Você está na página 1de 101

ANALISIS DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

TERHADAP KETAHANAN PANGAN


DI KABUPATEN CIANJUR
(Studi Kasus : Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu)

DEVI ARYANI SULISTYAWATI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Alih


Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur (Studi
Kasus: Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu) adalah karya penulis dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini
penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian
Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Devi Aryani Sulistyawati


NIM. H44100060
ABSTRAK

DEVI ARYANI SULISTYAWATI. Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan


Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur (Studi Kasus : Desa
Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu). Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR.

Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan industri dan


pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan lahan di Kabupaten Cianjur cenderung
meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian.
Perubahan laju luasan lahan sawah di Kabupaten Cianjur bersifat fluktuatif dari
tahun ke tahun. Pada periode tahun 2004 – 2013 rata-rata laju alih fungsi lahan
sebesar -0,33 persen per tahun. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
pertanian di Kabupaten Cianjur pada skala makro, yaitu jumlah industri dan
PDRB non pertanian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi pada skala mikro,
yaitu jumlah tanggungan petani, biaya produksi usaha tani dan proporsi
pendapatan dari hasil tani terhadap pendapatan total. Kelembagaan lahan yang
dianalisis dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2031 yang
diperuntukkan sebagai kawasan perkotaan, pusat perdagangan dan jasa, industri
dan pemukiman. Perubahan rata-rata pendapatan total petani sebelum dan sesudah
alih fungsi lahan mengalami penurunan sebesar Rp. 1.041.720. Selain pendapatan,
akibat adanya alih fungsi lahan juga menyebabkan penurunan produksi padi.
Produksi padi yang hilang sebesar 33.172,15 ton atau sekitar Rp.
142.640.232.430. Hasil simulasi ketahanan pangan adalah produksi beras di
Kabupaten Cianjur tidak dapat memenuhi kebutuhan berasnya pada tahun 2027
dengan kekurangan beras sebesar 31 ton, sedangkan jika terjadi penurunan
konsumsi beras sebesar 1,5 persen per tahun maka Kabupaten Cianjur tidak dapat
memenuhi kebutuhan beras pada tahun 2045 dengan kekurangan beras sebesar
3.043 ton. Implikasi kebijakan untuk mengatasi alih fungsi lahan sawah dapat
dilakukan dari berbagai aspek baik sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

Kata Kunci : Alih Fungsi Lahan, Kabupaten Cianjur, Ketahanan Pangan, Produksi
Padi.
ABSTRACT

DEVI ARYANI SULISTYAWATI. Analysis of Agricultural Land Conversion


Impact on Food Security in Cianjur District (Case Study in Sukasirna Village,
Sukaluyu). Supervised by RIZAL BAHTIAR.

Land use in Cianjur district increased simultanously with the population


and industrial growth. This caused a problem such as agricultural land
conversion. There was a fluctuative rate of land conversion in Cianjur district. In
the periode of 2004-2013 the rate of land conversion in Cianjur was -0,33
percent. There are several factors that affect land conversion on macro scale such
as the number of industry and non-agricultural GDP. Where as several factors
that affect land conversion on micro scale such as the number of dependents of
farmers, farming production cost and the proportion of farm revenue based on the
total income. The land instutional that was analize based on Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Cianjur District, and based on local regulation of Cianjur
District Number 17 Year 2012 about Rencana Tata Ruang Wilayah Cianjur
District 2011-2031 that used to urban areas, trade and service center, industrial
and residential. Farmer’s total revenue have been decreased as much as Rp.
1.041.720 after occuring of land conversion. Beside farmer’s revenue, occuring of
land conversion decreased rice production. Rice production lost by 33.172,15 ton
or Rp. 142.640.232.430. The simulation result of food security showed that rice
production in Cianjur district can’t supply their needs on 2027 with the number of
short coming is 31 ton, whereas if there was the descreasing of consumption rate
as much as 1,5 percent, Cianjur district can fulfill their needs until 2045 with the
number of short coming is 3.043 ton. There was various aspects of policy
implication which could overcome land conversion such as social aspects,
economy aspects, and enviromental aspects.
Keywords : Land Conversion, Cianjur District, Food Security, Rice Production.
ANALISIS DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN CIANJUR
(Studi Kasus :Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu)

DEVI ARYANI SULISTYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap
Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur (Studi Kasus : Desa
Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu)
Nama : Devi Aryani Sulistyawati
NIM : H44100060

Disetujui oleh

Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 sampai Juli 2014 adalah alih fungsi lahan
dengan judul “Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap
Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur (Studi Kasus : Desa Sukasirna,
Kecamatan Sukaluyu)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua penulis tercinta, Bapak
Eko Sulistyarno dan Ibu Susi Riyani G, kedua adik penulis tersayang, Annisa
Dwika Sulistyorini dan Khansa Ativa Sulistyohanan yang selalu memberikan doa
dan dukungannya. Terima kasih juga kepada Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si
selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Ruslan selaku Kepala Kesbangpol Cianjur, Bapak Anwar selaku
Kasi Tata Pemerintahan Kecamatan Sukaluyu, Bapak Asep selaku Ketua
Gapoktan Desa Sukasirna yang telah membantu penulis selama pengumpulan
data.
Terima kasih juga kepada teman sebimbingan Putri E, Suci, Sumayyah,
Putri R, Try, Yaris, Agusnu, Rifal, Adi dan Javid yang banyak memberikan
masukan dan bantuan kepada penulis, sahabat penulis Rida, Egi, Suwindyastuti,
Chadefi, Siska, Ratna, Sari, Lestari atas motivasi, semangat, dan bantuannya
dalam penyusunan skripsi, serta seluruh teman-teman ESL 47 dan Keluarga
Mahasiswa Lampung atas kebersamaannya.

Bogor, Agustus 2014

Devi Aryani Sulistyawati


iii

DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1. Latar Belakang .................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah..........................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................8
2.1. Lahan Pertanian ................................................................................8
2.2. Alih Fungsi Lahan ............................................................................9
2.3. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian ................10
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan ..................11
2.5. Kelembagaan Lahan .........................................................................13
2.6. Ketahanan Pangan ............................................................................14
2.7. Penelitian Terdahulu yang Relevan..................................................15
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................18
IV. METODE PENELITIAN ........................................................................21
4.1. Lokasi dan Waktu.............................................................................21
4.2. Jenis dan Sumber Data .....................................................................21
4.3. Metode Pengambilan Contoh ...........................................................21
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data.............................................22
4.4.1. Analisis Deskriptif................................................................23
4.4.2. Analisis Laju Alih Fungsi Lahan .........................................25
4.4.3. Analisis Regresi Linier Berganda ........................................25
4.4.4. Analisis Regresi Logistik .....................................................30
4.4.5. Analisis Estimasi Dampak Produksi ....................................32
4.4.6. Analisis Terhadap Dampak Pendapatan Petani ....................33
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ...................................................35
5.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cianjur ...............................35
5.2. Gambaran Wilayah Kecamatan Sukaluyu........................................36
5.2.1. Gambaran Umum Wilayah Desa Sukasirna .........................38
iv

5.3. Karakteristik Umum Responden...................................................... 38


5.3.1. Tingkat Usia......................................................................... 39
5.3.2. Tingkat Pendidikan .............................................................. 40
5.3.3. Luas Lahan Sawah ............................................................... 41
5.3.4. Jumlah Tanggungan ............................................................. 41
5.3.5. Pengalaman Bertanin ........................................................... 42
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 44
6.1. Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Cianjur................ 44
6.2. Faktor Makro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan
Kabupaten Cianjur .......................................................................... 46
6.3. Faktor Mikro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di
TingkatPetani ................................................................................... 49
6.4. Analisis Kelembagaan Lahan .......................................................... 52
6.5. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Pendapatan Petani .............. 55
6.6. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi
Kabupaten Cianjur ........................................................................ 56
6.7. Perkiraan Perubahan Luas Sawah dan Dampak Terhadap
Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur ........................................ 58
6.8. Implikasi Kebijakan ......................................................................... 61
VII. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 66
7.1. Simpulan .......................................................................................... 66
7.2. Saran ................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69
LAMPIRAN ...................................................................................................... 73
RIWAYAT HIDUP........................................................................................... 85

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai PDRB Indonesia pada Tahun 2012-2013 Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000. .................. 2
2. Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten dan Kota Tahun
2011-2012 di Jawa Barat ......................................................................... 3
3. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 16
v

4. Matriks Metode Analisis Data ............................................................... 22


5. Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Cianjur tahun 2013 .................36
6. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan dan Kepadatannya di
Kecamatan Sukaluyu Tahun 2013 ..........................................................37
7. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukasirna .........................................38
8. Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur ............45
9. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Makro yang Mempengaruhi Perubahan
Luas Lahan Sawah Kabupaten Cianjur ...................................................47
10. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Mikro yang Mempengaruhi Petani
dalam Mengalihfungsikan Lahan Sawah ................................................50
11. Rata-Rata Perubahan Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Alih
Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian ..............................................55
12. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat
Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur Tahun 2004-2013. 57
13. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat
Pembukaan Lahan Sawah Baru di Kabupaten Cianjur ...........................58
14. Perkiraan Perubahan Luas Lahan dan Dampak Terhadap Ketahanan
Pangan di Kabupaten Cianjur dengan Konsumsi Beras Perkapita
Tetap ........................................................................................................59
15. Perkiraan Perubahan Luas Lahan dan Dampak Terhadap Ketahanan
Pangan di Kabupaten Cianjur dengan Konsumsi Beras Perkapita
Menurun ..................................................................................................60

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional .................................... 20
2. Tingkat Usia Responden ................................................................. 39
3. Tingkat Pendidikan ......................................................................... 40
4. Luas Lahan Sawah .......................................................................... 41
5. Jumlah Tanggungan ........................................................................ 42
6. Pengalaman Bertani ........................................................................ 43
7. Luas Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur Tahun 2004-2013 ......... 44
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan jumlah sumberdaya alam yang
melimpah, dimana sebagian besar penduduknya bergantung dari hasil bercocok
tanam atau bertani. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri,
atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Sektor pertanian
memiliki peranan yang penting dalam kesejahteraan kehidupan. Sektor pertanian
mencakup sub sektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, perikanan dan
kehutanan merupakan basis utama yang memberikan kontribusi besar dalam
pembangunan nasional seperti peningkatan ketahanan pangan nasional,
peningkatan pendapatan masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor-impor,
penyerapan tenaga kerja, peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
PDB merupakan salah satu indikator yang menggambarkan pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah atau negara. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan
perikanan merupakan sektor ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan yang memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan PDB
Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana sektor pertanian,
peternakan, kehutanan, dan perikanan pada tahun 2012 dan 2013 menyumbang
masing-masing sebesar Rp1.193,5 triliun dan Rp 1.311 triliun. Sumbangan sektor
pertanian ini naik sebesar Rp 117,5 triliun. Jika berdasarkan harga konstan,
pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan menyumbang sebesar Rp 328,3
triliyun dan Rp 339,9 triliun. Sumbangan sektor pertanian berdasarkan harga
konstan naik sebesar Rp11,6 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian,
peternakan, kehutanan, dan perikanan cukup memberikan sumbangan yang besar
terhadap pembangunan di Indonesia.
2

Tabel 1. Nilai PDB Indonesia pada Tahun 2012-2013 Menurut Lapangan


Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000
Atas dasar harga Atas dasar harga
Lapangan Usaha Berlaku konstan
2000
2012 2013 2012 2013
Pertanian, Peternakan, 1.193,5 1.311,0 328,3 339,9
Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 970,8 1.020,8 193,1 195,7
Industri Pengolahan 1.972,5 2.152,6 670,2 707,5
Listrik, Gas dan Air Bersih 62,2 70,1 20,1 21,2
Konstruksi 844,1 907,3 170,9 182,1
Perdagangan, Hotel, dan 1.148,7 1.301,5 473,1 501,2
Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi 549,1 636,9 265,4 292,4
Keuangan, Real Estate, dan Jasa 598,5 683,0 253,0 272,1
Perusahaan
Jasa-jasa 890,0 1.000,8 244,8 258,2
Produk Domestik Bruto (PDB) 8.229,4 9.084,0 2.618,9 2.770,3
PDB Tanpa Migas 7.588,3 8.416,0 2.481,8 2.637,0
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Dalam kaitannya dengan kegiatan pembangunan nasional, masalah dalam
sektor pertanian masih banyak yang harus diselesaikan, salah satunya adalah
permasalahan penggunaan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-
pertanian yang terus mengalami peningkatan. Menurut Utomo (1992), alih fungsi
lahan atau konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau
seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi
fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan
potensi lahan itu sendiri.
Kecenderungan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian
yang tinggi selama ini terasa pada sebagian kota-kota besar yang ada di pulau
jawa yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan
aktivitas perekonomian yang semakin besar, akan menyebabkan semakin
meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang
relatif tetap akan menyebabkan tingginya kompetisi penggunaan lahan dalam
berbagai alternatif penggunaannya seperti sektor industri, pemukiman, sektor
perdagangan maupun untuk sektor pertanian yang pada akhirnya penggunaan
lahan akan di prioritaskan pada penggunaan dengan nilai kompetitif yang paling
besar.
3

Salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami permasalahan alih fungsi


lahan pertanian adalah Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki lahan
pertanian seluas 350.148 hektar dari 32 kecamatan. Wilayah ini juga terkenal
sebagai lumbung padi nasional. Pada tahun 2012 Kabupaten Cianjur menjadi
penghasil padi terbesar kelima di Jawa Barat. Dapat dilihat pada Tabel 2 data
produksi padi sawah di tahun 2008 – 2012 di Jawa Barat. Kabupaten Cianjur pada
tahun 2012 dapat menghasilkan padi sebesar 785.266 ton.
Tabel 2. Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten dan Kota Tahun 2011-
2012 di Jawa Barat
Kabupaten/Kota Tahun (ton)
2011 2012
Bogor 489.919 485.627
Sukabumi 673.609 757.618
Cianjur 744.266 785.266
Bandung 428.001 438.076
Garut 790.834 817.299
Tasikmalaya 775.042 690.247
Ciamis 681.777 598.119
Kuningan 373.686 330.431
Cirebon 520.993 447.258
Majalengka 580.617 593.394
Sumedang 433.949 410.664
Indramayu 1.351.041 1.283.467
Subang 1.055.547 988.886
Purwakarta 201.054 186.008
Karawang 1.126.073 1.069.012
Bekasi 574.251 491.695
Bandung Barat 204.472 217.234
Kota Bogor 9.159 6.389
Kota Sukabumi 24.382 20.821
Kota Bandung 5.665 13.521
Kota Cirebon 3.564 1.820
Kota Bekasi 4.466 3.681
Kota Depok 4.985 3.962
Kota Cimahi 3.276 3.093
Kota Tasikmalaya 77.699 70.413
Kota Banjar 42.325 39.611
Jumlah 11.180.652 10.753.612
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat 2014
Akibat adanya alih fungsi lahan, kini produksi beras di Kabupaten Cianjur
semakin berkurang tiap tahunnya. Lahan produktif berangsur-angsur hilang dan
beralih fungsi sebagai pemukiman dan industri. Menurut Data Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Holtikultura (PTP dan Holtikultura) pada tahun 2011,
Kabupaten Cianjur memiliki lahan produktif seluas 350.148 hektar, jumlah ini
4

menurun 5%-10 persen setiap tahunnya. Besarnya alih fungsi lahan sawah yang
terjadi di Kabupaten Cianjur merupakan dampak dari semakin majunya
perekonomian dan besarnya laju pertumbuhan penduduk, akan menyebabkan
kerugian dan ketimpangan pembangunan wilayah di daerah tersebut, seperti
masalah ketahanan pangan dan kesejahteraan petani pada khususnya (Kristanti,
2012).

