Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejahatan atau kekerasan adalah suatu fenomena yang sering kita dengar dan
lihat, baik di media massa maupun realitas yang ada di sekitar lingkungan dan
masyarakat kita. Kabar terbaru dan yang hangat dibicarakan, khalayak serta media
massa dan elektronik yaitu terorisme. Terorisme selalu identik dengan teror,
kekerasan, ekstrimnitas dan intimidasi sehingga seringkali menimbulkan
konsekuensi negatif bagi banyak orang dan dapat menjatuhkan korban yang
banyak. Sebagian para pelaku teroris di Indonesia menganggap dirinya sebagai
mujahid fi sabilillah..
Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan
perubahan atau pembaharuan social dan politik dengan cara kekerasan atau drastic.
Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam
mengusung perubahan. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah
inti dari perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan.
Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan
teroris.Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya.
Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut.
Pada kesempatan kali ini, pemakalah akan membahas tentang “Terorisme dan
Radikalisme Islam”. Semoga apa yang pemakalah sajikan dapat bermanfaat bagi
pemakalah sendiri dan umumnya untuk kita semua, hal-hal yang kurang sempurna
dan banyak kesalahan baik dalam penulisan maupun pembahasan, pemakalah
memohon maaf yang sebesar-besarnya dan pemakalah menerima setiap komentar,
kritik dan saran untuk dapat memperbaiki makalah ini yang pemakalah sadari penuh
dengan kekurangan.
Radikalisme keagamaan sebenarnya fenomena yang biasa muncul dalam
agama apa saja. Radikalisme sangat berkaitan erat dengan fundamentalisme, yang
ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme
adalah semacam Ideologi yang menjadikan agama sebagai pegangan hidup oleh

1
masyarakat maupun individu. Biasanya fundamentalisme akan diiringi oleh
radikalisme dan kekerasan ketika kebebasan untuk kembali kepada agama tadi
dihalangi oleh situasi sosial politik yang mengelilingi masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Mengapa kejahatan , radikalisme dan sekularisme marak dikalangan remaja
di Indonesia?
2. Kurangnya wawasan tentang kejahatan , radikalisme dan sekularisme

1.3 Tujuan
1. Memberitahu pembaca bahayanya kejahatan, radikalisme dan sekularisme
2. Memberikan sudut pandang islam terhadap kejahatan, radikalisme dan
sekularisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kejahatan


Setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat keburukan dan kebaikan. Dan
manusia diberikan kebebasan untuk menentukan perbuatan mana yang akan
dipilihnya. Keberadaan norma-norma agama sifatnya hanya memberikan informasi
tentang konsekuensi yang akan diterima manusia dari perbuatan buruk dan
perbuatan baik yang dilakukan mereka. Dan mendorong mereka agar memilih jalan
kebaikan dan menghindari jalan keburukan.
Kisah alegoris manusia pertama Nabi Adam as bersama pasangannya yang
memakan buah dari pohon terlarang sewaktu berada di dalam syurga semakin
memperkuat tesis di atas. Padahal sebelumnya Tuhan sudah mengingatkan
keduanya akan larangan tersebut. Kasus pembunuhan Habil oleh Qabil putera Nabi
Adam as (Q.S. Al-Maidah: 27-31). Yang dipicu rasa dendam dan kebencian Qabil
terhadap Habil karena tidak terima dengan ketetapan syariat Ayahnya Nabi Adam
as mengenai perkawinan silang; dimana Habil akan mendapatkan Iqlima yang
berparas lebih cantik ketimbang Labuda yang akan dikawinkan dengannya semakin
memperkuat kesimpulan sebelumnya.
Dalam Islam ada istilah dosa dan kejahatan. keduanya secara konseptual satu
sisi memiliki makna yang terpisah tapi pada sisi lain keduanya bisa menyatu. Secara
umum dosa adalah pelanggaran terhadap hukum agama. Akan tetapi pelanggaran
tersebut bersifat individual dan sedikit sekali dampak sosialnya atau tidak
berdampak sama sekali. Jika seseorang tak melaksanakan salat, maka ia berdosa,
tetapi ia tidak disebut melakukan tindak kejahatan. atau Jika seseorang "dengki"
atau "ghibah", yakni membicarakan kejelekan orang lain, maka dia melakukan dosa
(maksiat). Jika seseorang pacaran lalu berkhalwat di tempat yang sunyi dan gelap,
maka ia berdosa dalam pengertian yang sama. Begitulah seterusnya. Tetapi
keseluruhan tindakan itu tidak masuk dalam ketegori kejahatan. Sanksi terhadap
perbuatan dosa biasanya akan diterima pelakunya di akhirat saja.

