Você está na página 1de 32

MATERI TUTOR 2

KONSEP KEBIDANAN KOMUNITAS DAN KELUARGA SEBAGAI PUSAT


PELAYANAN YANG BERSPEKTIF GENDER

A. LATAR BELAKANG
Dalam hal memperkecil ketidaksetaraan gender, kinerja Indonesia masihlah
tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga. Di tahun 2002, kinerja GDI (Gender
Development Index atau Indeks Pembangunan Gender) Indonesia menduduki
peringkat 91 dari 144 negara. Kombinasi dari lebih rendahnya tingkat melek aksara
perempuan, yaitu 86% (dibandingkan 94% untuk lelaki), lebih pendeknya jumlah
waktu rata-rata sekolah perempuan daripada lelaki (6,5 berbanding 7,6 tahun), dan
lebih kecilnya porsi penghasilan perempuan daripada lelaki (38% berbanding 62%)
secara total telah menurunkan kemajuan yang dicapai dari lebih baiknya angka
harapan hidup perempuan daripada lelaki, sehingga menghasilkan peringkat GDI
yang lebih rendah bagi Indonesia.
Globalisasi dan desentralisasi mendatangkan kesempatan sekaligus tantangan
lebihbesar untuk pencapaian kesetaraan gender. Di antara kaum miskin pedesaan, m
igrasi ke luar negeri merupakan salah satu sumber kesempatan kerja yang terbesar dan
terus bertumbuh. Para pekerja migrant perempuan di luar negeri sangat rentan
terhadap pelanggaran hak mereka selaku pekerja seperti perkosaan, pelecehan,
pemotongan upah dan kondisi kerja yang buruk.Desentralisasi membuka kesempatan
bagi perempuan untuk memainkan peran yang lebih besar, namun secara tidak
langsung juga telah mengurangi partisipasi perempuan di pemerintahan.
Diskriminasi angkatan kerja masih jelas terlihat di seluruh wilayah
Indonesia. Hanya 41% perempuan yang bekerja atau mencari pekerjaan dibandingkan
lelaki yang mencapai 73%. Di pasar tenaga kerja, perempuan lebih cenderung tidak
mendapatkan pekerjaan dibandingkan laki-laki. Di sektor formal, perempuan
menerima upah yang lebih rendah. 80% dari perbedaan upah laki-laki dan perempuan
disebabkan oleh timpangnya perlakuan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan masih terus berlanjut. Perempuan lebih sering menjadi korban kekerasan
dibandingkan lelaki dan seringkali mereka juga menjadi korban kekerasan di daerah-
daerah konflik sipil dan militer.
Walaupun demikian, kemajuan signifikan yang mengarah pada pencapaian
keseimbangan gender telah terjadi di beberapa sektor kunci. Selama ini telah terjadi
perbaikan yang stabil dan mengesankan dalam hal posisi relatif pendidikan
perempuan. Dalam sektor kesehatan, kemajuan yang mengesankan telah dicapai
dalam hal pengurangan angka kesuburan yang telah turun secara dramatis dari 5,6
kelahiran per perempuan di tahun 1971 menjadi 2,6 di tahun 2000.
B. TUJUAN
Mampu menjelaskan Prespektif Gender dan HAM dalam pelayanan kebidanan
Komunitas.
C. MAIN MAPPING

Pengertian Teori
dasar, Perbedaan
konsep gender dan
jenis kelamin

Konsep Analisis Kerangka Analisis


Gender dan Gender Dalam Analisis Pelayanan
HAM Pelayanan Perencanaan Kebidanan
Kebidanan Gender (Gender Komunitas
Komunitas Planning berspektif HAM
Frameworks)

Perspektif Konsep Kebidanan


Gender dan Upaya
HAM dalam Komunitas Dan Keluarga
Pengarustamaan
Pelayanan Sebagai Pusat Pelayanan Gender
Kebidanan Berspektif Gender dan
Komunitas HAM;

 Upaya
 Sasaran
 prinsip
D. SKENARIO

Ny. H dari desa Bajang, merupakam seorang perempuan mudah, lincah, berani berbicara, suka
melakukan protes, akhirnya dinikahi oleh seorang kepala dusun yang juga haji. Mungkin ny. H,
sebagai istri kepala dusun yang ke empat, secara resmi. H, merasa tidak mampu menghadapi
kenyataan bahwa anak-anak muda laki-laki sebayanya atau yang sedikit terpaut di atasnya
merasa tidak pantas menikahinya. Mereka (lelaki) lebih senang mencari perempuan yang jauh
lebih mudah, tampilan fisik yang menarik menjadi idaman bagi setiap lelaki. Dan itu juga terjadi
pada lelalki mudah yang masih 17 an, mereka lalu menikah mencari yang lebih mudah umur 30
tahun biasanya sudah punya cucu. Jarak umur H dengan suaminya terpaut 25 tahun, yang
mestinya sepantas sebagai anaknya. H, akhirnya hamil, dan pada masa hamil mudah tubuh H
masih kelihatan bagus, segar dan tidak terlalu gemuk. Suaminya merasa senang dan bangga
akan punya anak lagi, dari seorang perempuan yang cantik. Lama kelamaan tubuh H menjadi
gemuk dan gembrot karena kehamilannya. Seperti yang terjadi biasanya atau sering ditemui di
daerah itu, suami sudah merasa tidak tertarik dengan tubuh yang dimiliki istrinya, gembrot tidak
membuat nafsu. sudah pasti, suami melirik ke perempuan yang lebih memberikan gairah
birahinya, ketika istri-istri terdahulu juga sudah Tidak menarik ditinggalkan pasti mencari lain.
H sudah menjelaskan kondisina saat iTu, Tapi apa yang didapat, H dicerai. Kenyataan telah
terjadi, H mau menggugurkan anaknya, tidak mungkin, DOSA. Kalaupun mau nekad, dia tidak
tahu caranya atau dimana. H mengurung diri, sambil meratapi tubuhnya yang sedang
mengandung besar. Dia tidak pernah memeriksa kandungannya, hatinya galau, uang sudah tidak
diberi lagi oleh suami,malu kepada orang tuanya.henayah stres H akhirnya melahirkan dengan
perdarahan yang cukup banyak dan posisi bayi yang terlilit, tetangga hanya bisa menolong
dengan cara sederhana, dengan memberi “asapan”(upaya untuk memberi kehangatan) pada H.
Akhirnya bayi yang lahir meninggal. Menyesalkah H dengan kematian bayinya? H bersyukur
tidak memelihara anak yang membawa aib, dan anak yang meninggal belum ternodai oleh
dosa,diyakini akan membawa ibunya kelak kesurga.
1. Identifikasi masalah tersebut
2. Berdasarkan masalah tersebut, lakukan analisis hipotesis peran gender dan HAM
asuhan kebidanan komunitas pada kasus diatas?
3. Bagaimanakah perencanaan pasrtisipasi asuhan yang berpsektif gender?
4. Informasi lebih lanjut yang dibutuhkan?
Tugas : membuat perencanaan partisipasi gender (matrix dan kerangka moser)
1. Konsep Kebidanan Komunitas Berspektif Gender

