Você está na página 1de 12

KELOMPOK 1

“AGAMA DAN MANUSIA”

Anggota:

1. Abdul Hadi 1741223008


2. Aditya D.F.R 1641220030
3. Adiyatmansyah Budiman 1641220004

JURUSAN TEKNIK MESIN


PROGRAM STUDI OTOMOTIF ELEKTRONIK
2018
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadiran Allah yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami makna
diciptakannya manusia dan makna agama.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harap kepada pembaca untuk memberikan masukan –
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Malang, 17 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
I.I Latar Belakang ................................................................................................................................. 4
I.II Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
I.III Tujuan Masalah ............................................................................................................................ 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
II.I Manusia dan Alam Semesta .......................................................................................................... 5
II.III Hubungan Manusia dengan Agama ............................................................................................ 9
BAB III .................................................................................................................................................... 11
PENUTUP ............................................................................................................................................... 11
III.I Kesimpulan ................................................................................................................................. 11
III.II Saran .......................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 12
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk
lainnya memiliki beberapa alasan. Di antaranya bahwa manusia itu beragama, artinya
manusia mengabdi kepada Tuhan baik itu berupa Dewa, patung atau lainnya sesuai dengan
pemahaman masing-masing.

Atas dasar ini, agar kita sebagai manusia mampu menyeimbangkan sifat-sifat kita sesuai
dengan ketentuan agama, khususnya mahasiswa sangat penting memahami nilai-nilai
kemanusian dan unsur-unsur agama sebagai pedoman hidupnya. Dari beberapa fakta yang
ada, khususnya di negara-negara Barat, lebih menuhankan ilmu dan teknologi di atas
segalanya sehingga mengakibatkan beberapa kehancuran, kekacauan dan masalah-masalah
yang tidak kunjung selesai karena didasarkan pada nilai-nilai manusia yang negatif. Hal ini
tentu bertentangan dengan tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang memfokuskan pada arah
kesatuan, ketenangan dan ketentraman.

Selain sebagai persyaratan mata kuliah Pengantar Studi Islam, kami merasa sangat penting
memahami ruang lingkup sampai kepada pembahasan tentang hubungan manusia dengan
agama yang lebih dalam berdasarkan beberapa sumber yang kami ambil,

I.II Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :

1. Apa korelasi antara manusia dengan alam semesta?,


2. Apa pengertian manusia ditinjau menurut pandangan agama Islam?,
3. Apa hubungan manusia dengan agama?.

I.III Tujuan Masalah

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memberitahukan mahasiswa tentang korelasi manusia dengan alam semesta.


2. Agar mahasiswa mengetahui pengertian manusia menurut agama Islam.
3. Supaya mahasiswa memahami hubungan manusia dengan agama sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB II

PEMBAHASAN

II.I Manusia dan Alam Semesta

Sesungguhnya dilihat dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah dan alam
(semesta). Allah pencipta, sedang alam yang diciptakan. Alam adalah segala sesuatu yang
dapat ditangkap oleh pancaindera, perasaan dan pikiran, kemdati samar-samar. Mulai dari
partikel atau zarrah yakni bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi sampai kepada
jasad (tubuh) yang besar-besar, dari yang inorganik sampai pada yang organik, dari yang
paling sederhana susunan tubuhnya sampai kepada yang sangat kompleks (rumit, saling
berhubungan) seperti tubuh manusia. Ruang dan waktu adalah alam. Juga manusia termasuk
alam atau bagian alam semesta.[1]

Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama, alam semesta telah diciptakan-
Nya dengan tatanan krja yang teratur, rapi dan serasi. Keteraturan, kerapian dan keserasian
alam semesta dapat dilihat pada dua kenyataan. Pertama, berupa keteraturan, kerapian dan
keserasian dalam hubungan ilmiah antara bagian-bagian di dalamnya dengan pola saling
melengkapi dan mendukung. Perhatikan, misalnya, apa yang diberikan matahari untuk
kehidupan alam semesta. Selain berfungsi sebagai penerang di waktu siang, matahari juga
berfungsi sebagai salah satu sumber energi bagi kehidupan. Dari pancaran dan gerak edarnya
yang bekerja menurut ketentuan Allah, manusia dapat menikmati pertukaran musim,
perbedaan suhu antara satu wilayah dengan wilayah lain. Semua keteraturan dan ketentuan
yang disebabkan sistem kerja matahari itu, pada perkembangannya kemudian membentuk
sistem keteraturan dan ketentuan lain yang telah ditetapkan oleh Allah. Ingatlah, misalnya,
iklim suatu daerah yang berpengaruh pada keanekaan potensi daerah itu. Kedua, keteraturan
yang ditugaskan kepada malaikat untuk menjaga dan melaksanakannya.[2]