3
Sedangkan kejahatan adalah tindakan melawan hukum (agama) yang
membuatnya harus menerima sanksi di dunia dan boleh jadi juga di akhirat kelak.
Kalau perbuatan dosa belum tentu dikategorikan sebagai tindak kejahatan, maka
tindak kejahatan secara otomatis dikategorikan perbuatan dosa (maksiat). jika
seseorang mencuri, merampok, korupsi, membunuh, memperdagangkan barang
haram dan lain-lain maka ia berdosa dan melakukan kejahatan sekaligus. Berdosa
karena ia melanggar ketentuan agama yang melarang perbuatan tersebut. Tetapi
juga kejahatan, karena tindakan tersebut melanggar (melawan) hukum agama.
Sedangkan dalam konteks hukum negara (positif), perbuatan dosa melanggarkan
ketentuan agama sedangkan kejahatan adalah tindakan melanggar hukum negara.
Dalam Islam orang yang melakukan dosa disebut “muznib” dan orang yang
melakukan kejahatan disebut dengan “mujrim”. Perbedaan antara muznib dan
mujrim hanya dalam konteks jenis perbuatan dan sanksi yang diterimanya. Namun
kedua-duanya termasuk perbuatan yang dilarang untuk dilakukan.

2.2 Pandangan Islam Terhadap Kejahatan


Menurut persfektif Islam, secara umum ada dua faktor yang mendorong orang
untuk melakukan perbuatan dosa (maksiat) dan kejahatan, yaitu (1) faktor internal
yang berasal dari dalam diri manusia berupa; keinginan berlebih-lebihan untuk
memenuhi kebutuhan perut dan kelamin (Q.S.Ali Imran: 14), amarah dan dendam
(Q.S. Yusuf: 53), irihati dan dengki ((Q.S. Yusuf: 7-10), Keinginan untuk berkuasa
(Q.S. Al-Qashash: 4) dan lain-lain. (2) faktor eksternal yang berasal dari luar diri
manusia, yaitu makhluk berjisim halus yang bersifat menggoda (syetan).
“sesungguhnya syetan itu menyuruh kamu berbuat keburukan dan maksiat
(perbuatan keji), serta mengatakan atas nama Allah swt apa yang kamu tidak
ketahui (Q.S. Al-Baqarah: 169). Dan setan itu bisa jadi dari golongan jin dan bisa
jadi dari golongan manusia (Q.S. Al-An’am: 112)

4
2.3 Radikalisme
Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut perubahan.
Sementara itu, radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan
politik dengan cara drastis dan kekerasan. Menurut Horace M Kallen, radikalisme
ditandai oleh tiga kecenderungan umum. Radikalisme merupakan respons terhadap
kondisi yang sedang berlangsung.
Radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya
mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di dalam radikalisme
terkandung suatu program atau pandangan dunia (world view) tersendiri. Kaum
radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari
tatanan yang sudah ada.
Kaum radikalis memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau
ideologi yang mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis
memperjuangkan keyakinan yang mereka anggap benar dengan sikap emosional
yang menjurus pada kekerasan.
Kita lihat teori ini sedikit banyak pembenarannya tatkala terjadi konflik atas
nama agama dan aksi terorisme di mana-mana. Secara empirik, radikalisme agama
di belahan dunia muncul dalam bentuknya yang paling konkret, yakni kekerasan
atau konflik. Di Bosnia misalnya, kaum Ortodoks, Katolik, dan Islam saling
membunuh. Di Irlandia Utara, umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan.
Begitu juga di Tanah Air terjadi konflik antaragama di Poso dan di Ambon.
Kesemuanya ini memberikan penjelasan betapa radikalisme agama sering kali
menjadi pendorong terjadi konflik dan ancaman bagi masa depan perdamaian.
Pandangan ini tetap hidup dalam kelompok sempalan beberapa agama dan
semuanya berakar pada radikalisme dalam penghayatan agama. Secara teoretis,
radikalisme muncul dalam bentuk aksi penolakan, perlawanan, dan keinginan dari
komunitas tertentu agar dunia ini diubah dan ditata sesuai dengan doktrin
agamanya.
Karena itulah, bentuk-bentuk radikalisme agama yang dipraktikkan oleh
sebagian umat seharusnya tidak sampai menghadirkan ancaman bagi masa depan
bangsa. Pluralisme tetap menjadi komitmen kita semua untuk membangun bangsa

