Você está na página 1de 94

PEMBIAYAAN BERMASALAH (NON PERFORMING FINANCING)

PT BANK SYARIAH MANDIRI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Lailani Qodar
NIM: 1112053000032

KONSENTRASI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016 M/ 1438 H
ABSTRAK

Lailani Qodar
1112053000032
Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) PT Bank Syariah
Mandiri
Dibawah Bimbingan Dr. Wahyu Prasetyawan, MA.

Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam perbankan


dan pengelolaan pembiayaan yang baik sangat diperlukan karena dengan
pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama yang menjadi penunjang
kelangsungan usaha bank. Apabila pengelolaan tidak baik, maka dapat
menimbulkan berbagai permasalahan, seperti aset yang dimiliki bank tidak
bergerak, bank tidak dapat memberikan bagi hasil kepada nasabah hingga
berhentinya usaha bank. Dalam kegiatan operasional PT Bank Syariah Mandiri
pada sektor pembiayaan tentunya tidak luput dari pembiayaan bermasalah (NPF).
Oleh karena itu, penanganan pembiayaan bermasalah (NPF) harus lebih
ditingkatkan agar pembiayaan bermasalah (NPF) yang ada di PT Bank Syariah
Mandiri dapat terselesaikan dengan cepat.
Dari gambaran di atas didapat beberapa permasalahan yaitu apa faktor
penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF), dan bagaimana penyelesaian
pembiayaan bermasalah (NPF) yang dilakukan oleh PT Bank Syariah Mandiri.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab
adanya pembiayaan bermasalah (NPF) serta mengetahui pula penyelesaian
pembiayaan bermasalah (NPF) yang dilakukan PT Bank Syariah Mandiri.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penulis
melakukan wawancara kepada pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja
Financing Recovery Division untuk mendapatkan data jumlah pembiayaan yang
disalurkan, jumlah pembiayaan bermasalah (NPF), faktor penyebab pembiayaan
bermasalah (NPF), dan penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) yang
dilakukan PT Bank Syariah Mandiri.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab
terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF) PT Bank Syariah Mandiri adalah belum
ketatnya peraturan yang ada di Unit Bisnis, usaha nasabah menurun, dan side
streaming. Adapun penyelesaian yang dilakukan PT Bank Syariah Mandiri
terhadap pembiayaan bermasalah (NPF) yaitu melakukan reguler collection,
restrukturisasi, diskon margin, lelang, lawyer, dan klaim asuransi (subrogasi).

Kata kunci: pembiayaan bermasalah (NPF), faktor penyebab pembiayaan


bermasalah (NPF), dan penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF).

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT zat penguasa alam jagat raya yang

telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Pembiayaan Bermasalah (Non Performing

Financing) PT Bank Syariah Mandiri. Teriring pula shalawat dan salam semoga

selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program

Studi Manajemen Dakwah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunannya segala hambatan yang ada

dapat teratasi berkat bantuan, bimbingan, dorongan dan pengarahan dari berbagai

pihak. Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik,

Dr. Hj. Roudhonah, MA. selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,

Dr. Suhaimi, M.Si. selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

2. Drs. Cecep Castrawijaya, MA. selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah, dan

Drs. Sugiharto, MA. selaku Sekertaris Jurusan Manajemen Dakwah.

3. Dr. Wahyu Prasetyawan, MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan pengarahan serta saran kepada penulis.

4. Drs. Helmi Rustandi, MA., selaku dosen Pembimbing Akademik.

ii
5. Bapak Ery Budhi Setiawan, selaku Departement Head Financing Recovery

Division PT Bank Syariah Mandiri yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian skripsi dan seluruh pegawai PT Bank Syariah

Mandiri unit kerja Financing Recovery Division yang telah membantu penulis

dalam memberikan data untuk penelitian skripsi.

6. Seluruh Staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Perpustakan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk

mendapatkan refrensi buku selama penulis kuliah dan menyelesaikan skripsi.

7. Seluruh dosen Program Studi Manajemen Dakwah Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Bapak dan ibuku terima kasih atas kasih sayang, cinta, perjuangan, doa,

semangat, dan dukungan dari kalian yang tidak pernah berhenti untuk penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penantian kalian akhirnya

terwujud, penulis telah menyelesaikan tugasnya di bangku kuliah.

9. Didit (Adik), Ayah (Pa’deh), Bu Tati (Budeh), Mba Dwi Irna Sentiani, S.Kom

(Sepupu), Mas Rian Tresnawan, S.Pd (Sepupu), Resti (Sepupu), Diaz

(Sepupu), Meli (Sepupu), Bi Nur (Tante) serta seluruh keluarga besar yang

tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat dan

dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Fariz Zakaria dan Rizkyatul Hilwah (Mbo), orang teristimewa yang tidak

hentinya memberikan dukungan, semangat, dan nasehat.

11. Teman-teman Program Studi Manajemen Dakwah Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayutullah Jakarta

iii
angkatan 2012. Saya sangat bersyukur dapat kenal dan menjadi bagian dari

keluarga besar Manajemen Dakwah.

12. Teman-teman di organisasi Kartun yang telah membantu penulis dalam

mengolah data penelitian dan memberikan semangat selama penyusunan

skripsi.

Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan terdapat kata-kata yang kurang

berkenan. Untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun agar dilain

waktu dapat penulis perbaiki. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat

bagi pembacanya.

Jakarta, Oktober 2016

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... v

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR .......................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1


B. Batasan Masalah ......................................................................... 6
C. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
F. Metodologi Penelitian ................................................................ 8
G. Penelitian Terdahulu .................................................................. 12
H. Sistematika Penulisan ................................................................ 16

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Pembiayaan ................................................................................ 18
1. Pengertian Pembiayaan ........................................................ 18
2. Tujuan Pembiayaan .............................................................. 22
3. Prinsip Analisis Pembiayaan ................................................ 22
4. Jenis Pembiayaan ................................................................. 24
B. Pembiayaan Bermasalah ............................................................ 28
1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah (NPF) ......................... 28
2. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah .......................... 30
3. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ................................ 34

v
BAB III TINJAUAN UMUM PT BANK SYARIAH MANDIRI
A. Sejarah PT Bank Syariah Mandiri .............................................. 40
B. Organisasi PT Bank Syariah Mandiri ........................................ 44
C. Pembiayaan Bermasalah PT Bank Syariah Mandiri .................. 47

BAB IV PENYEBAB DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN


BERMASALAH (NPF)
A. Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah (NPF) ... 58
B. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF) ........................... 63
C. Analisis ....................................................................................... 71

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 73
B. Saran ........................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 75


LAMPIRAN ................................................................................................ 78

vi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

A. Gambar 1.1 Total Aset ..................................................................... 3


B. Tabel 2.1 Rasio Pembiayaan Bermasalah (NPF) ............................. 5
C. Tabel 2.1 Rasio Pembiayaan Bermasalah (NPF) ............................. 48
D. Gambar 1.2 Laba Bersih .................................................................. 49
E. Tabel 4.2 Jumlah Penyaluran Pembiayaan Tahun 2012-2014 ......... 50
F. Tabel 4.3 Jumlah Pembiayaan Persegmen Tahun 2012-2014 ......... 51
G. Tabel 4.4 Jumlah Pembiayaan Bermasalah Tahun 2012-2014 ........ 53
H. Tabel 4.5 Jumlah Pembiayaan Bermasalah Persegmen
Tahun 2012-2014 ............................................................................. 54
I. Tabel 4.6 Jumlah Usaha Nasabah Menurun Tahun 2012-2014 ....... 60
J. Tabel 4.7 Jumlah Nasabah Side Streming Tahun 2012-2014 .......... 62
K. Tabel 4.8 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF) PT Bank
Syariah Mandiri ................................................................................ 68
L. Tabel 4.9 Success Rate Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF)
Tahun 2012-2014 ............................................................................. 69

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.1

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Pasal 3 tentang

Perbankan Syariah (selanjutnya disebut UU Perbankan Syariah), tujuan

penyaluran dana oleh perbankan syariah adalah menunjang pelaksanaan

pembangunan, meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan

kesejahteraan rakyat.2 Selanjutnya yang dimaksud dengan perbankan syariah

adalah sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan Unit Usaha Syariah,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.3

Bank syariah merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki

fungsi intermediary seperti hal pada bank konvensional, yaitu menghimpun dana

masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada kelompok

1
UU Perbankan Syariah Pasal 1 angka 2.
2
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h.
1.
3
UU Perbankan Syariah Pasal 1 angka 1.

1
2

masyarakat yang memerlukan. Pembiayaan di bank syariah sangat berbeda

dengan apa yang disebut dengan istilah kredit di bank konvensional. Dalam bank

syariah tidak dikenal dengan istilah debitur atau kreditur karena pada dasarnya

pembiayaan merupakan sebuah kesepakatan bank dengan nasabah yang

memerlukan dana untuk membiayai kegiatan atau aktivitas tertentu.4 Dalam

berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, tidak dijumpai definisi

atau pengertian dari “pembiayan bermasalah” yang diterjemahkan sebagai Non

Performing Financing (NPF) atau Amwal Mustamirah Ghairu Najihah.5

Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting dan pengelolaan

pembiayaan yang baik sangat diperlukan oleh suatu bank, karena dengan

pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama yang menjadi penunjang

kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, apabila pengelolaan tidak baik dapat

menimbulkan berbagai permasalahan, seperti aset yang dimiliki bank tidak

bergerak, bank tidak dapat memberikan bagi hasil kepada nasabah hingga

berhentinya usaha bank.

Dari sekian banyak bank syariah yang ada di Indonesia, PT Bank

Syariah Mandiri merupakan bank syariah yang sangat pesat tingkat kemajuannya

dan termasuk bank syariah terbesar di Indonesia. Ini dapat dilihat dari aset yang

4
Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Mengelola Kredit Secara Sehat (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2015), h. 248.
5
Dikutip oleh Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2012), h. 89. dari: Bank Indonesia Direkorat Perbankan Syariah, Kamus Istilah Keuangan dan
Perbankan Syariah, h. 4.
3

dimiliki oleh PT Bank Syariah Mandiri pada laporan keuangan (annual report)

yang dimilikinya.6

Gambar 1.1

Total Aset (Rp Triliun)

80
70,36
70 66,94
63,9
60 54,23

50 48,67

40
32,48
30

20

10

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kehadiran BSM sejak tahun 1999 sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus

berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Dalam kondisi tersebut,

industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional

mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan

6
www.bsm.co.id
4

merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Salah

satu bank konvensional PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan

Kesejahteraan Pegawai (YKP), PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota

Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi dengan

melakukan upaya penggabungan (merger) dengan beberapa bank lain serta

mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan

penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya,

Bank Exim dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri

(Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga

menempatkan dan menetapkan PT Bank Syariah Mandiri (Persero) Tbk. sebagai

pemilik mayoritas baru BSB.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan

konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.

Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah

di kelompok perusahaan Bank Mandiri. Oleh karenanya, Tim Pengembangan

Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga

kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang

beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri

sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH. No. 23 tanggal 8

September 1999.7 Dalam kegiatan operasional PT Bank Syariah Mandiri pada

sektor pembiayaan tentunya tidak luput dari pembiayaan bermasalah (NPF). Hal
7
www.bsm.co.id
5

ini dapat dilihat dari trend kenaikan Non Performing Financing (NPF) yang ada

di PT Bank Syariah Mandiri dengan data sebagai berikut.8

Tabel 2.1

Rasio Pembiayaan Bermasalah (NPF)

Pembiayaan NPF NPF


No. Tahun
(dalam Triliun) (dalam Miliar) (%)

1 2012 Rp44.755 Rp1.140 2,56

2 2013 Rp50.460 Rp2.174 4,33

3 2014 Rp49.133 Rp3.370 6,85

Jika dilihat dari tabel di atas, PT Bank Syariah Mandiri mengalami

peningkatan persentase pembiayaan bermasalah (NPF) di tahun 2013 sebesar

4,33% dan di tahun 2014 sebesar 6,85%. Ini menunjukkan bahwa PT Bank

Syariah Mandiri memiliki kualitas yang tidak sehat dan tergolong pada Peringkat

Komposit 5 (PK-5), yang artinya mencerminkan kondisi Bank yang secara umum

tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang

signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.9 Selain itu

menurut peraturan Bank Indonesia, rasio NPL total kredit hanya boleh kurang

8
Laporan Tahunan 2014 PT Bank Syariah Mandiri, h. 27.
9
Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Pasal 9 (7).
6

dari 5%.10 Dengan keadaan yang dialami PT Bank Syariah Mandiri di atas, sangat

diperlukan penanganan pembiayaan bermasalah (NPF) yang lebih agar

pembiayaan bermasalah (NPF) yang ada dapat terselesaikan dengan cepat.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk

mengkaji lebih lanjut mengenai penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) yang

ada di PT Bank Syariah Mandiri. Oleh karena itu, penelitian ini penulis buat

dengan judul Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) PT Bank

Syariah Mandiri.

B. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahasan, penulis membatasi penelitian ini

pada penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) PT Bank Syariah Mandiri pada

tahun 2012-2014.

C. Rumusan Masalah

Dari gambaran di atas terdapat beberapa permasalahan yang dapat diajukan, di

antaranya:

1. Apa faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF) PT Bank

Syariah Mandiri?

10
Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 Pasal 11 (2) Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia No. 15/15/PBI/2013.
7

2. Bagaimana penyelesaian yang dilakukan PT Bank Syariah Mandiri dalam

pembiayaan bermasalah (NPF)?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui faktor apa saja yang menjadi penyebab adanya pembiayaan

bermasalah (NPF) PT Bank Syariah Mandiri.

2. Mengetahui penyelesaian yang dilakukan PT Bank Syariah Mandiri dalam

pembiayaan bermasalah (NPF).

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri,

lembaga keuangan, maupun para peneliti lainnya.

1. Manfaat bagi penulis

Sebagai tambahan ilmu mengenai penyebab dan strategi penanganan

pembiayaan bermasalah (NPF) yang terjadi di lembaga keuangan serta

sebagai syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar strata satu (S1).

2. Manfaat bagi lembaga keuangan

Sebagai saran atau masukan bagi lembaga keuangan untuk mengambil

keputusan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) serta sebagai

bahan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja dan kesehatan lembaga

keuangan.
8

3. Manfaat bagi peneliti lainnya

Sebagai bahan referensi dan bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian

selenjutnya serta memudahkan peneliti lainnya untuk mengetahui lebih dalam

mengenai faktor penyebab dan cara menangani pembiayaan bermasalah

(NPF) pada lembaga keuangan.

F. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan yang

terdapat dalam penelitian.11 Atau dengan kata lain arti metodologi penelitian yaitu

prosedur atau cara yang ditempuh untuk mendapatkan data dalam sebuah

penelitian. Adapun metode pada penelitian ini adalah:

1. Responden

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti responden adalah

penjawab atas pertanyaan yang diajukan untuk kepentingan penelitian.12

Sedangkan berdasarkan buku, responden dari kata asal “respon” atau

penanggap, yaitu orang yang menanggapi. Dalam penelitian, reseponden

adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang suatu fakta atau

pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu

11
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), h. 41.
12
www.kbbi.web.id
9

ketika mengisi angket, atau lisan ketika menjawab pertanyaan. 13 Responden

dalam penelitian ini adalah pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja

Financing Recovery Division (FRD).

2. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang dijadikan objek penelitian atau yang diteliti.14

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Hatch dan

Farhady mendefinisikan variabel sebagai atribut sesorang atau subjek yang

mempunyai “variasi” antara satu orang dan yang lain, atau satu objek dengan

objek lain.15 Variabel atau objek dalam penelitian ini adalah penyelesaian

pembiayaan bermasalah (NPF) PT Bank Syariah Mandiri.

3. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah bahan keterangan tentang suatu objek penelitian.16 Untuk

mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua cara:

1) Wawancara

Salah satu metode pengumpulan data ialah dengan jalan wawancara, yaitu

mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada

13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT RINEKA
CIPTA, 2006), h. 145.
14
Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Pendekatan Kuantitatif (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), h. 68.
15
Toto Syatori dan Nanang Gozali, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2012), h. 237-238.
16
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (-----, 2013), h. 123.
10

responden.17 Dalam buku lain dikatakan wawancara adalah percakapan

dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.18 Penulis

melakukan wawancara langsung dengan pegawai PT Bank Syariah

Mandiri unit kerja Financing Recovery Division yang menangani

pembiayaan bermasalah (NPF).

2) Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara mencari data mengenai hal atau variabel

yang berupa catatan atau benda-benda tertulis seperti: buku, majalah,

dokumentasi, brosur, tulisan-tulisan yang menempel di dinding.19 Peneliti

memperoleh data pembiayaan bermasalah (NPF) yang meliputi besarnya

persentase pembiayaan bermasalah (NPF), laporan laba rugi, jumlah

penyaluran pembiayaan, faktor penyebab pembiayaan bermasalah (NPF)

serta penanganan pembiayaan bermasalah (NPF) dari buku laporan

keuangan, situs website, dan jurnal yang dimiliki PT Bank Syariah

Mandiri.

17
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 2008), h. 192.
18
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2013), h. 186.
19
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 64.
11

4. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Bank Syariah Mandiri Kantor Pusat yang

beralamat di Graha Mandiri Jl. Imam Bonjol No. 61, Menteng, Jakarta

Pusat.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitiannya dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan

September 2016.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam

penelitian. Tujuannya adalah mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian.20

Analisis data juga merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.21 Dalam penelitian ini teknik

analisis data yang digunakan adalah menggunakan teknik analisis kualitatif

deskriptif. Analisis kualitatif adalah suatu pernyataan sistematis yang

berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji

kembali secara empiris.22 Sedangkan analisis deskriptif artinya memberikan

gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat, serta karakter yang

20
Toto Syatori Nasehudin dan Nanang Gozali, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: CV
PUSTAKA SETIA, 2012), h. 224.
21
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 2008), h. 263.
22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatitf (Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2013), h. 14.
12

khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat khas di

atas akan dijadikan suatu hal bersifat umum.23

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pembiayaan bermasalah (NPF) sudah banyak sebelumnya

dibahas oleh peneliti lain. Berikut akan penulis sajikan beberapa penelitian yang

membahas mengenai pembiayaan bermasalah (NPF).

Penelitian Terdahulu

Nama Tahun Metode


No. Judul Penelitian Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian

Pihak bank lebih


berhati-hati
memberikan
pelayanan yang sama
kepada semua debitur
dalam hal analisis
Penyelesaian Kredit
pemberian kredit.
Macet
Yuridis Selain itu pihak bank
Melisa N. (Bermasalah) Atas
Normatif juga perlu melakukan
1 Sihotang 2008 Pinjaman Nasabah
(Kajian pengawasan
(030200143) Bank Pada PT
Pustaka) setidaknya tiga bulan
Bank Mandiri
sekali terhadap usaha
Cabang Balige
yang dilakukan
debitur, guna
pencegahan kredit
macet dan
penyalahgunaan
kredit.

23
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011), h. 57.
13

Tahun Judul Metode


No. Nama Peneliti Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian Penelitian
Strategi
Penyelesaian
Penanganan
pembiayaan
Pembiayaan
bermasalah dengan
Bermasalah
cara penyitaan
Nur Inayah Pada Deskriptif
2 2009 jaminan harus
(05240026) Pembiayaan Kualitatif
dilakukan apabila
Murabahah di
sudah tidak ada jalan
BMT Bina
keluar dalam
Ihsanul Fikri
penyelesaiannya.
Yogyakarta
Penyelesaian
Strategi pembiayaan
Penyelesaian bermasalah dengan
Pembiayaan cara restrukturisasi
Bermasalah harus benar-benar
Reza Yudistira Deskriptif
3 2011 (Studi Kasus sesuai dengan
(204046102977) Evaluatif
Pada PT Bank prosedur yang ada
Syariah Mandiri sehingga tidak ada
Cabang pengulangan cara
Jatinegara) restruktur untuk
nasabah yang sama.
Analisa
Terhadap
Dalam penyaluran
Penyelesaian
pembiayaan
Pembiayaan
hendaknya pihak
Bermasalah
kreditur harus lebih
(Studi Kasus
teliti dalam
Siti Kurniati Pembiayaan
4 2012 Kualitatif menganalisa calon
(082411127) Bermasalah
debitur. Penerapan
Mudharabah di
5C (5 Character)
Bank BNI
dalam menganalisa
Syariah Cabang
calon debitur harus
Semarang
diterapkan.
Tahun 2010-
2011)
14

Tahun Metode
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
Pengawasan dari
pihak lembaga
keuangan harus lebih
teliti dan
meningkatkan
pengawasan terhadap
debitur agar tidak
Penyelesaian terjadi
Kredit Macet penyalahgunaan
Pada KSU kredit. Peran debitur
GDE Dianta
Tumbuh Deskriptif juga diperlukan yaitu
5 Yudi Pratama 2012
Kembang, Analisis lebih mematuhi
(1116051107)
Pemogan- peraturan yang telah
Denpansar disepakati dalam
Selatan perjanjian, serta
debitur juga harus
bertanggung jawab
atas kredit yang telah
diberikan, jangan
sampai
menyalahgunakan
kredit tersebut.

Dari tabel di atas dapat dilihat penelitian yang dilakukan oleh Melisa N. Sihotang

pada tahun 2008 berjudul Penyelesaian Kredit Macet (Bermasalah) Atas

Pinjaman Nasabah Bank Pada PT Bank Mandiri Cabang Balige dengan

menggunakan metode penelitian yuridis normatif (kajian pustaka) memberikan

hasil penelitian yaitu pihak bank lebih berhati-hati memberikan perlakuan atau

pelayanan yang sama kepada semua debitur dalam hal analisis pemberian kredit.

Selain itu pihak bank juga perlu melakukan pengawasan setidaknya tiga bulan

sekali terhadap usaha yang dilakukan debitur. Ini dilakukan guna pencegahan

kredit macet dan penyalahgunaan kredit. Penelitian berikutnya pada tahun 2009
15

yang dilakukan oleh Inayah berjudul Strategi Penanganan Pembiayaan

Bermasalah Pada Pembiayaan Murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri

Yogyakarta dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif

menghasilkan penelitian berupa penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan

cara penyitaan jaminan harus dilakukan apabila sudah tidak ada jalan keluar

dalam penyelesaiannya. Di tahun 2011 Reza Yudistira melakukan penelitian

mengenai penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan judul Strategi

Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Studi Kasus Pada PT Bank Syariah

Mandiri Cabang Jatinegara) menggunakan metode penelitian deskriptif evaluatif

memberikan hasil penelitian penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara

restrukturisasi harus benar-benar sesuai dengan prosedur yang ada sehingga tidak

ada pengulangan cara restruktur untuk nasabah yang sama. Selanjutnya di tahun

2012 Siti Kurniati melakukan penelitian berjudul Analisa Terhadap Penyelesaian

Pembiayaan Bermasalah (Studi Kasus Pembiayaan Bermasalah Mudharabah di

Bank BNI Syariah Cabang Semarang Tahun 2010-2011) menggunakan metode

kualitatif memberikan hasil penelitian berupa dalam penyaluran pembiayaan

hendaknya pihak kreditur harus lebih teliti dalam menganalisa calon debitur.

Penerapan 5C (5 Character) dalam menganalisa calon debitur harus diterapkan.

Di tahun yang sama yaitu 2012 GDE Dianta Yudi Pratama juga melakukan

penelitian dengan judul Penyelesaian Kredit Macet Pada KSU Tumbuh Kembang,

Pemogan-Denpansar Selatan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis

memberikan hasil penelitian berupa pengawasan dari pihak lembaga keuangan


16

harus lebih teliti dan meningkatkan pengawasan terhadap debitur agar tidak

terjadi penyalahgunaan kredit. Peran debitur juga diperlukan yaitu lebih

mesmatuhi peraturan yang telah disepakati dalam perjanjian, serta debitur juga

harus bertanggung jawab atas kredit yang telah diberikan, jangan sampai

menyalahgunakan kredit tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan urutan penyajian dari masing-masing bab

secara terperinci, singkat dan jelas serta diharapkan dapat mempermudah dalam

memahami laporan penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini

adalah:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, batasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian, penelitian terdahulu, dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN TEORITIS

Bab ini menguraikan tentang teori yang digunakan yaitu tinjauan

umum pembiayaan, tinjauan umum pembiayaan bermasalah (NPF),

faktor penyebab pembiayaan bermasalah (NPF), dan tinjauan umum

penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF).


17

BAB III: TINJAUAN UMUM PT BANK SYARIAH MANDIRI

Bab ini menguraikan tentang profil PT Bank Syariah Mandiri yang

berupa sejarah berdiri dan pembiayaan bermasalah (NPF) PT Bank

Syariah Mandiri.

BAB IV: PENYEBAB DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN

BERMASALAH (NPF)

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian yang berupa faktor

penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF), dan penyelesaian

pembiayaan bermasalah (NPF).