Kedua hal itulah yang kemudian membuat berbagai keserasian, kerapian dan keteraturan
yang kita yakini sebagai sunnatullah yakni ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah.
Melalui sunnatullah inilah, bumi dan alam semesta dapat bekerja secara sistematik menurut
suatu cara yang teratur dan rapi, berkesinambungan, tidak berubah-ubah, tetap saling
berhubungan, berketergantungan dan sekaligus secara dinamis saling melengkapi.
Perhatikanlah, misalnya, bagaimana matahari bekerja menurut ketentuan Allah. Sejak
diciptakan sampai akhir zaman, insya Allah, matahari tetap berada pada titik pusat tata surya
yang mengelilingi sumbunya. Dalam proses itu, menurut penelitian para ahli, gerak matahari
selalu ketinggalan 3 menit 56 detik dari bintang-bintang yang ada di tata surya. Karena
keterlambatan itu, dalam waktu 365 hari matahari sudah melintasi sebuah lingkaran besar
penuh di langit.[3]

Setiap waktu, secara teratur dan tetap matahari menyiramkan energinya kepada alam semesta,
tanpa bergeser dari posisi yang ditetapkan Allah baginya. Bumi, sebagai bagian alam
semesta, menyerap sinar matahari yang turun secara tetap, tidak berubah-ubah. Menurut para
ahli, sebesar seperdua milyar bagian dari seluruh pancaran matahari yang meluncur ke bumi.

Dari satu bagian tata surya saja dapat dilihat kenyataan, begitu luar biasanya keteraturan,
kerapian, keserasian dan keseimbangan yang ada pada ciptaan Allah. Tanpa ketepatan yang
sangat cermat, mustahil bumi sebagai bagian tata surya dapat mendukung kehidupan dengan
keseimbangan yang serasi. Sistem kerja seperti inilah secara faktual membuat para ahli ilmu
falak dapat meramalkan berbagai peristiwa alam seperti gerhana matahari dan bulan,
pergantian musim, curah hujan, prakiraan cuaca dan sebagainya yang sangat bertautan
dengan ketentuan-ketentuan yang telah menjadi hukum dalam sistem alam semesta.[4]

Dalam lingkup yang lain bisa pula dilihat bagaimana sunnatullah berlaku pada benda atau
makhluk lain yang sepintas lalu, dianggap tidak berguna, namun ternyata bermanfaat dan
mempengaruhi benda atau makhluk lain. Lihatlah, bagaimana tumbuh-tumbuhan yang
membusuk atau kotoran hewan yang memiliki sunatullah pada dirinya berguna sebagai pupuk
untuk menumbuhsuburkan tanaman.

Demikianlah kekuasaan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya yang menyebabkan masing-
masing bagian alam ini berada dalam ketentuan yang teratur rapi, hidup dalam suatu sistem
hubungan sebab akibat. Sampai ke benda yang sekecil apa pun, ketentuan Allah ada dan
berlaku, baik secara mikrokosmetik (berlaku terbatas pada zat benda kecil itu) maupun dalam
skalanya krokosmetik (sistem yang menyuluruh) suatu benda atau zat membentuk sunatullah
baru melalui jalin hubungan yang dibentuknya.

Sunnatullah atau huum Allah yang menyebabkan alam semesta selaras, serasi dan seimbang
dipatuhi sepenuhnya oleh partikel atau zarrah yang menjadi unsur alam semesta itu. Ada tiga
sifat utama sunatullah yang disinggung dalam al-Qur’an yang dapat ditemukan oleh ilmu
pengetahuan dalam penelitian. Ketiga sifat itu adalah ; (1) pasti, (2) tetap dan (3) objektif.[5]

Sifat sunnatullah pertama adalah pasti. Disebut di dalam al-Qur’an pada QS. al-Furqan : 2
yang terjemahan berbunyi sebagai berikut.