1.2 Perumusan Masalah


Seiring dengan perkembangan struktur perekonomian dan peningkatan
jumlah penduduk yang ada di Indonesia, kebutuhan akan lahan untuk kegiatan
non pertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan
alih fungsi lahan pertanian sulit untuk dihindari. Menurut Irawan (2005), ada dua
hal yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian. Pertama, sejalan dengan
pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan,
maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk
pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya
permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di
sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat
merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.
Alih fungsi lahan pertanian dapat menimbulkan dampak negatif, karena
adanya penurunan produksi pertanian dan penyerapan tenaga kerja sebagai akibat
adanya alih fungsi lahan, sehingga berpengaruh terhadap keberlanjutan kehidupan
petani. Namun, masyarakat ataupun pemerintah kurang memperhatikan potensi
dampak yang akan terjadi dan upaya untuk pengendalian terhadap alih fungsi
lahan seperti diabaikan. Perencanaan penggunaan lahan merupakan bagian dari
perencanaan tata ruang. Dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebagian besar di wilayah Kabupaten Cianjur digunakan untuk sektor pertanian
terutama dalam ketahanan pangan, hal ini yang menjadi konsentrasi pemerintah
dan masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah Kabupaten Cianjur terutama di
wilayah Kecamatan Sukaluyu.
Kecamatan Sukaluyu merupakan salah satu wilayah di Cianjur dengan
lahan yang cukup luas dengan luas wilayah pada tahun 2013 adalah sebesar 45,10
5

hektar. Luas lahan sawah di daerah ini sebagian besar adalah lahan sawah irigasi.
Pada tahun 2013 luas lahan sawah irigasi adalah sebesar 2.529 hektar. Namun
penggunaan lahan sawah ini dari tahun ke tahun mengalami perubahan.
Pembangunan industri dan pemukiman diatas lahan sawah menimbulkan banyak
dampak, terutama terhadap lingkungan dan pendapatan yang dirasakan langsung
oleh masyarakat di sekitar Kecamatan Sukaluyu.
Berdasarkan latar belakang dan penjelasan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pola dan laju alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Cianjur?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di
Kabupaten Cianjur?
3. Bagaimana kelembagaan lahan di Kabupaten Cianjur?
4. Bagaimana dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap pendapatan petani
dan produksi padi serta pengaruhnya terhadap ketahanan pangan di
Kabupaten Cianjur?
5. Bagaimana implikasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan hasil uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pola dan laju alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten
Cianjur.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
pertanian di Kabupaten Cianjur.
3. Mengetahui kelembagaan lahan di Kabupaten Cianjur.
4. Menganalisis dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap pendapatan
petani dan memperkirakan nilai kerugian produksi padi serta pengaruhnya
terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur.
5. Menganalisis implikasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut.
6

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada :
1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sarana dalam
mengaplikasikan ilmu pengetahuan bidang keilmuan ekonomi sumberdaya
dan lingkungan yang dipelajari selama menjalani perkuliahan di Institut
Pertanian Bogor.
2. Bagi pemerintah, informasi ini dapat menjadi acuan dalam pembuatan
kebijakan pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan pembangunan
pertanian.
3. Bagi civitas akademika, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan
formasi yang digunakan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian yang berjudul Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan
Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat (Studi
kasus : Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu) diperlukan batasan penelitian agar
lebih fokus dalam penelitian. Adapun pembatasan penelitian dari penelitian ini
adalah:
1. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu,
Kabupaten Cianjur.
2. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi berupa lahan sawah di Desa
Sukasirna Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dilihat dari faktor
makro dan faktor mikro. Faktor makro yang mempengaruhi alih fungsi
lahan pertanian di tingkat wilayah, sedangkan faktor mikro yang
mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat petani.
4. Kelembagaan yang dianalisis berupa Rencana Tata Ruang Wilayah yang
dianalisis secara vertikal.
5. Pendapatan yang diperhitungkan dilihat dari perubahan pendapatan rumah
tangga dari petani sebelum dan sesudah kegiatan alih fungsi lahan
pertanian khususnya lahan sawah.
7

6. Dampak terhadap ketahanan pangan dilihat dari perbandingan produksi


padi sebelum dan sesudah kegiatan alih fungsi lahan, juga simulasi
perbandingan kebutuhan beras dan produksi beras pada tahun mendatang.
8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Pertanian


Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting
untuk keberlangsungan hidup manusia, karena sumberdaya lahan diperlukan
dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, pemukiman, industri,
rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Menurut Suparmoko dalam Pambudi (2008),
menjelaskan bahwa lahan merupakan faktor produksi yang sangat menentukan
bagi proses pembangunan ekonomi suatu negara. Negara yang memiliki lahan
yang subur sangatlah mungkin memiliki tingkat produktivitas pertanian yang
tinggi pada tahap awal dari pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas
pertanian akan sangat mempengaruhi perkembangan sektor-sektor lain seperti
sektor industri dan jasa pada tahap perkembangan ekonomi lebih lanjut.
Lahan merupakan sumberdaya alam yang memiliki fungsi yang sangat
luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Dari sisi ekonomi, lahan
merupakan input tetap yang utama bagi berbagai kegiatan produksi komoditas
pertanian dan non pertanian (Simatupang dan Irawan, 2003). Menurut Utomo et al
(1992), lahan memiliki ciri-ciri yang unik dibandingkan sumberdaya lainnya,
yakni lahan merupakan sumberdaya yang tidak habis, namun jumlahnya tetap dan
dengan lokasi yang tidak dapat dipindahkan. Lahan pertanian merupakan lahan
yang diperuntukan untuk kegiatan pertanian. Sumberdaya lahan pertanian
memiliki banyak manfaat bagi manusia. Menurut Sumaryanto dan Sudaryanto
(2005) menyatakan bahwa lahan pertanian mempunyai sejumlah manfaat yang
dibagi ke dalam dua kategori berdasarkan nilai penggunaannya (use value), antara
lain :
1. Use Values (nilai penggunaan), dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau
kegiatan usahatani pada lahan pertanian atau yang biasa disebut sebagai
personal use values. Manfaat yang didapatkan adalah output yang dipasarkan
dan manfaat lain yang tidak terukur secara empiris (unpriced benefit).
2. Non-Use Values/ instrinsic values (manfaat bawaan), tercipta dengan
sendirinya meskipun bukan tujuan utama dari eksploitasi yang dilakukan oleh
pengelola lahan. Manfaat bawaaan dari lahan pertanian seperti pencegah
9

banjir, pengendali keseimbangan tata air, pencegah erosi, dan sebagai


pengurang pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah rumah tangga,
serta sebagai pencegah pencemaran udara yang berasal dari gas buangan.

2.2 Alih Fungsi Lahan


Lahan pertanian yang biasanya dialihfungsikan oleh petani adalah lahan
sawah yang subur tempat mereka menggantungkan hidupnya. Lahan sawah
tersebut berfungsi sebagai produk pertanian khususnya bahan pangan. Ketika
petani melakukan alih fungsi lahan sawah miliknya maka mata pencaharian
mereka akan berubah dan ketersediaan bahan pangan pun akan terancam. Alih
fungsi lahan pertanian menjadi perhatian utama karena didasarkan pada upaya
untuk membatasi pertumbuhan fisik dan kota dalam rangka mempertahankan
kualitas hidup, baik secara lingkungan maupun sosial (Kivell dalam Fadjarajani,
2001).
Menurut Utomo, et al (1992) alih fungsi lahan atau lazimnya disebut
sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan
lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang
membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan
tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian peruntukan
penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah
jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Alih
fungsi lahan pertanian ke non-pertanian merupakan hal yang perlu diperhatikan
karena ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian. Konversi lahan atau
alih fungsi lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan
lainnya, sehingga permasalahan yang timbul akibat konversi lahan, banyak terkait
dengan kebijakan tata guna tanah (Ruswandi 2005).
Alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan juga dapat bersifat
sementara (Utomo 1992). Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi
kawasan pemukiman atau industri, maka alih fungsi lahan bersifat permanen.
Akan tetapi, jika sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu, maka alih
10

fungsi lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun-tahun berikutnya


dapat dijadikan sawah kembali. Alih fungsi lahan permanen biasanya lebih besar
dampaknya dari pada alih fungsi lahan sementara.

2.3 Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian


Dampak alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian
menyangkut dimensi yang sangat luas. Hal itu terkait dengan aspek-aspek
perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Arah
perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan berdampak terhadap
pergeseran kondisi ekonomi, tata ruang pertanian, serta prioritas-prioritas
pembangunan pertanian wilayah dan nasional (Nasoetion dan Winoto, 1996).
Menurut Widjanarko et al (2006) dampak negatif akibat alih fungsi lahan, antara
lain :
1. Berkurangnya luas lahan sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi,
yang menggangu tercapainya swasembada pangan.
2. Berkurangnnya luas sawah yang mengakibatkan bergesernya lapangan kerja
dari sektor pertanian ke non pertanian dimana tenaga kerja lokal nantinya
akan bersaing dengan pendatang. Dampak sosial ini akan berkembang dengan
meningkatnya kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pendatang
yang nantinya akan berpotensi meningkatkan konflik sosial.
3. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan
menjadi tidak optimal. Hal ini dikarenakan irigasi yang telah dibangun
menjadi sia-sia karena sawah yang ada dialihfungsikan.
4. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan ataupun
industri karena kesalahan perhitungan mengakibatkan lahan yang telah
dialihfungsikan menjadi tidak termanfaatkan, karena tidak mungkin
dikembalikan menjadi sawah kembali. Sehingga luas lahan tidur akan
meningkat dan nantinya akan menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan
tanah.
5. Berkurangnya ekosistem sawah di Pulau Jawa dimana telah terbentuk selama
berpuluh-puluh tahun, sedangkan pencetakan sawah baru di luar Pulau Jawa
tidak memuaskan hasilnya.
1
1

Menurut Widjanarko (2006), alih fungsi lahan yang terjadi dapat


menyebabkan dampak langsung maupun dampak tidak langsung. Dampak
langsung yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan berupa hilangnya lahan
pertanian subur, hilangnya investasi dalam infrastruktur irigasi, kerusakan natural
lanskap, dan masalah lingkungan. Kemudian dampak tidak langsung yang
ditimbulkan berupa inflasi penduduk dari wilayah perkotaan ke wilayah tepi kota.
Kegiatan alih fungsi lahan pertanian memberikan pengaruh terhadap lingkungan.
Perubahan lahan pertanian menjadi lahan non-petanian akan mempengaruhi
keseimbangan ekosistem lahan pertanian. Menurut Ruswandi et al (2007) secara
faktual alih fungsi lahan atau konversi lahan menimbulkan beberapa konsekuensi,
antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga lingkungan tata air akan
terganggu, serta lahan untuk budidaya pertanian semakin sempit.
Dampak yang terjadi pada alih fungsi lahan dapat dipandang dari dua sisi.
Pertama, dari fungsinya, lahan sawah diperuntukkan untuk memproduksi padi.
Dengan adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi
padi nasional. Kedua, dari bentuk perubahan lahan sawah ke pemukiman,
perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berpengaruh terhadap besarnya kerugian
sudah diinvestasikan dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem
irigasi (Ilham et al, 2010).

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan


Menurut Pakpahan et al (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi alih
fungsi lahan pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor langsung dan tak
langsung. Faktor langsung atau mikro yaitu faktor konversi di tingkat petani
dimana faktor tersebut mempengaruhi langsung keputusan petani. Faktor tersebut
antara lain kondisi sosial ekonomi petani, seperti pendidikan, pendapatan,
kemampuan secara ekonomi, pajak tanah, harga tanah, dan lokasi tanah.
Sedangkan faktor tak langsung atau makro yaitu faktor konversi di tingkat
wilayah dimana faktor tersebut tidak secara langsung mempengaruhi keputusan
petani. Faktor ini mempengaruhi faktor-faktor lain yang nantinya berpengaruh
terhadap keputusan petani. Faktor tersebut antara lain seperti pertumbuhan
penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan pembangunan pemukiman dan
12

perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa yang akan meningkatkan
kebutuhan akan sarana transportasi dan lahan untuk industri.
Proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan
oleh dua faktor, yaitu: (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh
masyarakat dan pemerintah, dan (2) sistem non-kelembagaan yang berkembang
secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh
masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya
beberapa peraturan mengenai konversi lahan (Nasoetion dan Winoto, 1996).
Menurut Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor
penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:
1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya
dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi
maupun ekonomi.
2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan.
Menurut Winoto (2005) faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih
fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain :
1. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di
suatu wilayah. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan
permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga
turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor
non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif
untuk bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil
pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu karena faktor
kebutuhan keluarga petani yang semakin mendesak menyebabkan
terjadinya konversi lahan.
3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang
menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak
memenuhi batas minimun skala ekonomi usaha yang menguntungkan.
1
3

4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang


memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara
keseluruhan. Hal ini tercermin dari rencana tata ruang wilayah (RTRW)
yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan
tanah non pertanian.
5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari
peraturan yang ada.

2.5 Kelembagaan Lahan


Menurut New Institutional Economics (NIE) dalam Fauzi (2010),
kelembagan sebagai “rules of the game” dalam masyarakat atau secara formal
diartikan sebagai “humanly devised constraint” (kendali yang dirancang manusia)
yang membentuk interaksi manusia. Dalam konteks yang lebih konkrit,
kelembagaan terdiri dari hukum formal, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak
tertulis, aturan informal, dan nilai-nilai (values) yang ada dan diakui dalam
masyarakat serta bentuk-bentuk pengorganisasiannya. Dengan demikian norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat dalam hal pemilikan dan pengelolaan
lahan menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi.
Kelembagaan lahan yaitu aturan-aturan kerjasama yang disepakati dan
dipatuhi oleh suatu masyarakat. Lahan sebagai faktor produksi penting yang
ketersediaannya terbatas dan terdistribusi tidak merata menimbulkan kerjasama
antara pemilik lahan luas dengan petani berlahan sempit atau petani tidak berlahan
dalam suatu kelembagaan lahan. Kelembagaan lahan dan tenaga kerja dapat
berpengaruh terhadap produktivitas lahan dan biaya usahatani (Suwarto et al,
2008). Menurut Fauzi (2010), salah satu kunci dalam aspek ekonomi kelembagaan
adalah menyangkut property right atau hak pemilikan. Property right ini melekat
dalam bentuk aturan formal dan juga norma sosial dan adat. Relefansi hak
pemilikan ini tergantung dari seberapa besar ia bisa dijalankan dan diakui dalam
masyarakat. Konsep ekonomi kelembagaan dapat digunakan untuk memahami
kompleksitas pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan sekaligus juga dapat
dijadikan “payung” bagi penyelesaian masalah yang terjadi di sektor pertanahan
di Indonesia.
14

Ekonomi kelembagaan dapat digunakan untuk melakukan sistematisasi


aturan-aturan yang menyangkut persoalan atas lahan (regulatory framework) dan
prosedur perencanaan dan administrasi yang menyertainya. Hal ini sangat
dibutuhkan dalam menjalankan program pengelolaan lahan yang berkelanjutan.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa framework
kelembagaan ini bekerja dengan baik sehingga “pasar” lahan (land market) akan
bekerja dengan benar sehingga tidak saja menghasilkan pengelolaan yang efisien
tapi juga memiliki aspek equity. Demikian juga aparat pelaku yang terlibat dalam
pengelolaan lahan harus memperhatikan aspek ekonomi kelembagaan ini karena
interaksinya yang kuat antara pasar dan tata kelola akan menentukan besarnya
manfaat yang akan dirasakan oleh semua pihak.

2.6 Ketahanan Pangan


Menurut USAID (1992) ketahanan pangan sebagai satu kondisi dimana
masyarakat pada satu yang bersamaan memiliki akses yang cukup baik secara
fisik maupun ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dietary dalam rangka untuk
peningkatan kesehatan dan hidup yang lebih produktif. Sedangkan menurut
Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengartikan ketahanan pangan
sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan terjangkau. Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek
makro, yaitu tersedianya pangan yang cukup; dan sekaligus aspek mikro, yaitu
terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang
sehat dan aktif. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) ada 4
komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi
dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan
terhadap pangan sertakualitas/keamanan pangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 ketahanan pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tanggar yang tercermin dari: (1)
tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman;
1
5

(3) merata; dan (4) terjangkau. Dari definisi pada undang-undang tersebut,
ketahanan pangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, yaitu
pangan dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas atau gizi yang
memadai dalam setiap rumah tangga di Indonesia. Ketersediaan pangan ini
harus mencukupi jumlah satuan kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan
yang aktif dan sehat
2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan sebagai bebas
dari cemaran biologis, kimia, atau benda lain yang dapat mengganggu atau
merusak kesehatan manusia. Hal tersebut juga termasuk aman dari kaidah
agama atau kepercayaan masing-masing.
3. Terpenuhinya pangan secara merata, diartikan dengan pangan yang aman
dan berkualitas tadi harus tersebar merata untuk mencukupi kebutuhan
jumlah kalori setiap rumah tangga di Indonesia.
4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, yaitu pangan yang aman
dan berkualitas tadi harus dapat dibeli dengan harga yang terjangkau oleh
semua kalangan masyarakat Indonesia.

2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan


Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang mekanisme
pembayaran jasa lingkungan yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 3.
16

Tabel 3. Penelitian Terdahulu


No Peneliti Judul Metode HasilPenelitian Intisari yang diharapkan
1 Fanny Anugerah Analisis Faktor-Faktor yang Analisis Regresi Linear Kabupaten Tangerang telah Dapat mengetahui metode
(2005) Mempengaruhi Konversi berganda, Analisis terjadi konversi lahan sebesar apa yang digunakan dalam
Lahan Sawah ke Penggunaan Location Quetient (LQ), 5.407 hektar dengan laju sebesar analisis dampak alih fungsi
Non Pertanian di Kabupaten Analisis Surplus 2,44 persen per tahun. Rata- rata lahan.
Tangerang Pendapatan/tenaga kerja, kehilangan produksi padi per
Analisis Elastisitas hektar lahan sawah yang
Pertumbuhan terkonversi sekitar selama
pendapatan/tenaga kerja periode 1994-2003 yaitu sebesar
3.588,11 ton per tahun,
sedangkan kehilangan nilai
produksi yaitu sebesar Rp
48.439.417.500

2 Muhamad Dika Analisis Dampak Alih Fungsi Analisis Logistik, Analisis Laju alih fungsi lahan pertanian Dapat mengetahui metode
Yudhistira (2013) Lahan Pertanian Terhadap Regresi, Analisis yang terjadi di Kabupaten apa yang digunakan dalam
Ketahanan Pangan Di Deskriptif, Rata-rata Bekasi tahun 2001-2011 analisis dampak alih fungsi
Kabupaten Bekasi Jawa Barat Selisih Pendapatan, berfluktuasi dengan rata-rata lahan.
(Studi Kasus Desa Sriamur Estimasi Dampak Produksi sebesar -0,43 persen. Laju alih
Kecamatan Tambun Utara) fungsi lahan yang tertinggi
adalah -1,55 persen pada tahun
2010. Faktor-faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan
pertanian secara makro yaitu
PDRB dan laju pertumbuhan
penduduk, sedangkan faktor
yang mempengaruhi alih fungsi
lahan pertanian secara mikro
adalah jumlah tanggungan petani
dan proporsi pendapatan usaha
tani dari pendapatan total.
Dampak yang terjadi terhadap

16
17

17
produksi adalah hilangnya
produksi gabah pada sepuluh
tahun terakhir sebesar 28.091,25
ton atau bernilai sekitar Rp
73.733.652.728. Rata-rata
pendapatan petani berkurang
setelah alih fungsi lahan sebesar
Rp 3.331.548.
3 GilangPutri (2013) Analisis Dampak Konversi Content Analysis, Potensi hilangnya nilai fungsi Dapat mengetahui metode
Lahan Pertanian ke Non Deskriptif Kuantitatif, tenaga kerja akibat konversi apa yang digunakan dalam
Pertanian terhadap Pendapatan Dampak terhadap Peluang lahan pertanian pada petani analisis dampak alih fungsi
Petani di Kelurahan Kerja Petani, Pendekatan lahan sawah yaitu Rp 51 814 lahan.
Mulyaharja, Kota Bogor Produktivitas dan 366.67/tahun dengan kehilangan
Perubahan Pendapatan upah sebesar Rp 1 656 638
095.24/tahun. Pada petani lahan
kering yaitu Rp 15 703
442.11/tahun dengan kehilangan
upah Rp 550 235 714.29/tahun.
Perubahan produktivitas hasil
pertanian pada petani lahan
sawah sebesar Rp 20 325 200/ha
dengan kehilangan pendapatan
Rp 1 623 989.60/ton/ha. Pada
petani lahan kering nilai
turunnya produktivitas yaitu Rp
16 836 480/ha dengan
kehilangan pendapatan Rp 1 312
288.77/ton/ha.
18

