Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang menyerang proses dasar
kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen genetik total sel)
dan menyebabkan penyebaran liar dan pertumbuhan sel-sel.
Kanker adalah istilah umum untuk petumbuhan sel tidak normal
(yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang
dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi
fungsi tubuh. Kanker bukan merupakan penyakit menular.
Kanker merupakan penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai
akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang abnormal, di
luar batas dan sangat liar. Kanker didefinisikan sebagai pertumbuhan
tidak terkontrol sel-sel yang menyerang dan menyebabkan kerusakan
pada jaringan sekitarnya. Kanker mulut muncul akibat pertumbuhan
atau luka pada mulut yang tidak hilang. Kanker mulut meliputi
kanker bibir, lidah, pipi, dasar mulut, langit-langit lunak dan keras,
sinus, dan faring (tenggorokan), dapat mengancam kehidupan jika
tidak didiagnosis dan diobati dini.
Kanker rongga mulut adalah tumor ganas dalam rongga mulut
yang tumbuh secara cepat dan menginvasi jaringan sekitar,
berkembang sampai daerah endontel, dan dapat bermetastasis ke
bagian tubuh yang lain dan sering asimtomatik pada tahap awal.

B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi penyakit Kanker
Rongga Mulut.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penyakit Kanker Rongga
Mulut.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis penyakit Kanker
Rongga Mulut
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pathofisiologi penyakit
Kanker Rongga Mulut
5. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi penyakit Kanker
Rongga Mulut
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang
penyakit Kanker Rongga Mulut.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan
penyakit Kanker Rongga Mulut

1
8. Mahasiswa mampu menentukan asuhan keperawatan tentang
penyakit Kanker Rongga Mulut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kanker rongga mulut ialag keganasan yang terjadi di dalam
rongga yang dibatasi oleh vermilion bibir dibagian depan dan arkus
faringeus anterior di bagian belakang. Kanker rongga mulut meliputi
kanker bibir, lidah, gusi, mukosa pipi dan palatum. (Arif Muttaqin,
2011).
Karsinoma lidah adalah suatu tumor yang terjadi didasar mulut,
kadang-kadang meluas kearah lidah dan menyebabkan gangguan
mobilitas lidah (Van de Velde, 1999).
Tempat – tempat terjadinya kanker pada mulut sebagai berikut :
1. Kanker pada lidah
Hampir 80% kanker lidah terletak pada 2/3 lidah anterior lidah
(umunya pada tepi lateral dan bawah lidah) dan dalam jumlah
sedikit pada posteror lidah (daftar 1992 Tambunan 1993 Pinborg
1986) gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker
tersebut bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah biasanya timbul
suatu massa yang sering kali terasa tidak sakit bila timbul pada
seprtiga posterior kanker tersebut selalu tidak di ketahui oleh
penderita dan rasa sakit yang di alami yang biasanya di
hubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Kanker yang terletak
2/3 anterior lidah lebih dapat di deteksi dini dari pada yang terletak
pada 1/3 posterior
2. Kanker pada bibir
Kanker bibir selalu di hubungkan dengan orang – orang yang
memilki aktifitas di luar seperti nelayan dan petani. Sinar matahari
mungkin terlibat dalam faktor terjadinya kanker bibir. Umumnya
lebih banyak terjadi pada bibir bawah dari pada bibir atas (daftar
1992 Pinborg 1986 smith 1989). pada awal pertumbuhan lesi
dapat berupa modul kecil atau ulkus yang tidak sembuh sembuh
deteksi tumor pada keadaa ini memberikan kesempatan untuk
menemukan karsinoma dini.
3. Kanker gusi
Kanker pada gusi biasanya dihubungkan dengan riwayat pasien
mengisap pipa tembakau. Daerah yang terlibat biasanya lebih
sering pada gusi bawah/mandibular dari pada gusi atas/maksila.
Pada pemeriksaan fisik, lesi awal terlihat sebagai ulkus, granuloma
yang kecil atau sebagai nodul. Sekilas lesi terlihat sama dengan

3
lesi yang dihasilkan oleh trauma kronis atau hyperplasia inlamatori.
Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan infiltrative yang lebih
dalam. Pertumbuhan eksofitik terlihat seperti bunga kol dan mudah
berdarah. Pertumbuhan infiltrative biasanya tumbuh invasive pada
tulang mandibular dan menimbulkan destruktif. (Arif Muttaqin,
2011).
4. Kanker pada mukosa pipi
Di negara yang sedang berkambang kanker pada mukosa pipi di
hubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun
sirih, kapur dan tembakau. Hal tersebut berkontak dengan mukosa
pipi kiri dan kanan selama beberapa jam.
5. Kanker pada palatum
Pada daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan
menghisap rokok secara terbali kanker pada palatum merupakan
kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker rongga
mulut. Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang di
hubungkan dengan menghisap rokok secara terbalik adalah
adanya ulser, erosi,daerah modul dan bercak.

