Você está na página 1de 90

PERBEDAAN TINGKAT SPIRITUAL PASIEN STROKE

SERANGAN PERTAMA DAN SERANGAN BERULANG


DI RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

SKRIPSI

Oleh:
SAHLI ROIS

G1D010072

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014

i
iv
vi

PERSEMBAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

Assalamu‟alaikum wr. wb

Alhamdulillahi robbil „alamin, penulis sanjungkan sebagai wujud syukur atas rahmat yang
diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan studinya. Semoga ilmu yang
didapat selama studi dapat bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain pada umumnya
serta mampu mengamalkan dan mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan
sehari-hari.
Amien. . . .
Buat bapak dan mamah di rumah. .terimakasih atas semua nasehat, ridho, dukungan moril
maupun materiil, pengorbanan, dan cinta kasih yang tulus. Termikasih pula atas doa yang
tak henti-hentinya kalian panjatkan untuk putramu yang bandel ini agar selalu diberi
kesehatan, kekuatan dan kesabaran sehingga penulis mampu menyelesaikan studinya.
Penulis persembahkan gelar sarjananya unutk bapak dan mamah. Maaf teruacap dari
lisan anakmu yang bandel ini karena belum mampu membahagiakan kalian. Semoga
suatu hari nanti penulis bisa dan mampu membuat kalian tersenyum bangga dan bahagia.
Amien. . . .
Terimkasih penulis haturkan buat saudara terbaik dan terhebat di dunia ini mas Achmad,
mas Agus, mba Lina dan adiku Itmamul Wafa yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
perhatian, dan dukungan serta tawa candaya sehingga penulis mampu melewati hari-hari
yang begitu melelahkan selama proses studinya. Terimaksih pula buat malaikat kecilnya
mba Lina “Fara Diba Khairul Hayya” yang telah membawa surga ke dalam rumah
sehingga menjadi motivasi bagi penulis agar tidak terlana dengan kemalasan. Semoga
kalian semua diberi kesehatan, kesusuksesan dan barokah hidupnya serta bisa menjadi
anak soleh-solehah.yang mampu membanggakan dan membahagiakan bapak dan mamah.
Amien. . .
Buat pengasuh pondok pesantren Darul Abror, abah Taufikurrohman yang selalu
mendoakan santri-santrinya agar dapat menjadi orang yang sukses di dunia dan di
akhirat. Abah. .terimakasih banyak atas wejangan-wejangan selama ini. Buat semua santri
pondok pesantren Darul Abror, santri putra dan santri putri, trimakasih atas tawa
candanya, dukungan, kasih sayang sehingga penulis mampu menyelesaikan program
sarjannya. Semoga pondok pesantren Darul Abror menjadi pondok yang besar dan
menghasilkan santri-santri yang berkualitas dan berintelektualitas tinggi.
Amien. . . .
Buat sahabatt terbiak penulis, keluarga besar keperawatan angkatan 2010 yang tidak bisa
penulis sebut namanya satu persatu. Penulis ucapkan terimakasi. Bayak unutk
kebersamaannya selama ini. Buat sahabat seperjuangan dan ”sepergembelan”, Yudha,
Muqodir, Diaz, Cakra, Neru, Hanif, Yoga, Suryo, Jepy penulis ucapkan termakasih atas
semua dukungan, perhatian, motivasi dan tawa candanya. Semoga persahabatan ini tidak
cuma hanya sebatas ini tetapi dapat berlanjut sampai kakek-kakek.
Amien. . . .
Buat pak Arief, pak yuli dan ibu anti sebagai pembimbing dan penguji, penulis ucapkan
terimakasih karena sudah membimbing sampai skripsi ini kelar, terimaksih juga buat
arahan, ilmu, masukan, saran, nasehat dan motivasinya sampai penulis dapat tambahan
nama. Semoga tambahan nama itu bisa barokah.
Amien. . . .
Terimkasih buat semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis. Terimakasih
juga buat “Calon Bidadari Surgaku” yang tak bosan-bosannya mendoaakan penulis di
setiap helaan nafasnya, mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya sehingga penulis
terpacu untuk menyelesaikan skripsi ini agar sesuai target. Semoga doa yang engkau
panjatkan dan penulis panjatkan dapat di ijabah oleh Alloh SWT agar kita bisa
dipersatukan dalam ikatan yang halal. Semoga Alloh SWT meridhoi kita.
Amien. . . .
viii

Motto

“Janganlah membuatmu putus asa dalam mengulang-ulang

doa, ketika Allah menunda ijabah doa itu. Dialah yang

menjamin ijabah doa itu menurut pilihan-Nya padamu,

bukan menurut pilihan seleramu. Kelak pada waktu yang

dikehendaki-Nya,

bukan menurut waktu yang engkau kehendaki”

(Ibnu Atha’ilah)

“Setiap kali kau mengira bahwa engkau tahu siapa dirimu

yang sebenarnya, larilah dari citra-diri itu dan peluklah Dia

yang tak bisa dijelaskan oleh apapun”

(Mawlana Jalal al-Din al-Rumi)

“(Tuhan. . .) Buatlah aku semakin kebingungan pada-Mu

(Nabi Muhammad SAW)


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sahli Rois


Tempat Tanggal Lahir: Cilacap, 10 September 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Karangjengkol RT 03/ II, Kec. Kesugihan, Kab.
Cilacap
Email dan No Telepon: Spirit.G1D010072@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Miftahul Huda (1996-1997)

2. SD N 1Karangjengkol (1997-2003)

3. SMP N 1 Kesugihan (2003-2006)

4. SMA N 1 Adipala (2006-2009)

5. Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman (2010- sekarang)


x

PERBEDAAN TINGKAT SPIRITUAL PASIEN STROKE SERANGAN


PERTAMA DAN SERANGAN BERULANG DI RSUD Dr. R. GOETENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Sahli Rois1Arief Setyo Upoyo2Yuli Dwi Hartanto3

1
Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto
2
Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto
3
Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga

ABSTRAK

Latar belakang: Stroke dapat mengakibatkan gangguan afektif, kognitif,


psikomotor dan perubahan mood. Reaksi emosional yang ditimbulkan dapat
mempengaruhi tingkat spiritual. Pada stroke serangan pertama, mereka cenderung
sulit untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya. Sedangkan
storke serangan berulang, mereka dianggap lebih mampu untuk beradaptasi
dengan pengalaman spiritual yang didapat dari serangan sebelumnya. Tingkat
spiritual dapat menentukan kemampuan individu dalam beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi sehingga pasien mampu untuk memotivasi dan merawat
diri agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan
serangan berulang. Metode: Penelitian ini menggunakan analisis komparatif
dengan desain penelitian cross sectional. Populasi pasien stroke di RSUD Dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Teknik pengambilan sampel yaitu
consecutive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 50 pasien
stroke. Analisa data yang digunakan adalah fisher’s exact. Hasil: Terdapat
perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara pasien stroke serangan pertama
dan serangan berulang dengan nilai p = 0,001. Kesimpulan: Ada perbedaan
tingkat spiritual yang bermakna antara pasien stroke serangan pertama dengan
serangan berulang.

Kata kunci: Stroke, serangan pertama, berulang, dan tingkat spiritual.


THE DIFFERENCE LEVELS OF SPIRITUAL STROKE PATIENT AT
FIRST ATTACK AND RECURRENT ATTACKS IN Dr. R. GOETENG
TAROENADIBRATA HOSPITAL
PURBALINGGA

Sahli Rois1 Arif Setyo Upoyo2 Yuli Dwi Hartanto 3

1
Nursing Departement, Faculty of Medicine and Health Sciences, Jenderal
Soedirman University, Purwokerto
2
Nursing Departement, Faculty of Medicine and Health Sciences, Jenderal
Soedirman University, Purwokerto
3
Purbalingga Hospital

ABSTRACT

Background: Stroke can cause impaired affective, cognitive, psychomotor and


mood change. Emotional reactions influence the spiritual level patient. At the
first attack, they are difficult to adapt with this condition. While the reccurent
attack , they are considered better to adapt because they have spiritual experience
from previous attack. Spiritual level can determine individual capabilities to adapt
of the change, so the patient have good motivation and self care to improve their
quality of life. Purpose: The aim of this study to know the difference level of
spiritual stroke patien at the first attack and reccurent attacks. Method: The study
applied comparative analysis with cross sectional design. The population were
stroke patients in Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Hospital. Sampling
technique was consecutive sampling there were 50 stroke patients. As respondent
used exact fisher’s. Result: There is significant difference level of spiritual
beetwen the first time attack and reccurent attack stroke patient with p value =
0.001. Conclusion: There is significant different level of spiritual beetwen the
first time attack and reccurent attack of stroke patient

Keyword: Stroke, the fisrt attack, recurrent attack, and spiritual level
xii

PRAKATA

Allahmdulillahirobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan

Serangan Berulang Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang tulus kepada yang terhormat:

1. Dr. Warsinah, M.Si, Apt, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-

ilmu Kesehatan Universitas jenderal Soedirman

2. Direktur RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang telah

memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di RSUD Dr.

R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

3. Saryono, S.Kep., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

4. Arif Setyo Upoyo, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing I yang

telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pencerahan dan

masukan-masukan yang berarti dalam pembuatan skripsi ini

5. Yuli Dwi Hartanto, S.Kep., Ns., Selaku dosen pembimbing II, terimakasih

atas segala bimbingan dan masukannya meski dalam keadaan banyak

tanggungjawab di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga


6. Atyanti Isworo, S.Kep., Ns., M.Kep. SP. KMB selaku dosen penguji yang

telah berkenan memberikan masukan, pengarahan, saran dan kritik demi

kesempurnaan skripsi ini

7. Kedua orang tua, adik, kakak-kakak dan keponakan yang saya cintai,

terimakasih atas dukungan semangat, materi dan doa yang selalu

mengeringi peneliti sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini

8. Pengasuh pondok pesantren “ Darul Abror” beserta santri putra dan santri

putri yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi untuk selalu

bersemangat dalam menuntut ilmu

9. Teman-teman mahasiswa angkatan 2010 yang telah memberikan

kenangan-kenangan yang indah dengan cinta, kasih sayang, guruan

sehingga peneliti sulit untuk melupakan kenangan tersebut

10. Almamaterku, Universitas Jenderal Soedirman yang saya cintai dan

banggakan

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi hasil yang lebih baik. Semoga hasil skripsi ini mendapat ridho dari Allah

SWT dan bermanfaat bagi semua. Amin.

