Você está na página 1de 11

BAB I

PENDAHULUAN
https://drive.google.com/drive/folders/1UegmGpr-9XLgVmZQVTr_wmVkCkqCqydr

A. Latar Belakang Masalah


Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, maka
penyelesaian perkara kepailitan diselesaikan oleh Pengadilan Negeri yang merupakan bagian
dari Peradilan Umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, ada 4 (empat) lingkungan peradilan di Indonesia yaitu:
Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Namun demikian sejak ditetapkan dan berlakunya Undang-undang Kepailitan Nomor 4 Tahun
1998 maka kemudian penyelesaian perkara Kepailitan diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum hingga berlakunya undang-undang yang
baru, yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara
cepat; juga menyelesaikan aneka masalah kepailitan, seperti masalah pembuktian, verifikasi
utang, actio pauliana, dan lain sebagainya. Di sinilah kadang terjadi suatu persimpangan
dengan kompetensi dalam hal pemeriksaan perkara, terutama pada perkara-perkara yang
bersifat perdata. Melalui Undang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998, kewenangan
mutlak (kompetensi absolut) Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit dialihkan
ke Pengadilan Niaga.
Dalam penyelesaian aneka masalah kepailitan dalam perkara kepailitan sangat
diperhatikan suatu kompetensi dalam hal pemeriksaan perkara yang benar sehingga tidak
terjadi persimpangan dalam putusannya. Sebagai contoh salah satu kasus Kepailitan yang juga
turut diajukan dilingkungan Pengadilan Niaga Surabaya adalah kasus kepailitan yang terjadi
antara OEI KENG HIEN dan TROY HARYANTO, selaku pemohon pailit yang diajukan
terhadap GUNAWAN ALIE selaku Direktur CV DELIMA dan ANG FANNY ANGELIA,
selaku Termohon Pailit.
Dari pengajuan Permohonan Pailit tersebut, telah dijatuhkan putusan dengan putusan
Nomor: No. 08/Pailit/2008/PN.NIAGA.Sby jo. putusan Mahkamah Agung RI Reg. No. 702
K/Pdt.Sus/2008 jo No. 057 PK/Pdt.Sus/2010. Dari putusan Pengadilan Niaga Surabaya
tersebut telah menjatuhkan bahwa Termohon Pailit GUNAWAN ALIE selaku Direktur CV
DELIMA dan ANG FANNY ANGELIA pailit dengan segala akibat hukumnya.
Penjatuhan putusan pailit itu sendiri terhadap Termohon Pailit telah sesuai dengan Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Rl Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepaillitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, yang berbunyi “Debitor yang mempunyai dua atau lebih
Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih Kreditornya”; dan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah terpenuhi
sebagaimana berikut, “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta
ataukeadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan sebagaimana
dimaksud Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi”; Dilihat dari bunyi pertimbangan hukum majelis
didalam putusannya tersebut, menurut pendapat penulis, penjatuhan putusan dengan berdasar
pasal diatas telah sesuai dengan peraturan perundangan tentang kepailitan.
Kami menyoroti adalah adanya dua kompetensi yang mengadili pada saat bersamaan yaitu
pada pengadilan niaga dan juga pengadilan negeri, ada kewenangan yang berbeda antara kedua
lembaga peradilan tersebut. Baik ditinjau dari kewenangan relatif maupun kewenangan
absolutnya. Dimana dalam perkara ini Putusan Pengadilan Niaga tidak menunggu adanya
putusan Pengadilan Negeri terlebih dahulu.
Sehingga kami penulis, tertarik untuk mengambil judul “Analisis Putusan Peninjauan
Kembali Mahkamah Agung Nomor 057 PK/Pdt.Sus/2010 Antara GUNAWAN ALIE
dan ANG FANNY ANGELINA Alias ANG FANNY ANGELIA (Suami Istri), Selaku
Pemilik CV.DELIMA Melawan OEI KENG HIEN dan TROY HARYANTO Dengan
Adanya Kontradiksi Hukum Atas Diajukannya Permohonan Kepailitan Dan Gugatan
Perdata Secara Bersamaan” .

