi CO2 skenario pertama
2. Skenario peningkatan produksi BBM domestik
Produksi BBM domestik dipengaruhi oleh input minyak mentah untuk
kilang, dimana input minyak mentah untuk kilang merupakan penjumlahan
produksi minyak mentah ditambah impor minyak mentah dikurangi ekspor minyak
mentah. Dengan demikian, produksi BBM domestik dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan produksi minyak mentah, impor minyak mentah dan ekspor minyak
mentah. Pada skenario kedua, laju pertumbuhan produksi minyak mentah
diasumsikan mengalami peningkatan dari -4.07% menjadi 0.1%. Hal yang
mendasari peningkatan ini adalah Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2012 tentang
Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional dan Peraturan Menteri ESDM No. 6
Tahun 2010 tentang Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Minyak dan Gas
Bumi Nasional. Dalam Inpres No. 2 Tahun 2012, Presiden menginstruksikan
kepada Menteri ESDM untuk mendorong optimalisasi produksi pada lapangan
eksisting maupun percepatan penemuan cadangan baru melalui penyempurnaan
kebijakan kontrak kerja sama dan kebijakan terkait lainnya. Selain itu, dalam
Permen ESDM No. 6 Tahun 2010, Kontraktor wajib melakukan penyelesaian
kegiatan eksplorasi di struktur penemuan dan mempercepat pengajuan usulan
rencana pengembangan lapangan baru dari cadangan yang sudah ditemukan;
pengupayaan pengembangan atau pemroduksian kembali lapangan yang masih
berpotensi baik yang pernah diproduksikan maupun yang belum pernah
diproduksikan serta pengupayaan pemroduksian kembali sumur-sumur yang masih
berpotensi baik yang pernah diproduksikan maupun yang belum pernah
diproduksikan. Dengan skenario ini maka pola kecenderungan penyediaan dan
konsumsi BBM hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 25.
71

Tahun Penyediaan BBM


Penyediaan BBM
(ribu barel)
800,000
2014 407 441
2015 432 330
700,000
2016 458 260
ribu barel

2017 485 327


600,000
2018 513 634
2019 543 287
500,000
2020 574 399
2021 607 092
400,000
2014 2016 2018 2020 2022 2024
2022 641 493
Time (Year) 2023 677 736
Penyediaan BBM : Current 2024 715 965
2025 756 334
Tahun Konsumsi BBM
Konsumsi BBM
(ribu barel)
800,000
2014 396 214
2015 416 706
675,000
2016 439 132
ribu barel

2017 463 611


550,000
2018 490 278
425,000
2019 519 281
2020 550 783
300,000
2021 584 965
2014 2016 2018 2020 2022 2024 2022 622 025
Time (Year)
Konsumsi BBM : Current
2023 662 178
2024 705 658
2025 752 722
Gambar 25 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua

800300

700300

600300

500300
Ribu barel

400300

300300

200300

100300

300
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Tahun

Penyediaan BBM Konsumsi BBM

Gambar 26 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua


72

Dengan skenario ini maka pola kecenderungan penyediaan dan konsumsi


BBM hasil simulasi seperti ditunjukkan pada Gambar 26. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa dari tahun 2014 hingga tahun 2025, penyediaan BBM selalu
mengalami peningkatan untuk memenuhi konsumsi BBM yang juga selalu
mengalami peningkatan. Dari hasil simulasi dengan skenario kedua ini, tahun 2015
sampai tahun 2025, penyediaan BBM cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri yang selalu mengalami peningkatan. Dengan demikian, produksi minyak
mentah diharapkan semakin meningkat sehingga penyediaan BBM dapat
memenuhi konsumsi BBM. Peningkatan laju produksi minyak mentah menjadi
0.1% berdampak sangat signifikan terhadap penyediaan BBM domestik.
Peningkatan penyediaan BBM dari peningkatan produksi minyak mentah
menyebabkan penurunan impor minyak mentah dan BBM.
Dari skenario kedua, diperoleh hasil simulasi emisi CO2 yang dihasilkan
dari pembakaran BBM (Gambar 27). Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa emisi
CO2 dari pembakaran BBM selalu mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya konsumsi BBM. Hasil dari skenario kedua sama dengan hasil
skenario pertama. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan konsumsi BBM
mempunyai nilai yang sama.
Emisi CO2 dari BBM
Tahun Emisi CO2 (ton)
400 M 2014 1.90 x 108
2015 1.99 x 108
325 M 2016 2.10 x 108
2017 2.22 x 108
ton

250 M
2018 2.35 x 108
2019 2.49 x 108
175 M
2020 2.64 x 108
100 M 2021 2.80 x 108
2014 2016 2018 2020 2022 2024 2022 2.98 x 108
Time (Year)
Emisi CO2 dari BBM : Current 2023 3.17 x 108
2024 3.38 x 108
2025 3.60 x 108
Gambar 27 Hasil simulasi emisi CO2 skenario kedua
3. Skenario pengurangan konsumsi BBM
Konsumsi BBM merupakan penjumlahan konsumsi avgas, avtur, bensin,
minyak tanah dan minyak solar serta minyak lainnya. Pada skenario ini, laju
pertumbuhan konsumsi BBM yang digunakan untuk sektor transportasi mengalami
penurunan dengan asumsi pembatasan penggunaan jenis BBM tertentu dan
peningkatan penggunaan energi terbarukan seperti biofuel dan bahan bakar gas.
Asumsi laju pertumbuhan konsumsi BBM mengalami penurunan 1.1%. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Dalam peraturan tersebut, pelaksanaan
pengendalian penggunaan BBM dilaksanakan dengan pentahapan pembatasan
penggunaan jenis BBM tertentu untuk transportasi jalan dan pembatasan
penggunaan jenis BBM terntentu untuk transportasi laut.
73

Tahun Penyediaan BBM


Penyediaan BBM
(ribu barel)
700,000
2014 407 441
2015 423 085
625,000
2016 440 138
ribu barel

2017 458 680


550,000
2018 478 799
2019 500 589
475,000
2020 524 149
2021 549 587
400,000
2014 2016 2018 2020 2022 2024 2022 577 019
Time (Year) 2023 606 568
Penyediaan BBM : Current
2024 638 366
2025 672 555
Tahun Konsumsi BBM
Konsumsi BBM
(ribu barel)
700,000
2014 396 214
2015 412 347
600,000
2016 430 012
ribu barel

2017 449 271


500,000
2018 470 196
2019 492 870
400,000
2020 517 388
2021 543 852
300,000
2014 2016 2018 2020 2022 2024
2022 572 376
Time (Year) 2023 603 085
Konsumsi BBM : Current
2024 636 114
2025 671 611
Gambar 28 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga

800300
700300
600300
Ribu Barel

500300
400300
300300
200300
100300
300
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Tahun

Penyediaan BBM Konsumsi BBM

Gambar 29 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga


74

Dengan skenario ini maka pola kecenderungan penyediaan dan konsumsi


BBM hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 28. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa dari tahun 2014 hingga tahun 2025, penyediaan BBM selalu mengalami
peningkatan untuk memenuhi konsumsi BBM yang juga selalu mengalami
peningkatan. Dari hasil simulasi dengan skenario ketiga ini, tahun 2015 sampai
tahun 2025, penyediaan BBM masih memenuhi kebutuhan dalam negeri seperti
pada Gambar 29. Dengan pembatasan penggunaan BBM diharapkan dapat
mengurangi konsumsi BBM. Pengurangan konsumsi BBM sebesar 1.1%
berdampak sangat signifikan terhadap penyediaan BBM domestik. Dengan
demikian, dengan penurunan konsumsi BBM sebesar 1.1%, maka penyediaan BBM
masih mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Dari skenario ketiga, diperoleh hasil simulasi emisi CO 2 yang dihasilkan
dari pembakaran BBM (Gambar 30). Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa emisi
CO2 dari pembakaran BBM selalu mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya konsumsi BBM. Nilai emisi CO2 dari simulasi ketiga lebih kecil
dibandingkan dengan skenario pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan laju
pertumbuhan konsumsi BBM yang mengalami penurunan sebesar 1.1%. Dengan
demikian, dengan semakin berkurangnya konsumsi BBM, maka emisi CO2 juga
akan mengalami penurunan.
Emisi CO2 dari BBM
Tahun Emisi CO2 (ton)
400 M
2014 1.90 x 108
2015 1.97 x 108
325 M 2016 2.05 x 108
2017 2.14 x 108
2.24 x 108
ton

250 M 2018
2019 2.35 x 108
175 M
2020 2.46 x 108
100 M
2021 2.59 x 108
2014 2016 2018 2020 2022 2024 2022 2.72 x 108
Time (Year)
Emisi CO2 dari BBM : Current
2023 2.86 x 108
2024 3.02 x 108
2025 3.18 x 108
Gambar 30 Hasil simulasi emisi CO2 skenario ketiga

Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan
data aktual yang diperoleh dari sistem nyata. Validasi model dilakukan terhadap
variabel penyediaan BBM dan konsumsi BBM. Validasi dilakukan dengan
menurunkan waktu simulasi menjadi waktu awal adalah tahun 2011 dan waktu
akhir adalah tahun 2014, sehingga formulasi disesuaikan dengan data pada tahun
2010.
Pada validasi penyediaan BBM, laju pertumbuhan produksi minyak mentah,
impor minyak mentah dan ekspor minyak mentah berturut-turut adalah -3.93%;
4.73% dan -4.69%. Laju pertumbuhan impor BBM dan ekspor BBM berturut-turut
adalah 7.29% dan -4.70%. Sedangkan pada validasi konsumsi BBM, laju
pertumbuhan konsumsi avgas, avtur dan bensin berturu-turut adalah -3.35%;
75

11.88% dan 6.82%. Laju pertumbuhan konsumsi minyak tanah, minyak solar dan
minyak lainnya berturut-turut adalah -12.22%; 1.87% dan 3.82%.
Pada validasi model penyediaan dan konsumsi BBM, variabel yang diuji
yaitu penyediaan dan konsumsi BBM. Pada variabel penyediaan BBM, validasi
menunjukkan nilai 3.42%, artinya dibawah 5% sehingga dapat dinyatakan model
sangat tepat. Pada variabel konsumsi BBM, validasi menunjukkan nilai 2.04%,
artinya dibawah 5% sehingga dapat dinyatakan model sangat tepat. Hasil validasi
dapat dilihat pada Tabel 26 dan Tabel 27.
Tabel 26 Validasi penyediaan BBM
Penyediaan BBM (ribu barel)
Tahun Error
Simulasi Nyata
2011 378 950 402 657 5.89%
2012 392 284 413 175 5.06%
2013 406 787 417 694 2.61%
2014 422 535 421 976 0.13%
MAPE 3.42%
Tabel 27 Validasi konsumsi BBM
Konsumsi BBM (ribu barel)
Tahun Error
Simulasi Nyata
2011 371 940 363 827 2.23%
2012 382 043 391 531 2.42%
2013 393 489 397 223 0.94%
2014 406 337 396 214 2.55%
MAPE 2.04%

