Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KELOMPOK VI
Charles Tinangon
Poula I. Woran
Feibiola B. Kaligis
Marco Sambuaga
Akuntansi
FakultasEkonomi
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
campur tangan-Nyalah kami kelompok VI dapat menyelesaikan makalah
berjudulAnalisis Break Even Point (BEP) denganbaik. Makalah Analisis Break Even
Point (BEP)ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para mahasiswa
mengenaiAnalisis Break Even Point (BEP)yang merupakan bagian penting dari proses
pembelajaran manajemen keuangan. Oleh karena itu, pemahamannya oleh mahasiswa
akan sangat bermanfaat. Kami pun sangat mengharapkan lewat makalah ini, sedikitnya
dapat membantu para mahasiswa dalam memahami Analisis Break Even Point
(BEP).Dalam peyusunan makalah ini sendiri, kami segenap kelompok VI mengucapkan
banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang sudah mendukung baik dalam hal
materi maupun material, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.Kami pun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
beberapa kekurangan serta ketidaksempurnaan.Karenanya, kami sangat mengharapkan
kritik serta saran dari para pembaca guna penyempurnaan makalah ini.
Oktober 2014
Penyusun
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………….….3
Bab II Pembahasan
A. Pengertian BEP………………………………………..…………………………5
B. Menentukan Break even point…………………………………………………..9
C. Efek Perubahan Berbagai Faktor terhadap……………………………………..13
D. Menentukan BEP untuk lebih dari satu produk………………………………..18
E. BEP Non Linier………………………………………………………………...22
F. BEP untuk perencanaan laba…………………………………………………...26
G. Manfaat Break Even Point…..……………………………….……………......30
Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba.Laba dalam suatu
bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan.Keuntungan merupakan
salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu
perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus
direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus
mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu
tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut
bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi
tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang
dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost
of goods sold)
Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan
unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan
ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat
dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang
diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen
dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di
lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang paling
maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan harga
jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga
harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut
harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada
Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan,
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total
biaya). (Munawir, 1986)
Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis
dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)
Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa
break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian
untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi
barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian.
Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya
dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)
Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai
berikut:
Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini
berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk
memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa
tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP.
Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek
”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR)
sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun
tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang
menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan
keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total
penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan
tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan
dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik
impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan
upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono,
1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat
penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total
penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.Oleh karena analisa
tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka
analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V.
analysis).Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-