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Perubahan pertumbuhan struktur ekonomi yang terjadi pada suatu kawasan


akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan pada kawasan tersebut. Lahan
yang awalnya digunakan untuk pertanian dialihfungsikan kebentuk lain seperti
industri yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Masalah pertumbuhan
penduduk juga mengakibatkan permintaan akan lahan terus meningkat.
Peningkatan kebutuhan mengakibatkan lahan terkonversi untuk tempat
pemukiman. Ketersediaan lahan yang sifatnya relatif tetap tidak berubah,
sedangkan permintaan akan sumberdaya lahan yang terus bertambah
mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian. Alih
fungsi lahan bisa terjadi alami atau alih fungsi lahan buatan yang telah
direncanakan wilayah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman ataupun
industri pasti akan memberikan dampak, baik dampak positif maupun dampak
negatif. Dampak dari suatu pembangunan adalah peningkatan pendapatan daerah.
Pendapatan daerah dapat memperoleh pendapatan dari retribusi dan pajak daerah
yang ditetapkan. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah hilangnya pendapatan
dari usaha tani, hilangnya kesempatan memproduksi padi, dan terjadinya
perubahan nilai land rent.
Masalah alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor yang mempengaruhi di tingkat wilayah maupun di
tingkat petani. Faktor di tingkat petani merupakan faktor mikro yang secara
langsung memberikan pengaruh terhadap keputusan petani untuk
mengalihfungsikan atau menjual lahan, sedangkan faktor makro yang ada di
tingkat wilayah berupa data yang secara tidak langsung memberikan pengaruh
terhadap keputusan pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan
pengalihfungsian lahan. Lahan pertanian yang mengalami pengurangan luas akan
memberikan dampak langsung pada produksi padi yang mempengaruhi ketahanan
pangan, dan pada kondisi ekonomi petani karena skala produksinya tidak
mencukupi untuk sampai menguntungkan. Analisis dari faktor-faktor yang
mempengaruhi dan dampak yang ditimbulkan oleh alih fungsi lahan dapat
19

dijadikan pacuan kebijakan untuk mengontrol alih fungsi lahan tersebut. Skema
operasional di atas ditampilkan secara sederhana dalam Gambar 1.
20

Pertumbuhan Ekonomi Peningkatan Penduduk

Peningkatan Peningkatan
Kebutuhan Lahan Kebutuhan Lahan
Industri Pemukiman

Alih Fungsi Lahan Pertanian

Pola dan Laju Faktor-Faktor yang Dampak Penurunan


Alih Fungsi Mempengaruhi Alih Ekonomi Produksi
Lahan Fungsi Lahan Pertanian Padi
Pertanian

Analisis Laju Faktor Faktor Faktor Perubahan Ketahanan


Alih Fungsi Mikro Makro Kelembagaan Pendapatan Pangan
Lahan Petani
Pertanian

Analisis Analisis Analisis Rata-rata Estimasi


Regresi Regresi Deskriptif Selisih Dampak
Logistik Berganda Pendapatan Produksi

Implikasi Kebijakan

Keterangan :
Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional


21

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu


Lokasi pengambilan data untuk penelitian yang dipilih adalah Kabupaten
Cianjur. Lokasi ini dipilih karena di daerah tersebut banyak dibangun pemukiman
dan industri, padahal tata guna lahan di daerah tersebut pada saat ini mayoritas
merupakan lahan sawah. Studi kasus pada penelitian ini dilakukan di Desa
Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu. Desa tersebut dipilih karena pada daerah
tersebut banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian. Proses pengumpulan data
primer dan sekunder dilakukan pada bulan Mei 2014 hingga Juni 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer digunakan untuk mengetahui faktor-faktor mikro yang
mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani dan dampak terhadap
pendapatan petani. Data tersebut didapat dari hasil penyebaran kuesioner dan
wawancara langsung dengan petani penggarap sekaligus pemilik lahan. Data
sekunder digunakan untuk mengetahui laju alih fungsi lahan yang terjadi, faktor-
faktor makro yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat wilayah, dan
dampak terhadap produksi padi yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan.
Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Badan Pertanahan Nasional,
Dinas Pertanian, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Kantor
Kecamatan, dan Kantor Desa.

4.3 Metode Pengambilan Contoh


Metode pengambilan contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah
snowball sampling. Teknik snowball sampling merupakan bentuk dari non
probability sampling method. Metode ini dipilih karena jumlah populasi yang
akan diteliti tidak diketahui secara pasti. Cara ini dilakukan dengan mencari
sample pertama dan mewawancarainya. Setelah itu peneliti meminta sample
pertama tadi untuk menunjukan orang lain yang sekiranya dapat diwawancarai
sesuai dengan kriteria yang diinginkan, dan begitu pula seterusnya. Dalam hal ini
22

populasi yang akan diteliti tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai sample. Responden dalam penelitian ini adalah petani setempat yang
lahan usaha taninya pernah mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih
fungsi lahan. Pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara
dengan bantuan kuesioner kepada responden. Penelitian yang dilaksanakan
mengambil responden mengambil responden sebanyak 41 orang, dimana populasi
dianggap menyebar normal.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Penelitian ini menggunakan dua metode analisis data, yaitu metode
analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan
dengan tujuan untuk memberikan penjelasan dan interpretasi data dan informasi
pada tabulasi data. Metode analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui laju
alih fungsi lahan, faktor yang mempengaruhinya, dan dampak dari alih fungsi
lahan tersebut. Metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah persamaan laju
alih fungsi lahan, analisis regresi berganda, dan analisis uji beda rata-rata.
Pengolahan data dan informasi yang didapat dilakukan secara manual dan
menggunakan komputerisasi dengan program Microsoft office excel 2007, EViews
5.1, dan Statistical Program Service Solution 16.0.
Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data
Tujuan Penelitian Sumber Data Analisis Data
1. Menganalisis pola dan laju Data primer dengan Deskriptif
alih fungsi lahan di melakukan wawancara
Kabupaten Cianjur. dengan pihak yang terkait
Data Sekunder
2. Mengidentifikasi faktor- Data primer dengan Faktor Mikro : Analisis Regresi
faktor yang mempengaruhi melakukan wawancara Logistik
alih fungsi lahan pertanian. dengan responden Faktor Makro : Analisis Regresi
Berganda
3. Mengetahui kelembagaan Data Sekunder Deskriptif
lahan di Kabupaten Cianjur.
4. Menganalisis dampak alih Data primer dengan Analisis Pendapatan
fungsi lahan terhadap melakukan wawancara Estimasi Dampak Produksi
pendapatan petani dan dengan responden
memperkirakan nilai Data Sekunder
kerugian produksi padi serta
pengaruhnya terhadap
ketahanan pangan di
Kabupaten Cianjur.
5. Menganalisis implikasi Data Sekunder Deskriptif
kebijakan yang tepat untuk
mengatasi masalah tersebut.
23

4.4.1 Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan
tujuan menggambarkan secara sistematis, fakta dan karakteristik objek yang
diteliti secara tepat. Analisis deskriptif dapat digunakan pada berbagai jenis
penelitian. Furchan (2004) menjelaskan, beberapa jenis penelitian deskriptif,
yaitu:
1. Studi kasus
Suatu penyelidikan intensif tentang individu, dan atau unit sosial yang
dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variabel penting
tentang perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti. Dalam
penelitian ini dimungkinkan ditemukannya hal-hal tak terduga kemudian
dapat digunakan untuk membuat hipotesis.
2. Survei
Studi jenis ini merupakan studi pengumpulan data yang relatif terbatas dari
kasus-kasus yang relatif besar jumlahnya. Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan informasi tentang variabel dan bukan tentang individu.
Berdasarkan ruang lingkupnya (sensus atau survai sampel) dan subyeknya
(hal nyata atau tidak nyata), sensus dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kategori, yaitu: sensus tentang hal-hal yang nyata, sensus tentang
hal-hal yang tidak nyata, survei sampel tentang hal-hal yang nyata, dan
survei sampel tentang hal-hal yang tidak nyata.
3. Studi perkembangan
Studi ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh
informasi yang dapat dipercaya bagaimana sifat-sifat anak pada berbagai
usia, bagaimana perbedaan mereka dalam tingkatan-tingkatan usia itu,
serta bagaimana mereka tumbuh dan berkembang. Hal ini biasanya
dilakukan dengan metode longitudinal dan metode cross-sectional.
4. Studi tindak lanjut
Studi yang menyelidiki perkembangan subyek setelah diberi perlakukan
atau kondisi tertentu atau mengalami kondisi tertentu.
24

5. Analisis dokumenter
Studi ini sering juga disebut analisis isi yang juga dapat digunakan untuk
menyelidiki variabel sosiologis dan psikologis.
6. Analisis kecenderungan
Analisis yang digunakan untuk meramalkan keadaan di masa yang akan
datang dengan memperhatikan kecenderungan-kecenderungan yang
terjadi.
7. Studi korelasi
Jenis penelitian deskriptif yang bertujuan menetapkan besarnya hubungan
antar variabel yang diteliti.
Penelitian deskriptif mempunyai langkah-langkah penting sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan
melalui metode deskriptif.
b. Membatasi dan merumuskan permasalahn secara jelas.
c. Menetukan tujuan dan manfaat penelitian.
d. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
e. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau
hipotesis penelitian.
f. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal
ini menetukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen
pengumpul data, dan menganalisis data.
g. Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan
menggunakan teknik statistika yang relevan.
h. Membuat laporan penelitian.
Berdasarkan teori diatas, penelitian ini menggunakan jenis penelitian
deskriptif studi kasus. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskriptifkan
gambaran mengenai karakteristik alih fungsi lahan pertanian, kerugian akibat alih
fungsi lahan serta dampaknya terhadap ketahanan pangan.
25

4.4.2 Analisis Laju Alih Fungsi Lahan


Dalam penghitungan laju alih fungsi lahan pertanian digunakan persamaan
alih fungsi lahan yang digunakan oleh Sutandi (2009) dalam Astuti (2011). Laju
alih fungsi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju alih fungsi lahan
secara parsial. Laju alih fungsi lahan secara parsial dapat dijelaskan sebagai
berikut:
−𝑣𝑣−1
𝑣 = 𝑣𝑣 × 100..........................................................................................(4.1)
𝑣𝑣−1

dimana:
𝑣 = laju alih fungsi lahan (%)

𝑣𝑣 = luas lahan tahun ke-t (ha)

𝑣𝑣−1 = luas lahan sebelumnya (ha)

Laju alih fungsi lahan (%) dapat ditentukan melalui selisih antara luas
lahan tahun ke-t dengan luas lahan tahun sebelumnya (t-1). Kemudian dibagi
dengan luas lahan tahun sebelumnya dan dikalikan dengan 100 persen. Hal ini
dilakukan juga pada tahun-tahun berikutnya sehingga diperoleh laju alih fungsi
lahan setiap tahun.

4.4.3 Analisis Regresi Linear Berganda


Analisis data yang digunakan dalam mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan adalah analisis regresi linier berganda. Tujuannya
adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai fakta-fakta. Model analisis regresi linear berganda
merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square
(OLS). Konsep dari metode OLS adalah menduga koefisien regresi (βi) dengan
meminimumkan residual. OLS dapat menduga koefisien regresi dengan baik,
karena: (1) memiliki sifat tidak bias dengan varian yang minimum, (2)
variabelnya konsisten dimana dengan meningkatnya ukuran sample maka
koefisien regresi mengarah pada nilai populasi yang sebenarnya, dan (3) koefisien
regresinya terdistribusi secara normal (Gujarati 2002).
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kegiatan alih fungsi lahan
26

di tingkat wilayah adalah :


1. Jumlah Industri (unit)
Semakin bertambahnya jumlah industri membuat permintaan lahan
semakin meningkat. Peningkatan jumlah industri menyebabkan luas lahan
mengalami penurunan.
2. Perubahan Panjang Aspal (km)
Perubahan Panjang Aspal dapat mempengaruhi perubahan penurunan luas
lahan. Bertambahnya panjang aspal akan meningkatkan permintaan lahan
terutama untuk pembangunan pemukiman dan industri yang semakin
tinggi sehingga luas lahan sawah mengalami penurunan.
3. Produk Domestik Regional Bruto non pertanian (PDRB non pertanian)
merupakan salah satu indikator yang dapat menggambarkan pertumbuhan
ekonomi. Semakin besar pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat
mempercepat terjadinya perubahan struktur ekonomi ke arah sektor
manufaktur, jasa, dan sektor non pertanian lainnya. Hal ini akan
menggeser peruntukan lahan dari pertanian menjadi non pertanian.
Semakin besar PDRB non pertanian maka semakin besar alih fungsi lahan
yang terjadi.
4. Produktivitas Padi Sawah (ton/ha)
Penurunan luas lahan akibat adanya alih fungsi lahan juga akan
mempengaruhi produktivitas lahan pertanian yang terus menurun karena
lahan dianggap memiliki opportunitunity cost.
Analisis regresi linier berganda melalui beberapa tahapan pada koefisien-
koefisien di atas maka digunakanperumusan sebagai berikut:
LnY = α + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 +
ε.......................................(4.2)
dimana:
Y = penurunan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan (m2 )
α = intersep
X1 = Jumlah Industri
X2 = Perubahan Panjang Aspal
27

X3 = Produk Domestik Regional Bruto non pertanian (PDRB non


pertanian)
X4 = Produktivitas Padi Sawah
βi = koefisien Regresi
ε = Eror Term
Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh faktor-faktor yang telah
ditentukan dalam persamaan akan mempengaruhi alih fungsi lahan, dilakukan
pengujian ketelitian dan pengujian kemampuan model regresi. Pengujian model
regresi ini terdiri dari uji koefisien determinasi, Uji koefisien regresi menyeluruh,
dan Uji koefisien regresi parsial.
1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Nilai R2 mencerminkan seberapa besar keragaman dari variabel terikat
yang dapat diterangkan oleh variabel bebasnya. Nilai R2 memiliki besaran
yang positif dan kurang dari satu (0 ≤ R2 ≤ 1). Jika nilai R2 bernilai nol
maka keragaman dari variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh variabel
bebasnya. Sebaliknya, jika nilai R2 bernilai satu maka keragaman dari
variabel terikat secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh variabel bebas
secara sempurna. R2 dapat dirumuskan sebagai berikut :

R2 = ESS...............................................................................................(4.3) TSS
dimana:
ESS = Explained of Sum Square
TSS = Total of Sum Square
2. Uji Koefisien Regresi Menyeluruh (F)
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat. Adapun prosedur yang digunakan:
H0 : β1 = β2 = β3 = ... = βi = 0
H1 : minimal ada satu βi ≠ 0
𝑣𝑣𝑣 / (𝑣−1)
𝑣ℎ𝑣= .................................................................... (4.4)
𝑣𝑣𝑣 /
𝑣 (𝑣−𝑣)

dimana:
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi
JKG = Jumlah Kuadrat Galat/Residual
28

k = Jumlah variabel terhadap intersep


n = Jumlah pengamatan (sample)
Apabila Fhit< Ftab maka H0 diterima yang berarti bahwa variabel
bebas secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
terikat. Sedangkan apabila Fhit > Ftab maka H0 ditolak yang berarti bahwa
variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
3. Uji Koefisien Regresi Parsial (t)
Uji t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing
variabel bebas sehingga dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat. Menurut Gujarati (2002), adapun prosedur
pengujiannya:
H0 : β1 = 0
H1 : β1 ≠ 0
𝑣−𝑣𝑣
𝑣= ..............................................................................................(4.5)
𝑣𝑣𝑣
dimana:
b = parameter pendugaan
βt = parameter hipotesis
Seβ = standar error parameter β
Jika thit < ttabel α/2, maka H0 diterima, artinya variabel bebas yang diuji
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Namun, jika thit > ttabel
α/2, maka H0 ditolak, artinya variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat.
Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian
model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data
atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga
statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov-
Smirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan
perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang
29

sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Penerapan pada uji
Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 5% berarti data
yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku,
artinya data tersebut tidak normal. Lebih lanjut, jika signifikansi di atas 5% berarti
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data
normal baku, artinya data tersebut normal.
2. Uji Multikolinier (Multicolinearity)
Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah
multicolinearity, yaitu terjadi korelasi kuat antar variabel-variabel bebasnya.
Untuk mendeteksi ada tidaknya multicolinearity dalam sebuah model dapat
dilakukan dengan membandingkan besarnya koefisien determinasi (R²) dengan
koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas (r²). Masalah
multicolinearity dapat dilihat langsung melalui output komputer dimana apabila
nilai VIF (Varian Inflation Factor) < 10 maka tidak ada masalah multicolinearity.
3. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah
homoskesdastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas asumsi homoskesdastisitas atau heteroskesdastisitas. Untuk mendeteksi
masalah heteroskesdastisitas dapat dilakukan uji glesjer. Uji glesjer dilakukan
dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya
(Gujarati, 2002). Residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai
prediksi. Sedangkan absolut adalah nilai mutlaknya. Dikatakan tidak terdapat
heteroskesdastisitas apabila nilai signifikan dari hasil uji glesjer lebih besar dari α
(5%), dan sebaliknya jika lebih kecil dari α (5%) maka dikatakan terdapat
heteroskesdastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan
diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan
adanyaautokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan
proses peramalan. Uji paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya
autokolerasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin Watson Test), dan jika
hasilnya mendekati 2 maka tidak ada autokolerasi.
30

