Você está na página 1de 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/279806756

Permasalahan Terkait Obat (Drug Related Problems/DRPs) pada


Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis dengan Penyulit Penyakit Arteri
Koroner / Drug Related Problems in the Management...

Article · June 2015


DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.2.141

CITATIONS READS

0 10,218

6 authors, including:

Zulfan Zazuli Siti Saidah


Academisch Medisch Centrum Universiteit van Amsterdam Universitas Gunadarma
14 PUBLICATIONS   9 CITATIONS    4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Keri Lestari
Universitas Padjadjaran
29 PUBLICATIONS   109 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Potential effect of nutmeg for preventing sarcopenia in aging rats View project

Genetic variations and nephrotoxicity of cisplatin-based chemotherapy View project

All content following this page was uploaded by Zulfan Zazuli on 07 July 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Juni 2015 Tersedia online pada:
Vol. 4 No. 2, hlm 141–150 http://ijcp.or.id
ISSN: 2252–6218 DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.2.141
Laporan Kasus

Permasalahan Terkait Obat (Drug Related Problems/DRPs) pada


Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis dengan Penyulit
Penyakit Arteri Koroner

Winda H. Furqani1, Zulfan Zazuli1, Nabilah Nadhif2, Siti Saidah3,


Rizky Abdulah1, Keri Lestari1
1
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Sumedang, Indonesia , 2Institut Teknologi
Bandung, Bandung, Indonesia, 3Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, Indonesia

Abstrak
Masalah terkait obat (DRPs) didefinisikan sebagai setiap kondisi dalam penatalaksanaan terapi pasien
yang menyebabkan, atau berpotensi menyebabkan tidak tercapainya hasil terapi yang optimal. Pada
penelitian ini dilakukan identifikasi DRPs pada pasien wanita berusia 59 tahun yang didiagnosis penyakit
ginjal kronis dengan penyulit penyakit arteri koroner dan gangren di tangan kiri (jari ke-3). Pasien
diketahui mempunyai riwayat diabetes melitus sejak dua hingga tiga tahun yang lalu. Melalui kajian
DRPs ditemukan permasalahan terkait obat, yaitu adanya terapi obat yang tidak diperlukan (pemberian
kalsium polistiren sulfonat), ketidaktepatan pemilihan antibiotik, ketidaktepatan dosis (pemberian
amoksisilin dan kaptopril), dan risiko interaksi obat-obat merugikan (interaksi kaptopril– furosemid,
kaptopril–isosorbid dinitrat, dan kaptopril–natrium bikarbonat). Pasien penyakit ginjal kronis dengan
penyulit penyakit arteri koroner menerima terapi obat yang kompleks sehingga meningkatkan risiko
terjadinya DRPs. Keterlibatan apoteker klinis di rumah sakit dalam penatalaksanaan penyakit yang
kompleks diperlukan untuk mengoptimalkan terapi, meminimalisir risiko DRPs, dan meningkatkan
kualitas hidup pasien.

Kata kunci: Drug related problems, penyakit ginjal kronis, penyakit arteri koroner

Drug Related Problems in the Management of Chronic Kidney Disease with


Coronary Artery Disease
Abstract
Drug related problems were defined as conditions on patient’s therapy management that caused, or
potentially caused unsuccessful therapy. In this study, DRPs were identified on a 59 years old woman
who was diagnosed with chronic kidney disease and coronary artery disease with gangrene on the left
hand (the third finger). The patient also had a diabetes mellitus for two until three years ago. Drug
related problems (DRPs) were found in this patient. Unnecessary drug therapy (administration of
calsium polystirene sulfonate), inappropriate choosen antibiotic, inappropriate dosing (administration
of amoxicillin and captopril), and risks drug interactions (captopril–furosemide, captopril–isosorbide
dinitrate, and captopril–sodium bicarbonate). Patients with chronic kidney disease and coronary artery
disease received complex drug therapy. These condition lead to higer risk of DRPs. The involvement
of clinical pharmacist in interdisciplinary team for management of complex diseases was needed to
monitor drug therapy to optimizing the therapy, minimalizing the risk of DRPs, and improving patient’s
quality of life.

Key words: Drug related problems, chronic kidney disease, coronary artery disease

Korespondensi: Winda H. Furqani, S.Farm., Apt., Magister Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran, Bandung, Indonesia, email: w.haniva@gmail.com
Naskah diterima: 6 Oktober 2014, Diterima untuk diterbitkan: 12 Februari 2014, Diterbitkan: 1 Juni 2015

