Você está na página 1de 33

MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

ANALISIS BREAK EVEN POINT


(BEP)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian dalam tugas


terstruktur matakuliah Manajemen Keuangan Lanjutan

KELOMPOK VI
Charles Tinangon
Poula I. Woran
Feibiola B. Kaligis
Marco Sambuaga

Akuntansi
FakultasEkonomi

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


2014
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
campur tangan-Nyalah kami kelompok VI dapat menyelesaikan makalah
berjudulAnalisis Break Even Point (BEP) denganbaik. Makalah Analisis Break Even
Point (BEP)ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para mahasiswa
mengenaiAnalisis Break Even Point (BEP)yang merupakan bagian penting dari proses
pembelajaran manajemen keuangan. Oleh karena itu, pemahamannya oleh mahasiswa
akan sangat bermanfaat. Kami pun sangat mengharapkan lewat makalah ini, sedikitnya
dapat membantu para mahasiswa dalam memahami Analisis Break Even Point
(BEP).Dalam peyusunan makalah ini sendiri, kami segenap kelompok VI mengucapkan
banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang sudah mendukung baik dalam hal
materi maupun material, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.Kami pun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
beberapa kekurangan serta ketidaksempurnaan.Karenanya, kami sangat mengharapkan
kritik serta saran dari para pembaca guna penyempurnaan makalah ini.

Oktober 2014

Penyusun

Analisis Break Event Point Hal 1


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ .1

Bab I Pendahuluan………………………………………………………………….….3

Bab II Pembahasan
A. Pengertian BEP………………………………………..…………………………5
B. Menentukan Break even point…………………………………………………..9
C. Efek Perubahan Berbagai Faktor terhadap……………………………………..13
D. Menentukan BEP untuk lebih dari satu produk………………………………..18
E. BEP Non Linier………………………………………………………………...22
F. BEP untuk perencanaan laba…………………………………………………...26
G. Manfaat Break Even Point…..……………………………….……………......30

Bab III Penutup...……………………………………………………………………..31


Daftar Pustaka………………………………………………………………….….…...32

Analisis Break Event Point Hal 2


BAB I
PENDAHULUAN

Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba.Laba dalam suatu
bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan.Keuntungan merupakan
salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu
perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus
direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus
mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu
tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut
bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi
tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
 Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang
dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost
of goods sold)
 Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
 Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan
unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan
ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat
dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang
diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen
dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di
lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang paling
maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan harga
jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga
harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut
harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada

Analisis Break Event Point Hal 3


tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu
tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain
pada tahap awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau
minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan
sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).

Analisis Break Event Point Hal 4


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BREAK EVEN POINT

 Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan,
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total
biaya). (Munawir, 1986)
 Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis
dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)
 Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)

 Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa
break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian
untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
 Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi
barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian.
Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya
dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)

Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai
berikut:
 Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini
berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
 Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk
memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa
tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
 Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP.
Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.

Analisis Break Event Point Hal 5


 Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil
penjualan atau tingkat produksi.

Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek
”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR)
sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun
tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang
menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan
keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total
penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan
tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan
dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik
impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan
upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono,
1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat
penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total
penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.Oleh karena analisa
tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka
analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V.
analysis).Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-
planning approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan
penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak
akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru
muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga

Analisis Break Event Point Hal 6


mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah
sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara
totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai
berikut:
a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan
biaya tetap.
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap sama.
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-
ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
e. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih
dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-
masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
f. Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak berubah secara material
(perubahan besar dalam jangka pendek.
g. kebijakan persediaan barang tetap konstan atau tidak ada persediaan sama sekali,
baik persediaan awal maupun persediaan akhir.
h. efisiensi dan produktivitas per karyawan tidak berubah dalam jangka pendek.
Analisis break-even mempunyai beberapa batasan.Batasan tersebut berupa
asumsi yang mendasari model analisis tersebut. Analisis itu akan berguna apabila
beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi – asumsi tersebut adalah:
Harga jual dan biaya variable per unit konstan. Asumsi ini sering disebut
dengan asumsi linieritas. Dalam praktik, fungsi pendapatan dan biaya cenderung
bersifat nonlinier seperti tampak pada gambar.

Analisis Break Event Point Hal 7


Ket: Q1 = break-even point yang rendah
Q2 = profit maksimum
Q3 = break-even point yang tinggi
Komposisi biaya operasi, asumsi lain dari analisis peluang pokok adalah bahwa
biaya dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variable. Dalam
kenyataannya biaya tetap dan biaya variable saling tergantung satu sama lain dalam
range tertentu dan jangka waktu tertentu.
Produk ganda, analisis peluang pokok mengasumsikan bahwa perusahaan
memproduksi dan menjual produk tunggal atau kombinasi produk yang konstan atas
berbagai produk yang dihasilkan. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang tidak
dapat mempertahankan kombinasi produk untuk jangka panjang, akibatnya alokasi
biaya tetap kepada setiap jenis produk menjadi sulit.
Ketidakpastian, asumsi dalam analisis adalah bahwa biaya variable per unit,
harga jual dan biaya tetap dapat diketahui dengan pasti untuk setiap output. Dalam
kenyataannya factor – factor tersebut adalah penuh ketidapastian (uncertainty). Selain
itu, analisis peluang pokok hanya relevan untuk perencanaan jangka pendek, beberapa
biaya seperti biaya penelitian dan pengembangan baru akan dirasakan manfatnya dalam
jangka panjang.

