Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
FISIOLOGI TUMBUHAN
DIFUSI, OSMOSIS, DAN PLASMOLISIS
Yang dibimbing oleh Ibu Dr. Betty Lukiati, M. S
Disusun oleh :
Kelompok 2
JURUSAN BIOLOGI
PRODI S1 BIOLOGI
September 2018
Hasil Pengamatan
Difusi adalah suatu perpindahan substansi dari suatu larutan yang berkonsentrasi
tinggi ke larutan yang berkonsentrai rendah. Apabila suatu substansi lebih tinggi
konsentrasinya pada satu sisi membran daripada sisi yang lain, substansi tersebut cenderung
berdifusi melintasi membran menuruni gradien konsentrasinya (dengan menganggap bahwa
membran tersebut permeable terhadap substansi yang dimaksud).
Metilena biru (CI 52015) adalah senyawa kimia aromatik heterosiklik dengan rumus
kimia C16H18N3SCl. Pada suhu ruangan senyawa ini berbentuk padatan, tak berbau,
berbentuk bubuk warna hijau tua yang akan menghasilkan larutan warna biru tua bila
dilarutkan dalam air. Bentuk hidratnya mengandung 3 molekul air per molekul metilena biru.
Pada percobaan pertama yang menggunakan konsentrasi gula dan garam 0% atau
hanya air keran saja mendapatkan hasil bahwa ketebalan wortel bertambah tetapi diameternya
berkurang setelah perendaman. Sedangkan hasil dari penetesan dengan biru metilen pada
larutan yang belum digunakan untuk merendan dan yang sudah digunakan untuk merendam
terlihat terjadinya penurunan permukaan biru metilen. Apabila ditinjau dari keadaan biru
metilennya yang mengalami penurunan permukaan larutan gula dan garam 0% merupakan
larutan hipertonis terhadap cairan di dalam sel wortel yang seharusnya keadaan ini
menunjukkan adanya penurunan ukuran dari wortel karena air dari lingkungan masuk ke
dalam sel wortel. Namun keadaan menurunnya ukuran seharusnya terjadi baik pada ketebalan
maupun diameter karena penyusutan sel terjadi dikeseluruhan sel. Berdasarkan hal tersebut
kelompok kami berasumsi bahwa ada kesalahan dalam proses pengukuran wortel setelah
perendaman, karena pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda sehingga dapat
menyebabkan terjadi perbedaan cara mengukur dan posisi wortel pada jangka sorong. Selain
itu kemungkinan kesalahan terjadi ketika melakukan penetesan metilen blue yang dilakukan
oleh orang yang berbeda sehingga kekuatan dalam memipetnya akan berbeda yang
berdampak metilen blue yang diteteskan berbeda jumlahnya antara tabung sebelum
perendaman dan setelah perendaman sehingga terjadi ketidak jelasan keadaan dari larutan
terhadap larutan di dalam sel.
Pada percobaan ke 4 dan 5, yaitu perendaman wortel menggunakan air gula dengan
konsentrasi masing-masing 30% dan 40% menunjukkan adanya pengkerutan pada wortel
yang ditandai dengan mengecilnya ukuran wortel bila dibandingkan ukuran awalnya. Hasil
dari pengamatan permukaan biru metilen pada larutan yang tidak digunakan merendam
terhadap larutan yang digunakan untuk merendam adalah mengalami kenaikan permukaan.
Hal tersebut menunjukkan keadaan larutan yang digunakan hipertonis terhadap cairan di
dalam sel sehingga air di dalam sel akan keluar untuk menyeimbangkan larutan yang berada
di lingkungan. Sel yang kehilangan cairannya akan mengalami pengerutan dan berdampak
pada menurunnya ukuran wortel. Setelah dilakukan perendaman, air yang digunakan
perendaman telah mendapat sejumlah air dari dalam sel sehingga konsentrasinya menurun
apabila dibandingkan dengan sebelum dilakukan perendaman. Hal tersebutlah yang
mengakibatkan penurunan permukaan dari metilen blue karena konsentrasi larutan setelah
perendaman lebih rendah dibannding sebelum perendaman.