B. Etiologi
Kanker rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan
suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan
inisiasi, promosi dan perkembangan tumor .
Secara garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat
dikelompokkan atas :
1. Faktor lokal, meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi
kronis dari restorasi, gigi-gigi karies/akar gigi, gigi palsu.
2. Faktor luar, antara lain radiasi ion pada terapi radiasi, paparan
radiasi matahari secara kronis, merokok, pengguna alcohol kronis,
agen infeksi, malnutrisi dan radiasi elektromagnetik.
3. Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan
genetic.
Kanker mulut biasa juga terjadi karena kekurangan vitamin C,
kurangnya penjaggan pada mulut sehingga mulut menjadi kotor.

4
C. Patofisiologi
Sel kanker muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel
normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogenm tadi. zat
karsinogen dari asap rokok tersebut memicu terjadinya
Karsinogenesis (transformasi sel normal menjadi sel kanker).
Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap :
1. Tahap pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel
normal dengan zat Karsinogen yang memancing sel normal
tersebut menjadi ganas.
2. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut
membentuk klon melalui pembelahan (poliferasi).
3. Tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi
mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas.
Karsinoma sel mukosa yang makroskopik bersifat tukak → lesi
yang terus menetap → menginflamasi jaringan tulang terutama
mandibula sampai endotel → bermetastasis ke bagian tubuh yang
lain.

5
Skema 1. Patofisiologi dan Penyimpangan KDM Kanker Rongga Mulut

6
D. Klasifikasi
Menurut American Joint Committec on Cancer (AJCC)
klasifikasi kanker rongga mulut menggunakan system TNM.
System TNM ini terdiri dari atas T (Tumor) atau gambaran dari level
pembesaran tumor, N (Nodus) atau sejauh mana keterlibatan nodus
limfe sebagai system imun tubuh, dan M (Metastasis) yaitu kondisi
metastasis menggambarkan keterlibatan organ lain pada bagian
distal. (Arif Muttaqin, 2011)

Stadium T Stadium N Stadium M


T0 Tidak ada N0 Tidak ada M0 Tidak ada
tampilan tumor keterlibatan nodus penyebaran.
limfe
Tis Carcinoma in N1 Terdapat keterlibatan
situ.terdapat limfatik regional,
massa pada tetapi ukuran nodus ≤
jaringan 3cm
T1 Ukuran tumor ≤ 2 N2 Keterlibatan
cm pembesaran nodus
T2 Ukuran tumor ≤ limfe satu atau lebih M1 Kanker
4cm dengan ukuran ≤ 6 menyebar ke
T3 Ukuran tumor cm organ bagian
lebih dari 4cm distal
T4 Ukuran tumor N3 Keterlibatan
lebih dari 4 cm, homolateral atau
dan tertanam kuat bilateral nodus limfe
pada otot atau dengan ukuran lebih
struktur lainnya. dari 6 cm.

Stadium Kanker Rongga Mulut


Stadium TNM Keterangan
Stage I T1, N0, M0 Pada stadium ini pembesaran pada jaringan
masih belum dianggap kanker dan tumor tidak
melebihi 2 cm.
Stage II T2, N0, M0 Pada stadium ini tumor tidak melebihi 4 cm.
Stage T3, N0, M0 Pada stadium ini pembesaran melebihi 4 cm,
IIIA tetapi tidak didapatkan pembesaran limfe dan
tidak ada metastasis ke organ lain.
Stage T1, T2, T3, Pada stadium ini tumor dapat berukuran kurang

7
IIIB N1, M0 2 cm, dibawah 4 cm atau lebih, tetapi kanker
belum memengaruhi nodus homolateral limfatik.
Stage T4, N0, M0 Pada stadium ini tumor melebihi 4 cm, dan
IVA tertanam dalam pada otot, tulang, atau struktur
jaringan dibawahnya.
Stage Any T, N2 Pada stadium ini tumor bias berbagai ukuran,
IVB or N3, M0 tetapi tertanam dalam pada otot, tulang atau
struktur jaringan dibawahnya, serta terdapat
keterlibatan dari nodus homolateral atau bilateral
limfatik.
Stage Any T, any Pada stadium ini, terjadi berbagai situasi berat
IVC N, any M baik ukuran tumor, keterlibatan nodus limfatik
dan metastasis ke organ lain.