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan
tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu,
dan Dia menetapkan (memastikan) ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

Sifat sunnahtullah yang pasti, tentu menjamin dan memberi kemudahan kepaa manusia
membuat rancana. Seseorang yang memanfaatkan sunnatullah dalam merencakan satu
pekerjaan besar, tidak perlu ragu akan ketetapan perhitungannya. Karena, kalau dia bekerja
menurut sunnatullah Allah menjamin kebenaran perhitungannya. Dan setiap orang yang
mengikuti dengan cermat ketentuan-ketentuan yang sudah pasti itu, bisa melihat hasil
pekerjaan yang dilakukannya. Karena itu pula, keberhasilan suatu pekerjaan dapat
diperkirakan lebih dahulu. Jika dalam pelaksanaannya suatu rencana atau pekerjaan ternyata
orang itu kurang atau tidak berhasil, dapat dipastikan perhitungannyalah yang salah bukan
kepastian yang terdapat dalam sunnatullah. Manusia yang salah membuat suatu perhitungan
atau perencanaan dengan mudah dapat menelusuri kesalahan perhitungan dalam
perencanaannya.

Kenyataan tersebut di atas di dukung oleh sifat sunnatullah yang kedua yaitu tetap, tidak
berubah-ubah. Sifat ini terdapat dalam bagian QS. al-An’am:115 sebagai berikut :
115. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil.
tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar
lagi Maha mengetahui.

Sifat itu selalu terbukti dalam praktik, sehingga seorang perencana dapat menghindarkan
kerugian yang mungkin terjadi kalau suatu rencana dilaksanakan. Dengan sifat sunatullah
yang tidak berubah-ubah itu, seorang ilmuwan dapat memperkirakan gejala alam yang akan
terjadi dan memanfaatkan gejala alam itu. Seorang ilmuwan, karena itu, dengan mudah
memahami gejala alam yang satu dikaitkan dengan gejala alam lain yang senantiasa
mempunyai hubungan yang konsisten.

Sifat sunnatullah yang ketiga adalah objektif. Sifat ini tergambar pada firman Allah dalam
QS. al-Anbiya : 105

105. dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh
Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.

Arti saleh adalah baik atau benar. Orang yang baik adalah orang yang bekerja
menurut sunnatullah yang menjadi ukuran kebaikan dan kebenaran itu. Orang yang berkarya
sesuai atau menurut sunnatullah adalah orang yang baik. Kebenaran yang terdapat
dalam sunnatullah adalah kebenaran objektif, berlaku bagi siapa saja, dimana saja. Barang
siapa yang mengikuti sunnatullah apapun pertimbangannya akan mendapat kejayaan dalam
hidup dan usahanya di dunia ini. sebaliknya akan terjadi kalau orang melanggar atau tidak
mengikuti sunnatullah. Ia pasti tidak berhasil.

Contoh ekstrim berikut dapat menjelaskan apa yang dikemukakan di atas. Di suatu padang
yang luas tanpa ada bangunan atau pepohonan lain, terdapat dua menara yang menjulang
sama tingginya. Satu adalah menara masjid dan yang satu lagi menara casino (tempat
bermain judi) dengan papan iklan minuman memabukkan di atasnya. Menara masjid itu tidak
memakai penangkal petir karena pertimbangan bahwa masjid adalah bangunan untuk
mendirikan shalat dan menaranya digunakan untuk memanggil orang mengingat dan
mendekatkan diri kepada Allah. Menara casino dengan iklan minuman memabukkan di
atasnya, memakai penangkal petir memenuhi sunatullah. Dari uraian singkat ini jelas
bahwa sunnatullah itu objektif tanpa pilih kasih. Apa atau siapa saja yang tidak
mengikutinya, bahkan melanggar sunnatullahmendapat hukuman. Apapun alasan
pelanggaran itu, termasuk kebodohan dan kealpaan di dalamnya.[6]

II.II Manusia Menurut Agama Islam

Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, ia telah menjadi sasaran studi
sejak dahulu, kini dan kemudian hari. para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang
studinya masing-masing tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat
tentang manusia.

