Você está na página 1de 32

LAPORAN PENDAHULUAN

AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA (ALL)

A. Anatomi Fisiologi

Gambar 1 Anatomi dan Fisiologi Darah

Darah adalah cairan didalam pembuluh darah yang warnanya


merah. Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah berada dalam
tubuh karena karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah berada
dalam pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila berada diluar
pembuluh darah akan membeku. Pembekuan ini dapat divegah dengan
mencampurkan sedikit ditras sitras natrikus atau anti pembeku darah
(Syaifuddin, 2011).
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan
interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya juga
terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara
keseluruhan kira-kira 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55
persennya adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah.
Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang
dipadatkan yang berkisar anatara 40-47. Diwaktu sehat volume darah
adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik
dalam pembuluh darah dan dalam jaringan (Syaifuddin, 2011).

1
Kandungan yang ada di dalam darah :
Kandungan yang ada dalam darah yaitu (Syaifuddin, 2011):
1 Air : 91%
2 Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan
fibrinigen)
3 Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat,
garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat
besi.
4 Bahan : 0.1% (glukosa, lemakasam urat, keratinin,
Organik kolesterol, dan asam amino)
Fungsi Darah:
Fungsi darah meliputi (Syaifuddin, 2011):
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil oksigen atau zat pembakaran dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
b. Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan
melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan keseluruh jaringan atau alat tubuh.
d. Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
e. Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses
fisiologis.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun
dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi atau zat-zat
anti racun.
3. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
4. Menjaga keseimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari
kerusakan.
Karakteristik Darah :
1. Volume darah : 7% - 10% BB (5 Lt pada dewasa normal)
2. Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40%-45% volume
darah; tersuspensi dalam plasma darah
3. PH darah : 7,37-7,45
4. Temp : 38°C

2
Bagian-Bagian Darah
Sel-Sel Darah
1. Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya
0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³,
warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung
hemoglobin (hemoglobin adalah protein pigmen yang memberi warna
merah pada darah). Hemoglobin terdiri atas protein yang di sebut
globin dan pigmen non-protein yang disebut heme, setiap eritrosit
mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sifatnya kenyal
sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah yang
dilalui (Syaifuddin, 2011).
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terbentuk dari asam amino, juga memerlukan zat besi. Wanita
memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa diantaranya
dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hamil diperlukan zat besi
dalam jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan
pembuatan susu (Syaifuddin, 2011).
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama
dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus
pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan
dari sternum. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui
berbagai tahap mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada
hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan
nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah (Syaifuddin,
2011).
Rata-rata panjang hidup sel darah merah normalnya 120
hari. Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema retikulo-
endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dan hemoglobin
dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam
jaringan-jaringan dan zat besi dalam heme dari hemoglobin
dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah
lagi. Sisa heme dari hemoglobin diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen
kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat

3
dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka
memar (Syaifuddin, 2011).
Bila terjadi perdarahan maka sel merah dengan
hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen, hilang. Pada perdarahan
sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya.
Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya,
maka diperlukan tranfusi darah (Syaifuddin, 2011).
Fungsi sel darah merah yaitu mengikat oksigen dari paru-
paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon
dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru atau
melalui jalan pernafasan (Syaifuddin, 2011).
Produksi Eritrosit (Eritropoesis) yaitu (Syaifuddin, 2011):
a. Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam
folat, piridoksin (B6)
b. Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan
c. Masa hidup : 120 hari
d. Eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial (hati dan
limpa)
e. Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan
dengan protein (transferin) dan diolah kembali menjadi Hb baru.
2. Leukosit (Sel darah putih)
Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar dari
sel drah merah (eritrosit), dalam keadaan normalnya terkandung
4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia
dewasa yang sehat, sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap
milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000)
sel darah putih (Schimdt, 2016).
Leukosit selain berada di dalam pembuluh darah juga terdapat
di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit di
sebabkan oleh masuknya kuman atau infeksi maka jumlah leukosit
yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini
disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe,
beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan
penyakit tersebut (Schimdt, 2016).