E. Manifestasi klinis
Banyak kanker oral tidak menunjukkan gejala pada tahap awal.
Keluhan pasien yang paling sering adalah luka yang tidak nyeri atau
massa yang tidak sembuh. Lesi khas pada kanker oral adalah ulkus
keras (mengeras) dengan tepi menonjol. Adanya ulkus rongga mulut
yang tidak sembuh dalam 2 minggu harus diperiksa dengan biopsy.
Bila kanker berlanjut, pasien dapat mengeluh nyeri tekan ; sulit
mengunyah, menelan, atau bicara; batuk disertai sputum
mengandung darah; atau pembesaran nodus limfe servikal.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sitologi mulut
Sitologi mulut merupakan suatu teknik yang sederhana dan efektif
untuk mendeteksi dini lesi-lesi mulut yang mencurigakan. Secara
defenisi, pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu
pemeriksaan mikroskopik sel-sel yang dikerok/dikikis dari
permukaan suatu lesi didalam mulut (Coleman dan Nelson,1993).
Untuk aplikasi klinisnya, seorang dokter gigi harus memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai kapan pemeriksaan ini
dilakukan dan kapan tidak dilakukan, peralatan yang digunakan,
prosedur kerja, data klinis yang disertakan sampai pengirimannya
ke bagian Patologi anatomi.

8
2. Biopsi
Jika hasil pemeriksaan sitologi meragukan, segera lakukan biopsi.
Biopsi merupakan pengambilan spesimen baik total maupun
sebagian untuk pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis. Cara ini
merupakan cara yang penting dan dapat dipercaya untuk
menegakkan diagnosa defenitif dari lesi-lesi mulut yang dicurigai.
Teknik biopsi memerlukan bagian dari lesi yang mewakili dan tepi
jaringan yang normal. Biopsi dapat dilakukan dengan cara
insisional atau eksisional. Biopsi insisional dipilih apabila lesi
permukaan besar (lebih dari 1 cm) dan biopsi eksisional yaitu insisi
secara intoto dilakukan apabila lesi kecil.

G. Pencegahan Kanker Rongga Mulut


1. Hindari kontak berlebihan dengan matahari, pada bibir
2. kurangi merokok atau mengunyah tembakau
3. pertahankan oral hygiene dan perawatan gigi yang baik
4. segera konsultasikan ke dokter bila ada lesi pada mulut yang tidak
sembuh dalam waktu 2- 3 minggu.

H. Penatalaksanaan
1. Tindakan Bedah
Terapi umum untuk kanker rongga mulut adalah bedah untuk
mengangkat sel-sel kanker hingga jaringan mulut dan leher.
2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi atau radioterapi jenis terapi kecil untuk pasien yang
tidak di bedah. Terapi dilakukan untuk membunuh sel kanker dan
menyusutkan tumor. Terapi juga dilakukan post operasi untuk
membunuh sisa-sisa sel kanker yang mungkin tertinggal didaerah
tersebut.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat anti kanker
untuk membunuh sel kanker.