Analisis Break Event Point Hal 8


B. MENENTUKAN BREAK EVEN POINT
1. Menentukan BEP Secara Grafik

Untuk menentukan posisi BEP dalam grafik, maka perlu digambar variable-variable
yang ikut menentukan BEP seperti biaya total (biaya tetap dan biaya variable) dan
pendapatan total. Pertama, kita menggambarkan grafik fungsi pendapatan (TR). seperti
dijelaskan dimuka bahwa grafik TR akan dimulai dari titik origin (titik nol). kenapa
dimulai dari titik nol? Hal ini karena pada saat itu perusahaan belum memperoleh
pendapatan ketika produksi atau penjualannya sama dengan nol. Grafik ini akan naik
dari titik nol tersebut ke kanan atas. Kedua, kita menggambar grafik biaya tetap (FC).
Grafik biaya tetap ini sejajar dengan sumbu kuantitas dari kiri ke kanan. Mengapa
sejajar dengan biaya tetap? Hal ini karena grafik biaya tetap ini menunjukan biaya yang
tidak berubah walaupun produk yang dihasilkan berubah. Ketiga, kita menggambar
biaya total (TC). Grafik biaya total ini dimulai dari titik potong antara grafik FC dengan
sumbu vertical (di mulai dari grafik FC) ke kanan atas memotong grafik TR. Mengapa
TC dimulai dari grafik FC? Hal ini karena TC merupakan penjumlahan antara biaya
tetap dan biaya variable (VC). Ketika perusahaan belum berproduksi maka biaya
totalnya adalah sebesar biaya tetapnya. Sedangkan VC merupakan biaya yang
jumlahnya tergantung pada volume produksi yang dihasilkan sehingga VC ini memiliki
karakteristik grafik seperti Grafik TR dimana grafik ini dimulai dari nol. untuk lebih
jelasnya kita lihat Grafik BEP berikut ini :
R,C TR

TC

VC
--------------
FC

0 Qo Q (jumlah unit)

Analisis Break Event Point Hal 9


Gambar 17.1: Grafik Break Even Point

dimana:
R = Revenue (Penghasilan)
C = Cost (Biaya)
TR = Total Revenue (Total penghasilan)
TC = Total Cost (total biaya)
VC = Variabel Cost (biaya variable)
FC = Fixed Cost (biaya tetap)
BEP = Break Even Point (titik pulang pokok)
Qo = Kuantitas produk pada keadaan BEP (dalam unit)
R,Co = Penghasilan dan biaya pada keadaan BEP (dalam rupiah)

2. Menentukan BEP Secara matematis

Untuk menentukan posisi BEP secara sistematis dapat dicari formula (rumus) untuk
mencari atau menentukan BEP dalam unit dan BEP dalam rupiah. Kedua rumus BEP
dalam unit dan rupiah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
BEP terjadi pada saat total pendapatan sama dengan total biaya : TR = TC
TR = harga per unit dikalikan kuantitas = P x Q
TC = Biaya tetap ditambah biaya variable = FC + VC
VC = biaya variable per unit dikalihkan kuantitas
karena TR = TC
Maka : P/u . Q = FC + VC/u.Q
P/u . Q – VC/u .Q = FC
Q(P/u – VC/u) = FC
Sehingga:
𝐹𝐶
𝑄𝐵𝐸 =
𝑃/𝑢 – 𝑉𝐶/𝑢

dimana 𝑄𝐵𝐸 adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP dalam unit tercapai pada:

Analisis Break Event Point Hal 10


𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 (𝑈𝑛𝑖𝑡) =
𝑃/𝑢 – 𝑉𝐶/𝑢

Adapun keadaan BEP dalam hal rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas pada
posisi BEP dengan harga jualnya. keadaan BEP dalam rupiah juga dapat dicari dengan
rumus berikut:
𝐹𝐶
pada keadaan 𝑄𝐵𝐸 = kedua ruas dikalikan dengan harga per unit atau P
𝑃−𝑉𝐶
𝐹𝐶
sehingga : 𝑃𝑄𝐵𝐸 = 𝑥𝑃
𝑃−𝑉𝐶
𝐹𝐶
𝑃𝑄𝐵𝐸 = 𝑥𝑃
𝑃/𝑃−𝑉𝐶/𝑃
𝐹𝐶 𝐹𝐶
𝑃𝑄𝐵𝐸 = 𝑎𝑡𝑎𝑢
1−𝑉𝐶/𝑃 1−𝑉𝐶/𝑆

dimana : 𝑃𝑄𝐵𝐸 adalah pendapatan pada keadaan BEP dan VC/P (sering juga ditulis
dengan VC/S) adalah rasio variable terhadap harga penjualan. sehingga BEP dalam
rupiah tercapai pada:

