Você está na página 1de 19

Apakah HIV?

HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’. HIV merupakan


retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive
T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya
penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi
kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya
defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang
sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan.
Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai
“infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh
yang melemah.

Apakah AIDS?

AIDS adalah singkatan dari ‘acquired immunodeficiency syndrome’ dan menggambarkan


berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi
HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya
berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi
AIDS.

Apakah gejala-gejala HIV?

Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang
tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar
yang menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan
pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion
adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga
bulan setelah terjadinya infeksi.

Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat
mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan
apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV.

Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini
menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan
berkembangnya AIDS.

Kapankah seorang terkena AIDS?

Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut.

Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan
tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi
tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization)
sebagai berikut:
 Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan
sebagai AIDS.
 Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran
pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)
 Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih
dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau
 Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan
(oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau
paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang
yang sehat, dapat diobati.

Penularan

Dimanakah HIV ditemukan?

HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh seperti darah, cairan semen, cairan vagina dan air
susu ibu.

Bagaimanakah HIV ditularkan?

HIV ditularkan melalui seks penetratif (anal atau vaginal) dan oral seks; transfusi darah;
pemakaian jarum suntik terkontaminasi secara bergantian dalam lingkungan perawatan
kesehatan, dan melalui suntikan narkoba; dan melalui ibu ke anak, selama masa kehamilan,
persalinan, dan menyusui.

 Penularan Secara Seksual: HIV dapat ditularkan melalui seks penetratif yang tidak
terlindungi. Sangat sulit untuk menentukan kemungkinan terjadinya infeksi melalui
hubungan seks, kendatipun demikian diketahui bahwa risiko infeksi melalui seks
vaginal umumnya tinggi. Penularan melalui seks anal dilaporkan memiliki risiko 10
kali lebih tinggi dari seks vaginal. Seseorang dengan infeksi menular seksual (IMS)
yang tidak diobati, khususnya yang berkaitan dengan tukak/luka dan duh (cairan yang
keluar dari tubuh) memiliki rata-rata 6-10 kali lebih tinggi kemungkinan untuk
menularkan atau terjangkit HIV selama hubungan seksual. Dalam hal penularan HIV,
seks oral dipandang sebagai kegiatan yang rendah risiko. Risiko dapat meningkat bila
terdapat luka atau tukak di sekitar mulut dan jika ejakulasi terjadi di dalam mulut.
 Penularan melalui pemakaian jarum suntik atau semprit secara bergantian:
Menggunakan kembali atau memakai jarum atau semprit secara bergantian
merupakan cara penularan HIV yang sangat efisien. Risiko penularan dapat
diturunkan secara berarti di kalangan pengguna narkoba suntikan dengan penggunaan
jarum dan semprit baru yang sekali pakai, atau dengan melakukan sterilisasi jarum
yang tepat sebelum digunakan kembali. Penularan dalam lingkup perawatan
kesehatan dapat dikurangi dengan adanya kepatuhan pekerja pelayanan kesehatan
terhadap Kewaspadaan Universal (Universal Precautions).
 Penularan dari Ibu ke Anak: HIV dapat ditularkan ke anak selama masa kehamilan,
pada proses persalinan, dan saat menyusui. Pada umumnya, terdapat 15-30% risiko
penularan dari ibu ke anak sebelum dan sesudah kelahiran. Sejumlah faktor dapat
mempengaruhi risiko infeksi, khususnya jumlah virus (viral load) dari ibu pada saat
kelahiran (semakin tinggi jumlah virus, semakin tinggi pula risikonya.). Penularan
dari ibu ke anak setelah kelahiran dapat juga terjadi melalui pemberian air susu ibu.
 Penularan melalui transfusi darah: Kemungkinan risiko terjangkit HIV melalui
transfusi darah dan produk- produk darah yang terkontaminasi ternyata lebih tinggi
(lebih dari 90%). Kendatipun demikian, penerapan standar keamanan darah menjamin
penyediaan darah dan produk- produk darah yang aman, memadai dan berkualitas
baik bagi semua pasien yang memerlukan transfusi. Keamanan darah meliputi
skrining atas semua darah yang didonorkan guna mengecek HIV dan patogen lain
yang dibawa darah, serta pemilihan donor yang cocok.

Bagaimana risiko terkena HIV dari berciuman?

Penularan melalui ciuman di mulut berisiko sangat rendah, dan belum ada bukti bahwa virus
HIV dapat menyebar lewat air ludah karena berciuman.

Bagaimana risiko terkena HIV dari penindikan bagian tubuh atau tato?