141
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

Pendahuluan potensi munculnya DRPs di tengah berbagai


keterbatasan fasilitas dan sarana-prasarana
Penatalaksanaan terapi untuk penyakit ginjal penunjang, serta pengaruh faktor finansial,
kronis (chronic kidney disease/CKD) dengan seperti keterbatasan pembiayaan pelayanan
penyulit penyakit arteri koroner (coronary kesehatan.
artery disease/CAD) merupakan terapi yang
kompleks.1 Pasien umumnya menerima terapi Presentasi Kasus
multiobat sehingga terdapat risiko terjadinya
permasalahan terkait obat (DRPs, drug related Seorang wanita berusia 59 tahun dengan berat
problems).1,2 Perubahan fisiologi yang terjadi badan awal 73 kg dan tinggi badan 156 cm
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal didiagnosis menderita penyakit ginjal kronis
juga menambah kerumitan terapi. Beberapa dan penyakit arteri koroner. Pasien merupakan
hasil penelitian menyatakan bahwa insidensi peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
kejadian terkait obat yang tidak diharapkan Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan
lebih tinggi pada pasien dengan CKD jika utama pusing yang terasa berputar sejak
dibandingkan pasien tanpa gangguan ginjal.2 10 hari sebelum masuk rumah sakit, mual,
Pendekatan interdisiplin dengan keterlibatan muntah, dan tekanan darah yang meningkat.
apoteker klinis secara aktif diperlukan dalam Saat masuk rumah sakit, diagnosis awal
penatalaksanaan penyakit ini. Suatu studi pasien adalah penyakit jantung hipertensi,
kajian sistematik menyatakan bahwa terdapat suspek gagal jantung kongestif, dan gagal
dampak positif dengan adanya keterlibatan ginjal kronis. Pasien merasa tubuhnya lemas,
langsung apoteker klinis dalam pelayanan serta terdapat nyeri dada dan sesak. Setelah
terhadap pasien.1,3 3 hari dirawat, pasien mengeluh gangren di
Studi kasus ini diamati di suatu rumah sakit tangan kiri jari ketiga menjadi lebih parah.
daerah tipe B nonpendidikan. Laporan kasus Ayah kandung dari pasien diketahui
ini diharapkan dapat memberikan gambaran menderita diabetes mellitus (DM). Pasien
kepada apoteker klinis mengenai perlunya juga didiagnosis menderita DM sekitar 2–3
pemantauan terapi serta lebih kritis terhadap tahun yang lalu disertai penyakit jantung
terapi yang diterima pasien, terutama pasien dan gangren di kaki dan tangan sekitar 1
dengan kondisi khusus seperti gagal ginjal tahun yang lalu. Pasien mengaku mengalami
dengan komplikasi agar DRPs dapat dicegah. penurunan berat badan dari 104 kg, saat
Selain itu, laporan kasus ini juga diharapkan belum didiagnosis DM, menjadi 73 kg.
dapat turut memberikan gambaran mengenai Pasien mengeluh penglihatannya sudah

Tabel 1 Pengukuran Petanda Vital Pasien


Pemeriksaan Pasien (Hari ke-)
Parameter
1 2 3 4 5 6 7 8
Tekanan darah 150/90 140/90 140/90 140/80 140/90 140/90 150/80 120/80
(mmHg)
Nadi 86 84 88 88 82 80 80 80
(x/menit)
Laju pernapasan 24 22 22 22 22 20 22 20
(x/menit)
Suhu (°C) 37,3 36 36,5 36,5 36 36 36,3 36

142
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

mulai tidak jelas atau kabur. Pasien mengaku hanya berdasarkan pada kondisi klinis pasien.
tidak memiliki riwayat alergi obat maupun Pada hari pertama perawatan pasien, hasil
makanan. Pada saat keluar dari rumah sakit, dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan
diagnosa akhir pasien adalah penyakit ginjal nilai tidak normal pada nilai hemoglobin,
kronis dengan penyulit penyakit arteri koroner hematokrit, leukosit, glukosa darah sewaktu,
dan gangren derajat 3 di tangan kiri (jari ke 3). ureum, dan kreatinin. Hasil pemeriksaan foto
Pengukuran petanda vital dan pemantauan toraks menunjukkan kardiomegali ringan
gejala klinis menunjukkan bahwa kondisi dan hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular
pasien cenderung membaik dari hari ke hari, hypertrophy/LVH). Nilai indeks massa tubuh
dibandingkan dengan saat awal masuk rumah (body mass index/BMI) pasien adalah 29,9
sakit. Keluhan lemas, sesak, dan nyeri dada sehingga termasuk pada kategori overweight.
masih ada sejak hari pertama hingga ketujuh Estimasi bersihan kreatinin (ClCr) pasien
walaupun keluhan sesak terasa berkurang dengan metode Cockroft-Gault adalah 7,66
sejak hari keempat. Sejak hari ke-4 hingga mL/menit/1,73 m2, sedangkan laju filtrasi
ke-8, nyeri dada juga berangsur menghilang. glomerulus (LFG) yang ditetapkan dengan
Namun, pada hari ketiga pasien mengeluh metode MDRD (modification of diet in
gangren di tangan kirinya semakin parah. renal disease)4 adalah 3,16 mL/menit/1,73
Pasien dipulangkan dengan status mengalami m2. Nilai ClCr pasien menandakan pasien
perbaikan. mengalami penyakit ginjal tahap akhir (end-
Pemeriksaan laboratorium pasien hanya stage renal disease/ESRD) dan nilai LFG
dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada hari menandakan pasien mengalami gagal ginjal
ke-1, ke-2, dan ke-8 perawatan. Dokter tidak dan diindikasikan untuk hemodialisis.
melakukan pemeriksaan labarotorium secara Pada hari kedelapan, pasien menerima
rutin dengan alasan hasil dari pemeriksaan perawatan hemodialisis dan nilai bersihan
laboratorium sering terlambat keluar sehingga kreatinin pasien lalu mengalami perbaikan.
tidak menggambarkan kondisi aktual pasien. Pasien memperoleh terapi kaptopril 2 x 25
Selain itu, keterbatasan pembiayaan dalam mg, isosorbid dinitrat 1 x 5 mg, asetosal 1 x
JKN juga menjadi pertimbangan dokter untuk 80 mg, furosemid 1 x 40 mg, ketoasid 3 x 1
tidak melakukan pemeriksaan laboratorium kapsul, kalsium polistiren sulfonat 3 x 5 g,
secara rutin. Instalasi patologi klinik rumah natrium bikarbonat 3 x 500 mg, asam folat 3
sakit yang bersangkutan juga tidak memiliki x 1 mg, dan amoksisilin 4 x 500 mg. Kondisi
fasilitas untuk kultur mikroba sehingga dokter gangren pasien tidak mengalami perbaikan.
cenderung melakukan penilaian kondisi pasien Dokter lalu menyarankan untuk melakukan