4.4.4 Analisis Regresi Logistik


Mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
pertanian secara mikro, digunakan analisis regresi logistik (logit). Alat analisis
merupakan model non linear, baik dalam parameter maupun variabel. Menurut
Juanda (2009), model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang sebagai
berikut:

1 1
Pi = F(Zi) = F (a + bXi) = = ......................................(4.6)
1+𝑣−𝑣 1+𝑣−(𝑣+𝑣𝑣𝑣)
𝑣

Kemudian persamaan dapat dibalik dengan menggunakan aljabar menjadi :

𝑣𝑣
eZi = 1−𝑣𝑣
..........................................................................................................(4.7)

Variabel dalam persamaan di atas disebut sebagai odds, yang sering


diistilahkan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadinya
pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model
estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood. Parameter e
dalam persamaan tadi mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (ln).
Jika persamaan tersebut ditransformasikan dengan logaritma natural, maka:

Zi = ln 𝑣𝑣 dimana Zi = a +bXi........................................................(4.8)
1−𝑣𝑣

Maka persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang


mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani adalah sebagai berikut:

𝑣𝑣
Ln = Zi = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 +
1−𝑣𝑣

𝑣..............................(4.9)

dimana :
Z = Peluang terjadi alih fungsi lahan (1) dan tidak alih fungsi lahan (0)
α = Intersep
βi = Koefisien Regresi
31

X1 = Jumlah tanggungan
X2 = Pengalaman bertani
X3 = Luas lahan
X4 = Biaya produksi
X5 = Proporsi pendapatan dari usaha tani
𝑣 = Error
Faktor-faktor mikro yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan di tingkat
petani adalah :
1. Jumlah tanggungan (X1)
Jumlah tanggungan merupakan jumlah orang yang kehidupannya masih
ditanggung oleh petani. Jumlah orang yang ditanggung masih dianggap
mempengaruhi keputusan untuk menjual lahan. Karena semakin banyak
jumlah tanggungan maka makin banyak kebutuhan, sehingga petani
memerlukan uang untuk mencukupi keperluan masing-masing jumlah
tanggungan.
2. Pengalaman bertani (X2)
Pengalaman bertani yaitu periode atau lamanya seseorang telah melakukan
kegiatan bertani semasa hidupnya. Semakin lama seseorang bertani maka
keahlian untuk bertani akan semakin tinggi. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan petani untuk menjual atau
tidak lahan yang digarap olehnya.
3. Luas lahan (X3)
Luas lahan merupakan besarnya area sawah atau pertanian yang dimiliki
oleh petani. Luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi yang
dihasilkan oleh petani. Sehingga akan mempengaruhi keuntungan dan
berpengaruh terhadap keputusan untuk menjual atau mengkonversi lahan.
4. Biaya produksi (X4)
Biaya produksi merupakan biaya pengeluaran petani dalam memproduksi
padi hingga panen tiba, seperti bibit, pupuk, air. Variabel ini dapat
mempengaruhi keputusan petani, karena jika biaya semakin tinggi maka
petani cenderung menjual lahan.
5. Proporsi pendapatan dari usaha tani (X5)
32

Proporsi pendapatan dari usaha tani merupakan persentase pendapatan dari


hasil usaha tani dibanding dengan pendapatan total. Pendapatan total yaitu
hasil pendapatan dari bertani dan pendapatan sampingan dari usaha lain. Jika
proporsi pendapatan petani yang diperoleh dari hasil bertani rendah, maka
ada kemungkinan petani mengalih fungsikan untuk jenis usaha lain, sehingga
mengakibatkan terjadi alih fungsi lahan.
Agar diperoleh analisis regresi logistik yang baik maka perlu
dilakukan pengujian untuk melihat model tersebut dapat menjelaskan
keputusan secara kualitatif. Statistik uji digunakan yaitu Odds Ratio dan
Likelihood Ratio.
1. Odds Ratio
Uji Odds Ratio yaitu untuk mengukur rasio peluang terjadinya kejadian 1
terhadap kejadian peluang 0. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan
antar variabel bebas dan variabel terikat dalam model logit. Nilai diperoleh
dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (Bi).
𝑣 (𝑣𝑣)
..............................................................................................(4.10)
1−𝑣 (𝑣𝑣)
P menyatakan peluang terjadinya peristiwa Z=1 dan 1-P menyatakan
peluang terjadinya Z=0.
2. Likelihood Ratio
Uji Likelihood Ratio tujuan untuk mengukur rasio kemungkinan
maksimum dari variabel penjelas. Statistik uji yang dapat dipakai adalah :
H0 : β1 = β2 = β3 =.....= βi = 0
H1 : minimal ada satu βi≠ 0

G = -2 ln 𝑣0............................................................................(4.11)
𝑣1
dimana :
𝑣0 = Nilai likelihood tanpa variabel penjelas
𝑣1 = Nilai likelihood dengan model penuh
R

Apabila G > chi-square maka H0 ditolak yang berarti bahwa minimal ada
satu Bi ≠ 0. Artinya model regresi logistik tersebut secara keseluruhan
dapat menjelaskan pilihan individu pengamatan.
33

4.4.5 Analisis Estimasi Dampak Produksi


Kerugian timbul dari alih fungsi lahan pertanian diantara berupa hilangnya
peluang memproduksi dan pendapatan usaha tani yang seharusnya dapat tercipta
dari lahan sawah yang hilang. Menurut Utama (2006), nilai produksi sawah yang
hilang maka rumusnya adalah sebagai berikut :
NQ = ∑ ( Pt . Qt )........................................................................................(4.12)
dimana :
NQ = Nilai produksi padi sawah yang hilang
Pt = Harga komoditi padi sawah yang ditanam
Qt = Produksi padi sawah yang hilang per tahun
t = Tahun data
Qt = ∑Qi...........................................................................................................(4.13)
dimana :
Qi = Produksi padi sawah yang hilang per tahun dengan irigasi i yang
terkonversi
i = 1, 2, 3, 4, dimana masing-masing menunjukan jenis sawah irigasi teknis,
semiteknis, sederhana, dan tadah hujan.
Qi = ∑ (Si . Hm)...............................................................................................(4.14)
dimana :
Si = Luas lahan sawah dengan jenis irigasi i yang alih fungsi lahan
Hm = Produktivitas usaha tani pada musim tanam m dari sawah dengan jenis
irigasi tersebut
m = 1, 2, 3, masing-masing menunjukkan musim tanam pertama, kedua dan
terakhir.

4.4.6 Analisis Terhadap Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap


Pendapatan Petani
Dengan menggunakan deskriptif kuantitatif, analisis dampak pendapatan
dapat dihitung dengan merata-ratakan perbedaan pendapatan. Perbedaan
pendapatan dihitung dengan mencari selisih antara pendapatan petani sebelum
terjadi alih fungsi lahan dan perkiraan pendapatan setelah terjadi alih fungsi lahan.
34

Nilai dari selisih tersebut nantinya dirata-ratakan sehingga didapatkan rata-rata


perubahan pendapatan petani akibat alih fungsi lahan.

Χ = Π−Π′..........................................................................................(4.15)
n

dimana :
Х = Rata-rata perubahan pendapatan (Rp)
П = Pendapatan sebelum alih fungsi lahan (Rp)
П' = Pendapatan sesudah alih fungsi lahan (Rp)
n = Jumlah contoh atau sample
35

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cianjur


Kabupaten Cianjur merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Jawa
Barat. Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak pada koordinat 106 42’ - 107
25’ Bujur Timur dan 6 21’ - 7 25’ Lintang Selatan. Kabupaten ini memiliki luas
wilayah sebesar 361.434,98 hektar. Secara umum, wilayah Kabupaten Cianjur
terbagi dalam 3 bagian : Wilayah Cianjur Utara, Wilayah Cianjur Tengah, dan
Wilayah Cianjur Selatan.
Wilayah Cianjur Utara yang merupakan dataran tinggi terletak di kaki
Gunung Gede dengan ketinggian sekitar 2.962 m di atas permukaan laut.
Wilayahnya juga meliputi daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1.450 m, Kota
Cipanas (Kecamatan Cipanas dan Pacet) dengan ketinggian sekitar 1.110 m, serta
Kota Cianjur dengan ketinggian sekitar 450 m di atas permukaan laut. Sebagian
wilayah ini merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan
perkebunan dan persawahan. Di bagian barat – dekat zona Bogor – terdapat
Gunung Salak dengan ketinggian 2.21 m yang merupakan gunung api termuda
yang sebagian besar permukaannya ditutupi bahan vulkanik.
Wilayah Cianjur Tengah merupakan perbukitan, tetapi juga terdapat
dataran rendah persawahan, perkebunan yang dikelilingi oleh bukit - bukit kecil
yang tersebar dengan keadaan struktur tanahnya yang labil. Wilayah Cianjur
Selatan merupakan dataran rendah yang terdiri dari bukit - bukit kecil dan
diselingi oleh pegunungan - pegunungan yang melebar ke Samudra Indonesia, di
antara bukit - bukit dan pegunungan tersebut terdapat pula persawahan dan ladang
huma. Dataran terendah di selatan Cianjur mempunyai ketinggian sekitar 7 m di
atas permukaan laut. Batas-batas wilayah Kabupaten Cianjur secara geografis
sebagai berikut :
 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Purwakarta
 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Garut
 Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia
36

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten


Bogor
Kabupaten Cianjur beriklim tropis dengan curah hujan per – tahun rata-
rata 1.000 sampai 4.000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 per-tahun.
Dengan iklim tropis tersebut menjadikan kondisi alam Kabupaten Cianjur subur
dan mengandung keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang potensial
sebagai modal dasar pembangunan dan potensi investasi yang menjanjikan.
Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan
dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Wilayah Cianjur
Utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di Wilayah Cianjur
Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan
di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren,
cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan.
Jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur tahun 2013 ada sekitar 2.231.107
jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 1.153.993 jiwa dan penduduk
perempuan 1.077.114 jiwa. Sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian.
Mata pencaharian penduduk Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut
ini :
Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Cianjur tahun 2013
Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan 404.273 44,94
Perikanan
Industri Pengolahan 71.811 7,98
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah 176.348 19,61
Makan, dan Hotel
Jasa Kemasyarakatan 122.130 13,58
Lainnya (Pertambangan dan Penggalian, 124.940 13,89
Listrik, Gas & Air, Bangunan, Angkutan,
Pergudangan, dan Komunikasi, Keuangan,
Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan,
Tanah dan Jasa Perusahaan)
Jumlah 899.502 100,00
Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2013

5.2 Gambaran Wilayah Kecamatan Sukaluyu


Kecamatan Sukaluyu adalah salah satu kecamatan yang ada di wilayah
Kabupaten Cianjur. Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 45,1 km2.
Sebelah Utara Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Karangtengah,
37

sebelah timur berbatasan Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Bojongpicung,


sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibeber, sebelah barat berbatasan
dengan Kecamatan Karangtengah dan Kecamatan Cilaku. Kecamatan Sukaluyu
terdiri dari 10 desa, 37 dusun, 71 RW dan 307 RT.
Adapun jumlah RW yang paling banyak berada di desa Sukamulya yaitu
10 RW dengan jumlah RT sebanyak 31, sedangkan jumlah RW terkecil yaitu
berada di Desa Mekarjaya yaitu 4 RW dengan jumlah RT sebanyak 24. Jumlah
penduduk keseluruhan yang ada di Kecamatan Sukaluyu sebesar 71.641 jiwa
dengan kepadatan penduduk sebesar 1.588 jiwa/km2. Jumlah penduduk, luas
wilayah masing-masing kelurahan dapat dilihat dalam tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan dan Kepadatannya di
Kecamatan Sukaluyu Tahun 2013
Kelurahan Jumlah Penduduk Luas (km2) Kepadatan
(jiwa) (jiwa/km2)
Mekarjaya 4.442 3,2 1.388
Panyusuhan 6.387 5,1 1.252
Sukaluyu 8.076 6,2 1.303
Sukamulya 8.782 6,7 1.311
Babakansari 6.308 4,4 1.434
Tanjungsari 7.753 4,6 1.685
Selajambe 7.308 2,9 2.520
Hergamanah 7.269 3,1 2.345
Sukasirna 7.981 4,4 1.814
Sindangraja 7.335 4,5 1.630
Jumlah 71.641 45,1 1.588
Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Sukaluyu (diolah) 2013

Penduduk Kabupaten Cianjur sebagian besar mata pencahariannya adalah


bertani. Demikian pula di Kecamatan Sukaluyu terdapatsebanyak 56 persen
keluarga yang berusaha di sektor pertanian, sedangkan sebanyak 44 persen
tersebar di berbagai sektor non pertanian. Kondisi ini menggambarkan bahwa
Kecamatan Sukaluyu masih sangat tergantung pada sektor pertanian. Adapun
petani tanaman padi palawija masih mendominasi dibadingkan tanaman lainnya.
Kecamatan Sukaluyu termasuk sebagai kontributor utama produksi padi di
Kabupaten Cianjur. Produksi padi di Kecamatan Sukaluyu pada tahun 2012
sebanyak 26.788 ton.
38

5.2.1 Gambaran Umum Wilayah Desa Sukasirna


Desa Sukasirna merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Sukaluyu, Kabupaten Cianjur. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 439,685
hektar yang terdiri dari 287,530 hektar tanah sawah dan 152,155 hektar tanah
darat. Batas wilayah Desa Sukasirna sebelah utara berbatasan dengan Desa
Sindangraja, sebelah timur berbatasan dengan Desa Hegarmanah, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Selajambe, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa
Babakancaringin. Desa Sukasirna terbagi dalam 4 Dusun, 6 RW dan 29 RT.
Desa ini termasuk daerah dataran rendah dimana berada pada ketinggian
tanah 120 m dari permukaan laut. Dengan curah hujan sebesar 33 mm/tahun dan
suhu udara rata-rata 32 C. Jumlah penduduk di Desa Sukasirna berjumlah 7.981
jiwa dan terbagi dalam 2.397 kepala keluarga. Penduduk laki-laki berjumlah
4.139 jiwa dan perempuan berjumlah 3.842 jiwa. Mata pencaharian penduduk
Desa Sukasirna cukup bervariasi. Sebagian penduduk banyak yang bekerja
sebagai petani. Mata Pencaharian penduduk Desa Sukasirna dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukasirna
No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
1 Petani 1.288
2 PNS 93
3 Pegawai Swasta 323
4 Wiraswasta 17
5 Pemulung 15
6 Pedagang 115
7 Jasa 46
Jumlah 1.897
Sumber : Data Monografi Desa 2014

5.3 Karakteristik Umum Responden


Karakteristik responden pada penelitian ini diperoleh berdasarkan survei
yang dilakukan pada 41 responden yang termasuk dalam petani yang melakukan
alih fungsi lahan sawah dan tidak melakukan alih fungsi lahan sawah.
Karakteristik umum tersebut terdiri dari tingkat usia, tingkat pendidikan, luas
lahan yang dimiliki, jumlah tanggungan dan lama bertani.
39

5.3.1 Tingkat Usia


Tingkat usia menjadi salah satu faktor yang menentukan pola berpikir
manusia. Umumnya, semakin tinggi tingkat usia seseorang, maka kemampuan
tubuhnya semakin melemah dan tidak produktif lagi. Tingkat usia responden yang
melakukan alih fungsi lahan dan yang tidak melakukan alih fungsi lahan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.

26-35 >66 26-35


>66 36-45
tahun tahun tahun
tahun tahun 56-65
0% 6% 12%
8% 20% tahun 36-45
25% tahun
56-65
19%
tahun 46-55 46-55
40% tahun tahun
32% 38%

a. Alih Fungsi Lahan b. Tidak Alih Fungsi Lahan

Sumber : Data Primer (diolah)


Gambar 2. Tingkat Usia Responden
Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa responden yang melakukan
alih fungsi lahan dominan berada pada usia 56 – 65 tahun dengan persentase
sebesar 40 persen, sedangkan persentase responden yang tidak melakukan alih
fungsi lahan dominan berada pada usia antara 46 - 55 tahun sebesar 38 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah petani yang
memiliki usia tua, sedangkan penduduk usia muda sedikit yang memilih profesi
sebagai petani dan lebih memilih menjadi buruh pabrik. Sehingga secara tidak
langsung menyebabkan peningkatan laju alih fungsi lahan, akibat dari sedikitnya
penduduk usia muda yang ingin melanjutkan profesi sebagai petani, lahan
pertanian banyak yang tidak diusahakan, dan penduduk lebih memillih
mengalihkan fungsi lahan pertanian mereka yang tidak produktif ke lahan non
pertanian.
40

5.3.2 Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan membantu seseorang dalam mengembangkan pola
pikir dan menambah wawasan pengetahuan umum. Tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh besar terhadap sikapnya dalam menghadapi suatu masalah.
Umumnya, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki pola pikir
yang lebih berkembang dibandingkan seseorang dengan tingkat pendidikan
rendah. Tingkat pendidikan yang melakukan alih fungsi lahan dan yang tidak
melakukan alih fungsi lahan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar
berikut.

SD Diplo
72% ma,S1
SMA 0%
19%
Diploma
,S1 SD
8% SMA 62%
8%

SMP SMP
12% 19%

a. Alih Fungsi Lahan b. Tidak Alih Fungsi Lahan

Sumber : Data Primer (diolah)


Gambar 3. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan gambar diatas diperoleh bahwa sebagian besar persentase
responden ada di tingkat SD dengan persentase responden yang melakukan alih
fungsi lahan sebesar 72 persen dan yang tidak melakukan alih fungsi lahan
sebesar 62 persen. Tingkat pendidikan yang rendah disebabkan karena tingkat
pendapatan yang rendah sehingga sulit bagi mereka untuk bersekolah. Rendahnya
tingkat pendidikan para petani membuat petani sering melakukan learning by
doing, karena kurangnya pengetahuan atau teori dalam melakukan kegiatan
pertanian. Tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap keputusan seseorang
dalam melakukan alih fungsi lahan.
41

5.3.3 Luas Lahan Sawah


Luas lahan yang dimiliki responden yang melakukan alih fungsi lahan
umumnya bervariasi. Kisaran luas lahan yang mereka miliki mulai dari 0,25
hektar sampaidengan 2 hektar dengan rata-rata kepemilikan responden yang
melakukan alih fungsi lahan sebesar 0,73 hektar dan yang tidak melakukan alih
fungsi lahan sebesar 0,82 hektar. Luas lahan sawah dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar berikut.

