Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. LATAR BELAKANG
Dalam hal memperkecil ketidaksetaraan gender, kinerja Indonesia masihlah
tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga. Di tahun 2002, kinerja GDI (Gender
Development Index atau Indeks Pembangunan Gender) Indonesia menduduki
peringkat 91 dari 144 negara. Kombinasi dari lebih rendahnya tingkat melek aksara
perempuan, yaitu 86% (dibandingkan 94% untuk lelaki), lebih pendeknya jumlah
waktu rata-rata sekolah perempuan daripada lelaki (6,5 berbanding 7,6 tahun), dan
lebih kecilnya porsi penghasilan perempuan daripada lelaki (38% berbanding 62%)
secara total telah menurunkan kemajuan yang dicapai dari lebih baiknya angka
harapan hidup perempuan daripada lelaki, sehingga menghasilkan peringkat GDI
yang lebih rendah bagi Indonesia.
Globalisasi dan desentralisasi mendatangkan kesempatan sekaligus tantangan
lebihbesar untuk pencapaian kesetaraan gender. Di antara kaum miskin pedesaan, m
igrasi ke luar negeri merupakan salah satu sumber kesempatan kerja yang terbesar dan
terus bertumbuh. Para pekerja migrant perempuan di luar negeri sangat rentan
terhadap pelanggaran hak mereka selaku pekerja seperti perkosaan, pelecehan,
pemotongan upah dan kondisi kerja yang buruk.Desentralisasi membuka kesempatan
bagi perempuan untuk memainkan peran yang lebih besar, namun secara tidak
langsung juga telah mengurangi partisipasi perempuan di pemerintahan.
Diskriminasi angkatan kerja masih jelas terlihat di seluruh wilayah
Indonesia. Hanya 41% perempuan yang bekerja atau mencari pekerjaan dibandingkan
lelaki yang mencapai 73%. Di pasar tenaga kerja, perempuan lebih cenderung tidak
mendapatkan pekerjaan dibandingkan laki-laki. Di sektor formal, perempuan
menerima upah yang lebih rendah. 80% dari perbedaan upah laki-laki dan perempuan
disebabkan oleh timpangnya perlakuan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan masih terus berlanjut. Perempuan lebih sering menjadi korban kekerasan
dibandingkan lelaki dan seringkali mereka juga menjadi korban kekerasan di daerah-
daerah konflik sipil dan militer.
Walaupun demikian, kemajuan signifikan yang mengarah pada pencapaian
keseimbangan gender telah terjadi di beberapa sektor kunci. Selama ini telah terjadi
perbaikan yang stabil dan mengesankan dalam hal posisi relatif pendidikan
perempuan. Dalam sektor kesehatan, kemajuan yang mengesankan telah dicapai
dalam hal pengurangan angka kesuburan yang telah turun secara dramatis dari 5,6
kelahiran per perempuan di tahun 1971 menjadi 2,6 di tahun 2000.
B. TUJUAN
Mampu menjelaskan Prespektif Gender dan HAM dalam pelayanan kebidanan
Komunitas.
C. MAIN MAPPING
Pengertian Teori
dasar, Perbedaan
konsep gender dan
jenis kelamin
Upaya
Sasaran
prinsip
D. SKENARIO
Ny. H dari desa Bajang, merupakam seorang perempuan mudah, lincah, berani berbicara, suka
melakukan protes, akhirnya dinikahi oleh seorang kepala dusun yang juga haji. Mungkin ny. H,
sebagai istri kepala dusun yang ke empat, secara resmi. H, merasa tidak mampu menghadapi
kenyataan bahwa anak-anak muda laki-laki sebayanya atau yang sedikit terpaut di atasnya
merasa tidak pantas menikahinya. Mereka (lelaki) lebih senang mencari perempuan yang jauh
lebih mudah, tampilan fisik yang menarik menjadi idaman bagi setiap lelaki. Dan itu juga terjadi
pada lelalki mudah yang masih 17 an, mereka lalu menikah mencari yang lebih mudah umur 30
tahun biasanya sudah punya cucu. Jarak umur H dengan suaminya terpaut 25 tahun, yang
mestinya sepantas sebagai anaknya. H, akhirnya hamil, dan pada masa hamil mudah tubuh H
masih kelihatan bagus, segar dan tidak terlalu gemuk. Suaminya merasa senang dan bangga
akan punya anak lagi, dari seorang perempuan yang cantik. Lama kelamaan tubuh H menjadi
gemuk dan gembrot karena kehamilannya. Seperti yang terjadi biasanya atau sering ditemui di
daerah itu, suami sudah merasa tidak tertarik dengan tubuh yang dimiliki istrinya, gembrot tidak
membuat nafsu. sudah pasti, suami melirik ke perempuan yang lebih memberikan gairah
birahinya, ketika istri-istri terdahulu juga sudah Tidak menarik ditinggalkan pasti mencari lain.