BAB V: PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari penelitian dan saran

yang peneliti berikan bagi para pembaca.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Mengingat di negara kita sistem perbankan yang berlaku

ada dua macam (dual system) yaitu konvensional (yang masih

menerapkan bunga) dan bank syariah (yang menitikberatkan pada bagi

hasil), sebagai padanan kredit (pada bank konvensional), maka pada

bank syariah dikenal dengan adanya aktivitas pembiayaan. 1 Istilah

pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian i believe, i trust, yaitu

“saya percaya” atau “saya menaruh kepercayaan”. Perkataan

pembiayaan yang artinya kepercayaan berarti bank menaruh

kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang

diberikan oleh bank selaku shahibul mal. Dana tersebut harus

digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan

syarat-syarat yang jelas serta saling menguntungkan bagi kedua belah

pihak.2 Secara teknis, bank memberikan pembiayaan untuk

mendukung investasi atau berjalannya suatu usaha yang telah

1
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung;
ALFABETA, 2011), h. 3.
2
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikaksi (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 698.

18
19

direncanakan antara kedua belah pihak dengan kesepakatan bagi hasil

di dalamnya. Sebagaimana firman Allah SWT berikut:

QS. Al Maidah (5): 1

...

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...

Ayat di atas menjelaskan tentang akad atau perjanjian yang mencakup

janji setia kepada Allah SWT dan perjanjian yang dibuat oleh manusia

dalam pergaulan sesamanya (antara pihak bank dengan nasabah).

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai

untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu

tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.3 Pembiayaan sendiri

merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas

penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang

merupakan defisit unit.4

3
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011), h. 78.
4
Dikutip oleh Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta:
Gema Insani, 2001), h. 160. Dari: Rifaat Ahmad Abdul Karim, The Impact of the Basle Capital
Adequency Ratio Regulation on the Financial Strategy of Islamic Banks dalam Proceeding of the
9th Expert Level Conference on Islamic Banking, disponsori oleh Bank Indonesia dan Internasional
Association of Islamic Banks, 7-8 April 1995, Jakarta.
20

Penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa pembiayaan

merupakan salah satu tugas pokok bank atau salah satu jenis kegiatan

usaha bank syariah yang berupa:5

1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudarabah dan musharakah.

2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli

dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istisna.

4) Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard, dan

5) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

syariah dan atau UUS dan pihak lain (nasabah penerima fasilitas)

yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas

dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu

tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.6

Di samping pengertian di atas, berdasarkan PBI No. 13/13/PBI/2011

tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit

Usaha Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang

dipersamakan dengan itu berupa:

1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudarabah dan musharakah.

2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli

dalam bentuk ijarah muntahiya bit tamlik.


5
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), h.
78-79.
6
Pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah.
21

3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istisna.

4) Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard, dan

5) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau

diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah

jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau

bagi hasil.7

Dari pengertian mengenai pembiayaan di atas dapat disimpulkan

bahwa:

1) Sesuai dengan fungsinya dalam transaksi pembiayaan, bank

syariah bertindak sebagai penyedia dana.8

2) Setiap nasabah penerima fasilitas (debitur) yang telah mendapat

pembiayaan dari bank syariah apapun jenisnya, setelah jangka

waktu tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut

kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil.9

7
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), h.
79.
8
Pasal 4 ayat (1) UU Perbankan Syariah dan angka III. SEBI No. 10/14/DPbS tanggal 17
Maret 20008 Perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan
Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
9
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), h.
79.
22

2. Tujuan Pembiayaan

Secara umum tujuan pembiayaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

1) Tujuan secara makro pembiayaan

a. Meningkatkan ekonomi umat

b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha

c. Meningkatkan produktifitas

d. Membuka lapangan kerja baru

2) Tujuan secara mikro pembiayaan

a. Upaya memaksimalkan laba

b. Pendayagunaan sumber ekonomi

c. Penyaluran kelebihan dana10

3. Prinsip Analisis Pembiayaan

Dalam setiap pemberian pembiayaan diperlukan adanya pertimbangan

serta prinsip kehati-hatian (prudent) agar kepercayaan yang merupakan

unsur utama dalam pembiayaan benar-benar terwujud sehingga

pembiayaan yang diberikan dapat mengenai sasaran dan terjaminnya

pengembalian pembiayaan tersebut tepat pada waktunya sesuai

perjanjian.11 Untuk memperkecil resiko tidak kembalinya pokok

pembiayaan, dalam memberikan pembiayaan bank harus

mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik

10
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (----), h. 17.
11
Rahmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Jakarta:
ALFABETA, 2011), h. 83.
23

(willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay)

nasabah untuk melunasi pinjaman. Hal-hal tersebut terdiri dari:12

1) Character

Bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa sifat

atau karakter orang yang akan diberi pembiayaan benar-benar

dapat dipercaya.

2) Capacity

Melihat kemampuan calon nasabah dalam mengembalikan pokok

pembiayaan yang dihubungkan dengan kemampuannya dalam

mengelola bisnis usaha serta kemampuannya mencari laba.

3) Capital

Modal yang diberikan oleh bank, biasanya bank tidak 100%

memberikan seluruh modal kepada calon nasabah tetapi calon

nasabah juga telah mempunyai modal sendiri sebelumnya.

4) Collateral

Jaminan yang diberikan calon nasabah bersifat fisik maupun non

fisik.

5) Condition of Economy

Dalam menilai suatu pembiayaan, hendaknya melihat pula dari

kondisi ekonomi pada saat ini dan di masa yang akan datang sesuai

dengan sektor masing-masing.

Dalam Islam terdapat pula prinsip-prinsip pembiayaan yang meliputi:13

12
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), h. 119.
24

1) Tidak adanya transaksi keuangan berbasis riba

2) Pengenalan pajak religius dan pemberian sedekah dan zakat

3) Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan

hukum Islam

4) Penghindaran aktifitas ekonomi yang melibatkan maysir (judi) dan

gharar (transaksi yang tidak jelas)

5) Penyediaan takaful (asuransi syariah)

4. Jenis Pembiayaan

1) Pembiayaan Mudharabah

Landasan hukum pembiayaan mudharabah adalah

QS. An Nisa (4): 29:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara

kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya

Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

13
Mervy dan Latifah, Perbankan Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 44.
25

Adapun arti pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan antara

bank dengan nasabah di mana bank menyediakan 100%

pembiayaan bagi usaha kegiatan tertentu dari nasabah. Sedangkan

nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank.14

Bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan

pengawasan atas penyediaan dana. Dari pembiayaan tersebut bank

mendapat imbalan atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas

dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian,

maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali

kerugian akibat kelalaian nasabah.

2) Pembiayaan Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatukan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh

penjual dan pembeli (bank dan nasabah).15 Dalam jual beli tersebut

dilarang adanya praktek riba sebagaimana firman Allah SWT

berikut:

QS. Al Baqarah (2): 27

ِّ ‫الله ْالبَ ْي ََع َو َح َّر ََم‬


‫الر َبا‬ َ ‫ل‬ ََّ ‫َوأَ َح‬
... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba...

14
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (BAMUI dan
Takaful) di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 86.
15
Adiwarman Karim, Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), h.
161.
26

3) Pembiayaan Musyarakah

Musyarakah atau syirkah yaitu perjanjian usaha antara dua atau

beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu

proyek di mana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut

serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam proyek.

Keuntungan dari hasil usaha bersama dapat dibagikan baik

menurut proporsi penyertaan modal masing-masing sesuai dengan

kesepakatan bersama. Adapun firman Allah yang berkaitan dengan

pembiayaan musyarakah yaitu:

QS. Sad (38): 24

Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat

itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain,

kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan

amat sedikitah mereka ini...

4) Pembiayaan Istisna

Pembiayaan atas dasar pesanan, pembiayaan konstruksi atau

manufaktur merupakan salah satu skim pembiayaan bank syariah

yang digunakan untuk kasus di mana objek atau barang yang dijual

belikan belum ada. Kasus ini sering kali ditemui pada proses
27

pembangunan rumah atau gedung, usaha konveksi, dan yang

lainnya.16

5) Pembiayaan Salam

Pembelian dengan pembayaran di muka atas hasil pertanian dengan

kriteria tertentu dari petani (nasabah) dan dijual kembali ke pihak

lain (nasabah ke-2) yang membutuhkan dengan jangka waktu

pengiriman yang ditetapkan bersama. Sebelum membeli hasil

pertanian dari nasabah pertama, bank terlebih dahulu telah

menawarkan kepada nasabah pertama dalam ketetapan harga

pembelian dan penjualan yang disepakati bersama antara nasabah

pertama dengan nasabah kedua.17 Allah SWT berfirman mengenai

pembiayaan salam:

QS. Al Baqarah (2): 282

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak

secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya...

16
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003), h. 73.
17
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003), h. 73.
28

B. Pembiayaan Bermasalah

1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah (NPF)

Sehubungan dengan fungsi bank syariah sebagai lembaga

intermediary dalam kaitannya dengan penyaluran dana masyarakat

atau fasilitas pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut, bank

syariah menanggung risiko kredit atau risiko pembiayaan. Hal tersebut

dijelaskan kembali dalam UU Pasal 37 ayat (1) tentang Perbankan

Syariah yang menyatakan bahwa penyaluran dana berdasarkan prinsip

syariah oleh bank syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau

kemacetan dalam pelunasannya sehingga berpengaruh terhadap

kesehatan bank syariah dan UUS.18 Risiko bagi bank syariah dalam

pemberian fasilitas pembiayaan adalah tidak kembalinya pokok

pembiayaan dan tidak mendapat imbalan, ujrah, atau bagi hasil

sebagaimana telah disepakati dalam akad pembiayaan antara bank

syariah dan nasabah penerima fasilitas.19

Dalam berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia tidak dijumpai definisi atau pengertian dari “pembiayaan

bermasalah” yang diterjemahkan sebagai Non Perfoming Financing

(NPF) atau Amwal Mustamirah Ghairu Najihah.20 Istilah “pembiayaan

bermasalah” dalam perbankan syariah adalah padanan istilah “kredit

bermasalah” di perbankan konvensional. Istilah kredit bermasalah

18
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), h.
89.
19
Lampiran I SEBI No. 13/10/DPbS tanggal 13 April 2011, huruf C butir a dan b.
20
Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syariah, Kamus Istilah Keuangan dan
Perbankan Syariah, h. 4.
29

telah lazim digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebagai

terjemahan problem loan atau Non Performing Loan (NPL) yang

merupakan isitilah yang juga lazim digunakan dalam perbankan

internasional.21 Namun dalam Statistik Perbankan Syariah yang

diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia

dijumpai istilah Non Performing Financing (NPF) atau dalam Kamus

Perbankan Syariah disebut duyunun ma’dumah yang diartikan sebagai

“Pembiayaan non-lancar mulai dari kurang lancar sampai dengan

macet”.22 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan

bermasalah adalah pembiayaan yang kualitasnya berada dalam

golongan kurang lancar (golongan III), diragukan (golongan IV), dan

macet (golongan V). Pembiayaan bermasalah tersebut dari segi

produktivitasnya (performance-nya) yaitu dalam kaitannya dengan

kemampuan menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah berkurang

atau menurun bahkan sudah tidak ada lagi.23

Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah wajib

dikembalikan oleh nasabah penerima fasilitas setelah jangka waktu

tertentu dengan imbalan, ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.24

Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah merupakan

21
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), h.
89.
22
Tabel 26 Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistics), Oktober 2011.
23
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), h.
90.
24
Pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah.
30

aktiva produktif syariah untuk memperoleh penghasilan.25 Artinya

apabila fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah

kuaitasnya lancar, maka bank syariah akan mendapatkan kembali dana

yang disalurkan kepada nasabah berikut pendapatan berupa bagi

imbalan. Selanjutnya dana tersebut dapat digulirkan kembali kepada

masyarakat yang membutuhkan dana dalam bentuk pembiayaan, dan

seterusnya bank akan mendapat imbalan. Karena itu, kualitas

pembiayaan yang lancar merupakan sumber dana bagi bank dalam

meghasilkan pendapatan sumber dana untuk ekspansi usaha bagi

masyarakat.26

2. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Dalam penyaluran kredit, tidak selamanya kredit yang

diberikan bank kepada debitur akan berjalan sesuai dengan yang

diharapkan di dalam perjanjian kredit.27 Gagalnya pengembalian

sebagian kredit yang diberikan dan menjadi kredit bermasalah

sehingga mempengaruhi pendapatan bank.28 Kondisi lingkungan

eksternal dan internal (dari sisi nasabah atau debitur dan dari sisi bank)

dapat mempengaruhi kelancaran kewajiban debitur kepada bank

sehingga kredit yang telah disalurkan kepada debitur berpotensi atau

25
Pasal 1 angka 2, Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
26
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), h.
92.
27
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka,
2015), h. 92.
28
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung:
ALFABETA, 2011), h. 34-35.
31

menyebabkan kegagalan. Adapun kondisi lingkungan eksternal yang

dapat mempengaruhi kegagalan dalam pemberian kredit antara lain:

1) Perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan atau peraturan yang

mempengaruhi segmen atau bidang usaha debitur. Perubahan

tersebut merupakan tantangan terus-menerus yang dihadapi oleh

pemilik dan pengelola perusahaan. Kunci sukses dari usaha adalah

kemampuan mengantisipasi perubahan dan fleksibel dalam

mengelola usahanya.

