Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki
yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormon pada monopouse. Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas
seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan
respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan
ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri
dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang
nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat,
konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan. Pengelolaan nyeri fraktur, bukan saja merupakan
upaya mengurangi penderitaan klien, tetapi juga meningkatkan kualitas hidupnya. Rasa nyeri
bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang
membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan
nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri
yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Salah satu cara untuk
menurunkan nyeri pada pasien fraktur secara non farmakologi adalah diberikan kompres dingin
pada area nyeri. Perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan kompres dingin
B. Rumusan Masalah
Dalam laporan ini rumusan masalah yang didaptkan yaitu pengertian fraktur femur,
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini yaitu menggunakan metode pustaka
dimana kami mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan materi
dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami fraktur femur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
osteoporosis.
B. Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
1) Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat berupa
tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak.
2) Pemukulan
3) Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas. Bila terkena
kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
4) Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan berulang-ulang.
Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna. Biasanya pada olahragawan/atlit (bola
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor) atau sangat rapuh
C. Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan
disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak
mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan
lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom
dan jaringan nekrotik. Jerjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang
merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera.
Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang
D. Manifestasi Klinis
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
2) Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan
dengan fraktur
5) Tenderness
6) Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan
8) Pergerakan abnormal
10) Krepitasi
E. Klasifikasi Fraktur
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua tulang.
a. Buckle fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa
dibawahnya.
b. Green stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, korteks tulang
Tulang patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi pergeseran fragmen-fragmen
tulang.
Garis patah lebih dari satu, tidak saling berhubungan karena tulang tertekan menjadi beberapa
bagian.
Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan.
4) Berdasarkan tempat
Misal: Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula, vertebra dll.
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon ataupun ligament.
Karena terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
dikulit.
a. Derajad I
· Luka < 1 cm
· Kontaminasi minimal
b. Derajat II
· Laserasi > 1 cm
· Kontaminasi sedang
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta
a. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang tulang yang terpapar/kontaminasi masif.
c. Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulsi/fraktur segmental atau sangat komunitif yang disebabkan trauma berenergi tanpa
F. Komplikasi
1) Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2) Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat menyambung.
3) Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang diperkirakan.
4) Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat melalui logam bidai.
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan, tachikardi, tachipnoe,
7) Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram positif anaerob
antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers. Clostridium biasanya akan tubuh pada
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem saraf simpatik
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada jaringan
superficial
11) Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat berupa hematogenous.
Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau selama operasi.
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati. Sering
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri, pengisian kapiler yang
buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki, saraf dan otot visera (thoraks dan
abdomen).
14) Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat sehingga terjadilah
syock.
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat peningkatan tekanan
jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai
dengan edema, tidak adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan,
G. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan penunjang
(1) Sinar X
(2) Venogram
(4) Angiografi
(5) Antrotropi
(6) Radiografi
2) Pemeriksaan laboratorium
LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak luas, leukosit sebagai respon stress normal setelah
H. Penatalaksanaan
(4) Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal
a. Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum
memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh
b. Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen
tulang.
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
a. Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien
c. Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
· Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran
gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi.
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku,
sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk
memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila
tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
b. Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu
1) Pengkajian
a. Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat
terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
d. Nutrisi
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien, integritas kulit,
nyeri.
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah yang
disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri.
(4) Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon stress
atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan
disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan
menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler
(5) Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau kerusakan tulang saat
immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi.
(7) Keamanan
a. Edema
b. Perubahan warna
c. Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan aliran darah dalam
pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan
d. Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf.
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada
didalam kulit
f. Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling
bergerak
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang
b. Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan mengganggu metabolisme
c. Dyspnea
Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke aliran
darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas.
d. Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan
Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi akan
(1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera
(2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi
di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
(4) Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan, prosedur
(5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
(6) Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang (fraktur)
(7) Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran
(8) Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli
lemak.
3) Intervensi
(1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera
Tujuan :
Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
Intervensi
b. Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri menunjukkan skala nyeri.
Rasional: menghilangkan nyeri dan mengurangi kesalahan posisi tulang jaringan yang cedera.
Rasional : memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk setiap aktifitas, juga
Rasional : mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan mempermudahkan dalam resolusi
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan otot.
h. Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti relaksasi napas dalam,
(2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi
di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
Tujuan :
Kriteria hasil :
indikasi.
Intervensi
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan warna.
Rasioanal : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan
oleh alat.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
d. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang kering dan
Rasional : teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan menncegah terjadinya
infeksi.
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada area kulit yang
normal lainnya.
Tujuan :
Kriteria hasil
Intervensi
b. Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
mobilitas pasien.
(4) Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan, prosedur
Tujuan
Kriteria hasil
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam dan nyeri.
Intervensi
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan drainase luka.
e. Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan terjadinya tetanus.
(5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
Tujuan :
Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria hasil :
a. Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
b. Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang klien dan keluarganya
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien tentang perawatan luka.