1.1 Pengertian Konsep Gender


Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan
perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan
yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil.
Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan
ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender).
Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang
pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan
dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta
cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep gender
secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam
masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran,
tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas.
Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga
kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi
sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan
laki-laki.
Kata “gender” dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi)
sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang
tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat
lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat
berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung
waktu dan budaya setempat.
1.2 Teori Dasar tentang Gender
a. Teori Kodrat Alam
Menurut teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam
memandang gender, teori ini terdiri dari Teori Nature (teori ini memandang perbedaan
gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu diperasalahkan), Teori Nurture (teori ini
memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya danbukan kodrati,
sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan).
b. Teori Kebudayaan
Teori ini memandang gender sebagai akibat dari konstruksi budaya, materi dan
kekayaan sehingga terjadi perbedaan pembedaan peran laki-laki dan perempuan.
Pemilihan peran sosial berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk dan
dilatih.
c. Teori Fungsional Struktural
Munculnya tuntutan untuk kesetaraan gender dalam peran sosial di masyarakat
sebagai akibat adanya perubahan struktur nilai sosial ekonomi masyarakat. Peran
seseorang tidak lagi ditentukan oleh norma kehidupan sosial tetapi ditentukan oleh
daya saing dan keterampilan.
d. Teori Evolusi
Menurut teori ini semua yang terjadi di alam tidak berlangsung otomatis tetapi
mengalami proses perubahan yang terus-menerus. Sama halnya dengan gender yang
merupakan gejala alam yang menghendaki kesetaraan yang harus direspon oleh
manusia. pada zaman dahulu pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan tidak
pernah dipermasalahkan, tetapi pada zaman sekarang kesetaraan gender menjadi
permasalahan karena kondisi alam menuntut demikian, hal ini disebabkan karena
adanya perubahan sosial, ekonomi dan budaya yang berlaku yang memungkinkan
peran laki-laki dan perempuan bisa sama/dipertukarkan.

1.3 Perbedaan Konsep Gender dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin (Seks) Gender


Contoh kodrati Contoh Bukan Kodrati
Peran reproduksi kesehatan berlaku Peran sosial bergantung pada waktu
sepanjang masa. dan keadaan.

Peran reproduksi kesehatan ditentukan Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi
oleh Tuhan atau kodrat. buatan manusia

Menyangkut perbedaan organ Menyangkut perbedaan peran, fungsi,


biologis laki-laki dan perempuan dan tanggungjawab laki-laki dan
khususnya pada bagian alat-alat perempuan sebagai hasil kesepakatan
reproduksi. atau hasil bentukan dari masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari fungsi alat- Sebagai konsekuensi dari hasil
alat reproduksi, maka perempuan kesepakatan masyarakat, maka
mempunyai fungsi reproduksi seperti pembagian peran laki-laki adalah
menstruasi, hamil, melahirkan dan mencari nafkah dan bekerja di sektor
menyusui; sedangkan laki-laki publik, sedangkan peran perempuan di
mempunyai fungsi membuahi sektor domestik dan bertanggung jawab
(spermatozoid). masalah rumah tangga.
Peran reproduksi tidak dapat berubah; Peran sosial dapat berubah:
sekali menjadi perempuan dan Peran istri sebagai ibu rumahtangga
mempunyai rahim, maka selamanya dapat berubah menjadi pekerja/ pencari
akan menjadi perempuan; sebaliknya nafkah, disamping masih menjadi istri
sekali menjadi laki-laki, mempunyai juga
penis, maka selamanya menjadi laki-
laki.
Peran reproduksi tidak dapat Peran sosial dapat dipertukarkan
dipertukarkan: tidak mungkin peran Untuk saat-saat tertentu, bisa saja
laki-laki melahirkan dan perempuan suami dalam keadaan menganggur
membuahi. tidak mempunyai pekerjaan sehingga
tinggal di rumah mengurus
rumahtangga, sementara istri bertukar
peran untuk bekerja mencari nafkah
bahkan sampai ke luar negeri menjadi
Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Membuahi Bekerja di dalam rumah dan dibayar
(pekerjaan publik/produktif di dalam
rumah) seperti jualan masakan,
pelayanan kesehatan, membuka salon
kecantikan, menjahit/ tailor, mencuci
pakaian/loundry, mengasuh dan
mendidik anak orang lain (babbysitter/
pre-school).
Menstruasi Bekerja di luar rumah dan dibayar
(pekerjaan publik di luar rumah).
Mengandung/ hamil . Bekerja di dalam rumah dan tidak
dibayar (pekerjaan domestik
rumahtangga) seperti memasak,
menyapu halanam, membersihkan
rumah, mencuci pakaian keluarga,
menjahit pakaian keluarga

2. Analisis Gender Dalam Pelayanan Kebidanan Komunitas


Analisis gender membantu melihat dengan cermat hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki dan perempuan dewasa tidaklah sama.
Mereka dibedakan karena usia, pendidikan, status social ekonomi, budaya, lingkungan.
Analisis gender dapat membantu mempertimbangkan perbedaan diatas dan cara
pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena itu, sebagai petugas kesehatan, kita harus
mempunyai pengetahuan dan kesadaran tentang bagaimana gender mempengaruhi
kesehatan. Ini penting untuk dapat merespon berbagai isu gender dengan memberikan
pelayanan yang lebih sensitif. Dengan kata lain,analisis gender merupakan dasar yang
kokoh terhadap rencana pelayanan kesehatan yang sensitif gender.

a. Hal-hal yang perlu diketahui sebelum melakukan analisis gender adalah


1) Pencatatan data terpilah (Sex-Disaggregated Data)
Pencatatan ini penting karena sering merupakan data pembuka wawasan
mengenai masalah kesenjangan gender dalam kesehatan
2) Empat pertanyaan penting dalam analisis gender
Analisis gender dilakukan untuk mengetahui adanya kesenjangan gender
dengan cara menggunakan keempat pertanyaan tersebutuntuk menjawab
bagaimana gender mempengaruhi kehidupan seseorang. Pertanyaan tersebut dibagi
dalam 4 kategori yaitu:
No Pertanyaan Istilah Definisi

1 Siapa yang memanfaatkan apa? Akses/A Adalah kemampuan


Contoh: seorang ibu RT yang sedang ccess memanfaatkan sumber daya
hamil mau memeriksakan kehamilannya ke
puskesmas
2 Siapa yang punya apa? Sumber daya/ Segala sesuatu yang
Ibu tersebut tidak punya uang untuk ke Resources bermanfaat dan dapat berupa
puskesmas pekerjaan, rasa percaya diri,
pendidikan, waktu,kekuasaan,
harga diri,kepemimpinan,politik,
uang

3 Siapa yang memutuskan apa yang Kontrol Adalah kemampuan untuk


digunakan dan bagaimana? menetapkan dan membuat
Suami yang memutuskan untuk ke keputusan mengenai
puskesmas dan suami juga yang mempunyai pemanfaatan sumber daya
uang.
4 Siapa yang diuntungkan? Keuntungan/ Menyangkut siapa yang
Karena ibu tersebut tidak mempunyai Benefits memperoleh keuntungan,baik
uang sendiri,suami yang memutuskan untuk dari segi ekonomi,social,politik
kepuskesmas,maka ibu hamil tadi tidak dan psikologi sebagai akibat dari
berdaya meskipun hal itu menyangkut pemanfaatan sumber daya
kesehatannya sendiri dan bahkan kesehatan tersebut diatas.
bayi yang dikandungnya.