Di dalam al-Qur’an manusia disebut antara lain bani Adam (Q.S. al-Isra’
(17):70), basyar (Q.S. al-Kahfi (18):110), al-insan (QS. al-Insan (76):1) dan an-naas (Q.S.
an-Naas (114):1).[7]

Menurut ajaran Islam, manusia dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai berbagai ciri,
antara lain ciri utamanya adalah :

1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Karena keunikkannya dapat dilihat pada bentuk dan struktur tubuhnya, gejala-
gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses
pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu. Terlepas dari kesempurnaannya, manusia
memiliki kelemahan yang bersifat melekat dalam dirinya, di antaranya disebutkan di dalam
al-Qur’an adalah melampaui batas (Q.S.Yunus (10):12), zalim (Q.S.Ibrahim (14):34),
tergesa-gesa (QS. al-Isra’ (17):11) dan lain sebagainya. Namun untuk kepentingan dirinya
manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan penciptanya, dengan sesama manusia,
dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitarnya.
2. Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah. Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan
manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian melalui jalur khusus,
yaitu segala pengabdian langsung kepada Allah yang cara dan waktunya telah ditentukan
Allah sedang rinciannya disampaikan oleh Rasul-Nya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan
baik yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
3. Manusia dijadikan Tuhan untuk menjadi khalifah –Nya di bumi. Sebagaimana firman Allah
pada QS. al-Baqarah (2):30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi
khalifah-Nya di bumi. Perkataan ‘menjadi khalifah’ pada ayat tersebut mengandung makna
bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia
dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini.[8]
4. Memiliki akal, perasaan dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia
akan tunduk dan atuh kepada Allah, menjadi muslim; tetapi dengan akal dan kehendaknya
juga manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah
bahkan mengingkari-Nya. Selain itu akal, perasaan dan kemauan diberikan kepada manusia
sebagai penunjang manusia menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi. Apakah mampu
memakmurkannya atau malah merusaknya.
5. Berakhlak adalah ciri-ciri manusia yang membedakan dengan makhluk lain. Dengan potensi
akalnya manusia bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk secara bijak. Untuk
itulah Nabi salah satu pengutusannya oleh Allah guna menyempurnakan akhlak yang baik
kepada manusia.
II.III Hubungan Manusia dengan Agama

Dalam masyarakat sederhana banyak peristiwa yang terjadi dan berlangsung di sekitar
manusia dan dalam diri manusia, tetapi tidak dipahami oleh mereka. Yang tidak dipahami itu
dimasukkan ke dalam kategori gaib. Karena banyak hal atau eristiwa gaib ini menurut
pendapat mereka, mereka merasakan hidup dan kehiupan penuh dengan kegaiban.
Menghadapi peristiwa gaib ini mereka lemah tidak berdaya. Untuk menguatkan diri, mereka
mencari perlindungan pada kekuatan yang menurut anggapan mereka menguasai alam gaib
yaitu Dewa atau Tuhan. Kepercayaan dan sistem hubungan manusia dengan para Dewa atau
Tuhan itu membnetuk agama. Manusia, karena itu, dalam masyarakat sederhana mempunyai
hubungan erat dengan agama. Gambaran itu berlaku di seluruh dunia.[9]

Dalam masyarakat modern yaitu masyarakat yang telah maju, mayarakat yang telah
memahami peristiwa-peristiwa alam dan dirinya melalui ilmu pengetahuan, ketergantungan
kepada kekuatan yang menguasai gaib dalam masyarakat sederhana, menjadi berkurang
bahkan di beberapa tempat bagian dunia hilang.

Hubungan manusia dengan agama sangat berpengaruh besar bagi masyarakat modern seperti
sekarang ini. Terlebih di negara-negara barat dengan mengenyampingkan agama dan
menempatkan ilmu dan akal manusia semata-mata sebagai satu-satunya ukuran menilai
segala-galanya, yaitu paham yang menjadikan manusia sebagai pusat. Pemahaman tersebut
telah menyebabkan berbagai krisis dan malapetaka dan karena pengalaman itu, kini manusia
di bagian dunia mulai beralih perhatiannya kepada agama. Ini disebakan karena beberapa hal,
diantaranya yaitu, yang pertama para ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama di
seluruh dunia kembali kepada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya. Lalu yang
kedua karena harapan manusia kepada otak manusia untuk memecahkan segala masalah yang
dihadapinya pada abad-abad yang lalu, ternyata tidak terwujud.

