Você está na página 1de 7

terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah

anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika
tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang {atal. Salah satu
sebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu, perlulah keadaan ini diantisipasi
seawal-awalnya seiagi perdarahan b-elum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan
janinnya. Antisipasi dalam perawatan prenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada
umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan
berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu
,vang tidak tertentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak janin atau pada
kehamilan lanfut bagian bawah janin tidak masuk ke dalam panggul, tetapi masih
mengambang di atas pintu atas panggull. Perempuan hamil yang ditengarai menderita
plasenta previa hams segera dirujuk dan diangkut ke rumah sakit terdekat tanpa
melakukan periksa dalam karena perbuatan tersebut memprovokasi perdarahan
berlangsung semakin deras dengan cepat2.
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum2.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena
ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan
dilakukan baik dalam masa antenatai maupun dalam masa intranatal, baik dengan
ulrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi
perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal2-4.
Klasifikasi
1. Plasenta previa
uteri internum.
2. Plasenta previa
ternum.
3. Plasenta previa
uteri internum.
totalis atau komplit adalah plasentayang menutupi seluruh ostium
parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri in-
marginalis adalah plasentayang tepinya berada pada pinggir ostium

4. Plasenta letak rendah adalah plasena yatg berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian mpa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm
dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenm letak
normal4.
Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas
30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.
IJterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit
IJmum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7 "/o sampai dengan 2,9 "/". Di
negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1 "/" mungkin disebabkan berkurangnya
perempuan han-ril paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ulrrasonografi
dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa
bisa lebih tinggia.
Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan
sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai,
mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas ringgi, usia lanjrt, cacat
rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya beqperan dalam
proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang
sebagai faktor risiko bagi ter.iadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi
plasenta previa iebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil
pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa
menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum2'4.
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta rerbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri.
Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendarar (fficement)
dan membuka (dilaution) ada bagian tapak plasentayang terlepas. Pada tempat iaserasiitu akan terjadi perdarahan
yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unaaoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena seg-in
bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot
yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan
akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
keiadian perdarahan. Dernikianlah perdarahan akan berulang ranpa sesuaru
sebab lain (cawseless). Darah yang keluar berwarna merah segar ranpa rasa nyei (pain-
/ess). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa
parsiaiis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau
mulai persaiinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan.
Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu
tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung
tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih
mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang
mamPu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan trornboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa2.
Hal iain yang perlu diperhatikan adaiah dinding segmen bawah rahim yang ripis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofobias, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli- buli
dan ke rektum bersama piasenta previa. Piasenta akreta dan inkrera lebih sering terjadi
pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar2,3,a. Segmen bawah rahim dan serviks
yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen oror yang terdapat di sana.
Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada
plasenta previa, misalnya daiam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna
(retentio placentae), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik2.
Gambaran klinik
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina
tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperrimengalir. Pada plasenta letak
rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan;
perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan
diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan.
Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada
plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi
pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio piasenta
sebagai komplikasi plasenta akreta2,4.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak
dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan
perut tidak regang.
Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya menderita
plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik,,sangat menolong
membedakan antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus
dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam kamar bedah demikian rupa
segala sesuatunya rermasuk staf dan perlengkapan anestesia semua siap untuk tindakan
bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan
periksa dalam (vaginal towcher) dalam lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara
hati-hati dengan dua iari telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior untuk
mendapat kesan ada atau tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin.
Perlahan jarijari digerakkan menu;'u pembukaan serviks untuk meraba jaringan plasenta.
Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan untuk mengetahui derajat
atas klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi
dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak teriadi
perdarahan banyak untuk kemudian pasien dikembalikan ke kamar bersaiin. Jika terjadi
perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengan
seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi penyelesaian persalinan.
Persiapan yang demikian disebut dengan double set-up examinationl'2'4' Perlt)
diketahui tindakan periksa dalam tidak boleh/kontra-indikasi dilakukan di luar persiapan
double set-up examination. Periksa dalam sekaiipun yang dilakukan dengan sangat lembut
dan hati-hati tidak menjamin tidak akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Jika terjadi perdarahan banyak di luar persiapan akan berdampak pada prognosis yang
lebih buruk bahkan bisa fata12,3.
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang dilakukan
berhubung telah tersedia alat ultrasonografia,5. Transabdominal ultrasonografi
dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi kepastian diagnosis
plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai 96 % - 98 %. Valaupun lebih superior
jarang diperlukan transvaginal ultrasonografi untuk medeteksi keadaan ostium uteri internum.
Di tangan yang tidak ahli pemakaian transvaginal ultrasonografi bisa memprovokasi perdarahan lebih banyaks.
Di tangan yang ahli dengan transvaginal ultrasonografi
dapat dicapai 98 % positive prediaive oalue dan 100 % negatiae predictive
aalue pada. upaya diagnosis plasenta previa. Transperineal sonografi dapat mendeteksi
osrium uteri intranum dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90 '/o positiae
predictiae value dan 100 % negathte prediaiae oalwe dalam diagnosis plasenta previa.
Magnetic Resonance Imagrng (MRI) juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan
pada plasenta termasuk plasenta previa. MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan
USG, terlebih dalam suasana yang mendesak2,a,6.
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita piasenta
previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan
Iara1.
1,. Oieh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan
perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia
bahkan syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini yang tipis n-rudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab
dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah
plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke
dalam miometrium. \Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta
mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta
dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi 10 % sampai 35 "/. pada pasien yang pernah seksio
sesarea satu kali, naik menjadi 60 % sampai 65 % btla telah seksio sesarea 3 kalia.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus
sangar berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu
sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria
ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan
yang sangar gawar seperri ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari
plasenta previaa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala
sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
konsekuensinyaz. 5.
6.
500 PERDARAHAN PADA KI,HAMIIAN IANJUT DAN PERSALINAN
Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum
aterml. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui
kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepar
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi3.
Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan daiam kepustakaan selain masa
rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio plasenta (Risiko Reiatif
13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin (RR 2,8), perdarahan pascapersalinan
(RR i,7), kematian maternal akibat perdarahan (50 ok), dan disseminated
intraaascular coagulation (DIC) 15,9 %4.
Penanganan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau trimester
ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Jika Rh
negatif RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi.
Jika kemudianternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan
sehat dan masih prematur diboiehkan pulang dilanjutkan dengan rawat rumah arau rawar
jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluargaagar
dengan segera kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya
tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak ada keberatan pasien dirawat
di rumah atau rawat jalan. Sikap ini dapat dibenarkan sesuai dengan hasil penelitian yang
mendapatkan tidak ada perbedaan pada morbiditas ibu dan janin bila pada masingmasing
kelompok diberlakukan rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24
minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan
paru janin3. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stres serta biaya
dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik perempuan hamil yang
memperlihatkan seolah keadaan klinis dengan tanda-tanda viral dan hasil pemeriksaan
laboratorium yang masih normal padahal bisa tidak mencerminkan keadaannya yang
sejati. Jika perdarahan terjadi dalam trimester kedua perlu diwanti-wanti karena perdarahan
ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan
takikardia, pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih
berat daripada penampakannya secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera
diberikan.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan di luar rumah sakit hubungan suami
isteri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali jika setelah pemeriksaan ultrasonografi
ulangan, dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasinta
menjauhi ostium uteri internum. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasihati
untuk mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat jiuh tidak dibenarkan
sebagai antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-*aktu. Selama rawat inap mungkin perlu diberikan
transfusi darah dan terhadap pasien
dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal yang ketat
berhubung tidak bisa diramalkan pada pasien mana dan bilamana perdarahan ulang
akan terjadi. Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin
tidak sampai membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dilaporkan berisiko tinggi
untuk mengalami soiusio plasenta (rate ratio 13,8), seksio sesarea (rate ratio 3,9), kelainan
letak janin (rate ratio 2,8), dan perdarahan pascasalin (rate ratio 1,7). Sebuah
laporan menganjurkan pemeriksaan maternal serwm alfa feto protein (MSAFP) dalam
trimester kedua sebagai upaya mendeteksi pasien yang perlu diawasi dengan ketat. Bila
kadar MSAFP naik tinggi lebih dari 2 kali median (2.0 multiples of tbe median) pasien
tersebut mempunyai peiuang 50 7o men-rerlukan rawatan dalam rumah sakit karena perdarahan
sebelum kehamilan 30 minggu, harus dilahirkan prematur sebelum 34 minggu
hamil, dan harus dilahirkan atas indikasi hipertensi dalam kehamilan sebelum kehamilan
34 minggu. Pada lebih kurang 20 "/" pasien solusio plasenta datang dengan tanda his.
Dalam keadaan ;'anin masih prematur dipertimbangkan memberikan sulfas magnesikus
untuk menekan his buat sementara waktu sembari memberi steroid untuk mempercepat
pematangan pam janin. Tokolitik lain seperti bea-mimetics, calciwrn channel blocker
tidak dipilih berhubung pengaruh sampingan bradikardia dan hipotensi pada ibu. Demikian
juga dengan indometasin tidak diberikan berhubung mempercepat penutupan
duktus arteriosus pada janin.
Perdarahan dalam trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat
baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang serius cukup alasan
untuk merawatnya sampai melahirkan. Serangan perdarahan ulang yang banyak bisa saja
terjadi sekalipun pasien diistirahatbaringkan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan
yang banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila
perdarahannya tidak sampai demikian banyak pasien diistirahatkan sampai kehamilan 36
minggu dan bila pada amniosentesis menunjukkan paru janin telah matang, terminasi
dapat dilakukan dan jika perlu melalui seksio sesarea.
Pada pasien yang pernah seksio sesarea perlu diteliti dengan ultrasonogra{i, Color
Doppler, atau MRI untuk melihat kemungkinan adanya plasenta akreta, inkreta, atau
perkreta. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan baik oleh mereka yang ahli dan berpengalaman.
Dengan USG dapat dilihat demarkasi antara lapisan Niabwch dengan desidua
basalis yang terputus. Dengan Color Doppler terlihat adanya turbulensi aliran darah
dalam plasenta yang meluas ke jaringan sekitarnya. Dengan MRI dapat diperlihatkan
peluasan jaringan plasenta ke dalam miometrium (plasenta inkreta atau perkreta).
Apabila diagnosis belum pasti atau tidak terdapat fasilitas ultrasonografi transvaginal
atau terduga plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis dilakukan double
set-up exan?ination (lihar di atas) bila inpartu ataupun sebelumnya bila perlu. Pasien
dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam rrimester ketiga yang dideteksi dengan
uitrasonografi transvaginal belum ada pembukaan pada serviks persalinannya dilakukan
melalui seksio sesarea. Seksio sesarea juga dilakukan apabila ada perdarahan banyak
yang mengkhawatirkan.
Kebanyakan seksio sesarea pada plasenta previa dapat dilaksanakan melalui insisi
melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama bila plasentanya terletak di belakang dan segmen
bawah rahim telah terbentuk dengan baik. Insisi vang demikian
dapat juga dikerjakan oleh dokter ahli yang cekatan pada plasentayang terletak
anterior dengan melakukan insisi pada dinding rahim dan plasenta dengan cepar dan
dengan cepat pula mengeluarkan janin dan menjepit tali pusatnya sebelum janin sempat
mengalami perdarahan (fetal exsangwination) akibat plasentanya terporong. Seksio
sesarea klasik dengan insisi vertikal pada rahim hanya dilakukan bila janin dalam letak
lintang atau terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Anesresia regional
dapat diberikan dan pengendalian tekanan darah dapat dikendalikan dengan baik di
tangan spesialis anestesia. Pertimbangan ini dilakukan mengingat perdarahan intraoperasi
dengan anestesia regional tidak sebanyak perdarahan pada pemakaian anesresia umum.
Namun, pada pasien dengan. perdarahan berat.sebelumnya anesresia umum lebih baik
mengingat anestesia regional bisa menambah berat hipotensi yang biasanya telah ada
dan memblokir respons normal simpatetik terhadap hipovolemiaa.
Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG
di samping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua
rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikai ikut beqperan terutama bagi kasus
yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas
yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat
sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan
demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin
masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan
maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya
bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian
yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kax,an (1999) dilaporkan
angka kelahiran prematur 47 '/". Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan
bawaan dengan plasenta previa belum terbukri.