5
yang modern, yang di dalamnya terdapat banyak agama dan etnis secara damai.
Pluralisme adalah simbol bagi susksesnya kehidupan masyarakat majemuk. Karena
itu, agama yang dimiliki oleh masing-masing umat tetap terjaga sebagai sosok
keyakinan yang tidak melampaui batas. Sebab, bagaimanapun agama sangat
diperlukan untuk mengisi kehampaan spiritual umat, tetapi segala bentuk
ekspresinya tidak boleh menghadirkan ancaman bagi masa depan dunia yang
damai. Kalau kaum radikalis agama mengekspresikan keyakinannya dalam bentuk
kekerasan maka ini merupakan ancaman besar bagi pluralisme

2.4 Pandangan Islam Terhadap Radikalisme


Islam sama sekali tidak membolehkan radikalisme. Karena Islam adalah
agama rahmatan lil’alamin. Islam berasal dari dari kata salam yang berarti selamat,
aman, damai. Islam tidak memperkenankan kKKekerasan sebagai metode
menyelesaikan masalah. Islam menganjurkan agar kita mengajak kepada kebaikan
dengan bijak (hikmah), nasihat yang baik (mau’izah hasanah) dan berdialog dengan
santun (wajadilhum billati hiya ahsan). Radikalisme, apalagi terorisme, hanya akan
membuat Islam jauh dari watak aslinya sebagai agama rahmat, dan bisa membuat
kehilangan tujuannya yang hakiki.
Syari’at Islam diturunkan kepada manusia untuk menjaga irama fondasi
kehidupan (maqosid asy-syari’ah) yaitu: pertama untuk melindungi keselamatan
fisik atau jiwa manusia dari tindakan kekerasan di luar ketentuan hukum (hifz an-
nafs). Kedua melindungi keyakinan atas suatu agama (hifz ad-din). Ketiga menjaga
kelangsungan hidup dengan melindungi keturunan atau keluarga (hifz an-nasl).
Keempat, melindungi hak milik pribadi atau harta benda (hifz al-mal) dan kelma,
melindungi kebebasan berfikir (hifz al-aql).
Dengan demikian syari’at Islam pada dasarnya melindungi dan menghargai
manusia sebagai individu yang bermartabat. Semua tindakan yang melawan
kebebasan dan martabat manusia, bertentangan dengan syari’at. Untuk
mewujudkan itu semua, syari’at Islam selain berfungsi melindungi seluruh dimensi
kemanusiaan, juga diturunkan untuk memudahkan manusia dalam menjalankan