3). Akses,Sumber daya dan kontrol


Ketiga hal tersebut seringkali berjalan beriringan. Misalnya kemampuan
memanfaatkan (akses) waktu dan uang (sumber daya) dan membuat keputusan
(kontrol) mengenai pemanfaatan waktu dan uang. Hal ini mempengaruhi kemampuan
perempuan dan laki-laki dalam membuat keputusan tentang pemeriksaan ANC,seperti
contoh pada kolom di atas, memilih petugas kesehatan yang menolong persalinan dan
penggunaan kontrasepsi.

4). Keuntungan
Jika satu kelompok tertentu mempunyai akses yang lebih terhadap sumber
daya,memilki kemampuan untuk membuat keputusan perihal pemanfaatan sumber
daya tersebut maka kelompok itu bisa dipastikan biasanya menjadi kelompok yang
paling diuntungkan.
b. Analisis gender membantu mengidentifikasi
Analisis gender bisa digunakan untuk membantu mengidentifikasi:
1. Siapa yang menderita penyakit (pola penyakit)
2. Mengapa kelompok tertentu menderita penyakit (Faktor-faktor yang
mempengaruhi siapa yang menderita penyakit)
3. Bagaimana baik laki-laki maupun prempuan menanggapi penyakit yang
disebabkan oleh peran gender (faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap
penyakit)
c. Petugas Kesehatan yang sensitif gender harus:
1) Menyadari perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
2) Menyadari perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan dalam memenuhi
kesehatan reproduksinya
3) Memahami perempuan berada dalam posisi yang lemah dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut pemenuhan kesehatan reproduksinya.
4) Mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas dalam memberikan pelayanan.
5) Mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan pasien.
d. Cara mengatasi isu-isu gender disarana pelayanan kesehatan dan di masyarakat.
Ketika kita belajar melakukan analisi gender,cukup sulit jika kita melakukannya
sendiri dan menyita waktu.
e. Empat langkah pendekatan analisis gender
1) Masalah
2) Kontribusi gender terhadap masalah
3) Jalan keluar yang bisa ditempuh (pemecahan masalah)
4) Isu gender yang perlu diatasi,kegiatan yang bisa dilakukan ,kapan,dimana
f. Alasan petugas kesehatan harus sensitif gender
1) Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melahirkan
ditenaga kesehatan
2) Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnys laki-laki dan
perempuan bekerja sama dalam pekerjaan rumah tangga,mendidik, dan mengasuh
anak
3) Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan dalam rumah
tangga
4) Untuk membantu pelayanan kesehatan perempuan secara optimal
5) Membantu meningkatkan kesehatan pasien mencapai derajat kesehatan yang
optimal
6) Member kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan,termasuk kemampuan
untuk mengontrol hidupnya dan memperoleh hak-hak reproduksi.
7) Memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender secara berkesinambungan.
8) Mengembangkan proses pengambilan keputusan yang berimbang antara laki-laki
dan perempuan.
g. Tantangan menjadi petugas kesehatan yang sensitif gender
1) Bagaimana meningkatkan kesehatan masyarakat secara optimal,dengan tidak
hanya mempertimbangkan aspek medis,namun memperhatikan juga aspek gender.
2) Berupaya memiliki pemahaman tentang gender dalam kaitannya dengan kesehatan
3) Mendorong perubahan kebiasaan dan nilai sosila budaya masyarakat yang
merugikan kesehatan,terutama kesehatan perempuan.
4) Berupaya melakukan pelayanan kesehatan yang sensitive gender berdasarkan
kebijakan yang ada.

Kerangka Konsep Penerapan Kacamata Gender pada Asuhan

Kebidanan Komunitas
Lingkup dalam :

Aktualisasi penghargaan hak-hak perempuan sebagai hak asasi perempuan dan memandang
hak-hak reprodukasi sebagai hak-hak perempuan karena kita ingin menghasilkan bidan yang
sensitif gender.

Lingkungan tengah :

Bidan dengan kacamata/sensitif gender : Hak-hak perempuan adalah hak-hak manusia dan
hak-hak reproduksi adalah hak-hak perempuan. Bidan sensitif gender melihat pasiennya dari
konteks kehidupan sosialnya di masyarakat

Kerangka Analisis Perencanaan Gender (Gender Planning Frameworks)

Jonatan A. Lassa

Kerangka analisis perencanaan gender atau disingkat kerangka analisis gender


merupakan upaya untuk menerjemahkan ide-ide dari analisis gender yang “akademis” serta
“konseptual” ke dalam kerja-kerja dan panduan untuk para praktisi LSM, pekerja-pekerja
pembangunan, relief dan dalam konteks Aceh saat ini adalah perencanaan rekonstruksi Aceh.

Kerangka-kerangka ini digunakan untuk memperkenalkan secara singkat konsep gender


bagi mereka yang ‘awam’ dengan issu perempuan/gender dalam pembangunan, dengan
menekankan bahwa gender adalah isu pembangunan dan bahwa pembangunan tidak bebas
nilai sehingga potensial menindas gender tertentu. Tidak dimaksudkan untuk terjebak dalam
berpikir secara “mengisi matrix” semata dan terkotak-kotak, tetapi memberikan dasar-dasar
analisis gender.

Di samping itu, kegunaan lain adalah bisa dijadikan dasar kebijakan gender (gender
policy) pada institusi-institusi seperti masyarakat sipil, LSM, CBOs, NGOs, BRA,
pemerintahan dan sebagainya. Umumnya, kerangka analisis gender yang berbeda digunakan
untuk saling melengkapi demi menjawabi kebutuhan kebijakan lembaga dan pembangunan
kembali masyarakat Aceh.

Ada banyak model yang sering digunakan tetapi yang akan diperkenalkan di sini adalah
4 jenis alat analisis yang berbeda satu sama lain, yakni Kerangka Harvard, Moser, Longway
dan Kerangka Relasi Sosialnya Naila Kabeer.
Tujuan utama paper singkat ini adalah utuk memperlengkapi,teman-teman di Aceh,
tentunya tidak tertutup bagi mitra-mitra Hivos, supaya bersama-sama memiliki pemahaman
gender secara umum dalam kerja-kerja mereka. Tidak ada tendensi di sini untuk mengatakan
mana yang paling benar, tetapi diharapkan pengguna (users) bisa memilih sendiri alat analisis
yang disajikan berikut, lebih cocok dalam kerja-kerja mereka. Walaupun, preferensi Penulis
adalah pada model yang dikembangkan Longwe dan Kabeer.