Risiko penularan HIV terjadi bila alat yang digunakan terkontaminasi virus HIV dan tidak
disterilkan terlebih dahulu atau digunakan secara bergantian dengan orang lain. Alat yang
digunakan secara disuntikkan pada kulit hendaknya dipakai hanya satu kali, kemudian
dibuang atau dicuci dan disterilkan secara seksama.

Bagaimana risiko terkena HIV dari berbagi alat cukur dengan seseorang yang
terinfeksi HIV?

Segala jenis pelukaan dengan menggunakan benda yang tidak disterilkan, seperti silet atau
pisau, dapat menularkan HIV. Memakai pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan, kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.

Apakah berhubungan seks dengan seseorang penyandang HIV-positif aman dilakukan?

Selalu ada risiko penularan bila berhubungan seks dengan seseorang penyandang HIV-
positif. Risiko dapat dikurangi secara signifikan bila kondom digunakan secara konsisten dan
tepat.

Apakah aman bagi dua orang individu yang terinfeksi untuk secara eksklusif
berhubungan seks tanpa perlindungan?

Tidak. Tidaklah aman bagi dua orang yang terinfeksi HIV untuk melakukan hubungan seks
yang tak terlindungi karena adanya kemungkinan infeksi ulang dengan HIV tipe lain, dan
kemungkinan menularnya infeksi menular seksual (IMS). Penggunaan kondom sangat
disarankan ketika kedua pasangan terinfeksi.

Pencegahan
Bagaimana infeksi HIV dapat dicegah?

Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan:

 berpantang seks
 hubungan monogami antara pasangan yang tidak terinfeksi
 seks non-penetratif
 penggunaan kondom pria atau kondom wanita secara konsisten dan benar

Cara tambahan yang lain untuk menghindari infeksi:

 Bila anda seorang pengguna narkoba suntikan, selalu gunakan jarum suntik atau
semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum
digunakan kembali.
 Pastikan bahwa darah dan produk darah telah melalui tes HIV dan standar standar
keamanan darah dilaksanakan.

Apakah “seks aman” itu?

Tak ada seks yang 100% aman. Seks yang lebih aman menyangkut upaya-upaya
kewaspadaan untuk menurunkan potensi penularan dan terkena infeksi menular seksual
(IMS), termasuk HIV, saat melakukan hubungan seks. Menggunakan kondom secara tepat
dan konsisten selama melakukan hubungan seks dianggap sebagai seks yang lebih aman.

Seberapa efektifkah kondom dalam mencegah HIV?

Kondom yang kualitasnya terjamin adalah satu-satunya produk yang saat ini tersedia untuk
melindungi pemakai dari infeksi seksual karena HIV dan infeksi menular seksual (IMS)
lainnya. Ketika digunakan secara tepat, kondom terbukti menjadi alat yang efektif untuk
mencegah infeksi HIV di kalangan perempuan dan laki-laki.

Walaupun begitu, tidak ada metode perlindungan yang 100% efektif, dan penggunaan
kondom tidak dapat menjamin secara mutlak perlindungan terhadap segala infeksi menular
seksual (IMS). Agar perlindungan kondom efektif, kondom tersebut harus digunakan secara
benar dan konsisten. Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan lepasnya atau
bocornya kondom, sehingga menjadi tidak efektif.

Bagaimana cara memasang kondom pria?

 Kondom berpelumas lebih sedikit kemungkinan untuk robek saat dikenakan atau
digunakan. Pelumas berbasis minyak, seperti vaselin, hendaknya tidak digunakan
karena dapat merusak kondom.
 Hanya buka bungkusan berisi kondom saat akan digunakan, kalau tidak kondom akan
mengering. Berhati-hatilah agar kondom tidak rusak atau sobek ketika anda membuka
bungkusnya. Bila kondom ternyata sobek, buang kondom tersebut dan buka
bungkusan yang baru.
 Kondom dikemas tergulung dalam bentuk lingkaran gepeng. Pasanglah kondom yang
tergulung itu di ujung penis. Peganglah ujung kondom di antara ibu jari dan jari
telunjuk untuk menekan udara supaya keluar dari ujung kondom. Tindakan ini akan
menyisakan ruang untuk tempat cairan semen setelah terjadinya ejakulasi. Tetap
pegang ujung kondom dengan satu tangan. Dengan tangan yang satunya, gulunglah
sepanjang penis yang berereksi ke arah rambut kemaluan. Jika pria pemakai tidak
disunat, ia harus menarik kulup ke arah pangkal penis sebelum menggulung kondom.
 Bila kondom tidak cukup berpelumas, pelumas berbasis air (seperti silikon, gliserin,
atau K-Y jelly) dapat ditambahkan. Bahkan air ludah dapat berfungsi dengan baik
sebagai pelumas. Pelumas yang terbuat dari minyak-minyak goreng atau lemak,
minyak bayi atau minyak mineral, jeli berbasis bahan turunan minyak bumi seperti
vaselin dan olesan lainnya – hendaknya jangan digunakan karena dapat merusak
kondom.
 Setelah berhubungan seks, kondom perlu segera dilepaskan secara benar.
 Segera setelah si pria pemakai mengalami ejakulasi, ia harus menahan pada ujung
dekat pangkal penis untuk memastikan agar kondom tidak terlepas.
 Kemudian, si pria harus menarik keluar penisnya selagi masih dalam keadaan ereksi.
 Ketika penis mengecil kembali, lepaskan kondom dan buanglah kondom pada tempat
yang tepat. Jangan membuang kondom ke dalam toilet dan menyentornya dengan air.
 Bila anda akan melakukan hubungan seks lagi, gunakan kondom baru, dan ulangi
proses di atas dari awal.