6
hidupnya, bukan membuat hidup jadi sulit. Islam melindungi hak hidup manusia,
karena itu perbuatan melawan hak ini tidak diperkenankan.
Ayat-ayat Al-Qur‘an yang membincangkan tentang jihad kenyataannya juga
tidak mengarahkan umat Islam untuk melakukan kekerasan sehingga memaksa
pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam. Pun jika ada pemaknaan jihad
dalam artian boleh melakukan perang, itu hanya sebatas “membela diri” karena
mengalami penindasan yang dilakukan oleh musuh.
Sayangnya pembicaraan mengenai jihad dan konsep-konsep yang
dikemukakan sedikit ataupun banyak telah mengalami pergeseran paradigma dan
perubahan sesuai dengan konteks dan lingkungan masing-masing pemikir. Begitu
pentingnya pembicaraan mengenai jihad dalam Islam, sehingga kaum Khawarij
yang cenderung radikal (seperti sudah diuraikan) menetapkannya sebagai “rukun
Islam” yang keenam.
Banyak pengertian tentang jihad yang dikemukakan para ahli dengan berbagai
penjelasan dan dasarnya termasuk pengertian jihad dalam pandangan Barat bahwa
jihad fi sabilillah adalah perang suci (the holy war). ( Nur Latifah , 2016 )
Istilah “fundamentalisme” biasa dipakai oleh kalangan akademisi maupun
media masa untuk merujuk pada gerakan-gerakan isalam politik yang berkonotasi
negativ seperti: Radikal, ekstrem, dan militan “serta anti Barat atau Amerika”.
Namun, tidak arang pula julukan “fundamentalisme” diberikan kepada semua orang
islam yang menerima Qur’an dan Hadits sebagai alan hidup mereka. Dengan kata
lain, “kebanyakan dari penegasan kembali agama dalam politik dan masyarakat
tercakup dalam istilah “fundamentalisme” islam “.
Salah satu contohnya adalah Organisasi Al-ana’ah Al-Islamiyah di Mesir.
Organisasi ini abanyak diminati dan digerakioleh para pemuda Mesir lahir pada
awal 1970-an. Organisasi yang merupakan gerakan Islam konservatif (sayap
mahasiswa dari Ikhwan Al-Muslimin) ini awalnya ditunukan untuk membangun
kembali kekuatan-kekuatan religius konservatif lewat kampus-kampus, pemuda-
pemuda dimasid-masid dan kelompok pemuda lainya.
Al-ama’ah al-islamiyah ini sebenarnya tidak memiliki kepemimpinan
tunggal, karenanya gerakan-gerakan islam memakai bendeanya menajdikan

7
bermacam-macam. Omar Abdel Rahman ia adalah tokoh kharismatis (setidaknya
bagi kelompok Al-ama’ah) yang lewat bukunya berjudul Mitsaq Al-amil al-islami,
mengemukakan gagasan-gagasan islam radikal yang berupaya untuk
menumbangkan negara sekular dan mendirikan negara Islam.
Semakin meluasnya pengaruh Syaikh Omar itu membuat pemerintah mengambil
sikap tegas dengan menekan dan menutup kegitan-kegiatan apa saa yang diyakini
berada dibawah bendera Al-ama’ah Al-islamiyah.
Kelompok Fundamentalis islam yang dalam hal ini di Representasikanoleh
organisasi Al-islamiyah adalah yang paling rentan terhadap tuduhan-tuduhan itu
karena mereka sering memperlihatkan sikap “tidak mempunyai pemerintah”
meskipun belum pasti bahwa aksi itu dilakukan oleh Al-ama’ah Al-islamiyah ini.
Dalam upaya menekan kelompok radikal islam pemerintagh Mesir telah
membuat satu undang-undang baru tentang terorisme(1992). Dengan undang-
undang itu pemerintah telah menjaring dan menahan pemimpin-pemimpin Al-
ama’ah Al-islamiyah yang diyakini menadi kekuatan simbolik organisasi ini.para
pemuda maupun mahasiswabak dikampus-kampus maupun di masjid-masjid
independen yang jumlahnya ribuan dan tersebar hingga ke plosok-plosok telah
menadi kekuatan grass root yang sulit untuk ‘dibasmi’.
Sebailknya, pemerintah uga sulit untuk ditumbangkan oleh Al-jama’ah karena ia
didukung penuh oleh militer dan kelompok kelas menengah serta cendekiawan.

2.5 Sekularisme
Sekularisme, saat ini di dunia Islam bukanlah menjadi sesuatu yang asing
lagi. Dapat dikatakan bahwa sekularisme kini telah menjadi bagian dari tubuhnya,
atau bahkan menjadi tubuhnya itu sendiri. Ibarat sebuah virus yang menyerang
tubuh manusia, dia sudah menyerang apa saja dari bagian tubuhnya itu.
Begitulah kondisi ummat Islam saat ini dengan sekularismenya.
Perkembangan sekularisme sudah seperti gurita yang telah menyebar dan membelit
kemana-mana. Hampir tidak ada sisi kehidupan ummat ini yang terlepas dari
cengkeramannya. Sehingga ummat sudah tidak menyadarinya lagi, atau bahkan
mungkin sudah jenak dengan keberadaannya tersebut.