9
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Dengan mendapatkan riwayat kesehatan memungkinkan perawat
menentukan kebutuhan penyuluhan dan pembelajaran pasien
mengenai higiene oral prefentif, serta untuk mengidentifikasi
gejala yang memelukanevaluasi medis. Riwayat mencakup
pertanyaan tentang:
a) Memar dan rutinitas closing
b) Frekuensi kunjungan dokter gigi
c) Kesadaran akan adanya lesi atau area iritasi pada mulu,
lidah atau tengorok.
d) Kebutuhan menggunakan gigi palsu dan lempeng parsiel
e) Riwayat baru sakit tenggorok atau sputum berdarah
f) Ketidaknyamanan yang disebabkan oleh makanan tertentu
g) Masukan makanan setiap hari
h) Penggunaan alkohol, tembakau, termasuk mengunyah
tembakau
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi dan palpasi struktur internal maupun eksternal dari mulut
dan tenggorok, periksa terhadap kelembaban, warna, tekstur,
simetri, dan adannya lesi, periksa leher terhadap pembesaran
nodus limfe.
a) B1 (Breathing)
Sesak napas, RR meningkat, penggunaan otot bantu
pernafasaan.
b) B2 (Blood)
Takikardia, Hipertensi (nyeri hebat).
c) B3 (Brain)
Gangguan saraf IX & X (penurunan reflek menelan), saraf XII
(gerakan lidah terganggu).
d) B4 (Bladder)
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan
eliminasi urine, perubahan bising usus, distensi abdomen.
e) B5 (Bowel)
Anoreksia, nafsu makan menurun, nyeri telan, perubahan berat
badan.

10
f) B6 (Bone)
Kelemahan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat;
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas.
3. Pemeriksaan diagnostik
a) CT-scan atau MRI dilakukan untuk menilai detail lokasi tumor,
luas ekstensi tumor primer.
b) USG hepar, Foto thorax dan bone scan untuk evaluasi adanya
metastasis jauh.
c) Biopsi
1) FNAB ( Fine Needle Apiration Biopsy), dilakukan pada tumor
primer yang metastasis ke kelenjar getah bening leher.
2) Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch) dilakukan bila tumor
besar (>1 cm).
3) Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil ( 1 cm atau
kurang) (Suyatno, 2010).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan lesi oral.
2. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrien yang tidak adekuat
akibat kondisi oral atau gigi.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik pada
penampilan dan pengobatannya.
4. Resiko jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
secret, efek sekunder pemasangan trakeostomi.
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak
mampuan menyampaikan informasi verbal sekunder dan
terpasang trakeostomi pascabedah.

11
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b/d lesi oral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 jam klien
mengatakan nyeri berkurang
a) Kriteria Hasil : Ekspresi wajah dan tubuh klien lebih releks
masukan oral meningkat

Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan dan memudahkan
untuk intervensi selanjutnya

Mempertahankan tirah baring Meminimalkan stimulasi dan


selama fase aktif meningkatkan relaksasi
Beri perawatan orang tiak 2 Untuk menghilangkan sakit
jam tenggorokan dan mengontrol
bernapas
Berikan obat analgetik sesuai Obat analgatik bisa
anjuran jika perlu menurunkan persepsi nyeri

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak


mampuan mencerna nutrien yang tidak adekuat akibat kondisi
oral atau gigi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam klien
memperlihatkan masukan nutrisi adekuat
a) Kriteria Hasil : BB stabil, masukan makanan oral meningkat.

Intervensi Rasional
Pantau berat badan tiap Untuk mengidentifikasi
minggu presentase makanan kemajuan-kemajuan atau
yang dikonsumsi setiap kali penyimpangan dari sasaran
makan, jika makanan per oral yang diharapkan.
dimunkinkan
Berikan makanan melalui Tambahan makanan melalui
selang NGT sesuai dengan jalan alternatif diperlukan
jadwal pemberiannya. Ajarkan untuk memberikan nutrisi yang
kepada pasien cara adekuat untuk penyembuhan
memberikan makanan sendiri luka sampai makanan tier oral
melalui selang dapat dimulai
Jika dimulai pemberian Untuk mengurangi nyeri pada
makanan per oral, berikan saat menelan. Ahli diet ialah
makanan yang lembut, mudah spesialis nutrisi yang dapat

12
dicerna seperti kentang, nasi, mengevaluasi kebutuhan
dsb. Konsultasi pada ahli diet nutrisi dan bersama
untuk memilih makanan yang merencanakan kebutuhan dan
tepat kondisi pasien
4. Berikan makanan sedikit 4. Untuk merangsang nafsu
tapi sering makan pasien

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik


pada penampilan dan pengobatannya
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam Gangguan
harga diri klien teratasi
a) Kriteria Hasil : Klien tidak menarik diri dan kepercayaan diri
klien kembali.