1,1 - 1,51 - 2 1,51 - 2


ha 1,1 - ha
0,51 - 1 1,5 ha
ha 8% 1,5 ha 6%
4%
13% 0,1 -
28%
0,51 - 1 0,5 ha
0,1 - ha 44%
0,5 ha 37%
60%

a. Alih Fungsi Lahan b. Tidak Alih Fungsi Lahan

Sumber : Data Primer (diolah)


Gambar 4. Luas Lahan Sawah
Berdasarkan Gambar 4 sebagian besar luas lahan yang dimiliki responden
adalah 0.1 – 0.5 hektar dengan yang melakukan alih fungsi lahan sebesar 60
persen dan yang tidak melakukan alih fungsi lahan sebesar 44 persen. Luas lahan
sawah kecil berada dibawah rata-rata karena adanya penyusutan kepemilikan
lahan pertanian yang menjadi dampak dari sistem bagi waris dan alih fungsi
lahan. Maka dari itu perlu adanya kebijakan dari pemerintah seperti landreform
untuk mengendalikan secara efektif masalah penggunaan, penguasaan, pemilikan
dan pengalihan hak atas tanah sehingga benar-benar sesuai dengan asas adil dan
merata.

5.3.4 Jumlah Tanggungan


Jumlah tanggungan menentukan seseorang dalam mengambil keputusan
untuk melakukan alih fungsi lahan. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
jumlah tanggungan yang dimiliki berarti semakin banyak kebutuhan yang harus
42

dipenuhi oleh petani. Jumlah tanggungan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar berikut.

5-6
5-6 1-2
0rang
1-2 orang orang
0%
3-4 orang 19% 0%
orang 40%
3-4
60% orang
81%

a. Alih Fungsi Lahan b. Tidak Alih Fungsi Lahan

Sumber : Data Primer (diolah)


Gambar 5. Jumlah Tanggungan
Berdasarkan Gambar 5 sebagian besar jumlah tanggungan yang dimiliki
adalah 3 sampai 4 orang dengan responden yang melakukan alih fungsi lahan
adalah sebesar 60 persen dan yang tidak melakukan alih fungsi lahan sebesar 81
persen. Para petani masih mempercayai mitos yang mengatakan bahwa banyak
anak banyak rejeki. Para petani beranggapan bahwa memiliki anak banyak akan
sangat bermanfaat karena anak-anak mereka bisa membantu dalam melakukan
kegiatan pertanian. Hal ini menunjukkan pula bahwa semakin banyak jumlah
tanggungan semakin banyak biaya yang ditanggung petani untuk memenuhi
kebutuhan sehingga semakin mudah petani untuk melakukan alih fungsi lahan.

5.3.5 Pengalaman Bertani


Pengalaman bertani menunjukkan seberapa lama petani telah melakukan
kegiatan pertanian. Sebagian besar penduduk di lokasi penelitian berprofesi
sebagai petani. Pengalaman bertani dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar
berikut.
43

21-30 41-50 10-20 31-40


tahun 31-40 tahun
tahun tahun
tahun 10-20
40% 8% 44% 6%
8% tahun
38%

21-30 41-50
tahun tahun
56% 0%

a. Alih Fungsi Lahan b. Tidak Alih Fungsi Lahan

Sumber : Data Primer (diolah)


Gambar 6. Pengalaman Bertani
Berdasarkan Gambar 6 sebagian besar responden yang melakukan alih
fungsi lahan telah melakukan kegiatan bertani sebesar 44 persen dengan waktu
selama 10 sampai 20 tahun dan responden yang tidak melakukan alih fungsi lahan
telah melakukan kegiatan bertani sebesar 56 persen dengan waktu selama 21
sampai 30 tahun. Kegiatan pertanian sudah merupakan kegiatan turun temurun
yang telah dilaksanakan. Lama bertani menunjukkan seberapa lama petani telah
melakukan kegiatan pertanian. Kegiatan bertani ini telah mereka lakukan dari usia
muda untuk ikut membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Sebagian petani
melakukan kegiatan bertani untuk konsumsi sehari – hari.
44

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Cianjur


Alih fungsi lahan atau perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non
pertanian di Kabupaten Cianjur terjadi hampir setiap tahun. Alih fungsi lahan ini
terjadi merupakan salah satu akibat dari peningkatan jumlah penduduk yang
sejalan dengan pertumbuhan serta pembangunan ekonomi. Aktivitas
pembangunan yang semakin meningkat, akan mempengaruhi perubahan
sumberdaya lahan. Perubahan penggunaan lahan terjadi pada lahan pertanian
menjadi non pertanian seperti industri, pemukiman, perkantoran, pertokoan,
restoran, jalan raya dan lain-lain. Laju alih fungsi lahan dapat dilihat pada Gambar
7 berikut ini.
63000
Luas Lahan Sawah (ha)

62000
61000
60000
59000
58000
57000 Luas Sawah
56000

Tahun
Sumber : Dinas PertanianTanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur 2014 (diolah)

Gambar 7. Luas Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur Tahun 2004-2013


Gambar 7 menunjukkan bawah terjadi perubahan jumlah luas sawah di
Kabupaten Cianjur. Luas sawah relatif berfluktuatif dari tahun ke tahun. Laju alih
fungsi lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir 2004-2013 mengalami
penurunan dengan rata-rata sebesar 0,33 persen. Penambahan jumlah lahan sawah
yang besar pada tahun 2008 dan 2013 juga sebanding dengan penurunan lahan
sawah pada tahun 2005. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Cianjur, adanya penambahan luas lahan sawah karena
adanya pencetakan sawah baru dan juga adanya perubahan lahan kering menjadi
lahan sawah.
45

Perubahan luas lahan sawah yang mengalami penurunan paling drastis


terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 2.814 hektar dan pada tahun 2009 yaitu
sebesar 2.540 hektar. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut terjadi pembebasan
lahan secara meluas untuk industri dan pemukiman di beberapa wilayah Cianjur.
Pada sepuluh tahun terakhir secara umum terjadi penurunan luas lahan sebesar
6.046 hektar atau sekitar 604,6 hektar per tahun. Dengan adanya alih fungsi lahan
tersebut, luas sawah di Kabupaten Cianjur berubah dari 61.587 hektar pada tahun
2004 menjadi 59.408 hektar pada tahun 2013. Laju penyusutan luas lahan sawah
selanjutnya bisa dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur
Tahun 2004-2013
Luas Sawah Percetakan Luas Sawah Laju Penyusutan
Tahun (Ha) Sawah Baru Terkonversi Luas Sawah (%)
2004 61.587 - - -
2005 58.773 0 2.814 -4,57
2006 58.585 0 188 -0,32
2007 58.996 411 0 0,70
2008 60.973 1.977 0 3,35
2009 58.433 0 2.540 -4,17
2010 58.241 0 192 -0,33
2011 57.929 0 312 -0,54
2012 58.116 187 0 0,32
2013 59.408 1.292 0 2,22
Total 3.867 6.046 -3,32
Rata-rata 386,7 604,6 -0,33
Sumber : Dinas PertanianTanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur 2014 (diolah)

Pada Tabel 8 nilai laju penyusutan luas sawah bertanda negatif


menunjukkan bahwa terjadi penyusutan lahan sawah akibat alih fungsi lahan.
Nilai positif menjelaskan adanya lahan yang digunakan sebagai lahan sawah baru
pada tahun tersebut. Laju penyusutan lahan sawah di Kabupaten Cianjur yaitu
dengan total sekitar -3,32 persen atau sekitar 6.046 hektar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir lahan sawah di Kabupaten
Cianjur telah mengalami penyusutan sebesar 3,32 persen atau sebesar 6.046
hektar. Penyusutan luas lahan sawah sudah mulai dari tahun 2005 dimana lahan
berkurang sekitar 2.814 hektar atau mengalami penyusutan sebesar 4,57 persen
dari 61.587 hektar lahan sawah menjadi 58.773 hektar. Pada tahun 2009 terjadi
alih fungsi lahan sawah yang besar dengan luas lahan sebesar 2.540 hektar dari
luas 60.973 hektar menjadi 58.433 hektar atau terjadi penyusutan luas lahan
46

sebesar 4,17 persen. Peningkatan jumlah luasan sawah yang besar karena adanya
pencetakan lahan sawah baru di Kabupaten Cianjur bertambah sebesar 1.977
hektar pada tahun 2008. Lahan tersebut meningkat 3,35 persen dari tahun
sebelumnya dimana sebelumnya memiliki luas 58.996 hektar menjadi 60.973
hektar. Pada tahun 2013 juga terjadi penambahan luas lahan sawah yang cukup
tinggi sebesar 1.292 hektar dari luas lahan sebesar 58.116 menjadi 59.408 hektar.
Lahan tersebut meningkat sebesar 2,22 persen dari tahun sebelumnya. Secara
keseluruhan dari tahun 2004-2013 terjadi penyusutan luas lahan sawah di
Kabupaten Cianjur dengan rata-rata sebesar -0,33 persen atau sebesar 604,6 hektar
per tahun.

6.2 Faktor Makro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Kabupaten


Cianjur
Adanya alih fungsi lahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Cianjur adalah faktor
makro dan faktor mikro. Faktor makro merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah, dalam penelitian ini
di Kabupaten Cianjur. Faktor mikro merupakan faktor-faktor alih fungsi lahan
pertanian yang dipengaruhi oleh keputusan petani. Faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi dalam skala makro di tingkat wilayah adalah jumlah industri,
panjang aspal, PDRB non pertanian dan produktivitas padi sawah.
Analisis dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi
lahan di tingkat wilayah menggunakan analisis regresi linier berganda. Data yang
digunakan dalam menentukan model tersebut merupakan data time series tahun
2004-2013. Peneliti mengolah data-data tersebut menggunakan software Eviews
5,1. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa model yang digunakan dalam
penelitian ini baik. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh koefisien determinasi (R-
squared) sebesar 0,703. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman variabel
dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen mencapai 70,3 persen
dan sisanya 29,7 persen diterangkan oleh variabel lain diluar model. Nilai
adjusted R-square yang diperoleh sebesar 50,4 persen. Nilai peluang uji F (Prob F-
statistic) yang diperoleh sebesar 0,082 atau sebesar 8,2 persen, nilai tersebut
47

lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan sebesar 10 persen. Hal tersebut
memiliki arti bahwa dari hasil estimasi regresi minimal ada satu variabel
independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Hasil estimasi faktor-
faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dapat
dilihat pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Hasil Estimasi Faktor - Faktor Makro yang Mempengaruhi
Perubahan Luas Lahan Sawah Kabupaten Cianjur
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. VIF
Jumlah Industri -0,136 0.065 -2,076 0,083*) 2,506
Panjang Aspal 0,022 0.035 0,644 0,543 3,162
PDRB non
-0,167 0.076 -2,213 0,069*) 1,565
pertanian
Produktivitas
0,074 0.092 0,801 0,454 1,096
Padi Sawah
Intersep 13,863 1.038 13,360 0,000
R Square 0,703 F-statistic 3,545
Adjusted R 0,504 Prob(F- 0,082
Square statistic)
Log likelihood 21,57 Durbin- 1,863
Watson
Sumber : Badan Pusat Statistika (diolah)
Keterangan : *) nyata pada taraf 10 %

Probabilitas setiap variabel independen dapat digunakan untuk melihat


signifikan atau tidaknya pengaruh setiap variabel independen tersebut terhadap
variabel dependen. Berdasarkan tabel variabel-variabel independen yang
berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah yaitu jumlah
industri dan PDRB non pertanian. Variabel-variabel tersebut berpengaruh nyata
pada taraf α = 10 persen, sedangkan variabel perubahan panjang aspal dan
produktivitas padi sawah tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas sawah.
Model yang dihasilkan dari regresi linear tersebut cukup baik, karena memenuhi
kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila
memenuhi asumsi klasik, yaitu model tidak memiliki sifat multikolinearitas,
normalitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Pembuktian multikolinearitas
dalam model menggunakan VIF dengan kriteria apabila nilai VIF yang dihasilkan
dibawah 10 maka dapat disimpulkan bahwa didalam model tersebut tidak
mengalami multikolinearitas. Untuk membuktikan asumsi normalitas maka
digunakan nilai probabilitas pada histogram of normality test. Dalam model ini
nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf α = 10 persen, yaitu sebesar 0,61027
48

atau 61,02 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada model ini residual menyebar
secara normal atau tidak terjadi permasalahan normalitas. Pemeriksaan asumsi
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Berdasarkan
hasil uji tersebut diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0,8048 atau sebesar
80,48 persen. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 10 persen, sehingga model
ini tidak memiliki permasalahan autokorelasi. Pada model ini juga tidak terdapat
permasalahan heterokedastisitas, karena dari hasil uji Glejser diperoleh nilai Prob.
chi-square sebesar 0.4578 atau 45,78 persen. Nilai tersebut juga lebih besar dari
taraf α = 10 persen. Berikut adalah model hasil estimasi regresi faktor-faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian tingkat wilayah :
LnY = 13,863 – 0,136LnX1 + 0,022LnX2 – 0,167LnX3 + 0,074LnX4+
Ɛ..........(5.1)

Berdasarkan hasil estimasi dari model regresi dapat dilihat bahwa


koefisien jumlah industri berpengaruh negatif (-) terhadap penurunan luas sawah
nilai probabilitas jumlah industri 0,083 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen
(0,083 < 0,10). Hal ini berarti bahwa jumlah industri berpengaruh nyata terhadap
perubahan luas lahan sawah. Koefisien variabel yang bernilai -0,136 pada tabel
menjelaskan bahwa, setiap kenaikan jumlah industri 1 persen akan diikuti dengan
penurunan luas lahan sawah sebesar 0,136 persen (ceteris paribus). Hal ini sesuai
dengan hipotesis bahwa jumlah industri berkorelasi negatif dengan luas lahan
sawah.Jumlah industri berbanding lurus dengan peningkatan permintaan
kebutuhan akan luas lahan. Adanya penambahan jumlah industri menyebabkan
kebutuhan lahan meningkat. Harga sewa yang diberikan oleh sektor industri lebih
besar dibandingkan harga sewa dari lahan sawah itu sendiri.
Variabel panjang aspal memiliki hubungan yang positif (+) namun tidak
berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan sawah dimana nilai
probabilitasnya sebesar 0,543 lebih besar dari taraf nyata yaitu 10 persen (0,543>
0,10). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa perubahan panjang aspal
memiliki kolerasi negatif terhadap penurunan luas lahan sawah dan tidak
berpengaruh nyata. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa perubahan panjang jalan
aspal di Kabupaten Cianjur belum tentu membutuhkan lahan yang luas sampai
harus mengalihfungsikan lahan sawah. Perubahan luasan jalan aspal setiap
49

tahunnya berfluktuatif, namun pembangunannya tidak banyak mengganggu luasan


sawah yang ada di Kabupaten Cianjur.
Variabel PDRB non pertanian juga berpengaruh nyata terhadap perubahan
luas lahan sawah. Koefisien PDRB non pertanian berpengaruh negatif (-) terhadap
penurunan luas sawah, nilai probabilitas PDRB non pertanian adalah 0,069 lebih
kecil dari taraf nyata 10 persen (0,069 < 0,10). Hal ini berarti bahwa PDRB non
pertanian berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien
variabel yang bernilai -0.167 pada tabel menjelaskan bahwa, setiap kenaikan
PDRB non pertanian sebesar 1 persen akan diikuti dengan penurunan luas lahan
sawah sebesar 0,167 persen (ceteris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis
bahwa jumlah industri berkorelasi negatif dengan luas lahan sawah. PDRB
merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Semakin besar
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mempercepat terjadinya perubahan
struktur ekonomi ke arah sektor manufaktur, jasa, dan sektor non pertanian
lainnya. Kebijakan pemerintah daerah yang akan diimplementasikan sangat
dipengaruhi oleh PDRB. Pemerintah akan memprioritaskan sektor yang
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDRB sehingga terjadi proses
struktural ekonomi, sehingga hal ini menyebabkan adanya pengalihfungsian lahan
dari pertanian ke non pertanian.
Variabel produktivitas padi sawah memiliki hubungan yang positif (+)
namun tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan sawah dimana nilai
probabilitasnya sebesar 0,454 lebih besar dari taraf nyata yaitu 10 persen (0,454 >
0,10). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dan tidak berpengaruh nyata. Hal ini
dapat diinterpretasikan bahwa perubahan produktivitas padi sawah di Kabupaten
Cianjur belum tentu mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan sawah.