Vasa Previa
Vasa previa adalah keadaan di mana pembuluh darah janin berada di dalam selaput ketuban
dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya
di tali pusat. Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan
serviks robek atau pecah dan vaskular janin itu pun ikut terpurus. Perdarahan antepartum
pada vasa previa menyebabkan angka kematian janin yang tinggi (33 % sampai
100 o/o)2'4.
Faktor risiko antara lain pada plasenta bilobata, plasenta suksenturiata, plasenta letak
rendah, kehamilan pada fertilisasi in vitro, dan kehamilan ganda rerutama tripiet. Semua
keadaan ini beqpeluang lebih besar bahwa vaskular janin dalam selaput ketuban melewati
ostium uteri. Secara teknis keadaan ini dimungkinkan pada dua situasi yaitu pada in sersio velamentosa dan
plasenta suksenturiata. Pembuluh darah janin yang melewati
pembukaan serviks tidak terlindung dari bahaya terputus ketika ketuban pecah dalam
persalinan dan janin mengalami perdarahan akut yang banyak.
Keadaan ini sangat jarang kira-kira 1 dalam 1.000 sampai 5.000 kehamilan. Untuk
berjaga-jaga ada baiknya bila dalam asuhan prenatal ketika pemeriksaan USG dilakukan,
perhatian diperluas kepada keadaan ini dengan pemeriksaan transvaginal Coior
Doppler uitrasonografi. Bila terduga telah terjadi perdarahan fetal, untuk konfirmasi
dibuat pemeriksaan yang bisa memastikan darah tersebut berasal dari tubuh janin dengan
pemeriksaan APT atau Kleihauer-Betke. Pemeriksaan ini didasari darah janin yang
tahan terhadap suasana alkali. Pemeriksaan yang terbaik adalah dengan elektroforesis.
Bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum persalinan, maka tindakan terpilih untuk
menyelamatkan janin adaiah melalui bedah sesar2,4,7.

Você também pode gostar