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan Pasien (Hari ke-)
Parameter Nilai Normal
1 2 8

Hemoglobin 12–14 g/dL 7,5 7,8


Hematokrit 36–45% 23
Leukosit 4.000–10.000/mm3 12.900
Glukosa darah sewaktu <140 mg% 143
Ureum 20–40 mg% 221 90
Kreatinin 0,8–1,3 mg% 12,6 4,4
Kalium 3,5–5,5 mmol/L 4,87

143
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

Tabel 3 Terapi Obat yang Diterima Pasien


Waktu Hari ke-
Terapi Rute Dosis
Pemberian 1 2 3 4 5 6 7 8
Ringer asetat iv √ x
NaCl 0,9% iv √ x
Ringer laktat iv √ √ √ x
D5% iv √ √
Kaptopril po 2x 25mg pa-so √ √ √ √ √ √ √
Isosorbid dinitrat po 3x 5mg pa-si-so √ √ √ √ √ √ √ √
Asetosal po 1x 80mg Pa √ √ √ √ √ √ √
Furosemid po 1x 40mg pa √ √ x
iv IGD
Ketoacid po 3x 1 kap pa-si-so √ √ √ √ √ √ √
Kalsium polistiren po 3x 5 g pa-si-so √ √ √ √ √ x
sulfonat
Natrium bikarbonat po 3x 500 mg pa-si-so √ √ √ √ √
Asam folat po 3x 1mg pa-si-so √ √ √ √ √ √ √ √
Amooksisilin po 4x 500mg pa-si-so-ma √ √ √ √ √ √ √ √
Transfusi PRC iv 1 unit Intra-HD √ x
Keterangan: X: pemberian obat dihentikan; pa: pagi; si: siang; so: sore; ma: malam.

pembedahan terhadap bagian tubuh yang berikut: (1) indikasi yang tidak ditangani,
terkena gangren. Namun, pasien menolak (2) pemilihan obat tidak tepat untuk kondisi
untuk dibedah saat dalam perawatan dan tertentu, (3) dosis subterapi, overdosis, (4)
meminta pembedahan dilakukan beberapa kegagalan menerima manfaat penuh dari
waktu setelah pasien diperbolehkan pulang. terapi, (5) kejadian terkait obat yang tidak
diharapkan aktual dan potensial, (6) interaksi
Pembahasan obat-obat, obat-penyakit, obat-makanan,
dan obat-pemeriksaan laboratorium aktual
CKD berasosiasi dengan peningkatan risiko dan potensial yang signifikan secara klinis,
penyakit kardiovaskular. Gangguan pada (7) pengobatan tanpa indikasi,7 (8) bentuk
sistem kardiovaskular, salah satunya adalah sediaan, jadwal pemberian, rute pemberian,
CAD, menjadi penyebab utama kesakitan dan atau metode pemberian obat yang tidak tepat,
kematian pada pasien dengan penyakit ginjal (9) duplikasi terapi, (10) peresepan obat untuk
kronis yang menerima hemodialisis dan pasien yang alergi terhadap obat tersebut,
dialisis peritoneal.5 Risiko CAD meningkat (11) interferensi terapi akibat penggunaan
seiring dengan penurunan nilai LFG.5 Selain obat rekreasional, (12) masalah yang muncul
itu, pasien CKD usia lanjut yang menerima akibat dampak dari finansial terapi (13)
hemodialisis mengalami peningkatan pada kurangnya pemahaman terhadap terapi, dan
risiko CAD dan kematian setelah terjadinya (14) kegagalan terapi akibat ketidakpatuhan
penyakit koroner akut.5 pasien terhadap regimen terapi.8
DRPs didefinisikan sebagai setiap kondisi DRPs yang mencakup kejadian reaksi obat
dalam penatalaksanaan terapi pasien yang merugikan (ROM), pemberian terapi obat
menyebabkan, atau berpotensi menyebabkan, yang tidak perlu, pemilihan obat yang tidak
tidak tercapainya hasil terapi yang maksimal.6 tepat, dan indikasi yang tidak tertangani,
American Society of Hospital Pharmacy diketahui umum terjadi pada pasien yang
(ASHP) mengklasifikasikan DRPs sebagai dirawat di rumah sakit, dengan insidensi