1. Harvard Framework (Kerangka Harvard).


Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat pembagian kerja
gender (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, tingkat control atas
sumberdaya yang kelihatan.
Sebagai konsep dan alat, ini dibutuhkan data detail bagi perencanaan gender. Implikasi
perencanaan program terhadap gender perempuan adalah diperlukan analisis yang
menutupi bolong (gaps) pada level beban kerja, pengambilan keputusan dsb antara
perempuan dan laki-laki.
Tiga data set utama yang diperlukan:
1. Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang
diperlukan? Hal ini dikenal sebagai “Profil Aktifitas”.
2. Siapa yang memiliki akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber
daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan “Profil Akses dan Kontrol” Siapa yang
memeliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dsb?
3. Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta
akses dan kontrol yang ada pada “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Tujuan dari alat analisis ini adalah:

Aktifitas Perempuan Laki-laki


Aktifitas produksi, Pertanian,
Livelihood,Pekerjaan,Peternakan,Perikanan
Dsb
Aktifitas reproduksi: Mengambil air,
Pemenuhan energi KK, Penyiapan
makanan, Menjaga anak, Kesehatan:
Membersihkan rumah, Memperbaiki rumah
Belanja/jual di/ke Pasar
a. Membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan
b. Membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatan produtifitas secara
keseluruhan

Tabel 1. Alat Profil Aktifitas


Catatan: Parameter lainnya perlu juga dilihat namun bergantung dari konteks:
 Gender dan dominasi umur: indetifikasi yang lebih jelas soal perempuan dewasa, laki-
laki dewasa, anak-anak, dan/atau orang tua yang melakukan aktifitas tertentu
 Alokasi waktu: perlu dihitung prosentasi alokasi waktu untuk tiap aktifitas dan
apakah dilakukan secara harian atau kadang-kadang?
 Lokus aktifitas: perlu dilihat secara jeli di mana suatu kegiatan dilakukan supaya bisa
melihat peta mobilitas penduduk.
Tabel 2. Profil Akses dan Kontrol atas sumber daya dan benefit
Akses Kontrol
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
Sumber daya , Tanah
Alat produksi Tenaga
kerja Cash/uang
Pendidika, Pelatihan,
Tabungan Dll
Benefit, Aset
kepemilikan, Non
pendapatan, Kebutuhan
dasar Pendidikan,
Kekuasaan politis dll
Tabel 3. Faktor saling pengaruh antara “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Faktor Pengaruh Hambatan (constraints) Kesempatan (opportunities)
Norma-norma dan hierarki
sosial
Faktor demografi
Struktur kelembagaan
Faktor ekonomi
Faktor politik
Parameter hukum
Training
Sikap komunitas terhadap
pihak luar spt LSM?
Dll

Kekuatan/keutamaan dari Kerangka Harvard:


 Praktis dan mudah digunakan khususnya pada analisis mikro yakni level komunitas
dan keluarga
 Berguna untuk baseline informasi yang detail
 Fokus pada hal-hal yang kasat mata, fakta objektif, fokus pada perbedaan gender dan
bukan pada kesenjangan
 Gampang dikomunikasikan pada pemula/awam
Keterbatasan:
 Tidak ada fokus pada dinamika relasi kuasa dan kesenjangan (inequality)
 Tidak efektif untuk sumberdaya yang tidak kasat mata seperti jaringan sosial dan
sosial kapital
 Terlalu menyederhanakan relasi gender yang kompleks, kehilangan aspek negosiasi,
tawar-menawar dan pembagian peran.
2. Kerangka Moser (The Gender Roles Framework)
Dikenal juga sebagai “the University College-London Department of Planning Unit
(DPU) Framework”. Secara singkat, kerangka ini menawarkan pembedaan antara
kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan
berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya, ia tidak berfokus pada kelembaggan
tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga.
Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah:
1. Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja
produktif dan kerja komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender
dan alokasi kerja
2. Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis
bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan
transformasi status dan posisi perempuan (spt subordinasi).
3. Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada kesejahteraan (welfare), Kesamaan
(equity), anti kemiskinan, effisiensi dan pemberdayaan atau dari WID ke GAD.

Tabel 4: Tiga alat utama Kerangka Moser


Alat 1: Peran lipat tiga (triple roles) Perempuan A. Kerja reproduksi perempuan
B. Kerja Produktif
C. Kerja komunitas
Alat 2: Gender need assessment A. Kebutuhan/kepentingan praktis
B. Kebutuhan/kepentingan strategis
Alat 3: Gender Disaggregated data - intra- Siapa mengotrol apa dan siapa yang
household memiliki kekuasaan atas pengambilan
keputusan?

Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser:


 Mampu melihat kesenjangan perempuan dan laki-laki
 Penekanan pada seluruh aspek kerja di mana membuat peranan ganda perempuan
terlihat
 Menekankan dan mempertanyakan asumsi dibalik proyek-2 intervensi
 Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan dasar-praktis dengan
kebutuhan strategis
Keterbatasan/Kelemahan Kerangka Moser:
 Fokus pada perempuan dan laki-laki dan tidak pada relasi sosial
 Tidak menekanakan aspek lain dari kesenjangan spt akses atas sumber daya
 Jika ditanyakan, perempuan akan mengidentifikasikan kebutuhan praktisnya.
Menemukan ukuran-2 kebutuhan strategis sulit. Perubahan strategis adalah sebuah
proses yang kompleks dan kontradiktif. Dalam prakteknya, sesuatu yang praktis dan
strategis berkaitan erat.
 Pendekatan kebijakan yang berbeda-2 bercampur dalam prakteknya
 Kerja secara efektif lebih berfungsi sebagai alat analisis intervensi ketimbang
perencanaan.
Table 5. Perkembangan Pendekatan Kebijakan Gender (dari Moser 1989)

Pendekatan Tujuan Implementasi Asumsi


kebijakan

Kesejahteraan Melibatkan Proyek-2 -Perempuan dilihat sebagai


(Welfare) perempuan dalam kesejahteraan social penyebab ketertinggalan
1950-1970, kegiatan focus pada bantuan
-peran pasif perempuan
masih pembangunan pangan, nutrisi spt.
dalam penelitian pertanian,
digunakan semata-mata Ketrampilan masak
SDA dan pembangunan
sebagai “ibu yang yang lebih tinggi, dan
lebih baik” dan proyek-2 KB -Tidak ada kaitan antara
ibu rumah tangga perempuan, gender dan isu
strategis spt nutrisi,
kesehatan dan pangan

Kesamaan -upaya Asalinya dikenal -pengakuan atas ”triple


(Equity) mensejajarkan dengan istilah roles” perempuan dalam
perempuan dalam ”Perempuan dalam pembangunan pada ranah
1975-1985,
pembangunan pembangunan – rumah tangga, ekonomi dan
sangat
WID/Women in komunitas
dipromosikan -mempromosikan
Development” yang
pada perempuan -pengakuan bahwa
dipromosikan pada
konferensi sebagai peserta perempuan memiliki hak-
permulaan dekade
perempuan I aktif dalam hak dasar tapi juga
Perempuan PBB dan
pembangunan kebutuhan strategis
”Nairobi Forward
-menjawab Looking Strategies” -penelitian pertanian dan
masalah SDA mulai mengakui peran
subordinasi lipat tiga dan kebutuhan
perempuan dalam strategis perempuan dalam
pembangunan pembangunan