Apakah kondom perempuan?

Kondom perempuan merupakan metode kontrasepsi pertama dan satu-satunya yang


dikendalikan oleh perempuan. Kondom perempuan adalah sarung yang terbuat dari bahan
polyuretan yang kuat, lembut, dan tembus pandang yang dimasukkan ke dalam vagina
sebelum melakukan hubungan seks. Kondom tersebut sepenuhnya mengikuti bentuk vagina
dan karenanya dengan penggunaan yang benar dan konsisten, ia akan memberikan
perlindungan dari kemungkinan hamil sekaligus infeksi menular seksual (IMS). Kondom
perempuan tidak memiliki risiko dan efek samping, dan tidak memerlukan resep atau
intervensi dari staf perawatan kesehatan.

Bagaimana cara memasang kondom perempuan?

 Ambil kondom dari dalam bungkus pelindungnya. Bila dipandang perlu, tambahkan
pelumas ekstra pada cincin-cincin kondom bagian dalam dan luar.
 Untuk memasukkan kondom, berjongkoklah, duduk dengan kedua lutut terbuka lebar,
atau berdirilah dengan satu kaki bertumpu di atas bangku kecil atau kursi rendah.
Pegang kondom dengan bagian ujung yang terbuka menghadap ke arah bawah.
Sambil memegang cincin atas “kantung” (ujung kondom yang tertutup), pencet cincin
diantara ibu jari dan jari tengah.
 Kemudian letakkan jari telunjuk di antara ibu jari dan jari tengah. Dengan jari-jari
dalam posisi tersebut, jagalah agar bagian ujung kondom tetap terjepit dalam bentuk
lonjong pipih. Gunakan tangan yang satunya untuk membuka bibir vagina dan
masukkan ujung “kantung” yang tertutup.
 Setelah ujungnya masuk, gunakan jari telunjuk anda untuk mendorong “kantung”
sampai ke ujung vagina. Pastikan bahwa ujung kondom telah terletak melewati tulang
kemaluan anda dengan menekukkan jari telunjuk ke arah atas setelah jari berada
beberapa inci di dalam vagina. Anda dapat mengenakan kondom perempuan
maksimal delapan jam sebelum melakukan hubungan seksual.
 Pastikan bahwa kondom tersebut tidak terpelintir dalam vagina anda. Jika demikian,
keluarkan, berikan satu atau dua tetes cairan pelumas dan masukkan kembali. Catatan:
Kira-kira satu inci dari ujung kondom yang terbuka akan berada di luar tubuh anda.
Jika pasangan anda memasukkan penisnya di bawah atau di sebelah kantung, mintalah
ia untuk menarik keluar kembali. Copot kondomnya, buang dan gunakan yang baru.
Sampai anda dan pasangan anda terbiasa dengan kondom perempuan, akan sangat
berguna jika anda menggunakan tangan anda untuk membantu memasukkan penisnya
ke vagina.
 Setelah pasangan anda berejakulasi dan menarik keluar penisnya, pencet dan putar
ujung kondom yang terbuka agar sperma tidak tumpah. Keluarkan perlahan-lahan.
Buanglah kondom bekas tersebut (namun jangan membuangnya ke lubang toilet).
 Tidak disarankan untuk menggunakan ulang kondom perempuan.

Bagaimana pengguna narkoba suntik (IDU) dapat mengurangi risiko tertular HIV?