144
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

Tabel 4 DRPs pada Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis dengan Penyulit Penyakit Arteri
Koroner
No. Penatalaksanaan Penyakit Pasien Jenis DRP
1 Kalsium polistiren sulfonat Pemilihan obat tidak tepat
2 Amoksisilin sebagai antibiotik empiris Pemilihan obat tidak tepat
3 Kaptopril Dosis tidak tepat, pemilihan obat sebagai terapi tunggal
tidak tepat
4 Kadar glukosa darah pasien tinggi dan Indikasi yang tidak ditangani
tidak diperiksa secara berkala
5 Kaptopril – furosemide Potensi interaksi obat-obat
6 Kaptopril – isosorbid dinitrat Potensi interaksi obat-obat
7 Kaptopril – natrium bikarbonat Potensi interaksi obat-obat

yang dilaporkan mencapai 25%.9 Polifarmasi, mengekskresikan ion kalium lebih banyak
ketidakpatuhan terhadap terapi yang rendah, daripada usus halus. Penghentian terapi ini
dan perubahan dosis yang sering, serta usia disarankan, namun harus disertai dengan
lanjut diketahui berkaitan dengan peningkatan pemantauan kadar elektrolit (K+, Na+, Ca2+,
risiko kejadian DRPs.3,9,10 Cl- dan PO43-).
Jumlah DRPs yang terjadi pada pasien Pemilihan antibiotik amoksisilin sebagai
berhubungan secara linear dengan jumlah terapi empiris untuk gangren ringan hingga
obat yang dikonsumsi pasien.10 Pada pasien sedang juga dinilai kurang bijak karena
ESRD yang menerima hemodialisis, diketahui tidak sesuai dengan pilihan antibiotik yang
bahwa pasien menerima rata-rata 12 jenis direkomendasikan. Tatalaksana pemilihan
obat dan mengalami rata-rata enam penyakit antibiotik untuk gangren tidak ditemukan di
penyulit atau komorbiditas.1 Keterlibatan rumah sakit tempat studi kasus ini dilakukan.
dari apoteker klinis dalam tim interdisplin Berdasarkan dari studi literatur, antibiotik
medis diharapkan dapat mencegah terjadinya yang direkomendasikan untuk kasus ini antara
DRPs, progresi penyakit, dan perkembangan lain klindamisin, sefaleksin, levofloksasin,
penyakit penyulit, serta meningkatkan kualitas atau amoksisilin-asam klavulanat.12 Akan
hidup pasien.3 Dalam penelitian ini, hasil tetapi, karena pasien pada studi kasus ini
pemantauan terapi obat menunjukkan adanya adalah peserta JKN, maka pilihan antibiotik
DRPs yang terjadi yang dapat menyebabkan yang dapat digunakan adalah antibiotik
hasil terapi pasien tidak maksimal. levofloksasin, klindamisin, dan sefaleksin.13
Pemberian kalsium polistiren sulfonat Amoksisilin-asam klavulanat tidak termasuk
dinilai kurang bijak karena pasien tidak dalam Formularium Nasional JKN.
mengalami hiperkalemia ditandai dengan Bakteri yang berpotensi menyebabkan
serum kalium yang masih berada dalam gangren pada pasien di antaranya adalah
rentang normal. Kalsium polistiren sulfonat MSSA (methicillin-sensitive S. aureus),
diindikasikan untuk menangani hiperkalemia MRSA (methicillin-resistant S. aureus),
dengan berperan sebagai resin penukar kation Streptococcus spp, atau bakteri anaerob.12
(ion kalsium) dengan kalium sehingga kalium Idealnya, kultur kuman diperlukan untuk
yang berasal dari makanan tidak diabsorpsi di memastikan terapi definitif mengingat
usus besar dan dibuang bersama feses (1 mEq levofloksasin suboptimal terhadap S. aureus.12
Ca2+ menukar 2 mEq K+).11 Sebagian besar Namun, tidak tersedianya laboratorium untuk
mekanisme aksi ini terjadi di usus besar yang uji kultur kuman di rumah sakit bersangkutan