-perempuan mulai dilihat


sebagai korban
pembangunan
Anti -untuk Proyek-2 WID -Prioritas utama pada
Kemiskinan meningkatakan berubah fokus pada kerentanan dan
produktifitas proyek-2 income marginalisasi ekonomi
1970an
perempuan generating (IGA) perempuan
miskin skala kecil, proyek-2
-penelitian-2 pertanian dan
kerajinan tangan
-pengentasan pembangunan mulai
adalah tipikal
kemiskinan konsentrasi pada IGA
“proyek perempuan”
melalui perempuan tapi belum
peningkatan melihat kepentingan
produksi strategis perempuan

Effisiensi -mengentaskan -Proyek-2 WID -Perempuan diakui


kemiskinan berfokus pada produktif dalam pertanian
1980an
dengan proyek-2 sektoral dan management SDA.
meningkatkan seperti perempuan
-perempuan dilihat sebagai
efisiensi dalam dan kehutanan,
solusi terhadap
penelitian dan perempuan dan
pembangunan; waktu
pembangunan perikanan dsb.
mereka dilihat sebagai
-meningkatkan -proyek-2 elastis
partisipasi pembangunan masih
-relasi gender sebagai relasi
perempuan dalam berkutat pada
kuasa belum dikenali
penelitian dan pemenuhan
pembangunan kebutuhan dasar -Pengarusutamaan isu
perempuan perempuan dan gender
dalam pembangunan untuk
-beberapa proyek
efisiensi sumber daya
mulai mengadopsi
proyek
perspektif gender
ketimbang berbicara
semata tentang
perempuan

Pemberdayaan -pemberdayaan Gender dan -pengakuan bahwa


perempuan pembangunan (GAD- walaupun fokus pada peran
Akhir 1980an melalui hak yang gender and perempuan adalah penting,
lebih besar untuk development) namun relasi dengan laki-2
menentukan nasip berfokus pada dan seluruh sistim politik
sendiri kebutuhan dasar dan dan ekonomi adalah sangat
strategis dan kerap penting
-sub-ordinasi
dipisahkan.
sebagai akibat -Perempuan sebagai agen
dari penindasan pembangunan dan agenda
laki-2 tapi juga kolektif perempuan adalah
sistim yang penting
meninda laki-2
-Perlu dikaji ulang
terlebih
penelitian dan pembangunan
perempuan

3. Longwe Framework – Kerangka Kerja ”Pemberdayaan”

Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian di mana


masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan jalan
untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality) di mana ditunjukan
bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan,
pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan keputusan (kontrol) merupakan
puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan (equality). Table 4 memberikan gambaran jelas
mengenai hal ini.

Dalam assessment proyek, kerangka Longwe bisa diturunkan menjadi dua alat:

1. Level kesederajatan (Equality level)


Tujuan utama alat ini adalah untuk menilai apakah sebuah proyek/program
intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan pemberdayaan
perempuan atau tidak. Asumsi dasar dibalik alat ini adalah bahwa titik tercapainya
kesederajatan (equality) antara perempuan dan laki-laki mengindikasikan level
pemberdayaan perempuan. Ada lima level dalam aras kesederajatan dan
pemberdayaan yang perlu dicermati:
Bentuk ini, menurut saya, seolah mengikuti alur pikirnya Abraham Maslow
tentang teori hierarki of human needs, dengan meletakan kebutuhan dasar-praktikal
pada titik yang paling bawah dan kebutuhan ”aktualisasi diri” sebagai kebutuhan
tertinggi diterjemahkan sebagai ”kontrol dan decision making”. Tentunya, ilustrasi ini
memiliki kelemahan dan terkesan dipaksakan.

Tabel 6. Level kesederajatan dan pemberdayaan

Equality Pemberdayaan

Perempuan Laki-laki perempuan Laki-laki

Kontrol (decision Making)

Partisipasi

Kesadaran Kritis
(conscienticicao)

Akses

Welfare (kebutuhan dasar-


praktis

Anak panah di atas menunjukan arah peningkatan menuju pemberdayaan dan equality.

2. Isu Spesifik Perempuan – dengan tujuan pada pengenalan akan kebutuhan spesifik
perempuan.
Asumsi utamanya adalah bahwa semua isu perempuan berkaitan dengan equality
dalm peran sosial dan ekonomis. Tiga level pengenalan atas isu perempuan di dalam
proyek adalah NEGATIF, NETRAL & POSITIF.
4.Kerangka Analisis ”Relasi Sosial”

Kerangka “relasi social” ini awalnya dikemukakan oleh Naila Kabeer yang sebelumnya
adalah pengajar pada Institute of Development Studies, Sussex, UK. (Lihat Reversed
Realities: Gender Hierarchies in Development, Verso, 1994).
Tujuan dari kerangka ini adalah untuk:

 Menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung
jawab dan kekuasaan.
 Menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktifitas dan
bagaimana posisi mereka melailui lensa kelembagaan.
 Menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama dalam
pembangunan

Kerangka ini didasarkan pad aide bahwa tujuan pembangunan adalah pada
kesejahteraan manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security dan otonomi.
Produksi dilihat bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga reproduksi tenaga kerja,
kegiatan subsistent, dan kepedulian lingkungan hidup.

Kemiskinan dilihat sebagai relasi social yang tidak seimbang, yang dihasilkan oleh
ketidak seimbangan distrubusi sumber daya, klaim, dan tanggun jawab. Relasi gender adalah
salah satu tipe relasi social. Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku dan kekal. Mereka
dapat dan berubah melalui faktor-faktor seperti perubahan makro atau agen manusia. Relasi
social termasuk sumber daya yang dimiliki orang. Perempuan miskin kerap dikeluarkan dari
akses dan kempemilikan atas sumber daya dan bergantung pada hubungan patron dan
ketergantungan. Pembangunan dapat menolong si miskin untuk membangun solidaritas,
reciprocity and otomomi dalam akses terhadap sumber daya

Kelembagaaan menjamin produksi, memperkuat dan reproduksi relasi social, dank


arena itu perbedaan social dan kesenjangan. Ketimpangan gender di reproduksi bukan hanay
di level KK, tapi melalui sekelompok kelembaggaan termasuk komunitas internasional,
negara dan pasar. Kelembagaan didefinisikan sebagai kerangka yang nyata atas aturan main
organsasi sebagai bentuk structural khusus

Oleh karena itu analisis gender mengandung pengertian atau pemahaman untuk melihat
pada bagaimana kelembagaan menciptakan dan mereproduksi ketidak seimbangan dan
ketimpangan. Ada empat ranah kelembaggan utama yakni negara, pasar, komunitas dan
keluarga.
Table 7. Ranah Kelembagaan

Ranah Kelembagaan Bentuk organisasi/struktur

Negara Lembaga hukum, administrasi, militer, GAM dsb

Pasar Perusaan, tukang kredit, industri pertanian, multi nasionanl


dsb.,

Komunitas Lembaga nonformal gampong, organisasi desa, PKK,


jaringan informal, relasi patron-client, NGOs, panglima
Laot dsb.