6.3 Faktor Mikro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Tingkat


Petani
Alih fungsi di lahan pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat
wilayah tetapi juga dipengaruhi oleh keputusan petani itu sendiri. Faktor mikro
yang dipengaruhi oleh keputusan petani disebabkan karena lahan yang
dialihfungsikan merupakan milik petani. Saat petani memutuskan untuk menjual
50

lahannya kepada investor atau pengembang, maka kepemilikan atas lahan berganti
dan lahan tersebut beralih fungsi menjadi industri atau pemukiman. Faktor ini
dianalisis untuk mengetahui apa penyebab petani menjual lahan kepada investor.
Studi kasus mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
di tingkat petani di Kabupaten Cianjur ini dilakukan di Kecamatan Sukaluyu.
Sebanyak 41 responden dalam penelitian ini merupakan petani pemilik penggarap
yang terdiri dari 25 responden merupakan petani yang menjual lahannya,
sedangkan 16 responden merupakan petani yang tidak menjual lahannya.
Keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan dipengaruhi oleh jumlah
tanggungan, pengalaman bertani, luas sawah, biaya produksi, dan proporsi
pendapatan dari usaha tani.
Dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani
untuk melakukan alih fungsi lahan digunakan metode analisis regresi logistik
dengan memasukkan variabel independen ke dalam variabel dependen. Adapun
variabel independen yang mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan yaitu
jumlah tanggungan, pengalaman bertani, luas sawah, biaya produksi, dan proporsi
pendapatan dari usaha tani, sedangkan variabel dependen yang digunakan terdapat
dua kemungkinan. Bagi responden yang melakukan alih fungsi lahan diberi nilai 1
(Y=1) dan bagi responden yang tidak melakukan alih fungsi lahan diberi nilai 0
(Y=0). Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode enter disajikan pada
Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Hasil Estimasi Faktor - Faktor Mikro yang Mempengaruhi Petani
dalam Mengalihfungsikan Lahan Sawah
Variable Coefficient Sig. Exp (β) Keterangan
Jumlah Tanggungan (X1) -1,991 0,028*) 0,137 Berpengaruh Nyata
Pengalaman Bertani (X2) Tidak Berpengaruh
0,033 0,623 1,033 Nyata
Luas Sawah (X3) Tidak Berpengaruh
-0,031 0,826 0,969 Nyata
Biaya Produksi (X4) 1,514 0,052**) 4,544 Berpengaruh Nyata
Proporsi Pendapatan (X5) -0,073 0,026*) 0,929 Berpengaruh Nyata
Constant 8,319 0,053 4.100
Sumber : Data Primer (diolah)
Keterangan : *) nyata pada taraf 5 %
**) nyata pada taraf 10%

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik yang dapat dilihat pada


Lampiran 5, diperoleh nilai Sig pada Omnimbus test sebesar 0,000. Nilai tersebut
51

lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen (0,000 < 0,100),
artinya variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh terhadap
keputusan petani untuk menjual lahan. Dari hasil analisis juga didapat nilai Cox &
Snell R Square sebesar 0,528 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,716. Nilai
Nagelkerke R Square yang lebih besar dari Cox & Snell R Square menunjukan
kemampuan kelima variabel dependen dalam menjelaskan varian alih fungsi lahan
sebesar 71,6 persen dan terdapat 28,4 persen faktor lain di luar model yang
menjelaskan variabel dependen. Nilai Sig pada Hosmer and Lemeshow Test yang
diperoleh adalah sebesar 0,866. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan yaitu 10 persen (0,866 > 0,10), artinya model yang dibuat dapat
diterima dan pengujian hipotesis dapat dilakukan. Selanjutnya nilai overall
percentage pada classification table yang diperoleh sebesar 82,9 persen. Nilai
tersebut menunjukan bahwa dari 41 data yang ada terdapat 34 data yang tepat
pengklasifikasiannya. Hal ini menunjukan bahwa model yang dihasilkan baik.
Model yang diperoleh dari hasil analisis regresi logistik adalah sebagai berikut :
Y = 8,319 – 1,991X1 + 0,033X2- 0,031X3 + 1,514X4 – 0,073X5 +
Ɛ...............(5.2)

Berdasarkan model yang diperoleh, dari kelima variabel independen yang


diduga mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan
pertanian hanya terdapat tiga variabel yang signifikan. Variabel yang berpengaruh
nyata terhadap terjadinya alih fungsi lahan sawah di tingkat petani adalah jumlah
tanggungan, biaya produksi dan pendapatan usaha tani. Signifikan atau tidaknya
variabel dilihat dari Sig < α (taraf nyata yang digunakan).
Variabel jumlah tanggungan petani dilokasi tersebut memiliki nilai Sig
sebesar 0,028. Hal ini berarti bahwa jumlah tanggungan petani berpengaruh nyata
terhadap peluang terjadinya alih fungsi lahan sawah pada taraf 5 persen (0,028<
0,05). Koefisien hasil yang diperoleh bertanda negatif (-) sebesar 1,991 dan nilai
Exp (β) atau odds ratio yang diperoleh sebesar 0,137. Hal ini berarti bahwa jika
jumlah tanggungan petani bertambah satu orang, maka peluang petani untuk
melakukan alih fungsi lahan lebih kecil 0,137 kali dibandingkan untuk tidak
melakukan alih fungsi. Semakin banyak jumlah tanggungan petani, maka semakin
banyak pula biaya yang harus ditanggung petani untuk memenuhi kebutuhan.
52

Petani dengan jumlah tanggungan yang lebih besar cenderung akan


mempertahankan lahan sawahnya untuk mendapatkan penghasilan dibandingkan
menjual lahan dan mencari pekerjaan yang belum tentu dapat.
Variabel biaya produksi usaha tani di lokasi tersebut memiliki nilai Sig
sebesar 0,052. Hal ini berarti bahwa biaya produksi berpengaruh nyata terhadap
peluang terjadinya alih fungsi lahan sawah pada taraf 10 persen (0,052 < 0,10).
Koefisien hasil yang diperoleh bertanda positif (+) sebesar 1,514 dan nilai Exp (β)
atau odds ratio yang diperoleh sebesar 4,544. Hal ini berarti bahwa jika biaya
produksi meningkat satu juta rupiah, maka peluang petani untuk melakukan alih
fungsi lahan lebih besar 4,544 kali dibandingkan untuk tidak melakukan alih
fungsi. Semakin besar biaya produksi usaha tani, petani cenderung menjual
lahannya.
Variabel persentase pendapatan usaha tani memiliki nilai Sig sebesar
0,026. Nilai tersebut berarti bahwa persentase pendapatan usaha tani berpengaruh
nyata terhadap peluang terjadinya penjualan lahan oleh petani pada taraf nyata 5
persen (0,026 < 0,05). Koefisien hasil yang diperoleh bertanda negatif (-) sebesar
0,073 dan nilai Exp (β) atau odds ratio yang diperoleh sebesar 0,929. Hal ini
berarti bahwa jika persentase pendapatan usaha tani bertambah satu persen, maka
peluang petani untuk melakukan alih fungsi lahan lebih kecil 0,929 kali
dibandingkan untuk tidak menjual lahan. Semakin besar persentase pendapatan
usaha tani petani maka semakin rendah peluang petani tersebut untuk menjual
lahan. Persentase pendapatan usaha tani merupakan proporsi pendapatan usaha
tani seorang petani dari pendapatan totalnya. Semakin besar persentase tersebut
berarti semakin besar ketergantungan petani pada usaha tani yang dimiliki. Petani
yang sangat bergantung pada usaha taninya akan berpeluang lebih kecil untuk
menjual lahannya. Petani yang persentase pendapatan usaha taninya besar akan
lebih memilih melakukan pekerjaan yang sudah berhasil dan sangat berpengaruh
dibandingkan harus menjual lahan dan melakukan pekerjaan lain yang belum
tentu berhasil.
53

6.4 Analisis Kelembagaan Lahan


Kelembagaan memberikan kesempatan sekaligus kendala bagi
perkembangan perilaku masyarakat terhadap sumberdaya alam. Kelembagaan
terdiri dari hukum formal, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, aturan
informal, dan nilai-nilai (values) yang ada dan diakui dalam masyarakat serta
bentuk-bentuk pengorganisasiannya. Dengan demikian norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat dalam hal pemilikan dan pengelolaan lahan menjadi
sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Di Indonesia kelembagaan terdiri
dari beberapa tingkatan akibat adanya sistem otonomi daerah. Berdasarkan UU
no. 32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan
kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya masing-
masing.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Cianjur tahun 2012 membuat Rencana Struktur Ruang dalam RencanaTata Ruang
Wilayah Kabupaten Cianjur bedasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur
Nomor 17 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur
Tahun 2011-2031. Rencana tata ruang wilayah bertujuan untuk mewujudkan
wilayah Kabupaten Cianjur yang produktif dan berkualitas bagi kehidupan dengan
memanfaatkan sumber daya berbasis pertanian dan pariwisata secara efisien serta
berkelanjutan. Kabupaten Cianjur dalam RTRW-nya lebih spesifik membagi
pengembangan kawasannya pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal,
sebagai berikut.
1. Pusat kegiatan wilayah merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi
sebagai pusat pertumbuhan utama dengan orientasi kegiatan berupa
pemerintahan dan perdagangan, industri dan pelayanan masyarakat serta
sebagai pintu gerbang perdagangan ke luar wilayah kabupaten. Sementara
itu Kecamatan yang terlingkup meliputi Kecamatan Cianjur.
2. Pusat kegiatan lokal dengan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai
pusat perdagangan dan jasa, permukiman, koleksi dan distribusi.
Kecamatan yang terlingkup meliputi; Sukanagara, Pacet dan Sukanagara.
3. Pusat kegiatan lokal dengan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai
pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian. Kecamatan yang
54

terlingkup meliputi; Kecamatan Ciranjang, Sukaluyu, Karangtengah,


Cibeber, Pagelaran dan Sindangbarang.
4. Pusat kegiatan lokal dengan kawasan perdesaan yang ditingkatkan
menjadi kawasan perkotaan yang memiliki fungsi sebagai pusat produksi
pertanian dengan skala lokal. Kecamatan yang terlingkup meliputi;
Kecamatan Cugenang, Sukaresmi, Warungkondang, Mande,
Cikalongkulon, Cilaku, Bojongpicung, Tanggeung, Agrabinta, dan
Cidaun, Leles, Cikadu, Naringgul, Cibinong, Kadupandak, Cijati,
Takokak, Campaka, Campakamulya, dan Gekbrong.
Terjadinya pembangunan di sektor non pertanian dapat dibuktikan dengan
adanya penurunan luas lahan sawah yang dilakukan pada sawah produktif.
Sebagian besar lahan yang dialihfungsikan dijadikan sebagai pemukiman dan
industri. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
(PERMENDAGRI) No 5 Tahun 1974 menyebutkan bahwa lokasi pembangunan
kompleks perumahan oleh perusahaan sedapat mungkin menghindari lahan
pertanian yang subur dan mengutamakan tanah yang kurang produktif. Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan
Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur
belum bisa mengatasi permasalahn yang ada saat ini. Pemerintah dalam
mengimplementasikan kebijakan dan peraturan memiliki banyak kendala, dimana
satu sisi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kota perlu ditingkatkan untuk
mencukupi kebutuhan penduduk dalam sektor perdagangan, pemukiman dan jasa.
Namun di satu sisi lain pemerintah harus tetap mempertahankan lahan sawah
untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk.
Proses alih fungsi lahan sawah sering kali terjadi ketimpangan kepentingan
oleh beberapa aktor-aktor terkait, yaitu pemerintah, petani, dan investor.
Pemerintah sebagai pemberi izin yang memberikan izin terhadap pembangunan
sesuai dengan peraturan yang ada terkait dengan tata ruang wilayah. Petani
sebagai pemilik lahan sebagian besar merasa dirugikan akibat adanya perubahan
penggunaan lahan karena petani akan kehilangan pekerjaannya dalam menggarap
55

sawah. Sedangkan investor menjadi pihak yang diuntungkan dalam perubahan


penggunaan lahan yang menjadi industri atau pemukiman.
Akan dibangunnya industri sepatu di daerah Sukaluyu akan menambah
pengurangan lahan sawah yang ada di Kabupaten Cianjur. Pabrik sepatu tersebut
menggunakan lahan sekitar 57 hektar yang merupakan lahan sawah produktif.
Semakin banyak pembangunan pabrik seperti ini akan diprediksi mengurangi
luasan lahan sawah di Kabupaten Cianjur apabila pemerintah tidak segera
membatasi pembangunan pabrik. Hal ini juga dapat memberikan pengaruh
terhadap ketahanan pangan yang ada di Kabupaten Cianjur.

6.5 Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Pendapatan Petani


Di Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang paling utama dalam
mata pencaharian penduduk Indonesia. Lahan merupakan faktor yang utama
dalam sektor pertanian. Adanya alih fungsi lahan pertanian menyebabkan adanya
perubahan manfaat lahan akibat penggunaan lain. Alih fungsi lahan yang terjadi
juga berdampak pada hasil pendapatan petani. Karena akibat adanya penurunan
luas lahan sawah yang akan mengurangi hasil produksi padi. Dalam studi kasus
ini, petani tidak hanya menerima pendapatan dari hasil usaha tani tetapi juga
menerima pendapatan dari hasil non usaha tani. Pendapatan usaha tani merupakan
pendapatan yang diterima dari sektor pertanian pada satu kali musim panen,
sedangkan pendapatan non usaha tani adalah pendapatan yang diperoleh dari luar
sektor pertanian seperti berdagang, wiraswasta dan dari pekerjaan lainnya.
Perhitungan rata-rata perubahan pendapatan petani dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata - Rata Perubahan Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah
Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Rata-rata Usaha Tani Non Usaha tani Rata-rata Pendapatan
Pendapatan Total Responden
Responden
Rupiah % Rupiah % Rupiah %
Sebelum Alih 1.476.948 51,16 1.410.000 13,07 2.886.948 100
Fungsi
Setelah Alih 241.229 48,84 1.604.000 86,93 1.845.229 100
Fungsi
Selisih -1.235.720 194.000 -1.041.720
Sumber : Data Primer (diolah)
56

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa pendapatan total responden


(dari usaha tani dan non usaha tani) sebelum dan sesudah alih fungsi lahan terjadi
perubahan dari Rp. 2.886.948 menjadi Rp. 1.845.229. Hal ini menunjukkan
adanya penurunan rata-rata pendapatan total yang diperoleh responden sebelum
dan sesudah alih fungsi lahan yaitu sebesar Rp. 1.041.720. Perubahan penurunan
pendapatan yang diperoleh dari usaha tani lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan pendapatan yang diperoleh dari non usaha tani. Perubahan rata-rata
pendapatan usaha tani yaitu sebesar Rp.1.235.720 dan perubahan untuk non usaha
tani sebesar Rp. 194.000.
Tabel diatas menjelaskan bahwa pendapatan yang diperoleh dari usaha
tani dan non usaha tani mengalami perubahan dengan adanya alih fungsi lahan.
Sebelum adanya alih fungsi lahan pendapatan usaha tani sebesar 51,16 persen dan
non usaha tani sebesar 13,07 persen. Sedangkan setelah adanya alih fungsi lahan
pendapatan usaha tani berubah menjadi sebesar 48,84 persen dan pendapatan non
usaha tani sebesar 86,93 persen. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perubahan
pendapatan dari pertanian ke non pertanian setelah adanya alih fungsi lahan.

6.6 Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Kabupaten


Cianjur
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian khususnya lahan sawah akan
memberikan dampak langsung terhadap produksi pada dan juga nilai produksi
padi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Penurunan luas sawah yang disebabkan
oleh alih fungsi lahan akan menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi
maupun nilai produksi padi apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan
faktor-faktor lain yang mendukung proses produksi, seperti penerapan teknologi
dan ketersediaan irigasi yang lebih baik. Adanya alih fungsi lahan memberikan
dampak langsung terhadap jumlah produksi pada yang hilang yang dipengaruhi
oleh produktivitas lahan sawah, luas panen yang hilang dan pola tanam yang
diterapkan. Luas panen merupakan luasan sawah yang digarap atau berhasil
dipanen dalam satu tahun. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa luas lahan
sawah yang dialihfungsikan tersebut tidak ada yang gagal panen. Produktivitas
lahan sawah merupakan hasil panen per hektar lahan sawah. Diasumsikan juga
57

pola tanam yang diterapkan sebanyak dua kali dalam satu tahun untuk seluruh
luasan sawah, dan jenis sawah diasumsikan sama termasuk jenis padi yang
ditanam maupun jenis irigasi yang digunakan. Perhitungan mengenai produksi
dan nilai produksi yang hilang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat
Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur Tahun 2004-2013
Tahun Produktivitas Luas Lahan Produksi Padi Nilai Produksi Padi
Padi Sawah Terkonversi yang Hilang yang Hilang (Rp)
(ton/ha) (ha) (ton)
2004 5,24 - - 0
2005 5,30 2.814 14.907,49 64.102.205.677
2006 5,31 188 998,40 4.293.132.569
2007 5,31 0 0.00 0
2008 5,41 0 0.00 0
2009 5,63 2.540 14.303,33 61.504.302.462
2010 5,63 192 1.081,20 4.649.144.123
2011 6,03 312 1.881,73 8.091.447.600
2012 6,01 0 0.00 0
2013 6,17 0 0.00 0
Total 6.046 33.172,15 142.640.232.430
Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan (diolah)
Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah disebutkan sebelumnya, total
produksi padi yang hilang selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 33.172,15
ton. Nilai produksi padi diestimasi menggunakan harga gabah kering giling
(GKG) dikalikan dengan jumlah produksi padi yang hilang. Jika rata-rata harga
GKG Rp 4.300 per kg atau Rp. 4.300.000 per ton, maka kehilangan nilai produksi
tersebut menjadi 33.172,15 ton x Rp. 4.300.000 per ton = Rp. 142.640.232.430.
Jadi, nilai produksi yang hilang adalah sebesar Rp 142.640.232.430 atau sekitar
142,64 milyar rupiah.
Adanya pembukaan lahan sawah baru dari lahan kering yang ada membuat
luas lahan di Kabupaten Cianjur pada mengalami peningkatan. Pembukaan lahan
ini dilakukan untuk menanggulangi masalah alih fungsi lahan yang terjadi. Hal ini
menyebabkan pada tahun-tahun tersebut terjadi surplus produksi padi. Total
surplus produksi padi akibat pembukaan lahan sawah baru sebesar 21.986,99 ton
atau dengan nilai sekitar 94,5 milyar. Surplus ini tidak menutupi produksi padi
yang hilang pada tahun-tahun sebelumnya, karena total pembukaan lahan hanya
sebesar 3.867 hektar sedangkan total alih fungsi lahan sebesar 6.046 hektar.
Produksi padi pada sepuluh tahun terakhir masih hilang sekitar 11.185,15 ton atau
58

bernilai sekitar Rp 48.096.196.930. Nilai tersebut diperoleh dari selisih produksi


yang hilang dan surplus produksi.Dengan asumsi yang sama, perhitungan
mengenai surplus tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat
Pembukaan Lahan Sawah Baru di Kabupaten Cianjur
Tahun Produktivitas Pencetakan Surplus Surplus Nilai
Padi Sawah Sawah Baru Produksi Padi Produksi Padi (Rp)
(ton/ha) (ha) (ton)
2004 5,24 - 0 0
2005 5,30 0 0 0
2006 5,31 0 0 0
2007 5,31 411 2.182,68 9.385.518.542
2008 5,41 1.977 10.703,17 46.023.647.538
2009 5,63 0 0.00 0
2010 5,63 0 0.00 0
2011 6,03 0 0.00 0
2012 6,01 187 1.123,33 4.830.321.481
2013 6,17 1.292 7.977,80 34.304.547.938
Total 3.867 21.986,99 94.544.035.500
Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan (diolah)