8
Akibat panjangnya rantai sekularisme dalam tubuh ummat ini, ummat Islam
sudah sangat mengalami kesulitan untuk mendeteksi keberadaannya. Sehingga
tidak aneh jika ada banyak dari kalangan ummat Islam yang merasa tersinggung
dan marah jika dituduh sebagai sekuler atau menjalankan sekularisme dalam
kehidupan pribadi atau dalam bernegara. Mereka akan menolak mentah-mentah
tuduhan itu. Mereka merasa jijik dan najis dengan sekularisme itu, dan merekapun
akan menolak dengan tegas jika diseru untuk menjalankan sekularisme dalam
kehidupannya. Namun kenyataan yang sesungguhnya, mereka sudah berkubang
dalam limbah sekularisme itu sendiri.

2.6 Pandangan Islam Terhadap Sekularisme


Untuk dapat menjawab persoalan ini, marilah kita kembalikan satu-per satu
masalah ini pada bagaimana pandangan Al Qur’an terhadap prinsip-prinsip
sekularisme di atas, mulai dari yang paling mendasar, kemudian turunan-
turunannya. Kita mulai dari firman Allah dalam Q.S. Al Insan: 2-4:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan),
karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya dengan jalan yang lurus, ada yang
bersyukur ada pula yang kafir”

“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu


dan neraka yang menyala-nyala”

Ayat-ayat di atas memberitahu dengan jelas kepada manusia, mulai dari siapa
sesungguhnya Pencipta manusia, kemudian untuk apa Pencipta menciptakan
manusia hidup di dunia ini. Hakikat hidup manusia di dunia ini tidak lain adalah
untuk menerima ujian dari Allah SWT, berupa perintah dan larangan. Allah juga
memberi tahu bahwa datangnya petunjuk dari Allah untuk hidup manusia bukanlah
pilihan bebas manusia (sebagaimana prinsip HAM), yang boleh diambil, boleh juga

9
tidak. Akan tetapi, merupakan kewajiban asasi manusia (KAM), sebab jika manusia
menolaknya (kafir) maka Allah SWT telah menyiapkan siksaan yang sangat berat
di akherat kelak untuk kaum kafir tersebut.
Selanjutnya, bagi mereka yang berpendapat bahwa jalan menuju kepada
petunjuk Tuhan itu boleh berbeda dan boleh dari agama mana saja (yang penting
tujuan sama), sebagaimana yang diajarkan dalam prinsip pluralisme agama di atas,
maka hal itu telah disinggung oleh Allah dalam firmanNya Q.S. Ali ‘Imran: 19 &
85:

“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam”


“Barangsiapa mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) dan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi
(masuk neraka)”.

Walaupun Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan yang diridhai,
namun ada penegasan dari Allah SWT, bahwa tidak ada paksaan untuk masuk
Islam. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah: 256:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah


jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah”.

Jika Islam harus menjadi satu-satunya agama pilihan, yang menjadi pertanyaan
berikutnya adalah, sejauh mana manusia harus melaksanakan agama Islam
tersebut? Allah SWT memberitahu kepada manusia, khususnya yang telah beriman
untuk mengambil Islam secara menyeluruh. Firman Allah SWT, dalam Q.S. Al
Baqoroh 208 :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.
Sesungguhnaya setan itu musuh yang nyata bagimu”.

10
Perintah untuk masuk Islam secara keseluruhan juga bukan merupakan
pilihan bebas, sebab ada ancaman dari Allah SWT, jika kita mengambil Al Qur’an
secara setengah-setengah. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqoroh: 85:

“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar kepada


sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari
kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak akan
lengah dari apa yang kamu perbuat”.

Walaupun penjelasan Allah dari ayat-ayat di atas telah gamblang, namun masih ada
kalangan ummat Islam yang berpendapat bahwa kewajiban untuk terikat kepada
Islam tetap hanya sebatas persoalan individu dan pribadi, bukan persoalan
hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. Untuk menjawab
persoalan itu ada banyak ayat yang telah menjelaskan hal itu, di antaranya Q.S. Al
Maidah: 48:

“Maka hukumkanlah di antara mereka dengan apa yang Allah turunkan, dan
janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka (dengan meninggalkan)
kebenaran yang telah datang kepada engkau”.

Perintah tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan juga berfungsi


untuk mengatur dan menyelesaikan perkara yang terjadi di antara manusia. Dan dari
ayat ini juga dapat diambil kesimpulan tentang keharusan adanya pihak yang
mengatur, yaitu penguasa negara yang bertugas menerapkan Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Hal itu diperkuat dalam Q.S. An Nissa’: 59:

“Hai orang-orang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

11
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.