Purwokerto, Maret 2014

Penulis
xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ..................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ...................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................. vii

ABSTRAK ................................................................................................ viii

PRAKATA ................................................................................................ x

DAFTAR ISI ............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvii

DAFATAR LAMPIRAN .......................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian........................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian......................................................................... 7

E. Keaslian Penelitian ........................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Stroke

a. Definisi Stroke ................................................................ 11


b. Manifestasi Stroke........................................................... 11

c. Klasifikasi Stroke ............................................................ 12

d. Patofisiologi Stroke ......................................................... 14

e. Faktor Risiko Stroke ....................................................... 16

f. Pencegahan Stroke .......................................................... 16

g. Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang .......... 18

2. Spiritual

a. Definisi Spiritual ............................................................. 19

b. Karakteristik Spiritual ..................................................... 20

c. Fungsi Spiritual ............................................................... 22

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritual....................22

e. Kebutuhan Spiritual ....................................................... 29

f. Tingkatan Spiritual.......................................................... 30

g. Pengaruh Spiritual terhadap Kesehatan .......................... 32

B. Kerangka Teori .............................................................................. 34

C. Kerangka Konsep .......................................................................... 35

D. Hipotesis ........................................................................................ 36

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ........................................................................... 37

B. Populasi dan Sampel ..................................................................... 37

C. Variabel Penelitian ........................................................................ 39

D. Definisi Operasional ...................................................................... 39


xvi

E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 41

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................................. 42

G. Jalannya Penelitian ........................................................................ 44

H. Pengolahan dan Analisa Data ........................................................ 45

I. Etika Penelitian ............................................................................. 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ............................................................................ 50

B. Pembahasan .................................................................................. 53

C. Keterbatasan Peneliti .................................................................... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .................................................................................. 64

B. Saran ............................................................................................ 65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 34

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 35

Gambar 3.1 Rumus Solvin................................................................................ 38

Gambar 3.2 Rumus Pearson Product Moment. ............................................... 42

Gambar 3.3 Rumus Alpha Cronbach ............................................................... 43

Gambar 3.4 Rumus Fisher’s Exact .................................................................. 47


xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Definisi Operasional................................................................................... 40

4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan

Tingkat Pendidikan ................................................................................... 50

4.2 GambaranTingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan

Berulang .................................................................................................... 52

4.3 Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan

Pertama dan Serangan Berulang ............................................................... 52


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2. Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3. Daftar Pernyataan Hasil Uji Validitas

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) Kabupaten Purbalingga

Lampiran 6. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian dari Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

(KESBANGPOL) Kabupaten Purbalingga

Lampiran 8. Surat Ijin Validitas

Lapiran 9. Surat Ijin Survey

Lapiran 10. Blangko Bimbingan Skripsi Pembimbing 1

Lampiran 11: Blangko Bimbingan Skripsi Pembimbing 2

Lampiran 12: Hasil Analisa Data


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan kerusakan otak pada sistem syaraf pusat yang

disebabkan karena adanya kelainan/ abnormalitas pembuluh darah

(Handayani & Dewi, 2009). Stroke atau penyakit serebrovaskuler merupakan

gangguan neuorologi yang terjadi secara mendadak disebabkan karena

terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson,

2006). Jadi stroke merupakan gangguan neurologis yang terjadi karena

berkurangnya suplai darah dan oksigen ke otak sehingga menyebabkan

abnormalitas pembuluh darah.

Menurut WHO, data stroke di dunia mencapai 15 juta setiap tahunnya.

Dari jumlah tersebut, lima juta orang meninggal karena stroke dan lima juta

orang yang tersisa dengan kecacatan atau menyebabkan kelumpuhan

(Mackay, Mensah, dalam, Considine, & McGillivray, 2010). Berdasarkan

data riset kesehatan dasar tahun 2007, prevalensi stroke di Indonesia sebesar

0,8 %. Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai

15, 9 % pada kelompok umur 45 sampai 54 tahun dan meningkat menjadi 26,

8 % pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun (Yuniadi, 2010).

Kasus stroke di Provinsi Jawa Tengah menurut Riskesdas 2007

mencapai 5,3 % yang telah didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan 6,8 %

dengan gejala atau yang telah didiagnosa oleh tenaga kesehatan (Riset

1
2

Kesehatan Dasar, 2007, hal 111). Menurut data rekam medik RSUD dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga periode Januari- November 2013

prevalensi stroke mencapai 723 kasus stroke di ruang rawat jalan dan di rawat

inap mencapai 366 kasus stroke. Jadi total kasus stroke di RSUD dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga mencapai 1089 kasus stroke.

Stroke sebagian besar terjadi secara mendadak, cepat dan menimbulkan

kecacatan. Pada saat terjadinya stroke, individu akan menunjukan gejala dan

tanda-tanda yang dapat dijumpai pada penderita stroke, yaitu adanya

kelumpuhan fokal, mulut atau lidah tidak simetris, gangguan komunikasi,

gangguan emosional dan gangguan koordinasi (Junaidi, 2004). Kelumpuhan

atau kecacatan juga dapat mempengaruhi aspek kehidupan seseorang, baik

dari aspek personal, sosial, vokasional dan fisik (Handayani & Dewi, 2009).

Stroke tidak hanya menyangkut masalah neurologis kronis yang serius

tetapi juga salah satu penyebab utama kelumpuhan atau kecacatan. Pasien

yang mengalami kelumpuhan atau kecacatan dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan pada keempat aspek kesehatan, yaitu aspek jasmani/ fisik,

psikologi, sosial dan spiritual (Utami & Supratman, 2009). Dampak yang

ditimbulkan oleh stroke membuat penderita mengalami krisis kepercayaan

terhadap Tuhan sebagai pemberi kekuatan, harapan dan arti kehidupan dibalik

kejadian yang telah menimpanya. Dalam kondisi seperti itu seseorang akan

mencari cara untuk menemukan jawaban terhadap perubahan yang terjadi

pada dirinya agar dapat beradaptasi, menerima dan menemukan hikmah

dalam kondisi yang terbatas . Kejadian yang dialaminya memeberikan nilai


spiritual tersendiri bagi penderita dalam menemukan makna hidup dibalik

kondisi yang sedang dialaminya (Potter & Perry, 2005).

Di Amerika sekitar 600.000 orang laki-laki dan perempuan yang

menderita stroke untuk pertama kalinya atau pada frekuensi, 10-27%

mengalami depresi berat. Umumnya gejala depresi timbul dalam waktu 1-2

bulan. Depresi muncul sebagai gejala-gejala berupa rasa sedih yang persisten,

suasana kejiwaan yang terasa kosong, hilangnya perhatian dan minar,

perasaan putus asa dan pesimis, rasa bersalah dan tak berguna, rasa lelah yang

berkelebihan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia dan gangguan nafsu makan

(Suwantara, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andri & Susanto, (2008),

tentang “Tatalaksana Depresi Pasca Stroke” menunjukan bahwa sekitar 25-

50% pasien stroke mengalami depresi sehingga dapat menyebabkan

gangguan motivasi dan fungsi-fungsi kognitif yang dapat mempengaruhi

perubahan tingkat kualitas hidup seseorangan pasca serangan stroke. Tingkat

kualitas hidup pasien dapat menentukan seberapa besar mereka menerima

kondisi dengan keterbatasan fisik dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Kualitas hidup tersebut dapat mencerminkan tingkat spiritual seseorang

karena semakin tinggi kualitas hidup seseorang semakin tinggi pula tingkat

spiritualnya. Orang yang memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi

cendurung mampu untuk merawat dirinya sendiri, berhubungan dengan orang

lain dan lingkungan serta mampu memaknai tujuan hidup agar dapat

beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi (Kariasa, 2009).


4

Apabila kebutuhan spiritual tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan

distres spiritual dan disertai dengan perubahan perilaku. Distres spiritual

merupakan keadaaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami

gangguan dalam sistem keyakinan atau nilai yang memberi kekuatan,

harapan, arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri sendiri, orang lain dan

kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Nanda, 2005). Distres spiritual dapat

berkembang apabila seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain

sehingga timbul pertanyaan tentang nilai spiritual mereka, tujuan hidup dan

sumber makna hidup (Potter & Perry, 2005). Distres spiritual yang terjadi

dipengaruhi oleh tingkat spiritual seseorang yang berbeda-beda. Ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat spiritual seseorang, antara

lain faktor perkembangan, faktor budaya, faktor agama, faktor keluarga,

faktor pengalaman hidup, faktor kritis dan perubahan, dan faktor isu moral

terkait terapi (Hawari, 2002).

Persepsi terhadap pengalaman sakit merupakan hal yang penting dalam

memaknai setiap peristiwa yang terjadi (Potter & Perry, 2005). Hal tersebut

juga menyebabkan perbedaan respon emosional pada pasien stroke serangan

pertama dan serangan berulang. Stroke serangan pertama adalah stroke yang

baru pertama kali individu alami. Serangan ini terjadi secara mendadak,

disebabkan karena adanya gangguan perdarahan darah otak. Pada periode

awal stroke, individu akan menunjukan perubahan perilaku yang merupakan

dampak stroke yaitu kelumpuhan yang dapat menyebabkan kehilangan fungsi

tubuh seperti afektif, psikomotor, kognitif dan perubahan mood. Pada stroke
serangan pertama, penderita biasanya mengalami kehilangan kontrol terhadap

dirinya sendiri, mengalami gangguan daya pikir, kosentrasi, penampilan

menjadi sangat menurun, kehilangan banyak hal yang bisa dilakukannya

secara mandiri sehingga timbul perasaan tidak berdaya, marah, sedih, rendah

diri, menyalahkan diri sendiri dan dapat menurunkan semangat hidupnya.

Kejadian tersebut dapat diperparah apabila penderita jauh dari penghayatan

religiusitas dan spiritualitas. Dampak yang ditimbulkan akan semakin besar

lagi apabila pada awalnya penderita jauh dari penghayatan religiusitas dan

spiritualitas (Giaquinto ,2010).

Stroke serangan berulang merupakan kelanjutan dari stroke yang pernah

dialami sebelumnya. Pada serangan stroke berikutnya dampak yang

ditimbulkan tidak begitu besar karena pengalaman stroke sebelumnya

memberikan pengalaman spiritual yang sangat berarti bagi penderita.

Pengalaman spiritual yang didapat sebelumnya dijadikan sebagai strategi

koping untuk mengatasi depresi atau stress dan ketidakberdayaan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari (Adientya, G., & Handayani, F., 2012 ).

Banyak orang yang menemukan makna hidup melalui pengalaman sakit. Hal

tersebut terjadi karena sakit seperti halnya orang yang sedang menghadapi

penderitaan atau kesulitan hidup lainnya yang membutuhkan jawaban atas

kondisi mereka yang terbatas. Mereka merindukan jawaban atas masalah

yang tidak sanggup dihadapi sendiri. Praktik seperti berdoa, meditasi atau

membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermanfaat

bagi klien. Selain itu dukungan kasih sayang dan perhatian yang diberikan
6

keluarga atau orang terdekat meberikan inspirasi untuk tetap bertahan hidup,

menemukan kekuatan, makna dan tujuan hidup (Giaqinto, 2010).