𝐹𝐶 𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢
1 − 𝑉𝐶/𝑃 1 − 𝑉𝐶/𝑆

Agar lebih dipahami tentang perhitungan analisis BEP baik secara matematis maupun
grafik, berikut ini akan diberikan contoh sehingga memberikan ganbaran yang jelas:
Contoh 17.1
sebuah perusahaan sepeda menjual produk dengan harga Rp.400.000,-. perusahaan
tersebut memiliki biaya tetap tahunan sebesar Rp. 800.000.000,- dan biaya variable
sebesar Rp. 200.000,- per unit berapapun volume dijual. untuk mencari titik impas
(BEP) kita lihat analisis berikut:
Dari data diatas, maka BEP dalam unit adalah:
BEP (unit) = FC/(P-V)
= 800.000.000/(400.000 – 200.000) unit = 4000 unit
sedangkan BEP dalam rupiah adalah:
BEP (rupiah) = 𝑄𝐵𝐸 x P

Analisis Break Event Point Hal 11


= Rp.(4.000 x 400.000) = Rp. 1.600.000.000,-
atau: BEP (Rp) = FC : (1 – VC/P) = 800.000.000 : (1 – 200.000 : 400.000)
BEP (Rp) = 800.000.000 : 0,5 = Rp. 1.600.000.000
apabila keadaan BEP tersebut diatas digambarkan akan terlihat sebagai berikut:
R, C (000.000)
Total Pendapatan (TR)

2,400 Biaya Total


Laba
2.000 Biaya Variabel

1.600 ------------------

800
Rugi Biaya Tetap

0 4.000 Jumlah produksi (Q unit)

gambar 17.2 grafif Break Even Point


Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin of
safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 − 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑘 𝑒𝑣𝑒𝑛


𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = × 100%
𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

Margin of Safety merupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan


yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-
even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak,
di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan
menderita kerugian. Dari contoh 22.1.besamya margin of safety dapat dihitung sebagai
berikut:
𝑅𝑝. 1.000.000,00 − 𝑅𝑝. 500.000,00
𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = × 100% = 50%
𝑅𝑝. 1.000.000,00

Analisis Break Event Point Hal 12


Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang
nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang
direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan
hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety
berarti makin cepatperusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah
penjualan yang nyata.Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat
menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif,
kadang-kadang digunakan dua macam istilah.Untuk batas penyimpangan yang absolut
digunakan istilah “margin of Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang
relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk
contoh tersebut di atas besarnya “margin of safety’ adalab Rp500.000,00 dan besarnya
“margin of safety ratio” adalah 50%.

C. EFEK PERUBAHAN BERBAGAI MACAM FAKTOR TERHADAP BEP


- Efek Perubahan Harga Jual Per Unit dan Jumlah Biaya Tetap terhadap
BEP

Sebagaimana diuraikan di muka, dalam analisa BEP digunakan asumsi antara


lain bahwa harga jual per unit tetap konstan. Sekarang bagaimana halnya kalau ada
perubahan hargajual per unit (P)?
Apabila P naik maka ini akan mempunyai efek yang menguntungkan karena
BEPnya akan turun. Dalam gambar BEP, titik break-even-nya akan bergeser ke kiri,
yang berarti untuk tercapainya BEP cukup diperlukan jumlah produk yang lebih kecil.
Dari contoh misalkan suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap (FC) sebesar Rp.
400.000 per tahun. biaya variable per unit sebesar Rp.60,-. sedangkan harga jual
perunitnya adalah Rp.100,- . kapasitasn normal perusahaan sebesar 15.000 unit per
tahun. Pertanyaannya :
a. Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?
b. Apabila harga naik menjadi Rp. 160,- per unit berapa BEP-nya?
c. apabila biaya tetap naik sebesar Rp.200.000 dan biaya variable per unit turun
menjadi Rp.50,- Berapa BEP-nya?

Analisis Break Event Point Hal 13


d. Apabila unit yang diproduksi sebanyak 5000 unit,berapakah laba atau rugi
perusahaan?
a. Biaya variable (VC) = 60Q
Total biaya (TC) = FC +VC = 400.000 +60Q
Total penghasilan (TR) = P x Q = 100 Q
BEP tercapai pada saat TR = TC
100 Q = 400.000 + 60Q
40Q = 400.000 → Q = Rp. 1.000.000
Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 10.000 unit atau pada saat
penghasilan dan biaya mencapai sebesar Rp. 1.000.000
Jika kita gunakan rumus BEP, maka akan dipeoleh:
𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑢𝑛𝑖𝑡) = = = 10.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑃/ 𝑢 – 𝑉𝐶 /𝑢 100 − 60
𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) = = = 𝑅𝑝. 1.000.000
1 − 𝑉𝐶/𝑃 1 − 60/ 100
b. Apabila Harga naik menjadi Rp. 160 per unit BEP akan turun
Total penghasilan (TR) Menjadi TR = 160 𝑄1
Total biaya (TC) tetap yaitu menjadi TC = 400.000 + 60 𝑄1
BEP : TR’ = TC’
160 𝑄1 = 400.000 + 60 𝑄1
160 𝑄1 = 400.000 𝑄1 = 4.000 unit
atau 4.000 x Rp.160 = Rp. 640.000
jika kita menggunkana rumus BEP adalah

𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑈𝑛𝑖𝑡) = = = 4000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑃/𝑢 – 𝑉𝐶/𝑢 160 − 60

𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 = 𝑅𝑝. 640.000
1 − 𝑉𝐶/𝑃 1 − 60/160