B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kasus posisi antara OEI KENG HIEN dan TROY HARYANTO,
selaku pemohon pailit yang diajukan terhadap GUNAWAN ALIE selaku Direktur CV
DELIMA dan ANG FANNY ANGELIA, selaku Termohon Pailit?
2. Bagaimana analisis yuridis atas sengketa wanprestasi dan kepailitan dalam
perkara antara GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA Alias ANG
FANNY ANGELIA (Suami Istri), Selaku Pemilik CV.DELIMA Melawan OEI KENG
HIEN dan TROY HARYANTO?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus Posisi Antara OEI KENG HIEN dan TROY HARYANTO, Selaku Pemohon Pailit
Yang Diajukan Terhadap GUNAWAN ALIE Selaku Direktur CV DELIMA dan ANG
FANNY ANGELIA, Selaku Termohon Pailit
Perkara kepailitan ini diajukan oleh pihak-pihak yang merupakan Kreditur dariCV.
DELIMA yang bergerak dibidang percetakan, yaitu OIE KENG HIEN dan TROY
HARYANTO (Pemohon), dimana dana pinjaman yang diperoleh dari keduanya dimaksudkan
sebagai tambahan dana operasional dalam menjalankan usaha milik GUNAWAN ALIE
dan ANG FANNY ANGELINA alias ANG FANNY ANGELIA yang bertindak
selaku Debitur (Termohon).

Permohonan pailit tersebut dilakukan oleh Kreditur atas dasar sebelumnya kedua belah
pihak terikat perjanjian utang-piutang dan sampai sekarang belum dapat dikembalikan
penyelesaiannya, masing-masing sebesar Rp 924.501.000 (sembilan ratus dua puluh empat juta
lima ratus satu ribu rupiah) yaitu dana pinjaman yang berasal dan OEI KENG HIEN dan Rp
1.500.000.000,-(satu milyar Iima ratus juta rupiah) yaitu dana pinjaman yang berasal dari
TROY HARYANTO. Jadi, total utangTermohon kepada para Pemohon adalah sebesar Rp
924.501.000 (sembilan ratus dua puluh empat juta lima ratus satu ribu rupiah) + Rp
1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah), yaitu senilai Rp 2.424.501.000,- (dua
milyar empat ratus dua puluh empat juta lima ratus satu ribu rupiah).