4
Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum
tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam sirkulasi
sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama
beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan, tergantung
jenis leukositnya (Schimdt, 2016).
Fungsi dari leukosit sebagai pertahanan tubuh yaitu
membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk
kedalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya
didalam limpa dan kelenjar limfe, sebagai pengangkut yaitu
mengangkut membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa
terus ke pembuluh darah (Schimdt, 2016).
Macam-Macam Sel Darah Putih (Leukosit) menurut Schimdt (2016),
meliputi :
a. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya,
yang terdiri dari :
1) Limfosit, yaitu macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan
RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil,
didalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan intinya
besar, banyaknya kira-kira 15%-20%. rentang hidupnya dapat
mencapai beberapa tahun. Struktur limfosit mengandung
nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis
sitoplasma. Ukurannya bervariasi ukuran kecil 5 µm – 8 µm,
ukuran terbesar 15 µm. Berfungsi membunuh dan memakan
bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh dan berfungsi juga
dalam reaksi imunologis.
2) Monosit, terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari
limfosit, mencapai 3%-8% jumlah total. Struktur merupakan sel
darah terbesar. Memilik protoplasma yang lebar, berwarna biru
abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan, inti selnya
bulat dan panjang, warnanya lembayung muda. Berfungsi
sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi
melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan
aliran darah, maka sel ini menjadi hitosit jaringan (makrofag
tetap).

5
b. Granulosit
Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari :
1) Neutrofil, atau disebut juga polimorfonuklear leukosit
banyaknya mencapai 50%-60%. Struktur neutrofil memiliki
granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya dan
banyak bintik-bintik halus atau glandula. Nukleusnya memiliki
3-5 lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis.
Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm. Berfungsi sebagai
pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga juga yang
memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri,
aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak
menyebabkan adanya nanah.
2) Eusinofil, mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih. Struktur
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus
berlobus dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm. Berfungsi
merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang
selama stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam
detoksifikasi hestamin yang di produksi sel mast dan jaringan
yang cedera saat inflamasi berlangsung.
3) Basofil, mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit. Struktur
memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya
tidak beraturan dan akan bewarna keunguan sampai hitam
serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. Diameternya 12
µm – 15 µm. Berfungsi bertanggung jawab untuk memberi
reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin
kimia yang menyebabkan peradangan.

3) Trombosit (Sel pembeku darah)


Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang
bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan
lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-
300.000/mm³. Bagian inti yang merupakan fragmen sel tanpa nukleus

6
yang berasal dari sumsum tukang. Ukuran trombosit mencapai
setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu
membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang
berhubungan dengan proses koagulasi darah (Schimdt, 2016).
Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit
yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit memiliki
masa hidup dalam drah antara 5-9 hari. Trombosit yang tua atau mati
di ambil dari sistem perdaran darah, terutama oleh makrofag jaringan.
Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa,
pada waktu darah melewati organ tersebut (Schimdt, 2016).
Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut
membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan
fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka.
Ketika kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan akan
mengeluarkan zat yang di namakan trombokinase. Trombokinase ini
akan bertemu dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan
menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang
merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur
letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah
pembekuan. Protrombin ini dibuat di dalam hati dan untuk
membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian vitamin K
penting untuk pembekuan darah (Schimdt, 2016).
Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan
darah (hemostatis). Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau
ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan
yang terus-menerus (Schimdt, 2016).
4) Plasma Darah
Merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan
bagian darah yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah
7%, asam amino, lemak, glukosa, urea, garam sebanyak 0,9%, dan
hormon, antibodi sebanyak 0,1% . Berfungsi mengangkut sari
makanan ke sel-sel serta membawa sisa pembakaran dari sel ke
tempat pembuangan selain itu plasma darah juga menghasilkan zat
kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi (Schimdt, 2016).

7
Protein plasma mencapai 7% dari plasma dan merupakan
satu-satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus
membran kapiler untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma yang
utama menurut Schimdt (2016) yaitu :
a. Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi
ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati dan
bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah.
Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg).
b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta
globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai molekul
pembawa lipid, beberapa hormone, berbagai subtrat, dan zat
penting lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin) fungsi utama
berperan sebagai antibody.
c. Fibrinogen membentuk sekitar 4% protein plasma. Disintesis di
hati dan merupakan komponen esensial dalam mekanisme
pembekuan darah.
Proses Pembentukan Sel Darah
Proses pembentukan darah yaitu (Pearce, 2014):
a. Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan
sebagian kecil pada limpa. Pada minggu ke-20 masa embrional
mulai terjadi pada sumsum tulang.
b. Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada
sumsum tulang.
c. Setelah lahir semua sel darah dibuat di sumsum tulang, kecuali
limfosit yang juga di bentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien.
d. Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi
lagi drah kecuali bagian proximal, humerus, dan tibia

B. Definisi
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum
tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut
adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30%
dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari
pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor

8
risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi
faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2011).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi
menjadi limfosit T dan limfosit B. Leukemia limfositik akut merupakan
proliferasi maligna/ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang
disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik (Muttaqin,
2012).

C. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2010). Penyebab yang pasti belum diketahui, akan
tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia
yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan
kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi
gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun
pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi.
3) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan
obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat
pada leukemia akut, khususnya ALL.
4) Virus

9
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian
pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus
RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia. Selain virus RNA infeksi virus
Epstein Bar juga berhubungan terjadinya penyakit Akut limpoblastik
Leukemia.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan


a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang
sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan
lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk –
produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (missal : alkilator dan inhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi
AML.
c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi
radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia
pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis
d. Leukemia Sekunder

10
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma,
myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-
obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.

D. Klasifikasi
1. Klasifikasi Imunologi
a. Precursor B – Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) – 70% :
common ALL (50%), null ALL, pre – B ALL.
b. T – ALL (25%).
c. B – ALL (5%).
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya
berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering
ditemukan adalah common ALL, Null cell. ALL berasal dari sel yang
sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa.B – ALL merupakan
penyakit yang jarang dengan morfologi L3 yang sering berperilaku
sebagai limfoma agresif (varian Burkirtt).
2. Klasifikasi Morfologi [(the French – American – British (FAB)]
a. L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma
dan nukleoli yang tidak jelas.
b. L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas
dan rasio inti sitoplasma yang rendah.
c. L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofalik.
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan
L1 paling sering ditemukan pada anak – anak. Sekitar 95% dari tipe
LLA kecuali sel B mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal
deoxynucleotidyl transferasi (TdT), suatu enzim nukklear yang terlibat
dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan immunoglobulin.
Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi
enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.

11
E. Prognosis

Gambar 2 Pembentukan Komponen Darah

Terdapat 4 jenis kanker leukemia yang paling kerap ditemui, antara lain:
1. Leukemia limfositik akut alias acute lymphocytic leukemia(ALL)
Leukemia limfositik akut alias ALL akan menghambat fungsi limfosit
sehingga sang penderita berisiko mengalami infeksi serius. Tipe ini juga
dikenal sebagai leukemia limfoblastik. Leukemia limfotik akut adalah
jenis paling awam terjadi pada anak-anak kecil. Meski begitu orang
dewasa juga bisa mengidapnya, terutama lansia di atas 65 tahun. Di
Amerika Serikat tingkat kesembuhan ALL dalam kurun waktu lima tahun
mencapai 85%.
2. Leukemia limfositik kronis alias chronic leukemia lymphocytic (CLL)
Leukemia limfositik kronis alias CLL biasanya baru terdeteksi pada
stadium lanjut karena penderita cenderung tidak merasakan gejala-
gejalanya dalam jangka waktu lama. Leukemia jenis ini paling awam
terjadi pada orang dewasa yang berusia di atas 55 tahun, meskipun
orang-orang berusia lebih muda juga dapat mengidapnya.
Leukemia limfositik kronis adalah jenis yang paling awam diderita ketika
usia dewasa. CLL hampir tidak pernah menyerang anak-anak. Mayoritas
penderita CLL adalah pria. Tingkat kesembuhan penderita leukemia

12
limfositik kronis dalam 5 tahun terakhir mencapai 82% di Amerika
serikat.
3. Leukemia mielositik akut alias acute myelogenous leukemia (AML)
Leukemia mielositik akut alias AML membentuk sel-sel mieloid tidak
sempurna yang dapat menyumbat pembuluh darah. AML lebih sering
terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Leukemia jenis ini
lebih sering diderita pria dibandingkan wanita. Pasien penderita leukemia
mielositik akut akan diobati lewat kemoterapi.
Menurut sistem klasifikasi WHO, ada enam kelompok utama AML yang
berbeda. Tingkat kesembuhan pada anak-anak dalam kurun waktu lima
tahun mencapai 60 hingga 70%. Akan tetapi, tingkat kesembuhan pada
keseluruhan penderita dari berbagai umur adalah 26%.
4. Leukemia mielositik kronis alias chronic myelogenous leukemia (CML)
Leukemia mielositik kronis alias CML terdiri dari dua tahap. Pada tahap
pertama, sel-sel abnormal berkembang perlahan-lahan. Pada tahap
kedua, jumlah sel abnormal akan bertambah dengan pesat dan jumah
sel darah sehat akan menurun drastis. Penderita leukemia jenis ini
sebagian besar adalah orang dewasa. Menurut Institut Kanker Nasional
Amerika Serikat tingkat kesembuhan para penderita CML dalam 5 tahun
adalah 65,1%.
Sumsum tulang terdiri dari sel-sel darah dalam bentuk yang belum
matang. Ini disebut sebagai myleoblasts dan limfoblas. perbedaan structural.
Myeloblast juga disebut sebagai sel Band. Inti dari myleoblasts melengkung
dalam bentuk. Mereka muncul dalam bentuk S, C atau V sedangkan inti dari
limfoblas berbentuk bulat. Inti besar di limfoblas dan memiliki pigmen
kromatin tebal yang membuat mereka lebih menonjol dan homogen tanpa
menggumpal dibandingkan dengan mieloblas. Ukuran limfoblas adalah
sekitar 15 um diameter di mana seperti yang myeloblast tampaknya sekitar
20 um. Sitoplasma adalah minim dan agranular di limfoblas dibandingkan
dengan myleoblasts yang relatif banyak dan berisi batang Auer yang
merupakan fitur ciri khas untuk mengidentifikasi mereka dalam smear
sumsum tulang. Myeloblast juga noda positif untuk myeloperoxidase noda.
Myeloblast menjalani granulopoesis dan berkembang menjadi granulosit.
Tahap-tahap terdiri dari pengembangan ke promyelocyte untuk mielosit ke
metamyelocyte dan akhirnya menjadi sel Band disebut basofil, eosinofil dan