Implikasi Kebijakan

Seiring dengan berjalannya waktu, konsumsi BBM cenderung mengalami


peningkatan karena jumlah penduduk bertambah dan kebutuhan BBM dalam
pelaksanaan pembangunan meningkat. Sementara itu, cadangan minyak bumi
ketersediaannya semakin terbatas yang diperlihatkan oleh penurunan produksi
minyak mentah. Selain itu, harga minyak bumi yang tidak stabil dan cenderung
meningkat. Dengan demikian berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dalam rangka memenuhi konsumsi BBM domestik.
Dari sisi penyediaan, perlu upaya untuk meningkatkan penyediaan BBM.
Penyediaan BBM dipengaruhi oleh kapasitas kilang, produksi minyak mentah
domestik, impor minyak mentah dan BBM serta ekspor minyak mentah dan BBM.
Upaya untuk meningkatkan investasi bidang minyak bumi sangat diperlukan
terutama dari aspek produksi, pengolahan, dan distribusi minyak bumi. Seiring
dengan itu, upaya peningkatan jumlah dan kapasitas kilang minyak perlu dilakukan
untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap BBM yang bersumber dari
76

impor. Upaya ini dapat dilakukan dengan revitalisasi kilang minyak lama dan
pembanguanan kilang minyak baru. Upaya untuk mengurangi ekspor minyak
mentah dan BBM perlu dilakukan untuk menambah penyediaan BBM domestik.
Selain itu, dari sisi penyediaan perlu upaya untuk konversi BBM ke energi yang
terbarukan seperti peningkatan penyediaan BBG dan BBN. Berbagai upaya dari sisi
penyediaan tersebut diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia
terhadap impor minyak mentah dan BBM.
Dari sisi permintaan, kebutuhan BBM selalu mengalami peningkatan
ditandai dengan meningkatnya konsumsi BBM tiap tahunnya. Dengan demikian
perlu upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan BBM, pembatasan
penggunaan BBM dan pengurangan subsidi BBM secara bertahap. Dengan adanya
pembatasan BBM dan pengurangan subsidi BBM secara bertahap diharapkan
masyarakat tidak boros dalam pemanfaatan BBM. BBM digunakan untuk hal-hal
yang sifatnya produktif. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan terhadap
BBM perlu upaya peningkatan pemanfaatan energi lain, diantaranya dengan
penggunaan BBG dan penggunaan biofuel, terutama untuk sektor transportasi.
Dari sisi regulasi dan kebijakan, penyediaan dan konsumsi BBM
dipengaruhi oleh regulasi dan kebijakan. Dengan semakin menipisnya cadangan
minyak mentah dan penurunan produksi minyak mentah, perlu upaya untuk
menerapkan Petroleum Fund dan Dana Ketahanan Energi untuk keberlanjutan
penyediaan BBM domestik. Petroleum Fund merupakan sebagian dana dari
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas yang disisihkan atau
didepositokan untuk kebutuhan investasi jangka panjang. Kebijakan Petroleum
Fund dapat berfungsi sebagai stabilisasi harga energi serta kepentingan generasi
mendatang. Selain itu, Pemerintah perlu menerapkan kebijakan insentif kegiatan
usaha hulu minyak bumi. Dengan adanya insentif tersebut diharapkan dapat
meningkatkan produksi minyak mentah domestik.
Konsumsi BBM Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari
tahun 2000 sampai 2014. Hal ini mengakibatkan peningkatan emisi CO 2 yang
dihasilkan dari pembakaran BBM. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan upaya
untuk efsisiensi pemanfaatan BBM. Selain itu, konversi BBM ke energi baru
terbarukan yang lebih ramah lingkungan sangat diperlukan untuk mengurangi
peningkatan emisi CO2. Indonesia kaya dengan energi baru dan terbarukan yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya yang perlu dilakukan Pemerintah
adalah meningkatkan pengembangan energi baru dan terbarukan. Selain itu,
diperlukan kebijakan tentang penggunaan energi yang bersifat terbarukan, seperti
pemanfaatan energi air, angin, bahan bakar nabati (biomas, biodiesel, biogas dan
lainnya), dan sumber-sumber energi berkelanjutan lainnya.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Selama 15 tahun terakhir (2000-2014) telah terjadi peningkatan penyediaan


BBM yaitu rerata 1.74% per tahun guna memenuhi konsumsi BBM yang
mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rerata 1.76% per tahun. Sementara
77

produksi minyak bumi Indonesia mengalami penurunan dengan rerata sebesar


0.12% per tahun. Selisih antara produksi minyak bumi yang menurun dan konsumsi
BBM yang meningkat memaksa pemerintah melakukan impor minyak mentah dan
BBM. Konsumsi BBM Indonesia didominasi oleh bensin dan minyak solar.
Faktor utama yang memengaruhi penyediaan BBM adalah harga minyak
dunia, pemanfaatan kilang minyak tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap
USD, impor minyak mentah tahun sebelumnya, konsumsi BBM dan impor BBM
tahun sebelumnya. Apabila harga minyak dunia meningkat, maka penyediaan BBM
akan menurun. Apabila konsumsi BBM dan impor BBM tahun sebelumnya
meningkat maka penyediaan BBM akan meningkat. Faktor utama yang
memengaruhi harga BBM adalah konsumsi BBM dan harga minyak dunia. Apabila
konsumsi BBM meningkat maka harga BBM akan menurun. Apabila harga minyak
dunia meningkat maka harga BBM akan meningkat. Faktor utama yang
memengaruhi konsumsi BBM adalah harga BBM dan PDB. Apabila harga BBM
meningkat maka konsumsi BBM akan menurun. Apabila PDB meningkat maka
konsumsi BBM akan meningkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga
minyak dunia merupakan faktor utama yang memengaruhi penyediaan dan
konsumsi BBM Indonesia.
Model sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM yang telah
dikembangkan dalam penelitian ini telah dapat mendeskripsikan kondisi
penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
sampai tahun 2016 penyediaan BBM dapat memenuhi kebutuhan BBM. Tahun
2017 sampai tahun 2025, penyediaan BBM tidak dapat memenuhi kebutuhan BBM
dalam negeri. Hal ini dikarenakan peningkatan konsumsi BBM melebihi
peningkatan penyediaan BBM. Peningkatan konsumsi BBM menyebabkan
peningkatan emisi CO2 dari pembakaran BBM. Pada tahun 2025, diperkirakan
penyediaan BBM mencapai 672.55 juta barel; konsumsi BBM mencapai 752.72
juta barel dan emisi CO2 mencapai 360 juta ton.
Beberapa skenario penyediaan dan konsumsi BBM antara lain: (1) skenario
tanpa perubahan komponen; (2) skenario peningkatan peningkatan produksi BBM
domestik dan (3) skenario pengurangan konsumsi BBM. Dengan skenario
peningkatan produksi BBM domestik dan pengurangan konsumsi BBM,
menunjukkan bahwa pada tahun 2014 hingga tahun 2025, penyediaan BBM dapat
memenuhi konsumsi BBM Indonesia. Berdasarkan skenario pada penelitian ini,
maka skenario yang terbaik adalah skenario yang ketiga, dimana konsumsi BBM
dapat ditekan sehingga tidak melebihi penyediaan BBM. Skenario ketiga
menunjukkan konsumsi BBM yang paling kecil dibandingkan skenario lainnya.

Saran

Pada studi ini konsumsi BBM tidak dirinci secara detail per sektor. Untuk
memperoleh gambaran yang lebih detail tentang penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penyediaan dan
konsumsi BBM Indonesia menurut sektor. Selain itu, perlu dikaji variabel-variabel
lain yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia. Pengembangan
model sistem dinamik dapat dilakukan dengan memasukkan aspek harga untuk
mengetahui pengaruh harga terhadap penyediaan dan konsmsi BBM.
78

DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharyya S. 2001. Energy Economics: Concepts, Issues, Markets and


Governanace. New York (US): Springer.
Buntuan I. 2010. Simulasi Model Dinamik pada Sistem Deteksi Dini untuk
Manajemen Krisis Pangan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPPT; KLH] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi; Kementerian
Lingkungan Hidup. 2009. Penilaian Kebutuhan Teknologi untuk
Perubahan Iklim. Jakarta (ID): BPPT KLH.
Chima CM, Hills D. 2007. Intensity of Energy Use in the USA: 1949-2003. Journal
of Business & Economic Research 5(11). 17-30.
Chontanawat J, Hunt LC, Pierse R. 2006. Causality between Energy Consumption
and GDP. Evidence from 30 OECD and 78 non-OECD Countries. Survey
Energy Economics Discussion paper Series 113.
Cleveland CJ, Stern DI.1993. Productive and Exchange Scarcity: An Empirical
Analysis of the U.S. Forest Products Industry. Canadian Journal of Forest
Research, 23 (8): 1537-1549.
[DESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2004. Kebijakan Energi
Nasional 2003-2020. Jakarta (ID): DESDM.
[DESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Blueprint
Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025. Jakarta (ID): DESDM.
[DESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Minyak dan Gas
Bumi dari Proses Pembuatan hingga Pembentukan. Jakarta (ID): Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi DESDM.
[DEN] Dewan Energi Nasional. Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta (ID): DEN.
Elinur. 2012. Analisis Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian
Indonesia [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID): PT
Gramedia Pustaka Utama.
Fisher-Vanden K et al. 2003. What is Deriving Chinas’s Decline Energy Intensity.
Resources and Energy Economics 26(1):77-97.
Gujarati D. 1997. Ekonometrika Dasar. Terjemahan. Jakarta (ID): Erlangga.
Gujarati D. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga.
Gujarati D. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga.
Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik: Konsep dam Pemodelan untuk Industri dan
Lingkungan. Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP.
Indra. 2009. Analisis Hubungan Intensitas Energi dan Pendapatan per Kapita: Studi
Komparatif di Sepuluh Negara Asia Pasifik [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
79

International Energy Association. 2008. World Energy Model: Methodology and


Assumptions [Internet]. [diunduh 16 Februari 2016]. Tersedia pada:
http://www.worldenergyoutlook.org/media/weowebsite/energymodel/WE
M_Methodology_WEO2011.pdf.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): PT
Penerbit IPB Press.
Kartiasih F. 2009. Dinamika Konsumsi dan Intensitas Energi di Indonesia [Tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2008. Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 23 Tahun 2008 tentang Mandatori
Pemakaian BBM. Jakarta (ID): KESDM.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010a. Pokok-Pokok
Kebijakan Energi Nasional [Internet]. Jakarta (ID): KESDM. [diunduh 16
Februari 2016]. Tersedia pada: http://www.esdm.go.id/news-archives/56-
artikel/3342-pokok-pokok-kebijakan-energi-nasional.html/.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010b. Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional.
Jakarta (ID): KESDM.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2013. Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Jakarta (ID): KESDM.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2015a. Renstra
Kementerian ESDM Tahun 2015-2019. Jakarta (ID): KESDM.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2015b. Handbook of
Energy & Economic Statistics of Indonesia. Jakarta (ID): KESDM.
Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics. London (GB): The Macmillan
Press. Ltd.
Krichene N. 2005. A Simultaneous Equations Model for World Crude Oil and
Natural Gas Markets. International Monetary Fund, African Department,
Working Paper 5(32) [Internet]. [diunduh 17 Februari 2016]. Tersedia pada:
http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2005/wp0532.pdf.
Lin C. 2011. Estimating Supply and Demand in the World Oil Market. The Journal
of Energy and Development, Vol. 34 (1): 1-32.
Malenbaum W. 1978. World Demand for Raw Materials in 1985 and 2000. New
York (US): McGraw-Hill.
Metcalf GE. 2008. An Empirical Analysis of Energy Intensity and Its Determinants
at the State Level. The Energy Journal, Vol. 29 (3): 1-26.
Nanduri M. 1998. An Assessment of Energy Intensity Indicators and Their Role as
Policy - Making Tools. Research Project Submitted in Partial Fulfillment of
the Requirements for the Degree of Master of Natural Resources
80

