Você está na página 1de 3

QS.

AL-AN’AM AYAT 70

   


  
   
    
     
     
     
  
    
   
  
70. dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama[485] mereka sebagai main-main dan
senda gurau[486], dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka)
dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena
perbuatannya sendiri. tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at[487]
selain daripada Allah. dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan
diterima itu daripadanya. mereka Itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. bagi
mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan
kekafiran mereka dahulu.

[485] Yakni agama Islam yang disuruh mereka mematuhinya dengan sungguh-sungguh.

[486] Arti menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau ialah memperolokkan agama
itu mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi laranganNya dengan dasar main-main dan tidak
sungguh-sungguh.

[487] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau
mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah
syafa'at bagi orang-orang kafir.

A. ISI KANDUNGAN

Manusia sebagai indifidu tidak dapat lepas dari lingkungan sekitarnya (mayarakatnya).
Sebagai makhluk sosial tentu interaksi dengan sesama dalam lingkunganya tidak dapat
terhindarkan. Kewajiban kita sebagai seorang muslim dan mukmin adalah sebagai pengajak
kepada kebenaran (dai), sikap masyarakat terhadap ajakan itu tentu beragam, ada yan menerima
dan ada pula yang menolaknya.

Dalam Q.S Al-An’am ayat 70 ini, Allah memberi peringatan kepada nabi Muhammad
SAW, dan umatnya agar tidak terlalu memperhatikan tingkah polah orang-orang musyrik yang
sangat menyakitkan hati, sebab kalau sikap mereka itu selalu diperhatikan, akhirnya justru
menjadi beban pikiran orang-orang Islam, khususnya para da’I. biarkan saja mereka dalam
kemusyrikannya dan serahkan urusannya kepada Allah.

Namun, dalam kalimat berikutnya Allah memerintahkan Nabi Muhammad Saw dan para
da’I untuk memperingatkan orang dengan aaran-ajaran dari Al-Qur’an agar mereka dapat
menjaga diri dengan tidak terjerumus ke dalam jurang api neraka karena perbuatan mereka
sendiri.
Si dalam ayat ini pun dijelaskan hahwa yang dapat membantu seseorang di akhirat kelak
hanyalah amal shalehnyasendiri. Harta kekayaan di dunia, kawan, jabatan, san sebagainya tidak
akan bisa menolong disrinya sendiri dari siksaan api neraka. Mereka yang di dunia menganggap
ringan ajaran-ajaran agama yang dibawa Rasul karena terbuai oleh kehidupan dunia, akan
mendapatkan balasan yang asngat pedih berupa minuman air yang mendidih dan azab yang
menyakitkan di akhirat kelak.

B. PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL


Q.S Al-An’am ayat 70 berpesan: Dan tinggalkanlah dalam bentuk apapun sekuat
kemampuanmu orang-orang yang memaksakan diri akibat mengikuti hawa nafsu menjadikan
agama mereka permainan dan bahan senda-durau karena melahirkan kelengahan, dan mereka
telah ditipu oleh kehidupan dunia karena mereka terpukau dan terpaku dalam gemerlapannya
padahal ia hanya sementara.
Boleh jadi perintah penggalan awal ayat ini diduga sebagai perintah meninggalkan
mereka dalam segala kondisi. Untuk itu, maka penggalan ayat berikut ini mengingatkan
kekeliruan dugaan tersebut dengan menyatakan:
Jangan abaikan mereka sama sekali, ajak dan peringatkanlah mereka dengannya, yakni dengan
ayat-ayat al-Qur’an agar seseorang siapapun dia tidak terhalangi dari rahmat Allah atau tidak
dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung
yang dapat membelanya dan tidak pula ada pemberi syafa’at yang dapat menghindarkannya dari
siksa selain Allah. Dan betapapun dia menebus dengan segala macam, dan sebanyak mungkin
tebusan, niscaya tidak akan diterima tebusan itu darinya. Hanya mereka itulah, yakni yang
melecehkan ayat-ayat Allah – seakan-akan tidak ada selain mereka – orang-orang yang
dijerumuskan ke dalam neraka, atau terhalangi tanpa dapat mengelak dari rahmat Allah
disebabkan perbuatan buruk mereka sendiri. Bagi mereka disediakan minuman dari air yang
sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan mereka dahulu ketika hidup di dunia terus-
menerus melakukan kekufuran.
Kata agama dalam firman-Nya: menjadikan agama mereka permainan dan kelengahan,
dipahami oleh sementara ulama dalam arti kebiasaan hidup mereka dalam arti perhatian dan
keseharian mereka adalah permainan. Ada juga yang memahaminya dalam arti kepercayaan dan
tata cara mereka berhubungan dengan Tuhan, yakni mereka berpesta pora di hadapan berhala-
berhala mereka pada waktu-waktu tertentu, serta bersiul dan bertepuk tangn di hadapan Ka’bah
sebagaimana firman-Nya:
“Shalat merekadi sekitar Baitullah tidak lain kecuali siulan dan tepukan tangan.” (QS.
Al-Anfal[8]: 35)

Penggalan ayat di atas dapat juga dipahami dalam arti keberagaman mereka akibat
mengikui hawa nafsu, dipersamakan dengan permainan dan kelengahan. Mereka di ajak untuk
mengikuti agama yang benar, yang seharusnya mereka anut, tetapi mereka memutarbalikkannya
karena mengikuti hawa nafsu.

Kata tubsala pada mulanya berarti terhalangi. Kata ini biasanya digunakan untuk
keterhalangan yang tidak dapat dielakan lagi buruk akibatnya. Dari sini, kata tersebut digunakan
dalam arti dijerumuskan dalam siksa, atau penjara atau neraka. Sememntara ulama memilih
makna terhalangi, sehingga yang dimaksud adalah terhalangi dari rahmat dan kebajikan. Ayat
tersebut secara tegas menyatakan bahwa amal buruk mereka – bukan Allah – yang
menjerumuskan dan menghalangi mereka meraih rahmat Allah.

Kata hanya dalam firman-Nya: Hanya mereka itulah, dipahami berdasar susunan redaksi
ayat ini yang menggunakan kata ulaa’ika yang menunjuk ke kata alladziina. Keduanya bersifat
definit. Redaksi demikian mengahislkan pengkhususan yang diterjemahkan dengan makna
hanya. Tentu saja bukan hanya mereka yang dijerumuskan ke dalam siksa, tetapi karena dosa
pelecehan terhadap ayat-ayat Allah sedemikian besar, maka seakan-akan hanya mereka yang
disiksa. Atau boleh jadi siksa buat mereka adalah siksa tersendiri, sehingga hanya mereka yang
mendapatkannya.

C. KESIMPULAN

Ada suatu keterkaitan antara QS. Al-An’am [6] : 70 dengan bidang keilmuan yang
sedang saya geluti, ditinjau dari sisi kepemimpinan, dimana sebagai manusia sudah menjadi
kodratnya untuk menjadi pemimpin. Pemimpin yang baik itu harus sesuai dengan
kemampuannya serta yang dapat menundukan hawa nafsunya. Karena apabila seorang pemimpin
mengambil keputusan sesuai dengan hawa nafsunya, maka akan menyesatkan dirinya sendiri dan
orang lain dari jalan Allah SWT.

Você também pode gostar