Bagi pengguna narkoba, langkah-langkah tertentu dapat diambil untuk mengurangi risiko
kesehatan masyarakat maupun kesehatan pribadi, yaitu:

 Beralih dari napza yang harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral.
 Jangan pernah menggunakan atau secara bergantian menggunakan semprit, air, atau
alat untuk menyiapkan napza.
 Gunakan semprit baru (yang diperoleh dari sumber-sumber yang dipercaya, misalnya
apotek, atau melalui program pertukaran jarum suntikan) untuk mempersiapkan dan
menyuntikkan narkoba.
 Ketika mempersiapkan napza, gunakan air yang steril atau air bersih dari sumber yang
dapat diandalkan.
 Dengan menggunakan kapas pembersih beralkohol, bersihkan tempat yang akan
disuntik sebelum penyuntikan dilakukan.

Bagaimana penularan dari ibu ke anak dapat dicegah?

Penularan HIV dari seorang ibu yang terinfeksi dapat terjadi selama masa kehamilan, selama
proses persalinan atau setelah kelahiran melalui ASI. Tanpa adanya intervensi apapun, sekitar
15% sampai 30% ibu dengan infeksi HIV akan menularkan infeksi selama masa kehamilan
dan proses persalinan. Pemberian air susu ibu meningkatkan risiko penularan sekitar 10-15%.
Risiko ini tergantung pada faktor- faktor klinis dan bisa saja bervariasi tergantung dari pola
dan lamanya masa menyusui.

Penularan dari Ibu ke Anak dapat dikurangi dengan cara berikut:

 Pengobatan: Jelas bahwa pengobatan preventatif antiretroviral jangka pendek


merupakan metode yang efektif dan layak untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke
anak. Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan konseling makanan bayi, dan
penggunaan metode pemberian makanan yang lebih aman, pengobatan ini dapat
mengurangi risiko infeksi anak hingga setengahnya. Regimen ARV khususnya
didasarkan pada nevirapine atau zidovudine. Nevirapine diberikan dalam satu dosis
kepada ibu saat proses persalinan, dan dalam satu dosis kepada anak dalam waktu 72
jam setelah kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan risiko penularan
ketika diberikan kepada ibu dalam enam bulan terakhir masa kehamilan, dan melalui
infus selama proses persalinan, dan kepada sang bayi selama enam minggu setelah
kelahiran. Bahkan bila zidovudine diberikan di saat akhir kehamilan, atau sekitar saat
masa persalinan, risiko penularan dapat dikurangi menjadi separuhnya. Secara umum,
efektivitas regimen obat-obatan akan sirna bila bayi terus terpapar pada HIV melalui
pemberian air susu ibu. Obat-obatan antiretroviral hendaknya hanya dipakai di bawah
pengawasan medis.
 Operasi Caesar: Operasi caesar merupakan prosedur pembedahan di mana bayi
dilahirkan melalui sayatan pada dinding perut dan uterus ibunya. Dari jumlah bayi
yang terinfeksi melalui penularan ibu ke anak, diyakini bahwa sekitar dua pertiga
terinfeksi selama masa kehamilan dan sekitar saat persalinan. Proses persalinan
melalui vagina dianggap lebih meningkatkan risiko penularan dari ibu ke anak,
sementara operasi caesar telah menunjukkan kemungkinan terjadinya penurunan
risiko. Kendatipun demikian, perlu dipertimbangkan juga faktor risiko yang dihadapi
sang ibu.
 Menghindari pemberian ASI: Risiko penularan dari ibu ke anak meningkat tatkala
anak disusui. Walaupun ASI dianggap sebagai nutrisi yang terbaik bagi anak, bagi ibu
penyandang HIV-positif, sangat dianjurkan untuk mengganti ASI dengan susu
formula guna mengurangi risiko penularan terhadap anak. Namun demikian, ini hanya
dianjurkan bila susu formula tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, bila
formula bayi itu dapat dibuat dalam kondisi yang higienis, dan bila biaya formula bayi
itu terjangkau oleh keluarga.

Badan Kesehatan Dunia, WHO, membuat rekomendasi berikut:

Ketika makanan pengganti dapat diterima, layak, harganya terjangkau, berkesinambungan,


dan aman, sangat dianjurkan bagi ibu yang terinfeksi HIV-positif untuk tidak menyusui
bayinya. Bila sebaliknya, maka pemberian ASI eksklusif direkomendasikan pada bulan
pertama kehidupan bayi dan hendaknya diputus sesegera mungkin.

Prosedur apakah yang harus ditempuh oleh seorang petugas kesehatan untuk
mencegah penularan dalam setting perawatan kesehatan?

Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal Precaution).


Kewaspadaan Universal adalah panduan mengenai pengendalian infeksi yang dikembangkan
untuk melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga dapat
terhindar dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan tubuh tertentu.

Kewaspadaan Universal meliputi:

 Cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam (yakni barang-barang yang


dapat menimbulkan sayatan atau luka tusukan, termasuk jarum, jarum hipodermik,
pisau bedah dan benda tajam lainnya, pisau, perangkat infus, gergaji,
remukan/pecahan kaca, dan paku);
 Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua
prosedur;
 Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan
kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan
cairan tubuh lainnya;
 Melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi;
 Penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.
Selain itu, semua pekerja kesehatan harapnya berhati-hati dan waspada untuk mencegah
terjadinya luka yang disebabkan oleh jarum, pisau bedah, dan instrumen atau peralatan yang
tajam. Sesuai dengan Kewaspadaan Universal, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang
harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut
baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya.

Apa yang harus dilakukan bila anda menduga bahwa anda telah terekspos HIV?

Bila anda menduga bahwa anda telah terpapar HIV, anda hendaknya mendapatkan konseling
dan melakukan testing/pemeriksaan HIV. Kewaspadaan hendaknya diambil guna mencegah
penyebaran HIV kepada orang lain, seandainya anda benar terinfeksi HIV.

Tes HIV

Apakah tes HIV?

Tes HIV merupakan pengujian untuk mengetahui apakah HIV ada dalam tubuh seseorang.
Tes HIV yang umumnya digunakan adalah yang mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh
sistem kekebalan tubuh dalam merespons HIV, karena antibodi itu lebih mudah (dan lebih
murah) dideteksi dibanding pendeteksian virus itu sendiri. Antibodi diproduksi oleh sistem
kekebalan tubuh dalam merespons suatu infeksi.

Bagi sebagian besar orang, antibodi tersebut memerlukan waktu tiga bulan untuk
berkembang. Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, antibodi ini perlu sampai enam bulan
untuk berkembang.

Setelah kemungkinan pajanan, berapa lamakah saya harus menunggu sebelum


menjalani tes HIV?

Hendaknya anda menunggu tiga bulan setelah pajanan sebelum dites HIV. Walaupun tes
antibodi HIV sangat sensitif, ada “periode jendela” selama tiga sampai 12 minggu, yang
merupakan periode antara terinfeksi HIV dengan kemunculan antibodi yang dapat dideteksi.
Dalam hal tes anti HIV paling sensitif yang saat ini direkomendasikan, ?periode jendela?-nya
adalah sekitar tiga minggu. Periode ini bisa saja lebih lama bila tes yang kurang sensitif yang
digunakan.

Selama “periode jendela”, orang yang terinfeksi HIV tidak memiliki antibodi yang dapat
dideteksi oleh tes HIV dalam darahnya. Kendatipun demikian, seseorang mungkin sudah
memiliki HIV dalam kadar tinggi dalam cairan tubuhnya seperti darah, cairan semen, cairan
vagina, dan ASI. HIV dapat ditularkan ke orang lain selama “periode jendela” ini, walau tes
HIV mungkin saja tidak menunjukkan bahwa anda tidak terinfeksi HIV.

Mengapa saya harus menjalani tes HIV?

Ada dua keuntungan penting bila anda mengetahui status HIV. Pertama, bila anda terinfeksi
HIV, anda dapat mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu sebelum gejala muncul,
yang secara potensial dapat memperpanjang hidup anda selama beberapa tahun. Kedua, bila
anda tahu bahwa anda terinfeksi, anda dapat mengambil segala kewaspadaan yang dipandang
perlu untuk mencegah penyebaran HIV kepada orang lain.

Di mana saya dapat menjalani tes/ pemeriksaan?

Banyak tempat di mana anda dapat dites HIV: di kantor praktek dokter swasta, departemen
kesehatan setempat, rumah sakit, klinik keluarga berencana, dan tempat-tempat yang secara
khusus dibangun untuk pengetesan HIV. Cobalah untuk mencari tahu tentang tes di tempat
dimana konseling HIV/AIDS diberikan.

Apakah hasil tes saya bersifat rahasia?

Semua orang yang melakukan tes HIV harus memberikan izin sebelum dites. Hasil tes harus
mutlak dijaga kerahasiaannya.

Ada berbagai jenis tes yang tersedia:

 Tes HIV rahasia

Para ahli kesehatan yang menangani tes HIV menyimpan hasil tes dalam data medis secara
rahasia. Hasil tidak dapat dibagi dengan orang lain tanpa izin tertulis dari orang yang dites.