13
neutrofil.Limfoblas menjalani lymphopoesis dimana mereka tumbuh menjadi
baik B atau limfosit T. Mereka juga tetap berada di sumsum tulang atau
bermigrasi ke kelenjar timus di dada
Prognosis leukemia tergantung pada faktor usia, penyakit komorbid,
subtipe leukemia, dan karakteristik sitogenik dan molekular leukemia pada
masing-masing orang. Prognosis 5-year relative survival rate:
1. Acute lymphocytic leukemia: usia <50 tahun sebesar 75%, usia ≥50
tahun sebesar 25%
2. Acute myeloid leukemia: usia <50 tahun sebesar 55%, usia ≥50 tahun
sebesar 14%
3. Chronic lymphocytic leukemia: usia <50 tahun sebesar 94%, usia ≥50
tahun sebesar 83%
4. Chronic myeloid leukemia: usia <50 tahun sebesar 84%, usia ≥50 tahun
sebesar 48%

F. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
1 Pilek tak sembuh-sembuh
2 Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3 Demam, anoreksia, mual, muntah
4 Berat badan menurun
5 Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6 Nyeri tulang dan persendian
7 Nyeri abdomen
8 Hepatosplenomegali, limfadenopati
9 Abnormalitas WBC
10 Nyeri kepala
11 Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
12 Massa di mediastinum (T-ALL)
13 Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial
naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik
fokal, dan perubahan status mental.
(Mansjoer, 2009).

14
G. Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang
terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang
belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-
tulang yang panjang.
LLA meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum
tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda
dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi
sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan
/ meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel
muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula
kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang
biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B
dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early
B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit
T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem
limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel
limfosit T helper dan limfosit T supresor (Muttaqin, 2012).
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe
dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul
serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah,
“seizures” dan gangguan penglihatan.Sel kanker menghasilkan leukosit yang
imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini
menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan
unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya

15
terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi
sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah
trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan
gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem
retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan
tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaNker juga
mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah,
2010).

16
H. Pathway

17
I. Komplikasi
Menurut Farid (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada ALL adalah:
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang
rendah ditandai dengan :
a. Memar (ekimosis)
b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar
ujung jarum dipermukaan kulit)
c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah.
Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai
derajat netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Demam Neutropenia
Demam neutropenia merupakan suatu kegawatan pada anak-anak.
Pada penderita leukemia seringkali sel leukosit yang berperan sebagai
pertahan tubuh alami terhadap penyakit terhambat pertumbuhannya
sehingga produksi neutrophil menjadi rendah dan tubuh menjadi sangat
rentan terhadap penyakit. Akibatnya terjadi infeksi berat dan meninggal
5. Anemia
6. Masalah gastrointestinal.
b. Mual
c. Muntah
d. Anoreksia
e. Diare
f. Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain
akibat kemoterapi.

18
J. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut
limphosityc leukemia adalah:
a. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
b. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi
dalam bentuk sel blast / sel primitif
c. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan /
infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
d. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
e. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara
morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk
yang sangat besar sampai yang sangat kecil.
ALL dapat didiagnosa pada pemeriksaan :
1. Anamnesis
2. Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah
sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi
(Ngastiyah, 2005). Kemudian menurut Celily, 2002 dilakukan
kepemeriksaan.
3. Hitung darah lengkap (CBC), anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosa memiliki prognosis paling baik jumlah
leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik
pada anak sembarang umur.
4. Pungsi lumbal – untuk mengkaji keterlibatan SSP.