Selain itu juga ada pembatasan dari Allah SWT, bahwa yang berhak untuk membuat
hukum hanyalah Allah SWT. Manusia sama sekali tidak diberi hak oleh Allah
untuk membuat hukum, tidak sebagaimana yang diajarkan dalam prinsip
demokrasi. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al An’am: 57:

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang


sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”.

2.7 Pencegahan Kejahatan


Untuk meminimalisir perbuatan dosa dan kejahatan, ada sejumlah upaya yang
bisa dilakukan, antara lain
1. memperkuatkan rasa takut kepada Allah dan selalu mengingat berbagai
kengerian siksa Allah di akhirat kelak.
2. meninggalkan segala sebab yang membuatnya terjatuh kepada godaan hawa
nafsu.
3. meninggalkan kawan-kawan yang tidak baik, supaya tidak mudah termakan
oleh ajakan hawa nafsu. Sebagai gantinya, hendaknya dia bergaul dengan
orang-orang soleh yang mengamalkan agama Allah
4. menjauhi tempat-tempat yang dapat menjerumuskannya kepada godaan hawa
nafsu dan memperbanyak bersimpuh di dalam rumah Allah (Masjid).
5. Selalu menyibukkan diri dengan zikrullah dan membaca Al-Quran, kerana
hati yang lalai dari Allah sangat mudah bagi syaitan untuk menggodanya.
6. Sering menghadiri majelis-majelis ilmu yang dapat meningkatkan kefahaman
dirinya untuk membina kekuatan iman dan melawan hawa nafsu.
7. Menyibukkan dirinya dengan program (aktivitas) yang bermanfaat.
8. Sentiasa berdoa dan berserah diri kepada Allah SWT. Wallah A’lam

12
2.8 Pencegahan Radikalisme
Hal pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah paham radikalisme dan
tindak terorisme ialah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar.
Pengenalan tentang ilmu pengetahuan ini harusnya sangat ditekankan kepada
siapapun, terutama kepada para generasi muda. Hal ini disebabkan pemikiran para
generasi muda yang masih mengembara karena rasa keingintahuannya, apalagi
terkait suatu hal yang baru seperti sebuah pemahaman terhadap suatu masalah dan
dampak pengaruh globalisasi.
Dalam hal ini, memperkenalkan ilmu pengetahuan bukan hanya sebatas ilmu
umum saja, tetapi juga ilmu agama yang merupakan pondasi penting terkait
perilaku, sikap, dan juga keyakinannya kepada Tuhan. Kedua ilmu ini harus
diperkenalkan secara baik dan benar, dalam artian haruslah seimbang antara ilmu
umum dan ilmu agama. Sedemikian sehingga dapat tercipta kerangka pemikiran
yang seimbang dalam diri.
Hal kedua yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme
dan tindak terorisme ialah memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar.
Setelah memperkenalkan ilmu pengetahuan dilakukan dengan baik dan benar,
langkah berikutnya ialah tentang bagaimana cara untuk memahamkan ilmu
pengetahuan tersebut. Karena tentunya tidak hanya sebatas mengenal, pemahaman
terhadap yang dikenal juga diperlukan. Sedemikian sehingga apabila pemahaman
akan ilmu pengetahuan, baik ilmu umum dan ilmu agama sudah tercapai, maka
kekokohan pemikiran yang dimiliki akan semakin kuat. Dengan demikian, maka
tidak akan mudah goyah dan terpengaruh terhadap pemahaman radikalisme
sekaligus tindakan terorisme dan tidak menjadi penyebab lunturnya bhinneka
tunggal ika sebagai semboyan Indonesia.
Kesenjangan sosial yang terjadi juga dapat memicu munculnya pemahaman
radikalisme dan tindakan terorisme. Sedemikian sehingga agar kedua hal tersebut
tidak terjadi, maka kesenjangan sosial haruslah diminimalisir. Apabila tingkat
pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme tidak ingin terjadi pada suatu
Negara termasuk Indonesia, maka kesenjangan antara pemerintah dan rakyat
haruslah diminimalisir. Caranya ialah pemerintah harus mampu merangkul pihak