145
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

sehingga pemilihan antibiotik hanya dapat selama perawatan tekanan darah pasien
dilakukan secara empiris. Dengan demikian, tidak terkontrol secara optimal. Pemilihan
pilihan terapi yang dapat diberikan kepada kaptopril sebagai antihipertensi tunggal tidak
pasien adalah dengan antibiotik klindamisin menghasilkan luaran terapi yang diharapkan
atau sefaleksin karena spektrum yang relatif (target tekanan darah adalah <140/90 mmHg).17
luas dan mencakup bakteri anaerobik.12 Pada pasien dengan penyulit penyakit
Antibiotik yang tersedia di Instalasi Farmasi diabetes melitus atau penyakit ginjal kronis,
rumah sakit bersangkutan pada saat pasien di JNC 8 telah merekomendasikan penggunaan
rawat adalah klindamisin. Dosis klindamisin antihipertensi kombinasi dengan dosis titrasi
tidak membutuhkan penyesuaian pada pasien apabila target tekanan darah pada pasien
gangguan fungsi ginjal.14 Rekomendasi dosis tidak tercapai.17 Pemberian antihipertensi
klindamisin adalah 300 mg pada setiap 8 golongan diuretik thiazide dengan dosis
jam. Penyesuaian dosis akibat kondisi pasien titrasi17direkomendasikan pada hari keempat.
yang overweight tidak signifikan karena Namun, rekomendasi ini juga tidak dijalankan
klindamisin aktif cenderung hidrofil.14 Bila sehingga tekanan darah pasien selama
infeksi berkembang menjadi infeksi sedang, perawatan tetap berkisar antara 150/90
literatur merekomendasikan penggunaan mmHg dan 140/80 mmHg.
kombinasi dari klindamisin dengan kuinolon Dengan adanya riwayat DM pada pasien
(levofloksasin atau siprofloksasin).12 Namun, dan gangren yang sedang dialami pasien,
mempertimbangkan nilai GFR pasien yang pemantauan kadar glukosa darah secara rutin
sangat rendah (<10 mL/menit) penggunaan sangat diperlukan pada pasien serta diberikan
kuinolon sebaiknya dihindari. Rekomendasi obat antidiabetes (OAD) jika diperlukan.
durasi terapi antibiotik untuk gangren yaitu 1 Namun, pada kasus ini, pemeriksaan kadar
hingga 2 minggu.12 Rekomendasi mengenai glukosa darah hanya dilakukan satu kali, yaitu
pemilihan antibiotik ini tidak dijalankan saat pasien baru masuk rumah sakit dan pasien
sehingga infeksi tidak mengalami perbaikan. tidak diberikan OAD. Pemantauan kembali
Dokter lalu menyarankan untuk dilakukannya terhadap kadar glukosa darah sewaktu dan
pembedahan terhadap gangren, namun pasien kadar glukosa darah 2 jam post-prandial di
meminta penundaan pembedahan. hari rawat selanjutnya tidak dilakukan untuk
Ketidaktepatan pada dosis berupa dosis mengkonfirmasi kondisi diabetes pasien,
berlebih terjadi pada pemberian kaptopril. padahal tidak ada jaminan glukosa darah
Pemberian kaptopril pada pasien dengan pasien stabil saat berada di rumah sakit. Bila
GFR <10 mL/menit sebaiknya dilakukan kadar glukosa darah pasien menunjukkan
dengan titrasi dosis, yaitu diberikan sebanyak nilai di atas normal, maka terapi lini pertama
50% dari dosis lazim setiap 24 jam (25 mg/ yang dapat direkomendasikan untuk pasien
hari yang diberikan dalam dua dosis terbagi ini adalah OAD golongan tiazolidindion
atau 2 x 12,5 mg), disertai monitoring kadar (misal: pioglitazon, rosiglitazon), DPP-4
ureum, kreatinin, dan kalium secara berkala, inhibitor (sitagliptin, vildagliptin), ataupun
kemudian ditingkatkan perlahan hingga dosis golongan insulin.18,19 Waktu paruh eliminasi
rekomendasi (50 mg/hari yang diberikan pioglitazon dan rosiglitazon tidak berubah
dalam dua dosis terbagi atau 2 x 25 mg).15,16 pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
Rekomendasi ini juga tetap tidak dijalankan sedang dan berat, sehingga tidak diperlukan
sehingga walaupun tekanan darah pasien penyesuaian dosis. Namun, tiazolidindion
mengalami perbaikan dan tekanan darah dapat mengeksaserbasi CHF pada beberapa
saat keluar dari rumah sakit adalah normal, pasien sehingga penggunaannya pada pasien