Apabila terjadi stroke berulang mereka akan membuka kembali

pengalaman spiritual yang didapat sebelumnya, terkait bagaiamna cara

mengatasi dampak psikologi dan emosional yang ditimbulkannya. Pola pikir

penderita cenderung lebih terbentuk dalam memaknai setiap kejadian yang

telah menimpanya sehingga mereka lebih mampu untuk beradaptasi dan

menemukan makna dari pesan Tuhan dibalik kejadian yang dialaminya. Pada

tahap ini penderita lebih menerima dan bertawakal terhadap kondisi yang

terjadi sebagai bentuk kasih sayang Tuhan. Oleh karena itu serangan stroke

berikutnya dapat meningkatkan spiritual pasien dalam menerima dan

menemukan hikmah disetiap perubahan yang terjadi pada dirinya yang

ditunjukan dengan mekanisme koping yang lebih adaptif dan kemampuan

dalam beradaptasi (Yani, 2010).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama

dan Stroke Serangan Berulang di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga”.

B. Rumusan Masalah

Pada umumnya penderita stroke mengalami gangguan berupa gangguan

emosional, perilaku dan kognitif. Gangguan yang muncul seperti halnya rasa

sedih yang persisten, suasana kejiwaan yang terasa kosong, hilangnya

perhatian dan minat, perasaan pututs asa dan pesimis, rasa bersalah dan tidak
berguna, sulit berkonsentrasi, insomnia, rasa lelah yang berlebihan serta

hilangnya nafsu makan. Dampak tersebut dapat memberikan pengalaman

pada stroke serangan berikutnya sehingga bisa menerima dan menemukan

makna hidup terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut, “adakah perbedaan tingkat spiritual pasien

stroke serangan pertama dan serangan berulang di RSUD dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang di

RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui karakteristik responden pada stroke serangan

pertama dan serangan berulang (umur, jenis kelamin, dan pendidikan)

b) Untuk mengetahui gambaran spiritual pasien stroke serangan pertama

c) Untuk mengetahui gambaran spiritual pasien stroke serangan berulang

(recurrent stroke)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini bermanfaat sebagai acuan dalam mengembangkan

ilmu keperawatan, khususnya pada masalah spiritual.


8

2. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan perbaikan dalam

masalah pelayanan kesehatan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan

spiritual pada pasien stroke.

3. Bagi Peneliti

Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk

penelitian selanjutnya tentang intervensi keperawatan yang diberikan pada

pasien stroke dengan distress spiritual.

4. Bagi Pasien

Dengan adanya penelitian ini diharapkan pasien akan mendapatkan

pelayanan kesehatan secara komprehensip meliputi fisik, psikologi, sosial

dan spiritual.

E. Keaslian Penelitan

Sejauh pengetahuan peneliti tentang “Perbedaan spiritual pada pasien

stroke serangan pertama dan serangan berulang” belum pernah dilakukan.

Tetapi ada beberapa penelitian yang membahas tentang spiritual dengan

beberapa perbedaan aspek atau metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti

saat ini. Penelitian-penelitian tersebut adalah:

1. Johnstone, (2008) dengan penelitian yang berjudul “Relationships Among

Religiousness, Spirituality and Health for Individuals With Stroke”.

Dilakukan pada 63 pasien rawat jalan yang terdiri dari 32 pasien stroke

dan 31 orang sehat sebagai kontrol. Analisis yang digunakan adalah cross

sectional. Hasil ukur dengan 36 SF (Short From) menunjukan bahwa


kesehatan mental secara signifikan berkorelasi dengan agama dan spritual

(r = 0.43, p < 0.05). Persamaan penelitian yang dilakukan yaitu pada

metode penelitian cross sectional dan terdapat kelompok kontrol.

Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu

pada variabel dependent (variabel terikat).

2. Darussalam, (2011) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-

faktor yang Berhubungan dengan Depresi dan Hopelessness pada Pasien

Stroke di Blitar”. Dilakukan pada 73 responden dengan stroke dengan

desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan

dengan depresi adalah penyakit pernyerta (p: 0,038), kemampuan

fungsional (p: 0,014), dan fungis kognitif (p:0,012) sedangkan variabel

usia (p:0,506),pendidikan (p:0,563), dukungan keluarga (p:0,681), dan

lama menderita stroke (p:0,182) tidak ada hubungan. Faktor-faktor yang

berhubungan dengan hopelessness adalah penyakit penyerta (p:0,018), dan

kemampuan fungsional (p:0,004) sedangkan pada variabel usia (p:0,124),

pendidikan (p:0,118), lama menderita stroke (p:0,157), dukungan keluarga

(p:0,386), dan fungsi kognitf (p:0,449) tidak ada hubungan. Hasil

penelitian multivariat dengan regresi logistik diperoleh bahwa faktor yang

dominan berhubungan dengan depresi adalah fungsi kognitif (OR: 3,822)

dan pada hopelessness adalah kemampuan fungsional (OR: 7,898).

Persamaan penelitian yang dilakukan yaitu pada metode penelitian cross


10

sectional. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti yaitu pada variabel independent (variabel bebas).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Stroke

a. Definisi Stroke

Stroke atau cedera serebrovaskuler merupakan gangguan

neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya

aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2005).

Menurut WHO stroke terjadi karena adanya gangguan fungsi otak

sebagian atau menyeluruh yang timbul secara mendadak dan akut,

biasanya berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan karena adanya

gangguan perdarahan darah otak (Junaidi, 2004). Jadi, stroke atau

cedera serebrovaskuler merupakan gangguan neurologik yang yang

timbul secara mendadak yang diakibatkan karena suplai darah ke

bagian otak terhenti.

b. Manifestasi Stroke

Stroke tidak hanya menyerang orang yang sakit saja tetapi juga

dapat menyerang orang yang secara fisik tampak sehat. Hal tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingkat stres yang tinggi.

Pengenalan tanda dan gejala stroke sangat penting agar dapat

menurunkan angka kejadian dan kematian akibat stroke. Menurut

(Smeltzer & Bare, 2002) tanda dan gejala yang biasanya muncul pada

orang yang terkena stroke yaitu:

11
12

1) Disfungsi motorik seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah

satu sisi tubuh), paralis dan hilang atau menurunnya refleks tendon.

2) Ganggun dalam berkomunikasi seperti disatria (kesulitan berbicara),

disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), aparksia

(ketidakmampuan melakukan tindakan yang telah dipelajari)

3) Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan dalam

menginterpretasikan sensasi seperti:

(a) Disfungsi persepsi visual (kehilangan setengah lapang pandang

atau homonimus hemianopsia).

(b) Kehilangan sensori yaitu kesulitan dalam menginterpretasikan

stimulus visual, taktil dan auditorius

4) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis yaitu penurunan atau

kehilangan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi sehingga

menyebabkan pasien mengalami depresi. Masalah psikoligi lain

yang umum terjadi seperti emosional, kurang kerjasama, dan

bermusuhan.

c. Klasifikasi Stroke

Secara umum stroke di kalsifikasikan menjadi 2 yaitu stroke

iskemik dan stroke hemoragik (Wahjoepramono, 2005).

1) Stroke Iskemik

Storke Iskemik adalah penurunan aliran darah ke bagian otak

yang disebakan karena vasokontriksi akibat penyumbatan pada

pembuluh darah arteri sehingga suplai darah ke otak mengalami


penurunan (Mardjono & Sidharta, 2009). Berdasarkan perjalanan

klinisnya, stroke iskemik dikelompokan menjadi dua yaitu (Junaidi,

2004):

(a) Transient Ischemic Attack (TIA): serangan stroke sementara

yang berlangsung kurang dari 24 jam.

(b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): gejala

neurologi yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan

21 hari.

(c) Progressing Stroke atau Stroke in evolution: kelainan atau

defisit neurologi yang berlangsung secara bertahap dari yang

ringan sampai yang berat.

(d) Completed Stroke: kelainan neurologis yang sudah menetap dan

tidak berkembang lagi.

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena

adanya perdarahan intrakranial non traumatik. Perdarahan

intrakranial yang sering terjadi yaitu perdarahan intraserebral dan

perdarahan subnarakhnoid (Bustan, 2007).

(a) Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya

pembuluh darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar

dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak.

Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan


14

intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan pada

pembuluh darah otak sehingga menyebabkan penurunan aliran

darah otak dan berujung pada kematian sel sarah sehingga

mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer & Bare, 2002).

(b) Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan subaraknoid adalah masuknya darah ke ruang

subarakhnoid. Gejala perdarahan subarakhnoid yang biasanya

timbul yaitu serangan mendadak dengan nyeri kepala hebat

seperti ada yang meletus di dalam kepala dan kaku kuduk,

merupakan gejala yang spesifik yang timbul beberapa saat

kemudian (Smeltzer & Bare, 2002).

d. Patofisiologi Stroke

Stroke disebabakan karena adanya arterosklerosis.

Arterosklerosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terjadi

secara lambat pada dinding-dinding arteri sehingga dapat menghalangi

aliran darah ke jaringan. Bila arteri tertimbun lemak maka elastisitasnya

berkurang sehingga dapat mempengaruhi tekanan darah. Akibat lain

dari arterisklerosis yaitu terbentuknya bekuan darah atau trombus yang

melekat pada dinding arteri sehingga menyembabkan sumbatan pada

pembuluh darah. Apabila bagian trombus terlepas dari dinding arteri

mengikuti aliran darah menuju arteri yang lebih kecil maka dapat

menyebabkan sumbatan yang mengkibatkan pecahnya pembuluh darah.

Bagian trombus yang terlepas disebut emboli (Junaidi, 2004):


1) Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik terjadi karena adanya penyumbatan

aliran darah diotak akibat trombus atau embolus. Trombus

umumnya terjadi karena adanya aterosklerosis yang berkembang

pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi tersumbat dan

aliran darah ke trombus menjadi berkurang. Hal tersebut

mengakibatkan iskemik yang kemudian dapat menimbulkan infark

pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan

menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Kemudian terjadi

sumbatan pada arteri sehingga menyebabkan iskemik secara tiba-

tiba dan berkembang sangat capat dapat menimbulkan gangguan

neurologis fokal. Perdarah pembuluh darah otak disebabkan karena

pecahnya pembuluh darah otak oleh emboli (Bustan, 2007).