Akibat dari pemahaman yang mengatakan ilmu dan akal segalanya, orang menjadi ragu atau
tidak sepenuhnya lagi percaya kepada kemampuan manusia untuk memperbaiki kehidupan
yang bahagia tanpa agama. Dengan sains dan teknologi, memang kehidupan manusia menjadi
senang, tetapi perkembangan sains dan teknologi, terutama teknologi perang, menyebabkan
kehidupan manusia, seluruhnya menjadi tidak tenang. Perang dunia pertama dan kedua yang
terjadi di abad ini telah membuktikan bahwa teknologi yang amat maju dengan mudah
memusnahkan kehidupan manusia dan kemanusiaan. Untuk mengendalikan teknologi yang
maju itulah, kini manusia memerlukan kembali, lebih dari masa yang lampau, pedoman dan
pegangan hidup yang sejati, yaitu agama yang mampu mengendalikan dan mengarahkan
penggunaan teknologi untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Dengan panduan
agama, terutama agama yang berasal dari Allah, teknologi dapat dikembangkan dan
diarahkan untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan, membawa keselamatan dan
kebahagiaan umat manusia.

Salah satunya adalah agama Islam, agama akhir yang tetap mutakhir, agama yang selalu
mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat kauniyah
yang terbentang di alam semesta dan memahami ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat di dalam
al-Qur’an.
Di kalangan cendekiawan muslim Indonesia ada pemikiran untuk memadukan ilmu dengan
agama, mengendalikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama agar
ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar menjadi alat untuk mewujudkan kesejahteraan
manusia, terutama pada abad XXI yang akan datang. Ini juga menjadi kehendak bangsa
Indonesia. Pengembangan dan penerapan teknologi di tanah air kita, demikian dalam GBHN
1993, harus senantiasa antara lain, berpedoman pada nilai-nilai agama yang dalam GBHN
1993 itu disebut dengan istilah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai agama, karena itu, budaya Indonesia akan menjadi pengendali perkembangan sains dan
teknologi di tanah air kita. Kalau dirumuskan secara singkat pengembangan iptek harus
selaras dan menyatu dengan pengembangan imtak (iman dan takwa) sebagai komponen inti
ajaran agama. Dengan kata lain, iptek dan imtak menjadi satu dan padu. Tidak ada salahnya
kalau disebut sebagai contoh, salah satu universitas di tanah air kita yang dengan tegas
menyatakan bahwa iptek (misalnya teknologi kedokteran) tidak boleh dipergunakan merusak
manusia dan kehidupan manusia adalah Universitas Indonesia yang terlihat pada kerangka
kebijaksanaan yang terdapat pada lambang universitas itu.[10]

Sebagai penutup butir ini agaknya tidak salahnya juga kalau dikemukakan sebagai informasi
bahwa dikalangan ilmuwan Islam penyatuan agama dan ilmu telah menjadi cita-cita. Dengan
mengikuti tradisi yang dikembangkan oleh Ghazali dengan ilmu fardu ‘ain, yaitu ilmu yang
wajib dituntut, diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim dan ilmu fardu kifayah, yaitu
ilmu yang kalau sudah dituntut orang lain, tidak diwajibkan yang lain menuntutnya pula, Ibnu
Khaldun dengan ladunni atau ilmu yang diperoleh dari Allah tanpa usaha manusia dan insani
yaitu ilmu hasil penalaran manusia.

Ilmu pengetahuan dibagi dua. Pembagian ilmu ke dalam dua kelompok ini dipertegas oleh
Konferensi Pendidikan Islam di Mekkah tahun 1977 dengan nama (1) revealed knowledge,
yaitu ilmu pengetahuan yang diwahyukan dan (2) acquired knowledge, yaitu ilmu
pengetahuan hasil nalar manusia. Di kurikulum Universitas Islam Antar Bangsa Kuala
Lumpur, ilmu yang terdapat di dalam al-Qur’an (revealed knowledge) itu disebut ilmu ilahi
(ilmu Allah) sedang ilmu yang dikembangkan dari hasil penalaran (acquired
knowledge) disebut ilmu insani. Di dalam kepustakaan Islam ilmu jenis pertama disebut ilmu
yang bersumber dari wahyu, sedang ilmu jenis kedua disebut ilmu yang bersumber
dari ra’yu (penalaran). Kedua macam ilmu ini perlu dibedakan tetapi tidak boleh dipisahkan
seperti tradisi ilmu yang berasal dari barat (semata-mata insani) yang diajarkan di perguruan-
perguruan tinggi, juga di perguruan tinggi di tanah air kita. Dalam kebangkitan Islam dan
untuk kejayaan umat Islam di masa yang akan datang, kedua ilmu itu seyogyanya
dipergunakan. Ilmu ilahi atau ilmu yang datang dari Allah yang terdapat dalam ajaran agama
menjadi dasar atau titik toak pengembangan agama menjadi dasar yang dikembangkan oleh
penalaran manusia. Ilmu insani tidak boleh bertentangan dengan ilmu Ilahi.[11]
BAB III