H sudah menjelaskan kondisina saat iTu, Tapi apa yang didapat, H dicerai. Kenyataan telah
terjadi, H mau menggugurkan anaknya, tidak mungkin, DOSA. Kalaupun mau nekad, dia tidak
tahu caranya atau dimana. H mengurung diri, sambil meratapi tubuhnya yang sedang
mengandung besar. Dia tidak pernah memeriksa kandungannya, hatinya galau, uang sudah tidak
diberi lagi oleh suami,malu kepada orang tuanya.henayah stres H akhirnya melahirkan dengan
perdarahan yang cukup banyak dan posisi bayi yang terlilit, tetangga hanya bisa menolong
dengan cara sederhana, dengan memberi “asapan”(upaya untuk memberi kehangatan) pada H.
Akhirnya bayi yang lahir meninggal. Menyesalkah H dengan kematian bayinya? H bersyukur
tidak memelihara anak yang membawa aib, dan anak yang meninggal belum ternodai oleh
dosa,diyakini akan membawa ibunya kelak kesurga.
1. Identifikasi masalah tersebut
2. Berdasarkan masalah tersebut, lakukan analisis hipotesis peran gender dan HAM
asuhan kebidanan komunitas pada kasus diatas?
3. Bagaimanakah perencanaan pasrtisipasi asuhan yang berpsektif gender?
4. Informasi lebih lanjut yang dibutuhkan?
Tugas : membuat perencanaan partisipasi gender (matrix dan kerangka moser)
1. Konsep Kebidanan Komunitas Berspektif Gender
Peran reproduksi kesehatan ditentukan Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi
oleh Tuhan atau kodrat. buatan manusia
4). Keuntungan
Jika satu kelompok tertentu mempunyai akses yang lebih terhadap sumber
daya,memilki kemampuan untuk membuat keputusan perihal pemanfaatan sumber
daya tersebut maka kelompok itu bisa dipastikan biasanya menjadi kelompok yang
paling diuntungkan.
b. Analisis gender membantu mengidentifikasi
Analisis gender bisa digunakan untuk membantu mengidentifikasi:
1. Siapa yang menderita penyakit (pola penyakit)
2. Mengapa kelompok tertentu menderita penyakit (Faktor-faktor yang
mempengaruhi siapa yang menderita penyakit)
3. Bagaimana baik laki-laki maupun prempuan menanggapi penyakit yang
disebabkan oleh peran gender (faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap
penyakit)
c. Petugas Kesehatan yang sensitif gender harus:
1) Menyadari perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
2) Menyadari perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan dalam memenuhi
kesehatan reproduksinya
3) Memahami perempuan berada dalam posisi yang lemah dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut pemenuhan kesehatan reproduksinya.
4) Mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas dalam memberikan pelayanan.
5) Mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan pasien.
d. Cara mengatasi isu-isu gender disarana pelayanan kesehatan dan di masyarakat.