2) Stroke Hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah dapat menyebabkan darah

mengalir ke ruang subarachnoid yang dapat menimbulkan

perubahan komponen intracranial. Adanya perubahan komponen

intrakranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial yang nantinya

dapat menyebabkan kematian. Darah yang mengalir ke otak atau

subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah

dan terjadi penekanan pada daerahn tersebut sehingga


16

menimbulkan aliran darah berkurang yang dapat menyebabkan

nekrosis jaringan (Bustan, 2007).

e. Faktor Risiko

Pada umumnya faktor risiko stroke terbagi menjadi faktor risiko

yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

(Israr, 2008).

1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain: hipertensi, kadar

kolesterol darah, diabetes militus, obesitas, stress, dibetes melitus,

penyakit jantung, merokok, dan konsumsi alkohol

2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: umur, jenis

kelamin, riwayat penyakit keluarga.

f. Pencegahan Stroke

Pencegahan dilakukan untuk menurunkan kecacatan dan kematian

agar dapat memperpanjang kualitas hidup seseorang. Pencegahan

penyakit stroke dibagi menjadi dua yaitu pencegahan primer dan

pencegahan sekunder. Pencegahan primer ditujukan untuk mereka yang

belum mengalami stroke. Pencegahan sekunder dilakukan untuk mereka

yang pernah mengalami stroke. Pencegahan tersier merupakan

pencegahan yang menggunakan 4 faktor utama yang mempengaruhi

penyakit seperti life style, lingkungan, biologis dan pelayanan kesehatan

(Bustan, 2007). Pencegahan tersier bertujuan untuk merehabilitasi pasien

stroke yang telah mengalami kelumpuhan pada tubuhnya agar tidak


bertambah parah dan dapat mengalihkan fungsi anggota tubuhnya yang

lumpuh pada anggota tubuh yang normal (Junaidi, 2004).

1). Pencegahan Primer

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari

rokok, stres, alkohol, dan obesitas. Selain itu mengurangi

pengonsumsian garam, asupan lemak dan koleterol yang berlebih

dan mengontrol hipertensi.

2). Pencegahan Sekunder

Pencegahan yang dilakukan dengan cara:

(a) Memodifikasi gaya hidup untuk mengontrol faktor risiko

stroke, seperti mengobati hipertensi dan diabetes melitis,

berhenti merokok, menghindari stres, menurunkan berat badan

dan rajin berolahraga.

(b) Keluarga ikut peran serta dalam mengatasi krisis sosial dan

emosional pada penderitas stroke dengan memahami kondisi

barunya untuk mereka yang tidak dapat melakukan aktivitas

secara mandiri.

(c) Memakai obat-obatan untuk menurunkan tingkat keparahan

atau komplikasi dari stroke.

3). Pencegahan tersier yang dilakukan yaitu:

(a) Gaya hidup: mengurangi stres, berhenti merokok, dan latihan

sedang.
18

(b)Lingkungan: menjaga keamanan dan keselamatan pasien dan

dukungan penuh dari keluarga.

(c) Biologi: kebutuhan berobat, terapi fisik dan bicara

(d)Pelayanan kesehatan: emergency medical technic dan asuransi

g. Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang

Stroke serangan pertama adalah stroke yang baru pertama kali

individu alami. Serangan ini terjadi secara mendadak, disebabkan

karena adanya gangguan perdarahan darah otak. Pada periode awal

stroke, individu akan menunjukan perasaan negatif terhadap dirinya

seperti gelisah, bingung, tidak nyaman dan menjadi sensitif. Faktor

risiko yang dapat mempengaruhi stroke serangan pertama antarlain

faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi

(Israr, 2008).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor yang dapat

dicegah terjadinya suatu penyakit dengan cara memberkan intervensi.

Faktor risiko ini dipengaruhi oleh banyak hal, terutama perilaku.

Berikut ini faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi,

stress, dibetes melitus, penyakit jantung, merokok, dan konsumsi

alkohol. Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor

risiko yang tidak dapat dirubah walaupun dilakukan intervensi karena

termasuk karakteristik seseorang mulai dari awal kehidupannya. Berikut

ini merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis

kelamin dan faktor genetik (Israr, 2008).


Stroke serangan berulang adalah stroke yang merupakan kelanjutan

dari stroke yang pernah dialami sebelumnya. Stroke serangan berulang

terjadi bukan karena kesalahan dalam pengobatan tetapi karena faktor

gaya hidup yang kurang sehat dan psikologi yang umumnya menjadi

pencetus stroke serangan selanjutnya. Faktor gaya hidup dan psikologi

termasuk dalam faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat

dimodifikasi yang mempengaruhi terjadinya stroke berulang antaralain

merokok, kurang teraturnya aktivitas fisik dan olahraga, ketidak

mampuan memanajemen stres, makan makanan yang tinggi lemak,

kalori dan garam. Untuk mengurangi risiko terjadinya stroke

selanjutnya dapat dilakukan dengan penerapan pola gaya hidup sehat

dan menggunakan terapi obat (Burn J. 1994).

B. Spiritual

1. Definisi Spiritual

Spiritual merupakan multidimensi yang terdiri dari dimensi

vertikal dan dimensi horisontal. Dimensi vertikal adalah hubungan individu

dengan Tuhan yang dapat menuntun dan mempengaruhi individu dalam

menjalani kehidupannya, sedangkan dimensi horisontal merupakan

hubungan individu dengan dirinya sendiri, orang lain dan dengan

lingkungan. Dimensi spiritual merupakan cara individu dalam

mempertahankan keharmonisan dengan dunia luar agar dapat

memaksimalkan kekuatan yang ada dalam dirinya untuk menghadapi stres

emosional, penyakit fisik baik kronis, kritis, terminal dan kematian (Utami
20

& Supratman, 2009). Jadi spiritual merupakan suatu kepercayaan seseorang

tentang adanya kekuatan non-fisik yang jauh lebih besar dari kekuatan yang

berasal dari dalam dirinya yang mampu mengatur kehidupan manusia

sehingga manusia sadar untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan sebagai

kausa pertama.

2. Karakteristik Spiritual

Pemenuhan kebutuhan spiritual individu dilakukan dengan cara

pemenuhan kebutuhan vertikal dan horisontalnya. Hal tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a) Pemenuhan kebutuhan horisontal

Pemenuhan kebutuhan vertikal merupkan pemenuhan kebutuhan

spiritual yang hubungannya dengan Tuhan (Utami & Supratman, 2009).

Pemenuhan kebutuhan spiritual dilakukan dengan cara berdoa dan

melakukan ritual agama. Doa dan ritual agama merupakan hal yang

sangat penting bagi setiap individu dalam melakukan aktivitasnya

sehari-hari. Doa dan ritual agama dapat memberikan ketenangan bagi

individu yang menjalankannya. Selain itu, doa dan ritual agama juga

dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya diri pada setiap

individu yang sedang sakit sehingga dapat meningkatkan imunitas atau

kekebalan tubuh sehingga mempercepat proses penyembuhan.


b) Pemenuhan kebutuhan vertikal

Pemenuhan kebutuhan vertikal meliputi hubungannya dengan diri

sendiri, orang lain dan dengan lingkungan (Utami & Supratman, 2009):

1) Hubungan dengan diri sendiri

Pemenuhan kebutuhan spiritual yang bersumber pada kekuatan diri

sendiri untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah yang

dihadapinya. Kekuatan spiritual yang muncul dapat berupa

kepercayaan, harapan dan makna hidup.

2) Hubungan dengan orang lain

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Maka dari itu setiap

individu harus dapat menjalain hubungan antar individu ataupun

kelompok secara harmonis untuk memenuhi kebutuhan

spiritualitasnya. Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dilakukan

melalui cinta kasih dan dukungan sosial.

Cinta kasih dan dukungan sosial dapat memberikan efek yang

positif pada setiap individu karena dapat memberikan bantuan dan

dukungan emosional untuk membantu individu dalam menghadapi

penyakitnya.

3) Hubungan dengan lingkungan

Lingkungan atau suasana yang tenang dan nyaman dapat

memberikan kedamaian pada setiap individu dalam memenuhi

kebutuhan spiritualitasnya. Kedamaian tersebut dapat meningkatkan

status kesehatan individu karena sikap carring dan empatinya.


22

3. Fungsi Spiritual

Spiritual merupakan sumber dukungan dan kekuatan individu agar

dapat mencapai kesehatan dan kesejahteraan hidup yang lebih baik. Pada

saat stres, individu akan mencari sumber dukungan dari keyakinan

agamanya. Dukungan ini sangat penting bagi setiap individu yang sedang

sakit atau yang memerlukan proses penyembuhan yang lama dan hasilnya

belum pasti. Dukugan tersebut diberikan agar individu yang sakit dapat

menerima keadaan yang dialaminya. Ritual agama seperti halnya berdoa,

membaca kitab dan ritual agama yang lain merupakan cara memenuhi

kebutuhan spiritualnya (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan penelitian Purnawadi, (2012) tentang intervensi

perawatan spiritual dan tingkat stres pasien gagal jantung kongestif di

rumah sakit Prof. R. D. Kandou Manado bahwa ada hubungan yang

signifikan antara intervensi perawatan spiritual terhadap tingakt stress

pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif baik secara fisiologis

maupun psikologis.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritual

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang

yaitu (Hamid, 2000):

a) Perkembangan

Setiap individu memiliki cara dan pemenuhan kebutuhan

spiritualitas yang berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis kelamin,

budaya, agama dan kepribadian individu. Spiritual memiliki hubungan


yang erat dengan prosese perubahan dan perkembangan manusia.

Semakin bertambahnya usia, spiritual seseorang semakin bertambah

karena mereka akan merasakan kedekatan dengan Tuhan.

Perkembangan spiritual berdasarkan usia meliputi:

1) Bayi dan toddler (0-2 tahun)

Perkembangan spiritual seseorang diawali dari masa bayi. Bayi

memang bulum dapat mengartikan spiritual karena belum memilki

moral tapi keluarga yang memiliki spiritual yang tinggi dianggap

sebagai sumber yang besar untuk perkembangan spiritual bayi yang

baik. Bayi dan toddler melum memilki rasa salah dan benar serta

keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa

mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang

mempengaruhi citra diri mereka.

2) Prasekolah

Anak prasekolah cenderung meniru apa yang dilahat bukan apa

yang dikatakan. Permasalahan akan timbul jika tidak ada kesesuaian

atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan apa yang

dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah cenderung sering

bertanya seputar moralitas dan agama. Mereka sering bertanya

kenapa perkataan atau tindakan ini dianggap salah/ benar, dimana

Tuhan itu tinggal, dan apa itu surga. Pada tahap ini metode

pendidikan spiritual yang paling efektif yaitu indoktrinasi dan


24

memberikan mereka kesempatan untuk memahami tentang

kebesaran Tuhan melalui fenomena alam seperti hujan, angin.