Management in the School of Resourc and Environmental Management


Report No. 232. Simon Fraser University.
Nuroniah SN. 2003. Penjadwalan Produksi Dengan Pendekatan Metode dinamik
(Studi kasus di PT Goodyear Indonesia, tbk) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Oseni MO. 2011. Analysis of Energy intensity and It’s determinants in 16 OECD
Countries. The Journal of Energy and Development, Vol. 35 (1): 101-140.
Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006
tentang Kebijakan Energi Nasional. Jakarta (ID): Sekretariat Kabinet.
Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2012
tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional. Jakarta (ID):
Sekretariat Kabinet.
Pyndick RS, Rubinfeld DL. 1998. Econometric Models and Economic forecasts.
Fourth Edition. New York (US): Mc Graw-Hill.
Prastiwi RW. 2013. Model Simulasi Sistem Dinamik dalam Perencanaan Kapasitas
Supply Gas di Sektor Industri dan Rumah Tangga untuk Memenuhi Pasokan
Gas di Masa Mendatang (Studi Kasus: Jawa Timur). Jurnal Teknik Pomits,
Vol. 1 (1): 1-8.
Purnoomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.
Soile IO and Balogun B. 2011. Resource Abundance and Energy Intensity: A Cross
Country Analysis. Middle Eastern Finance and Economics. Issue 13: 165-
180.Tersedia pada: http://www.eurojournals.com/MEFE_13_14.pdf.
Somantri AS, EY Purwani, Ridwan T. 2005. Simulasi Model Dinamik Ketersediaan
Sagu sebagai Sumber Karbohidrat Mendukung Ketahanan Pangan Kasus
Papua. Bogor (ID): Balai Besar Pascapanen.
Stern DI. 2003. Energy and Economic Growth. http://
www.localenergy.org/pdfs/Document Libary/Stern Energy and Economic
Growth.pdf.
Sugiyono A. 2005. Pemanfaatan Biofuel Dalam Penyediaan Energi Nasional
Jangka Panjang. Dipresentasikan pada Seminar Teknologi Untuk Negeri,
Jakarta.
Sugiyono A, Suarna. 2006. Optimasi Penyediaan Energi Nasional: Konsep dan
Aplikasi Model Markal. Makalah diipresentasikan pada Seminar Nasional
Matematika, Statistika, dan Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika,
Universitas Padjajaran, Bandung.
Yusgiantoro P. 2000. Ekonomi Energi: Teori dan Praktik. Jakarta (ID): Pustaka
LP3ES.
81

LAMPIRAN
82

Lampiran 1 Output komputer dugaan model penyediaan dan konsumsi BBM


Indonesia

1) Persamaan Pemanfaatan Kilang Minyak


Dependent Variable: RFUT
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 06:55
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.781566 1.394778 1.277311 0.2304


PDB 0.000388 0.000437 0.887781 0.3955
PSKBR -0.136062 0.087670 -1.551990 0.1517
RFUT_1 0.727932 0.228844 3.180910 0.0098

R-squared 0.870054 Mean dependent var 9.357143


Adjusted R-squared 0.831070 S.D. dependent var 0.841897
S.E. of regression 0.346029 Sum squared resid 1.197358
F-statistic 22.31837 Durbin-Watson stat 1.745627
Prob(F-statistic) 0.000095 Second-Stage SSR 1.197358
J-statistic 10.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.440493

2) Persamaan Produksi BBM Domestik


Dependent Variable: YBBMD
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 11/01/16 Time: 06:43
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 219072.5 94831.24 2.310130 0.0435


POILW -442.8191 204.7910 -2.162298 0.0559
DRFCRD 0.027747 0.184149 0.150676 0.8832
YBBMD_1 0.260973 0.316348 0.824953 0.4286

R-squared 0.850156 Mean dependent var 257042.0


Adjusted R-squared 0.805202 S.D. dependent var 17992.72
S.E. of regression 7941.249 Sum squared resid 6.31E+08
F-statistic 18.91196 Durbin-Watson stat 2.179089
Prob(F-statistic) 0.000191 Second-Stage SSR 6.31E+08
J-statistic 10.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.440493
83

3) Persamaan Impor Minyak Mentah


Dependent Variable: IMCR
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:19
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 126943.4 134514.6 0.943715 0.3729


CBBM 0.087832 0.183821 0.477811 0.6456
PCRD -0.222580 0.178785 -1.244959 0.2484
POILW -1006.891 345.2864 -2.916105 0.0194
EXCHR 6.379853 3.750356 1.701132 0.1273
IMCR_1 0.416872 0.182477 2.284516 0.0517

R-squared 0.749650 Mean dependent var 119460.9


Adjusted R-squared 0.593181 S.D. dependent var 19983.99
S.E. of regression 12746.26 Sum squared resid 1.30E+09
F-statistic 4.791047 Durbin-Watson stat 2.627107
Prob(F-statistic) 0.025374 Second-Stage SSR 1.30E+09
J-statistic 8.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.433470

4) Persamaan Impor BBM


Dependent Variable: IBBM
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:21
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -56427.10 88189.96 -0.639836 0.5382


CBBM 0.453823 0.267111 1.699007 0.1235
VEHI 0.000296 0.000417 0.710111 0.4956
EXCHR -3.213686 4.862488 -0.660914 0.5252
IBBM_1 0.464242 0.273385 1.698126 0.1237

R-squared 0.869013 Mean dependent var 155609.0


Adjusted R-squared 0.810796 S.D. dependent var 38397.11
S.E. of regression 16701.81 Sum squared resid 2.51E+09
F-statistic 14.92724 Durbin-Watson stat 2.091006
Prob(F-statistic) 0.000523 Second-Stage SSR 2.51E+09
J-statistic 9.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.437274
84

5) Persamaan Harga Minyak Mentah Domestik


Dependent Variable: RPCRD
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:23
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 65586.82 337628.3 0.194258 0.8508


CBBM 0.094689 1.002457 0.094457 0.9271
SBBM -0.751380 1.078907 -0.696427 0.5059
GSBBM 1958.264 541.4478 3.616718 0.0068
POILW 8586.004 1155.050 7.433447 0.0001
RPCRD_1 0.130874 0.069575 1.881034 0.0968

R-squared 0.989411 Mean dependent var 694004.7


Adjusted R-squared 0.982793 S.D. dependent var 378442.4
S.E. of regression 49642.25 Sum squared resid 1.97E+10
F-statistic 149.5019 Durbin-Watson stat 2.688193
Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 1.97E+10
J-statistic 8.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.433470

6) Persamaan Harga BBM


Dependent Variable: RPBBM
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:26
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 937238.7 546453.4 1.715130 0.1247


CBBM -2.601710 1.530367 -1.700056 0.1275
SBBM -0.428720 1.670531 -0.256637 0.8039
GSBBM 247.3760 958.7211 0.258027 0.8029
POILW 11033.31 2397.424 4.602155 0.0018
RPBBM_1 0.144988 0.125211 1.157946 0.2803

R-squared 0.963213 Mean dependent var 740515.9


Adjusted R-squared 0.940221 S.D. dependent var 314779.6
S.E. of regression 76963.05 Sum squared resid 4.74E+10
F-statistic 41.89327 Durbin-Watson stat 2.058830
Prob(F-statistic) 0.000016 Second-Stage SSR 4.74E+10
J-statistic 8.000000 Instrument rank 14
85

Prob(J-statistic) 0.433470

7) Persamaan Harga Avgas


Dependent Variable: RPAVG
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:28
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2334053. 2152732. 1.084229 0.3099


CAVG -44874.20 42561.71 -1.054333 0.3225
SBBM -5.453508 6.902875 -0.790034 0.4523
GSBBM 1171.132 3362.104 0.348333 0.7366
POILW 36838.47 8627.335 4.269971 0.0027
RPAVG_1 0.217281 0.170888 1.271477 0.2393

R-squared 0.962367 Mean dependent var 2792905.


Adjusted R-squared 0.938846 S.D. dependent var 1379968.
S.E. of regression 341255.6 Sum squared resid 9.32E+11
F-statistic 40.91595 Durbin-Watson stat 2.802448
Prob(F-statistic) 0.000017 Second-Stage SSR 9.32E+11
J-statistic 8.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.433470

8) Persamaan Harga Avtur


Dependent Variable: RPAVT
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:31
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 543582.2 490867.3 1.107391 0.3003


CAVT 3.154528 12.25542 0.257399 0.8034
SBBM -1.961585 1.625999 -1.206387 0.2621
GSBBM 2012.627 752.0807 2.676079 0.0281
POILW 12266.57 1713.192 7.160067 0.0001
RPAVT_1 0.148546 0.096348 1.541764 0.1617

R-squared 0.984726 Mean dependent var 1054817.


Adjusted R-squared 0.975179 S.D. dependent var 484149.5
S.E. of regression 76275.86 Sum squared resid 4.65E+10
F-statistic 103.1510 Durbin-Watson stat 1.948075
Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 4.65E+10
86

J-statistic 8.000000 Instrument rank 14


Prob(J-statistic) 0.433470

9) Persamaan Harga Bensin


Dependent Variable: RPGSL
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 16:18
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -11217.14 552902.3 -0.020288 0.9843


CGSL -0.726840 2.821958 -0.257566 0.8032
SBBM 0.237586 1.944247 0.122199 0.9058
GSBBM -481.0797 1122.357 -0.428633 0.6795
POILW 6184.305 2884.110 2.144268 0.0643
RPGSL_1 0.500298 0.276940 1.806524 0.1085

R-squared 0.933375 Mean dependent var 650625.2


Adjusted R-squared 0.891734 S.D. dependent var 270826.6
S.E. of regression 89112.11 Sum squared resid 6.35E+10
F-statistic 22.41499 Durbin-Watson stat 1.774203
Prob(F-statistic) 0.000164 Second-Stage SSR 6.35E+10
J-statistic 8.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.433470

10) Persamaan Harga Minyak Tanah


Dependent Variable: RPKR
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:36
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -802720.0 622621.9 -1.289258 0.2333


CKR -0.469227 1.322214 -0.354880 0.7319
SBBM 2.978791 1.983506 1.501781 0.1716
GSBBM -1591.482 1022.810 -1.555991 0.1583
POILW 3100.028 2237.636 1.385403 0.2033
RPKR_1 0.079909 0.426341 0.187429 0.8560

R-squared 0.819120 Mean dependent var 338190.9


Adjusted R-squared 0.706070 S.D. dependent var 123606.7
S.E. of regression 67013.73 Sum squared resid 3.59E+10
F-statistic 7.245650 Durbin-Watson stat 2.904401
87

Prob(F-statistic) 0.007644 Second-Stage SSR 3.59E+10


J-statistic 8.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.433470

11) Persamaan Harga Minyak Solar


Dependent Variable: RPDS
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:38
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 63201.67 324064.2 0.195028 0.8502


CDS -3.908137 1.530308 -2.553824 0.0340
SBBM 1.450482 1.089159 1.331744 0.2196
GSBBM -2022.833 662.7858 -3.052016 0.0158
POILW 6496.091 1720.328 3.776078 0.0054
RPDS_1 0.424985 0.131222 3.238669 0.0119

R-squared 0.973293 Mean dependent var 545172.9


Adjusted R-squared 0.956602 S.D. dependent var 250427.0
S.E. of regression 52169.70 Sum squared resid 2.18E+10
F-statistic 58.30996 Durbin-Watson stat 2.564353
Prob(F-statistic) 0.000004 Second-Stage SSR 2.18E+10
J-statistic 8.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.433470

12) Persamaan Konsumsi BBM


Dependent Variable: CBBM
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:41
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 167228.2 54968.45 3.042258 0.0124