Ketika kita belajar melakukan analisi gender,cukup sulit jika kita melakukannya
sendiri dan menyita waktu.
e. Empat langkah pendekatan analisis gender
1) Masalah
2) Kontribusi gender terhadap masalah
3) Jalan keluar yang bisa ditempuh (pemecahan masalah)
4) Isu gender yang perlu diatasi,kegiatan yang bisa dilakukan ,kapan,dimana
f. Alasan petugas kesehatan harus sensitif gender
1) Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melahirkan
ditenaga kesehatan
2) Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnys laki-laki dan
perempuan bekerja sama dalam pekerjaan rumah tangga,mendidik, dan mengasuh
anak
3) Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan dalam rumah
tangga
4) Untuk membantu pelayanan kesehatan perempuan secara optimal
5) Membantu meningkatkan kesehatan pasien mencapai derajat kesehatan yang
optimal
6) Member kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan,termasuk kemampuan
untuk mengontrol hidupnya dan memperoleh hak-hak reproduksi.
7) Memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender secara berkesinambungan.
8) Mengembangkan proses pengambilan keputusan yang berimbang antara laki-laki
dan perempuan.
g. Tantangan menjadi petugas kesehatan yang sensitif gender
1) Bagaimana meningkatkan kesehatan masyarakat secara optimal,dengan tidak
hanya mempertimbangkan aspek medis,namun memperhatikan juga aspek gender.
2) Berupaya memiliki pemahaman tentang gender dalam kaitannya dengan kesehatan
3) Mendorong perubahan kebiasaan dan nilai sosila budaya masyarakat yang
merugikan kesehatan,terutama kesehatan perempuan.
4) Berupaya melakukan pelayanan kesehatan yang sensitive gender berdasarkan
kebijakan yang ada.
Kebidanan Komunitas
Lingkup dalam :
Aktualisasi penghargaan hak-hak perempuan sebagai hak asasi perempuan dan memandang
hak-hak reprodukasi sebagai hak-hak perempuan karena kita ingin menghasilkan bidan yang
sensitif gender.
Lingkungan tengah :
Bidan dengan kacamata/sensitif gender : Hak-hak perempuan adalah hak-hak manusia dan
hak-hak reproduksi adalah hak-hak perempuan. Bidan sensitif gender melihat pasiennya dari
konteks kehidupan sosialnya di masyarakat
Jonatan A. Lassa
Di samping itu, kegunaan lain adalah bisa dijadikan dasar kebijakan gender (gender
policy) pada institusi-institusi seperti masyarakat sipil, LSM, CBOs, NGOs, BRA,
pemerintahan dan sebagainya. Umumnya, kerangka analisis gender yang berbeda digunakan
untuk saling melengkapi demi menjawabi kebutuhan kebijakan lembaga dan pembangunan
kembali masyarakat Aceh.
Ada banyak model yang sering digunakan tetapi yang akan diperkenalkan di sini adalah
4 jenis alat analisis yang berbeda satu sama lain, yakni Kerangka Harvard, Moser, Longway
dan Kerangka Relasi Sosialnya Naila Kabeer.
Tujuan utama paper singkat ini adalah utuk memperlengkapi,teman-teman di Aceh,
tentunya tidak tertutup bagi mitra-mitra Hivos, supaya bersama-sama memiliki pemahaman
gender secara umum dalam kerja-kerja mereka. Tidak ada tendensi di sini untuk mengatakan
mana yang paling benar, tetapi diharapkan pengguna (users) bisa memilih sendiri alat analisis
yang disajikan berikut, lebih cocok dalam kerja-kerja mereka. Walaupun, preferensi Penulis
adalah pada model yang dikembangkan Longwe dan Kabeer.
Dalam assessment proyek, kerangka Longwe bisa diturunkan menjadi dua alat:
Equality Pemberdayaan
Partisipasi
Kesadaran Kritis
(conscienticicao)
Akses
Anak panah di atas menunjukan arah peningkatan menuju pemberdayaan dan equality.
2. Isu Spesifik Perempuan – dengan tujuan pada pengenalan akan kebutuhan spesifik
perempuan.
Asumsi utamanya adalah bahwa semua isu perempuan berkaitan dengan equality
dalm peran sosial dan ekonomis. Tiga level pengenalan atas isu perempuan di dalam
proyek adalah NEGATIF, NETRAL & POSITIF.