19
5. Foto toraks – mendeteksi keterlibatan mediastinum.
6. Aspirasi sumsum tulang – ditemukannya 25% sel blas memperkuat
diagnosis.
7. Pemindahan tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan
tulang.
8. Pemindahan ginjal, hati dan limpa untuk mengkaji infiltrasi leukemik.
9. Jumlah trombosit – menunjukkan kapasitas pembekuan.
(Harman, 2011).

K. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali
di dalam sumsum tulang. Berikut beberapa penatalaksanaan ALL yaitu:
1. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi
biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.
Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik.
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada
sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk
membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi
penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.
2. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan
sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian
besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi
pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya
sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang
diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan
sebelum transplantasi sumsum tulang.
3. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem
cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan

20
dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk
(stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di
pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah
yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi
ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus
menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang
memadai.
4. Transfusi darah
Biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.
5. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
6. Sitostatika.
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia,
infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila
jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
7. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
kamar yang suci hama).
8. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar

21
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.
Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang
telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang
spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh
sempurna.
Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama (Sutarni, 2009). Untuk mencapai
keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai
berikut:
1. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai
obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel
blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%. Pengobatan induksi ini
memakan waktu 4-6 bulan
2. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
3. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Terapi rumatan dilakukan selama beberapa tahun
setelah di diagnosis untuk memperpanjang remisi Biasanya dilakukan
dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
4. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi
selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500

22
rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.
Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

L. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di
bawah 15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun.
Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-
tiba adalah demam, lesudan malas makan atau nafsu makan
berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi
perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering
ditemukan riwayat keluarga yang erpapar oleh chemical toxins
(benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1),
kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti
phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun
kemoterapi.
c. Pola sehari-hari
1) Pola Persepsi – mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan
berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan
kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan
laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari
orangtua.
2) Pola Latihan dan Aktivitas : Anak penderita ALL sering
ditemukan mengalami penurunan kordinasi dalam pergerakan,
keluhan nyeri pada sendi atau tulang. Anak sering dalam
keadaan umum lemah, rewel, dan ketidakmampuan
melaksnakan aktivitas rutin seperti berpakaian, mandi, makan,

23
toileting secara mandiri. Dari pemeriksaan fisik dedapatkan
penurunan tonus otot, kesadaran somnolence, keluhan jantung
berdebar-debar (palpitasi), adanya murmur, kulit pucat, membran
mukosa pucat, penurunan fungsi saraf kranial dengan atau
disertai tanda-tanda perdarahan serebral.Anak mudah
mengalami kelelahan serta sesak saat beraktifitas ringan, dapat
ditemukan adanya dyspnea, tachipnea, batuk, crackles, ronchi
dan penurunan suara nafas. Penderita ALL mudah mengalami
perdarahan spontan yang tak terkontrol dengan trauma minimal,
gangguan visual akibat perdarahan retina, , demam, lebam,
purpura, perdarahan gusi, epistaksis.
3) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan,
anorexia, muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat
badan dan gangguan menelan, serta pharingitis. Dari
pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar
akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara
abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya
pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)
4) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan
pada perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan
faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin
output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta
adanya hematuria.
5) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan
aktifitas dan lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur
/istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
6) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering
ditemukan mengalami penurunan kesadaran (somnolence) ,
iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala,
disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke
susunan saraf pusat.
7) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi
yang lemah dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam

24
pengkajian dapt ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas,
takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan
suasana hati, dan bingung.
8) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat
dikaji
9) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa
kehilangan kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-
teman serta belajar.
10) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami
kelemahan umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
2) Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
3) Retikulosit : menurun/rendah
4) Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
5) White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur
WBC (“kiri ke kanan”)
6) Serum/urin uric acid : meningkat
7) Serum zinc : menurun
8) Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan
erythroid prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
9) Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat
kesulitan tertentu.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut Nanda (2018) yaitu:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d kurangnya pengetahuan
terhadap proses penyakit
b. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping
kemoterapi dan atau stomatitis
d. Keletihan b/d proses penyakit (ALL)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
f. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan terhadap proses penyakit

25
g. Resiko syok hipovolemik
h. Resiko perdarahan
i. Resiko Infeksi

3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Kiteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Ketidakefektifan Circulation status Peripheral Sensation
Setelah dilakukan Management
perfusi jaringan
tindakan
perifer b/d keperawatan selama 1. Monitor adanya daerah
3xshift perfusi tertentu yang hanya peka
kurangnya
jaringan klien terhadap
pengetahuan adekuat dengan panas/dingin/tajam/tumpu
kriteria : l
terhadap proses
1. Membran 2. Monitor adanya paretese
penyakit mukosa merah 3. Instruksikan keluarga
2. Konjungtiva untuk mengobservasi
tidak anemis kulit jika ada lesi atau
3. Akral hangat laserasi
4. Tanda-tanda 4. Gunakan sarun tangan
vital dalam untuk proteksi
rentang normal 5. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan
BAB
7. Kolaborasi pemberian
analgetik
8. Monitor adanya
tromboplebitis
9. Diskusikan menganai
penyebab perubahan
sensasi