RPBBM -0.058796 0.020585 -2.856232 0.0171
PDB 72.87119 19.77991 3.684101 0.0042
CBBM_1 0.211439 0.228529 0.925217 0.3766

R-squared 0.878025 Mean dependent var 347273.2


Adjusted R-squared 0.841433 S.D. dependent var 30634.67
S.E. of regression 12198.87 Sum squared resid 1.49E+09
F-statistic 23.99478 Durbin-Watson stat 2.510393
Prob(F-statistic) 0.000069 Second-Stage SSR 1.49E+09
88

J-statistic 10.00000 Instrument rank 14


Prob(J-statistic) 0.440493

13) Persamaan Konsumsi Avgas


Dependent Variable: CAVG
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:43
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 18.81282 8.221718 2.288186 0.0452


RPAVG -2.45E-06 1.83E-06 -1.339370 0.2101
PDB 0.000809 0.004151 0.194830 0.8494
CAVG_1 0.076075 0.363371 0.209358 0.8384

R-squared 0.635845 Mean dependent var 14.85714


Adjusted R-squared 0.526599 S.D. dependent var 4.092341
S.E. of regression 2.815700 Sum squared resid 79.28166
F-statistic 5.820287 Durbin-Watson stat 2.325660
Prob(F-statistic) 0.014458 Second-Stage SSR 79.28166
J-statistic 10.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.440493

14) Persamaan Konsumsi Avtur


Dependent Variable: CAVT
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:44
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -4773.847 2787.773 -1.712423 0.1176


RPAVT -0.001168 0.001850 -0.631326 0.5420
PDB 8.535512 3.390691 2.517337 0.0305
CAVT_1 0.318601 0.304673 1.045714 0.3203

R-squared 0.964104 Mean dependent var 16612.36


Adjusted R-squared 0.953335 S.D. dependent var 5361.463
S.E. of regression 1158.184 Sum squared resid 13413897
F-statistic 89.52776 Durbin-Watson stat 2.153225
Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 13413897
J-statistic 10.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.440493
89

15) Persamaan Konsumsi Bensin


Dependent Variable: CGSL
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:46
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -37822.91 11048.24 -3.423432 0.0065


RPGSL -0.021263 0.008090 -2.628222 0.0252
PDB 77.86835 20.28063 3.839543 0.0033
CGSL_1 0.077394 0.255749 0.302616 0.7684

R-squared 0.992676 Mean dependent var 118712.1


Adjusted R-squared 0.990478 S.D. dependent var 35464.23
S.E. of regression 3460.554 Sum squared resid 1.20E+08
F-statistic 451.7719 Durbin-Watson stat 1.442983
Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 1.20E+08
J-statistic 10.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.440493

16) Persamaan Konsumsi Minyak Tanah


Dependent Variable: CKR
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:48
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 27202.58 43468.01 0.625807 0.5455


RPKR -0.014882 0.021724 -0.685077 0.5089
PDB -8.825110 16.85696 -0.523529 0.6120
CKR_1 0.815651 0.267318 3.051244 0.0122

R-squared 0.965126 Mean dependent var 42329.07


Adjusted R-squared 0.954664 S.D. dependent var 27569.25
S.E. of regression 5870.120 Sum squared resid 3.45E+08
F-statistic 92.24913 Durbin-Watson stat 1.042191
Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 3.45E+08
J-statistic 10.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.440493

17) Persamaan Konsumsi Minyak Solar


Dependent Variable: CDS
90

Method: Two-Stage Least Squares


Date: 06/01/16 Time: 07:50
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 90224.30 48626.98 1.855437 0.0932


RPDS 0.006217 0.023805 0.261157 0.7993
PDB -15.73571 12.46724 -1.262165 0.2355
CDS_1 0.494084 0.335405 1.473097 0.1715

R-squared 0.437172 Mean dependent var 122643.6


Adjusted R-squared 0.268323 S.D. dependent var 13739.24
S.E. of regression 11752.28 Sum squared resid 1.38E+09
F-statistic 2.589136 Durbin-Watson stat 1.593378
Prob(F-statistic) 0.111116 Second-Stage SSR 1.38E+09
J-statistic 10.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.440493

18) Persamaan Pengeluaran Subsidi BBM


Dependent Variable: GSBBM
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:52
Sample (adjusted): 2001 2014
Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -81.12081 202.5086 -0.400580 0.6981


RG 0.084271 0.041446 2.033295 0.0725
EXCHR_1 -0.012284 0.012373 -0.992844 0.3467
CBBM 0.000603 0.000487 1.237877 0.2471
GSBBM_1 0.319035 0.313349 1.018146 0.3352

R-squared 0.859826 Mean dependent var 110.0509


Adjusted R-squared 0.797527 S.D. dependent var 70.59028
S.E. of regression 31.76353 Sum squared resid 9080.295
F-statistic 13.80150 Durbin-Watson stat 1.959502
Prob(F-statistic) 0.000704 Second-Stage SSR 9080.295
J-statistic 9.000000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.437274

19) Persamaan Penerimaan Pemerintah


Dependent Variable: RG
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:53
91

Sample (adjusted): 2001 2014


Included observations: 14 after adjustments
Instrument specification: PDB PSKBR RFCRD RCCR POILW DRFCRD
PCRD EXCHR VEHI RPCRD G GNS GSNBBM DPDB TAX TIBBM XBBM
RFUT_1 YBBMD_1 IMCR_1 IBBM_1 RPCRD_1 RPBBM_1 CBBM_1
EXCHR_1 GSBBM_1 RPAVG_1 RPAVT_1 RPGSL_1 RPKR_1 RPDS_1
CAVG_1 CAVT_1 CGSL_1 CKR_1 CDS_1
Constant added to instrument list

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 14.71980 36.72901 0.400768 0.6963


DPDB 0.669858 0.637520 1.050725 0.3159
TAX 1.252160 0.066051 18.95738 0.0000

R-squared 0.996319 Mean dependent var 824.9372


Adjusted R-squared 0.995650 S.D. dependent var 437.6535
S.E. of regression 28.86515 Sum squared resid 9165.165
F-statistic 1488.761 Durbin-Watson stat 2.041895
Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 9165.165
J-statistic 11.00000 Instrument rank 14
Prob(J-statistic) 0.443263
92

Lampiran 2 Output komputer hasil uji autokorelasi


1) Persamaan Pemanfaatan Kilang Minyak
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 0.201396 Prob. Chi-Square(2) 0.9042

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 06:56
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.375444 2.721253 0.137967 0.8937


PDB 0.000108 0.000798 0.135755 0.8954
PSKBR -0.003727 0.100510 -0.037081 0.9713
RFUT_1 -0.065378 0.463158 -0.141158 0.8912
RESID(-1) 0.150328 0.549172 0.273735 0.7912
RESID(-2) -0.026204 0.465123 -0.056339 0.9565

R-squared 0.014385 Mean dependent var -1.02E-15


Adjusted R-squared -0.601624 S.D. dependent var 0.303487
S.E. of regression 0.384079 Akaike info criterion 1.221590
Sum squared resid 1.180134 Schwarz criterion 1.495472
Log likelihood -2.551133 Hannan-Quinn criter. 1.196238
F-statistic 0.023353 Durbin-Watson stat 1.903258
Prob(F-statistic) 0.999653

2) Persamaan Produksi BBM Domestik


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 4.429452 Prob. Chi-Square(2) 0.1092

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 11/01/16 Time: 06:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -115198.1 107318.6 -1.073422 0.3144


POILW 174.1101 215.5950 0.807580 0.4427
DRFCRD 0.082278 0.194697 0.422594 0.6837
YBBMD_1 0.397570 0.361269 1.100482 0.3031
RESID(-1) -0.319405 0.365746 -0.873297 0.4079
RESID(-2) -0.715932 0.385082 -1.859166 0.1001

R-squared 0.316389 Mean dependent var 5.03E-11


Adjusted R-squared -0.110867 S.D. dependent var 6964.936
93

S.E. of regression 7340.881 Akaike info criterion 20.93783


Sum squared resid 4.31E+08 Schwarz criterion 21.21171
Log likelihood -140.5648 Hannan-Quinn criter. 20.91248
F-statistic 0.740514 Durbin-Watson stat 2.208732
Prob(F-statistic) 0.614300

3) Persamaan Impor Minyak Mentah


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 3.105975 Prob. Chi-Square(2) 0.2116

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:19
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -55271.36 167061.1 -0.330845 0.7520


CBBM 0.029887 0.211368 0.141399 0.8922
PCRD 0.041076 0.212156 0.193610 0.8529
POILW 88.57074 387.1290 0.228789 0.8266
EXCHR 0.563895 3.847832 0.146549 0.8883
IMCR_1 0.161615 0.228692 0.706695 0.5063
RESID(-1) -0.633455 0.488285 -1.297307 0.2422
RESID(-2) -0.112405 0.478481 -0.234922 0.8221

R-squared 0.221855 Mean dependent var 5.17E-11


Adjusted R-squared -0.685980 S.D. dependent var 9998.989
S.E. of regression 12983.22 Akaike info criterion 22.07626
Sum squared resid 1.01E+09 Schwarz criterion 22.44144
Log likelihood -146.5338 Hannan-Quinn criter. 22.04246
F-statistic 0.244378 Durbin-Watson stat 2.248783
Prob(F-statistic) 0.956323

4) Persamaan Impor BBM


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 3.592679 Prob. Chi-Square(2) 0.1659

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:22
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 29148.68 89382.81 0.326111 0.7539


CBBM -0.225651 0.299735 -0.752834 0.4761
VEHI -0.000298 0.000520 -0.572197 0.5851
EXCHR -0.114738 4.757002 -0.024120 0.9814
94

IBBM_1 0.466731 0.473012 0.986720 0.3567


RESID(-1) -0.741942 0.631766 -1.174394 0.2786
RESID(-2) -0.546068 0.383092 -1.425421 0.1971

R-squared 0.256620 Mean dependent var 1.86E-10


Adjusted R-squared -0.380563 S.D. dependent var 13896.75
S.E. of regression 16328.31 Akaike info criterion 22.54604
Sum squared resid 1.87E+09 Schwarz criterion 22.86557
Log likelihood -150.8223 Hannan-Quinn criter. 22.51646
F-statistic 0.402741 Durbin-Watson stat 2.019010
Prob(F-statistic) 0.855999

5) Persamaan Harga Minyak Mentah Domestik


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 3.118414 Prob. Chi-Square(2) 0.2103

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:24
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -120825.6 508663.1 -0.237536 0.8201


CBBM 0.050033 1.204877 0.041525 0.9682
SBBM 0.394201 1.262365 0.312272 0.7654
GSBBM -207.8643 882.0268 -0.235667 0.8215
POILW -443.8122 1511.495 -0.293625 0.7789
RPCRD_1 0.012367 0.111349 0.111067 0.9152
RESID(-1) -0.584645 0.446907 -1.308201 0.2387
RESID(-2) -0.591957 1.365271 -0.433582 0.6797

R-squared 0.222744 Mean dependent var -1.38E-10


Adjusted R-squared -0.684055 S.D. dependent var 38942.59
S.E. of regression 50536.24 Akaike info criterion 24.79433
Sum squared resid 1.53E+10 Schwarz criterion 25.15950
Log likelihood -165.5603 Hannan-Quinn criter. 24.76052
F-statistic 0.245638 Durbin-Watson stat 2.244094
Prob(F-statistic) 0.955781

6) Persamaan Harga BBM


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 0.366376 Prob. Chi-Square(2) 0.8326

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:26
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.
95

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8993.938 627452.5 0.014334 0.9890