Keluarga-kekerabatan Rumah tangga, garis keturunan, keluarga household,


extended families, lineage groupings

Lima dimensi relasi social kelembagaan yang relevan dengan gender analisis:

 Aturan (Rules), atau bagaimana aturan main yang terjadi; apakah memperkuat atau
menghambat? Aturan tertulis atau tidak (informal)
 Aktifitas (Activities), yakni siapa melakukan apa, siapa mendapatkan apa, siapa
berhak mengklaim atas apa. Aktifitas bisa saja yang bersifat produktif, regulative, dan
distributive.
 Sumber daya, yakni yang yang digunakan, apa yang diproduksikan, termasuk input
sdm (tenaga kerja, pendidikan), material (pangan, capital aset, dan sebagainya),
ataupun yang tidak kelihatan seperti kehendak baik, informasi dan jaringan.
 Orang (People), yakni siapa yang terlibat, siapa yang pergi, siapa melakukan apa?
Kelembagaan relative selektif dalam masukan atau mengeluarkan orang, menugaskan
mereka pada sumber daya dan tanggung jawab, memposisikan mereka dalam
hierarkis dsb.
 Kekuatan (Power), yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan siapa yang
dilayani.

Analisis kelembagaan ini menyingkapkan beta gender dan berbagai jenis


kesenjangan/ketimpangan diproduksi dan direproduksi ulang. Naila Kabeer
mengkalsifikasikan kebijakan pembangunan sebagai berikut:
Gender-blind (Buta gender)

 Tidak membedakan perbedaan perempuan dan laki-laki


 Terjebak ‘built in”
 Cenderung mengeluarkan perempuan

Sadar gender (Gender-aware)

 Mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan perempuan dan laki-laki

Tabel 8. Kebijakan sensitive gender ada tiga jenis:

gender-neutral  dalam terang perbedaan gender, targeting layanan


kebutuhan praktis perempuan dan laki-laki
 Bekerja dalam kondisi yang ada untuk pembagian kerja
atas sumber daya dan tanggung jawab berbasi gender

gender-specific  dalam terang perbedaan gender, merespon kebutuhan


praktis perempuan dan laki-laki secara spesifik
 Bekerja dalam kondisi yang ada untuk pembagian kerja
atas sumber daya dan tanggung jawab berbasis gender

gender redistributive  Dimaksudkan untuk transformasi relasi gender yang ada


untuk menciptakan keseimbagan relasi.
 Menargetkan secara spesifik perempuan dan laki-laki
 Bekerja untuk kebutuhan praktis gender secara
transformative
 Bekerja untuk kebutuhan strategis gender

Kerangka analisisi relasi social menekankan pada akar masalah ketimpangan gender dengan
memetakan secara jelas apa sebab langsung (immediate), faktor kontributif (underlying) dan
yang bersifat structural.
Lihat table 7.

Table 7.
Analisis Akar Masalah Gender – Pada Berbagai Aras

Dampak jangka panjang

Dampak jangka menengah


(Intermediate)/underlying causes

Dampak Langsung (Immediate)

Masalah Utama

Dampak Langsung di level:

 Rumah tangga
 Komunitas
 Pasar
 Negara

Dampak jangka menengah


(Intermediate)/underlying causes

 Rumah tangga
 Komunitas
 PasarNegara

 Rumah tangga
 Komunitas
 Pasar
 Negara

Kekuatan:

 Melihat kemiskinan bukan semata sebagai deprivasi material tetapi pada marginalisasi
social
 Mengkonsepkan gender sebagai pusat dari pembangunan dan bukan terpisah
 Menghubungkan analisis makro dan mikro.
 Membuat interaksi antara berbagai bentuk kesenjangan berbasis kelas, gender dan ras
 Memusatkan analisis pada kelembangaan dan memberikan inspirasi pada aspek
politik kelembagaan.
 Dinamis karena berupaya membongkar proses-proses pemiskinan dan
 pemberdayaanBisa digunakan pada proyek level ataupun perencanaan kebijakan pada
berbagai level.

Kelemahan

 Karena lebih kompleks, analisis gender jadi bisa tenggelam dalam konteks yang lebih
luas.

3. Analisis Pelayanan Kebidanan Komunitas berspektif HAM


Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat diganggu gugat keberadaannya. Hak-hak tersebut
telah dibawa sejak lahir dan melekat pada diri manusia sebagai makhluk Tuhan. Setiap
manusia memiliki derajat dan martabat yang sama. Pada masa yang lalu, manusia belum
mengakui akan adanya derajat manusia yang lain sehingga mengakibatkan terjadinya
penindasan antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Contoh yang paling kongkret dapat dilihat pada penjajahan dari satu bangsa ke bangsa
yang lain. Indonesia yang dijajah dengan sangat tidak berperikemanusiaan oleh kaum
kolonialisme dengan menindas dan menyengsarakan bangsa ini. Sehingga, dilakukan
perjuangan terus menerus untuk tetap mempertahankan hak asasi manusia yang dimilikinya.

Jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi
manusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, adalah:

1. Hak untuk hidup,


2. Hak untuk berkeluarga
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak keadilan
5. Hak kemerdekaan
6. Hak berkomunikasi
7. Hak keamanan,
8. Hak kesejahteraan, dan
9. Hak perlindungan