Utang Termohon terhadap para Pemohon di atas telah jatuh tempo dan seharusnya telah
dibayarkan oleh Termohon kepada para Pemohon paling lambat pada saat Bilyet Giro pada
Bank BNI dan Bank Mandiri jatuh tempo, tetapi ternyata para Pemohon tidak dapat
mencairkan dana-dana dalam rekening Bilyet Giro yang dikeluarkan oleh Termohon.
Para Pemohon mengajukan permohonan kepailitan kepada Termohon karena didasari
sesuai Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa
“Dalam Perseroan Firma, tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk
seluruhnya atas perikatan perseroannya”, maka Termohon II yaitu GUNAWAN ALIE yang
merupakan Direktur Persero Pengurus harus bertanggung jawab penuh pula secara pribadi
kewajiban perseroannya untuk seluruhnya. Tetapi, saat ini Termohon II faktanya juga tidak
diketahui dimana keberadaannya serta sampai kapan, dan sehubungan dengan hal itu
Termohon II telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) di Kepolisian Wilayah
Kota Besar Surabaya (Polwiltabes Surabaya) sesuai dengan Surat No. Pol.
R/635/VII/2007/RESKRIM tertanggal 31 Juli 2007 berdasarkan laporan polisi No. Pol.
LP/K/1768/XII/2006/SPK tanggal 13 Desember 2006 dan No. Pol. LP/K/0650/IV/2007/SPK
tanggal 20 April 2007 atas dugaan terjadinya tindak pidana penipuan dan penggelapan (Pasal
372 dan 378 KUHP) oleh Termohon II terhadap Kreditor yang lain. Hal ini semakin
membuktikan bahwa Termohon II sebagai Debitor yang mempunyai utang dan telah jatuh
tempo tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya kepada para
Kreditornya.
Bahwa, Termohon II mempunyai istri yang bernama Ny. ANG FANNY ANGELINA
alias ANG FANNY ANGELIA (Turut Termohon), beralamat di Jalan Darmo Permai Timur
1/17 Surabaya, dalam hal ini menjadi Turut Termohon karena selaku istri dari Termohon II
selama dalam perkawinannya dengan Termohon II telah mempunyai harta bersama yang
karena itu pula harta tersebut menjadi jaminan atas perbuatan salah satu diantara mereka,
dengan demikian beralasan hukum apabila harta kekayaan milik pribadi Termohon II
dan Turut Termohon selama perkawinan dijadikan jaminan dan tanggungan atas kepailitan
yang sedang diperiksa dan akan diputus oleh Majelis Hakim dalam perkara ini.
Bahwa, para Termohon selain mempunyai utang kepada para Pemohon juga mempunyai
utang terhadap Kreditor lain yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari pengajuan permohonan kepailitan ini yaituFERRY SUDIKNO yang
beralamat di Jalan Bratang Gede No. 49, sebesar Rp 11.798.054.000,- (sebelas milyar tujuh
ratus sembilan puluh delapan juta lima puluh empat ribu rupiah).
Bahwa atas permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya
telah mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 08/Pailit/2008/PN.NIAGA.Sby tanggal 14
Agustus 2008, yang amarnya intinya mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Ini berarti Termohon,GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA alias ANG
FANNY ANGELIAdinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Untuk itu, pihak
Pengadilan Niaga juga telah menujuk Hakim Pengawas dan Kurator untuk membereskan harta
debitur pailit.
Pada tingkat Kasasi yang diajukan ANG FANNY ANGELINA alias ANG FANNY
ANGELIA tersebut, Mahkamah Agung tetap menguatkan putusan pengadilan pada tingkat
pertama, dimana putusan tersebut diuraikan dalam risalah Putusan Kasasi Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 702 K/Pdt.Sus/2008 tanggal 27 November 2008 diberitahukan
kepada Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi pada tanggal 11 Februari 2009
yang telah berkekuatan hukum tetap.
Bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut yaitu
putusan Mahkamah Agung Nomor 702 K/Pdt.Sus/2008 tersebut, kemudian terhadapnya oleh
para Pemohon Peninjauan Kembali (dengan perantaraan kuasanya berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal 2 November 2009) diajukan permohonan Peninjauan Kembali secara lisan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Surabaya tersebut pada tanggal 4 Desember 2009
permohonan mana disertai dengan memori yang memuat alasan-alasan permohonannya yang
diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Surabaya tersebut pada tanggal 4 Desember
2009.
Dalam novum yang ditemukan setelah 180 (seratus delapan puluh) hari dari putusan
Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)pada tanggal 29
September 2009 sehingga tenggang waktu Peninjauan Kembali masih cukup waktu dan
memenuhi syarat berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1945 Mahkamah Agung,
sebagaimana terdapat dalam Pasal 67, Pasal 69 huruf b yang disebut pada huruf b, ”sejak
ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang”.
Pemohon Peninjauan Kembali di dalam mengajukan permohonan dengan ditemukan
fakta-fakta berupa:
1. Terdapat bukti baru yang menimbulkan dugaan kuat jika keadaan itu sudah diketahui pada
waktu sidang/proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Niaga dan Surabaya dan Mahkamah
Agung RI masih berlangsung hasilnya akan menjadiputusan yang setidak-tidaknya lain dari
putusan yang ada sekarang ini;
2. Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 08/Pailit/2008/PN.Niaga.Sby, tertanggal 14
Agustus 2008, diajukan gugatan dan terdaftar di Kepaniteraan Negeri Surabaya tanggal 30 Juni
2008, sedangkan sebelum permohonan kepailitan tersebut diajukan kepada GUNAWAN
ALIE (CV DELIMA) dan ANG FANNY ANGELIA, lebih dulu gugatan GUNAWAN
ALIE (CV. DELIMA) dan ANG FANNY ANGELIA terhadap PT Bank Mandiri
(Persero), Tbk. Surabayayang beralamat di Jalan Basuki Rahmat No. 129- 137 Surabaya pada
tanggal 18 Januari 2008 dan diputus Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
34/Pdt.G/2008/PN.Sby, tanggal 13 November 2008.
Jadi relevansinya hukum putusan Pengadilan Niaga Surabaya No. 08/Pailit/
2008/PN.Niaga.Sby seharusnya di tangguhkan menunggu putusan Pengadilan Negeri
Surabaya Nomor 34/Pdt.G/2008/PN.Sby, dikarenakan masih adanya upaya hukum Pemohon
Peninjauan Kembali untuk kelanjutan usahanya;
3. Dari uraian poin 2 terjadi satu kontradiksi dalam hukum yang mana pada saat gugatan
kepailitan sedang berjalan GUNAWAN ALIE (CV. DELIMA) dan ANG FANNY
ANGELIA semestinya menunggu putusan gugatan GUNAWAN ALIE (CV. DELIMA) dan
ANG FANNY ANGELIA kepada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Surabaya sampai
adanya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde), kenyataan gugatan kepailitan tetap berlanjut dan diputus dengan putusan Pengadilan
Niaga Surabaya No. 08/ Pailit/2008/PN.Niaga Sby, tertanggal 14 Agustus 2008 dan putusan
Mahkamah Agung RI Reg. No. 702 K/Pdt.Sus/2008 tertanggal 27 November 2008;
4. Kontradiksi dalam hukum yang dimaksud oleh hakim Agung adalah sebagai berikut :
a) Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 08/Pailit/2008/PN.Niaga.Sby, tertanggal 14
Agustus 2008, yang amarnya intinya menyatakan para TermohonGUNAWAN ALIE dan
ANG FANNY ANGELIA pailit dengan segala akibat hukumnya;
b) Putusan Mahkamah Agung RI Reg. Nomor 702 K/Pdt.Sus/2008 tertanggal 27 November
2008, yang amarnya intinya menyatakan penolakan permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi ANG FANNY ANGELINA alias ANG FANNY ANGELIA;
c) Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 34/Pdt.G/2008/ PN.Sby, tanggal 13 November
2008, yang amarnya intinya menyatakan Tergugat lalai atau Wanprestasi terhadap Perjanjian
Kredit Modal Kerja Nomor CCO.SBY/118/PK-KMK/2005 yang dibuat pada tanggal 5
Agustus 2005 Nomor : 20 oleh Penggugat dan Tergugat dihadapan Isy Karimah Syakir, SH.
Notaris di Surabaya dan perjanjian Kredit Investasi dan Insterest During Construction (IDC)
Nomor : CCO.SBY/021/PK-KI/2005, Akte Nomor : 21 tanggal 5 Agustus 2005 yang dibuat
dihadapan Isy Karimah Syakir, SH. Notaris di Surabaya;
d) Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 204/PDT/2009/ PT.SBY jo Nomor
34/Pdt.G/2008/PN.Sby tanggal 15 Juni 2009 merupakan bukti baru (novum), yang amarnya
intinya menyatakan Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 13 November
2008 No. 34/Pdt.G/2008/PN.Sby, yang dimintakan banding tersebut.
5. Bahwa, pada poin 4 telah terjadi pertentangan antar putusan peradilan dan dapat
dikatakan putusan tersebut merupakan suatu perbuatan melawan
hukum(onrechtmatigedaad) (Pasal 1365 KUHPerdata) dan tidak sesuai dengan asas-asas
dalam kepailitan yakni asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan, dan asas
integrasi dikarenakan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia sehingga melawan Undang-
Undang 1945 (ongrondweetig) Amandemen-10 Agustus 2002.
Tetapi, terhadap novum yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut,
setelah diperiksa dalam prosesnya menurut pendapat hakim, bukti-bukti tersebut dianggap
tidak merupakan bukti baru yang bersifat menentukan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 295
ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.
Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang
diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali yang diajukan oleh GUNAWAN ALIE dan ANG
FANNY ANGELINA ALIAS ANG FANNY ANGELIA tersebut dinyatakan ditolak, untuk
itu, sumber hukum yang dianggap berlaku adalah hasil putusan tingkat pertama yang telah
diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebelumnya.