2) Tingkat persaingan yang tinggi, perubahan teknologi, dan

perubahan preferensi pelanggan sehingga mengganggu prospek

usaha debitur atau menyebabkan usaha debitur sulit untuk tumbuh

sesuai dengan target bisnisnya.

3) Faktor risiko geografis terkait dengan bencana alam yang

mempengaruhi usaha debitur.29

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, kredit bermasalah

disebabkan karena nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya

kepada bank karena faktor intern nasabah, faktor intern bank, dan atau

karena faktor ekstern bank dan nasabah. Faktor-faktor tersebut adalah:

1) Faktor Intern Bank

a. Kemampuan dan naluri bisnis analis kredit belum memadai.

b. Analis kredit tidak memiliki intergritas yang baik.

c. Para anggota komite kredit tidak mandiri.

29
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka,
2015), h. 92-93.
32

d. Pemutus kredit “takluk” terhadap tekanan yang datang dari

pihak eksternal.

e. Pengawasan bank setelah kredit diberikan tidak memadai.

f. Pemberian kredit yang kurang cukup atau berlebihan

jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan yang

sesungguhnya.

g. Bank tidak memiliki sistem dan prosedur pemberian dan

pengawasan kredit yang baik.

h. Bank tidak mempunyai perencanaan kredit yang baik.

i. Pejabat bank, baik yang melakukan analis kredit maupun yang

terlibat dalam pemutusan kredit, mempunyai kepentingan

pribadi terhadap usaha atau proyek yang dimintakan kredit oleh

calon nasabah.

j. Bank tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai watak

calon debitur.

2) Faktor Intern Nasabah

a. Penyalahgunaan kredit oleh nasabah yang tidak sesuai dengan

tujuan perolehannya.

b. Perpecahan di antara para pemilik atau pemegang saham.

c. Key person dari perusahaan sakit atau meninggal dunia yang

tidak dapat digantikan oleh orang lain dengan segera.

d. Tenaga ahli yang menjadi tumpuan proyek atau perusahaan

meninggalkan perusahaan.
33

e. Perusahaan tidak efesien, yang terlihat dari overhead cost yang

tinggi sebagai akibat pemborosan.

3) Faktor Ekstern Bank dan Nasabah

a. Feasibility study yang dibuat konsultan, yang menjadi dasar

bank untuk mempertimbangkan pemberian kredit, telah dibuat

tidak benar.

b. Laporan yang dibuat oleh akuntan publik yang menjdi dasar

bank untuk mempertimbangkan pemberian kredit, tidak benar.

c. Kondisi ekonomi atau bisnis yang menjadi asumsi pada waktu

kredit diberikan berubah.

d. Terjadi perubahan atas peraturan perundang-undangan yang

berlaku menyangkut proyek atau sektor ekonomi nasabah.

e. Terjadi perubahan politik di dalam negeri.

f. Terjadi perubahan di negara tujuan ekspor dari nasabah.

g. Perubahan teknologi dari poyek yang dibiayai dan nasabah

tidak menyadari terjadinya perubahan tersebut atau nasabah

tidak segera melakukan penyesuaian.

h. Munculnya produk pengganti yang dihasilkan oleh perusahaan

lain yang lebih baik dan murah.

i. Terjadinya musibah terhadap proyek nasabah karena keadaan

kahar (force majeure).


34

j. Kurang kooperatifnya pihak perusahaan asuransi, yang tidak

cepat memenuhi tuntutan ganti rugi nasabah yang mengalami

musibah.30

Adapun dalam buku lain disebutkan NPL disebabkan oleh adanya

risiko kredit yang antara lain:

1) Risiko Usaha

2) Risiko Geografis

3) Risiko Keramaian/Keamanan/Tawuran/Perkelahian

4) Risiko Politik/Kebijakan Pemerintah

5) Risiko Ketidakpastian (Uncertainty)

6) Risiko Inflasi

7) Risiko Persaingan31

3. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Dalam literaturnya sebelum melakukan penyelesaian

pembiayaan bermasalah (NPF) dilakukan terlebih dahulu pembinaan

kredit bermasalah,32 penyelamatan pembiayaan bermasalah (NPF)

barulah penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF). Pembinaan

kredit bermasalah merupakan upaya awal yang dilakukan terhadap

debitur kredit bermasalah sehingga dapat menjaga dan mengamankan

30
Dikutip oleh Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka, 2012), h. 92-94. dari: Sutan Remy Sjahdeini, Faktor-Faktor Penyebab Kredit
Bermasalah, makalah mata kuliah Hukum Perbankan pada Program Pascasarjana al. di UI, Ubaya,
LPPI.
31
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung;
ALFABETA, 2011), h. 35-36.
32
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 94.
35

kepentingan bank atas fasilitas kredit yang telah disalurkan, serta dapat

memperoleh hasil yang optimal sebagaimana yang diharapkan sesuai

dengan tujuan awal pemberian kredit. Langkah yang dapat dilakukan

dalam tahapan pembinaan kredit bermasalah ini antara lain melalui:

1) Melakukan pendampingan kepada debitur bermasalah.

Pendampingan ini bertujuan untuk mengetahui apakah

permasalahan kredit yang terjadi murni karena aktivitas usaha

(risiko bisnis) atau karena kecurangan yang dilakukan debitur

terhadap fasilitas kredit yang telah diterimanya (tidak sesuai

dengan tujuan diberikannya kredit). Sebagai contoh, jika

berdasarkan hasil analisis bank permasalahan yang dihadapi

debitur adalah karena ketidakefisienan dalam proses produksi,

bank dapat memberikan masukan untuk melakukan efisiensi dalam

proses produksi, seperti efisiensi dalam pos persediaan dengan

melakukan strategi just in time, dan sebagainya.

2) Aktivitas pembinaan juga termasuk dalam hal melakukan aktivitas

penagihan secara intensif terhadap debitur bermasalah.33

Berikutnya adalah tahap penyelamatan pembiayaan

bermasalah. Penyelamatan pembiayaan (restrukturisasi pembiayaan)

adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan di kalangan perbankan

terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam

33
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 94-95.
36

mengatasi pembiayaan bermasalah.34 Restrukturisasi pembiayaan

adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah

agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui

penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali

(reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).35 Terdapat

beberapa peraturan Bank Indonesia yang berlaku bagi BUS dan UUS

dalam melakukan restrukturisasi pembiayaan, yaitu:

1) Peraturan Bank Indonesia No. 101/18/PBI/2008 tanggal 25

September 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank

Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana telah diubah

dengan PB No. 13/9/PBI/2011 tanggal 8 Februari 2011.

2) Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober

2008 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/35/DPbS tanggal 22

Oktober 2008 perihal Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank

Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana telah diubah

dengan SEBI No. 13/18/DPbS tanggal 30 Mei 2011.36

Dari ketentuan-ketentuan Bank Indonesia dalam uraian di atas,37

tindakan yang dapat dilakukan bank dalam penyelamatan kredit

bermasalah antara lain:38

34
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 447.
35
Lihat Pasal 1 angka 7 PBI No. 13/9/PBI/2011 tanggal 8 Februari 2011.
36
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 447-448.
37
Lihat butir 1 angka 3 SEBI No. 13/18/DPbS tanggal 30 Mei 2011.
38
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 95.
37

1) Rescheduling (penjadwalan ulang)

Rescheduling yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut

jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa

tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit.

Tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh

bank, hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan karakter

yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi

kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak

memerlukan tambahan dana.39

2) Reconditioning (persyaratan ulang)

Reconditioning yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan

pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang

harus dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi:40

a. Perubahan tingkat suku bunga

b. Pemberian keringanan tunggakan bunga

c. Perubahan struktur permodalan perusahaan nasabah

d. Perubahan syarat disposisi kredit

e. Penambahan jaminan41

39
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 96.
40
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 449.
41
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 97.
38

3) Restructuring (penataan ulang)

Restructuring yaitu perubahan persyaratan pembiayaan yang antara

lain meliputi:

a. Penambahan dana fasilitas BUS atau UUS

b. Konversi akad pembiayaan

c. Konversi pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah

Berjangka Waktu Menengah

d. Konversi pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara

pada perusahaan nasabah yang dapat disertai dengan

rescheduling atau reconditioning.42

Dari kedua tindakan di atas yaitu pembinaan kredit

bermasalah dan penyelamatan pembiayaan bermasalah (NPF),

kadangkala tidak cukup membantu nasabah untuk pulih dalam

menjalankan aktivitas bisnisnya maupun mencegah kemungkinan

timbulnya kerugian lebih lanjut bagi bank terkait dengan fasilitas

kredit yang diberikan kepada debitur. Bank harus dapat mengambil

keputusan untuk mengakhiri hubungannya dengan debitur melalui

penyelesaian kredit.43 Penyelesaian kredit atau dalam istilah perbankan

syariah adalah penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) yang

dilakukan antara lain:

42
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 449.
43
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 100.
39

1) Upaya pelunasan atau penyelesaian kredit bermasalah, dapat

dilakukan melalui:

a. Setoran dari debitur atau pemegang saham

b. Penjualan barang agunan

c. Take over fasilitas kredit debitur oleh reditur lain (bank lain

atau investor)

d. Eksekusi hak tanggungan melalui balai lelang

e. Litigasi (penyelesaian melalui pengadilan)

2) Langkah-langkah yang dilakukan oleh bank dalam upaya

penyelesaian kredit tersebut antara lain:

a. Bank melakukan penagihan kepada debitur untuk penyelesaian

kewajibannya kepada bank (tunggakan pokok, angsuran,

denda, dan biaya lainnya)

b. Kredit yang telah berada pada kolektibilitas 5 telah dapat

diusulkan untuk dihapus buku

c. Untuk memudahkan penetapan action plan atau action step

dalam upaya penagihan kepada debitur, debitur yang telah

dihapus buku di kelompokkan berdasarkan potensi penagihan

yang dapat direalisasi.44

44
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 100-101.
BAB III

TINJAUAN UMUM PT BANK SYARIAH MANDIRI

A. Sejarah PT Bank Syariah Mandiri

PT Bank Syariah Mandiri (Bank) didirikan pertama kali

dengan nama PT Bank Industri Nasional disingkat PT BINA atau disebut

juga PT National Industrial Banking Corporation Ltd., berkantor pusat di

Jakarta, berdasarkan Akta No. 115 tanggal 15 Juni 1955 dibuat di hadapan

Mr. Raden Soedja, S.H., Notaris di Jakarta. Akta tersebut telah mendapat

pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia (dahulu Menteri Kehakiman Republik Indonesia) berdasarkan

Surat Keputusan No. J.A.5/69/23 tanggal 16 Juli 1955, dan telah

didaftarkan pada buku register di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan No. 1810 tanggal 6 Oktober 1955 dan telah diumumkan dalam

Berita Negara Republik Indonesia No. 37 tanggal 8 Mei 1956, Tambahan

No. 390. Sesuai dengan Akta Perubahan Anggaran Dasar No. 12 tanggal 6

April 1967 yang diubah dengan Akta Perubahan Anggaran Dasar No. 37

tanggal 4 Oktober 1967, keduanya dibuat di hadapan Adlan Yulizar, S.H.,

Notaris di Jakarta, yang mana telah diumumkan dalam Berita Negara

Republik Indonesia No. 34 tanggal 29 April 1969, Tambahan No. 55,

nama Bank diubah dari PT Bank Industri Nasional disingkat PT BINA

40
41

atau disebut juga PT National Industrial Banking Corporation Ltd. menjadi

PT Bank Maritim Indonesia.