CBBM -0.285855 1.884295 -0.151704 0.8844
SBBM 0.261300 2.034414 0.128440 0.9020
GSBBM -99.55902 1120.588 -0.088845 0.9321
POILW -53.53105 2801.523 -0.019108 0.9854
RPBBM_1 0.009373 0.149041 0.062889 0.9519
RESID(-1) -0.175478 0.527019 -0.332963 0.7505
RESID(-2) -0.158505 0.495232 -0.320062 0.7598

R-squared 0.026170 Mean dependent var -1.06E-09


Adjusted R-squared -1.109966 S.D. dependent var 60374.79
S.E. of regression 87698.73 Akaike info criterion 25.89676
Sum squared resid 4.61E+10 Schwarz criterion 26.26194
Log likelihood -173.2773 Hannan-Quinn criter. 25.86296
F-statistic 0.023034 Durbin-Watson stat 2.063096
Prob(F-statistic) 0.999966

7) Persamaan Harga Avgas


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 4.839838 Prob. Chi-Square(2) 0.0889

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:29
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -63136.56 2037205. -0.030992 0.9763


CAVG -6235.869 43414.11 -0.143637 0.8905
SBBM 0.716845 6.460046 0.110966 0.9153
GSBBM 538.5912 3203.685 0.168116 0.8720
POILW -3355.714 8356.420 -0.401573 0.7019
RPAVG_1 0.018338 0.183820 0.099758 0.9238
RESID(-1) -0.630707 0.383977 -1.642564 0.1516
RESID(-2) -0.497273 0.425439 -1.168848 0.2868

R-squared 0.345703 Mean dependent var -5.53E-09


Adjusted R-squared -0.417644 S.D. dependent var 267702.9
S.E. of regression 318740.1 Akaike info criterion 28.47770
Sum squared resid 6.10E+11 Schwarz criterion 28.84287
Log likelihood -191.3439 Hannan-Quinn criter. 28.44390
F-statistic 0.452878 Durbin-Watson stat 2.603234
Prob(F-statistic) 0.838183

8) Persamaan Harga Avtur


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 3.682521 Prob. Chi-Square(2) 0.1586

Test Equation:
96

Dependent Variable: RESID


Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:31
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -585433.9 635096.9 -0.921802 0.3922


CAVT -4.896730 12.68479 -0.386032 0.7128
SBBM 1.962033 2.113932 0.928144 0.3891
GSBBM -504.7570 833.6259 -0.605496 0.5670
POILW 714.4343 1979.387 0.360937 0.7305
RPAVT_1 -0.058118 0.108731 -0.534515 0.6122
RESID(-1) -0.178891 0.422398 -0.423512 0.6867
RESID(-2) -0.711531 0.495189 -1.436890 0.2008

R-squared 0.263037 Mean dependent var -1.48E-09


Adjusted R-squared -0.596753 S.D. dependent var 59835.71
S.E. of regression 75610.00 Akaike info criterion 25.60012
Sum squared resid 3.43E+10 Schwarz criterion 25.96530
Log likelihood -171.2009 Hannan-Quinn criter. 25.56632
F-statistic 0.305932 Durbin-Watson stat 1.966530
Prob(F-statistic) 0.926670

9) Persamaan Harga Bensin


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 5.738740 Prob. Chi-Square(2) 0.0567

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 16:21
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 305701.9 538977.6 0.567189 0.5912


CGSL -4.731316 3.975342 -1.190166 0.2789
SBBM -0.259086 1.737671 -0.149099 0.8864
GSBBM 894.5522 1269.696 0.704540 0.5075
POILW 1099.811 2910.133 0.377925 0.7185
RPGSL_1 0.280609 0.378020 0.742312 0.4859
RESID(-1) -0.309167 0.531223 -0.581992 0.5818
RESID(-2) -1.147347 0.575834 -1.992496 0.0934

R-squared 0.409910 Mean dependent var -4.00E-10


Adjusted R-squared -0.278528 S.D. dependent var 69905.29
S.E. of regression 79043.33 Akaike info criterion 25.68894
Sum squared resid 3.75E+10 Schwarz criterion 26.05411
Log likelihood -171.8226 Hannan-Quinn criter. 25.65514
F-statistic 0.595420 Durbin-Watson stat 2.335508
Prob(F-statistic) 0.743909
97

10) Persamaan Harga Minyak Tanah


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 7.751448 Prob. Chi-Square(2) 0.0207

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:37
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -234671.1 511734.1 -0.458580 0.6627


CKR 1.657589 1.205822 1.374654 0.2184
SBBM 0.192837 1.587176 0.121497 0.9073
GSBBM 312.3954 809.7209 0.385806 0.7129
POILW -1920.150 1889.333 -1.016311 0.3487
RPKR_1 0.591964 0.396615 1.492541 0.1862
RESID(-1) -1.292266 0.479140 -2.697054 0.0357
RESID(-2) -0.513343 0.374753 -1.369815 0.2198

R-squared 0.553675 Mean dependent var -1.59E-09


Adjusted R-squared 0.032962 S.D. dependent var 52569.90
S.E. of regression 51696.23 Akaike info criterion 24.83972
Sum squared resid 1.60E+10 Schwarz criterion 25.20489
Log likelihood -165.8780 Hannan-Quinn criter. 24.80591
F-statistic 1.063302 Durbin-Watson stat 2.514067
Prob(F-statistic) 0.478283

11) Persamaan Harga Minyak Solar


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 7.741791 Prob. Chi-Square(2) 0.0208

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:39
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 375182.4 289591.3 1.295558 0.2427


CDS -1.003417 1.257630 -0.797863 0.4554
SBBM -0.832005 0.937806 -0.887183 0.4091
GSBBM 6.063935 522.9536 0.011596 0.9911
POILW 909.1492 1506.372 0.603536 0.5683
RPDS_1 -0.014719 0.113809 -0.129333 0.9013
RESID(-1) -0.636079 0.328831 -1.934368 0.1012
RESID(-2) -0.872187 0.364755 -2.391161 0.0539

R-squared 0.552985 Mean dependent var -2.95E-10


98

Adjusted R-squared 0.031468 S.D. dependent var 40925.28


S.E. of regression 40276.22 Akaike info criterion 24.34047
Sum squared resid 9.73E+09 Schwarz criterion 24.70565
Log likelihood -162.3833 Hannan-Quinn criter. 24.30667
F-statistic 1.060339 Durbin-Watson stat 2.156808
Prob(F-statistic) 0.479641

12) Persamaan Konsumsi BBM


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 5.711409 Prob. Chi-Square(2) 0.0575

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:41
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -110911.7 69038.48 -1.606519 0.1468


RPBBM 0.008199 0.018131 0.452187 0.6631
PDB -22.30664 19.87029 -1.122613 0.2942
CBBM_1 0.444212 0.281850 1.576057 0.1537
RESID(-1) -0.901078 0.426229 -2.114071 0.0674
RESID(-2) -0.598904 0.317605 -1.885686 0.0961

R-squared 0.407958 Mean dependent var -1.24E-10


Adjusted R-squared 0.037931 S.D. dependent var 10699.11
S.E. of regression 10494.24 Akaike info criterion 21.65257
Sum squared resid 8.81E+08 Schwarz criterion 21.92645
Log likelihood -145.5680 Hannan-Quinn criter. 21.62721
F-statistic 1.102510 Durbin-Watson stat 2.357315
Prob(F-statistic) 0.428584

13) Persamaan Konsumsi Avgas


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 8.167971 Prob. Chi-Square(2) 0.0168

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:43
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -61.42449 20.37420 -3.014817 0.0167


RPAVG 3.07E-06 2.21E-06 1.387946 0.2026
PDB 0.007656 0.004179 1.832194 0.1043
CAVG_1 2.392571 0.854108 2.801251 0.0232
RESID(-1) -2.680084 0.815058 -3.288214 0.0111
99

RESID(-2) -1.297993 0.654165 -1.984197 0.0825

R-squared 0.583427 Mean dependent var -5.00E-14


Adjusted R-squared 0.323068 S.D. dependent var 2.469532
S.E. of regression 2.031829 Akaike info criterion 4.553277
Sum squared resid 33.02664 Schwarz criterion 4.827159
Log likelihood -25.87294 Hannan-Quinn criter. 4.527924
F-statistic 2.240859 Durbin-Watson stat 2.754766
Prob(F-statistic) 0.148505

14) Persamaan Konsumsi Avtur


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 2.019369 Prob. Chi-Square(2) 0.3643

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3936.461 4539.640 0.867131 0.4111


RPAVT -0.000153 0.001972 -0.077816 0.9399
PDB -6.613281 6.855045 -0.964732 0.3629
CAVT_1 0.654297 0.669328 0.977543 0.3569
RESID(-1) -0.824461 0.749563 -1.099922 0.3034
RESID(-2) -0.315587 0.390992 -0.807143 0.4429

R-squared 0.144241 Mean dependent var -2.95E-11


Adjusted R-squared -0.390609 S.D. dependent var 1015.794
S.E. of regression 1197.866 Akaike info criterion 17.31200
Sum squared resid 11479068 Schwarz criterion 17.58588
Log likelihood -115.1840 Hannan-Quinn criter. 17.28665
F-statistic 0.269684 Durbin-Watson stat 2.257915
Prob(F-statistic) 0.917380

15) Persamaan Konsumsi Bensin


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 8.201472 Prob. Chi-Square(2) 0.0166

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:46
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -5897.516 11232.93 -0.525020 0.6138


RPGSL -0.000721 0.007651 -0.094279 0.9272
100

PDB 8.063906 24.74849 0.325834 0.7529


CGSL_1 -0.091709 0.332009 -0.276224 0.7894
RESID(-1) 0.433332 0.618662 0.700433 0.5035
RESID(-2) -1.135789 0.349027 -3.254164 0.0116

R-squared 0.585819 Mean dependent var -1.34E-11


Adjusted R-squared 0.326957 S.D. dependent var 3035.107
S.E. of regression 2489.978 Akaike info criterion 18.77546
Sum squared resid 49599918 Schwarz criterion 19.04934
Log likelihood -125.4282 Hannan-Quinn criter. 18.75011
F-statistic 2.263050 Durbin-Watson stat 1.495044
Prob(F-statistic) 0.145738

16) Persamaan Konsumsi Minyak Tanah


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 6.388831 Prob. Chi-Square(2) 0.0410

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:48
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 112050.3 68884.71 1.626636 0.1425


RPKR 0.022166 0.020549 1.078659 0.3122
PDB -40.75274 25.12467 -1.622021 0.1435
CKR_1 -0.729016 0.447385 -1.629506 0.1419
RESID(-1) 1.028327 0.397495 2.587018 0.0323
RESID(-2) 0.257537 0.473614 0.543769 0.6014

R-squared 0.456345 Mean dependent var -6.29E-11


Adjusted R-squared 0.116561 S.D. dependent var 5148.436
S.E. of regression 4839.089 Akaike info criterion 20.10437
Sum squared resid 1.87E+08 Schwarz criterion 20.37825
Log likelihood -134.7306 Hannan-Quinn criter. 20.07901
F-statistic 1.343043 Durbin-Watson stat 2.212108
Prob(F-statistic) 0.337860

17) Persamaan Konsumsi Minyak Solar


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 2.052380 Prob. Chi-Square(2) 0.3584

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:50
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


101

C -10537.90 167141.3 -0.063048 0.9513


RPDS -0.004027 0.030248 -0.133141 0.8974
PDB 3.581621 24.54627 0.145913 0.8876
CDS_1 0.044372 1.075123 0.041272 0.9681
RESID(-1) 0.158826 1.022156 0.155384 0.8804
RESID(-2) -0.419493 0.597294 -0.702322 0.5024