planning approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan
penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak
akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru
muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga
Untuk menentukan posisi BEP dalam grafik, maka perlu digambar variable-variable
yang ikut menentukan BEP seperti biaya total (biaya tetap dan biaya variable) dan
pendapatan total. Pertama, kita menggambarkan grafik fungsi pendapatan (TR). seperti
dijelaskan dimuka bahwa grafik TR akan dimulai dari titik origin (titik nol). kenapa
dimulai dari titik nol? Hal ini karena pada saat itu perusahaan belum memperoleh
pendapatan ketika produksi atau penjualannya sama dengan nol. Grafik ini akan naik
dari titik nol tersebut ke kanan atas. Kedua, kita menggambar grafik biaya tetap (FC).
Grafik biaya tetap ini sejajar dengan sumbu kuantitas dari kiri ke kanan. Mengapa
sejajar dengan biaya tetap? Hal ini karena grafik biaya tetap ini menunjukan biaya yang
tidak berubah walaupun produk yang dihasilkan berubah. Ketiga, kita menggambar
biaya total (TC). Grafik biaya total ini dimulai dari titik potong antara grafik FC dengan
sumbu vertical (di mulai dari grafik FC) ke kanan atas memotong grafik TR. Mengapa
TC dimulai dari grafik FC? Hal ini karena TC merupakan penjumlahan antara biaya
tetap dan biaya variable (VC). Ketika perusahaan belum berproduksi maka biaya
totalnya adalah sebesar biaya tetapnya. Sedangkan VC merupakan biaya yang
jumlahnya tergantung pada volume produksi yang dihasilkan sehingga VC ini memiliki
karakteristik grafik seperti Grafik TR dimana grafik ini dimulai dari nol. untuk lebih
jelasnya kita lihat Grafik BEP berikut ini :
R,C TR
TC
VC
--------------
FC
0 Qo Q (jumlah unit)
dimana:
R = Revenue (Penghasilan)
C = Cost (Biaya)
TR = Total Revenue (Total penghasilan)
TC = Total Cost (total biaya)
VC = Variabel Cost (biaya variable)
FC = Fixed Cost (biaya tetap)
BEP = Break Even Point (titik pulang pokok)
Qo = Kuantitas produk pada keadaan BEP (dalam unit)
R,Co = Penghasilan dan biaya pada keadaan BEP (dalam rupiah)
Untuk menentukan posisi BEP secara sistematis dapat dicari formula (rumus) untuk
mencari atau menentukan BEP dalam unit dan BEP dalam rupiah. Kedua rumus BEP
dalam unit dan rupiah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
BEP terjadi pada saat total pendapatan sama dengan total biaya : TR = TC
TR = harga per unit dikalikan kuantitas = P x Q
TC = Biaya tetap ditambah biaya variable = FC + VC
VC = biaya variable per unit dikalihkan kuantitas
karena TR = TC
Maka : P/u . Q = FC + VC/u.Q
P/u . Q – VC/u .Q = FC
Q(P/u – VC/u) = FC
Sehingga:
𝐹𝐶
𝑄𝐵𝐸 =
𝑃/𝑢 – 𝑉𝐶/𝑢
dimana 𝑄𝐵𝐸 adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP dalam unit tercapai pada:
Adapun keadaan BEP dalam hal rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas pada
posisi BEP dengan harga jualnya. keadaan BEP dalam rupiah juga dapat dicari dengan
rumus berikut:
𝐹𝐶
pada keadaan 𝑄𝐵𝐸 = kedua ruas dikalikan dengan harga per unit atau P
𝑃−𝑉𝐶
𝐹𝐶
sehingga : 𝑃𝑄𝐵𝐸 = 𝑥𝑃
𝑃−𝑉𝐶
𝐹𝐶
𝑃𝑄𝐵𝐸 = 𝑥𝑃
𝑃/𝑃−𝑉𝐶/𝑃
𝐹𝐶 𝐹𝐶
𝑃𝑄𝐵𝐸 = 𝑎𝑡𝑎𝑢
1−𝑉𝐶/𝑃 1−𝑉𝐶/𝑆
dimana : 𝑃𝑄𝐵𝐸 adalah pendapatan pada keadaan BEP dan VC/P (sering juga ditulis
dengan VC/S) adalah rasio variable terhadap harga penjualan. sehingga BEP dalam
rupiah tercapai pada:
𝐹𝐶 𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢
1 − 𝑉𝐶/𝑃 1 − 𝑉𝐶/𝑆
Agar lebih dipahami tentang perhitungan analisis BEP baik secara matematis maupun
grafik, berikut ini akan diberikan contoh sehingga memberikan ganbaran yang jelas:
Contoh 17.1
sebuah perusahaan sepeda menjual produk dengan harga Rp.400.000,-. perusahaan
tersebut memiliki biaya tetap tahunan sebesar Rp. 800.000.000,- dan biaya variable
sebesar Rp. 200.000,- per unit berapapun volume dijual. untuk mencari titik impas
(BEP) kita lihat analisis berikut:
Dari data diatas, maka BEP dalam unit adalah:
BEP (unit) = FC/(P-V)
= 800.000.000/(400.000 – 200.000) unit = 4000 unit
sedangkan BEP dalam rupiah adalah:
BEP (rupiah) = 𝑄𝐵𝐸 x P
1.600 ------------------
800
Rugi Biaya Tetap
𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑈𝑛𝑖𝑡) = = = 4000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑃/𝑢 – 𝑉𝐶/𝑢 160 − 60
𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 = 𝑅𝑝. 640.000
1 − 𝑉𝐶/𝑃 1 − 60/160
𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑈𝑛𝑖𝑡) = = = 12.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑃/𝑢 – 𝑉𝐶/𝑢 600 − 50
𝐹𝐶 600.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 = 𝑅𝑝. 1.200.000
1 − 𝑉𝐶/𝑃 1 − 50/100
Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 12.000 unit, yang berarti naik
2.000 unit dari semula sebesar 10.000 unit jika kita menghitung sebelum ada kenaikan
biaya tetap, atau pada penghasilan biaya mencapai sebesar Rp.1.200.000
d. apabila Perusahaan memproduksi 5.000 unit, maka yang terjadi:
Q = 5.000 unit