2 Nyeri berhubungan Pain level Pain Management


dengan efek Setelah dilakukan 1. Monitor tanda tanda vital
fisiologis dari perawatan selama 2. Observasi ketidak
leukemia 1x8 jam diharapkan nyamanan non verbal
nyeri berkurang 3. Lakukan pengkajian yang
dengan kriteria hasil : komprehensif (meliputi
1. Mampu lokasi, karakteristik,
mengontrol nyeri durasi, frekuensi.
2. Melaporkan 4. Ajarkan teknik non
bahwa nyeri farmakologi misalnya
berkurang dengan relakssasi, distraksi, nafas
menggunakan dalam
manajemen nyeri 5. Ciptakan suasana yang

26
3. Menyatakan rasa tenang dan nyaman.
nyaman setelah 6. Kolaborasi dengan tenaga
nyeri berkurang medis untuk pemberian
4. Tanda tanda vital analgesik
dalam rentang
normal

3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrition Management


nutrisi kurang dariFood and Fluid Nutritition Monitoring
kebutuhan tubuh
Intake 1. Monitor adanya
berhubungan Setelah dilakukan penurunan BB
dengan anoreksia, tindakan 2. Monitor turgor kulit
malaise, mual dan keperawatan selama 3. Monior adanya muntah
muntah, efek
3x24 jam hipertermi 4. Monitor pucat,
samping berkurang dg KH: kemerahan dan
kemoterapi dan 1. Mencerna kekeringan konjungtiva
atau stomatitis jumlah kalori 5. Monitor kemampuan
nutrien yang menelan dan terseda
tepat pada bayi
2. Menunjukkan 6. Berikan ASI kepada bayi
tingkat enegi 7. Berikan informasi kepada
biasanya keluarga tentang
3. Asupan cairan kebutuhan nutrisi
oral adekuat 8. Kolaborasi dengan ahli
4. Menunjukkan gizi untuk menentukan
peningkatan jumlah kalori dan nutrisi
fungsi yang dibutuhkan pasien
pengecapan dari 9. Kolaborasi dengan
menelan tenaga medis lainnya
5. Terjadi dalam pemberian terapi
peningkatan farmakologi
berat badan
6. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang
berarti
4 Keletihan b/d Energy Energy Management
proses penyakit Conservation 1. Monitor TTV
(ALL) Setelah dilakukan 2. Monitor hasil lab
tindakan 3. Kaji adanya faktor yang
keperawatan selam menyebabkna kelelahan
3x24 jam klien dapat 4. Observasi skala fatigue
beraktivitas dengan 5. Observasi adanya
kriteria: pembatasan pasien
1. Menunjukkan dalam aktifitas
tingkat energy 6. Observasi nutrisi dan

27
yang stabil sumber energy yang
2. Menunjukkan adekuat
nafsu makan 7. Observasi pola tidur dan
yang normal lamanya tidur
3. Menunjukkan 8. Kolaborasi dengan
kemampuan tenaga medis lainnya
untuk
menyelesaikan
tugas sehari-hari
(makan, toileting,
berpindah)
4. Skala fatigue
berkurang (1-
3)ringan
1.
5 Intoleransi aktivitas Activity Tolerance Activity Therapy
berhubungan Setelah dilakukan 1. Menentukan penyebab
dengan kelemahan tindakan intoleransi
akibat anemia keperawatan selam aktivitas&menentukan
3x24 jam klien dapat apakah penyebab dari fisik,
beraktivitas dengan psikis/motivasi
kriteria: 2. Observasi adanya
5. Berpartisipasi pembatasan klien dalam
dalam aktivitas beraktifitas.
fisik dgn TD, HR, 3. Kaji kesesuaian
RR yang sesuai aktivitas&istirahat klien
6. Mengekspresikan sehari-hari
pengertian 4. ↑ aktivitas secara
pentingnya bertahap, biarkan klien
keseimbangan berpartisipasi dapat
latihan&istirahat perubahan posisi,
7. Peningkatan berpindah & perawatan diri
toleransi aktivitas 5. Pastikan klien mengubah
posisi secara bertahap.
Monitor gejala intoleransi
aktivitas
6. Ketika membantu klien
berdiri, observasi gejala
intoleransi spt mual, pucat,
pusing, gangguan
kesadaran&tanda vital
7. Lakukan latihan ROM jika
klien tidak dapat
menoleransi aktivitas
8. Bantu klien memilih aktifitas
yang mampu untuk