R-squared 0.146599 Mean dependent var -4.59E-11


Adjusted R-squared -0.386777 S.D. dependent var 10307.43
S.E. of regression 12138.19 Akaike info criterion 21.94363
Sum squared resid 1.18E+09 Schwarz criterion 22.21751
Log likelihood -147.6054 Hannan-Quinn criter. 21.91828
F-statistic 0.274850 Durbin-Watson stat 1.943968
Prob(F-statistic) 0.914435

18) Persamaan Pengeluaran Subsidi BBM


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 5.157405 Prob. Chi-Square(2) 0.0759

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:52
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 344.9750 290.1516 1.188947 0.2732


RG -0.095835 0.068872 -1.391509 0.2067
EXCHR_1 -0.004874 0.012668 -0.384764 0.7118
CBBM -0.000920 0.000706 -1.303967 0.2335
GSBBM_1 0.993535 0.704720 1.409830 0.2014
RESID(-1) -1.552668 0.979512 -1.585144 0.1570
RESID(-2) -0.758133 0.409018 -1.853543 0.1062

R-squared 0.368386 Mean dependent var 3.24E-13


Adjusted R-squared -0.172997 S.D. dependent var 26.42885
S.E. of regression 28.62377 Akaike info criterion 9.853205
Sum squared resid 5735.241 Schwarz criterion 10.17273
Log likelihood -61.97243 Hannan-Quinn criter. 9.823627
F-statistic 0.680453 Durbin-Watson stat 2.225792
Prob(F-statistic) 0.672463

19) Persamaan Penerimaan Pemerintah


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

Obs*R-squared 0.456784 Prob. Chi-Square(2) 0.7958

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:54
Sample: 2001 2014
102

Included observations: 14
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.092622 40.13800 0.052136 0.9596


DPDB -0.026729 0.694915 -0.038464 0.9702
TAX 0.000890 0.071858 0.012383 0.9904
RESID(-1) -0.040472 0.330425 -0.122485 0.9052
RESID(-2) 0.185019 0.345358 0.535730 0.6051

R-squared 0.032627 Mean dependent var 3.46E-13


Adjusted R-squared -0.397316 S.D. dependent var 26.55208
S.E. of regression 31.38671 Akaike info criterion 10.00310
Sum squared resid 8866.130 Schwarz criterion 10.23133
Log likelihood -65.02169 Hannan-Quinn criter. 9.981972
F-statistic 0.075888 Durbin-Watson stat 1.873482
Prob(F-statistic) 0.987799
103

Lampiran 3 Output komputer hasil uji heteroskedastisitas


1) Persamaan Pemanfaatan Kilang Minyak
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 2.951720 Prob. F(3,10) 0.0847


Obs*R-squared 6.574977 Prob. Chi-Square(3) 0.0868
Scaled explained SS 4.525188 Prob. Chi-Square(3) 0.2101

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 06:56
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.297483 0.487924 2.659190 0.0239


PDB 0.000150 0.000153 0.982590 0.3490
PSKBR -0.023301 0.030669 -0.759758 0.4649
RFUT_1 -0.166554 0.080055 -2.080507 0.0641

R-squared 0.469641 Mean dependent var 0.085526


Adjusted R-squared 0.310534 S.D. dependent var 0.145782
S.E. of regression 0.121048 Akaike info criterion -1.150295
Sum squared resid 0.146527 Schwarz criterion -0.967707
Log likelihood 12.05207 Hannan-Quinn criter. -1.167197
F-statistic 2.951720 Durbin-Watson stat 2.208128
Prob(F-statistic) 0.084675

2) Persamaan Produksi BBM Domestik


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.990983 Prob. F(3,10) 0.4360


Obs*R-squared 3.208313 Prob. Chi-Square(3) 0.3606
Scaled explained SS 1.926056 Prob. Chi-Square(3) 0.5879

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 11/01/16 Time: 06:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.06E+09 8.57E+08 -1.233232 0.2457


POILW 2587120. 1851209. 1.397530 0.1925
DRFCRD 2009.041 1664.616 1.206909 0.2552
YBBMD_1 3576.338 2859.633 1.250628 0.2395

R-squared 0.229165 Mean dependent var 45045306


Adjusted R-squared -0.002085 S.D. dependent var 71710221
S.E. of regression 71784948 Akaike info criterion 39.25120
Sum squared resid 5.15E+16 Schwarz criterion 39.43379
104

Log likelihood -270.7584 Hannan-Quinn criter. 39.23430


F-statistic 0.990983 Durbin-Watson stat 2.143752
Prob(F-statistic) 0.435998

3) Persamaan Impor Minyak Mentah


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.273178 Prob. F(5,8) 0.3618


Obs*R-squared 6.203755 Prob. Chi-Square(5) 0.2869
Scaled explained SS 3.350973 Prob. Chi-Square(5) 0.6460

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:20
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.70E+09 1.76E+09 -0.968050 0.3614


CBBM 1118.471 2404.080 0.465239 0.6542
PCRD 1185.429 2338.220 0.506979 0.6258
POILW 1068557. 4515784. 0.236627 0.8189
EXCHR 23025.25 49048.55 0.469438 0.6513
IMCR_1 5781.383 2386.507 2.422530 0.0417

R-squared 0.443125 Mean dependent var 92838360


Adjusted R-squared 0.095079 S.D. dependent var 1.75E+08
S.E. of regression 1.67E+08 Akaike info criterion 40.99882
Sum squared resid 2.22E+17 Schwarz criterion 41.27270
Log likelihood -280.9917 Hannan-Quinn criter. 40.97347
F-statistic 1.273178 Durbin-Watson stat 2.739009
Prob(F-statistic) 0.361835

4) Persamaan Impor BBM


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.080863 Prob. F(4,9) 0.4210


Obs*R-squared 4.542992 Prob. Chi-Square(4) 0.3375
Scaled explained SS 0.538921 Prob. Chi-Square(4) 0.9696

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:22
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.84E+08 7.35E+08 0.385771 0.7086


CBBM -241.6279 2227.496 -0.108475 0.9160
VEHI -3.659139 3.480581 -1.051301 0.3205
EXCHR 2082.884 40549.38 0.051367 0.9602
IBBM_1 1214.896 2279.820 0.532891 0.6070
105

R-squared 0.324499 Mean dependent var 1.79E+08


Adjusted R-squared 0.024277 S.D. dependent var 1.41E+08
S.E. of regression 1.39E+08 Akaike info criterion 40.61433
Sum squared resid 1.75E+17 Schwarz criterion 40.84256
Log likelihood -279.3003 Hannan-Quinn criter. 40.59320
F-statistic 1.080863 Durbin-Watson stat 2.482002
Prob(F-statistic) 0.421012

5) Persamaan Harga Minyak Mentah Domestik


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.910919 Prob. F(5,8) 0.5190


Obs*R-squared 5.078965 Prob. Chi-Square(5) 0.4063
Scaled explained SS 3.346380 Prob. Chi-Square(5) 0.6467

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:24
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.03E+10 2.03E+10 -0.506566 0.6261


CBBM 64985.21 60324.69 1.077257 0.3128
SBBM -35458.49 64925.16 -0.546144 0.5999
GSBBM 6663239. 32582600 0.204503 0.8431
POILW 24329885 69507228 0.350034 0.7354
RPCRD_1 -164.5209 4186.825 -0.039295 0.9696

R-squared 0.362783 Mean dependent var 1.41E+09


Adjusted R-squared -0.035477 S.D. dependent var 2.94E+09
S.E. of regression 2.99E+09 Akaike info criterion 46.77068
Sum squared resid 7.14E+19 Schwarz criterion 47.04457
Log likelihood -321.3948 Hannan-Quinn criter. 46.74533
F-statistic 0.910919 Durbin-Watson stat 2.493998
Prob(F-statistic) 0.519022

6) Persamaan Harga BBM


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.253162 Prob. F(5,8) 0.9266


Obs*R-squared 1.912554 Prob. Chi-Square(5) 0.8611
Scaled explained SS 1.549528 Prob. Chi-Square(5) 0.9073

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:26
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.83E+10 6.58E+10 -0.277829 0.7882


CBBM -18649.21 184292.7 -0.101193 0.9219
106

SBBM 68031.27 201171.8 0.338175 0.7439


GSBBM -25297768 1.15E+08 -0.219118 0.8320
POILW 1.63E+08 2.89E+08 0.565043 0.5875
RPBBM_1 -7706.814 15078.42 -0.511116 0.6231

R-squared 0.136611 Mean dependent var 3.38E+09


Adjusted R-squared -0.403007 S.D. dependent var 7.82E+09
S.E. of regression 9.27E+09 Akaike info criterion 49.03511
Sum squared resid 6.87E+20 Schwarz criterion 49.30899
Log likelihood -337.2458 Hannan-Quinn criter. 49.00976
F-statistic 0.253162 Durbin-Watson stat 2.332076
Prob(F-statistic) 0.926583

7) Persamaan Harga Avgas


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.492009 Prob. F(5,8) 0.7745


Obs*R-squared 3.292587 Prob. Chi-Square(5) 0.6550
Scaled explained SS 1.433746 Prob. Chi-Square(5) 0.9206

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:30
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.24E+11 7.93E+11 -0.409087 0.6932


CAVG 7.94E+09 1.57E+10 0.506311 0.6263
SBBM 367082.4 2543252. 0.144336 0.8888
GSBBM -9.53E+08 1.24E+09 -0.769008 0.4640
POILW 2.47E+09 3.18E+09 0.778482 0.4587
RPAVG_1 30310.82 62961.09 0.481421 0.6431

R-squared 0.235185 Mean dependent var 6.65E+10


Adjusted R-squared -0.242825 S.D. dependent var 1.13E+11
S.E. of regression 1.26E+11 Akaike info criterion 54.25021
Sum squared resid 1.26E+23 Schwarz criterion 54.52409
Log likelihood -373.7515 Hannan-Quinn criter. 54.22486
F-statistic 0.492009 Durbin-Watson stat 1.780716
Prob(F-statistic) 0.774490

8) Persamaan Harga Avtur


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.468868 Prob. F(5,8) 0.2990


Obs*R-squared 6.700892 Prob. Chi-Square(5) 0.2439
Scaled explained SS 4.300607 Prob. Chi-Square(5) 0.5070

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:32
Sample: 2001 2014
Included observations: 14
107

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.31E+10 4.05E+10 2.051274 0.0744


CAVT 1079598. 1011623. 1.067194 0.3170
SBBM -253192.9 134218.1 -1.886430 0.0960
GSBBM 58474475 62080468 0.941914 0.3738
POILW -85897375 1.41E+08 -0.607412 0.5604
RPAVT_1 -4903.784 7953.037 -0.616593 0.5546

R-squared 0.478635 Mean dependent var 3.32E+09


Adjusted R-squared 0.152782 S.D. dependent var 6.84E+09
S.E. of regression 6.30E+09 Akaike info criterion 48.26182
Sum squared resid 3.17E+20 Schwarz criterion 48.53571
Log likelihood -331.8328 Hannan-Quinn criter. 48.23647
F-statistic 1.468868 Durbin-Watson stat 2.764266
Prob(F-statistic) 0.299038

9) Persamaan Harga Bensin


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.928233 Prob. F(5,8) 0.5101


Obs*R-squared 5.140057 Prob. Chi-Square(5) 0.3990
Scaled explained SS 1.292666 Prob. Chi-Square(5) 0.9357