3) Usia sekolah

Pada tahap ini mereka mengaharapkan setiap doanya dapat

dikabulkan oleh Tuhan. Mereka yakin kalau yang salah akan

dihukum dan yang benar akan mendapat hadiah. Pada masa

puberitas anak sering mengalami kekecawaan karena mereka mulai

menyadari bahwa setiap doanya tidak selalu dikabulkan seseuai

dengan harapannya.

Pada usia remaja, mereka cenderung suka membandingkan

anatara orang tuanya dengan orang tua orang lain. mereka juga

membandingkan antara pandangan ilmiah dengan pandangan agama

serta mencoba untuk menyatukannya. Pada remaja yang mempunyai

orang tua berbeda agama, pada masa inilah mereka akan

memutuskan pilihan mana yang akan dianutnya atau tidak dipilih

satupun dari kedua agama yang dianutnya.

4) Dewasa

Pada usia ini mereka dihadapkan pada pertanyaan yang bersifat

keagamaan dari anak-anaknya. Mereka akan membuka memori masa

lalu ketika masih anak-anak tentang apa yang pernah didapatkannya

terkait masalah keagamaan untuk menjawab setiap pertanyaan dari

anak-anaknya. Masukan atau jawaban dari orang tua dulu dipakai

untuk mendidik anaknya.


5) Usia pertengahan

Usia pertengahan dan lansia mempunyai banyak waktu untuk

melakukan kegiatan keagamaan dan berusaha unutk memahami

setiap nilai-nilai agama yang diyakininya. Perasaan kehilangan

karena tidak aktif dan menghadapi kematian orang lain

menimbulkan kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis

agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk

menghadapi keyakinan dan kenyataan serta berperan aktif dalam

kehidupan agar merasa berharga dan dapat menerima kematian

sebagai sesuatau yang tidak dapat ditolak atau dihindari.

b) Budaya

Budaya mempengaruhi sikap, keyakinan dan nilai seseorang yang

pada umumnya mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Individu

belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral

dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan

keagamaan.

c) Keluarga

Keluarga memiliki peran dalam membentuk spiritual individu

karena merupakan tahap awal dari perkembangan spiritualitas. Dari

keluarga individu akan mendapatkan pengalaman, pandangan hidup

tentang spiritual dan belajar tentang Tuhan, diri sendiri, serta kehidupan

yang dijalaninya. Keluarga memiliki peran yang sangat vital karena

keluarga merupakan tempat pendidikan pertama yang didapatkan


26

seorang anak. Keluarga juga memiliki ikatan emosional yang kuat

dalam kehidupan sehari-hari karena selalu berinteraksi dengan individu

tersebut.

d) Agama

Agama dapat mempengaruhi spiritual individu karena agama

merupakan keyakinan seseorang terhadap Tuhan-nya dan tempat untuk

mempraktikan spiritualitasnya. Apabila seseorang secara tiba-tiba harus

kehilangan fungsi anggota tubuh yang disebabkan karena stroke maka

dapat menyebabkan distres spiritual dan perubahan perliaku. Hal

tersebut membuat individu menjadi kehilangan kontrol terhadap dirinya

sendiri. Agama adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai

sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup melalui ibadah yang

dijalaninya seperti sholat, berdzikir, dan berdoa sehingga individu akan

lebih menerima terhadap kejadian yang dialaminya serta menemukan

makna dari tujuan hidup.

e) Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup yang positif ataupun negatif dapat

mempengaruhi spiritual seseorang. Besarnya pengaruh spiritual

tergantung pada individu dalam mengartikan kejadian atau pengalaman

yang telah terjadi padanya. Sebagai contoh, ada dua orang ibu yang

terkena stroke. Mereka percaya bahwa Tuhan mencintai umatnya akan

tetapi ibu tersebut harus kehilangan fungsi anggota tubuh atau

kelumpuhan yang merupakan dampak dari stroke. Salah satu dari


mereka akan mempertanyakan keberadaan Tuhan, menyalahkan diri

sendiri, merasa tidak berdaya, sedih dan marah terhadap kejadian yang

telah menimpanya. Sedangkan untuk ibu yang satunya, cenderung lebih

menerima dengan ikhlas, tabah dan memiliki semangat hidup yang

tinggi walaupun kehilangan fungsi anggota tubuh karena dia tahu

bahwa semua yang ada padanya hanya titipan yang suatu saat dapat

diambil termasuk hal nya fungsi anggota tubuh.

f) Krisis dan perubahan

Krisis sering kali dialami oleh individu yang mengalami penyakit

terminal, penderitaan, proses penuaan dan kehilangan bahkan kematian.

Stroke merupakan penyakit yang menyerang secara mendadak.

Seseorang yang secara tiba-tiba harus kehilangan fungsi anggota tubuh

karena dampak yang ditimbulkan oleh stroke yaitu kelumpuhan atau

kecacatan sehingga membuat pendertia menjadi stress dan depresi. Hal

tersebut membuat individu mengalami perubahan mental dan psikologi

yang sering kali menurunkan semangat hidupnya. Kondisi tersebut

dapat diperparah apabila individu tersebut sangat mengagungkan

kemampuan dan kehabatan dirinya serta jauh dari nilai religiusitas dan

spiritualitas.

g) Isu moral terkait terapi

Ada beberapa intervensi medis yang dapat dipengaruhi oleh

agama. Individu terkadang menolak untuk dilakukan pengobatan karena

intervensi medis tidak sesuai dengan agama yang sering kali dapat
28

menyebabkan konflik antara pasien dan tenaga kesehatan. Tindakan-

tindakan medik seringkali dipengaruhi oleh pengajaran agama seperti

efek terapi yang menimbulkan rasa sakit dan berisiko untuk terjadi

kematian. Stroke merupakan penyakit neusorlogis kronis yang

menyerang secara mendadak dan dapat menyebabkan kelumpuhan

sehingga menyebabkan gangguan psikologi dan emosional. Hal tersebut

dapat mengganggu sistem keperacayaan terhadap nilai kekuatan,

harapan dan makna kehidupan. Maka dari itu, penderita perlu dilakukan

pendekatan spiritual agar penderita mampu menerima, menemukan

makna hidup dan mampu meningkatkan kualitas hidup yang dapat

menunjang tingkat kesembuhannya (Harmaini, 2006 dalam Yani, 2010)

h) Asuhan keperawatan yang kurang sesuai

Perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik klien saja tetapi

juga harus peka terhadap kebutuhan spiritual klien saat memberikan

tindakan asuhan keperawatan. Ada beberapa alasan mengapa perawat

menghindari untuk memenuhi kebutuh spiritual klien. Alasan tersebut

antara lain merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya,

kurang menganggap pentingnya kebutuhan spiritual, tidak mendapat

pendidikan aspek spiritual dalam keperawatan dan merasa bahwa

pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya tetapi

tugas pemuka agama.


5. Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual yaitu kebutuhan untuk mempertahankan atau

mengembalikan keyakinan untuk memenuhi kewajibannya sebagai umat

yang beragama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau

pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan

Tuhan (Carson, 1989 dalam Hamid, 2000). Kebutuhan spiritual dibagi

menjadi 7 butir yaitu (Galek, Flannelly, & Vane, 2005):

a) Kebutuhan akan rasa cinta, memiliki, menghormati adalah kebutuhan

individu agar merasa diterima oleh orang lain tanpa syarat serta agar

individu memberi dan menerima rasa cinta.

b) Kebutuhan tentang keagamaan adalah kebutuhan agar individu dapat

melakukan doa, ritual keagamaan dan beribadah kepada Tuhan.

c) Kebutuhan tentang rasa syukur, harapan, perdamaian, fikiran positif

Adalah kebutuhan agar individu memiliki rasa damai, tenang, fikiran

positif dalam menjalani kehidupan.

d) Kebutuhan tentang arti dan tujuan hidup adalah agar individu memiliki

arti dan tujuan hidupnya.

e) Kebutuhan tentang moralitas dan etika adalah kebutuhan agar individu

dapat menjalani kehidupan yang bermoral dan beretika serta

bertanggungjawab.

f) Kebutuhan tentang apresiasi seni dan keindahan adalah kebutuhan agar

individu dapat memilki apresiasi tentang seni dan keindahan.


30

g) Kebutuhan tentang cara untuk menghadapi kematian adalah kebutuhan

agar individu mendapatkan pemahaman yang benar tentang kematian

serta cara yang tepat untuk menghadapi kematian.

6. Tingkatan Spiritual

Tingkatan spiritual manusia dibagi menjadi tujuh tingkat dari tingkat

egoistik sampai suci secara spiritual. Tingkatan spiritual tidak dapat dinilai

oleh manusia akan tetapi dinilai langsung oleh Tuhan. Manusia hanya dapat

mengukur tingkat spritual yang tampak dari perilaku yang dilakukan setiap

hari baik dengan sesama mahkluk ataupun dengan Tuhan yang diwujudkan

dengan ibadah yang dijalankannya. Tujuh tingkat spiritual manusia

meliputi (Purwaka, 2006) :

a) Nafs Ammarah

Pada tahap ini orang cenderung nafsunya didominasi oleh godaan

yang mengajak ke arah kejahatan. Orang tersebut tidak dapat mengontol

kepentingan dirinya dan tidak memiliki moralitas. Hal ini menunjukan

keinginan fisik dan egoisme. Kesadaran dan akal manusia dikalahkan

oleh keinginan hawa nafsu. Manusia tidak memiliki batasan moral

untuk menahan apa yang diinginkannya. Jiwa manusia yang awalnya

suci dan beriman, namun manusia terlena dengan kenikmatan duniawi

dan tenggelam dalam nilai materialistik.

b) Nafs Lawwamah

Manusia memiliki kesadaran terhadap perilaku untuk membedakan

mana yang baik dan yang benar serta menyesali keselahan yang pernah
dilakukan. Pada tahap ini kemampuan untuk mengubah gaya hidup

belum dapat dilakukan. Mereka hanya mencoba menjalankan

kewajibannya saja seperti sholat, puasa, zakat dan mencoba berprilaku

baik. Terdapat tiga hal yang dapat merubah prilaku seseorang seperti

kemunafikan, kesombongan dan kemarahan yang setiap kali

menyertainya dalam aktivitas sehari-hari.