146
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

ini sebaiknya dihindari.20 Penggunan DPP- secara bertahap sampai dosis terkecil.
4 inhibitor dapat meningkatkan nilai serum b. Kombinasi obat antihipertensi diperlukan
kreatinin dan penggunaannya pada pasien untuk mendapatkan kontrol tekanan
dengan gangguan fungsi ginjal sedang darah yang lebih optimal.
hingga berat perlu diwaspadai meski tidak c. Dilakukan pemeriksaan secara rutin pada
dikontraindikasikan.21 Tiazolidindion dan kadar glukosa darah sewaktu dan kadar
DPP-4 inhibitor juga tidak termasuk dalam glukosa darah 2 jam post-prandial untuk
Formularium Nasional JKN, maka terapi mengevaluasi kebutuhan terapi OAD
pemeliharaan dengan insulin subkutan dapat pada pasien.
menjadi pilihan.13 d. Penggantian antibiotik dari amoksisilin
Interaksi obat juga rawan terjadi pada ke amoksisilin-asam klavulanat dengan
kasus ini. Interaksi dari kaptopril–furosemid dosis 375–625 mg setiap 24 jam sesuai
dapat memunculkan efek aditif yang dapat dengan GFR pasien.14
menyebabkan hipotensi akut dan hipovolemia e. Pemberian terapi tambahan untuk
sehingga diperlukan monitoring pada tekanan CAD, yaitu pemberian atorvastatin atau
darah, diuresis, elektrolit, dan fungsi renal.22 simvastatin untuk mengurangi risiko
Interaksi kaptopril–isosorbid dinitrat dapat mortalitas dan kematian pada CAD.23,24
meningkatkan efek hipotensif dari isosorbid Statin diketahui mampu memperlambat
dinitrat, mencegah toleransi nitrat, dan progresivitas regregasi arterosklerosis
meningkatkan efek isosorbid dinitrat sehingga pada penyakit arteri koroner.23,24 Walaupun
diperlukan monitoring tekanan darah rutin.22 demikian, penggunaan statin berisiko
Risiko efek samping juga dapat dikurangi menyebabkan rabdomiolisis, namun hal
dengan memberikan jeda waktu terlebih ini sangat jarang terjadi. Rabdomiolisis
dahulu di antara waktu konsumsi kedua obat. umumnya terjadi pada penggunaan dosis
Interaksi kaptopril–natrium bikarbonat dapat statin di atas 20 mg/hari, terutama pada
menurunkan bioavailabilitas oral kaptopril pasien yang juga menerima siklosporin,
sehingga diperlukan pemisahan pada waktu asam nikotinat, atau gemfibrozil.25,26 Pada
pemberian kaptopril 1 sampai 2 jam setelah atorvastatin tidak memerlukan adanya
natrium bikarbonat.22 modifikasi dosis pada pasien dengan
Berdasarkan analisis terhadap kondisi gangguan fungsi ginjal berat sehingga
pasien meskipun dengan adanya keterbatasan dapat digunakan pada dosis 10 – 20 mg/
data yang diperlukan, apoteker klinis di hari.23–25 Namun, atorvastatin tidak masuk
rumah sakit dapat memberikan beberapa ke dalam Formularium Nasional JKN.13
rekomendasi bagi tenaga kesehatan lain Dosis simvastatin perlu disesuaikan,
yang terlibat dalam penanganan pasien untuk yaitu 5 mg sehari 1 kali. dan dimonitor
mencegah dan mengatasi DRPs, yaitu: penggunaannya.28 Pasien diedukasi agar
1. Untuk rekan dokter dapat diberikan segera memberitahu dokter/apoteker bila
rekomendasi sebagai berikut: muncul keluhan nyeri otot, lemah otot,
a. Titrasi dosis kaptopril untuk pasien. atau urin berwarna coklat.
Dosis kaptopril yang diberikan kepada f. Pemeriksaan penunjang lain yang meliputi
pasien adalah 2 x 25 mg. Dosis tersebut pemeriksaan elektrolit lengkap, pH darah,
dapat digunakan hingga target tekanan protein urin, dan kolesterol (HDL, LDL,
darah (<140/90 mmHg) tercapai. Jika tigliserida, dan kolesterol total) perlu
efek obat terhadap tekanan darah sudah dilakukan secara rutin. Kultur kuman
tercapai, maka dosis dapat diturunkan juga diperlukan agar pemilihan antibiotik