Sesuai dengan Akta Berita Acara Rapat No. 146 tanggal 10

Agustus 1973 dibuat di hadapan Raden Soeratman, S.H., Notaris di

Jakarta, yang telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia

No. 79 tanggal 1 Oktober 1974, Tambahan No. 554, nama Bank diubah

dari PT Bank Maritim Indonesia menjadi PT Bank Susila Bakti. Sesuai

dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 29 tanggal 19 Mei 1999

dibuat dihadapan Machrani Moertolo Soenarto, S.H., Notaris di Jakarta

yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik

Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-1210.HT.01.04 TH 99 tanggal

1 Juli 1999 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.

87 tanggal 31 Oktober 2000, Tambahan No. 6587, nama Bank diubah dari

PT Bank Susila Bakti menjadi PT Bank Syariah Sakinah Mandiri. Sesuai

dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 7 tanggal 7 Juli 1999 dibuat

di hadapan Machrani Moertolo Soenarto, S.H., Notaris di Jakarta, yang

diubah berturut-turut dengan Akta Berita Acara Rapat No. 6 tanggal 22

Juli 1999 dan Akta Berita Acara No. 9 tanggal 23 Juli 1999, keduanya

dibuat di hadapan Hasanal Yani Ali Amin, S.H., Notaris di Jakarta, serta

Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perubahan Anggaran Dasar No. 23

tanggal 8 September 1999 dibuat di hadapan Sutjipto, S.H., Notaris di

Jakarta, yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman

Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. 16495.HT.01.04.TH.99


42

tanggal 16 September 1999 serta diumumkan dalam Berita Negara

Republik Indonesia No. 87 tanggal 31 Oktober 2000, Tambahan No. 6588,

nama Bank diubah dari PT Bank Syariah Sakinah Mandiri menjadi PT

Bank Syariah Mandiri.

Selanjutnya Bank mendapatkan izin usaha dari Bank

Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.

1/24/KEP.GBI/1999 tanggal 25 Oktober 1999 sebagai bank umum

berdasarkan prinsip syariah dan mulai beroperasi sejak tanggal 1

November 1999. Sesuai dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat

Perubahan Anggaran Dasar No. 38 tanggal 10 Maret 2000 dibuat di

hadapan Lia Muliani, S.H., pengganti dari Sutjipto, S.H., Notaris di

Jakarta, Bank melakukan perubahan jumlah modal saham yang telah

mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No.C-

11545.HT.01.04.TH.2000 tanggal 6 Juni 2000, serta telah diumumkan

dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 87 tanggal 31 Oktober 2000,

Tambahan No. 6589. Pada tahun 2006 terdapat perubahan terhadap

anggaran dasar sebagaimana dimuat dalam Akta Pernyataan Keputusan

Rapat PT Bank Syariah Mandiri No. 59 tanggal 17 Mei 2006, dibuat di

hadapan Imas Fatimah, S.H., Notaris di Jakarta, serta telah diumumkan

dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 74 tanggal 15 September

2006, Tambahan No. 960.


43

Bank telah mengubah dan menyesuaikan anggaran

dasarnya dengan Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas sebagaimana dimuat dalam Akta No. 10 tertanggal 19

Juni tahun 2008, yang dibuat di hadapan Badarusyamsi, S.H., Notaris di

Jakarta. Anggaran dasar ini telah mendapatkan persetujuan dari Menteri

Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia melalui Surat

Keputusan No. AHU-729922.01.02 tahun 2008 tertanggal 13 Oktober

2008. Sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa

yang dilaksanakan pada tanggal 31 Desember 2008, pemegang saham

memutuskan menyetujui penambahan modal disetor sebesar

Rp199.871.000.000 atau sebanyak 39.974.200 lembar saham yang akan

dikeluarkan dari saham portepel. Keseluruhan saham-saham tersebut

diambil bagian seluruhnya oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sesuai

dengan Keputusan Pemegang Saham di Luar Rapat Umum Pemegang

Saham Sirkuler yang dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 2013 dan

dituangkan dalam Akta No. 20 tanggal 22 Januari 2014, dibuat oleh

Chairul Bachtiar, S.H., Notaris di Jakarta, pemegang saham memutuskan

menyetujui penambahan modal disetor sebesar Rp30.778.370.000 atau

sebanyak 6.155.674 saham yang akan dikeluarkan dari saham dalam

portepel. Keseluruhan saham-saham tersebut diambil bagian seluruhnya

oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan di Luar Rapat

Umum Pemegang Saham PT Bank Syariah Mandiri No. 33 tanggal 25


44

November 2015, dibuat dihadapan Ashoya Ratam, S.H., MKn, notaris di

Jakarta Selatan, pemegang saham (PT Bank Mandiri (Persero) Tbk)

menyetujui untuk melakukan penambahan modal saham disetor sebesar

100.000.000 lembar saham atau setara Rp500.000.000.000. Akta tersebut

telah mendapat Penerimaan Pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM

No. AHU-AH.01.03-0983082 tanggal 26 November 2015. Bank telah

menerima tambahan modal disetor tersebut pada tanggal 24 November

2015. Kantor Pusat Bank berlokasi di Jalan M.H. Thamrin No. 5 Jakarta

10340. Pada tanggal 31 Desember 2015, Bank memiliki 136 kantor

cabang, 469 kantor cabang pembantu, 60 kantor kas, 145 payment point

dan 50 outlet kantor layanan gadai (tidak diaudit).1

B. Organisasi PT Bank Syariah Mandiri

1. Pimpinan

1) Dewan Komisaris

Komisaris Utama
Ventje Rahardjo

Komisaris Komisaris Komisaris Komisaris


Independen Agus Fuad Independen Independen
Zulkifli Djaelani Bambang Widianto Ramzi A. Zuhdi

1
PT Bank Syariah Mandiri Laporan Tahunan 2015, h. 289-291.
45

2) Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah (DPS) mengawasi operasional BSM

secara independen. DPS ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional

(DSN), sebuah badan di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Seluruh pedoman produk, jasa layanan dan operasional bank telah

mendapat persetujuan DPS untuk menjamin kesesuaiannya dengan

prinsip-prinsip syariah Islam.

Ketua

Dr. KH. Ma’ruf Amin*

Anggota Anggota

Dr. Muhammad Dr. H. Mohamad


Syafi’i Antonio, MEc Hidayat, MBA, MH.

Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah:

a. Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi

kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah

b. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas

pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank

c. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank

d. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk

baru Bank yang belum ada fatwanya


46

e. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip

syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank

f. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari

satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya

*
Berlaku efektif setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa

Keuangan atas penilaian kemampuan dan kepatuhan (fit & proper

test)2

3) Direksi

Direktur Utama
Agus Sudiarto

Direktur Direktur Direktur Direktur


Agus Dwi Putu Fahmi Ridho Edwin Dwi
Handaya Rahwidhiyasa Djajanto

Direktur Direktur SEVP


Kusman Yandi Choirul Niken Andonowarih
Anwar

2
www.syariahmandiri.co.id
47

2. Struktur Organisasi

1) Bagan Organisasi

C. Pembiayaan Bermasalah PT Bank Syariah Mandiri

Sehubungan dengan fungsi bank syariah sebagai lembaga

intermediary dalam kaitannya dengan penyaluran dana masyarakat atau

fasilitas pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut, bank syariah

menanggung risiko kredit atau risiko pembiayaan.3 Risiko bagi bank

syariah dalam pemberian fasilitas pembiayaan adalah tidak kembalinya

pokok pembiayaan dan tidak mendapat imbalan, ujrah, atau bagi hasil

sebagaimana telah disepakati dalam akad pembiayaan antara bank syariah

3
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 89.
48

dan nasabah penerima fasilitas.4 Hal ini pula yang dialami oleh PT Bank

Syariah Mandiri sepanjang tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Berikut

data trend kenaikan Non Performing Financing (NPF) yang ada di PT

Bank Syariah Mandiri.5

Tabel 3.1

Rasio Pembiayaan Bermasalah (NPF)

Pembiayaan NPF NPF


No. Tahun
(dalam Triliun) (dalam Miliar) (%)

1 2012 Rp44.755 Rp1.140 2,56

2 2013 Rp50.460 Rp2.174 4,33

3 2014 Rp49.133 Rp3.370 6,85

Jika dilihat dari tabel di atas, pada kolom persentase NPF

yang dimiliki PT Bank Syariah Mandiri ada kenaikan disetiap tahunnya.

Kenaikan persentase NPF tersebut berpengaruh terhadap pendapatan laba

yang diterima oleh PT Bank Syariah Mandiri. Ini terbukti pada grafik

berikut ini bahwa ada penurunan laba yang diterima PT Bank Syariah

Mandiri pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

4
Lampiran I SEBI No. 13/10/DPbS tanggal 13 April 2011, huruf C butir a dan b.
5
PT Bank Syariah Mandiri Laporan Tahunan 2014, h. 27.
49

Gambar 1.2

Laba Bersih (Rp Miliar)

805,69
800

700 651,24

600 551,07

500
418,52
400

300 289,57

200

100 71,77

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pada tabel 3.1 dapat dilihat bahwa dengan persentase NPF tahun 2012

sebesar 2,56% berdampak pada profit yang dimiliki oleh PT Bank Syariah

Mandiri meningkat menjadi Rp 805,69 Miliar. Di tahun 2013 persentase

NPF PT Bank Syariah Mandiri melonjak naik menjadi 4,33% sehingga

profit yang dimiliki menurun menjadi Rp 651,24 Miliar. Kemudian di

tahun berikutnya yaitu 2014 kasus pembiayaan bermasalah (NPF) yang

terjadi di PT Bank Syariah Mandiri semakin banyak dan tak kunjung


50

terselesaikan. Ini terbukti bahwa pada tahun tersebut NPF yang ada

mencapai 6,85%. Hal ini tentu saja berdampak buruk terhadap profit yang

dimilikinya menurun drastis hingga Rp 71,77 Miliar. Oleh karena itu,

penanganan pembiayaan bermasalah (NPF) harus lebih ditingkatkan agar

pembiayaan bermasalah (NPF) yang ada di PT Bank Syariah Mandiri

dapat terselesaikan dengan cepat. Untuk lebih jelas lagi mengenai

pembiayaan bermasalah (NPF) PT Bank Syariah Mandiri, berikut akan

disajikan data jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT Bank Syariah

Mandiri dan jumlah pembiayaan bermasalah (NPF) PT Bank Syariah

Mandiri.

Tabel 4.2
Jumlah Penyaluran Pembiayaan Tahun 2012-2014

2012-2013 2013-2014
SEGMEN OS
NOA POKOK NOA OS POKOK
Retail -25% -12% -29% -40%
Wholesale 389% 49% 65% 3%
Total 22% 7% 31% 21%
*Catatan: Data di atas mengacu pada Lampiran 1
51

Tabel 4.3
Jumlah Pembiayaan Persegmen Tahun 2012-2014

2012 2013 2014


SEGMEN OS OS OS
NOA POKOK NOA POKOK NOA POKOK
RETAIL 347.617 17.152 259.642 15.066 183.272 9.115
BBG 19% 30% 9% 35% 4% 31%
MBG - - 19% 10% 18% 13%
PWG 13% 6% 26% 9% 46% 15%
CFG 68% 64% 46% 46% 31% 42%
WHOLESALE 2.710 7.835 13.253 11.652 4.640 12.058
CB1G 26% 58% 9% 64% 7% 55%
CB2G 5% 12% 0,30% 10% 2% 19%
CMG 69% 30% 91% 26% 91% 26%
Grand Total 350.327 24.987 272.895 26.718 187.912 21.173
*Catatan: Data di atas mengacu pada Lampiran 1

Keterangan:

1. NOA (number of account) : Jumlah nasabah yang diberikan


pembiayaan
2. OS (outsanding) Pokok : Jumlah pembiayaan yang diberikan
3. BBG : Bisnis banking
4. MBG : Micro banking
5. PWG : Pawning (gadai atau cicil emas)
6. CFG : Consumer Financing Group
7. CB1G : Korporasi banking
8. CB2G : Sindikasi
9. CMG : Comercial banking

Pada tabel 4.2 segmen retail mengalami penurunan setiap tahunnya baik

untuk NOA maupun OS. Pihak bank tidak ingin mengambil resiko jika

terus menyalurkan pembiayaan kepada nasabah dengan jumlah banyak

tetapi penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) di tahun sebelumnya

belum terselesaikan. Dari data di atas dapat dilihat pula pada tabel 4.3

besarnya persen persegmen berbeda setiap tahunnya. Misalnya tahun 2012

pada segmen retail BBG dengan total NOA 347.617, PT Bank Syariah
52

Mandiri hanya memberikan 19%-nya saja. Berikutnya di tahun 2013

dengan jumlah NOA yang menurun yaitu 259.642, PT Bank Syariah

Mandiri menurunkan pula jumlah persen NOA menjadi 9%. Tidak hanya

jumlah NOA yang menurun, jumlah OS Pokok mengalami hal yang sama.

“Karena ada pembiayaan bermasalah (NPF) yang belum terselesaikan

sehingga bank mengurangi pemberian pembiayaan kepada nasabah.