4.Kerangka Analisis ”Relasi Sosial”
Kerangka “relasi social” ini awalnya dikemukakan oleh Naila Kabeer yang sebelumnya
adalah pengajar pada Institute of Development Studies, Sussex, UK. (Lihat Reversed
Realities: Gender Hierarchies in Development, Verso, 1994).
Tujuan dari kerangka ini adalah untuk:
Menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung
jawab dan kekuasaan.
Menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktifitas dan
bagaimana posisi mereka melailui lensa kelembagaan.
Menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama dalam
pembangunan
Kerangka ini didasarkan pad aide bahwa tujuan pembangunan adalah pada
kesejahteraan manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security dan otonomi.
Produksi dilihat bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga reproduksi tenaga kerja,
kegiatan subsistent, dan kepedulian lingkungan hidup.
Kemiskinan dilihat sebagai relasi social yang tidak seimbang, yang dihasilkan oleh
ketidak seimbangan distrubusi sumber daya, klaim, dan tanggun jawab. Relasi gender adalah
salah satu tipe relasi social. Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku dan kekal. Mereka
dapat dan berubah melalui faktor-faktor seperti perubahan makro atau agen manusia. Relasi
social termasuk sumber daya yang dimiliki orang. Perempuan miskin kerap dikeluarkan dari
akses dan kempemilikan atas sumber daya dan bergantung pada hubungan patron dan
ketergantungan. Pembangunan dapat menolong si miskin untuk membangun solidaritas,
reciprocity and otomomi dalam akses terhadap sumber daya
Oleh karena itu analisis gender mengandung pengertian atau pemahaman untuk melihat
pada bagaimana kelembagaan menciptakan dan mereproduksi ketidak seimbangan dan
ketimpangan. Ada empat ranah kelembaggan utama yakni negara, pasar, komunitas dan
keluarga.
Table 7. Ranah Kelembagaan
Lima dimensi relasi social kelembagaan yang relevan dengan gender analisis:
Aturan (Rules), atau bagaimana aturan main yang terjadi; apakah memperkuat atau
menghambat? Aturan tertulis atau tidak (informal)
Aktifitas (Activities), yakni siapa melakukan apa, siapa mendapatkan apa, siapa
berhak mengklaim atas apa. Aktifitas bisa saja yang bersifat produktif, regulative, dan
distributive.
Sumber daya, yakni yang yang digunakan, apa yang diproduksikan, termasuk input
sdm (tenaga kerja, pendidikan), material (pangan, capital aset, dan sebagainya),
ataupun yang tidak kelihatan seperti kehendak baik, informasi dan jaringan.
Orang (People), yakni siapa yang terlibat, siapa yang pergi, siapa melakukan apa?
Kelembagaan relative selektif dalam masukan atau mengeluarkan orang, menugaskan
mereka pada sumber daya dan tanggung jawab, memposisikan mereka dalam
hierarkis dsb.
Kekuatan (Power), yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan siapa yang
dilayani.
Kerangka analisisi relasi social menekankan pada akar masalah ketimpangan gender dengan
memetakan secara jelas apa sebab langsung (immediate), faktor kontributif (underlying) dan
yang bersifat structural.
Lihat table 7.
Table 7.
Analisis Akar Masalah Gender – Pada Berbagai Aras
Masalah Utama
Rumah tangga
Komunitas
Pasar
Negara
Rumah tangga
Komunitas
PasarNegara
Rumah tangga
Komunitas
Pasar
Negara
Kekuatan:
Melihat kemiskinan bukan semata sebagai deprivasi material tetapi pada marginalisasi
social
Mengkonsepkan gender sebagai pusat dari pembangunan dan bukan terpisah
Menghubungkan analisis makro dan mikro.
Membuat interaksi antara berbagai bentuk kesenjangan berbasis kelas, gender dan ras
Memusatkan analisis pada kelembangaan dan memberikan inspirasi pada aspek
politik kelembagaan.
Dinamis karena berupaya membongkar proses-proses pemiskinan dan
pemberdayaanBisa digunakan pada proyek level ataupun perencanaan kebijakan pada
berbagai level.
Kelemahan
Karena lebih kompleks, analisis gender jadi bisa tenggelam dalam konteks yang lebih
luas.