147
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

tepat. itu, diperlukan pula komunikasi yang efektif


2. Untuk rekan perawat dapat diberikan antar tenaga kesehatan dalam memberikan
rekomendasi berupa informasi jadwal pelayanan ke pasien agar tujuan terapi dapat
pemberian obat yang benar untuk tercapai. Rekomendasi terapi yang dapat
menghindari interaksi antara natrium diberikan yaitu pemberian kaptopril dimulai
bikarbonat–kaptopril serta kaptopril– pada 2 x 12,5 mg dan dititrasi hingga 2 x 25
makanan. mg sampai tekanan darah dapat dikontrol,
Selain pemberian rekomendasi kepada serta penggunaan antihipertensi kombinasi
tenaga kesehatan lain, pemberian. konsultasi, apabila tekanan darah tetap tidak terkontrol;
informasi, dan edukasi (KIE) kepada pasien menggunakan antibiotik klindamisin dengan
juga diperlukan agar terapi lebih optimal dan dosis 3 x 300 mg; menggunakan simvastatin
pasien dapat terhindar dari kejadian-kejadian 1 x 5 mg dengan monitoring fungsi ginjal dan
yang tidak diinginkan. Poin-poin KIE yang pemantauan efek samping rabdomiolisis, serta
harus disampaikan ke pasien adalah sebagai melakukan berbagai pemeriksaan penunjang
berikut: lainnya sebagai dasar terapi dan monitoring.
1. Cara penggunaan obat yang benar.
2. Mengingatkan kembali pentingnya Daftar Pustaka
kepatuhan terhadap terapi.
3. Dibutuhkannya kesadaran pada pasien 1. Salgado TM, Moles R, Benrimoj SI,
agar tidak mengonsumsi obat selain Fernandez-Llimos F. Pharmacists’
obat yang diresepkan oleh dokter, atau interventions in the management of
hendaknya berkonsultasi terlebih dahulu patients with chronic kidney disease:
kepada dokter atau apoteker sebelum a systematic review. Nephrol Dial
mengonsumsi obat lain. Transplant. 2011;0:1–17. doi: 10.1093/
4. Informasi mengenai jadwal konsumsi ndt/gfr287
obat yang dibawa pulang. 2. Hassan Y, Al-Ramahi R, Aziz NA,
Ghazali R. Drug use and dosing in
Simpulan chronic kidney disease. Ann Acad Med
Singapore. 2009;38:1095–103. doi:
Dari laporan kasus ini dapat disimpulkan 10.1345/aph.1M187
bahwa pasien dengan penyakit ginjal kronis 3. Stemer G, Lemmens-Gruber R. Clinical
dan penyakit arteri koroner menerima terapi pharmacy activities in chronic kidney
obat yang kompleks sehingga berisiko tinggi disease and end-stage renal disease
terjadinya DRPs. Keterbatasan pembiayaan patients: a systematic literature review.
pelayanan kesehatan dalam program JKN, BMC Nephrology. 2011;12:35. doi:
termasuk pilihan obat dan juga pemeriksaan 10.1186/1471-2369-12-35.
laboratorium, menjadi salah satu faktor 4. Moranville MP, Jennings HR. Implications
terjadinya DRPs yang menyebabkan tidak of using modification of diet in renal
optimalnya terapi yang diterima pasien. disease versus Cockcroft-Gault equations
Peran dari apoteker klinis di rumah sakit for renal dosing adjustment. Am J Health
dalam tim interdisiplin medis diperlukan Syst Pharm. 2009:15;66(2):154-61. doi:
untuk memantau terapi obat yang diterima 10.2146/ajhp080071.
pasien, sehingga hasil terapi yang optimal 5. Afsar B, Turkmen K, Covic A, Kanbay
dengan efek samping minimal dapat tercapai M. An update on coronary artery
dan kualitas hidup pasien meningkat. Selain disease and chronic kidney disease.

148
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

Int J Nephrol. 2014;2014:767424. doi: clindamycin.html


10.1155/2014/767424. 15. James PA, Oparil S, Carter BL, et.al.
6. Krähenbühl-Melcher A, Schlienger Evidence based guideline for the
R, Lampert M, Haschke M, Drewe J, management of high blood plessure
Krähenbühl S. Drug-related problems in in adults: Report from the panel
hospitals. Drug Safety. 2007;30(5):379– members appointed to the Eight Joint
407. doi: 10.2165/00002018-200730050- National Committee (JNC 8). JAMA.
00003 2014;311(5):507–20.
7. American Society of Hospital Pharmacist. 16. Moranville MP, Jennings HR. Implications
ASHP statement on pharmaceutical care. of using modification of diet in renal
Am J Hosp Pharm. 1993; 50:1720–3. disease versus cockcroft-gault equations
8. Adusumilli PK, Adepu R. Drug related for renal dosing adjusment. Am J Health
problems: An overview of various Syst Pharm. 2009. 15;66(2):154–61. doi:
classification systems. Asian J Pharm 10.2146/ajhp080071.
Clin Res. Apr 2014;7(4):7-10. 17. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman
9. Koh Y, Kutty FBM, Li SC. Drug-related WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler
problems in hospitalized patients on J. 2014 evidence-based guideline for
polypharmacy: the influence of age and the management of high blood pressure
gender. Ther Clin Risk Manag. Mar in adults report from the panel members
2005;1(1):39–48. appointed to the Eighth Joint National
10. Viktil KK, Blix HS, Moger TA, Reikvam Committee (JNC 8). JAMA. 311(5), 507–
A. Polypharmacy as commonly defined 20. doi:10.1001/jama.2013.284427:E10.
is an indicator of limited value in the 18. Sampanis CH. Management of
assessment of drug-related problems. Br hyperglycemia in patients with diabetes
J Clin Pharmacol 2006;63(2):187–195. mellitus and chronic renal failure.
doi: 10.1111/j.1365-2125.2006.02744.x Hippokratia. 2008;12(1):22–7.
11. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, 19. Abe M, Okada K, Soma M. Antidiabetic
Matzke GR, Wells BG, Posey LM. agents in patients with chronic kidney
Pharmacotherapy A Pathophysiological disease and end-stage renal disease on
Approach 7th Edition. New York: The dialysis: Metabolism and clinical practice.
McGraw-Hill Companies, Inc. Current Drug Metabolism. 2011; 12: 57–
12. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, 69. doi: 10.2174/138920011794520053
Pile JC, Peters EJ, Armstrong DG, et al. 20. AHFS DI Monograph Rosiglitazon.
Infectious diseases society of america [diunduh 24 November 2014]. Tersedia
clinical practice guideline for the diagnosis dari: http://www.drugs.com/international/
and treatment of diabetic foot infections. rosiglitazone.html
Clin Infect Dis. 2012;54:e132–e173. doi: 21. AHFS DI Monograph Sitagliptin
10.1093/cid/cis346. Phosphate [diunduh 24 November 2014].
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Tersedia dari http://www.drugs.com/
Indonesia Nomor 328/MENKES/ monograph/sitagliptin-phosphate.html]
SK/VIII/2013 Tentang Formularium 22. Drug Interaction Checker [diunduh 18
Nasional. September 2014. Tersedia dari: http://
14. AHFS DI Monograph Clindamycin www.drugs.com/interactions-check.
[diunduh 24 November 2014]. Tersedia php?drug_list=493-0,1146-0,1400-
dari: http://www.drugs.com/monograph/ 0,2075-0&types[]=major&types[]=mino