PENUTUP

III.I Kesimpulan

Allah menciptakan alam semesta ini, memiliki bentuk kerapihan, keserasian yang sangat
mengagumkan dan saling berhubungan antar makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya.
Atas dasar sunatullah, penciptaan alam semesta khususnya bumi, sebagai tempat manusia
dan makhluk hidup lainnya memiliki penghidupan. Terlebih Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini, dengan artian bahwa semua penciptaan ditujukan untuk
kemaslahatan kehidupan manusia itu sendiri. Hanya tinggal manusianya saja, apakah mampu
mengelola kekayaan bumi untuk kemaslahatan bersama atau menjadikan sebab akibat suatu
musibah hasil dari kerserakahan, ketidakpedulian manusia kepada lingkungan dan alam
semesta ini.

Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna, memilki beberapa keunggulan
dibandingkan makhluk lainnya. Di antaranya adalah manusia memiliki potensi berupa akal
dan kemauan, manusia dikhususkan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi,
manusia memiliki akhlak yang bersumber dari akal pikiran dan kehendaknya yang
menentukan.

Sebab manusia memiliki dua sisi, yaitu baik dan buruk. Maka agama sangat penting perannya
untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup manusia. Agar manusia mengetahui batasan-
batasan yang harus dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan. Sehingga dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, agama mampu menjadi penyeimbang agar
manusia menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan untuk kehancuran.

III.II Saran

Sebagai mahasiswa, penerus cendekiawan-cendikiawan yang baru di masa mendatang. Sudah


seharusnya kita mempelajari pengetahuan dan menguasainya diimbangi dengan nilai-nilai
agama yang ada, untuk menciptakan sebuah kesempurnaan bahwa pengetahuan dengan
diimbangi ketakwaan akan jauh lebih bermanfaat ketimbang mengandalkan pengetahuan
semata.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahim, M. Imaduddin: Islam Sistem Nilai Terpadu, Jakarta, t.p. 1996.

Ali S.H, Prof. H. Mohammad Daud: Pendidikan Islam, Jakarta, Rajawali Pers,2011.

Raliby, Osman: Allah, Alam dan Manusia, Jakarta, Fajar Sidiq, t.t.

Rasyid, N.A.: Manusia dalam Konsepsi Islam, Jakarta, Karya Indah, 1983.

Rasjidi, H.M.: Koreksi tentang Sekularisme, Jakarta, Bulan Bintang, 1972.

Soedirman, Basofi M: Eksistensi Manusia dan Agama, Jakarta, Annash, 1995.

[1] Lihat Osman Raliby, Allah, Alam dan Manusia, Jakarta: Fajar Sidiq, 1998, hal. 33.

[2] Lihat Basofi M. Soedirman, Eksistensi Manusia dan Agama, Jakarta: Annash, 1995, hal.1.

[3] Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H, Pendidikan Agama Islam, Rajawali Pers, 2011. hal.2-
3.

[4] Basofi M. Soedirman, op.cit. hal. 3-4.

[5] M. Imamuddin Adulrahim, Islam Sistem Nilai Terpadu, Jakarta: t.p, 1996. hal:30.

[6] M. Imamuddin Abdulrahim. Op.cit. hal.26-35.

[7] N.A. Rasyid, Manusia dalam Konsepsi Islam, Jakarta: Karya ndah, 1983. hal. 19.

[8] H. M. Rasjidi, Koreksi tentang Sekularitas, Bulan Bintang, 1972.hal.71.

[9] Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. op.cit. hal.40.

[10] Prof. H. Mohammad Daud Ali, S. H. Op.cit. hal.46-47.

[11] Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. op.cit. hal.48-49.

Você também pode gostar