TR = 5.000 x Rp. 100,- = Rp.500.000
TC = 400.000 + (5.000 X 60) = Rp.700.000
Rugi = Rp. 200.000
Sesuai asumsi yang ada, analisis BEP digunakanbagi perusahaan yang menjual satu
macam produk saja. Apanila perusahaan menjual 2 macam produk atau lebih, maka
komposisi atau perimbangan penjualannya (sales mix) rasio kontribusi marjinnya harus
tetap. Rasio kontribusi marjin merupakan perimbangan antara kontribusi marjin dengan
penjualan. Sedangkan kontribusi marjin merupakan selisih antara penjualan dengan
biaya variable. dalam BEP diperoleh:
𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) =
1 − 𝑉𝐶/𝑃
1 – VC/S merupakan rasio kontribusi marjin. apabila dua produk memiliki rasio
kontribusi marjin yang berbeda, maka perbedaan sales mix kedua produk tersebut akan
merubah BEP. Tetapi apabila dua produk memiliki rasio kontribusi marjin yang sama,
maka perubahan sales mix tidak merubah BEP total kedua produk tersebut. untuk lebih
jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:
Tabel diatas menunjukan bahwa perimbangan penjualan (sales mix) produk A dan B
adalah 1 : 1,5 yaitu perbandingan antara Rp.100.000.000 : 150.000.000. Sedangkan
perimbangan produknya (Produk mix) adalah A : B = 2 : 1, yaitu 10.000 unit : 5.000
unit. Adapun BEP total, yaitu BEP produk A dan B dapat dihitung sebagai berikut:
50.000.000 50.000.000
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = =
1 − (150.000.000 ∶ 250.000.000 1 − 𝑂, 60
BEP total tercapai pada total penjualan produk A dan B sama dengan total biayanya
yakni sebesar Rp. 125.000.000. Pada keadaan BEP total ini tiap-tiap produk tidak harus
dalam keadaan BEP. Mungkin saja pada saat terjadi BEP total, suatu produk mengalami
Apakah pada perimbangan produk A sebesar 5.000 unit dan produk B sebesar 2.500
unit tercapai pada BEP secara total, kita buktikan dengan perhitungan berikut:
Tabel 17.2 Perhitungan BEP total dari produk A dan B
Keterangan Produk A Produk B Total
(5.000 unit) (2.500 unit)
Penjualan: Rp. 50.000.000 Rp. 75.000.000 Rp. 125.000.000
Biaya variable Rp. 30.000.000 Rp. 45.000.000 Rp. 75.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp . 50.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 0 Rp. 0 Rp. 0
Bagaimana jika jumlah produk B yang naik sebesar 50% sehingga menjadi 7.500 unit
sedangkan produk A tetap? bagaimana BEP total yang baru?
Seperti perhitungan diatas, maka kenaikan jumlah produk B mengakibatkan BEP
totalnya berubah yaitu:
Tabel 17.4: Perhitungan laba rugi Produk A dan B setelah perubahan Sales mix
Keterangan Produk A Produk B Total
(10.000 unit) (7.500 unit)
Penjualan: Rp. 100.000.000 Rp. 225.000.000 Rp. 325.000.000
Biaya variable Rp. 60.000.000 Rp. 135.000.000 Rp. 195.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 40.000.000 Rp. 90.000.000 Rp .130.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 20.000.000 Rp. 60.000.000 Rp. 80.000.000
Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 2,25 atau 100.000.000 : 225.000.000
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ = =
1 − (𝑉𝐶 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ∶ 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 1 − 𝑉𝐶/𝑃
𝑅𝑝. 50.000.000 50.000.000
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = =
1 − (195.000.000 ∶ 325.000.000 1 − 0,60
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑝. 125.000.000
dari perubahan salesmix yang pertama dan perubahan sales mix yang kedua ternyata
BEP total setelah perubahan tetap sama dengan sebelum perubahan yaiti sebesar
Rp.125.000.000. Perubahan sales mix tersebut diatas tidak merubah BEP total karena
rasio kontribusi marjin kedua produk tersebut ternyata sama yaitu sebesar 40% atau 0,4
Analisis BEP yang telah kita bahas diatas terutama digunakan untuk keadaan yang
berubah secara linier.Pada analisis BEP yang non linier, analisis BEP yang akan kita
bahas sekarang apabila fungsi pendapatan dan biayanya tidak linier (non linier). pada
keadaan non linier ini, maka dalam grafik akan kita dapatkan keadaan BEP lebih dari
satu titik. pada dasarnya analisis biaya, volume dan laba (BEP) baik menggunakan
fungsi linier maupun non linier tidak berbeda. perbedaan terjadi pada perilaku biaya dan
pendapatan itu sendiri sehingga mengakibatkan penggambaran grafiknya berbeda.
sudah kita ketahui bahwa biaya produksi terdiri dari biaya tetap (FC) dan biaya
variable (VC). Biayatotal (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya
variable. selain pengertian biaya tetap, biaya variable dan biaya tota tersebu, kita kenal
pula biaya yang lain yaitu biaya rata-rata (average cost=AC) dan biaya marjinal atau
biaya tambahan (marjinal cost =MC) biaya rata-rata merupakan hasil bagi antara biaya
total dengan dengan jumlah unit barang yang diproduksi. sedangkan biaya marjinal
merupakan tambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan tambahan
satu unit produk barang yang dihasilkan.