Sedikit pembiayaan maka sedikit pula nasabah yang diberikan

pembiayaan”.6

Adanya pembiayaan bermasalah (NPF) yang belum terselesaikan menjadi

salah satu penyebab PT Bank Syariah Mandiri mengurangi penyaluran

pembiayaan kepada nasabah di segmen retail. Jika saja setiap nasabah

mampu menyelesaikan kewajibannya dalam hal pengembalian pokok

pembiayaan tanpa adanya pembiayaan bermasalah (NPF), maka pihak

bank akan meningkatkan jumlah pembiayaan lebih besar lagi kepada

nasabahnya. Dari data diatas dapat dilihat pula bahwa yang terjadi pada

nasabah segmen retail berbanding terbalik dengan nasabah segmen

wholesale, di mana pada segmen wholesale mengalami peningkatan OS

Pokok dan NOA. Namun peningkatan tersebut tidak bertahan lama. Pada

tahun 2014 NOA di segmen wholesale mengalami penurunan. Hal ini

berimbas pada jumlah persen NOA sedikit di setiap produk segmen

wholesale. Sama halnya dengan segmen retail, karena adanya nasabah

yang mengalami pembiayaan bermasalah (NPF) sehingga pihak bank

6
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Rabu, 29 Juni 2016.
53

menurunkan jumlah NOA. PT Bank Syariah Mandiri hanya memberikan

pembiayaan kepada nasabah yang tergolong kualitas pembiayaannya

lancar demi mengurangi resiko adanya pembiayaan bermasalah (NPF).

Untuk itu bank syariah khususnya PT Bank Syariah Mandiri harus lebih

teliti dan hati-hati dalam memberikan pembiayaan terutama dalam

memilih nasabah. Jika salah dalam memilih nasabah untuk diberikan

pembiayaan, hal buruk yang akan terjadi pada bank syariah adalah akan

banyak terjadi pembiayaan bermasalah (NPF) yang disebabkan karena

nasabah tidak mampu membayar pokok pembiayaan yang telah diberikan.

Tabel 4.4
Jumlah Pembiayaan Bermasalah Tahun 2012-2014

2012-2013 2013-2014
SEGMEN OS OS
NOA POKOK NOA POKOK
Retail 0,3% 18% -46% -20%
Wholesale 270% 2663% -16% 32%
Total 2% 7% -45% 21%
*Catatan: Data di atas mengacu pada Lampiran 2
54

Tabel 4.5
Jumlah Pembiayaan Bermasalah Persegmen Tahun 2012-2014

2012 2013 2014


SEGMEN OS OS OS
NOA NOA NOA
(RP Juta) (RP Juta) (RP Juta)
RETAIL 1.526 166,17 1.530 196,50 833 157,81
BBG 63% 71% 29% 71% 36% 78%
MBG - - 49% 11% 36% 6%
PWG 1% 0,05% 3% 1% 7% 1%
CFG 37% 29% 19% 18% 21% 16%
WHOLESALE 10 6,76 37 186,71 31 246,53
CB1G 20% 3,3% 19% 40% - -
CB2G - - - - 13% 62%
CMG 80% 97% 81% 60% 87% 38%
Grand Total 1.536 172,93 1.567 383,2 864 404,34
*Catatan: Data di atas mengacu pada Lampiran 2

Keterangan:
1. NOA (number of account) : Jumlah nasabah yang mengalami
pembiayaan bermasalah (NPF)
2. OS (outstanding) : Jumlah pembiayaan bermasalah
(NPF)
3. BBG : Bisnis banking
4. MBG : Micro banking
5. PWG : Pawning (gadai atau cicil emas)
6. CFG : Consumer Financing Group
7. CB1G : Korporasi banking
8. CB2G : Sindikasi
9. CMG : Comercial banking

Jika dilihat dari data sebelumnya bahwa jumlah nasabah retail lebih

banyak dibanding jumlah nasabah wholesale. Maka tidak dapat dipungkiri

jika resiko terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF) akan lebih banyak

pula pada nasabah retail sebagaimana data di atas. Nasabah retail yang

diberi pembiayaan adalah nasabah perorangan dan para pelaku usaha kecil

menengah (UKM). Nasabah perorangan umumnya menggunakan dana

yang telah diberikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Apabila dana


55

tersebut terus menerus digunakan tanpa adanya perputaran uang untuk

menghasilkan laba, maka dana tersebut akan cepat habis sehingga nasabah

akan kesulitan untuk membayar pokok pembiayaan kepada bank karena

mereka hanya megandalkan pada penghasilan bulanan saja untuk

membayarnya. Berbeda dengan pelaku usaha kecil menengah (UKM) di

mana dana yang mereka terima digunakan untuk memenuhi kebutuhan

produktif seperti modal awal usaha ataupun peningkatan usaha7 yang

sebelumnya sudah mereka jalankan. Namun karena keadaan ekonomi

Indonesia yang pada saat itu tidak stabil, banyak dari mereka yang

menjalankan usahanya mengalami penurunan laba dan membuat mereka

akhirnya juga mengalami kesulitan dalam hal pengembalian pokok

pembiayaan kepada bank. Dari kondisi di atas yang dialami oleh nasabah

perorangan dan pelaku usaha kecil menengah (UKM) yaitu sulitnya

mereka membayar pokok pembiayaan inilah yang menjadi faktor

penyebab banyaknya pembiayaan bermasalah (NPF) yang ada di PT Bank

Syariah Mandiri. Namun jika kita lihat lagi dari data di atas, yang

mengalami pembiayaan bermasalah (NPF) bukan hanya pada segmen

retail, segmen wholesale pun mengalami hal yang sama. Pada segmen

wholesale pembiayaan bermasalah (NPF) terjadi pada pembiayaan

sindikasi (CB2G). Pembiayaan sindikasi sendiri artinya pembiayaan yang

diberikan oleh lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk satu objek

7
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 160.
56

pembiayaan tertentu. Umumnya, pembiayaan ini diberikan bank kepada

nasabah korporasi yang memiliki nilai transaksi yang sangat besar.8

Misalnya, perusahaan X membutuhkan dana sebesar Rp 2 triliyun untuk

proyek pembangunan satelit komunikasi. Kemudian perusahaan X

mengajukan pembiayaan kepada Bank A dan Bank B untuk membiayai

proyek tersebut. Ditengah jalan, perusahaan X mengalami kendala yaitu

kesulitan membayar pokok pembiayaan kepada Bank B. Dilihat dari

masalah yang dialami oleh perusahaan X sama sekali tidak ada

keterkaitannya dengan Bank A. Tetapi, apabila perusahaan X tidak mampu

membayar pokok pembiayaan kepada Bank B maka hal tersebut akan

berdampak pula pada tidak mampunya perusahaan X membayar pokok

pembiayaan kepada Bank A. Sehingga tidak hanya Bank B yang

mengalami kredit macet, Bank A pun mengalami hal yang sama. Contoh

kasus tersebut sama halnya yang terjadi pada PT Bank Syariah Mandiri di

tahun 2014. Banyak perusahaan yang dibiayai oleh PT Bank Syariah

Mandiri yang bekerjasama dengan bank lain untuk proyek tertentu.

Ditengah jalan, bank lain yang bekerjasama dengan PT Bank Syariah

Mandiri mengalami pembiayaan bermasalah (NPF) karena pihak nasabah

yaitu perusahaan tidak mampu membayar pokok pembiayaannya. Dengan

tidak mampunya perusahaan membayar pokok pembiayaan kepada bank

yang lain, maka akan tidak mampu pula perusahaan membayar pokok

8
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 245.
57

pembiayaan kepada PT Bank Syariah Mandiri. Sehingga menyebabkan PT

Bank Syariah Mandiri juga mengalami pembiayaan bermasalah (NPF).9

9
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Kamis, 01 September 2016.
BAB IV

PENYEBAB DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

A. Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah (NPF)

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, kredit bermasalah disebabkan karena

nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank karena faktor-

faktor intern nasabah, faktor-faktor intern bank, dan atau faktor-faktor

ekstern bank dan nasabah.1 Pada kasus yang dialami oleh PT Bank Syariah

Mandiri, penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF) adalah

sebagai berikut:

1. Belum ketatnya peraturan yang ada di Unit Bisnis

Sebelum tahun 2012, pembiayaan yang diajukan oleh nasabah

melebihi batas yang telah ditentukan oleh PT Bank Syariah Mandiri

dapat dengan mudah diterima oleh nasabah melalui Kantor Cabang

atas persetujuan dari Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri.

Seharusnya persetujuan pemberian pembiayaan kepada nasabah

dengan jumlah yang melebihi batas ketentuan hanya boleh dilakukan

oleh komite dengan pemutus di atas Kepala Cabang, yaitu Kepala

Wilayah ataupun Kantor Pusat PT Bank Syariah Mandiri.2 Kemudian

di tahun 2012 barulah PT Bank Syariah Mandiri membuat kebijakan

1
Dikutip oleh Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2012), h. 92. dari: Sutan Remy Sjahdeini, Faktor-Faktor Penyebab Kredit Bermasalah,
makalah mata kuliah umum Hukum Perbankan pada program pascasarjana al. di UI, Ubaya, LPPI.
2
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Jum’at, 29 Juli 2016.

58
59

mengenai prosedur pemberian pembiayaan. Di mana nasabah yang

ingin mengajukan pembiayaan terlebih dahulu diseleksi oleh pihak

marketing, unit risk, bagian operasional dan terakhir pemutus

persetujuan pembiayaan.3 Namun karena kurangnya pengawasan atau

monitoring yang dilakukan bank kepada nasabah,4 maka muncullah

pembiayaan bermasalah yang terus meningkat pada tahun 2012 sebesar

2,82%, tahun 2013 sebesar 4,32% dan tahun 2014 sebesar 6,84% di PT

Bank Syariah Mandiri. Oleh karena itu, perlu kiranya PT Bank Syariah

Mandiri menerapkan prinsip pengawasan ganda atau dual control (four

eyes principle) pada setiap proses pemberian kredit, khususnya

terhadap kredit yang mengandung kerawanan terhadap

penyalahgunaan dan/atau menimbulkan kerugian bank.5

2. Usaha nasabah menurun

Penyaluran pembiayaan yang dilakukan PT Bank Syariah Mandiri

tidak hanya kepada nasabah individu atau perorangan saja, tetapi juga

ke beberapa pelaku usaha kecil menengah (UKM) dan beberapa

perusahaan-perusahaan besar. Pembiayaan yang disalurkan kepada

pelaku usaha baik sektor kecil maupun usaha sektor besar seharusnya

dapat dengan mudah diterima kembali oleh bank melalui keuntungan

yang diperoleh nasabah dari usaha yang dijalankannya. Namun karena

3
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Kamis, 01 September 2016.
4
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Kamis, 01 September 2016.
5
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 128.
60

banyaknya pesaing, meningkatnya harga bahan baku, manajemen yang

sangat lemah, terjadi pemogokan tenaga kerja,6 dan hal lain yang dapat

mempengaruhi usaha nasabah menurun, maka berdampak pada

perolehan pendapatan dan keuntungan yang didapat nasabah menjadi

berkurang. Apabila perolehan pendapatan dan keuntungan yang

diterima nasabah tesebut berkurang, hal yang pasti terjadi adalah

nasabah akan mengalami kesulitan untuk membayar kembali pokok

pembiayaannya kepada bank.

Tabel 4.6
Jumlah Usaha Nasabah Menurun Tahun 2012-2014

2012 2013 2014


Penyebab NPF OS OS OS
NOA NOA NOA
(Miliar) (Miliar) (Miliar)
Usaha Menurun 183 19,94 185 23,58 100 18,94

Dari data di atas dapat dilihat nasabah PT Bank Syariah Mandiri yang

mengalami penurunan dalam usahanya pada tahun 2012 sebesar 183

nasabah. Kemudian di tahun berikutnya yaitu 2013 jumlahnya

meningkat menjadi 185 nasabah. Tetapi di tahun 2014 nasabah yang

usahanya menurun berubah menjadi 100 nasabah. Ini terjadi karena di

tahun tersebut PT Bank Syariah Mandiri baru resmi membentuk unit

recovery. Di mana unit recovery hanya fokus menangani nasabah non

lancar. Sebelumnya untuk penangan nasabah non lancar diurus oleh

6
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung:
ALFABETA, 2011), h. 24-25.
61

kantor cabang, belum ada unit yang secara khusus menanganinya.

Dengan begitu, pada tahun 2014 penanganan pembiayaan bermasalah

mulai membaik.7

3. Side streaming

Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan syariah

menetapkan syarat-syarat umum untuk sebuah pembiayaan, seperti

hal-hal berikut:

1) Surat permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal memuat

(antara lain) gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha,

rincian dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan

jangka waktu penggunaan dana.

2) Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat

izin umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.

3) Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan laba rugi, data

persediaan terakhir, data penjualan, dan fotokopi rekening bank.8

Untuk mendukung kebenaran data yang diperoleh, officer bank dapat

melakukan investigasi antara lain melakukan kunjungan lapangan dan

wawancara. Selain itu, investigasi yang dilakukan juga bermaksud

untuk menghindari adanya penyalahgunaan (side streaming) dana yang

dilakukan oleh nasabah.9 Di mana kredit yang diterima tidak

7
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Sabtu, 10 September 2016.
8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 171.
9
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003), h. 144.
62

digunakan untuk tujuan yang seharusnya sebagaimana yang

diperjanjikan dengan bank.10 Sesuai dengan SK Dir BI No.

27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai kewajiban bank

umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank,

maka untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan (side streaming)

dana oleh nasabah, pihak bank berkewajiban untuk menerapkan

prinsip kehati-hatian dalam perkreditan.11 Peneliti memiliki data

mengenai jumlah nasabah yang melakukan side streaming pada saat

diberikan pembiayaan oleh PT Bank Syariah Mandiri.

Tabel 4.7
Jumlah Nasabah Side Streaming Tahun 2012-2014

2012 2013 2014


Penyebab NPF OS OS OS
NOA NOA NOA
(Miliar) (Miliar) (Miliar)
Side Streaming 145 15,79 137 18,67 79 14,99

Data di atas menunjukkan jumlah nasabah side streaming yang dialami

oleh PT Bank Syariah Mandiri paling banyak pada tahun 2012 yaitu

sebesar 145 nasabah. Di tahun 2013 nasabah yang menyalahgunakan

dana (side streaming) menurun menjadi 137 nasabah. Tahun

berikutnya yaitu 2014 kembali menurun jumlah nasabah side

streaming sebesar 79 nasabah. Sama halnya yang terjadi pada

pembahasan sebelumnya. Unit recovery di PT Bank Syariah Mandiri


10
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 93.
11
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 16.
63

telah melakukan penanganan terhadap nasabahnya dengan baik. Pada

tahun 2013 unit recovery barulah dibentuk dan ternyata membuahkan

hasil dengan menurunnya jumlah nasabah side streaming menjadi 137

nasabah. Kemudian tahunnya berikutnya unit recovery akhirnya

diresmikan dan penanganannya semakin membaik dengan jumlah

nasabah side streaming kembali menurun sebesar 79 nasabah.12 PT

Bank Syariah Mandri harus konsisten dengan penanganan seperti ini,

bahkan harus jauh lebih baik lagi. Sehingga kedepannya kasus side

streaming diharapkan tidak akan muncul dan PT Bank Syariah

Mandiri terbebas dari pembiayaan bermasalah (NPF).

B. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF)

Dalam literaturnya sebelum melakukan penyelesaian pembiayaan

bermasalah (NPF) dilakukan terlebih dahulu pembinaan kredit

bermasalah,13 penyelamatan pembiayaan bermasalah (NPF) dan yang

terakhir barulah penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF). Pembinaan

kredit bermasalah merupakan upaya awal yang dilakukan terhadap debitur

kredit bermasalah sehingga dapat menjaga dan mengamankan kepentingan

bank atas fasilitas kredit yang telah disalurkan, serta dapat memperoleh

hasil yang optimal sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan tujuan

12
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Sabtu, 10 September 2016.
13
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 94.
64

awal pemberian kredit. Langkah yang dapat dilakukan dalam tahapan

pembinaan kredit bermasalah ini antara lain melalui:

1) Melakukan pendampingan kepada debitur bermasalah. Pendampingan

ini bertujuan untuk mengetahui apakah permasalahan kredit yang

terjadi murni karena aktivitas usaha (risiko bisnis) atau karena

kecurangan yang dilakukan debitur terhadap fasilitas kredit yang telah

diterimanya (tidak sesuai dengan tujuan diberikannya kredit). Sebagai

contoh, jika berdasarkan hasil analisis bank permasalahan yang

dihadapi debitur adalah karena ketidakefisienan dalam proses

produksi, bank dapat memberikan masukan untuk melakukan efisiensi

dalam proses produksi, seperti efisiensi dalam pos persediaan dengan

melakukan strategi just in time, dan sebagainya.

2) Aktivitas pembinaan juga termasuk dalam hal melakukan aktivitas

penagihan secara intensif terhadap debitur bermasalah.14

Berikutnya adalah tahap penyelamatan pembiayaan bermasalah.

Penyelamatan pembiayaan (restrukturisasi pembiayaan) adalah istilah

teknis yang biasa dipergunakan di kalangan perbankan terhadap upaya dan

langkah-langkah yang dilakukan bank dalam mengatasi pembiayaan

bermasalah.15 Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan

bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan

kewajibannya, antara lain melalui penjadwalan kembali (rescheduling),

14
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 94-95.
15
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 447.
65

persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali

(restructuring).16 Terdapat beberapa peraturan Bank Indonesia yang

berlaku bagi BUS dan UUS dalam melakukan restrukturisasi pembiayaan,

yaitu:

1) Peraturan Bank Indonesia No. 101/18/PBI/2008 tanggal 25 September

2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah

dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana telah diubah dengan PB No.

13/9/PBI/2011 tanggal 8 Februari 2011.

2) Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober

2008 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/35/DPbS tanggal 22

Oktober 2008 perihal Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum

Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana telah diubah dengan

SEBI No. 13/18/DPbS tanggal 30 Mei 2011.17

Dari ketentuan-ketentuan Bank Indonesia dalam uraian di atas,18 tindakan

yang dapat dilakukan bank dalam penyelamatan kredit bermasalah antara

lain:19

1) Rescheduling (penjadwalan ulang)

Rescheduling yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal

pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace

period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tidak kepada semua

16
Lihat Pasal 1 angka 7 PBI No. 13/9/PBI/2011 tanggal 8 Februari 2011.
17
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 447-448.
18
Lihat butir 1 angka 3 SEBI No. 13/18/DPbS tanggal 30 Mei 2011.
19
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 95.
66

debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, hanya kepada debitur

yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki

kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay).

Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana.20

2) Reconditioning (persyaratan ulang)

Reconditioning yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan

pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang

harus dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi:21

a. Perubahan tingkat suku bunga

b. Pemberian keringanan tunggakan bunga

c. Perubahan struktur permodalan perusahaan nasabah

d. Perubahan syarat disposisi kredit

e. Penambahan jaminan22

3) Restructuring (penataan ulang)

Restructuring yaitu perubahan persyaratan pembiayaan yang antara

lain meliputi:

a. Penambahan dana fasilitas BUS atau UUS

b. Konversi akad pembiayaan

c. Konversi pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka

Waktu Menengah

20
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 96.
21
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 449.
22
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 97.
67

d. Konversi pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara pada

perusahaan nasabah yang dapat disertai dengan resheduling atau

reconditioning.23

Dari kedua tindakan di atas yaitu pembinaan kredit bermasalah dan

penyelamatan pembiayaan bermasalah (NPF), kadangkala tidak cukup

membantu nasabah untuk pulih dalam menjalankan aktivitas bisnisnya

maupun mencegah kemungkinan timbulnya kerugian lebih lanjut bagi

bank terkait dengan fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur. Bank

harus dapat mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungannya dengan

debitur melalui penyelesaian kredit.24 Penyelesaian kredit atau dalam

istilah perbankan syariah adalah penyelesaian pembiayaan bermasaah

(NPF) yang dilakukan oleh PT Bank Syariah Mandiri secara garis besar

telah sesuai dengan literatur penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF).

Adapun penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) yang dilakukan oleh

PT Bank Syariah Mandiri dapat dilihat melalui tabel 4.8 di bawah ini.

23
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 449.
24
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 100.
68

Tabel 4.8
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF) PT Bank Syariah Mandiri

Penyelesaian Cara Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF)


No. Pembiayaan
Bermasalah (NPF) Literatur PT Bank Syariah Mandiri25
Bank memberikan kuasa Penagihan dengan cara
kepada pihak lain (debt menelpon nasabah
1 Reguler Collection collector)untuk melakukan (telecollection) dan mendatangi
penagihan26 nasabah langsung (field
collection)
Mengkonversi sebagian Melakukan perubahan skema
atau seluruh pinjaman pembayaran, perpanjangan
2 Restrukturisasi menjadi peyertaan modal waktu, dan penurunan jumlah
bank terhadap perusahaan angsuran
tersebut27
Diberikan pembebasan Memberikan keringanan
sebagian bunga tertunggak kepada nasabah dari sisa pokok
3 Diskon Margin
atau penghentian pembiayaan
perhitungan bunga28
Bank dapat meminta Melakukan pelelangan atas
bantuan Kantor Lelang jaminan atau agunan yang
untuk melakukan29 diberikan nasabah
4 Lelang
penjualan barang jaminan
yang telah diikat dengan
Hak Tanggungan30
Bank melakukan somasi Melakukan kerjasama dengan
dengan berpedoman pada lawyer untuk tindakan somasi
ketentuan Pasal 1238 kepada nasabah yang
5 Lawyer KUHP Perdata dengan bermasalah
cara meminta bantuan
panitera pengadilan
setempat31

25
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Kamis, 23 Juni 2016.
26
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 469.
27
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung:
ALFABETA, 2011), h. 143.
28
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung:
ALFABETA, 2011), h. 143.
29
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 470.
30
Pasal 1 ayat (2) huruf e Undang Undang Hak Tanggungan.
31
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 468.
69

Penggantian hak kreditur Melakukan pemindahan


(bank) oleh pihak ketiga piutang kepada pihak asuransi
Klaim Asuransi dikarenakan pihak ketiga
6
(Subrogasi) melakukan pembayaran
utang debitur kepada
kreditur (bank)32

Jika dilihat dari ketiga tahapan di atas mengenai penyelesaian pembiayaan

bermasalah (NPF), PT Bank Syariah Mandiri telah menerapkannya sesuai

dengan literatur yang telah dibuat. Adapun success rate dalam

penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) yang dilakukan oleh PT Bank

Syariah Mandiri adalah sebagai berikut.

Tabel 4.9
Success Rate Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF) Tahun 2012-2014

2012 2013 2014


Action Plan Success Pembayaran Success Pembayaran Success Pembayaran
rate (%) (Miliar) rate (%) (Miliar) rate (%) (Miliar)
Reguler
95,19 63,27 95 102,67 94,63 89,6
Collection
Restrukturisasi 0,3 0,2 0,3 0,32 0,26 0,24
Diskon Margin 1 0,66 1,03 1,11 2,04 1,93
Lelang 1,7 1,13 1,81 1,96 1,64 1,56
Lawyer 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Klaim
0,6 0,4 0,65 0,7 0,58 0,55
Asuransi

Cara yang paling banyak dilakukan dan dapat dikatakan berhasil dalam

penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF) di PT Bank Syariah Mandiri

adalah reguler collection.

32
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2015), h. 104.
70

“Penyelesaian dengan cara ini lebih sering dilakukan kepada nasabah

wanprestasi atau yang bermasalah karena pada cara ini staf penagihan

turun langsung ke lapangan menemui para nasabah. Selain itu, staf

penagihan pun jumlahnya sangat banyak sehingga pihak bank dapat

langsung menunjuk siapa-siapa saja yang turun ke lapangan. Pada cara

ini pula dilakukan kombinasi dalam penyelesaiannya dengan menawarkan

diskon margin kepada nasabah. Tetapi nasabah yang diberikan

penawaran diskon margin hanya nasabah tertentu yang telah disetujui

oleh direksi, seperti:

1. Nasabah sudah lama menunggak

2. Agunan atau jaminan tidak dapat dieksekusi

3. Nasabah wanprestasi atau benar-benar bermasalah

4. Nasabah sudah dilakukan write off atau penghapus bukuan

Diskon margin yang diberikan kepada nasabah mulai dari 50%, 70%

bahkan sampai dengan 100%”.33

Reguler collection memanglah menjadi senjata utama bagi PT Bank

Syariah Mandiri dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah (NPF).

Dari tabel 4.8 telah dijelaskan bahwa cara pada reguler collection yaitu

dengan menelpon nasabah ataupun mendatanginya langsung. Apabila

melalui telepon nasabah tidak juga membayar pokok pembiayaan, maka

staff penagihan dapat langsung menemui nasabah untuk menagihnya.