Contoh yang paling kongkret dapat dilihat pada penjajahan dari satu bangsa ke bangsa
yang lain. Indonesia yang dijajah dengan sangat tidak berperikemanusiaan oleh kaum
kolonialisme dengan menindas dan menyengsarakan bangsa ini. Sehingga, dilakukan
perjuangan terus menerus untuk tetap mempertahankan hak asasi manusia yang dimilikinya.
Jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi
manusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, adalah:
1. Hak asasi manusia tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. Hak asasi manusia
adalah bagian dari manusia secara otomatis
2. Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal
usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik
3. Hak asasi manusia tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap memiliki hak asasi manusia
meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi bahkan melanggar
hak asasi manusia
Hak asasi manusia atau biasa disingkat HAM merupakan sebuah hal yang menjadi
keharusan dari sebuah negara untuk menjaminnya dalam konstitusinya. Melalui Deklarasi
Universal HAM 10 desember 1948 merupakan tonggak bersejarah berlakunya penjaminan
hak mengenai manusia sebagai manusia Naskah tersebut meruakan pernyataan sedunia
tentang hak-hak asasi manusia, sehingga tanggal 10 Desmber sering diperingati sebagai hari
hak asasi manusia. Isi pokok deklarasi tersebut tertuang pada Pasal 1 yang menyatakan
bahwa “Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan budi, hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan”
Hak- hak yang diatur menurut Piagam PBB tentang deklarasi Universal Human Rights 1948
itu adalah Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat, yaitu:
1. Hak memiliki sesuatu,
2. Hak mendapatkan aliran kepercayaan atau agama
3. Hak untuk hidup,
4. Hak untuk kemerdekaan hidup
5. Hak untuk memperoleh nama baik,
6. Hak untuk memperoleh pekerjaan,
7. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum
3.1 Bidan, perempuan dan Hak Asasi Manusia
Pelanggaran/kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak buruk bagi
kesehatan (misalnya praktik tradisional yang membahayakan, perlakukan
menganiaya/tidak berperikemanusiaan, kekerasan terhadap perempuan dan anak). Dalam
hal ini bidan berkewajiban untuk mendukung kebijakan dan program yang dapat
meningkatkan hak asasi manusia didalam menyusun/melaksanakannya (misalnya tidak
ada diskriminasi, ototnomi individu, hak untuk berpartisipasi, pribadi dan informasi).
Perempuan merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit, oleh karena itu perlu
dilakukan upaya untuk menghormati dan melindungi perempuan, misalnya membebaskan
dari diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, peran gender, hak atas kesehatan,
makanan, pendidikan dan perumahan.
Konfederasi Bidan Internasional (ICM) mendukung seluruh upaya pemberdayaan
perempuan dan untuk memberdayakan bidan sesuai dengan hak asasi manusia dan sebuah
pemahaman tanggung jawab yang dipikul seseorang untuk memperoleh hak nya. ICM
juga menyatakan keyakinannya, sesuai dengan Kode Etik Kebidanan (1993), Visi dan
Strategi Global ICM (1996), definisi bidan yang dikeluarkan oleh ICM/FIGO/WHO
(1972), dan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia (1948), yang
menyatakan bahwa perempuan patut dihormati harkat dan martabatnya sebagai manusia
dalam segala situasi dan pada seluruh peran yang dilalui sepanjang hidupnya.
Konfederasi meyakini bahwa bahwa salah satu peran terpenting dari bidan adalah
memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh pengertian, kekinian (up-to-date) dan
berdasarkan ilmu pendidikan serta informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya
perempuan dapat berpartisipasi dalam memilih/memutuskan apa yang mempengaruhi
kesehatan mereka dan menyusun serta menerapkan pelayanan kesehatan mereka.