 Tes HIV Anonim

nama orang yang dites tidak digunakan dalam kaitannya dengan tes tersebut. Sebagai
gantinya, sebuah nomor kode diterakan dalam tes, yang memungkinkan individu yang dites
menerima hasil tes. Tidak ada dokumen tersimpan yang dapat mengaitkan orang dengan
tesnya.

Kerahasiaan bersama (shared confidentiality) dianjurkan, dalam artian kerahasiaan tersebut


juga dipegang oleh orang lain yang mungkin meliputi anggota keluarga, orang yang dicintai,
para pengasuh, dan teman-teman yang layak dipercaya. Namun perlu hati-hati dalam
membuka hasil tes HIV karena dapat menimbulkan diskriminasi dalam perawatan kesehatan,
serta lingkungan profesi dan sosial. Oleh karena itu keputusan atas kerahasiaan bersama
harus sepenuhnya atas kehendak orang yang akan dites. Walaupun hasil tes HIV sebaiknya
tetap dijaga kerahasiaannya, para ahli seperti konselor, pekerja sosial, dan pekerja kesehatan
perlu juga untuk mengetahui status HIV-positif seseorang dalam upaya memberikan
perawatan yang sesuai.

Apa yang harus saya lakukan ketika saya terjangkit HIV?

Berkat perkembangan pengobatan baru, kini terdapat lebih banyak orang yang hidup dengan
HIV (ODHA) dapat menjalani hidup yang lebih sehat dan lebih lama. Sangatlah penting bagi
anda untuk memiliki dokter yang tahu bagaimana cara perawatan HIV. Konselor atau
perawat terlatih dapat memberikan konseling dan merekomendasikan dokter yang tepat.

Selain itu, anda dapat melakukan hal-hal berikut agar tetap sehat:

 Ikuti petunjuk dokter anda. Atur dan tepai janji dengan dokter. Bila dokter anda
memberi resep, minumlah sesuai dengan yang tertera dalam resepnya.
 Lakukan imunisasi (suntikan) untuk mencegah infeksi seperti pneumonia dan flu
(setelah berkonsultasi dengan dokter anda).
 Bila anda merokok atau anda menggunakan obat-obatan yang tidak diresepkan oleh
dokter anda, segera hentikan.
 Makan makanan yang sehat.
 Berolahragalah secara teratur agar tetap sehat dan kuat.
 Tidur dan beristirahatlah dengan cukup.

Apa artinya bila tes HIV saya hasilnya negatif?

Hasil tes yang negatif berarti bahwa di dalam darah anda, tidak terdapat antibodi HIV saat
Anda melakukan tes. Bila anda negatif, pastikan bahwa anda tetap seperti itu: pelajari
berbagai fakta mengenai penularan HIV dan hindarkan diri agar tidak terjerumus dalam
perilaku yang tidak aman.

Kendatipun demikian, masih terdapat kemungkinan terinfeksi, karena sistem kekebalan tubuh
memerlukan waktu sampai tiga bulan untuk memproduksi antibodi dalam jumlah yang cukup
untuk mengindikasikan infeksi dalam tes darah anda. Sangat disarankan untuk melakukan tes
ulang beberapa waktu setelah tes pertama itu, dan seraya menunggunya, anda bersifat
waspada. Selama “periode jendela” sangat besar kemungkinan seseorang untuk menularkan,
dan karenanya, anda hendaknya melakukan berbagai upaya untuk mencegah kemungkinan
terjadinya penularan.

Mitos

Apakah gigitan nyamuk membawa risiko terinfeksi HIV?

HIV tidak menyebar melalui gigitan nyamuk atau gigitan serangga lainnya. Bahkan bila virus
masuk ke dalam tubuh nyamuk atau serangga yang menggigit atau mengisap darah, virus
tersebut tidak dapat mereproduksi dirinya dalam tubuh serangga. Karena serangga tidak dapat
terinfeksi HIV, serangga tidak dapat menularkannya ke tubuh manusia yang digigitnya.

Apakah saya harus khawatir tertular HIV saat melakukan kegiatan olah raga?

Tidak terdapat bukti bahwa HIV dapat ditularkan ketika seseorang melakukan olah raga.

Bisakah saya terkena HIV dari bersentuhan secara biasa? (berjabat tangan, berpelukan,
menggunakan toilet, minum dari gelas yang juga digunakan oleh seseorang yang terkena
HIV, atau berada berdekatan dengan seseorang yang terinfeksi yang sedang bersin atau
batuk)?