B. Analisis Yuridis Atas Sengketa Wanprestasi Dan Kepailitan Dalam Perkara Antara
GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA Alias ANG FANNY ANGELIA
(Suami Istri), Selaku Pemilik CV.DELIMA Melawan OEI KENG HIEN dan TROY
HARYANTO
Pailitnya GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA alias ANG FANNY
ANGELIA (suami istri), selaku Pemilik CV. DELIMA yang bertindak sebagai
pihak Debitor, banyak menimbulkan akibat yuridis yang diberlakukan kepadanya oleh
Undang-Undang Kepailitan. Akibat-akibat yuridis tersebut berlaku kepada Debitor dengan 2
(dua) model pemberlakuan, yaitu:
1. Berlaku demi hukum
Beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah
pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap
ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas,
Kurator, Kreditor, dan pihak lain yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan
andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut.[1]
2. Berlaku secara Rule of Reason
Selain akibat yuridis hukum kepailitan yang berlaku demi hukum, terdapat akibat hukum
tertentu dari kepailitan yang berlaku secara Rule of Reason. Maksud dari pemberlakuan model
ini adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, tetapi baru berlaku jika
diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah mempunyai alasan yang wajar untuk
diberlakukan.[2]
Akibat yuridis dari putusan kepailitan terhadap pihak Debitor yang dipailitkan diatas
adalah GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA alias ANG FANNY ANGELIA
(suami istri), selaku Pemilik CV. DELIMA kehilangan hak untuk melakukan pengurusan
hartanya, yang kemudian diwakili oleh Kurator dan Hakim Pengawas dalam melakukan sita
umum dan pembayaran kompensasi kepada pihak-pihak Kreditur berdasarkan hak atau
jaminan kebendaan yang dimilikinya. Tetapi kendalanya dalam perkara ini, berlaku pula
penangguhan eksekusi karena hasil putusan yang saling TUMPANG TINDIH atau kontradiksi
antar lembaga yang mengadili.
Sitaan umum ini berlaku terhadap seluruh harta Debitor, yaitu harta yang telah ada pada
saat putusan pailit ditetapkan yang telah inkracht van bewijdse. Adanya putusan pernyataan
pailit berakibat terhadap semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika
diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya. Sitaan terhadap seluruh
kekayaan Debitor merupakan bagian dari pengelolaan harta pailit (management of estate).
Pengelolaan ini merupakan suatu metode sistematik untuk mengurus harta
kekayaan Debitor selama menunggu proses kepailitan. Caranya dilakukan dengan menunjuk
beberapa wakil Kreditor untuk mengontrol semua harta kekayaan Debitor, serta diberikan
kekuasaan untuk mencegah, dalam bentuk peraturan, transaksi, perbuatan curang untuk
mentransfer kekayaan, mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikannya kepada para
Kreditor.
Dalam perkara ini sita umum seharusnya dilakukan secara langsung terhadap semua harta
kekayaan yang dimiliki oleh Debitor untuk manfaat semua Kreditor. Dengan demikian,
undang-undang kepailitan digunakan untuk memaksa paraKreditor menghentikan eksekusi
haknya sendiri-sendiri, dan pada sisi yang lainDebitor harus melepaskan penguasaan terhadap
aset-asetnya dan menyerahkannya pada pengadilan. Adapun tujuan undang-undang kepailitan
dalam hal ini adalah memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari
berbagai macam Kreditor terhadap aset Debitor yang tidak cukup nilainya (debt collection
system).[3]
Pada kasus ini, para Pemohon yang mengajukan gugatan kepailitan
kepadaTermohon karena didasari sesuai Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) yang menyatakan bahwa “Dalam Perseroan Firma, tiap-tiap persero bertanggung
jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya atas perikatan perseroannya”, maka pihak-
pihak Termohon yaitu GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA alias ANG
FANNY ANGELIA (suami istri), yang bertindak sebagai Direktur Persero Pengurus harus
bertanggung jawab penuh pula secara pribadi kewajiban perseroannya untuk seluruhnya.
Keunikan lainnya yaitu berupa terdapatnya kenyataan bahwa gugatan tingkat perdata
saling berjalan beriringan dengan gugatan pada tingkat Pengadilan Niaga.Dalam risalah
putusan tidak dijelaskan secara tersurat mana gugatan yang didahulukan daripada yang lainnya,
tetapi nampak bahwa gugatan pada tingkat Pengadilan Niaga akibat hukumnya dianggap lebih
dapat dilaksanakan terlebih dahulu, daripada gugatan tingkat perdata. Hal ini tercermin pada
pernyataan:
Putusan Mahkamah Agung RI Reg. Nomor 702 K/Pdt.Sus/2008 jo Reg. Nomor
08/Pailit/2008/PN.Niaga.Sby tertanggal 27 November 2008 tidak sesuai dengan asas-asas
dalam kepailitan tersebut, dipertegas dalam Peraturan Perundangan di Indonesia dengan 6
(enam) asas perundang-undangan, yaitu :
a. Undang-Undang tidak berlaku surut;
b. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi pula;
c. Undang-Undang yang berlaku khusus mengenyampingkan undang-undang yang bersifat
umum (lex specialis derogat lex generalis);
d. Undang-Undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang-Undang yang berlaku
terdahulu (lex posteriore derogate lex priori);
e. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat;
f. Undang-Undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu melalui pembaharuan dan
pelestarian (asas welfare-staat).”
Atas hal tersebut, nampak walaupun pihak GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY
ANGELINA alias ANG FANNY ANGELIA (suami istri), selaku Pemilik CV.
DELIMA juga sedang berperkara dengan PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.
Surabaya dalam tuduhan sengketa wanprestasi, tetapi gugatan tersebut tidak menghentikan
pemeriksaan jalannya gugatan kepailitan antaraGUNAWAN ALIE dan ANG FANNY
ANGELINA alias ANG FANNY ANGELIA (suami istri), selaku Pemilik CV.
DELIMA dengan OIE KENG HIEN dan TROY HARYANTO.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkara kepailitan ini diajukan oleh pihak-pihak yang
merupakan Kreditur dariCV.DELIMA yang bergerak dibidang percetakan, yaitu OIE KENG
HIEN dan TROY HARYANTO (Pemohon), serta GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY
ANGELINAalias ANG FANNY ANGELIA yang bertindak selaku Debitur (Termohon).
Para Pemohon mengajukan permohonan kepailitan kepada Termohon karena didasari
Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa “Dalam
Perseroan Firma, tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk
seluruhnya atas perikatan perseroannya”, maka Termohon II yaitu GUNAWAN ALIE yang
merupakan Direktur Persero Pengurus harus bertanggung jawab penuh pula secara pribadi
kewajiban perseroannya untuk seluruhnya.
Dari pengajuan permohonan Pailit tersebut, telah dijatuhkan putusan dengan Putusan