Pendekatan HAM pada pelayanan kesehatan harus menghormati budaya, ras, gender
dan pilihan individu disetiap tingkatan dimana tidak satupun dari hasil ini yang
membahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, anak dan laki-laki. Ketika
seorang bidan menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan diri atau orang lain,
apakah dikarenakan ketiadaan HAM, kekejaman, kekerasan atau praktik budaya,
mempunyai tugas etik untuk mengintervensi dengan perilaku yang tepat untuk
menghentikan bahaya dengan tetap memikirkan keselamatan dirinya (diadaptasi dari the
International Confederation of Midwives Council, Manila, May 1999)
4. Perspektif Gender dan HAM dalam Pelayanan Kebidanan Komunitas
1. Kesetaraan Gender (Gender Equality)
Kesetaraan gender merupakan keadaan tanpa diskriminasi (sebagai akibat dari
perbedaan jenis kelamin), dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-sumber
dan hasil pembangunan, serta akses terhadap pelayanan
2. Keadilan Gender (Gender Equity)
Keadilan gender adalah (fairness, justice) dalam distribusi manfaat dan tanggung
jawab antara laki-laki dan perempuan, yang didasari atas pemahaman bahwa laki-laki
dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan. Perbedaan ini perlu
dikenali dan diperhatikan untuk dipakai sebagai dasar atas perbedaan perlakuan yang
diterapkan bagi laki-laki dan perempuan.
3. Pendekatan “Perempuan dalam Pembangunan” (Women in Development WID)
Pendekatan ini cenderung memenuhi kebutuhan praktis saja yang dipandang
kurang memadai, misalnya pemenuhan kebutuhan hidup, pelayanan kesehatan dan
kebutuhan akan pekerjaan.
4. Kesenjangan Gender dalam Kesehatan
Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosio-
budaya, serta hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan merupakan
faktor penting yang berperan dalam mendukung/mengancam kesehatan seseorang.
a) Jenis Kelamin, Gender dan kesehatan
Sebagai perempuan cenderung memiliki angka harapan hidup yang lebih
panjang dari pada laki-laki yang dianggap sebagai faktor biologis. Walaupun
faktor yang melatarbelakanginya berbeda-beda, pada kelompok sosial hal tersebut
menggambarkan bahwa kehidupan perempuan kurang sehat dibandingkan laki-
laki. Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap
terjadinya beberapa penyakit. Perbedaan yang timbul dapat perupa perjalan
penyakit pada laki-laki dan perempuan, sikap laki-laki dan perempuan dalam
menghadapi suatu penyakit,
b) Ketimpangan Gender
Gender differences (perbedaan gender) bukan suatu masalah sepanjang tidak
menimbulkan gender in a qualities/ketidakadilan gender, namun yang menjadi
masalah adalah Gender differences ini menimbulkan berbagai ketidakadilan baik
bagi kaum laki-laki dan perempuan.
Bentuk ketimpangan gender diantaranya :
1) Marginalisasi, bentuk marginalisasi yang paling dominan terjadi terhadap
kaum perempuan yang disebabkan oleh gender. Marginalisasi dapat berupa
ditempatkan sebagai orang yang tidak memiliki peran penting, misalnya
karena rendahnya pendidikan perempuan di desa menyebabkan kurang
dianggap memiliki peran penting.
2) Kekerasan (Violence). Kekerasan merupakan serangan terhadap fisik maupun
intergritas mental, psikologis seseorang yang dilakukan terhadap jenis kelamin
tertentu, umumnya perempuan sebagai akibat dari perbedaan gender.
Kekerasan gender pada dasarnya disebabkan karena ketidaksetaraan kekuatan
yang ada dalam masyarakat. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini
disebut Gender-relate violete.
3) Burden atau beban kerja. Beban kerja perempuan yang brat untuk
pemeliharaan lingkungan akan menyebabkan gangguan kesehatan, gizi,
istiharat serta reproduksi perempuan.
4) Subordinasi, yang timbul akibat pandangan gender terhadap kaum perempuan.
Proses subordinasi yang disebabkan karena gender terjadi dalam segala macam
bentuk dan menakisme yang berbeda dari waktu kewaktu dan dari temapt ke
tempat.
5) Stereotipe (pelabelan/penandaan negatif terhadap kelompok/jenis kelamin
tertentu). Akibatnya timbul suatu diskriminasi dan berbagai ketidakadilan.