HIV tidak ditularkan oleh kontak sehari-hari dalam kegiatan sosial, di sekolah, ataupun di
tempat kerja. Anda tidak dapat terinfeksi lantaran anda berjabat tangan, berpelukan,
menggunakan toilet yang sama atau minum dari gelas yang sama dengan seseorang yang
terinfeksi HIV, atau terpapar batuk atau bersin penyandang infeksi HIV.

Apakah HIV hanya menjangkiti kaum homoseksual dan pengguna narkoba saja?
Tidak. Setiap orang yang melakukan hubungan seks yang tak terlindungi, berbagi
penggunaan alat suntikan, atau diberi transfusi dengan darah yang terkontaminasi dapat
terinfeksi HIV. Bayi dapat terinfeksi HIV dari ibunya selama masa kehamilan, selama proses
persalinan, atau setelah kelahiran melalui pemberian air susu ibu.

Sebanyak 90% kasus HIV merupakan akibat dari penularan seksual dan 60-70%kasus HIV
terjadi di kalangan heteroseksual.

Apakah kita dapat mengetahui bahwa seseorang terkena HIV hanya dengan melihat
dari penampilannya?

Kita tidak dapat mengetahui bahwa seseorang menyandang HIV atau AIDS hanya dengan
melihat penampilan mereka. Seseorang yang terinfeksi HIV bisa saja nampak sehat dan
merasa baik-baik saja, namun mereka tetap dapat menularkan virus itu ke anda. Tes darah
merupakan satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak.

Bisakah saya terjangkit lebih dari satu infeksi menular seksual (IMS) pada saat yang
bersamaan?

Ya. Anda dapat terkena lebih dari satu infeksi penyakit menular (IMS) pada saat yang
bersamaan. Masing-masing infeksi memerlukan pengobatannya sendiri. Anda tidak dapat
menjadi kebal terhadap IMS. Anda juga dapat terkena infeksi yang sama berkali-kali. Banyak
pria dan wanita yang tidak merasa atau melihat gejala awal apapun ketika mereka pertama
kali terinfeksi dengan IMS, kendatipun mereka masih bisa menulari pasangan seksualnya.

Ketika seseorang sedang menjalani terapi antiretroviral, dapatkan dia menularkan


HIV kepada orang lain?

Terapi antiretroviral tidak dapat mencegah penularan virus ke orang lain. Terapi dapat
membantu menurunkan jumlah virus ke tingkat yang tidak terdeteksi, namun HIV masih
tetap ada dalam tubuh, dan dapat ditularkan ke orang lain melalui hubungan seksual, dengan
bergantian memakai peralatan suntikan, atau melalui ibu yang menyusui bayinya.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome


(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus
lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus
yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit
ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan
kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung
HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan
dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum
suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui,
serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini
AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di
seluruh dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan
bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui
pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling
mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga
3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-
anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga
memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di
sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan
parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua
negara.[6]

Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan
penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut
tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang
yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA)

SEJARAH - asal mula timbulnya VIRUS HIV-AIDS


AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control
and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang
masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii)
pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles,Amerika Serikat.

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.

HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber
dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan
berada di Afrika Barat.

Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata.


Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun
selatan.
HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon,
dan Kamerun.

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan
primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.

Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan
bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari
penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.

Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak
didukung oleh bukti-bukti yang ada.

Gejala, tanda-tanda, dan komplikasi infeksi virus HIV-


AIDS
Berbagai gejala ataupun tanda-tanda seseorang terjangkit atau terinfeksi AIDS
umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit,
yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.HIV mempengaruhi hampir
semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar menderita kanker seperti
sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik,seperti demam, berkeringat


(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta
penurunan berat badan.Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga
tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat
hidup pasien.

- Penyakit paru-paru utama

Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki
kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.

Penyebab penyakit ini adalah fungi/jamur Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya


diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat,
penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang,
penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites,
walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200
per µL.

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait
HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute
pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat
muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun
demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada
penyakit .

Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena


digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun
tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak
ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul
sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai
penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner).
Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada
satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang,
saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan
sistem syaraf pusat.Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan
tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.

- Penyakit saluran pencernaan utama

Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari
mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi
jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun
dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.

Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai
penyebab, antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella,
Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang
tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium
complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).

Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan
untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri.
Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk
menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi
HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan
menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan
yang berhubungan dengan HIV.