28
dilakukan
6 Ansietas b/d Anxiety Self Control Anxiety Reduction
kurangnya Setelah dilakukan 1. Gunakan pendekatan yang
pengetahuan tindakan menyenangkan
terhadap proses keperawatan selama 2. Observasi ttv
penyakit 1x2 jam klien3. Observasi skala cemas
menunjukkan cemas pasien
berkurang dengan 4. Observasi ekspresi wajah,
KH: postur tubuh dan tingkat
1. Mempertahankan aktivitas pasien
TTV dalam batas 5. Jelaskan semua prosedur
normal dan apa yang dirasakan
2. Cemas selama prosedur
berkurang 6. Temani klien untuk
dengan kriteria memberikan keamanan
skor 7-10 (cemas dan mengurangi rasa takut
ringan) 7. Dengarkan dengan penuh
3. Pasien mampu perhatian
mengidentifikasi, 8. Ajarkan pasien melakukan
mengungkapkan teknik relaksasi napas
dan dalam untuk mengontrol
menunjukkan cemas
teknik untuk 9. Kolaborasi dengan tenaga
mengontrol medis lainnya pemberian
cemas. terapi farmakologi
4. Ekspresi wajah, antikonvulsan
bahasa tubuh
dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurannya
kecemasan
7 Resiko syok Syok Management Syok Prevention
hiovolemik Setelah dilakukan 1. Monitor warna kulit, suhu
tindakan kulit, denyut jantung, HR,
keperawatan selama dan ritme, nadi perifer,
1 X 24 jam tidak dan kapiler refill
terjadi syok 2. Monitor tanda inadekuat
hipovolemik dengan oksigenasi jaringan
Kriteria Hasil: 3. Monitor suhu ruangan
1. Nadi dalam batas 4. Monitor input dan output
normal 5. Pantau nilai
2. irama jantung laboratorium: HB, HT,
dalam batas AGD, dan elektrolit
normal 6. Monitor tanda dan gejala
3. frekuensi nafas asites
dalam batas 7. Monitor tanda awal
normal syock
4. irama 8. Berikan cairan IV dan
pernapasan oral yang tepat

29
dalam batas 9. Ajarkan keluarga dan
normal pasien tentang tanda
5. Natrium serum dan gejala syok
dbn
6. Kalium serum
dbn
7. Klorida serum
dbn
8. Kalsium serum
dbn
8 Resiko Perdarahan Blood Koagulation Bleading Precautions
Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda vital
tindakan 2. Monitor tanda-tanda
keperawatan selama perdarahan
3xshift diharapkan 3. Catat nilai Hb, hematocrit
resiko perdarahan dan trombosit
tidak terjadi dengan 4. Pertahankan bedrest
kriteria hasil: selama perdarahan aktif
1. Tidak ada 5. Kolaborasi dengan
perdarahan tenaga medis lainnya
2. Hb dalam batas pemberian farmakologi
normal antifibrinolitik
3. Hematokrit
dalam batas
normal
4. Trombosit dalam
batas normal

9 Resiko Infeksi Infection Control Infection Control


Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala
tindakan infeksi sistemik dan lokal
keperawatan selama 2. Monitor hasil leukosit dan
1x8 jam diharapkan HB
resiko infeksi tidak 3. Cuci tangan setiap
terjadi dengan sebelum dan sesudah
kriteria hasil: tindakan keperawatan.
1. Jumlah leukosit 4. Ajarkan kepada pasien
dalam batas dan keluarga cuci tangan
normal sebelum dan sesudah
2. Jumlah HB kontak dengan pasien
dalam batas 5. Pertahankan lingkungan
normal yang aseptic selama
3. Klien bebas dari pemasangan alat.
tanda dan gejala 6. Ajarkan kepada pasien
infeksi dan keluarga untuk
4. Menunjukan membersihkan selang
kemampuan trakeostomi jika kotor dan
untuk mencegah terdapat sekret

30
timbulnya infeksi 7. Mengajarkan keluarga
5. Menunjukan untuk membersihkan
perilaku hidup selang suction dan
sehat mengganti air suction jika
kotor
8. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
9. Batasi pengunjung
10. Tingkatkan intake nutrisi
yang adekuat
11. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
12. Kolaborasi dengan
tenaga medis lainnya

31
Daftar Pustaka

Farid (2010). Acute Limfoblas Leukemia. Maj Farm vol 6 (12).


