Você está na página 1de 12

MAKALAH

PERAN DAN FUNGSI IJTIHAD


DALAM
AJARAN ISLAM

Al Ardha Hanifan

KELOMPOK H

YAYASAN PEMBINA PENDIDIKAN SEMERU


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
“WIDYA GAMA” LUMAJANG
STATUS TERAKREDITASI
Kampus: Jl. Gatot Subroto No. 4 Telp./ Fax (0334) 881924 LUMAJANG –
67352
Email : info@stiewidyagamalumajang.ac.id., Website :
stiewidyagamalumajang.ac.id.

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “PERAN DAN FUNGSI IJTIHAD DALAM AJARAN
ISLAM". Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini,
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.Guna
memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Agama yang bertujuan untuk
memberikan pengetaahuan tentang PERAN DAN FUNGSI IJTIHAD DALAM
AJARAN ISLAM, ETIOPIA. Makalah ini disusun untuk dijadikan
pembelajaran Agama. Rangkaian-rangkaian materi ini yang diharapkan dapat
membantu para pembaca dapat mengerti PERAN DAN FUNGSI IJTIHAD
DALAM AJARAN ISLAM. Saya juga berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi saya dan juga pembacanya. Saya berharap mudah-
mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkannya.

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................1
Daftar Isi .................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................................................3
Rumusan Masalah............................................................................4
Tujuan .............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Ijtihad.............................................................................5
Fungsi Ijtihad...................................................................................5
Syarat-syarat Mujtahid.....................................................................6
Metode Ijtihad..................................................................................8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................10
Daftar Pustaka........................................................................................................11

2
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Mengingat pentingnya dalam syari’at Islam yang disampaikan dalam Al-Qur’an


dan Assunah, secara komprehensif karena memerlukan penelaahan dan
pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan.

Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-


persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh nas itu. Maka untuk itu ijtihad
menjadi sangat penting. Kata ijtihad terdapat dalam sabda Nabi yang artinya
“pada waktu sujud” bersungguh-sungguh dalam berdo’a.

Dan ijtihad tidak membatasi bidang fikih saja dan banyak para pendapat
ulama mempersamakan ijtihad dengan qiyas. Adapun dasar hukum itu sendiri
adalah Al-Qur’an dan Assunah.

Maka dari itu karena banyak persoalan di atas, kita sebagai umat Islam
dituntut untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan cara melaksanakan ijtihad.

3
RUMUSAN MASALAH

Apakah pengertian ijtihad?


Apa saja fungsi dan peran ijtihad ijtihad?
Apa saja syarat – syarat mujtahid?
Apa saja metode ijtihad?

TUJUAN

Untuk menjelaskan pengertian ijtihad


Untuk mengetahui fungsi ijtihad
Untuk menjelaskan syarat – syarat mujtahid
Untuk mengetahui metode ijtihad

4
BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN IJTIHAD

Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu
masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran.


Sedangkan, menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan
pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Oleh Secara
terminologis, berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari
syariat melalui metode tertentu. Ijtihad dipandang sebagai sumber hukum Islam
yang ketiga setelah Al-Quran dan hadis, serta turut memegang fungsi
penting dalam penetapan hukum Islam. Telah banyak contoh hukum yang
dirumuskan dari hasil ijtihad ini. Orang yang melakukan ijtihad
disebut mujtahid. ijtihad tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orang
yang memenuhi syarat yang boleh berijtihad.

FUNGSI IJTIHAD

Terciptanya suatu keputusan bersama antara para ulama dan ahli agama (yang
berwenang) untuk mencegah kemudharatan dalam penyelesaian suatu perkara
yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Qur’andanHadist.. Tersepakatinya
suatu keputusan dari hasil ijtihad yang tidak bertentangan dengan All Qur’an dan
Hadist..Dapat ditetapkannya hukum terhadap sesuatu persoalan Ijtihadiyah atas
pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at
berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam. [2]DASAR DASAR IJTIHAD

5
Adapun yang menjadi dasar ijtihad ialah Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Diantara ayat Al-qur’an yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa


kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang berkhianat.(Q.S. an-Nisa [4]:105).

Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya hadits ‘Amr bin al-‘Ash
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan
bahwa Nabi Muhammad bersabda :

‫اذاحكمالحاكمفاجتهدفاصابفلهاجرانواذاحكمفاجتهدثماخطأفلهاجرواحد‬.

Artinya: apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian


benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum
dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala.(Muslim,II, t.th:62).

SYARAT SYARAT MUJTAHID

Syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid ialah orang yang mampu
melakukan ijtihad melalui cara istimbath (mengeluarkan hukum dari sumber
hukum syari’at dan tathbiqh / penerapan hukum) :

Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam,HUKUM IJTIHADMemiliki


pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh, dan tarikh
(sejarah),Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan
qiyas,Memiliki akhlaqul qarimah.

6
Ulama berpendapat bahwa jika seorang muslim dihadapkan pada suatu peristiwa,
atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum syara’ , maka
hukum ijtihad bagi orang tersebut bisa wajib ‘ain, wajib kifayah,sunah, atau
haram, tergantung pula kapasitas orang tersebut.

Pertama, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang diminta
fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akan
hilang begitu saja tanpa kepastian hukumnya, atau ia sendiri yang mengalami
peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nash, maka hukum ijtihadnya
menjadi wajib ‘ain.

Kedua, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtihad yang diminta fatwa
hukum atas suatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia mengkhawatirkan peristiwa itu
hilang dan selain dia masih ada mujtahid lainnya, maka hukum ijtihadnya
menjadi wajib kifayah.