- Penyakit syaraf dan kejiwaan utama

Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada
syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem
syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

~ Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang


disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan
radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan
menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.

~ Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan
sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan
demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan
kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

~ Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit


yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson),
sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70%
populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya
ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit
ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya
menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.

- Kanker dan tumor ganas (malignan)

Sarkoma Kaposi. Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki resiko yang lebih
tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA
penyebab mutasi genetik,yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma
Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV.
Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu
pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili
gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia yang juga disebut virus herpes Sarkoma
Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan,
tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel
darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt
(Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell
lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada
pasien yang terinfeksi HIV.
Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa
kasus, limfoma adalah tanda-tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan
oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker
ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin,
kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus.
Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker
usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di
tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam
menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun,
namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling
umum pada pasien yang terinfeksi HIV.

Penyebab terjadinya penyakit HIV-AIDS


HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil pada
permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut. Dilihat dengan mikroskop elektron.

AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi virus HIV.

HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan
manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik.
HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+
dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel
T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka
kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi
akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV
awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di
dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS
ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS
hanya sekitar 9,2 bulan.

Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu
dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah
kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang
yang terinfeksi.
Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda,
sehingga lebih beresiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang
terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat
mempercepat perkembangan penyakit. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga
memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV.
HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan
menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.

Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu
berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

- Penularan virus HIV-AIDS secara seksual

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa
mulut pasangannya (ML). Hubungan seksual reseptif tanpa kondom/pelindung lebih
beresiko daripada hubungan seksual insertif dengan memakai kondom/pelindung, dan
resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral.
Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif
maupun insertif.

Kekerasan seksual secara umum meningkatkan resiko penularan HIV karena


pelindung/kondom umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap
rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga
karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan
sekresi vaginal.

Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan
bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat
kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga
meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti
kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal
limfosit dan makrofag.

Penularan HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan
pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai
tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat
dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.
Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81%
peningkatan laju transmisi HIV.

Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta
fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.

Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih
mematikan.
- Penularan virus HIV-AIDS secara Kontaminasi patogen melalui darah

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna jarum suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh
organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas
infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.

Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru
HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa
Timur.

Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang
terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-
HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja
laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur
penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik
tubuh.

Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia
karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan
melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.Oleh sebab itu, Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini,
mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah
penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di
negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah
yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi".

- Penularan virus HIV-AIDS pada masa perinatal (kehamilan)

Penularan virus HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal (kehamilan), yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan.

Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan
adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya
sebesar 1%.

Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat
persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan
resiko penularan sebesar 4%.

DIAGNOSIS penderita penyakit HIV-AIDS


Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi
AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun
1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan
epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan
tidak sensitif ataupun spesifik.

Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV


digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium, sementara di negara-negara maju
digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

Sistem tahapan infeksi WHO:

Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan
memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah
infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS


Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas
yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis(TBC).
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-
paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

.: Daftar Artikel di menu "Health - Kesehatan" :.


Penyebab dan cara
mencegah-mengatasi
penyakit bisulan

Penyakit Varises - HIV AIDS - sejarah,


penyebab, cara Cara Mengatasi Lelah- gejala tanda-tanda,
mencegah- Capek-Lesu-Pegal penyebab, dan cara
mengatasi, akibat mencegah

Empat penyakit
Keuntungan dari 10 Makanan agar
manusia jaman
berhenti merokok Tulang Kuat
sekarang

Mitos dan Fakta


5 Makanan Alami 9 Makanan Pengurang
Lemak Tubuh Tentang Latihan
Penguat Sistem Imun
Beban dan Daya
Tubuh Tahan

Keyword:

ilmu kesehatan dan pelajaran biologi | virus mematikan HIV AIDS | sejarah dan asal
mula terjadinya virus HIV AIDS | penemuan pertama hiv aids | gejala tanda-tanda
terinfeksi virus hiv aids | penyebab terbentuknya virus hiv aids | cara mengatasi dan
mencegah penularan virus hiv aids | hubungan seksual ML dapat menyebabkan resiko
penularan hiv aids | penggunaan jarus suntik dan anting tindik tubuh menyebabkan hiv
aids | susu ibu - ibu menyusui anak/bayi | jangka waktu dan usia hidup penderita/pasien
yang tertular/terinfeksi virus hiv aids | cara dan proses penularan virus hiv aids |
penyakit kanker dan tumor akibat virus hiv aids

!! NEW !! ^^Play Free Online Games^^


 Disqus

 Like
 Dislike

o 2 people liked this.

Você também pode gostar