Nomor : No. 08/Pailit/2008/PN.NIAGA.Sby jo. Putusan Mahkamah Agung RI Reg. No. 702
K/Pdt.Sus/2008 jo No. 057 PK/Pdt.Sus/2010. Dari putusan Pengadilan Niaga Surabaya
tersebut telah menjatuhkan bahwa Termohon Pailit GUNAWAN ALIE selaku Direktur CV.
DELIMA dan ANG FANNY ANGELIA pailit dengan segala akibat hukumnya.
Berdasarkan Prinsip Paritas Creditorium, hakim telah benar dalam menerapkan hukum
mengingat GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA alias ANG FANNY
ANGELIA (suami istri), selaku Pemilik CV. DELIMA dimana keduanya dipailitkan karena
telah memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 2 dimana telah ada dua atau lebih
kreditur pailit dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan tidak dapat ditagih, sehingga secara
normatif permohonan kepailitan harus dikabulkan. Secara sosiologis, pengabulan permohonan
pailit membawa implikasi bahwa adanya pembagian harta yang dimiliki oleh debitur pailit
untuk membayar semua utangnya kepada krediturnya, oleh sebab itu permohonan kepailitan
ini bertujuan untuk sesegera mungkin dilakukan pelunasan utang debitur pailit yang
pengurusannya dilakukan oleh kurator.
Namun dalam perkara ini terdapat beberapa kontradiksi/keunikan yaitu:
Dalam perkara ini, berlaku perkara penangguhan eksekusi karena hasil putusan yang saling
TUMPANG TINDIH atau kontradiksi antar lembaga yang mengadili.
Terdapat kenyataan bahwa gugatan tingkat perdata saling berjalan beriringan dengan gugatan
pada tingkat Pengadilan Niaga. Dalam risalah putusan tidak dijelaskan secara tersurat mana
gugatan yang didahulukan daripada yang lainnya, tetapi tampak bahwa gugatan pada tingkat
Pengadilan Niaga akibat hukumnya dianggap lebih dapat dilaksanakan terlebih dahulu,
daripada gugatan tingkat perdata.
Walaupun pihak GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY ANGELINA aliasANG FANNY
ANGELIA (suami istri), selaku Pemilik CV. DELIMA juga sedang berperkara dengan PT.
Bank Mandiri (Persero), Tbk. Surabayadalam tuduhan sengketa wanprestasi, tetapi gugatan
tersebut tidak menghentikan pemeriksaan jalannya gugatan kepailitan antara GUNAWAN
ALIE dan ANG FANNY ANGELINA alias ANG FANNY ANGELIA (suami istri), selaku
Pemilik CV. DELIMA dengan OIE KENG HIEN dan TROY HARYANTO.
B. SARAN
Adanya kontradiksi dalam kasus kepailitan seperti kasus diatas tentu saja mempunyai
dampak bagi dunia peradilan di Indonesia. Adanya ketidakjelasan wewenang ini dapat
menyebabkan tidak adanya kepastian hukum serta ketidakjelasan dalam masyarakat yang dapat
berakibat hilangnya kepercayaan masayarakat terhadap lembaga peradilan.
Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal tersebut terulang kembali harus ada kepastian
hukum serta kepastian wewenang antar lembaga peradilan di Indonesia sehingga tidak akan
terjadi tumpang tindih antar lembaga peradilan. Apabila ada kewenangan yang jelas maka
kinerja dari setiap lembaga peradilan ini dapat maksimal dan demikian diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga peradilan khususnya peradilan niaga dapat terus meningkat.
Makalah
Analisis Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung
Nomor 057 PK/Pdt.Sus/2010 Antara GUNAWAN ALIE dan ANG FANNY
ANGELINA alias ANG FANNY ANGELIA Melawan OEI KENG HIEN
dan TROY HARYANTO

Disusun oleh :

M.Hendri Kurniawan

11010114120235

Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro
Semarang
2017

Você também pode gostar