Apabila volume produksi dihubungkan dengan biaya produksi, maka volume
produksi ini akan menentukan besarnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk
membuat barang tersebut. disamping biaya total dapat juga dapat juga ditentukan biaya
variable, biaya tetap, biaya rata-rata, dan biaya marjinalnya. volume produksi biasanya
jawab
a. BEP
TR = P x Q = (-4Q + 520) Q
TR = -4Q2 + 520 Q
TC = Q2 +20Q + 3.500.000
BEP tercapai pada TR = TC -4Q2 + 5.200Q = Q2 +20Q + 3.500
-5 Q2 + 500 Q – 3.500 = 0
-Q2 +1.000 -700 = 0
−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
𝑄1,2 =
2𝑎
−100 ± √(100)2 − 4. (−1). (700)
𝑄1,2 =
2. (−1)
16 TC = Q2 + 20Q + 3.500
C
4
→ BEP1 (7,58; 3.712) TR = -4Q2 + 520Q
unit
0 10 50 65 92
Q1 Q3 Q4 Q2
Keterangan :
Q1 dan Q2 = jumlah produksi pada keadaan BEP
B – C = Laba maksimal
BEP1 = BEP pertama pada titik (7,83; 3.712)
BEP2 = BEP kedua pada titik (92,43; 13.890)
A = Titik puncak fungsi pendapatan (pendapatan maksimal)
Q3 = Jumlah produksi pada laba maksimal (50 unit)
Q4 = Jumlah produksi pada pendapatan maksimal (65 unit)
Analisis Break Even Point (BEP) sangat bermanfaat untuk merencanakan laba
perusahaan. Dengan mengetahui besarnya BEP maka kita dapat menentukan berapa
jumlah minimal produk yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales price)
apabila kita menginginkan laba tertentu. Dengan mengetahui Budget sales tersebut kita
Jadi, agar perusahaan dapat memperoleh laba sebesar 20% maka harus
memperoleh laba penjualan sebesar RP. 21.427.041 atau 3.571 unit (dibulatkan).
Buktinya:
Penjualan = Rp 21.427.041
Biaya variable : 3.571 x Rp 2.000 = Rp 7.142.340 (-)
Kontribusi marjin = Rp 14.284.701
Biaya tetap = Rp 10.000.000 (-)
Laba = Rp 4.284.701
Laba (%) = (4.284.701 : 21.427.041) x 100% = 20%
Margin of safety tahun 2002 sebesar 16,67% artinya batas penurunan penjualan
tahun 2002 maksimal sebesar 16,67%. Apabila penurunan penjualan melebihi 16,67%
maka perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila penurunan penjualan
kurang dari 16,67% perusahaan masih mendapat untung.
Apabila hasil penjualan perusahaan hanya dapat menutup biaya tetap tunai
saja,maka perusahaan sebaiknya ditutup saja. Keadaan ini disebut titik tutup pabrik
(shut down point). Pada keadaan tutup pabrik ini besarnya kontribusi marjin yang
diperoleh hanya dapat untuk menutup biaya variable dan biaya tetap tunai yang
ditanggung. Biaya tetap tunai misalnya biaya asuransi, biaya gaji, biaya sewa dan biaya
promosi. Sedangkan biay tetap yang tidak tunai misalnya biaya depresiasi. Padahal
biaya tetap (baik tetap tunai maupun ridak tunai) merupakan biaya yang besarnya tidak
terpengaruh oleh besarnya jumlah produk yang dijual. Hal ini berarti berapapun
penambahan jumlah produk yang dijual tidak menambah keuntungan atau penambahan
jumlah penjualan akan sama dengan tambahan biaya variabelnya. sehingga penambahan
penjualan tidak menambah keutungan. Jika perusahaan mengalami hal demikian, maka
perusahaan ditutup saja. untuk itu diasumsikan biaya tetap tunai sebesar 60% dari total
biaya tetapnya yaitu sebesar 60% x RP.10.000.000 = Rp 6.000.000, maka titik tutup
pabriknya diformulasikn sebagai berikut:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑢𝑛𝑎𝑖 6.000.000
𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 = =
𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑟𝑗𝑖𝑛 1 − (2.000 ∶ 6.000)
Titik tutup pabrik = 6.000.000 : 0,6667 = Rp 8.999.550
atau pada produksi sebanyak Rp 8.999.550 : Rp 6.000 / unit = 1.500 unit
15.000
BEP
10.000 Biaya tetap total
8.999
Q (unit
0 1.500 2.500 3000
Kesimpulan
Analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau dikenal dengan nama
analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu analisis keuangan yang sangat
penting dalam perencanaan keuangan perusahaan.
Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba (profit
planning).Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin
mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tersebut
tentu berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan
harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen.
Analisis BEP digunakan untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan
sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak laba dan
tidak rugi, atau laba sama dengan nol.
Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam Pembelanjaan. Andi
Offset. Yogyakarta
Munawir, Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.