33
Wawancara dengan pegawai PT Bank Syariah Mandiri unit kerja Financing Recovery
Division, Kamis, 01 September 2016.
71

Dengan didukung sikap yang tegas pada saat penagihan kepada nasabah

oleh staf penagihan, diharapkan nasabah akan berpikir dua kali untuk

membayar pokok pembiayaannya. Untuk nasabah yang memiliki kriteria

yang telah ditentukan oleh dewan direksi seperti:

1. Nasabah yang sudah lama menunggak

2. Agunan atau jaminan tidak dapat dieksekusi atau dilelang

3. Nasabah yang benar-benar non lancar

4. Nasabah yang telah dihapus bukukan

Staf penagihan dapat menawarkan diskon margin untuk lebih meringankan

beban nasabah dalam mengembalikan pokok pembiayaannya. Diskon

margin yang diberikan kepada nasabah berkisar dari 50%, 70%, sampai

dengan 100%. Dengan cara kombinasi dalam penyelesaian pembiayaan

bermasalah (NPF) yang dilakukan PT Bank Syariah Mandiri yaitu reguler

collection dengan diskon margin, diharapkan pembiayaan bermasalah

(NPF) dapat terselesaikan semua dengan baik.

C. Analisis

Adanya pembiayaan bermasalah (NPF) tidak lepas dari faktor penyebab

pembiayaan bermasalah (NPF) itu sendiri. Dalam buku dikatakan faktor

penyebab pembiayaan bermasalah (NPF) dapat berasal dari nasabah dan

dari pihak bank. Sama halnya yang terjadi di PT Bank Syariah Mandiri.

Penyebab adanya pembiayaan bermasalah (NPF) berasal pula dari pihak

bank dan nasabah. Pihak bank mengakui adanya peraturan yang belum
72

ketat pada Unit Bisnis. Sedangkan pembiayaan bermasalah (NPF) yang

berasal dari nasabah di antaranya nasabah mengalami usaha yang menurun

dan adanya penyalahgunaan dana (side streaming) oleh pihak nasabah.

Dalam menyalurkan pembiayaannya pihak bank lagi-lagi harus lebih

berhati-hati dan lebih mengenali karakter para nasabah. Untuk

penyelesaian pembiayaan bermasalah (NPF), PT Bank Syariah Mandiri

melakukannya dengan menggabungkan dua cara yaitu reguler collection

dan diskon margin. Meski tingkat success rate pada cara tersebut cukup

tinggi dilakukan, namun pihak bank tidak boleh hanya terpaku pada kedua

cara tersebut tetapi juga penyelesaian dengan cara yang lain harus

dilakukan karena cara penyelesaian yang lain merupakan cara dari literatur

yang telah ditetapkan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah PT Bank Syariah

Mandiri di antaranya yaitu:

1) Belum ketatnya peraturan di Unit Bisnis

2) Usaha nasabah menurun

3) Side streaming (penyalahgunaan dana) oleh nasabah

2. Penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank

Syariah Mandiri melalui staf penagihan dengan cara kombinasi antara

reguler collection dan diskon margin memiliki success rate yang

paling besar. Pada cara reguler collection staf penagihan mendatangi

nasabah secara langsung, kemudian nasabah ditawarkan diskon margin

dengan syarat nasabah tersebut memiliki kriteria sesuai yang telah

ditetapkan oleh dewan direksi.

B. Saran

PT Bank Syariah Mandiri harus lebih hati-hati dalam memilih nasabah

yang akan diberikan pembiayaan. Selain itu, PT Bank Syariah Mandiri

73
74

juga harus mengurangi penyaluran pembiayaan yang sifatnya konsumtif.

Karena pembiayaan yang sifatnya konsumtif tidak ada perputaran uang,

dana yang diterima akan habis begitu saja sehingga nasabah akan

mengalami kesulitan untuk membayar pokok pembiayaannya kepada

bank.
DAFTAR PUSTAKA

Afifudin dan Beni Ahmad Saebani; 2012; Metodologi Penelitian Kualitatif;


Bandung; Pustaka Setia

Antonio, Muhammad Syafi’i; 2001; Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik;


Jakarta; Gema Insani

Arikunto, Suharsimi; 2006; Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik;


Jakarta; PT RINEKA CIPTA

Bungin, Burhan; 2013; Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi; ;

Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti; 2011; Manajemen Perkreditan Bank


Umum; Bandung; ALFABETA

Hasan, Zubairi; 2009; Undang-Undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum


Islam dan Hukum Nasional; Jakarta; Rajawali Pers

Herli, Ali Suyanto; 2013; Pengelolaan BPR dan Lembaga Keuangan Pembiayaan
Mikro; Yogyakarta; ANDI Yogyakarta

Huda, Nurul dan Mohamad Heykal; 2010; Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan
Teoritis dan Praktis; Jakarta; Kencana Prenada Media Group

Ikatan Bankir Indonesia (IBI); 2015; Bisnis Kredit Perbankan; Jakarta; PT


Gramedia Pustaka Utama

Mengelola Kredit Secara Sehat


Ismail; ; Akuntansi Bank: Teori dan Aplikasi dalam Rupiah, ;

Ismail; 2011 Perbankan Syariah; Jakarta; Kencana

Karim, Adiwarman; 2007; Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan; Jakarta; PT
Raja Grafindo Persada

Kasmir; 2011; Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya; Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada

Mervy dan Latifah; 2010; Perbankan Syariah; Jakarta; Raja Grafindo Persada

Muhammad; 2008; Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Pendekatan


Kuantitatif; Jakarta; PT Raja Grafindo Persada

Muhammad; ; Manajemen Pembiayaan Bank Syariah;

Moleong, J. Lexy; 2013; Metodologi Penelitian Kualitatif; Bandung; PT


REMAJA ROSDAKARYA

Nata, Abudin; 1999; Metodologi Studi Islam; Jakarta; PT Raja Grafindo Persada

Nazir, Moh.; 1999; Metode Penelitian; Jakarta; Ghalia Indonesia

Nasution; 1996; Metode Research; Jakarta; Bumi Aksara

Nasehudin, Toto Syatori dan Nanang Gozali; 2012; Metode Penelitian Kuantitatif;
Bandung; CV PUSTAKA SETIA

Rianto, Nur dan Yuke Rahmawati; 2015; Manajemen Resiko Perbankan Syariah;
Januari; UIN Press

Rivai, Veithzal dan Arviyan Arifin; 2010; Islamic Banking: Sebuah Teori,
Konsep, dan Aplikasi; Jakarta; Bumi Aksara

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi; 2008; Metode Penelitian Survei; Jakarta;
Pustaka LP3ES Indonesia

Soemitra, Andri; 2009; Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Jakarta; Kencana
Prenada Media Group

Stiawan, Adi; 2009; Analisis Pengaruh Faktor Makroekonomi, Pangsa Pasar dan
Karakteristik Bank Terhadap Profitabilitas Bank Syariah; Semarang;
Universitas Diponegoro

Sudarsono, Heri; 2003; Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan
Ilustrasi; Yogyakarta; Ekonisia Yogyakarta
Sumitro, Warkum; 1997; Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait
(BAMUI dan Takaful) di Indonesia; Jakarta; PT Raja Grafindo Persada

Umar, Husein; 2002; Metode Riset Bisnis; Jakarta; Gramedia Pustaka Utama

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar; 2011; Metodologi Penelitian Sosial;
Jakarta; Bumi Aksara

Wangsawidjaja; 2012; Pembiayaan Bank Syariah; Jakarta; PT Gramedia Pustaka


Utama

Zulkifli, Sunarto; 2003; Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah; Jakarta;


Zikrul Hakim

JURNAL

Firmansyah, Irman; 2014; Determinant Of Non Performing Loan: The Case Of


Islamic Bank in Indonesia; Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan;
Volume 17 Nomor 2; h. 242-258.
Ranianti, Atika dan Nirdukita Ratnawati; 2014; Pengaruh Pembiayaan, Dana
Pihak Ketiga dan Non Performing Financing Terhadap Return On Assets
Perbankan Syariah di Indonesia 2009-2013: Penerapan Model Simultan;
Jurnal Ekonomi Pembangunan; Volume 1 Nomor 2; h. 109-128.
Suryani; 2011; Analisis Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) Terhadap
Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia; ; Volume 19 Nomor 1;
h. 47-74.

WEBSITE

www.bsm.co.id
www.bi.go.id
www.kbbi.web.id
LAMPIRAN 1

Pembiayaan Tahun 2012-2014

2012 2013 2014


SEGMEN OS OS OS
POKOK
NOA NOA POKOK NOA POKOK
(Miliar) (Miliar) (Miliar)
RETAIL 347.617 Rp17.152 259.642 Rp15.066 183.272 Rp9.115
BBG 66.329 Rp5.086 23.344 Rp5.296 7.843 Rp2.828
BBG-1 - - 13.670 Rp2.097 3.994 Rp1.255
BBG-2 - - 9.674 Rp3.199 3.849 Rp1.573
MBG - - 50.626 Rp1.514 34.466 Rp1.147
PWG 45.240 Rp1.047 66.372 Rp1.293 83.761 Rp1.353
CFG 236.048 Rp11.019 119.300 Rp6.962 57.202 Rp3.786
CFHG-C 94.150 Rp7.764 42.196 Rp5.217 17.207 Rp2.884
CFHG-H 141.898 Rp3.255 77.104 Rp1.745 39.995 Rp903
WHOLESALE 2.710 Rp7.835 13.253 Rp11.652 4.640 Rp12.058
CB1G 694 Rp4.534 1.153 Rp7.435 325 Rp6.615
CB2G 140 Rp951 41 Rp1.166 109 Rp2.334
CMG 1.876 Rp2.351 12.059 Rp3.051 4.206 Rp3.109
CMG
- - 1.374 Rp2.546 1.176 Rp2.685
Komersial
CMG
- - 10.685 Rp506 3.030 Rp424
Multifinance
Grand Total 350.327 Rp24.987 272.895 Rp26.718 187.912 Rp21.173

Keterangan:

1. NOA (number of account) : Jumlah nasabah yang diberikan


pembiayaan
2. OS (outsanding) Pokok : Jumlah pembiayaan yang diberikan
3. BBG : Bisnis banking
4. BBG-1 : Small (bisnis to customer)
5. BBG-2 : Small (bisnis to customer)
6. MBG : Micro banking
7. PWG : Pawning (gadai atau cicil emas)
8. CFG : Consumer Financing Group
9. CFHG-C : Consumer
10. CFHG-H : Haji
11. CB1G : Korporasi banking
12. CB2G : Sindikasi
13. CMG : Comercial banking
14. CMG Komersial : Komersial
15. CMG Multifinance : Multifinance
LAMPIRAN 2

Jumlah Pembiayaan Bermasalah (NPF) Pada Tahun 2012-2014

2012 2013 2014

SEGMEN OS OS OS
NOA POKOK NOA POKOK NOA POKOK
(Juta) (Juta) (Juta)
RETAIL 1.526 Rp166,17 1.530 Rp196,50 833 Rp157,81
BBG 955 Rp117,92 444 Rp138,88 300 Rp122,92
BBG-1 - - 89 Rp23,02 60 Rp19,19
BBG-2 - - 355 Rp115,85 240 Rp103,72
MBG - - 749 Rp21,27 302 Rp8,75
PWG 12 Rp0,08 41 Rp0,95 54 Rp1,11
CFG 559 Rp48,18 296 Rp35,40 177 Rp25,03
CFHG-C 440 Rp46,25 285 Rp35,19 53 Rp19,16
CFHG-H 119 Rp1,93 11 Rp0,21 124 Rp5,87
WHOLESALE 10 Rp6,76 37 Rp186,71 31 Rp246,53
CB1G 2 Rp0,22 7 Rp74,49 - -
CB2G - - - - 4 Rp152,27
CMG 8 Rp6,54 30 Rp112,21 27 Rp94,26
CMG
- - 30 Rp112,21 27 Rp94,26
Komersial
CMG
- -
Multifinance
Grand Total 1.536 172,93 1.567 Rp383,20 864 Rp404,34

Keterangan:

1. NOA (number of account) : Jumlah nasabah yang mengalami


pembiayaan bermasalah (NPF)
2. OS (outsanding) Pokok : Jumlah pembiayaan bermasalah
(NPF)
3. BBG : Bisnis banking
4. BBG-1 : Small (bisnis to customer)
5. BBG-2 : Small (bisnis to customer)
6. MBG : Micro banking
7. PWG : Pawning (gadai atau cicil emas)
8. CFG : Consumer Financing Group
9. CFHG-C : Consumer
10. CFHG-H : Haji
11. CB1G : Korporasi banking
12. CB2G : Sindikasi
13. CMG : Comercial banking
14. CMG Komersial : Komersial
15. CMG Multifinance : Multifinance

Você também pode gostar