c) Nafs Mulhiman

Manusia mulai merasakan ketulusan dalam melakuakn setiap

ibadah. Mereka termotivasi akan cinta kasih pengabdian dan nilai-nilai

moral. Pada tahap ini merupakan awal dari praktik sufisme walaupun

belum bisa terbebas dari keinginan dan ego. Secara keseluruhan orang

akan memilliki emosi yang matang, menghargai dan dihargai orang lain

d) Nafs Muthma’innah

Pada tingkatan ini orang akan merasakan kedamaian, kebahagiaan,

kegembiraan dalam Tuhannya karena mereka cenderung bersyukur,

penuh kasih sayang, berpikiran terbuka dan dapat dipercaya. Menerima

setiap cobaan yang diberikan Tuhan sebagai bentuk kasih sayang-Nya

dan dijalani dengan penuh kesabaran dan ketakwaan serta tidak berbeda

ketika memperoleh kenikmatan. Seseorang mulai dapat melepaskan dan

menyerahkan masalahnya kepada Tuhan.

e) Nafs Radhiyah

Pada tahap ini mereka tetap tenang dan bahagia walaupun dalam

keadaan sulit, musibah, atau cobaan dalam kehidupannya. Mereka sadar


32

bahwa setiap cobaan dan kesulitan datang dari Tuhan untuk

memperkuat imannya. Tuhan tidak akan memberikan cobaan dan

kesulitan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Definisi bahagia bagi

mereka tidak berorientasi pada materialistik atau duniawi yang

berprinsip pada kesenangan sesaat dan menghindari rasi sakit. Jika

mereka telah sampai tahap ini maka rasa cinta dan bersykur kepada-Nya

sangat tinggi.

f) Nafs Mardhiyah

Pada tahap ini mereka menyadari akan segala kesulitan yang

datang dari Tuhan hanya untuk menguji tingkat keimanannya. Segala

kejadian yang menimpanya tidak lepas dari campur tangan Tuhan yang

mencintai hambanya dalam situasi apapun. Seseorang akan mencapai

tahap ini apabila ketakwaan, kepasrahan, kesabaran, kesyukuran dan

kecintaan kepada Tuhan demikian sempurna.

g) Nafs Safiyah

Mereka telah mencapai tahap akhir dan telah mengalami

transedensi diri seutuhnya. Tidak ada nafas yang tersisa, hanya

penyatuan dengan Tuhan. Pada tahap ini seseorang telah menyadari

kebenaran sejati, “Tidak Ada Tuhan Selain Allah” dan hanya keilahian

yang ada dan setiap indra manusia.

7. Pengaruh Spiritual Terhadap Kesehatan

Manusia merupakan makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang

seharusnya dipandang secara holistik dan unik. Apabila salah satu aspek
tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada ke

empat aspek tersebut (Utami & Supratman, 2009). Spiritual merupakan

salah satu aspek penting yang sering diabaikan dalam pemberian asuhan

keperawatan (Dover & Bacon, 2001).

Aspek spritual tidak terpenuhi dapat menyebabkan distress spiritual

yang diikuti oleh perubahan perilaku. Dikatakan spritual rendah apabila

pasien berperilaku maladaptif yang tampak dari perilaku yang

ditunjukannya seperti halnya mudah marah, mengeluh terhadap sakit yang

dialami, menganggap sakit yang dialami sebagai hukuman dan

menganggap Tuhan tidak adil terhadap dirinya (Potter & Perry, 2005).

Dampak yang ditimbulkan dari spritual rendah yaitu dapat mengganggu

proses penyembuhan karena pasien akan cenderung mengalami stres atau

depresi dengan keadaan yang dialaminya sekarang sehingga akan

mengisolasi dirinya dari lingkungan sosial. Selain itu cemas dan takut akan

kehilangan kemampuan dalam menjalankan aktivitas setiap hari seperti

halnya ibadah terhadap Tuhan sehingga akan timbul pertanyaan tentang

tujuan hidup, sumber dan makna hidup (Cornah, 2006).

Pasien dengan spiritual tinggi cenderung menunjukan perilaku yang

adaptif yaitu lebih bisa menerima dan berfikir positif terhadap setiap

kejadian yang dialami sehingga dapat menemukan keseimbangan antara

nilai, tujuan, dan sistem keyakinan sebagai hubungan dengan diri sendiri,

orang lain dan Tuhan. Dari beberapa hasil penelitan menunjukan bahwa

dengan berdoa pasien mampu mengekspresikan perasaan, harapan dan


34

kepercayaan kepada Tuhan sehingga koping yang dihasilkan adalah koping

positif yang dapat mempengaruhi kesehatan pasien. (Utami & Supratman,

2009).

C. Kerangka Teori

Berdasarkan kerangka uraian diatas maka dapat dirumuskan kerangka

teori penelitiannya yaitu:

Serangan
Serangan Pertama Spiritual
Stroke Pasien
Serangan
Berulang
Faktor risiko yang Spiritual Tinggi
dapat mempengaruhi
meliputi: Spiritual Rendah

1. Faktor yang dapat


dimodifikasi Faktor-faktor yang
2. Faktor yang tidak mempengaruhi spiritualitas:
dapat dimodifikasi 1. Perkembangan (umur)
2. Faktor budaya
3. Faktor agama
4. Faktor Keluarga
5. Faktor pengalaman
hidup
6. Faktor krisis dan
perubahan
7. Isu moral terkait terapi
8. Asuhan keperawatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


D. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Serangan Stroke
Pertama Spiritualitas Pasien

Serangan stroke
Berulang
Variabel Penganggu:

1. Faktor Pengalaman
Hidup
2. Faktor Krisis dan
Perubahan
3. Isu Moral Terkait
Terapi
4. Asuhan
Keperawatan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterngan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


36

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan prediksi sementara dari hasil penelitian, yaitu

hubungan yang diharapkan antar variabel yang dipelajari (Saryono, 2011).

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian,

yaitu: “ada perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara pasien stroke

perangan pertama dan serangan berulang di RSUD dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga”.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis komparatif.

Analisis komparatif merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara

signifikan nilai-nilai dua antar kelompok atau lebih (Sugiyono, 2010).

Desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional atau potong lintang

karena pengukuran dan obsevasi variabel hanya dilakukan pada saat itu

atau tertentu saja. Pengukuran variabel dilakukan hanya sekali dan tidak

dapat diulang (Saryono, 2011).

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pasien stroke di RSUD dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Waktu penelitian dilakukan pada

bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto,

2006). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien stroke di RSUD dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

37
38

2. Sampel penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010) sampel adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Sedangkan sampling menurut

Nursalam (2008) adalah cara atau metode pengambilan sampel untuk

dapat mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah consecutive sampling yaitu pengambilan

dimana sampel diambil dari semua subyek yang datang dan memenuhi

kriteria pemilihan sampai jumlah subyek terpenuhi (Saryono 2011).

Kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini adalah:

a. Kriteria inklusi:

1. Pasien stroke tanpa komplikasi seperti penyakit jantung dan ginjal


2. Bersedia menjadi responden
b. Kriteria ekslusi:

1. Pasien dengan gangguan jiwa


2. Pasien yang mengalami penurunan kesadaran dengan GCS < 15
3. Pasien dengan afasia
4. Pasien dengan demensia

Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan

rumus solvin sebagai berikut (Nursalam, 2008):

Gambar 3.1 Rumus Solvin


Keterangan : n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = standar error (10%)

= 50 pasien

Pada pelaksanaan penelitian melibatkan 50 responden yang terdiri

dari 35 pasien dengan serangan stroke pertama dan 15 pasien dengan

stroke serangan berulang.

C. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini terdapat dua jenis yaitu:

1. Variabel bebas (independent) merupakan variabel yang mempengaruhi atau

menjadi sebab berubahnya variabel dependen (Sugiyono, 2010).

Variabel dalam penelitian ini yaitu serangan stroke.

2. Variabel terikat (dependent) merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010).

Variabel dependent dalam penelitian ini yaitu tingkat spiritual.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah pengertian dari suatu konsep yang nyata.

Definisi operasional dilakukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran

dalam penelitian. Definisi operasional dirancang untuk memudahkan

pengumpulan data dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi


40

ruang lingkup variael. Pada bagian definisi operasional terdapat komponen

yang meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur dan skala

ukur (Saryono, 2011). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Alat ukur Parameter Skala


1. Variabel Serangan stroke Kuisioner 1. Stroke serangan Nominal
bebas: merupakan gangguan pertama
Serangan yang terjadi akibat 2. Stroke serangan
stroke sumbatan atau berulang atau
pecahnya pembuluh recurrent stroke
darah yang di tandai
dengan munculnya
tanda dan gejala
stroke. Stroke
serangan pertama
merupakan stroke
yang baru dialami
individu yang
sebelumnya tidak
terdapat tanda dan
gejala stroke.
Sedangkan stroke
serangan berulang
merupakan kelanjutan
dari stroke yang sudah
pernah di alami
sebelumnya atau
memiliki riwayat
gejala stroke.
2. Variabel Tingkat spiritual Kuisioner 1. Rendah Ordinal
terikat: merupakan tingakatan Dengan 25 2. Tinggi
Tingkat keyakinan terhadap item
spiritual Tuhan Yang Maha pertanyaan,
Esa dimana skor 0-
12 untuk nilai
spiritual
rendah dan 13-
25 untuk nilai
spiritual tinggi
E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam proses

pengumpulan data dengan tujuan untuk mempermudah dalam pekerjaan dan

hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, dan sistematis) sehingga mudah diolah.

Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuisioner dengan 40 butir

pertanyaan.

Untuk mengetahui jenis serangan stroke pertama atau stroke serangan

stroke berulang menggunakan pertanyaan tertutup. Dimana terdapat pilihan

untuk jenis serangan stroke, mulai dari serangan stroke 1 sampai serangan

stroke ke- 4 atau lebih. Sedangkan untuk mengukur tingkat spiritual

menggunakan skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat

jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”. Data yang diperoleh berupa data

interval. Skala Guttman dilakukan apabila ingin mendapatkan jawaban yang

tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.

Penilaian tingkat spiritual terdiri dari spiritual tinggi dan spiritual

rendah. Spiritual rendah apabila rentang skornya 0-12, sedangkan untuk

rentang skor 13-25 dengan tingkat spiritual tinggi. Pernyataan yang termasuk

unfavorabel meliputi item 6, 11, 12, 14, 21. Nilai 1 untuk jawaban tidak dan

nilai 0 untuk jawaban iya. Sedangkan untuk pernyataan yang termasuk

favorabel meliputi item 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22,

23, 24, 25. Nilai 1 untuk iya dan nilai 0 untuk jawaban tidak.
42

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Validatas dan reliabilitas perlu

diuji terlebih dahulu sebelum digunakan agar data yang diperoleh dapat

mencapai derajat akurasi yang signifikan (Fathoni, 2006). Alat yang

pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar kuisioner

tingkat spiritual dengan 40 pertanyaan dalam bentuk checklist. Kuisioner

ini merupakan hasil proses adopsi dari penelitian Wahyu ningsing, (2009)

tentang spiritualitas. Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini

adalah Pearson Product Moment.