Analisis Break Event Point Hal 14


Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 4000 unit, yang berarti turun dari
nilai semula sebesar 10.000 unit jika kita menghitung BEP sebelum harga naik,
atau pada saat penghasilan / biaya mencapai sebesar Rp.640.000.
c. Apabila Biaya tetap naik sebesar Rp 200.000 dan biaya variable turun
menjadi Rp. 50 Per unit
biaya tetap menjadi = Rp. 400.000 + Rp. 200.000 = 600.000
Biaya variable turun menjadi Rp. 50 per unit, maka VC = 50 𝑄1
Total biaya (TC) menjadi TC’ = 600.000 + 50 𝑄1
Total penghasilan TR = 100 𝑄1
BEP tercapai pada saat TR’ = TC’
100 𝑄1 = 600.000 + 50 𝑄1
50 𝑄1 = 600.000 𝑄1 = 12.000 unit
atau 12.000 x Rp.100 = Rp. 1.200.000
Jika kita menggunakan Rumus BEP , maka akan diperloleh:

𝐹𝐶 400.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑈𝑛𝑖𝑡) = = = 12.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑃/𝑢 – 𝑉𝐶/𝑢 600 − 50

𝐹𝐶 600.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 = 𝑅𝑝. 1.200.000
1 − 𝑉𝐶/𝑃 1 − 50/100

Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 12.000 unit, yang berarti naik
2.000 unit dari semula sebesar 10.000 unit jika kita menghitung sebelum ada kenaikan
biaya tetap, atau pada penghasilan biaya mencapai sebesar Rp.1.200.000
d. apabila Perusahaan memproduksi 5.000 unit, maka yang terjadi:

Q = 5.000 unit
TR = 5.000 x Rp. 100,- = Rp.500.000
TC = 400.000 + (5.000 X 60) = Rp.700.000
Rugi = Rp. 200.000

Analisis Break Event Point Hal 15


jadi apabila perusahaan hanya menjual 5.000 unit, maka akan menderita kerugian
sebesar Rp.200.000,-
Break even point,dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana
perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita
rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
Hal ini bisa terjadi, bila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya
tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya variabel dan sebagian biaya
tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan,
bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Analisis break even, secara umum, dapat memberikan informasi kepada
pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost dan tingkat
keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis break
even sering juga disebut dengan cost volume, profit analysis.
Analisis break even, dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan antara lain
mengenai:
1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
3. Seberapa jauhkah, berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
rugi.
4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Analisis break even, bertitik tolak dan konsep pemisahan biaya (direct costing
system) yaitu variable cost dan fixed cost.
Variable Cost
Variable cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan
prubahan volume penjualan.
Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara total. Sehingga dalam
pengertian ini, variable cost dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dan
penjualan. Atau variable cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Secara
grafis jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Analisis Break Event Point Hal 16


Fixed cost
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap, dan tidak terpengaruh oleh
volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time), sehingga
jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh, sewa (rent) merupakan
biaya tetap.Berproduksi atau tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan, akan
nampak seperti berikut:

Semi variabel cost


Semi variable cost, merupakan jenis biaya yang sebagian variable dan sebagian
fixed yang kadang-kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong
dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s alesmen’s commission). Biaya
komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan akan naik pada level yang
lebih tinggi.
Bila digambarkan akan nampak seperti dalam gambar:

Analisis Break Event Point Hal 17


Khusus untuk Semi Variable Cost ini sering membingungkan bagaimana
menentukannya, karena jenis biaya ini sebagian mengandung unsur biaya tetap yang
tidak terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi mengandung biaya
variabel yang terkait dengan turun naiknya volume penjualan.

D. BREAK EVEN POINT UNTUK LEBIH DARI SATU MACAM PRODUK

Sesuai asumsi yang ada, analisis BEP digunakanbagi perusahaan yang menjual satu
macam produk saja. Apanila perusahaan menjual 2 macam produk atau lebih, maka
komposisi atau perimbangan penjualannya (sales mix) rasio kontribusi marjinnya harus
tetap. Rasio kontribusi marjin merupakan perimbangan antara kontribusi marjin dengan
penjualan. Sedangkan kontribusi marjin merupakan selisih antara penjualan dengan
biaya variable. dalam BEP diperoleh:
𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ) =
1 − 𝑉𝐶/𝑃
1 – VC/S merupakan rasio kontribusi marjin. apabila dua produk memiliki rasio
kontribusi marjin yang berbeda, maka perbedaan sales mix kedua produk tersebut akan
merubah BEP. Tetapi apabila dua produk memiliki rasio kontribusi marjin yang sama,
maka perubahan sales mix tidak merubah BEP total kedua produk tersebut. untuk lebih
jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:

Analisis Break Event Point Hal 18


Contoh 17.3
Perusahaan “BHAKTI KARYA” menghasilkan dua macam produk A dan B.
Perusahaan memproduksi produk A sebanyak 10.000 unit dengan harga Rp.10.000 per
unit dan produk B sebanyak 5.000 dengan harga Rp.30.000 per unit. biaya variable
produk A dan B masing-masing sebesar 60% dari penjualan. sedangkan biaya tetap
Produk A sebesar Rp.20.000.000 dan produk B sebesar Rp.30.000.000. Data laporan
laba rugi untuk produk A dan B tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel. 71.1 Perhitungan Laba Rugi produk A dan B


Keterangan Produk A Produk B Total
Penjualan: Rp.100.000.000 Rp. 150.000.000 Rp. 250.000.000
Biaya variable Rp. 60.000.000 Rp. 90.000.000 Rp. 150.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 40.000.000 Rp. 60.000.000 Rp. 100.000.000
Biaya Tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000