Ketiga, hukum ijtihad menjadi sunah jika dilakukan atas persoalan-persoalan yang
tidak ada atau belum terjadi.

Keempat, hukum ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang


sudah jelas hukumnya secara qathi’ , baik dalam Al-Quran maupun al-Sunah atau
ijtihad yang hukumnya telah ditetapkan secara kesepakatan ijma’. (Wahbah Al
Juhaili 1978:498-9 dan Muhaimin dkk, 1994:189)

7
METODE IJTIHAD

Berdasarkan berbagai sumber, ada beberapa macam ijtihad yang patut diketahui.
Beberapa macam ijtihad yang dimaksud antara lain :

IJMA
Ijma adalah salah satu jenis ijtihad yang dilakukan para ulama dengan cara
berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul suatu kesepakatan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.

Keputusan bersama ini tentu saja tidak begitu saja dilakukan, semua harus
bersumber pada Al-Quran dan juga hadits. Hasil dari ijtihad ini sering kita sebut
sebagai fatwa, dan fatwa inilah yang sebaiknya diikuti oleh umat Islam. Kesepatan
dari para ulama ini tentu saja merupakan hasil akhir dari berbagai diskusi yang
telah dilakukan, sehingga semestinya tidak mengandung pertentangan lagi.

QIYAS
Salah satu macam ijtihad adalah Qiyas, yaitu upaya mencari solusi
permasalahan dengan cara mencari persamaan antara masalah yang sedang
dihadapi dengan yang ada di dalam sumber agama (Al-Quran dan hadits).

Bila masalah yang sedang dihadapi dianggap mirip dengan yang ada di dalam
kitab suci maupun hadits, maka para ulama akan menggunakan hukum yang ada
di dalam sumber agama tersebut untuk menyelesaikan masalah. Namun tidak
mudah pula mencari kemiripan satu masalah yang terjadi jaman sekarang dengan
yang terjadi pada masa lalu. Di sinilah sebenarnya kenapa seorang mujtahid atau
yang melakukan ijtihad diperlukan memiliki keluasan pengetahuan tentang agama
dan masalah-masalah lain yang terkait dengannya.

8
ISTIHSAN
Istihsan adalah salah satu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka
agama untuk mencegah terjadinya kemudharatan. Ijitihad ini dilakukan dengan
mengeluarkan suatu argumen beserta fakta yang mendukung tentang suatu
permasalahan dan kemudian ia menetapkan hukum dari permasalahan tersebut.
Dalam penetapan hukum ini bisa jadi pada akhirnya akan memunculkan
pertentangan dari yang tidak sepaham.Istishab
Upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dilakukan para pemuka agama
dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut. Namun, bila suatu hari
nanti ada alasan yang sangat kuat untuk mengubah ketetapan tersebut, maka
hukum yang semula ditetapkan bisa diganti, asalkan semuanya masih dalam
koridor agama Islam yang benar.Maslahah murshalah
Salah satu dari macam ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan umat
adalah maslahah murshalah. Jenis ijtihad ini dilakukan dengan cara memutuskan
permasalahan melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut kepentingan
umat. Hal yang paling penting adalah menghindari hal negatif dan berbuat baik
penuh manfaat.Urf
Ijtihad ini dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang berhubungan
dengan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat memang tak bisa
dilepaskan dan sudah melekat dengan masyarakat kita.

Ijtihad inilah yang menetapkan apakah adat tersebut boleh dilakukan atau tidak.
Apabila masih dalam koridor agama Islam, maka boleh dilaksanakan. Namun bila
tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka harus ditinggalkan.

9
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Problema hukum yang dihadapi umat Islam semakin beragam, seiring dengan
berkembang dan meluasnya agama Islam, dan berbagai macam bangsa yang
masuk Islam dengan membawa berbagai macam adat istiadat, tradisi dan sistem
kemasyarakatan.

Sementara itu, nash Al-Qur’an dan Sunnah telah berhenti, padahal waktu
terus berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih berganti
(al-wahy qad intaha wal al-waqa’i la yantahi). Oleh karena itu, diperlukan usaha
penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak
ditunjukkan secara tegas oleh nash itu.

Dengan demikian peran ijtihad menjadi sangat penting sebagai sumber ajaran
Islam setelah Al-Qur’an dan al-Sunnah dalam memecahkan berbagai
problematika masa kini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdulloah, Amin.1997, Falsafat Kalam di Era Post Modernisme, Yogyakarta :


Pustaka Pelajar.

Saifuddin Anshari, Endang.1978.Kuliah Al-Islam. Bandung;Pustaka Bandung.

Razak, Nasrudin. 1989.Dienul Islam, Maarif Bandung.

Al-Ghazali, Zainab. 1995.Menuju Kebangkitan Baru, Gema Insani Press Jakarta.

Hadikukusam,Djarnaw. 1985.ijtihad,dalam Amrullah Achmad dkk.


(Editor), Persepektif Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta.

Atang Abd. Hakim, dan Jaih Mubarok, 2000, Metodologi Studi Islam, Bandung :
PT Remaja Pesdakarya,

[1] Atang Abd. Hakim, dan Jaih Mubarok, 2000, Metodologi Studi Islam

[2] Abdulloah, Amin 1997, Falsafat Kalam di Era Post Modernisme,

[3] Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam

[4] Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam

[5] Zainab Al-Ghazali, Menuju Kebangkitan Baru

[6] H. Djarnawi Hadikukusam, “Ijtihad”,

11

Você também pode gostar