Ciri pokok dari hakikat hak asasi manusia adalah

1. Hak asasi manusia tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. Hak asasi manusia
adalah bagian dari manusia secara otomatis
2. Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal
usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik
3. Hak asasi manusia tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap memiliki hak asasi manusia
meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi bahkan melanggar
hak asasi manusia
Hak asasi manusia atau biasa disingkat HAM merupakan sebuah hal yang menjadi
keharusan dari sebuah negara untuk menjaminnya dalam konstitusinya. Melalui Deklarasi
Universal HAM 10 desember 1948 merupakan tonggak bersejarah berlakunya penjaminan
hak mengenai manusia sebagai manusia Naskah tersebut meruakan pernyataan sedunia
tentang hak-hak asasi manusia, sehingga tanggal 10 Desmber sering diperingati sebagai hari
hak asasi manusia. Isi pokok deklarasi tersebut tertuang pada Pasal 1 yang menyatakan
bahwa “Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan budi, hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan”
Hak- hak yang diatur menurut Piagam PBB tentang deklarasi Universal Human Rights 1948
itu adalah Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat, yaitu:
1. Hak memiliki sesuatu,
2. Hak mendapatkan aliran kepercayaan atau agama
3. Hak untuk hidup,
4. Hak untuk kemerdekaan hidup
5. Hak untuk memperoleh nama baik,
6. Hak untuk memperoleh pekerjaan,
7. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum
3.1 Bidan, perempuan dan Hak Asasi Manusia
Pelanggaran/kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak buruk bagi
kesehatan (misalnya praktik tradisional yang membahayakan, perlakukan
menganiaya/tidak berperikemanusiaan, kekerasan terhadap perempuan dan anak). Dalam
hal ini bidan berkewajiban untuk mendukung kebijakan dan program yang dapat
meningkatkan hak asasi manusia didalam menyusun/melaksanakannya (misalnya tidak
ada diskriminasi, ototnomi individu, hak untuk berpartisipasi, pribadi dan informasi).
Perempuan merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit, oleh karena itu perlu
dilakukan upaya untuk menghormati dan melindungi perempuan, misalnya membebaskan
dari diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, peran gender, hak atas kesehatan,
makanan, pendidikan dan perumahan.
Konfederasi Bidan Internasional (ICM) mendukung seluruh upaya pemberdayaan
perempuan dan untuk memberdayakan bidan sesuai dengan hak asasi manusia dan sebuah
pemahaman tanggung jawab yang dipikul seseorang untuk memperoleh hak nya. ICM
juga menyatakan keyakinannya, sesuai dengan Kode Etik Kebidanan (1993), Visi dan
Strategi Global ICM (1996), definisi bidan yang dikeluarkan oleh ICM/FIGO/WHO
(1972), dan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia (1948), yang
menyatakan bahwa perempuan patut dihormati harkat dan martabatnya sebagai manusia
dalam segala situasi dan pada seluruh peran yang dilalui sepanjang hidupnya.
Konfederasi meyakini bahwa bahwa salah satu peran terpenting dari bidan adalah
memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh pengertian, kekinian (up-to-date) dan
berdasarkan ilmu pendidikan serta informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya
perempuan dapat berpartisipasi dalam memilih/memutuskan apa yang mempengaruhi
kesehatan mereka dan menyusun serta menerapkan pelayanan kesehatan mereka.
Pendekatan HAM pada pelayanan kesehatan harus menghormati budaya, ras, gender
dan pilihan individu disetiap tingkatan dimana tidak satupun dari hasil ini yang
membahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, anak dan laki-laki. Ketika
seorang bidan menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan diri atau orang lain,
apakah dikarenakan ketiadaan HAM, kekejaman, kekerasan atau praktik budaya,
mempunyai tugas etik untuk mengintervensi dengan perilaku yang tepat untuk
menghentikan bahaya dengan tetap memikirkan keselamatan dirinya (diadaptasi dari the
International Confederation of Midwives Council, Manila, May 1999)
4. Perspektif Gender dan HAM dalam Pelayanan Kebidanan Komunitas
1. Kesetaraan Gender (Gender Equality)
Kesetaraan gender merupakan keadaan tanpa diskriminasi (sebagai akibat dari
perbedaan jenis kelamin), dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-sumber
dan hasil pembangunan, serta akses terhadap pelayanan
2. Keadilan Gender (Gender Equity)
Keadilan gender adalah (fairness, justice) dalam distribusi manfaat dan tanggung
jawab antara laki-laki dan perempuan, yang didasari atas pemahaman bahwa laki-laki
dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan. Perbedaan ini perlu
dikenali dan diperhatikan untuk dipakai sebagai dasar atas perbedaan perlakuan yang
diterapkan bagi laki-laki dan perempuan.
3. Pendekatan “Perempuan dalam Pembangunan” (Women in Development WID)
Pendekatan ini cenderung memenuhi kebutuhan praktis saja yang dipandang
kurang memadai, misalnya pemenuhan kebutuhan hidup, pelayanan kesehatan dan
kebutuhan akan pekerjaan.
4. Kesenjangan Gender dalam Kesehatan
Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosio-
budaya, serta hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan merupakan
faktor penting yang berperan dalam mendukung/mengancam kesehatan seseorang.
a) Jenis Kelamin, Gender dan kesehatan
Sebagai perempuan cenderung memiliki angka harapan hidup yang lebih
panjang dari pada laki-laki yang dianggap sebagai faktor biologis. Walaupun
faktor yang melatarbelakanginya berbeda-beda, pada kelompok sosial hal tersebut
menggambarkan bahwa kehidupan perempuan kurang sehat dibandingkan laki-
laki. Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap
terjadinya beberapa penyakit. Perbedaan yang timbul dapat perupa perjalan
penyakit pada laki-laki dan perempuan, sikap laki-laki dan perempuan dalam
menghadapi suatu penyakit,
b) Ketimpangan Gender
Gender differences (perbedaan gender) bukan suatu masalah sepanjang tidak
menimbulkan gender in a qualities/ketidakadilan gender, namun yang menjadi
masalah adalah Gender differences ini menimbulkan berbagai ketidakadilan baik
bagi kaum laki-laki dan perempuan.
Bentuk ketimpangan gender diantaranya :
1) Marginalisasi, bentuk marginalisasi yang paling dominan terjadi terhadap
kaum perempuan yang disebabkan oleh gender. Marginalisasi dapat berupa
ditempatkan sebagai orang yang tidak memiliki peran penting, misalnya
karena rendahnya pendidikan perempuan di desa menyebabkan kurang
dianggap memiliki peran penting.
2) Kekerasan (Violence). Kekerasan merupakan serangan terhadap fisik maupun
intergritas mental, psikologis seseorang yang dilakukan terhadap jenis kelamin
tertentu, umumnya perempuan sebagai akibat dari perbedaan gender.
Kekerasan gender pada dasarnya disebabkan karena ketidaksetaraan kekuatan
yang ada dalam masyarakat. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini
disebut Gender-relate violete.
3) Burden atau beban kerja. Beban kerja perempuan yang brat untuk
pemeliharaan lingkungan akan menyebabkan gangguan kesehatan, gizi,
istiharat serta reproduksi perempuan.
4) Subordinasi, yang timbul akibat pandangan gender terhadap kaum perempuan.
Proses subordinasi yang disebabkan karena gender terjadi dalam segala macam
bentuk dan menakisme yang berbeda dari waktu kewaktu dan dari temapt ke
tempat.
5) Stereotipe (pelabelan/penandaan negatif terhadap kelompok/jenis kelamin
tertentu). Akibatnya timbul suatu diskriminasi dan berbagai ketidakadilan.
Bentuk stereotipe banyak terjadi di masyarakat pada umumnya terjadi pada
kaum perempuan sehingga menyulitkan, membatasi, memiskn, merugikan
perempuan.
c) Ketidakadilan gender dalam kesehatan
Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering ditemukan pula
ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan berdasarkan norma dan standar yang
berlaku,dalam hal distibusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan). Definisi”keadilan gender dalam kesehatan”
menurut WHO mengandung 2 aspek:
(1) Keadilan dalam (status) kesehatan,yaitu tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi mungkin (fisik,psikologis, dan sosial) bagi setiap warga Negara.
(2) Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan
diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan social
seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari
masyarakat,dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan
kemampuan bayar seseorang
Contoh-contoh tentang ketidakadilan gender dalam bidang kesehatan:

1) Ketidakadilan dalam kelahiran bayi


Anak laki-laki lebih diinginkan kehadirannya daripada anak perempuan.
Kebanyakan laki-laki lebih tinggi statusnya dimasyarakat, maka mencuatlah
isu ketidaksetaraan gender yang tercermin dari kuatnya keingginan orang tua
untuk mempunyai anak laki-laki daripada anak perempuan.
2) Ketidakadilan dalam kepemilikan
Pada umumnya di masyarakat kita,kepemilikan harta banyak dikuasai laki-
laki,seperti kepemilikan rumah dan tanah.
d) Ketidaksetaraan gender dalam kesehatan
Beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik
laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.