Bentuk stereotipe banyak terjadi di masyarakat pada umumnya terjadi pada
kaum perempuan sehingga menyulitkan, membatasi, memiskn, merugikan
perempuan.
c) Ketidakadilan gender dalam kesehatan
Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering ditemukan pula
ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan berdasarkan norma dan standar yang
berlaku,dalam hal distibusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan). Definisi”keadilan gender dalam kesehatan”
menurut WHO mengandung 2 aspek:
(1) Keadilan dalam (status) kesehatan,yaitu tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi mungkin (fisik,psikologis, dan sosial) bagi setiap warga Negara.
(2) Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan
diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan social
seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari
masyarakat,dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan
kemampuan bayar seseorang
Contoh-contoh tentang ketidakadilan gender dalam bidang kesehatan:
Hasil penelitian Mayoritas (56%) wanita Sepakat bahwa pemukulan istri dibenarkan saat istri
lalai terhadap Anak anak, 53% saat istri mengolah makanannya, 50% saat istri Berargumen
dengan suami, 48% saat istri pergi keluar tanpa menceritakannya pada Suami, dan hampir
45% saat istri menolak melakukan hubungan seks Dengan suami Secara keseluruhan, 51%
wanita telah menunjukkan dengan tinggi Sikap positif terhadap pemukulan istri. Tempat
wanita Tempat tinggal, kuintil kekayaan rumah tangga, tingkat pendidikan, Status
perkawinan, dan status pekerjaan suami / pasangan Telah menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan sikap perempuan Menuju pemukulan istri. Otonomi pengambilan
keputusan perempuan Juga merupakan prediktor yang signifikan terhadap sikap perempuan
terhadap Pemukulan istri Kemungkinan memiliki sikap yang sangat baik Terhadap istri-
pemukulan secara signifikan sebagai tingkat Otonomi pengambilan keputusan perempuan
membaik. Mengingat Penerimaan yang meluas terhadap pemukulan istri di kalangan orang
Etiopia khususnya Perempuan, kebijakan sosial yang memberdayakan perempuan bisa
dijadikan sebagai Kekuatan positif dalam mengubah sikap terhadap pemukulan istri Dan
kekerasan terhadap perempuan.
Kavita Singh1,2, Shelah Bloom1,2, Erica Haney1, Comfort Olorunsaiye3, and Paul
Brodish2 dalam jurnal Gender Equality and Childbirth in a Health Facility: Nigeria and
MDG5
Empat langkah kesetaraan gender dipelajari: 1. pengambilan keputusan dalam rumah tangga,
2. pengambilan keputusan keuangan, 3. sikap terhadap istri pemukulan, dan 4. Sikap
mengenai kemampuan seorang istri untuk menolak seks.
Hasil yang ditemukan wanita yang berumur lebih tua, lebih terdidik, lebih kaya, tinggal
didaerah perkotaan, dan yang bekerja lebih mungkin untuk memiliki akses pelayanan
persalinan daripada rekan-rekan mereka. Selain etnis adalah variabel yang signifikan yang
menunjukkan pentingnya keragaman budaya dan regional. Terutama, setelah mengontrol
variabel sosial ekonomi, dua variabel kesetaraan gender yang signifikan: pengambilan
keputusan dalam rumah tangga dan sikap mengenai kemampuan seorang istri untuk menolak
seks. Dalam rangkaian miskin sumber daya seperti Nigeria, wanita dengan lebih pengambilan
keputusan otonomi cenderung lebih mampu untuk mengadvokasi dan mengakses fasilitas
kesehatan untuk melahirkan. Dengan demikian program-program dan kebijakan yang
berfokus pada gender dalam Selain fokus pada pendidikan dan kemiskinan memiliki potensi
untuk mengurangi angka kematian ibu lebih jauh.
DAFTAR PUSTAKA
March, Smuth and Mukhopahyay (1999) A Guide to Gender Analysis Frameworks, Oxford:
Oxfam. 2.
March C. (1996) A Tool Kit: Concepts and Frameworks for Gender Analysis and
Planning. Oxford, oxfam uk/Ireland, 1996.