Intervensi Rasional
Tinjau ulang efek samping Agar mengetahui efek dari
yang diantisipasi berkenaan terapi yang dilakukan, sehingga
dengan pengobatan tertentu dapat diketahui kemungkinan
resiko yang terjadi
Dorong diskusi Dengan memberikan HE
tentang/pecahan masalah kanker diharapkan klien
tentang efek kanker mengerti akan semua proses
terapi yang dilakukan dan
efeknya akan terjadi sehingga
klien merasa lebih kuat dalam
menjalani proses
penyembuhannya

4. Resiko jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


akumulasi secret, efek sekunder pemasangan trakeostomi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam tidak terjadi
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
a) Kriteria Hasil :
1) Pasien berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
perubahan peran yang terjadi
2) Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola
hidup.
3) Mengidentifikasi atau merencanakan pilihan metode bicara
yang tepat setelah sembuh.

13
Intervensi Rasional
Kaji Kondisi trakeostomi, Monitoring terus – menerus
kemampuan batuk dan membantu perawat dalam
produksi secret setiap ganti mendeteksi kondisi jalan nafas
sif dan dapat menurunkan resiko
akumulasi secret pada jalan
nafas
Lakukan pengisapan pada Membuang secret yang
kanal trakeostomi menumpuk pada jalan nafas
pasien
Anjurkan pasien untuk Sebagai evaluasi dari
memberitahu perawat bila ada intervensi dan dapat
keluhan dengan adanya mengetahui dengan cepat
pemasangan trakeostomi setiap kondisi yang
mengganggu jalan nafas
akibat pemasangan
trakeostomi

5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak


mampuan menyampaikan informasi verbal sekunder dan
terpasang trakeostomi pascabedah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3\2 x 24 jam komunikasi
pasien akan efektif.
a) Kritaria Hasil :
1) Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang perubahan
peran yang terjadi.
2) Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola
hidup.
3) Mengidentifikasi pilihan metode berbicara yang tepat
setelah sembuh.

Intervensi Rasional
Kaji atau diskusikan Pengetahuan yang rasional
praoperasi mengapa bicara dapat mengurangi rasa takut
dan berbafas terganggu, pada pasien
gunakan gambaran anatomic
atau model untuk membantu
penjelasan
Tentukan apakah pasien Adanya masalah lain
mempunyai gangguan memengaruhi rencana untuk
komunikasi lain seperti pilihan komunikasi

14
pendengaran dan penglihatan
Berikan pilihan cara Alternative komunikasi dan
komunikasi yang tepat bagi memungkinkan pasien untuk
kebutuhan pasien misalnya menyatakan kebutuhan atau
papan alphabet, dan bahasa masalah
isyarat

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker rongga mulut ialag keganasan yang terjadi di dalam
rongga yang dibatasi oleh vermilion bibir dibagian depan dan arkus
faringeus anterior di bagian belakang. Kanker rongga mulut meliputi
kanker bibir, lidah, gusi, mukosa pipi dan palatum.(Arif Muttaqin,
2011).
Kanker rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan
suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan
inisiasi, promosi dan perkembangan tumor.
Secara garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat
dikelompokkan atas :
1. Faktor lokal, meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi
kronis dari restorasi, gigi-gigi karies/akar gigi, gigi palsu.
2. Faktor luar, antara lain radiasi ion pada terapi radiasi, paparan
radiasi matahari secara kronis, merokok, pengguna alcohol kronis,
agen infeksi, malnutrisi dan radiasi elektromagnetik.
3. Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan
genetic.

B. Saran
Setelah membaca dan memahami makalah ini, dapat
menambah wawasan mahasiswa tentang asuhan keperawatan
khususnya pada penyakit Kanker Rongga Mulut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif | Kumala Sari. (2012). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta :


Salemba Medika.

Smaltzer, Suzanne. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.

http://windyakaze.wordpress.com/2012/03/20/kanker- rongga-mulut/more-
100. Diakses pada tanggal 06 September 2018 pukul 17.56 WIT.

Pinborg, J.J. 1991. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut, Penerjemah :


drg. Lilian Yuwono. Edisi 1. Jakarta : EGC

Subita. G.P. 1997. “ Kemoprevantif sebagai satu Modalitas Pengendalian


Kanker Mulut Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Edisi
khusus KPPIKG XI. 582-585

Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC.


Jakarta.

Roezin Averdi. 2004. Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta:


FKUI.

Roezin, Averdi. 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga-


Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.

Suyatno. 2010. Bedah Onkologi Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Sagung


Seto

17

Você também pode gostar