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 16:21
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.82E+10 3.68E+10 -0.496071 0.6332


CGSL 225858.7 187686.0 1.203386 0.2632
SBBM 16239.63 129310.2 0.125587 0.9032
GSBBM -1.39E+08 74646987 -1.861702 0.0997
POILW 3.22E+08 1.92E+08 1.680543 0.1314
RPGSL_1 -27489.34 18419.04 -1.492442 0.1739

R-squared 0.367147 Mean dependent var 4.54E+09


Adjusted R-squared -0.028386 S.D. dependent var 5.84E+09
S.E. of regression 5.93E+09 Akaike info criterion 48.14089
Sum squared resid 2.81E+20 Schwarz criterion 48.41478
Log likelihood -330.9863 Hannan-Quinn criter. 48.11554
F-statistic 0.928233 Durbin-Watson stat 2.534012
Prob(F-statistic) 0.510129

10) Persamaan Harga Minyak Tanah


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 3.698685 Prob. F(5,8) 0.0496


Obs*R-squared 9.772536 Prob. Chi-Square(5) 0.0819
Scaled explained SS 6.910101 Prob. Chi-Square(5) 0.2274

Test Equation:
108

Dependent Variable: RESID^2


Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:37
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.83E+10 3.61E+10 -1.061750 0.3193


CKR -110832.0 76597.41 -1.446941 0.1859
SBBM 188939.1 114906.8 1.644281 0.1387
GSBBM -1.13E+08 59252556 -1.906455 0.0930
POILW 1.54E+08 1.30E+08 1.184625 0.2702
RPKR_1 -71489.57 24698.44 -2.894497 0.0201

R-squared 0.698038 Mean dependent var 2.57E+09


Adjusted R-squared 0.509312 S.D. dependent var 5.54E+09
S.E. of regression 3.88E+09 Akaike info criterion 47.29473
Sum squared resid 1.21E+20 Schwarz criterion 47.56861
Log likelihood -325.0631 Hannan-Quinn criter. 47.26938
F-statistic 3.698685 Durbin-Watson stat 1.696537
Prob(F-statistic) 0.049629

11) Persamaan Harga Minyak Solar


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.923980 Prob. F(5,8) 0.5123


Obs*R-squared 5.125129 Prob. Chi-Square(5) 0.4008
Scaled explained SS 0.841136 Prob. Chi-Square(5) 0.9743

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:39
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.08E+09 1.02E+10 0.203403 0.8439


CDS -73534.93 48175.81 -1.526387 0.1654
SBBM 30914.98 34287.95 0.901628 0.3936
GSBBM -36932581 20865237 -1.770053 0.1147
POILW 19088147 54157838 0.352454 0.7336
RPDS_1 -332.4372 4131.016 -0.080473 0.9378

R-squared 0.366081 Mean dependent var 1.56E+09


Adjusted R-squared -0.030119 S.D. dependent var 1.62E+09
S.E. of regression 1.64E+09 Akaike info criterion 45.57420
Sum squared resid 2.16E+19 Schwarz criterion 45.84809
Log likelihood -313.0194 Hannan-Quinn criter. 45.54885
F-statistic 0.923980 Durbin-Watson stat 2.336233
Prob(F-statistic) 0.512300

12) Persamaan Konsumsi BBM


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.335103 Prob. F(3,10) 0.8004


109

Obs*R-squared 1.278866 Prob. Chi-Square(3) 0.7342


Scaled explained SS 0.333915 Prob. Chi-Square(3) 0.9535

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:41
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.28E+08 5.47E+08 1.148331 0.2776


RPBBM -95.68549 204.6712 -0.467508 0.6502
PDB 101370.6 196665.0 0.515448 0.6174
CBBM_1 -1935.722 2272.188 -0.851920 0.4142

R-squared 0.091348 Mean dependent var 1.06E+08


Adjusted R-squared -0.181248 S.D. dependent var 1.12E+08
S.E. of regression 1.21E+08 Akaike info criterion 40.30021
Sum squared resid 1.47E+17 Schwarz criterion 40.48280
Log likelihood -278.1015 Hannan-Quinn criter. 40.28331
F-statistic 0.335103 Durbin-Watson stat 2.161495
Prob(F-statistic) 0.800395

13) Persamaan Konsumsi Avgas


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.506476 Prob. F(3,10) 0.2722


Obs*R-squared 4.357746 Prob. Chi-Square(3) 0.2253
Scaled explained SS 1.834967 Prob. Chi-Square(3) 0.6074

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:43
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -23.54581 20.86106 -1.128697 0.2854


RPAVG 8.63E-08 4.63E-06 0.018630 0.9855
PDB 0.010505 0.010532 0.997456 0.3421
CAVG_1 0.454675 0.921985 0.493148 0.6326

R-squared 0.311268 Mean dependent var 5.662976


Adjusted R-squared 0.104648 S.D. dependent var 7.550284
S.E. of regression 7.144309 Akaike info criterion 7.005465
Sum squared resid 510.4115 Schwarz criterion 7.188053
Log likelihood -45.03826 Hannan-Quinn criter. 6.988564
F-statistic 1.506476 Durbin-Watson stat 2.397694
Prob(F-statistic) 0.272206

14) Persamaan Konsumsi Avtur


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
110

F-statistic 1.333853 Prob. F(3,10) 0.3178


Obs*R-squared 4.001114 Prob. Chi-Square(3) 0.2613
Scaled explained SS 1.993625 Prob. Chi-Square(3) 0.5737

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:45
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3546441. 3222976. -1.100362 0.2970


RPAVT -3.283174 2.139091 -1.534845 0.1558
PDB 5939.073 3920.015 1.515064 0.1607
CAVT_1 -284.8858 352.2359 -0.808793 0.4375

R-squared 0.285794 Mean dependent var 958135.5


Adjusted R-squared 0.071532 S.D. dependent var 1389612.
S.E. of regression 1338989. Akaike info criterion 31.28768
Sum squared resid 1.79E+13 Schwarz criterion 31.47027
Log likelihood -215.0138 Hannan-Quinn criter. 31.27078
F-statistic 1.333853 Durbin-Watson stat 2.060689
Prob(F-statistic) 0.317821

15) Persamaan Konsumsi Bensin


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.887167 Prob. F(3,10) 0.1957


Obs*R-squared 5.060883 Prob. Chi-Square(3) 0.1674
Scaled explained SS 2.711398 Prob. Chi-Square(3) 0.4383

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:47
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -13719094 37418359 -0.366641 0.7215


RPGSL -15.66788 27.39958 -0.571829 0.5801
PDB -4979.868 68686.74 -0.072501 0.9436
CGSL_1 384.9034 866.1761 0.444371 0.6662

R-squared 0.361492 Mean dependent var 8553881.


Adjusted R-squared 0.169939 S.D. dependent var 12864180
S.E. of regression 11720256 Akaike info criterion 35.62649
Sum squared resid 1.37E+15 Schwarz criterion 35.80908
Log likelihood -245.3854 Hannan-Quinn criter. 35.60959
F-statistic 1.887167 Durbin-Watson stat 2.127804
Prob(F-statistic) 0.195683
111

16) Persamaan Konsumsi Minyak Tanah


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.549983 Prob. F(3,10) 0.6595


Obs*R-squared 1.982779 Prob. Chi-Square(3) 0.5760
Scaled explained SS 0.893720 Prob. Chi-Square(3) 0.8269

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:49
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -89094069 2.66E+08 -0.335468 0.7442


RPKR 117.3646 132.7271 0.884255 0.3973
PDB 19989.91 102992.8 0.194090 0.8500
CKR_1 688.4439 1633.259 0.421516 0.6823

R-squared 0.141627 Mean dependent var 24613077


Adjusted R-squared -0.115885 S.D. dependent var 33951963
S.E. of regression 35865307 Akaike info criterion 37.86340
Sum squared resid 1.29E+16 Schwarz criterion 38.04598
Log likelihood -261.0438 Hannan-Quinn criter. 37.84649
F-statistic 0.549983 Durbin-Watson stat 1.900471
Prob(F-statistic) 0.659496

17) Persamaan Konsumsi Minyak Solar


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.452836 Prob. F(3,10) 0.7210


Obs*R-squared 1.674438 Prob. Chi-Square(3) 0.6426
Scaled explained SS 0.418882 Prob. Chi-Square(3) 0.9363

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:50
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6227143. 4.49E+08 0.013876 0.9892


RPDS 234.8169 219.6945 1.068834 0.3103
PDB -72119.86 115059.4 -0.626806 0.5448
CDS_1 914.4601 3095.430 0.295423 0.7737

R-squared 0.119603 Mean dependent var 98654404


Adjusted R-squared -0.144516 S.D. dependent var 1.01E+08
S.E. of regression 1.08E+08 Akaike info criterion 40.07664
Sum squared resid 1.18E+17 Schwarz criterion 40.25923
Log likelihood -276.5365 Hannan-Quinn criter. 40.05974
F-statistic 0.452836 Durbin-Watson stat 2.423771
Prob(F-statistic) 0.721002
112

18) Persamaan Pengeluaran Subsidi BBM


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.153698 Prob. F(4,9) 0.3921


Obs*R-squared 4.745360 Prob. Chi-Square(4) 0.3144
Scaled explained SS 1.667972 Prob. Chi-Square(4) 0.7965

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:52
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -4473.105 5468.968 -0.817907 0.4345


RG 0.678979 1.119284 0.606619 0.5591
EXCHR_1 0.641065 0.334141 1.918547 0.0873
CBBM -0.002965 0.013158 -0.225380 0.8267
GSBBM_1 -6.208547 8.462348 -0.733667 0.4818

R-squared 0.338954 Mean dependent var 648.5925


Adjusted R-squared 0.045156 S.D. dependent var 877.8586
S.E. of regression 857.8093 Akaike info criterion 16.61909
Sum squared resid 6622531. Schwarz criterion 16.84733
Log likelihood -111.3337 Hannan-Quinn criter. 16.59797
F-statistic 1.153698 Durbin-Watson stat 1.662719
Prob(F-statistic) 0.392061

19) Persamaan Penerimaan Pemerintah


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.055230 Prob. F(2,11) 0.9465


Obs*R-squared 0.139188 Prob. Chi-Square(2) 0.9328
Scaled explained SS 0.113313 Prob. Chi-Square(2) 0.9449

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/01/16 Time: 07:54
Sample: 2001 2014
Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 478.0314 1518.571 0.314790 0.7588


DPDB 6.117757 26.35846 0.232098 0.8207
TAX -0.827395 2.730911 -0.302974 0.7676

R-squared 0.009942 Mean dependent var 654.6547


Adjusted R-squared -0.170069 S.D. dependent var 1103.301
S.E. of regression 1193.438 Akaike info criterion 17.19447
Sum squared resid 15667235 Schwarz criterion 17.33141
Log likelihood -117.3613 Hannan-Quinn criter. 17.18180
F-statistic 0.055230 Durbin-Watson stat 2.621381
Prob(F-statistic) 0.946528
113

Lampiran 4 Output komputer hasil validasi model


1) Persamaan Pemanfaatan Kilang Minyak
11.0
Forecast: RFUTF
10.5 Actual: RFUT
Forecast sample: 2000 2014
10.0
Adjusted sample: 2001 2014
9.5 Included observations: 14
Root Mean Squared Error 0.292448
9.0 Mean Absolute Error 0.210021
Mean Abs. Percent Error 2.352996
8.5 Theil Inequality Coefficient 0.015572
Bias Proportion 0.000000
8.0
Variance Proportion 0.034786
7.5 Covariance Proportion 0.965214

7.0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RFUTF ± 2 S.E.