√ √

Gambar 3.2. Rumus Pearson Product Moment.

Keterangan

r = Korelasi product moment

N = Jumlah sampel

X = Skor variabel X

Y = Skor variabel Y

XY = Skor variabel X dikalikan skor variabel Y


Keputusan uji:

Hasil uji validitas menunjukan bahwa dari 40 item pernyataan

terdapat 15 item yang mempunyai nilai r kurang dari 0,361 sehingga

dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid ini dihilangkan dengan

pertimbangan bahwa item ini tidak terlalu mewakili varabel yang diteliti

sehingga dalam penelitian menggunakan 25 item pernyataan yang sudah

valid.

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana

suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hasil

pengukurannya akan tetap sama atau konsisten apabila dilakukan

pengukuran berulang (konsisten, akurasi dan presisi) (Saryono, 2011).

Instrumen penelitian tingkat spiritual pasien dilakukan pengukuran

reliabilitas dengan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (Arikunto,

2008) adalah:

[ ][ ]

Gambar 3.3. Rumus Apha Cronbach

Keterangan:

r = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya bentuk pertanyaan

= Jumlah varians butir

= Jumlah hasil perkalian p dan q

= Varians total
44

Hasil uji reliabilitas menunjukan koefisien reliabilitas sebesar 0.963 atau

lebih besar dari 0.700 sehingga instrumen dapat dinyatakan reliabel (Kaplan &

Saccuzo, 1993 dalam Lusiani, 2006).

G. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Persiapan materi dan konsep yang mendukung penelitian.

2. Melaksanakan studi pendahuluan berupa permintaan izin kepada Direktur

RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga.

3. Menyusun proposal penelitian yang terlebih dahulu dikonsultasikan kepada

pembimbing.

4. Melaksanakan ujian proposal peneltian.

5. Peneliti melakukan revisi proposal penelitian sebelum pelaksanaan

penelitian yangkemudian dikonnsultasikan kembali kepada pembimbing I,

pembimbing II, dan penguji.

6. Melakukan uji validitas instrumen pada pasien stroke di RSUD dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga.

7. Permintaan izin kepada universitas untuk melakukan penelitian, kemudian

peneliti meminta izin kepada kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan

Perlindungan Masyarakat. Diteruskan kepada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Kemudian diserahkan kepada RSUD

dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga guna mengadakan

penelitian di tempat tersebut.


8. Mendapatkan izin penelitian, peneliti mengumpulkan data responden dari

rekam medis pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten

Purbalingga.

9. Data responden yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk menjadi sampel

penelitian.

10. Memberikan penjelasan pada pasien ataupun keluarga tentang maksud dan

tujuan dari penelitian.

11. Memberikan informed concent pada pasien untuk memberikan persetujuan

untuk mejadi responden

12. Memberikan kuisioner kepada pasien dan mendampinginya dalam

menjawab pertanyaan.

13. Menarik kembali dan memastikan kuisioner sudah lengkap dan terisi

penuh.

14. Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan komputer.

15. Peneliti menganalisis data yang telah diolah.

16. Peneliti membuat laporan penelitian.

17. Mempresentasikan hasil penelitian

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data yang diterima yaitu menggunakan

(Notoatmodjo, 2010):
46

a. Editing

Data yang sudah terkumpul kemudian disusun. Editing adalah

memeriksa kembali daftar pertanyaan yang telah diserahkankepada

peneliti. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang

ada di daftar pertanyaan. Peneliti memeriksa kembali kuisioner yang

sudah terisi dan memastika bahwa kuisioner sudah lengkap isinya.

b. Coding

Data yang diperoleh kemudian diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan pengkodean atau coding. Coding yaitu mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan,

kemudian dimasukkan ke dalam lembar jawaban untuk mempermudah

membacanya.

c. Scoring

Scoring adalah penilaian terhadap item-item yang perlu diberi

penilaian atau skor. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam

menganalisis data.

d. Tabulasi

Tabulasi adalah memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam

tabel-tabel sesuai kriteria. Jawaban-jawaban yang telah diberi scor

kemudian dimasukan ke dalam tabel.

e. Entri Data

Entri data merupakan kegiatan memasukkan data yang sudah

dilakukan pentabulasian data kedalam program komputer SPSS.


2. Analisa Data

Analisis data dilakukan secara bertahap dan melalui proses

komputerisasi. Analisis data menurut Notoatmodjo (2010) terdiri dari:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya analisis hanya akan

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo,

2010). Tujuannya yaitu untuk menjelaskan atau membandingkan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti dari angka atau jumlah

dan presentase masing-masing kelompok, tanpa ingin mengetahui

pengaruh/ hubungan dari karakteristik (responden) yang ingin diketahui

(Sugiono, 2010). Karakteristik tersebut meliputi umur, pendidikan, jenis

serangan dan tingkat spiritual.

b. Analisa Bivariat

Analisis pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan

tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang.

Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji fisher’s exact. Hal

tersebut merupakan uji alternatif dari chi square karena pada hasil uji chi

square terdapat sel yang nilai ekspetasinya kurang dari 5 serta melebihi

20% dari total sel.

( )( )

( )

Gambar 3.4 Rumus Fisher’s Exact


48

Bila nilai fisher’s exact lebih kecil atau sama dengan nilai tabel

(Xh² < Xt²) atau nilai p < 0,05, maka H0 ditolak berarti ada perbedaan

yang bermakna.

I. Etika Penelitian

Saryono (2011) menyatakan secara umum prinsip etika penelitian,

meliputi:

1. Informed Consent merupakan prosedur penting untuk menjaga

keamanan dan melindungi hak responden. Informasi yang ada dalam

inform consent meliputi; partisipasien, tujuan dilakukan tindakan, jenis

data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial

masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang

mudah dihubugi. Mekanismenya yaitu peneliti memberikan penjelasan

tentang maksud dan tujuna penelitian serta dampak yang mungkin

terjadi selama proses penelitian. Responden mempunyai hak untuk

menerima maupun menolaknya, apabila responden atau keluarga

menyetujui maka dapat menandatangani lembar persetujuan tersebut.

2. Anonymity adalah menjaga kerahasiaan dan tidak mencantumkan nama

responden, tetapi dengan menuliskan kode responden. Masalah etika

penelitaian merupakan masalah yang memberikan jamainan dalam

penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang dicapai.


3. Confidentiality yaitu melindungi dan menjaga kerahasiaan semua data

atau informasi yang dikumpulkan selama dilakukannya penelitian atau

tidak membuka informasi didepan publik, kecuali data ilmiah yang

dijadikan variabel dalam penelititan tanpa mendeskripsikan identitas

responden.
50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden yang terdiri dari 35

responden dengan stroke serangan pertama dan 15 responden dengan stroke

serangan berulang. Responden yang diambil dalam penelitian ini sesuai dengan

kriteria inklusi dan ekslusi.

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden disajikan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan

tingkat pendidikan.

Tebel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan


Tingkat Pendidikan pada Pasien Stroke Serangan Pertama dan
Serangan Berulang di Ruang Poli Syaraf dan Rawat Inap RSUD
Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Karakteristik responden Serangan Nilai


Pertama % Berulang % p
1 Umur
. a. 21-45 3 8,6% 0 0,0% 0,623
b. 46-65 23 65,7% 11 73,3%
c. >65 9 25,7% 4 26,7%
2 Jenis kelamin
. a. Laki-laki 15 42,9% 8 53,3% 0,710
b. Perempuan 20 57,1% 7 46,7%
3 Tingkat Pendidikan
. a. Pendidikan Dasar 23 65,7% 6 40,0% 0,092
b. Pendidikan Menengah 11 31,4% 8 53,3%
c. Pendidikan Tinggi 1 2,9% 1 6,7%
Berdasarkan tabel 4.1 menujukan bahwa umur responden yang

mendominasi pada penelitian ini berada pada rentang 46-65 tahun

sebanyak 23 responden (65,7%), untuk stroke serangan pertama dan 11

responden (73,3%) untuk stroke serangan berulang. Data tentang jenis

kelamin yang paling banyak berada pada jenis kelamin perempuan

sebanyak 20 responden (57,1%), untuk stroke serangan pertama dan pada

serangan berulang sebanyak 7 responden (46,7%). Sedangkan untuk

tingkat pendidikan pada penderita stroke didominasi oleh penderita yang

berpendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 23 responden (65,7%) dan 6

responden (40,0%) pada stroke serangan berulang. Karakteristik umur,

jenis kelamin dan tingkat pendidikan responden pada kelompok serangan

pertama dan kelompok serangan berulang tidak menunjukan perbedaan

yang bermakna (p > 0,05)

2. Gambaran Tingkat Spiritual Pada Pasien Stroke Serangan Pertama

dan Serangan Berulang

Berdasarkan penelitian diperoleh data tentang tingkat spiritual

pasien stroke serangan pertama sebanyak 35 orang dengan kriteria 19

orang (54,3%) dengan spiritual tinggi dan 16 orang (45,7%) dengan

spiritual rendah. Sedangkan untuk stroke serangan berulang didapatkan

data untuk tingkat spiritual sebanyak sebanyak 15 orang (100%) dengan

tingkat spiritual tinggi dan tidak terdapat orang dengan tingkat spiritual

rendah. Hal tersebut disajikan dalam tabel 4.2


52

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Spiritual Pada


Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang Di Ruang
Poli Syaraf dan Rawat Inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga

Tingkat spiritual
No Variabel Tinggi Rendah Jumlah
Jumlah % Jumlah %
1. Serangan 19 54,3% 16 45,7% 35
pertama
2. Serangan 15 100% 0 0% 15
berulang
Jumlah 34 68% 16 32% 50

3. Perbedaan Tingkat Spiritual Pada Pasien Stroke Serangan Pertama


dan Serangan Berulang

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data tentang

tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama sebanyak 35 orang dengan

kriteria 19 (54.3%) orang dengan tingkat spiritual tinggi dan 16 (45.7%)

orang dengan tingkat spiritual rendah. Sedangkan untuk stroke serangan

berulang terdapat 15 orang (100%) orang dengan tingkat spiritual tinggi

dan tidak terdapat tingkat spiritual rendah. Hal tersebut tersaji dalam

bentuk tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Perbedaan Tingkat Spiritual


Pada Pasien Stroke Serangan Pertama dan Berulang Di Ruang Poli
Syaraf dan Rawat Inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga

No Serangan Stroke Tingkat Spiritual Nilai


Tinggi % Rendah % p
1. Pertama 19 orang 54.3% 16 orang 45.7% 0,001
2. Berulang 15 orang 100% - 0%
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa uji fisher’s exact yang

telah dilakukan memiliki nilai p sebesar 0,001 yang menunjukan bahwa

H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan tingkat spiritual yang bermakna

antara stroke serangan pertama dan serangan berulang.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Pembahasan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan.

a. Usia

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa karakteristik usia

responden terbanyak berada pada rentang umur 46-65 tahun

dengan jumlah 65,7% responden pada stroke serangan pertama dan

73,3% responden pada stroke serangan berulang. Hasil penelitian

tersebut sesuai ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rahmawati, Utomo, & Nauli (2013) menyatakan bahwa

karakteristik umur yang didominasi oleh rentang umur 46-65

tahun.