Tabel diatas menunjukan bahwa perimbangan penjualan (sales mix) produk A dan B
adalah 1 : 1,5 yaitu perbandingan antara Rp.100.000.000 : 150.000.000. Sedangkan
perimbangan produknya (Produk mix) adalah A : B = 2 : 1, yaitu 10.000 unit : 5.000
unit. Adapun BEP total, yaitu BEP produk A dan B dapat dihitung sebagai berikut:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙


𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ = =
1 − (𝑉𝐶 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ∶ 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 1 − 𝑉𝐶/𝑃

50.000.000 50.000.000
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = =
1 − (150.000.000 ∶ 250.000.000 1 − 𝑂, 60

𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑝. 125.000.000

BEP total tercapai pada total penjualan produk A dan B sama dengan total biayanya
yakni sebesar Rp. 125.000.000. Pada keadaan BEP total ini tiap-tiap produk tidak harus
dalam keadaan BEP. Mungkin saja pada saat terjadi BEP total, suatu produk mengalami

Analisis Break Event Point Hal 19


kerugian sedangkan produk lain mengalami keuntungan Untuk contoh diatas, jumlah
unit tiap-tiap produk dalam keadaan BEP total dapat dihitung sebagai berikut:

Perimbangan Penjualan (Sales mix) Produk A : B = 1 :1,5 atau 2 : 3


maka penjualan produk A = 2/5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 50.000.000
atau dalam unit = Rp. 50.000.000 : Rp. 10.000 = 5.000 unit
Penjualan produk B = 3/5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 75.000.000
atau dalam unit = Rp. 75.000.000 : Rp. 30.000 = 2500 unit

Apakah pada perimbangan produk A sebesar 5.000 unit dan produk B sebesar 2.500
unit tercapai pada BEP secara total, kita buktikan dengan perhitungan berikut:
Tabel 17.2 Perhitungan BEP total dari produk A dan B
Keterangan Produk A Produk B Total
(5.000 unit) (2.500 unit)
Penjualan: Rp. 50.000.000 Rp. 75.000.000 Rp. 125.000.000
Biaya variable Rp. 30.000.000 Rp. 45.000.000 Rp. 75.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp . 50.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 0 Rp. 0 Rp. 0

Selanjutnya Apakah BEP total produk A dan B berubah apabila komposisi


(perimbangan) penjualan atau sales mix kedua produk tersebut berubah. Misalnya
produk A bertambah 50% sehingga menjadi 150% x 10.000 unit = 15.000 unit,
sedangkan jumlah produk B tetap. dengan perubahan sales mix tersebut, maka
perhitungan BEP total yang baru adalah:
Tabel 17.3 Perhitunngan laba rugi Produk A dan B setelah perubahan sales mix
Keterangan Produk A Produk B Total
(15.000 unit) (5.000 unit)
Penjualan: Rp. 150.000.000 Rp. 150.000.000 Rp. 300.000.000
Biaya variable Rp. 90.000.000 Rp. 90.000.000 Rp. 180.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 60.000.000 Rp. 60.000.000 Rp .120.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000

Analisis Break Event Point Hal 20


Laba operasi Rp. 40.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 70.000.000

Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 1 atau 150.000.0000 : 150.000.000


𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ = =
1 − (𝑉𝐶 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ∶ 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 1 − 𝑉𝐶/𝑃
𝑅𝑝. 50.000.000 50.000.000
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = =
1 − (180.000.000 ∶ 300.000.000 1 − 0,60
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑝. 125.000.000

Bagaimana jika jumlah produk B yang naik sebesar 50% sehingga menjadi 7.500 unit
sedangkan produk A tetap? bagaimana BEP total yang baru?
Seperti perhitungan diatas, maka kenaikan jumlah produk B mengakibatkan BEP
totalnya berubah yaitu:
Tabel 17.4: Perhitungan laba rugi Produk A dan B setelah perubahan Sales mix
Keterangan Produk A Produk B Total
(10.000 unit) (7.500 unit)
Penjualan: Rp. 100.000.000 Rp. 225.000.000 Rp. 325.000.000
Biaya variable Rp. 60.000.000 Rp. 135.000.000 Rp. 195.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 40.000.000 Rp. 90.000.000 Rp .130.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 20.000.000 Rp. 60.000.000 Rp. 80.000.000

Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 2,25 atau 100.000.000 : 225.000.000
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ = =
1 − (𝑉𝐶 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ∶ 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 1 − 𝑉𝐶/𝑃
𝑅𝑝. 50.000.000 50.000.000
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = =
1 − (195.000.000 ∶ 325.000.000 1 − 0,60
𝐵𝐸𝑃 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑝. 125.000.000
dari perubahan salesmix yang pertama dan perubahan sales mix yang kedua ternyata
BEP total setelah perubahan tetap sama dengan sebelum perubahan yaiti sebesar
Rp.125.000.000. Perubahan sales mix tersebut diatas tidak merubah BEP total karena
rasio kontribusi marjin kedua produk tersebut ternyata sama yaitu sebesar 40% atau 0,4