6.7 Perkiraan Perubahan Luas Sawah dan Dampak Terhadap Ketahanan


Pangan di Kabupaten Cianjur
Dampak alih fungsi yang terus terjadi akan mengancam ketahanan pangan
yang ada di Kabupaten Cianjur. Permasalahan ketahanan pangan ini tidak hanya
menurunkan jumlah produksi beras tetapi juga akan mengganggu stabilitas
perkembangan penduduk, ekonomi, sosial, dan politik. Jumlah lahan sawah yang
terus menurun akan menurunkan produksi beras yang dihasilkan. Hal ini sangat
berbanding terbalik dengan adanya jumlah penduduk yang setiap tahun terus
meningkat. Simulasi ini dilakukan dengan membandingkan jumlah beras yang
dapat diproduksi dan jumlah beras yang dibutuhkan masyarakat pada tahun
mendatang.
Jumlah beras yang diproduksi diperoleh dari konversi jumlah gabah pada
satu tahun yang sama. Jumlah gabah yang diproduksi dihitung dari luas sawah
dikalikan produktivitas sawah dan jumlah musim panen. Luas sawah per tahunnya
diasumsikan berubah dengan laju sebesar -0,33 persen dan produktivitas lahan
diasumsikan berubah dengan laju 1,67 persen. Nilai tersebut didapat dari rata-rata
laju perubahan pada tahun 2004 sampai tahun 2013. Musin panen di seluruh lahan
diasumsikan sama yaitu dengan jumlah dua kali panen. Jumlah gabah tersebut
59

dikonversi dengan asumsi bahwa jumlah beras merupakan 62,74 persen dari
jumlah gabah. Jumlah kebutuhan beras masyarakat didapat dari jumlah penduduk
dikalikan jumlah konsumsi beras per kapita. Jumlah penduduk diasumsikan
berubah pertahunnya dengan laju sebesar 0,81 persen dan konsumsi beras
diasumsikan tetap yaitu 139 kg per jiwa. Berdasarkan asumsi tersebut maka
perkiraan luas sawah dan dampak terhadap ketahanan pangan dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Perkiraan Perubahan Luas Lahan dan Dampak Terhadap
Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur dengan Konsumsi
Beras Perkapita Tetap
Luas Jumlah Produksi Kebutuhan Selisih
Tahun Sawah (Ha) Penduduk Beras (Ton) Beras (Ton) Beras (Ton)
(Jiwa)
2013 59.408 2.231.107 460.299 310.124 150.175
2014 59.212 2.249.179 451.119 312.636 138.483
2015 59.017 2.267.397 442.121 315.168 126.953
2016 58.822 2.285.763 433.303 317.721 115.582
2017 58.628 2.304.278 424.661 320.295 104.366
2018 58.434 2.322.943 416.191 322.889 93.302
2019 58.241 2.341.758 407.890 325.504 82.386
2020 58.049 2.360.727 399.755 328.141 71.614
2021 57.858 2.379.849 391.782 330.799 60.983
2022 57.667 2.399.125 383.968 333.478 50.489
2023 57.476 2.418.558 376.309 336.180 40.130
2024 57.287 2.438.149 368.804 338.903 29.901
2025 57.098 2.457.898 361.448 341.648 19.801
2026 56.909 2.477.807 354.239 344.415 9.824
2027 56.721 2.497.877 347.174 347.205 -31
Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan (diolah)
Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 16 diketahui bahwa pada tahun 2027
produksi beras tidak dapat memenuhi kebutuhan beras di Kabupaten Cianjur.
Ketersediaan produksi beras lebih kecil dari kebutuhan beras pada tahun tersebut,
yaitu diperkirakan sebesar 347.174 ton dengan kebutuhan beras yang diperkirakan
sebesar 347.205 ton. Sehingga pada tahun tersebut akan terjadi kekurangan beras
yaitu sebesar 31 ton.
Kebutuhan beras per kapita Indonesia masih sangat besar dibandingkan
dengan kebutuhan beras di negara lain yaitu dua kali lipat rata-rata kebutuhan
beras dunia pertahunnya yang hanya berkisar antara 60 kg per jiwa. Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Indonesia menargetkan dapat
menekan konsumsi beras sebesar 1,5 persen per tahun. Penekanan konsumsi beras
60

ini diperoleh dengan melakukan program penganekaragaman konsumsi pangan


dari pangan lokal, seperti ubi, sagu, singkong dan jagung. Adanya asumsi tersebut
dapat menekan konsumsi beras sebesar 1,5 persen. Kebutuhan beras masyarakat
akan lebih sedikit bila ada penurunan konsumsi beras setiap tahunnya.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka simulasi mengenai ketahan pangan dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Perkiraan Perubahan Luas Lahan dan Dampak Terhadap
Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur dengan Konsumsi
Beras Perkapita Menurun
Luas Jumlah Produksi Kebutuhan Selisih
Tahun Sawah (Ha) Penduduk Beras (Ton) Beras (Ton) Beras (Ton)
(Jiwa)
2013 59.208 2.231.107 458.750 305.472 153.278
2014 59.013 2.249.179 449.600 303.327 146.273
2015 58.818 2.267.397 440.633 301.197 139.435
2016 58.624 2.285.763 431.844 299.082 132.762
2017 58.430 2.304.278 423.231 296.982 126.249
2018 58.237 2.322.943 414.790 294.897 119.893
2019 58.045 2.341.758 406.517 292.827 113.690
2020 57.854 2.360.727 398.409 290.771 107.638
2021 57.663 2.379.849 390.463 288.729 101.734
2022 57.473 2.399.125 382.675 286.702 95.973
2023 57.283 2.418.558 375.043 284.688 90.354
2024 57.094 2.438.149 367.562 282.690 84.873
2025 56.905 2.457.898 360.231 280.705 79.527
2026 56.718 2.477.807 353.047 278.734 74.313
2027 56.530 2.497.877 346.005 276.777 69.229
2028 56.344 2.518.110 339.104 274.833 64.271
2029 56.158 2.538.506 332.341 272.903 59.437
2030 55.973 2.559.068 325.712 270.987 54.725
2031 55.788 2.579.797 319.216 269.084 50.131
2032 55.604 2.600.693 312.849 267.195 45.654
2033 55.420 2.621.759 306.609 265.319 41.290
2034 55.238 2.642.995 300.494 263.456 37.038
2035 55.055 2.664.403 294.501 261.606 32.895
2036 54.874 2.685.985 288.627 259.769 28.858
2037 54.692 2.707.741 282.870 257.945 24.925
2038 54.512 2.729.674 277.229 256.134 21.094
2039 54.332 2.751.784 271.699 254.336 17.364
2040 54.153 2.774.074 266.280 252.550 13.730
2041 53.974 2.796.544 260.969 250.777 10.193
2042 53.796 2.819.196 255.764 249.016 6.749
2043 53.618 2.842.031 250.663 247.267 3.396
2044 53.441 2.865.052 245.664 245.531 133
2045 53.265 2.888.259 240.764 243.807 -3.043
Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan (diolah)
61

Berdasarkan tabel diatas, dengan adanya penurunan konsumsi beras


sebesar 1,5 persen setiap tahunnya maka Kabupaten Cianjur dapat memenuhi
kebutuhan beras masyarakatnya sampai pada tahun 2045. Penurunan konsumsi
beras tersebut menyebabkan ketahanan pangan lebih lama 18 tahun dibandingkan
dengan tidak adanya penurunan konsumsi beras. Pada tahun tersebut diperkirakan
produksi beras sekitar 240.764 ton dengan konsumsi beras masyarakat sebesar
243.807 ton. Kabupaten Cianjur akan kekurangan produksi beras sebesar -3.043
ton pada tahun 2044 jika terdapat penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 persen.

6.8 Implikasi Kebijakan


Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari karena kebutuhan lahan untuk
kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Perubahan jumlah
lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat berdampak terhadap turunnya
produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas dimana
berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Maka dari itu diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah untuk
mengatasi masalah alih fungsi ini. Dari hasil penelitian, implikasi kebijakan yang
seharusnya dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Aspek Ekonomi
a. Membangun instrumen kebijakan salah satunya adalah dengan
memberikan insentif kepada petani
Pemberian insentif dibutuhkan para petani sebagai upaya agar petani
menjaga sawah yang dimiliki. Insentif yang diberikan berupa subsidi
pupuk dan benih yang ditunjukkan untuk mengurangi biaya produksi,
sehingga mampu meningkatkan keuntungan usaha tani. Adanya
keringanan dalam membayar pajak sawah juga akan meringankan beban
petani sehingga petani akan mempertahankan sawah yang dimiliki
dibanding melakukan alih fungsi lahan pertanian yang dimililki.
Pemberian insentif diatur dalam UU No.41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
b. Membuat asuransi pertanian
62

Asuransi pertanian merupakan salah satu bentuk pembiayaan untuk


melindungi petani dari berbagai risiko usaha pertanian. Salah satu syarat
untuk menjadi peserta asuransi pertanian, petani bersepakat membayar
iuran sejumlah tertentu sebagai premi asuransi. Besaran premi asuransi
sebesar 2,5 persen – 3,5 persen dari harga pertanggungan yang ditetapkan
berdasarkan biaya produksi sesuai jenis komoditas masing-masing.
Mekanisme pelaksanaan pembayaraan ganti rugi adalah Petani/
Poktan/Gapoktan dapat mengajukan klaim ke penanggung konsorsium
melalui broker asuransi. Penanggung konsorsium akan meneliti dokumen
dan survei lapangan. Persyaratan yang telah dipenuhi kemudian disetujui
dan pembayaran klaim dilakukan kepada petani/ poktan/ gapoktan
(Kementerian Pertanian, 2012)
Studi Kasus : Asuransi Pertanian di India
 Asuransi Tanaman Hasil Pertanian
Ada dua pendekatan asuransi tanaman, yaitu (i) pendekatan individu
dimana kerugian pertanian individu menjadi dasar untuk pembayaran
ganti rugi, dan (ii) pendekatan wilayah homogen di mana area tanaman
homogen diambil sebagai unit untuk menilai besar hasil dan pembayaran
ganti rugi yang diberikan. Dalam kedua kasus dibutuhkan data hasil yang
bisa diandalkan paling tidak selama 8-10 tahun terakhir untuk
menetapkan besarnya premi.
 Skema Asuransi Tanaman Pertanian
Jumlah yang diasuransikan dapat merupakan total pengeluaran atau
kelipatannya, atau proporsi dari proyeksi pendapatan dari hasil panen
yang akan menjadi penentu nilai premi yang dibayarkan. Sedangkan
besarnya indemnity atau klaim yang bisa dibayar dihitung berdasarkan
shortfall pada rata-rata hasil panen dari keseluruhan panen yang dijamin.
Di India, Crops Insurance Bill diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan
kemudian mulai disosialisasikan berbagai skema dari asuransi tanaman
pertanian yang hingga saat ini sudah berevolusi. Beberapa fitur yang
penting dalam skema asuransi tanaman pertanian di India adalah :
- Skema berbasis pendekatan wilayah
63

Ketersediaan wilayah cukup untuk melakukan syarat minimal jumlah


tanaman percobaan penebangan (CCEs) dan mempunyai data
ketersediaan 10 tahun yang lalu. Syarat pemotongan tanaman percobaan
dilakukan untuk memperkirakan hasil dari beberapa tanaman untuk
setiap area. Ini ditetapkan 24 di tingkat kabupaten, 16 di Taluka tingkat,
10 di tingkat Mandal dan di tingkat Gram Panchayat.
- Skema asuransi ini mencakup sereal, minyak sayur, kapas, kentang,
tanaman holtikultura. Meliputi sekitar 30 tanaman di Kharif dan 35
tanaman dalam Rabi.
- Skema ini diperuntukkan bagi petani dan bersifat sukarela
Pihak asuransi wajib untuk meminjami petani dengan menyediakan
operasi pertanian musiman (SAO) dan pinjaman dari lembaga keuangan
(FIs). Pendekatan harus Bank cabang/PACs terdekat untuk kebutuhan
asuransi petani. Petani harus memiliki rekening bank dan harus mencari
asuransi dalam waktu satu bulan menanam. Petani dapat meminjam
pada bulan April hingga bulan September (Kharif), bulan Oktober
hingga bulan Maret (Rabi) atau petani meminjam bebas pada bulan
April hingga bulan Juli (Kharif), bulan Oktober hingga bulan Desember
(Rabi).
- Ada pembagian risiko antara General Insurance Corporation of India
dan pemerintah dengan rasio 2 : 1
- Jumlah maksimum yang diasuransikan adalah 100 persen dari crop
loan, yang secara bertahap akan dinaikkan menjadi 150 persen
tergantung evaluasi.
- Resiko ambang pada beras dan gandum adalah rata-rata pergerakan tiga
tahun hasil dikalikan dengan tingkat ganti rugi, sedangkan tanaman
lainnya adalah rata-rata pergerakan lima tahun hasil dikalikan dengan
tingkat ganti rugi.
- Klaim berbasis pada jumlah yang diperlukan CCEs dilakukan di bawah
estimasi umum tanaman Survey (GCES) di daerah tertentu.
64

- Subsidi sebesar 50 persen disediakan oleh negara, negara bagian dan


pemerintah pusat India dengan basis 50:50, untuk asuransi bagi petani
yang betul-betul miskin. (PELD, 2012)

b. Pengenaan pajak progresif pada pembelian lahan sawah lebih aplikatif


Upaya pencegahan alih fungsi lahan sawah sulit dilakukan, upaya yang
dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian. Pengenaan pajak pada
pembelian sawah harus disertai dengan peraturan yang tegas agar
pengenaan pajak dapat diterapkan secara optimal. Sehingga dana
penerimaan pajak tersebut dapat digunakan untuk pencetakan sawah baru
serta perbaikan irigasi.
2. Aspek Sosial
a. Memperbaiki sistem penataan kelembagaan di tingkat petani
Kelembagaan memegang peranan penting untuk menjamin suatu
program dapat berjalan terus-menerus dan mencapai tujuan.
Kelembagaan yang ada di petani adalah gapoktan. Perbaikan dalam
sistem penataan di gapoktan seperti pembelian pupuk secara terpusat,
pemasaran hasil produksi padi akan membuat petani lebih diuntungkan.
Hal ini akan membuat petani mempertahankan lahan sawahnya daripada
melakukan alih fungsi lahan.
b. Pembatasan dan pengendalian luasan, jenis, dan lokasi alih fungsi
Penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman, kawasan
bisnis, dan kawasan industri perlu dibatasi penggunaannya. Pembatasan
dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian perlu mendapat perhatian
khusus dari pemerintah seperti ditetapkan dalam sebuah peraturan daerah
tentang kebijakan dalam penggunaan lahan pertanian. Pembatasan lahan
dapat dilihat dari luasan, jenis, dan lokasi alih fungsi. Hal ini dilakukan
agar laju alih fungsi lahan tidak terlalu tinggi, sehingga dampak negatif
bagi ketahanan pangan dapat diminimalisir.
c. Mengadakan penyuluhan pertanian
65

Adanya penyuluhan pertanian mampu meningkatkan produktivitas


pertanian, sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita petani.
Keberadaan para penyuluh, memberikan masukan ide dan pendidikan
soal pertanian, baik dalam produksi dan pemasarannya. Kegiatan
penyuluhan pertanian diharapkan mampu meningkatkan peran aktif para
petani dan pelaku usaha pertanian lainnya melalui pendekatan
partisipatif. Melalui kegiatan penyuluhan, petani dapat meningkatkan
kemampuannya agar dapat mengelola usaha taninya dengan produktif,
efisien dan menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
petani dan keluarganya. Hal ini dianggap menjadi salah satu faktor yang
dapat meminimalisir terjadinya alih fungsi lahan.
3. Aspek Lingkungan
a. Memanfaatkan lahan kering yang tidak terpakai
Alih fungsi lahan sawah menjadi pemukiman atau industri telah banyak
terjadi di lahan pertanian. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif
terhadap hasil produksi padi. Untuk mencegah terjadinya hal itu,
sebaiknya pembangunan industri atau pemukiman memakai lahan selain
lahan pertanian yang produktif seperti lahan kering yang tidak terpakai.
Hal ini dapat mengurangi terjadi alih fungsi lahan pertanian.
b. Melakukan perluasan pencetakan sawah baru dan pembangunan jaringan
irigasi
Dengan adanya perluasan pencetakan sawah baru dapat mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya alih fungsi lahan sawah.
Pencetakan sawah baru dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan
ketersediaan pangan di suatu wilayah. Pembangunan jaringan irigasi
yang lebih baik juga dapat mengurangi dampak negatif akibat terjadinya
alih fungsi lahan. Perbaikan irigasi dimaksudkan agar sawah yang masih
tersisa (tidak terkonversi) memiliki kemampuan untuk meningkatkan
produktivitas lahan pertanian.
66

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perubahan laju luasan lahan sawah di Kabupaten Cianjur bersifat fluktuatif
dari tahun ke tahun. Pada periode tahun 2004 – 2013 laju luasan sawah
relatif menurun dengan rata-rata laju alih fungsi lahan sawah sebesar 0,33
persen atau sekitar 604,6 hektar. Alih fungsi terbesar terjadi pada tahun
2005, yaitu sebesar 2.814 hektar. Sebagian besar alih fungsi dilakukan
karena meningkatnya pembangunan industri dan pemukiman penduduk.
2. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten
Cianjur pada skala makro, yaitu jumlah industri dan PDRB non pertanian.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi pada skala mikro, yaitu jumlah
tanggungan petani, biaya produksi usaha tani dan proporsi pendapatan dari
hasil tani terhadap pendapatan total.
3. Pengembangan Kabupaten Cianjur merupakan perwujudan dari Rencana
Struktur Ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur Tahun 2011-
2031 yang diperuntukkan sebagai kawasan perkotaan, pusat perdagangan
dan jasa, industri dan pemukiman.
4. Akibat adanya alih fungsi lahan menyebabkan perubahan rata-rata
pendapatan total petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan mengalami
penurunan sebesar Rp. 1.041.720. Selain pendapatan, akibat adanya alih
fungsi lahan juga menyebabkan penurunan produksi padi. Produksi padi
yang hilang sebesar 33.172,15 ton atau sekitar Rp 142.640.232.430. Hasil
simulasi ketahanan pangan adalah produksi beras di Kabupaten Cianjur
tidak dapat memenuhi kebutuhan berasnya pada tahun 2027 dengan
kekurangan beras sebesar 31 ton, sedangkan jika terjadi penurunan
konsumsi beras sebesar 1,5 persen per tahun maka Kabupaten Cianjur
tidak dapat memenuhi kebutuhan beras pada tahun 2045 dengan
kekurangan beras sebesar 3.043 ton.
67

5. Implikasi kebijakan untuk mengatasi alih fungsi lahan sawah dapat


dilakukan dari berbagai aspek baik sosial, ekonomi, maupun lingkungan,
contohnya dengan memperbaiki sistem penataan kelembagaan di tingkat
petani, membangun instrumen kebijakan yang memberikan insentif kepada
petani, memanfaatkan lahan kering yang tidak terpakai.

