Você está na página 1de 8

Nama : Meylinda Dwi Anggraini

Nim : 201610160311160
Kelas : Manajemen 6D

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (WPOP) dan PPh


PASAL 21
A. Pengertian WPOP
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
1. Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dalam konteks orang pribadi, penghasilan dapat berasal kegiatan usaha, pekerjaan bebas
ataupun penghasilan-penghasilan lainnya.
Dalam hal orang pribadi menjalankan kegiatan usaha dan melaksanakan pembukuan,
penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan peredaran usaha dengan harga pokok
penjualan dan biaya usaha. Penghasilan neto dari kegiatan usaha selanjutnya akan dilakukan
beberapa penyesuaian fiskal baik positif maupun negatif. Penyesuaian ini adalah penyesuaian
penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya, yang dapat
bersifat menambah maupun mengurangi penghasilan kena pajak.
Dalam hal wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun peredaran
usahanya atau peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar setahun maka Wajib Pajak dapat
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Selain itu Wajib Pajak yang memiliki
pekerjaan bebas seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, penilai, aktuaris dan
arsitek juga wajib melaporkan penghasilan brutonya dan Pajak Penghasilannya.
Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak penghasilan orang pribadi yang berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai berikut:
Penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp. 50 juta 5%
Di atas Rp. 50 juta s.d. Rp. 250 juta 15%
Diatas Rp. 250 juta s.d. Rp. 500 juta 25%
Diatas Rp. 500 juta 30%
Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan
diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP adalah :
Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh
penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri paling
lambat pada akhir bulan berikutnya;
Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta;
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan
tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kegiatan usaha dilakukan.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak
yang wilayahnya meliputi kedudukan wajib pajak dengan mengisiformulir pendaftaran dan
melampirkan persyaratan administrasi. Selain mendatangi Kantor Pelayanan Pajak, Wajib
Pajak Orang Pribadi dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-registration di
website Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id. Selain mendapatkan NPWP, Wajib Pajak
dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya akan diberikan Nomor
Pengkuhan Pengusaha Kena Pajak(NPPKP).
B. PPh Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri.
Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak
tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21/26
adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pension, badan, perusahaandan
penyelenggara kegiatan.
Jumlah pajak yang telah dipotong dan disetorkan dengan benar oleh pemberi kerja dan
pemotong lainnya dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk dijadikan kredit pajak atas PPh
yang terutang pada akhir tahun.
1. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No.
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun
2000 dan terakhir No. 36 Tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong
pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.03/2008.
a. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak
Hak-hak pemotong PPh Pasal 21 adalah :
Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh pasal 21 yg terjadi karena
jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu) tahun Takwim lebih kecil daripada jumlah
PPh pasal 21 yang telah disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh
pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan, dan
jika masih ada sisa kelebihan diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun
berikutnya.
Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu
penyampaian surat pemberitahuan (SPT) PPh pasal 21.
Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada direktur jenderal pajak dan permohonan
banding kepada badan peradilan pajak.
b. Kewajiban Pemotong Pajak
Kewajiban pemotong PPh Pasal 21 adalah :
1) Setiap Pemotong Pajak Wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak Setempat.
2) Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan
Pajak Setempat.
3) Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetor PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
4) Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut sekalipun nihil
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak setempat.
5) Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada pegawai
tetap, termasuk penerima pension bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan
oleh Dirjen Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak berakhir.
c. Penerima Penghasilan (Wajib Pajak PPh pasal 21)
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi
yang merupakan :
 Pegawai
 Penerima uang pesangon, pension atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
 Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan antara lain:
 Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas seperti pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
 Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film dan seniman lainnya.
 Olahragawan
 Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator.
 Pengarang, peneliti, dan penerjemah
 Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan system aplikasinya.
 Agen iklan
 Pengawas atau pengelola proyek
 Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
 Petugas penjaja barang dagangan
 Petugas dinas luar asuransi
 Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.
 Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.

2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 ( objek PPh Pasal 21)


1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain
sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai berupa honorium, komisi, dan fee.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
pajak penghasilan yang bersifat final dan Wajib Pajak yang dikenakan pajak
penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).
3. Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 (Bukan Objek PPh Pasal 21)
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuansi kecelakan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan
oleh Wajib Pajak atau pemerintah (termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh
pemberi kerja, maupun yang ditanggung oleh pemerintah), kecali penghasilan yang
diterima pensiun secara teratur berupa uang peniun atau penghasilan sejenisnya.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan social
tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diteria oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat
yang dibentuk atau di sahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifat
nya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang
pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau di sahkan oleh
pemerintah.
5. Beasiswa yang diterima oleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi
beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang tidak mempunyai hubungan
istimewa dengan pmilik, komisaris, direksi dan pengurus dari Wajib Pajak pemberi
beasiswa.
4. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
Secara umum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang pada PPh Pasal 21 yang dipotong
oleh pemotong pajak adalah :
PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21.
Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Rp 0,0 s.d Rp 50.000.000,00 5%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15%

Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%

Di atas Rp 500.000.000,00 30%

Tarif Khusus
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2010 pasal 4 ayat 2 bahwa:
Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang diterima
oleh pejabat PNS, anggota TNI/Porli dan pensiunannya.
Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan I dan Golongan II,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Tmatama dan Bintara, dan pensiunannya.
Tarif 5% dari jumlah bruto onorarium atau imbalan bagi PNS Golongan III, anggota TNI/Polri
Golongan Pangkat prwira Pertaa dan pensiunannya.
Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan IV, Anggota
TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan pensiunannya.
Tarif khusus berikut diterpkan atas penghasilan berupa uang pensiun yang diterima sekaligus.
Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000
Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000.
Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 smpai dengan Rp 500.000.000
Tarif 25% dari penghasilan bruto diatas Rp 500.000.000.
Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua.
Tariff 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000
Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000
Tarif khusus 55 atas upah harian, borongan satuan yang diterima oleh tenaga kerja harian lepas
yang mempunyai total upah sebulan kurang dari Rp 1.320.000 dan upah sehari kurang dari Rp
150.000.
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan
terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukan NPWP.
Besarnya tarif dan dasar pengenaan pajak ditentukan oleh kelompok penerima penghasilan dan
jenis penghasilan. Penghasilan yang sama diterima oleh kelompok penerima yang berbeda,
tarif dan dasar pengenannya bisa berbeda. Contoh PPh pasl 21 atas honorarium yang diterima
oleh bukan pegawai dan pegawai.
5. Tata Cara Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21
Hitungan 1 diterapkan pada pegawai tetap dan penerima pensiun berkala. Penghitungannya
dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1) Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh pasal 21 yang
terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa PPh pasal 21, selain masa
pajak Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja.
2) Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian form 1721-A1 atau 1721-A2 dan
pemotongan PPh pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak dimana
pegawai tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali in dilakukan pada:
Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalenser dan bagi
penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.
Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana
Pegawai Tetap Berhenti Bekerja
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
Penghitungan PPh atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap
a)Untuk menghitung PPH Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung
penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan.
b)Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi jaminan kecelakaan kerja (JKK)
yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Dalam menghitung
PPH Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh
pemberi kerja kepada pegawai.
c)Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran
pensiun, iuran jaminan hari tua dan iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai
yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada dana pensiun.
d)Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan
dikalikan 12.
e)Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektif sebagai Wajib Pajak
Dalam Negeri sudah ada sejak awal tahun.
f)Selanjutnya dihitung penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun , dikurangi dengan PTKP.
g)Setelah diperoleh PPh terutang dengan menrapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
terhadap penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada point ke 6, selanjutnya dihitung
PPh pasal 21 sebulan, yang harus dipotong atau disetor ke kas negara yaitu sebesar :
(1). Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada point 4 dibagi
dengan 12 atau.
(2). Jumlah PPh pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada point 5 dibagi
dengan 12.
h)Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan,
maka penghitungan pjak pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan
penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut.
Gaji untuk masa seminggu dikalikan 4.
Gaji untuk masa sehari dikalikan 26.
i)Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh pasal 21 sebulan dengan cara seperti pada point 4
sampai dengan point 7.
j)PPh pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan dalam
point 9, sedangkan PPh pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPH pasal 21
sebulan dalam point 9 dibagi 26.
k)Jika pada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayr kenaikan gaji yang berlaku
surut (rapel), misalnya untuk lima bulan, maka penghitungan PPh pasal 21 atas rapel tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Rapel dibagi dengan banyaknya buln perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan).
2) Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenaikan gaji, yang sudah dikenakan PPh pasal 21.
3) PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas
dasar gaji baru setelah ada kenaikan.
4) PPh pasal 21 terutang atas tambahan Gaji untuk bulan bulan dimaksud adalah selish
antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan angka 3 dikurangi jumlah pajak yang telah
dipotong sebagaimana disebut pada angka 2.
l)Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang dari satu
bulan (rapel) seperti tersebut dalam angka 4, maka cara penghitungan PPh pasal 21-nya adalah
sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam angka 4 dengan memperhatikan ketentuan dalam
angka 3.
Penghitungan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap atas atas penghasilan yang bersifaftetap secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penghasilan bruto
Gaji sebulan ×××
Tunjangan PPh ×××
Tunjangan dan honorarium lainnya ×××
Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja ×××
Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan pemotongan ×××
Jumlah penghasilan bruto (jumlah 1 s.d 5) ×××
Pengurangan
Biaya jabatan (5%×penghasilkan bruto, maksimal Rp.500000 sebulan) ×××
Iuran pensiun atau iuran THT/JHT ×××
Jumlah pengurangan (jumlah 1 s.d 3) (×××)
Penghitungan PPh pasal 21:
Penghasilan neto sebulan ×××
Penghasilan neto setahun / disetahunkan (10×12bulan) ×××
Penghasilan Tidak Kena Pajak ×××
Penghasilan kena pajak setahun ×××
PPh pasal 21 yang terutang (4×tarif pasal 17 ayat (1) huruf a.) ×××
PPh pasal 21 yang dipotong sebulan (14 + 12bulan) ×××

Você também pode gostar