13
media yang menjadi perantaranya dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata
secara langsung kepada rakyat. Begitu pula dengan rakyat, mereka harusnya juga
selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada pihak pemerintah bahwa
pemerintah akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pengayom
rakyat dan pemegang kendali pemerintahan Negara.
Menjaga persatuan dan kesatuan juga bisa dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme di kalangan masyarakat,
terbelih di tingkat Negara. Sebagaimana kita sadari bahwa dalam sebuah
masyarakat pasti terdapat keberagaman atau kemajemukan, terlebih dalam sebuah
Negara yang merupakan gabungan dari berbagai masyarakat. Oleh karena itu,
menjaga persatuan dan kesatuan dengan adanya kemajemukan tersebut sangat perlu
dilakukan untuk mencegah masalah radikalisme dan terorisme. Salah satu yang bisa
dilakukan dalam kasus Indonesia ialah memahami dan penjalankan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, sebagaimana semboyan yang tertera di sana ialah
Bhinneka Tunggal Ika.
Aksi perdamaian mungkin secara khusus dilakukan untuk mencegah tindakan
terorisme agar tidak terjadi. Kalau pun sudah terjadi, maka aksi ini dilakukan
sebagai usaha agar tindakan tersebut tidak semakin meluas dan dapat dihentikan.
Namun apabila kita tinjau lebih dalam bahwa munculnya tindakan terorisme dapat
berawal dari muncul pemahaman radikalisme yang sifatnya baru, berbeda, dan
cenderung menyimpang sehingga menimbulkan pertentangan dan konflik. Oleh
karena itu, salah satu cara untuk mencegah agar hal tersebut (pemahaman
radikalisme dan tindakan terorisme) tidak terjadi ialah dengan cara memberikan
dukungan terhadap aksi perdamaian yang dilakukan, baik oleh Negara
(pemerintah), organisasi/ormas maupun perseorangan.
Melaporkan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul
pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme, entah itu kecil maupun besar.
Contohnya apabila muncul pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat
yang menimbulkan keresahan, maka hal pertama yang bisa dilakukan agar
pemahaman radikalisme tindak berkembang hingga menyebabkan tindakan
terorisme yang berbau kekerasan dan konflik ialah melaporkan atau berkonsultasi

14
kepada tokoh agama dan tokok masyarakat yang ada di lingkungan tersebut.
Dengan demikian, pihak tokoh-tokoh dalam mengambil tindakan pencegahan awal,
seperti melakukan diskusi tentang pemahaman baru yang muncul di masyarakat
tersebut dengan pihak yang bersangkutan. memperkenalkan ilmu pengetahuan
dengan baik dan benar.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Rangkuman
Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut perubahan.
Sementara itu, radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan
politik dengan cara drastis dan kekerasan.
Radikalisme bisa menjadi ancaman besar bagi dunia jika mereka
melakukannya atau mengekspresikannya keyakinannya dalam bentuk kekerasan.
Akibat dari timbulnya kekerasan tersebut bisa muncul karena adanya faktor internal
dan eksternal. Radikalisme Islam Indonesia lahir dari hasil persilangan Mesir dan
Pakistan. Nama-nama seperti Hassan al-Banna, Sayyid Qutb dan al-Maududi
terbukti sangat memengaruhi pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Mesir dan
Pakistan. Pemikiran mereka membangun cara memahami Islam ala garis keras.
Setiap Islam disuarakan, nama mereka semakin melekat dalam ingatan. Bahkan,
sampai tahun 1970-1980-an ikut menyemangati perkembangan komunitas usroh di
banyak kampus atau organisasi Islam. Seperti FPI, HTI dan PKS. Istilah
radikalisme Islam kian menguat tak hanya pada matra tekstualitas agama.
Persentuhan dengan dunia kini, menuntut adanya perluasan gerakan. Mulai dari
sosio ekonomi, pendidikan hingga ranah politik.
Sekuralisme adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi
atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teungku. Hukum-Hukum Fiqh


Islam.Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001.

Sagiv David , islam otentisitas Liberalisme,Penerbit: LkiS yogyakarta,1997

Afadlal, awani Irewati,dkk.ISLAM DAN RADIKALISME DI INDONESIA.-


jakarta:LIPI Press.2004/editor.

Kekerisid.blogspot.co.id/2012/12/pandangan-islam-terhadap-sekuralisme-i-
_21.html?m=1

17

Você também pode gostar