Percobaan yang dilakukan menggunakan larutan garam pada percobaan ke 2,3,5, dan
6 sama sama menunjukkan hasil berupa penurunan ukuran atau pengkerutan pada wortel.
Sedangkan hasil dari pengamatan permukaan metilen blue menunjukkan hasil penurunan
permukaan. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian hasil antara permukaan biru metilen
yang turun dengan dengan penurunan ukuran dari wortel. Sehingga apabila dilihat dari
keduanya larutan yang digunakan hipertonis terhadap cairan di dalam sel. Sehingga banyak
cairan sel yang keluar dan larutan setelah perendaman memiliki konsentrasi yang lebih
rendah dibanding larutan yang sebelum digunakan untuk perendaman. Tetapi hal ini tidak
sepenuhnya benar, karena dimungkinkan terjadi perbedaan konsentrasi pada larutan yang
digunakan untuk merendam dan yang tidak digunakan untuk merendam. Hal ini merupakan
akibat dari minimnya jumlah tabung reaksi yang dapat digunakan dan waktu pengerjaan yang
mengharuskan perendaman dengan larutan gula dan larutan garam dilakukan dengan jarak
yang tidak terlalu jauh sehingga larutan yang tidak digunakan sebagai larutan perendam
dibuat terpisah dengan larutan yang yang digunakan merendam. Sehingga ada kemungkinan
larutan yang tidak digunakan merendam memang sudah memiliki konsentrasi yang lebih
rendah dibandingkan larutan yang digunakan untuk merendam yang merupakan akibat dari
salah perhitungan volume induk yang diambil ataupun kelebihan jumlah aquades yang
digunakan.
Jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air ditentukan oleh
perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih
tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang
terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar,
maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya, sehingga tidak
dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan
terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang
dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi
larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis (Tjitrosomo, 1987).
Adapun cara membuat percobaan plasmolisis pada jaringan Rhoeo discolor dengan
membuat preparat segar dengan mengiris bagian bawah daun dengan tipis. Kemudian amati
pada mikroskop menunjukan sel pada jaringan epidermis bawah tersebut masih banyak yang
terlihat ungu karena vakuola sel Rheo mengandung pigmen antosianin yang masih tinggal di
dalam sel. Kemudian pada percobaan selanjutnya preparat rheo tersebut direndam dengan
larutan garam dengan konsentrasi 50% sebagai larutan hipertonis selama 15 menit sehingga
sel Rheo akan terplasmolisis untuk mencapai keadaan setimbang karena jika sel dimasukkan
ke dalam larutan hipertonik, air akan terus – menerus keluar dari sel. Sel akan mengkerut
mengalami dehidrasi menyebabkan sitoplasma mengerut dan terlepas dari dinding sel.
Setelah 15 menit direndam larutan garam yang bersifat hipertonis terhadap sel. Preparat
diamati dengan mikroskop menunjukan warna pada sel berkurang bahkan ada yang hilang
dibandingkan percobaan awal tanpa diberi larutan menunjukan sel daun Rheo sebelum
direndam masih terlihat ungu namun setelah dilakukan perendaman sel ada warna ungu yang
berkurang bahkan ada yang hilang karena air keluar dari dalam sel untuk bergabung keluar
bersama garam sehingga sel kehilangan kandungan air membuat sel mengkerut dan tidak
berwarna lagi membuktikan bahwa sel tersebut mengalami peristiwa plasmolisis.
Kesimpulan
Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih
Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.
Sunijka, P.S. and G.S.V Raghavan. 2004. Asessment Of Pretreatment Methods And Osmotic
Dehydration For Cranberires. Canadian Biosystems Enginering Vol 64.