Analisis Break Event Point Hal 21


Untuk membandingkan apakah penambahan produk A lebih baik disbanding
penambahan produk B atau sebaliknya, kita lihat perhitungan sebagai berikut
Tabel 17.5 Perbandingan keadaan produk A dan B sebelum dan setelah adanya
perubahan sales mix
Keterangan Sebelum Produk A Produk B
perubahan bertambah 50% bertambah 50%
Sales mix A : B 1 : 1,5 1:1 1 : 2,25
Laba operasi Rp. 50.000.000 Rp. 70.000.000 Rp. 80.000.000
Presentase perubahan - 40% 60 %
laba operasi
Besarnya BEP Rp. 125.000.000 Rp. 125.000.000 Rp. 125.000.000

E. BEP NON LINIER

Analisis BEP yang telah kita bahas diatas terutama digunakan untuk keadaan yang
berubah secara linier.Pada analisis BEP yang non linier, analisis BEP yang akan kita
bahas sekarang apabila fungsi pendapatan dan biayanya tidak linier (non linier). pada
keadaan non linier ini, maka dalam grafik akan kita dapatkan keadaan BEP lebih dari
satu titik. pada dasarnya analisis biaya, volume dan laba (BEP) baik menggunakan
fungsi linier maupun non linier tidak berbeda. perbedaan terjadi pada perilaku biaya dan
pendapatan itu sendiri sehingga mengakibatkan penggambaran grafiknya berbeda.
sudah kita ketahui bahwa biaya produksi terdiri dari biaya tetap (FC) dan biaya
variable (VC). Biayatotal (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya
variable. selain pengertian biaya tetap, biaya variable dan biaya tota tersebu, kita kenal
pula biaya yang lain yaitu biaya rata-rata (average cost=AC) dan biaya marjinal atau
biaya tambahan (marjinal cost =MC) biaya rata-rata merupakan hasil bagi antara biaya
total dengan dengan jumlah unit barang yang diproduksi. sedangkan biaya marjinal
merupakan tambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan tambahan
satu unit produk barang yang dihasilkan.
Apabila volume produksi dihubungkan dengan biaya produksi, maka volume
produksi ini akan menentukan besarnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk
membuat barang tersebut. disamping biaya total dapat juga dapat juga ditentukan biaya
variable, biaya tetap, biaya rata-rata, dan biaya marjinalnya. volume produksi biasanya

Analisis Break Event Point Hal 22


diberi notasi Q (Quantity). secara matemais, hubungan antara biaya tersebut diatas dan
volume produksi dapat dijelaskan berikut:
Biaya total (TC)_ = VC +FC
Variabel Cost (VC) = f(Q)
Fixed cost (FC) = k (Konstanta).
sehingga TC = F(Q) + k
average cost (AC) = TC/ Q
Average Variabel cost (AFC) = VC / Q
average Fixed cost (AFC) = FC / Q
karena TC = VC + FC, maka AC = AVC + AFC

𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 ∆ 𝑇𝐶


𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡 (𝑀𝐶) = =
𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ∆𝐴𝑄
Disamping berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan, volume produksi juga
akan menentukan besarnya pendapatan total. yang akan doterima oleh perusahaan.
Pendapatan total ini merupakan hasil kali antara jumlah barang yang dijual (Q) dengan
harga barang unitnya (price, P). Hal ini berarti bahwa pendapatan total ini juga
merupakan fungsi dari jumlah barang yang dijual. dalam konsep pendapatan juga
dikenal pendapatan rata-rata (AR). selain itu juga dada konspe pendapatan marjinal
(marginal revenue (MR)).Secara matematis konsep pendapatan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Pendapatan total (TR) = f(Q) = P x Q
Pendapatan rata-rata (AR) = TR/Q

𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ∆ 𝑇𝑅


Pendapatan marjinal (MR) =
𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 ∆𝑄
pada analisi BEP non linier,pendapatan maksimal dari barang yang akan dijual akan
tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yang dimaksud. sedangkan laba maksimal
akan tercapai pada titik puncak fungsi labanya. untuk memberikan gambaran yang lebih
jelas, berikut ini diberikan contoh perhitungan:
Contoh 17.5
Perusahaan “BAHANA” menghadapi fungsi permintaan atas produk yang dijualnya
sebagai berikut : P = -4Q + 520, dan fungsi biayanya adalah TC = Q2 + 200Q + 3500.

Analisis Break Event Point Hal 23


dari informasi tersebut ditanyakan:
a. BEP
b. Pendapatan (Total revenue) maksimal
c. keuntungan (laba) maksimal

jawab
a. BEP
TR = P x Q = (-4Q + 520) Q
TR = -4Q2 + 520 Q
TC = Q2 +20Q + 3.500.000
BEP tercapai pada TR = TC -4Q2 + 5.200Q = Q2 +20Q + 3.500
-5 Q2 + 500 Q – 3.500 = 0
-Q2 +1.000 -700 = 0
−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
𝑄1,2 =
2𝑎
−100 ± √(100)2 − 4. (−1). (700)
𝑄1,2 =
2. (−1)

−100 ± √10.000 − 2.800 −100 ± √7.200


𝑄1,2 = → 𝑄1,2 =
2. (−1) −2
−100 ± 84,85
𝑄1,2 =
−2
−100 + 84,85
𝑄1,2 = = 7,58
−2
−100 − 84,85
𝑄1,2 = = 92,43
−2
Untuk Q1 = 7,58
TR = -4Q + 520Q = -4Q (7,58)2 +520 (7,58)
TR = -229,83 +3, 941,6
TR = 3.711,77 = Rp 3.712 (dibulatkan)
P = -4Q +520
P = -4Q (7,58) +520 → P = 489,68 → Sebagai P1 490 (dibulatkan)