5. Upaya Pengarusutamaan Gender

Dalam upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan, berbagai teori


dipelajari agar isu-isu kekerasan terhadap perempuan masih nampak ada di berbagai
Negara termasuk Indonesia dapat dicari alternative atau pendekatan yang sesuai
dengan permasalahanya.

Tujuan pengarusutamaan gender adalah memberikan panduan pelaksanaan


bagi penyelenggaraan pembangunan melalui upaya promosi, advokasi, KIE dan
fasilitasi agar dapat mempunyai akses terhadap informasi guna melakukan proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian atas kebijaksanaan dan
program pembangunan nasional yang berwawasan gender dalam rangka mewujudkan
kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Upaya bidan dalam pengarusutamaan

 Seorang bidan harus memberdayakan perempuan di aspek kehidupan, terutama


pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap sumber daya
 Bidan memperkuat kemampuan ditingkat nasional dan regional
 Bidan dapat menetapkan tentang keadilan dan kesetaraan gender sebagai tujuan
pembangunan nasional
Sasaran pengarusutamaan gender
 Sasaran utama : organisasi pemerintah dari pusat sampai ke lapangan yang
berperan dalam membuat kebijakan, program dan kegiatan
 Selain itu organisasi swasta, organisasi profesi, keagamaan, dan lain – lain, dimana
mereka sangat dekat dan terjun langsung paling depan berhadapan dengan
masyarakat
Prinsip pengarusutamaan gender
 Pluralistic, yaitu dengan menerima keragaman budaya
 Bukan pendekatan konflik, yaitu menghadapi permasalahkan tidak membedakan
antar laki-laki dan perempuan
 Sosialisasi dan advokasi . memperluas informasi bagi masyarakat umum dan
melakukan kegiatan-kegiatan untuk memperkokoh kesetaraan dan keadilan gender
 Menjunjung nilai HAM dan demokrasi

Contoh Jurnal Mengenai Gender dan Ham

Nasser B. Ebrahim1 · Madhu S. Atteraya2 dalam jurnal : Women’s Decision-Making


Autonomy and their Attitude towards Wife-Beating: Findings from the 2011 Ethiopia’s
Demographic and Health Survey

Hasil penelitian Mayoritas (56%) wanita Sepakat bahwa pemukulan istri dibenarkan saat istri
lalai terhadap Anak anak, 53% saat istri mengolah makanannya, 50% saat istri Berargumen
dengan suami, 48% saat istri pergi keluar tanpa menceritakannya pada Suami, dan hampir
45% saat istri menolak melakukan hubungan seks Dengan suami Secara keseluruhan, 51%
wanita telah menunjukkan dengan tinggi Sikap positif terhadap pemukulan istri. Tempat
wanita Tempat tinggal, kuintil kekayaan rumah tangga, tingkat pendidikan, Status
perkawinan, dan status pekerjaan suami / pasangan Telah menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan sikap perempuan Menuju pemukulan istri. Otonomi pengambilan
keputusan perempuan Juga merupakan prediktor yang signifikan terhadap sikap perempuan
terhadap Pemukulan istri Kemungkinan memiliki sikap yang sangat baik Terhadap istri-
pemukulan secara signifikan sebagai tingkat Otonomi pengambilan keputusan perempuan
membaik. Mengingat Penerimaan yang meluas terhadap pemukulan istri di kalangan orang
Etiopia khususnya Perempuan, kebijakan sosial yang memberdayakan perempuan bisa
dijadikan sebagai Kekuatan positif dalam mengubah sikap terhadap pemukulan istri Dan
kekerasan terhadap perempuan.

Kavita Singh1,2, Shelah Bloom1,2, Erica Haney1, Comfort Olorunsaiye3, and Paul
Brodish2 dalam jurnal Gender Equality and Childbirth in a Health Facility: Nigeria and
MDG5

Penelitian ini meneliti bagaimana menangani kesetaraan gender dapat mengakibatkan


penurunan angka kematian ibu di Nigeria melalui peningkatan penggunaan fasilitas
persalinan. Karena sebagian besar komplikasi maternal tidak dapat diprediksi dan sering
muncul tiba-tiba selama persalinan, persalinan dan masa nifas segera setelah melahirkan,
melahirkan di fasilitas kesehatan adalah kunci untuk mengurangi angka kematian ibu. Tulisan
ini menggunakan data dari 2.008 Nigeria Survei Demografi dan Kesehatan (DHS) untuk
memeriksa hubungan tindakan gender dalam pemanfaatan fasilitas pengiriman setelah
mengendalikan faktor sosio-demografis.

Empat langkah kesetaraan gender dipelajari: 1. pengambilan keputusan dalam rumah tangga,
2. pengambilan keputusan keuangan, 3. sikap terhadap istri pemukulan, dan 4. Sikap
mengenai kemampuan seorang istri untuk menolak seks.

Hasil yang ditemukan wanita yang berumur lebih tua, lebih terdidik, lebih kaya, tinggal
didaerah perkotaan, dan yang bekerja lebih mungkin untuk memiliki akses pelayanan
persalinan daripada rekan-rekan mereka. Selain etnis adalah variabel yang signifikan yang
menunjukkan pentingnya keragaman budaya dan regional. Terutama, setelah mengontrol
variabel sosial ekonomi, dua variabel kesetaraan gender yang signifikan: pengambilan
keputusan dalam rumah tangga dan sikap mengenai kemampuan seorang istri untuk menolak
seks. Dalam rangkaian miskin sumber daya seperti Nigeria, wanita dengan lebih pengambilan
keputusan otonomi cenderung lebih mampu untuk mengadvokasi dan mengakses fasilitas
kesehatan untuk melahirkan. Dengan demikian program-program dan kebijakan yang
berfokus pada gender dalam Selain fokus pada pendidikan dan kemiskinan memiliki potensi
untuk mengurangi angka kematian ibu lebih jauh.
DAFTAR PUSTAKA

WHO (2002) Gender Gender analysis in health: A Review of Selected Tools.

March, Smuth and Mukhopahyay (1999) A Guide to Gender Analysis Frameworks, Oxford:
Oxfam. 2.

March C. (1996) A Tool Kit: Concepts and Frameworks for Gender Analysis and
Planning. Oxford, oxfam uk/Ireland, 1996.

Miller C. and Razavi S (1998) Gender Analysis: Alternative Paradigms. UNDP


Website http://www.undp.org/gender

Kabeer, N. (1994) Reversed Realities: Gender Hierarchies in Development 1994

Você também pode gostar