149
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

r&types[]=moderate&types[]=food&pro 25. Al Shohaib S. Simvastatin induced


fessional=1 rhabdomyolysis in a patient with chronic
23. American Diabetes Association. renal failure. Am J Nephrol. 2000 May-
Standards of medical care in diabetes Jun;20(3):212–3. doi: 10.1159/000013 589
2014. Diabetes Care. 2014;37(1):S14– 26. Safa GR, Tatley M. Myopathy with
S80. doi: 10.2337/dc14-S014. statins: check CK levels and interactions.
24. National Kidney Foundation. KDOQI Prescriber Update. 2004 May. 25(1):4–5.
clinical practice guideline for diabetes 27. AHFS DI Monograph Simvastatin.
and CKD: 2012 update.Am J Kidney [diunduh 24 November 2014]. Tersedia
Dis. 2012;60(5):850–86. doi:10.1053/j. dari: http://www.drugs.com/monograph/
ajkd.2012.07.005 simvastatin.html.

150

View publication stats

Você também pode gostar

  • Surat Izin Makrab Non Panitia
    Surat Izin Makrab Non Panitia
    Documento4 páginas
    Surat Izin Makrab Non Panitia
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Logika Hukum
    Logika Hukum
    Documento3 páginas
    Logika Hukum
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Hukum Adat
    Hukum Adat
    Documento5 páginas
    Hukum Adat
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Proposal Makrab - 1
    Proposal Makrab - 1
    Documento5 páginas
    Proposal Makrab - 1
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Jaw Aban
    Jaw Aban
    Documento2 páginas
    Jaw Aban
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Aturan Berpakaian
    Aturan Berpakaian
    Documento1 página
    Aturan Berpakaian
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Bab V
    Bab V
    Documento2 páginas
    Bab V
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento8 páginas
    Bab I
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Jadwal (Angkatan 2020)
    Jadwal (Angkatan 2020)
    Documento4 páginas
    Jadwal (Angkatan 2020)
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Documento7 páginas
    Bab Ii
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Draft Buku Tarif 2020 Rev - 01 PDF
    Draft Buku Tarif 2020 Rev - 01 PDF
    Documento33 páginas
    Draft Buku Tarif 2020 Rev - 01 PDF
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Juklak Dan Juknis FDPS 2019
    Juklak Dan Juknis FDPS 2019
    Documento15 páginas
    Juklak Dan Juknis FDPS 2019
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Dokumen - Tips Soal Sejarah Kelas 12 56dc03d6bbf91
    Dokumen - Tips Soal Sejarah Kelas 12 56dc03d6bbf91
    Documento4 páginas
    Dokumen - Tips Soal Sejarah Kelas 12 56dc03d6bbf91
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento8 páginas
    Bab I
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • SK Menkes 661
    SK Menkes 661
    Documento19 páginas
    SK Menkes 661
    Tyan Bahoo
    Ainda não há avaliações
  • 1 PB
    1 PB
    Documento24 páginas
    1 PB
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações
  • Artikel8 IJCP 1201113
    Artikel8 IJCP 1201113
    Documento11 páginas
    Artikel8 IJCP 1201113
    vidyawati indah
    Ainda não há avaliações