Analisis Break Event Point Hal 24


Untuk Q2 = 92,43
TR = -4Q + 520Q = -4Q (92,43)2 +520 (92,43)
TR = -34.173,22 + 48.063,6
TR = 13.890,38 = Rp. 13.890,- (dibulatkan)
P = -4Q + 520
P = -4 (92,43) + 520 → P = -369,72+ 520
P = 150,28 → sebagai P2 = 150 (dibulatkan)
Jadi BEP terjadi pada saat
BEP1 → Q1= 7,28 dan P1= 489,68
BEP2→ Q2 = 92,43 dan P1 = 150, 28
b. Pendapatan maksimal
pendapatan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yaitu Q = -
b/2a
TR = 520Q -4Q2
Q = -b/2a = -520/2(-4) = -520/ (-8)= 65 unit
P = 520 – 4Q = 520 – 4 (65) = 520 -260 = Rp. 260
TR = 520Q – 4Q2
TR= 520 (65) – 4 (65)2
TR = 33.800 – 16.900 = Rp. 16.900
Jadi pendapatan maksimalnya adalah Rp.16.900 yang tercatat pada saat Q =65
unit dan harganya P = Rp.260
c. Keuntungan (Laba) maksimal
Keuntungan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi keuntungan (fungsi
laba)
Laba (π) = TR – TC
π = 520Q -4Q2 – (Q2 – 20Q + 3500)
π = -5Q2 + 500Q – 3500
Laba (π) maksimal tercapai pada Q = -b/2a
π = -500Q/2. (5) = -500/(-10) = 50 unit
Pada Q = 50 unit
maka laba (π) = -5 (50)2 + 500 (50) – 3500
π = -12.500 + 25.000 -3.500

Analisis Break Event Point Hal 25


π = Rp. 9.500
Jadi laba maksimal tercapai pada saat jumlah barang yang dijual sebanyak 50
unit dengan laba yang diperoleh sebesar Rp. 9.000,-
d. Gambar grafiknya adalah sebagai berikut:
TR, TC (000)

16 TC = Q2 + 20Q + 3.500

14 → BEP 2 (92,43; 13.890

C
4
→ BEP1 (7,58; 3.712) TR = -4Q2 + 520Q

unit
0 10 50 65 92
Q1 Q3 Q4 Q2
Keterangan :
Q1 dan Q2 = jumlah produksi pada keadaan BEP
B – C = Laba maksimal
BEP1 = BEP pertama pada titik (7,83; 3.712)
BEP2 = BEP kedua pada titik (92,43; 13.890)
A = Titik puncak fungsi pendapatan (pendapatan maksimal)
Q3 = Jumlah produksi pada laba maksimal (50 unit)
Q4 = Jumlah produksi pada pendapatan maksimal (65 unit)

F. BEP UNTUK PERENCANAAN LABA

Analisis Break Even Point (BEP) sangat bermanfaat untuk merencanakan laba
perusahaan. Dengan mengetahui besarnya BEP maka kita dapat menentukan berapa
jumlah minimal produk yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales price)
apabila kita menginginkan laba tertentu. Dengan mengetahui Budget sales tersebut kita

Analisis Break Event Point Hal 26


juga dapat mengetahui besarnya margin of safety yang harus dipertahankan oleh
perusahaan. Margin of safety (MOS) merupakan presentase batas penurunan penjualan
sampai dengan keadaan BEP.Margin of safety ini juga merupakan batas resiko
penurunan penjualan hingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak
menderita kerugian. untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh 17.6:
Pada tahun 2001 perusahaan “ANDIKA” dalam operasinya mengeluarkan biaya
tetap sebesar Rp. 10.000.000 per tahun. Biaya variable per unit sebesar Rp. 2.000,-
Sedangkan harga jual per unitnya adalah Rp.6.000,-. Dari informasi tersebut ditanyakan:
a. Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?
b. Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus dicapai bila perusahaan
“ANDIKA” menginginkan laba Rp. 2.000.000 pada tahun 2002?
c. Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus dicapai bila perusahaan
“ANDIKA” menginginkan laba sebesar 20% dari penjualan pada tahun 2003?
d. Berapa batas penurunan penjualan (MOS) perusahaan tahun 2002 dan tahun
2003?
e. Berapa penjualan yang dicapai perusahaan apabila perusahaan terpaksa harus
menutup pabriknya?
f. Gambarlah grafik untuk keadaan Point a dan e di atas?