7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, beberapa saran
direkomendasikan sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :
1. Jumlah pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cianjur perlu ditekan dengan
program Keluarga Berencana (KB), karena tingginya laju pertumbuhan
penduduk merupakan salah satu hal yang berpengaruh dalam alih fungsi
lahan pertanian.
2. Perlu adanya penyuluhan mengenai program keanekaragaman pangan
lokal untuk alternatif pangan.
3. Perlu adanya tinjauan ulang dari pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan kebijakan perizinan pembangunan yang dilakukan
dilahan pertanian terutama untuk keperluan industri dan pemukiman yang
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur.
66
69

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah F. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan


Sawah Ke Pengguna Non Pertanian Di Kabupaten Tanggerang. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Astuti D. 2011. Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan di Hulu
Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah
Tahun 2011-2031. Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik. 2013. Indonesia Dalam Angka Tahun 2013. BPS. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2004. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2006. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2005. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2007. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2006. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2008. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2007. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2009. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2008. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2010. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2009. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2011. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2010. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2012. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2011. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2013. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2012. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
. 2014. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2013. BPS.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2014. Produksi Padi Sawah.
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/menu/produksi_padi6.pdf.
diakses pada 15 Mei 2014.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura. 2014. Laporan Tahunan 2013.
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
70

Fadjarajani, S. 2001. Pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial
ekonomi pertanian di kecamatan Lembang, kabupaten Bandung
implikasinya terhadap perencanaan pengembangan wilayah. Tesis.
Instititut Teknologi Bandung. Bandung.
Fauzi A. 2010. Peran Ekonomi Kelembagaan dalam Pengelolaan Lahan
Berkelanjutan. Artikel. http://icnie.org/2010/11/peran-ekonomi-
kelembagaan-dalam-pengelolaan-lahan-berkelanjutan. diakses pada
tanggal 29 Juni 2014.
Food and Agriculture Organization of The United Nation. 1996. Trade Reforms
and Food Security: Conceptualizing The Linkages. http://www.fao.org
diakses pada 17 Juni 2014.

Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.
Gujarati D. 2002. Basic Econometrics. Mc Graw Hill. Singapore.
Ilham, et al. 2003. Perkembangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Konversi Lahan Sawah Serta Dampak Ekonominya. Bogor: IPB Press.
Irawan B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatan dan
Faktor Determinan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
ekonomi Pertanian, Bogor.
Juanda B . 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB Press.
Kementerian Pertanian. 2012. Asuransi Pertanian Melindungi Petani dan
Meningkatkan Kesejahteraan Petani.
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/asuransi-pertanian-melindungi-
dan-meningkatkan-kesejahteraan-petani. diakses pada 20 Juni 2014.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2012. Peningkatan Daya Saing


Ekonomi Lokal India. http://peld.web.id/utama/peld/peld-di-
dunia/peningkatan-daya-saing-ekonomi-lokal-india. diakses pada 16
Agustus 2014.

Kristanti YE, Permadi. 2012. Ironi Cianjur, Sawah Lenyap di Lumbung Beras.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/315411-ironi-cianjur--sawah-
lenyap-di-lumbung-beras. diakses pada 3 Mei 2014.
Nasoetion L, J Winoto. 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
Dampaknya terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Prosiding
Seminar Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Pakpahan A, N Sumaryanto, Syafa'at. 1993. Analisis Kebijaksanaan Konversi


Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
71

Pambudi A. 2008. Analisis Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Pada Lahan
Pertanian Dan Permukiman di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Jakarta.
Putri Gilang. 2013. Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja Bogor. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ruswandi A. 2005. Dampak Konversi Lahan Pertanian Perubahan Kesejahteraan


Petani dan Perkembangan Wilayah. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Ruswandi M. 2007. Konversi Lahan Pertanian dan Dinamika Perubahan
Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara. Jurnal tanah dan
Lingkungan. Bandung.
Simatupang, P. dan Irawan, B. 2003. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian :
Tinjauan Ulang Kebijakan Lahan Pertanian Abadi. Prosiding Seminar
Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Puslitbang Tanah
dan Agroklimat. Bogor.

Statistik Daerah Kecamatan Sukaluyu. 2014. Sukaluyu Dalam Angka Tahun


2013. Kabupaten Cianjur.
Sumaryanto dan Tahlim Sudaryanto. 2005. Pemahaman Dampak Negatif
Konversi Lahan Sawah Sebagai Landasan Perumusan Strategi
Pengendaliannya. Prosiding Seminar Penanganan Konversi Lahan dan
Pencapaian Pertanian Abadi. LPPM IPB. Bogor.
Sumaryanto, et al (2005). Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke.
Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun II. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Supriyadi A. 2004. Kebijakan Alih Fungsi Lahan dan Proses Konversi Lahan
(Studi kasus: Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Suwarto et al. 2008. Pilihan Petani Pada Kelembagaan Lahan Usahatani Tanaman
Pangan di Paranggupito Kabupaten Wonogiri. Universitas Negeri
Surakarta. Surakarta.
United States Agency for International Development. 1992. USAID Policy
Determinantion. http://www.usaid.gov diakses pada 17 Juni 2014.
Utama D. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan
Sawah ke Penggunaan non Sawah di Kabupaten Cirebon. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
72

Utomo. 1992. Alih Fungsi Lahan: Tinjauan Analisis dalam Makalah Seminar
Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Universitas
Lampung. Lampung.
Widjanarko et al. 2006. Aspek Pertanahan dalam Pengendaliaan Alih Fungsi
Lahan Pertanian (Sawah). Prosiding Seminar Nasional Multifungsi
Lahan Sawah. Badan Pertanahan Nasional. Jakarta.
Winoto J. 2005. Kebijakan Pengendalian Alih Funsi Tanah Pertanian dan
Implementasinya. Prosiding Seminar Penanganan Konversi Lahan dan
Pencapaian Pertanian Abadi. LPPM IPB. Bogor.

Yudhistira M Dika. 2013. Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap
Ketahanan Pangan di Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
73

LAMPIRAN
74
75

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680
Telp/ Fax. (0251) 421672

KUESIONER PENELITIAN

Nomor Responden :
Nama :
Alamat :
Tanggal Wawancara :

Kuisioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai “Analisis Dampak Alih
Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur”.
Oleh karena itu, kami mohon partisipasi Bapak/Ibu untukmengisi kuisioner ini
dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan datayang sesuai. Informasi
yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidakuntuk dipublikasikan,
dan tidak digunakan untuk kepentingan politis. Atasperhatian dan partisipasinya,
kami ucapkan terima kasih.

A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin:
1. Laki-laki b. Perempuan
2. Usia: tahun
3. Status:
1. Menikah b.Belum Menikah
4. Pendidikan formal terakhir:
a. Tidak sekolah
b. SD / sederajat Kelas: 1 2 3 4 5 6
c. SMP / sederajat Kelas: 1 2 3
d. SMA / sederajat Kelas: 1 2 3
e. Perguruan tinggi Diploma atau Sarjana
5. Apa pekerjaan Bapak/Ibu sehari-hari:
a. Bekerja, sebagai:
1) Petani
2) Pegawai Negeri Sipil
3) Karyawan Swasta
4) Pedagang/Wiraswasta
5) Lainnya _
b. Tidak bekerja
6. Jumlah tanggungan: orang
7. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara ?
a. < 500.000 Tepatnya : Rp.
76

b. 500.001 – 1.000.000 Tepatnya : Rp.


c. 1.000.001 – 1.500.000 Tepatnya : Rp.
d. 1.500.001 – 2.000.000 Tepatnya : Rp.
e. > 2.000.000 Tepatnya : Rp. _
8. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang Saudara sebutkan di atas?
a. Ya, bekerja sebagai
b. Tidak
9. Berapa lamakah anda tinggal di wilayah ini?
10. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari
pekerjaansambilan tersebut? Rp.

11. Apakah ada anggota keluarga lainnya yang bekerja?


a. Ya b. Tidak
12. Berapa rata-rata pengeluaran anda sebulan untuk keperluan:
a. Konsumsi keluarga Rp.
b. Biaya sekolah Rp.
c. Uang jajan anak Rp.
d. Listrik & telefon Rp.
e. Tabungan Rp.
f. Lainnya (arisan,dll) Rp.

B. Kondisi Pertanian
1. Pengalaman bertani : tahun
2. Keikutsertaan pada kelompok tani
 Ya, Nama poktan : Lamanya : tahun
 Tidak
3. Status kepemilikan lahan
 Milik sendiri
 Gabungan/kerjasama
 Sewa
 Lainnya
4. Luas total lahan pertanian yang dimiliki ha
5. Luas lahan sawah yang dimiliki ha
6. Luas lahan bangunan (di dalam lahan pertanian) yang dimiliki
m2
7. Jarak lahan pertanian dengan rumah km
8. Jarak lahan pertanian dengan jalan raya km
9. Jumlah panen padi per tahun kali
10. Produktivitas lahan sawah satu kali panen /ha
11. Jumlah hasil panen yang dikonsumsi sendiri adalah
12. Harga jual padi Rp /
13. Pengairan yang digunakan: a. Tadah Hujan b. Irigasi
14. Biaya pertanian untuk satu kali panen
a. Sewa lahan : e. Air :
b. Bibit : f. Pajak :
c. Pupuk : g.Transportasi :
d. Upah : h. Lainnya :
77

C. Persepsi Terhadap Alih Fungsi Lahan


1. Pernah menjual/mengubah fungsi lahan
 Ya
a. Tahun Luasnya Harga jual menjadi
b. Tahun Luasnya Harga jual menjadi
c. Tahun Luasnya Harga jual menjadi
 Tidak
2. Pendapatan hasil pertanian (padi) sebelum menjual lahan satu kali panen
Rp
3. Pernah ditawari untuk menjual lahan pertanian
 Ya
a. Tahun
b. Tahun
 Tidak
4. Pernah dapat bantuan pemerintah untuk pertanian
 Ya
a. Tahun berupa sebesar
b. Tahun berupa sebesar
c. Tahun berupa sebesar
 Tidak
5. Pernah ada penyuluhan pemerintah terhadap alih fungsi lahan
 Ya
a. Pelaku Luasnya Harga jual
b. Pelaku Luasnya Harga jual
c. Pelaku Luasnya Harga jual
 Tidak
6. Dengan keadaan sekarang, apakah saudara ada keinginan untuk menjual
lahan
 Ya
 Tidak
7. Jika seandainya lahan akan dijual, berapa harga lahan yang diinginkan
Rp
8. Jika seandainya lahan akan dijual, yang selanjutnya dilakukan petani
 Bertani tetapi pindah ke wilayah lain
 Ganti pekerjaan sebagai
 Tidak bekerja lagi
9. Hasil penjualan lahan digunakan untuk apa?
78

Lampiran 2. Peta Kabupaten Cianjur


79

Lampiran 3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur 2011-2031


80

Lampiran 4. Penurunan Luas Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur


Tahun Luas Sawah Laju Penurunan Sawah
(persen)
2004 61.587 -
2005 58.773 -4,57
2006 58.585 -0,32
2007 58.996 0,70
2008 60.973 3,35
2009 58.433 -4,17
2010 58.241 -0,33
2011 57.929 -0,54
2012 58.116 0,32
2013 59.408 2,22

Lampiran 5. Data Jumlah Penduduk Kabupaten Cianjur Tahun 2004-2013


Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Perumbuhan
Penduduk (persen)
2004 2.058.134 -
2005 2.098.644 1,97
2006 2.125.023 1,26
2007 2.127.114 0,10
2008 2.138.465 0,53
2009 2.200.346 2,89
2010 2.211.138 0,49
2011 2.171.281 -1,80
2012 2.210.267 1,80
2013 2.231.107 0,94

Lampiran 6. Data di Tingkat Wilayah yang Mempengaruhi Alih Fungsi


Lahan
Tahun Ln_Luas Ln_Jumlah Ln_Panjang Ln_PDRB non Ln_Produktivitas
Sawah Industri Aspal pertanian Padi
2004 11,04 4,50 9,68 15,00 1,66
2005 11,16 4,01 9,80 15,04 1,67
2006 11,13 4,65 10,49 14,67 1,84
2007 11,16 4,37 10,99 15,17 1,67
2008 11,01 5,08 11,29 14,93 1,23
2009 11,04 5,05 11,41 15,27 1,73
2010 11,04 5,08 11,40 15,30 1,73
2011 10,99 4,93 11,21 15,36 1,80
2012 10,99 4,57 11,42 15,43 1,61
2013 10,99 4,67 11,45 15,48 1,82
81

Lampiran 7. Hasil Regresi Linear Berganda


Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 06/20/14 Time: 10:38
Sample: 2003 2013
Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


X1 -0.135823 0.065437 -2.075642 0.0832
X2 0.022351 0.034710 0.643926 0.5434
X3 -0.167186 0.075536 -2.213327 0.0688
X4 0.073782 0.092088 0.801215 0.4536
C 13.86310 1.037643 13.36018 0.0000
R-squared 0.702671 Mean dependent var 11.05894
Adjusted R-squared 0.504451 S.D. dependent var 0.065478
S.E. of regression 0.046093 Akaike info criterion -3.013352
Sum squared resid 0.012747 Schwarz criterion -2.832490
Log likelihood 21.57344 Hannan-Quinn criter. -3.127360
F-statistic 3.544912 Durbin-Watson stat 1.863098
Prob(F-statistic) 0.081695

Histogram of Normality Test

4
Series: Residuals
Sample 2003 2013
Observations 11
3
Mean 0.000000
Median -0.010012
Maximum 0.054229
2 Minimum -0.044588
Std. Dev. 0.035704
Skewness 0.171809
Kurtosis 1.572813
1

Jarque-Bera 0.987679
Probability 0.610279
0
-0.050 -0.025 0.000 0.025 0.050 0.075
82

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:


F-statistic 0.082222 Prob. F(2,4) 0.9226
Obs*R-squared 0.434363 Prob. Chi-Square(2) 0.8048

Heteroskedasticity Test: Glejser


F-statistic 0.739988 Prob. F(4,6) 0.5979
Obs*R-squared 3.633889 Prob. Chi-Square(4) 0.4578
Scaled explained SS 0.929744 Prob. Chi-Square(4) 0.9203

Lampiran 8. Hasil Regresi Logistik

Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
1 24.025a .528 0.716
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 1 Step 30.821 5 0.000
Block 30.821 5 0.000
Model 30.821 5 0.000

Classification Tablea
Predicted
Y Percentage
Observed 0 1 Correct
Step 1 Y 0 12 4 75.0
1 3 22 88.0
Overall Percentage 82.9
a. The cut value is .500
83

Variables in the Equation


95.0% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
a
Step 1 X1 -1.991 .904 4.845 1 0.028 0.137 .023 .804
X2 .033 .067 .241 1 0.623 1.033 .907 1.178
X3 -.031 .142 .048 1 0.826 0.969 .734 1.280
X4 1.514 .779 3.775 1 0.052 4.544 .987 20.920
X5 -.073 .033 4.958 1 0.026 0.929 .871 .991
Constant 8.319 4.299 3.745 1 0.053 4.103E3
a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3, X4,
X5.

Lampiran 9. Dokumen Hasil Penelitian


84
85

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 22 Desember 1992 dari ayah Eko
Sulistyarno dan ibu Susi Riyani G. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1
Kedaton Bandar Lampung. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 29 Bandar Lampung. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan
di Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung. Pada tahun 2010, penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai sebagai staff divisi
Campus Social Responsibility di Himpunan Profesi REESA (Resources and
Environmental Economics Student Assosiation) IPB tahun 2012-2013, dan Staff
Divisi Rekreasi Variatif Keluarga Mahasiswa Lampung tahun 2011. Selain itu,
penulis pun aktif dalam berbagai kepanitiaan baik di lingkup fakultas maupun
dalam lingkup universitas.

Você também pode gostar