Mansjoer, Arif, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Darah. Jakarta : Salemba Medika

Moorhead et al. (2016). Nursing Outcomes Clasification. Edisi Bahasa Indonesia.


Edisi Kelima. Jakarta

Nanda, (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikai. Jakarta: EGC

Pearce. (2014). Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young


adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2010;23(5):1033-42.2.
Sudoyo, Aru W dkk. 2011. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5. Jakarta : EGC

Syaifuddin, (2011). Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan Sistem Darah. Edisi 4.


Jakarta: EGC

Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda,


Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.

32

Você também pode gostar

  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento2 páginas
    Daftar Isi
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka-1
    Daftar Pustaka-1
    Documento2 páginas
    Daftar Pustaka-1
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Tugas Laporan Kasus Anestesi
    Tugas Laporan Kasus Anestesi
    Documento28 páginas
    Tugas Laporan Kasus Anestesi
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Bab I Fix
    Bab I Fix
    Documento4 páginas
    Bab I Fix
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Bab Iv Fix
    Bab Iv Fix
    Documento5 páginas
    Bab Iv Fix
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Bab V Fix
    Bab V Fix
    Documento2 páginas
    Bab V Fix
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • COVER
    COVER
    Documento6 páginas
    COVER
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Bab Iii New
    Bab Iii New
    Documento24 páginas
    Bab Iii New
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • 65b577f01bdc65a061f89fae37f2f03b
    65b577f01bdc65a061f89fae37f2f03b
    Documento34 páginas
    65b577f01bdc65a061f89fae37f2f03b
    IkhwanudinAl-afghani
    Ainda não há avaliações
  • PENDAHULUAN ANESTESI
    PENDAHULUAN ANESTESI
    Documento24 páginas
    PENDAHULUAN ANESTESI
    Ramayana Dg Situru
    50% (2)
  • Buku PKB 64
    Buku PKB 64
    Documento170 páginas
    Buku PKB 64
    Yusron Rizqi
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento5 páginas
    Bab I
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Surat Komite Etik
    Surat Komite Etik
    Documento1 página
    Surat Komite Etik
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii Fix
    Bab Ii Fix
    Documento27 páginas
    Bab Ii Fix
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Obat Inhalasi
    Obat Inhalasi
    Documento18 páginas
    Obat Inhalasi
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Chapter 2
    Chapter 2
    Documento22 páginas
    Chapter 2
    Anonymous iTstegX2
    Ainda não há avaliações
  • Catatan Perkembangan New
    Catatan Perkembangan New
    Documento15 páginas
    Catatan Perkembangan New
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Kelompok
    Kelompok
    Documento20 páginas
    Kelompok
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • LP Kanker Ovarium
    LP Kanker Ovarium
    Documento16 páginas
    LP Kanker Ovarium
    Bali Homepetshop
    100% (2)
  • Chapter 2
    Chapter 2
    Documento22 páginas
    Chapter 2
    Anonymous iTstegX2
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Home Visite Kelompok 5
    Laporan Home Visite Kelompok 5
    Documento54 páginas
    Laporan Home Visite Kelompok 5
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Leaflet Perawatan Tali Pusat
    Leaflet Perawatan Tali Pusat
    Documento2 páginas
    Leaflet Perawatan Tali Pusat
    devi agustin
    100% (1)
  • Komunikasi Terapeutik
    Komunikasi Terapeutik
    Documento31 páginas
    Komunikasi Terapeutik
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan Kanker Ovarium
    Laporan Pendahuluan Kanker Ovarium
    Documento9 páginas
    Laporan Pendahuluan Kanker Ovarium
    Uswatun Chasanah
    75% (4)
  • RPK-GEJALA
    RPK-GEJALA
    Documento2 páginas
    RPK-GEJALA
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • 0 Buku Manajemen-Mak 165 197 PDF
    0 Buku Manajemen-Mak 165 197 PDF
    Documento564 páginas
    0 Buku Manajemen-Mak 165 197 PDF
    Dika Midbrain
    Ainda não há avaliações
  • GJHGJH
    GJHGJH
    Documento4 páginas
    GJHGJH
    devi agustin
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Documento40 páginas
    Bab Ii
    Muhammad Ikbal
    Ainda não há avaliações
  • Penilaian Sedasi Klien Sakit Kritis
    Penilaian Sedasi Klien Sakit Kritis
    Documento16 páginas
    Penilaian Sedasi Klien Sakit Kritis
    SellyRestyPratama
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii New
    Bab Ii New
    Documento18 páginas
    Bab Ii New
    devi agustin
    Ainda não há avaliações