Untuk meyelesaikan soal diatas, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:


a. Break even point
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 10.000.000
𝐵𝐸𝑃 (𝑢𝑛𝑖𝑡) = =
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 6.000 − 2.000
BEP (unit) = 2.500 unit
BEP (Rp) = 2.500 x Rp. 6.000 = Rp. 15.000.000,-
b. Penjulan direncanakan (budget sales) bila ingin laba Rp. 2.000.000
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 + 𝐿𝑎𝑏𝑎 10.000.000 + 2.000.000
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 = =
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 6.000 − 2.000
Penjualan (dalam unit) = 3.000 unit
Penjualan (dalam rupiah) = 3.000 x Rp.6.000 = Rp. 18.000.000,-

Analisis Break Event Point Hal 27


c. Penjualan yang direncanakan (budget sales) tahun 2003 bila ingin laba
20%:
misalkan penjualan yang direncanakan = Rp. X
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 + 0,2 𝑋 10.000.000 + 0,2 𝑋
𝑋= =
1 − (𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 / 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 1 − (2.000 / 6.000
10.000.000 + 0,2 𝑋
𝑋=
1 − 1/3
0,6667 X = 10.000.000 + 0,2 X → 0,4,667 X = 10.000.000
X = Rp. 21.427.041 atau = Rp. 21.427.041 / 6.000 = 3.571,17 unit

Jadi, agar perusahaan dapat memperoleh laba sebesar 20% maka harus
memperoleh laba penjualan sebesar RP. 21.427.041 atau 3.571 unit (dibulatkan).
Buktinya:
Penjualan = Rp 21.427.041
Biaya variable : 3.571 x Rp 2.000 = Rp 7.142.340 (-)
Kontribusi marjin = Rp 14.284.701
Biaya tetap = Rp 10.000.000 (-)
Laba = Rp 4.284.701
Laba (%) = (4.284.701 : 21.427.041) x 100% = 20%

d. Batas penurunan penjualan (MOS) tahun 2002 dan 2003?


𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 − 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐵𝐸𝑃
𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = 𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
18.000.000 − 15.000.000
𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2002 = 𝑥 100%
18.000.000
= 16,67%
21.427.041 − 15.000.000
𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2003 = 𝑥 100%
21.427.041
= 22,99% 𝑎𝑡𝑎𝑢 30%

Margin of safety tahun 2002 sebesar 16,67% artinya batas penurunan penjualan
tahun 2002 maksimal sebesar 16,67%. Apabila penurunan penjualan melebihi 16,67%
maka perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila penurunan penjualan
kurang dari 16,67% perusahaan masih mendapat untung.

Analisis Break Event Point Hal 28


Demikian pula Margin of safety tahun 2003 sebesar 30% artinya batas penurunan
penjualan tahun 2003 maksimal sebesar 30%. Apabila penurunan penjualan melebihi
30% maka perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila penurunan
penjualan kurang dari 30% perusahaan masih mendapat untung.
e. Penjualan yang dicapai perusahaan sampai perusahaan terpaksa harus
menutup pebriknya?

Apabila hasil penjualan perusahaan hanya dapat menutup biaya tetap tunai
saja,maka perusahaan sebaiknya ditutup saja. Keadaan ini disebut titik tutup pabrik
(shut down point). Pada keadaan tutup pabrik ini besarnya kontribusi marjin yang
diperoleh hanya dapat untuk menutup biaya variable dan biaya tetap tunai yang
ditanggung. Biaya tetap tunai misalnya biaya asuransi, biaya gaji, biaya sewa dan biaya
promosi. Sedangkan biay tetap yang tidak tunai misalnya biaya depresiasi. Padahal
biaya tetap (baik tetap tunai maupun ridak tunai) merupakan biaya yang besarnya tidak
terpengaruh oleh besarnya jumlah produk yang dijual. Hal ini berarti berapapun
penambahan jumlah produk yang dijual tidak menambah keuntungan atau penambahan
jumlah penjualan akan sama dengan tambahan biaya variabelnya. sehingga penambahan
penjualan tidak menambah keutungan. Jika perusahaan mengalami hal demikian, maka
perusahaan ditutup saja. untuk itu diasumsikan biaya tetap tunai sebesar 60% dari total
biaya tetapnya yaitu sebesar 60% x RP.10.000.000 = Rp 6.000.000, maka titik tutup
pabriknya diformulasikn sebagai berikut:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑢𝑛𝑎𝑖 6.000.000
𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 = =
𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑟𝑗𝑖𝑛 1 − (2.000 ∶ 6.000)
Titik tutup pabrik = 6.000.000 : 0,6667 = Rp 8.999.550
atau pada produksi sebanyak Rp 8.999.550 : Rp 6.000 / unit = 1.500 unit

Analisis Break Event Point Hal 29


f. Gambar grafik untuk keadaan (a) dan (e) adalah sebagai berikut:

TR ,TC = (Rp 000) TR


TC

15.000
BEP
10.000 Biaya tetap total
8.999

Titik tutup pabrik

6.000 Biaya tetap tunai

Q (unit
0 1.500 2.500 3000

G. MANFAAT BREAK-EVEN POINT

 Menentukan Margin Of Safety


Margin of Savety erat hubungannya dengan analisis break-even, yaitu untuk
menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
 Mengatasi Masalah Sales Mix
Masalah sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis produksi mana yang perlu
didorong, untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.
Anggapan terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix adalah, BEP akan tetap
sama selama sales mix juga tetap.

Analisis Break Event Point Hal 30


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau dikenal dengan nama
analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu analisis keuangan yang sangat
penting dalam perencanaan keuangan perusahaan.
Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba (profit
planning).Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin
mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tersebut
tentu berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan
harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen.
Analisis BEP digunakan untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan
sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak laba dan
tidak rugi, atau laba sama dengan nol.

Analisis Break Event Point Hal 31


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam Pembelanjaan. Andi
Offset. Yogyakarta
Munawir, Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.

Analisis Break Event Point Hal 32

Você também pode gostar