2) Persamaan Produksi BBM Domestik


300,000
Forecast: YBBMDF
290,000 Actual: YBBMD
280,000 Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
270,000 Included observations: 14
Root Mean Squared Error 6711.580
260,000
Mean Absolute Error 4751.134
250,000 Mean Abs. Percent Error 1.882949
Theil Inequality Coefficient 0.013028
240,000
Bias Proportion 0.000000
230,000 Variance Proportion 0.040562
Covariance Proportion 0.959438
220,000

210,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

YBBMDF ± 2 S.E.

3) Persamaan Impor Minyak Mentah


180,000
Forecast: IMCRF
160,000 Actual: IMCR
Forecast sample: 2000 2014
140,000 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
120,000 Root Mean Squared Error 9635.266
Mean Absolute Error 7091.888
100,000 Mean Abs. Percent Error 5.706964
Theil Inequality Coefficient 0.039877
80,000
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.071913
60,000
Covariance Proportion 0.928087

40,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

IMCRF ± 2 S.E.
114

4) Persamaan Impor BBM


280,000
Forecast: IBBMF
Actual: IBBM
240,000
Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
200,000 Included observations: 14
Root Mean Squared Error 13391.24
160,000 Mean Absolute Error 11956.15
Mean Abs. Percent Error 8.507988
Theil Inequality Coefficient 0.041935
120,000
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.035085
80,000 Covariance Proportion 0.964915

40,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

IBBMF ± 2 S.E.

5) Persamaan Harga Minyak Mentah Domestik


1,400,000
Forecast: RPCRDF
1,200,000 Actual: RPCRD
Forecast sample: 2000 2014
1,000,000 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
800,000 Root Mean Squared Error 37526.01
Mean Absolute Error 27023.06
600,000 Mean Abs. Percent Error 4.728604
Theil Inequality Coefficient 0.023947
400,000 Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.002661
200,000 Covariance Proportion 0.997339

0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RPCRDF ± 2 S.E.

6) Persamaan Harga BBM


1,400,000
Forecast: RPBBMF
1,200,000 Actual: RPBBM
Forecast sample: 2000 2014
1,000,000 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
800,000 Root Mean Squared Error 58178.60
Mean Absolute Error 40903.48
600,000 Mean Abs. Percent Error 6.715286
Theil Inequality Coefficient 0.036399
400,000 Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.009370
200,000 Covariance Proportion 0.990630

0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RPBBMF ± 2 S.E.
115

7) Persamaan Harga Avgas


6,000,000
Forecast: RPAVGF
5,000,000 Actual: RPAVG
Forecast sample: 2000 2014
4,000,000 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
3,000,000 Root Mean Squared Error 257965.0
Mean Absolute Error 184709.2
2,000,000 Mean Abs. Percent Error 7.784593
Theil Inequality Coefficient 0.041770
1,000,000 Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.009590
0 Covariance Proportion 0.990410

-1,000,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RPAVGF ± 2 S.E.

8) Persamaan Harga Avtur


2,000,000
Forecast: RPAVTF
Actual: RPAVT
1,600,000 Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
1,200,000 Root Mean Squared Error 57659.13
Mean Absolute Error 40354.30
Mean Abs. Percent Error 5.899649
800,000
Theil Inequality Coefficient 0.025011
Bias Proportion 0.000000
400,000
Variance Proportion 0.003848
Covariance Proportion 0.996152

0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RPAVTF ± 2 S.E.

9) Persamaan Harga Bensin


1,200,000
Forecast: RPGSLF
Actual: RPGSL
1,000,000
Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
800,000 Included observations: 14
Root Mean Squared Error 67362.43
600,000 Mean Absolute Error 53992.20
Mean Abs. Percent Error 8.441349
Theil Inequality Coefficient 0.048158
400,000
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.017235
200,000 Covariance Proportion 0.982765

0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RPGSLF ± 2 S.E.
116

10) Persamaan Harga Minyak Tanah


700,000
Forecast: RPKRF
600,000 Actual: RPKR
Forecast sample: 2000 2014
500,000 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
400,000
Root Mean Squared Error 50657.62
300,000 Mean Absolute Error 32661.87
Mean Abs. Percent Error 21.04805
200,000 Theil Inequality Coefficient 0.070998
Bias Proportion 0.000000
100,000 Variance Proportion 0.049840
Covariance Proportion 0.950160
0

-100,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RPKRF ± 2 S.E.

11) Persamaan Harga Minyak Solar


1,000,000
Forecast: RPDSF
Actual: RPDS
800,000
Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
600,000 Included observations: 14
Root Mean Squared Error 39436.59
400,000 Mean Absolute Error 32417.93
Mean Abs. Percent Error 9.893978
Theil Inequality Coefficient 0.033110
200,000
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.006767
0 Covariance Proportion 0.993233

-200,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RPDSF ± 2 S.E.

12) Persamaan Konsumsi BBM


440,000
Forecast: CBBMF
Actual: CBBM
400,000 Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
360,000 Root Mean Squared Error 10309.92
Mean Absolute Error 9356.873
Mean Abs. Percent Error 2.715830
320,000 Theil Inequality Coefficient 0.014794
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.032508
280,000
Covariance Proportion 0.967492

240,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

CBBMF ± 2 S.E.
117

13) Persamaan Konsumsi Avgas


28
Forecast: CAVGF
24 Actual: CAVG
Forecast sample: 2000 2014
20 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
16 Root Mean Squared Error 2.379701
Mean Absolute Error 1.723603
12 Mean Abs. Percent Error 14.20611
Theil Inequality Coefficient 0.077875
8 Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.112719
4 Covariance Proportion 0.887281

0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

CAVGF ± 2 S.E.

14) Persamaan Konsumsi Avtur


30,000
Forecast: CAVTF
Actual: CAVT
25,000 Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
20,000 Root Mean Squared Error 978.8439
Mean Absolute Error 758.4432
Mean Abs. Percent Error 5.039568
15,000 Theil Inequality Coefficient 0.028155
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.009139
10,000
Covariance Proportion 0.990861

5,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

CAVTF ± 2 S.E.

15) Persamaan Konsumsi Bensin


200,000
Forecast: CGSLF
180,000 Actual: CGSL
Forecast sample: 2000 2014
160,000 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
140,000 Root Mean Squared Error 2924.702
Mean Absolute Error 2380.236
120,000 Mean Abs. Percent Error 2.000228
Theil Inequality Coefficient 0.011839
100,000
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.001838
80,000
Covariance Proportion 0.998162

60,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

CGSLF ± 2 S.E.
118

16) Persamaan Konsumsi Minyak Tanah


100,000
Forecast: CKRF
Actual: CKR
80,000
Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
60,000 Included observations: 14
Root Mean Squared Error 4961.157
40,000 Mean Absolute Error 4146.026
Mean Abs. Percent Error 20.07567
Theil Inequality Coefficient 0.049759
20,000
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.008874
0 Covariance Proportion 0.991126

-20,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

CKRF ± 2 S.E.

17) Persamaan Konsumsi Minyak Solar


180,000
Forecast: CDSF
Actual: CDS
160,000
Forecast sample: 2000 2014
Adjusted sample: 2001 2014
140,000 Included observations: 14
Root Mean Squared Error 9932.492
120,000 Mean Absolute Error 8342.662
Mean Abs. Percent Error 6.857396
Theil Inequality Coefficient 0.040325
100,000
Bias Proportion 0.000000
Variance Proportion 0.203956
80,000 Covariance Proportion 0.796044

60,000
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

CDSF ± 2 S.E.

18) Persamaan Pengeluaran Subsidi BBM


350
Forecast: GSBBMF
300 Actual: GSBBM
Forecast sample: 2000 2014
250
Adjusted sample: 2001 2014
200
Included observations: 14
Root Mean Squared Error 25.46748
150 Mean Absolute Error 19.98255
Mean Abs. Percent Error 26.19243
100 Theil Inequality Coefficient 0.099396
Bias Proportion 0.000000
50
Variance Proportion 0.037738
0 Covariance Proportion 0.962262

-50
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

GSBBMF ± 2 S.E.
119

19) Persamaan Penerimaan Pemerintah


1,800
Forecast: RGF
1,600 Actual: RG
Forecast sample: 2000 2014
1,400 Adjusted sample: 2001 2014
Included observations: 14
1,200
Root Mean Squared Error 25.58622
1,000
Mean Absolute Error 19.36290
Mean Abs. Percent Error 3.342537
800 Theil Inequality Coefficient 0.013811
Bias Proportion 0.000000
600 Variance Proportion 0.000922
Covariance Proportion 0.999078
400

200
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

RGF ± 2 S.E.
120

Lampiran 5 Diagram kotak panah penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Laju Pertumbuhan Kilang Minyak


Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Laju Pertumbuhan Konsumsi Avgas
Jumlah Konsumsi
Laju Pertumbuhan Ekspor BBM Penduduk
Pertumbuhan Indonesia Avgas
Kilang Pertumbuhan
Pertumbuhan Minyak Penduduk Indonesia Konsumsi Avgas
Kilang Minyak Ekspor
Pertumbuhan Laju Pertumbuhan Konsumsi Avtur
BBM
Ekspor BBM Konsumsi
Laju Pertumbuhan Produksi Minyak Mentah Kapasitas Kilang Minyak Avtur
Pertumbuhan
Konsumsi BBM per Kapita
Konsumsi Avtur
Produksi
Minyak
Pertumbuhan Produksi Mentah
Laju Pertumbuhan Konsumsi Bensin
Minyak Mentah
Ketersediaan BBM Konsumsi
Input Minyak Mentah untuk Kilang Penyediaan BBM
Bensin Pertumbuhan
Impor Konsumsi Bensin
Minyak Konsumsi BBM
Pertumbuhan Impor Mentah
Laju Pertumbuhan Konsumsi Minyak Tanah
Minyak Mentah Faktor Konversi
Konsumsi
Minyak
Tanah Pertumbuhan
Emisi CO2 dari BBM Konsumsi Minyak
Produksi BBM Domestik Tanah
Laju Pertumbuhan Impor Minyak Mentah
Ekspor Laju Pertumbuhan Konsumsi Minyak Solar
Minyak Konsumsi
Pertumbuhan Ekspor Mentah Impor BBM Minyak
Laju Impor BBM Solar Pertumbuhan
Minyak Mentah Emisi CO2 dari BBM per Kapita Konsumsi Minyak
Solar
Laju Pertumbuhan Konsumsi Minyak Lainnya
Pertumbuhan Impor BBM
Konsumsi
Laju Pertumbuhan Ekspor Minyak Mentah Minyak
Lainnya Pertumbuhan
Konsumsi Minyak
Lainnya
121

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal


12 Desember 1985. Penulis anak ke dua dari tiga bersaudara dari Ayah Abdul
Basyir Noor dan Ibu Istatik Rukiyati. Penulis menyelesaikan sekolah menengah
atas di SMA Negeri 2 Pati Tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang sarjana di Program Studi Statistika Universitas Diponegoro.
Alhamdulillah tahun 2009 penulis berhasil memperoleh gelar Sarjana Sains di
Fakultas MIPA Universitas Diponegoro.
Pada tahun 2011 penulis menikah dengan Gatot Kurniawan dan dikaruniai
seorang putra yang bernama Muhammad Aldan Danendra. Tahun 2014 penulis
mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 (Magister) Program
Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang dibiayai oleh Kementerian
ESDM. Penulis memulai karir sebagai fungsional perencana pada Biro Perencanaan
Kementerian ESDM sejak tahun 2010 sampai sekarang.

Você também pode gostar