Usia merupakan salah satu faktor utama yang tidak dapat

dirubah dari angka kejadian stroke. Semakin bertambahnya usia,

resiko stroke semakin tinggi. Menurut Misbach & Kalim (2007)

dalam Rahmi (2011) menyatakan bahwa stroke merupakan

sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah otak, timbul

mendadak dan biasanya mengenai penderita dengan usia 45 samapi


54

80 tahun. Hal tersebut terjadi karena pada usia 45 tahun atau usia

produktif, stroke yang terjadi dipengaruhi oleh stress, konsumsi

alkohol, dan faktor gaya hidup yang modern yang cenderung

minim akan aktivitas dan konsumsi makanan cepat saji (fast food)

yang lebih banyak sehingga menyebabkan obesitas atau

kegemukan yang membuat risiko stroke semakin meningkat.

Terlebih apabila ada anggota keluarga yang menderita diabetes,

tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, kemungkinan untuk

terjadi stroke lebih tinggi (Sitorus, 2010)

Proses penuaan mengakibatkan proporsi lemak cenderung

akan bertambah sehingga menyebabkan kekuatan otot mengalami

penurunan. Hal tersebut mengakibatkan obesitas atau kegemukan.

Obesitas dapat meningkatkan risiko stroke karena lemak yang

tersumbat pada pembuluh darah dapat menghambat kelancaran

aliran darah menuju ke otak sehingga dapat menyebabkan

aterosklerosis yang memicu terjadinya stroke. Insidensi stroke

akan meningkat 2 kali lipat setelah umur 55 tahun (Nasution, 2007

dalam Rachmawati, 2012)

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian terkait jenis kelamin,

menunjukan bahwa terdapat 57,1% responden dengan jenis

kelamin perempuan pada stroke serangan pertama dan 46,7%

responden dengan stroke serangan berulang. Hal ini menunjukan


bahwa insidensi stroke pada penelitian ini lebih didominasi oleh

perempuan dari pada laki-laki. Jenis kelamin juga dapat

mempengaruhi angka kejadian stroke. pada jenis kelamiin laki-laki

risiko stroke lebih tiggi dibandingkan perempuan. Tingginya angka

kejadian stroke pada laki-laki dipengaruhi oleh faktor gaya hidup

yang tidak sehat, seperti merokok, minuman beralkohol dan faktor

stres atau depresi. Selain itu hormon testoteron, dimana hormon

tersebut dapat meningkatkan LDL. Apabila LDL tinggi maka dapat

meningkatkan kadar kolesterol daalm darah yang menjadi faktor

risiko penyakit degenaratif seperti halnya stroke (Bull, 2007 dalam

Rachmawati, 2013).

Sedangkan pada perempuan terdapat hormon esterogen

yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai

menopause dan sebagai proteksi terhadap aterosklerosis. Hormon

tersebut mampu meningkatkan kadar kolesterol HDL yang

menyebabkan vasodilatasi arteri, penurunan kadar fibrinogen dan

dapat menurunkan kadar kolesterol LDL yang dapat menurunkan

angka kejadian stroke (Azmi, 2012). Tapi setelah perempuan

mencapai menopause angka kejadian stroke lebih banyak diderita

oleh perempuan dari pada laki-laki. Hal tersebut terjadi karena

hormon esterogen yang menurun sehingga menyebabkan risiko

untuk terkena stroke lebih besar (Suwantara, 2004).


56

c. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada

pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang di RSUD

Dr. R. Goeteng Taroenadibrata menunjukan bahwa tingkat

pendidikan didominasi oleh tingkat pendidikan dasar (SD dan

SMP) sebanyak 65,7% responden pada stroke serangan pertama

dan 40,0% responden pada stroke serangan berulang.

Stroke merupakan salah satu penyakit yang berkaitan erat

dengan perilaku atau gaya hidup. Tingkat pendidikan pada

hakekatnya menjadi tolak ukur terhadap perubahan perilaku hidup

dalam mencapai kesehatan atau kualitas hidup yang maksimal.

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menambah

informasi dan pengetahuan seseorang yang diharapkan dapat

merubah pola hidup atau perilaku kesehatan ke arah yang lebih

baik lagi (Darussalam, 2011).

Hal tersebut terjadi karena tingkat pendidikan seseorang

dapat memperngaruhi tingkat pengetahuan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuan

seseorang terhadap informasi yang didapat dan semakin mudah

dalam berfikir rasional. Ketika terjadi masalah mereka dipandang

lebih mampu untuk beradaptasi dan menerima setiap kejadian yang

menimpanya. Mereka mampu menemukan makna hidup dan


melihat kasih sayang Tuhan dibalik kejadian yang menimpanya

sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat keyakiannya

terhadap Tuhan. Oleh karena itu pendidikan merupakan salah satu

kontrol sosial, ekonomi dan spiritual yang secara tidak langsung

berperan dalam kejadian stroke.

2. Gambaran Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan

Serangan Berulang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien

stroke serangan pertama di poli syaraf dan rawat inap di RSUD Dr. R.

Goeteng Taroenadibrata menunjukan bahwa presentase tingkat spiritual

pasien hampir sama pada stroke serangan pertama yaitu 54,3%

responden dengan tingkat spiritual tinggi dan 45,7% responden dengan

tingkat spiritual rendah. Hal tersebut disebabkan karena ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat spiritual pasien stroke

serangan pertama diantaranya faktor pengalaman hidup dan faktor

krisis serta perubahan. Faktor pengalaman hidup baik yang positif

ataupun negatif tergantung dari kemampuan individu dalam

mengartikan setiap kejadian yang menimpa dirinya. Sedangkan untuk

faktor krisis dan perubahan terjadi pada individu yang mengalami sakit

kronis, proses penuaan, kehilangan, dan penderitaan. Hal tersebut

terjadi karena perubahan dalam kehidupan dan krisis yang terjadi

merupakan pengalaman spiritual yang baru mereka alami sehingga

mereka akan berusaha untuk menemukan makna hidup dan jawaban


58

atas kejadian yang menimpanya agar mampu beradaptasi dengan

keadaannya yang baru.

Individu yang baru pertama kali terkena stroke cenderung akan

mengalami perubahan perilaku dan emosi akibat lesi di otak dan

disabiliti yang terjadi (Andri & Susanto, 2008). Seseorang yang secara

tiba-tiba harus terkena stroke dan mengalami kelempuhan fungsi organ-

organ tubuh yang sangat penting sehingga mereka kehilangan kontrol

terhadap dirinya sendiri. Terlebih orang tersebut sangat mengagungkan

kemampuan dan kehebatan dirinya serta jauh dari penghayatan religius

dan spiritualitas dampak psikologi yang ditimbulakannya lebih besar

lagi. Ada beberapa dampak yang ditimbulkan oleh stroke secara

langsung diantaranya, gangguan daya pikir, kosentrasi, penampilan

menjadi sangat menurun dan kehilangan banyak hal yang biasanya

dapat dilakukan sencara mandiri (Smeltzer & Bare, 2002).

Stroke tidak hanya ditandai dengan kelumpuhan sensorik atau

motorik akan tetapi stroke juga dapat menyerang harga diri, kesabaran,

keteguhan, daya tahan dalam menghadapi stress dan depresi serta

penyesuaian diri terhadap keadaan tubuh yang baru. Hampir semua

penderita pada stroke serangan pertama, mereka cenderung tidak bisa

menerima kenyataan yang dialaminya. Dalam diri mereka akan timbul

perasaan marah, kecewa, sedih, menyalahkan diri sendiri, gelisah,

bingung, tidak nyaman, rendah diri, merasa tidak berdaya dan

kehilangan minat terhadap segala sesuatu yang sering kali menurunkan


semangat hidup sehingga dapat mempengaruhi pikiran, emosi dan

perasaanya (Robinson, 2002). Onset atau lama kejadian stroke juga

dapat mempengaruhi tingkat spiritual seseorang. Seseorang yang belum

lama menderita stroke, dia akan merasa stress, sedih, cemas dan

bingung dengan kondisi yang dialaminya akan tetapi pada penderita

stroke yang sudah lama, mereka cenderung sudah bisa untuk

beradaptasi dengan kondisi yang dialaminya sehingga timbul rasa

menerima, ikhlas dan bersabar dengan kondisi stroke yang baru

pertama kali dialimnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien

stroke serangan berulang di poli syaraf dan rawat inap di RSUD Dr. R.

Goeteng Taroenadibrata menyatakan bahwa terdapat 100% orang

dengan tingkat spiritual tinggi dan tidak terdapat orang dengan tingkat

spiritual rendah. Hal tersebut terjadi karena pengalaman stroke yang

pernah dialami sebelumnya memberikan pengalaman dan nilai yang

sangat penting bagi spiritual pasien. Orang dengan tingkat spiritual

tinggi cenderung akan lebih bisa menerima dan memaknai setiap

kejadian yang menimpanya, baik kejadian yang positif ataupun yang

negatif. Pengalaman spritual yang didapat dari pengalaman stroke

sebelumnya dijadikan sebagai strategi koping untuk mengatasi stress

dan depresi yang dialaminya (Adientya, G., & Handayani, F., 2012 ).

Banyak orang yang menemukan makna dan tujuan hidup dari

pengalaman sakit yang telah didapatnya. Hal itu tampak karena sakit
60

seperti halnya orang yang membutuhkan jawaban atas kondisi yang

terbatas. Mereka merindukan jawaban atas masalah yang tidak sanggup

dihadapi sendiri. Dalam kondisi seperti itu, seseorang dihadapkan pada

kenyataan untuk menjaga keseimbangan dengan diri sendiri, sesama

makhluk hidup dan dengan Tuhan (Giaqinto, S., et all, 2010).

Mereka berusaha keras untuk menemukan jawaban terhadap

sesuatu yang tidak terbatas dan menemukan fokus ketika mengahadapi

tekanan emosional, sakit fisik dan menghadapi kematian. Dari hal

tersebut akan melahirkan inspirasi, perasaan hormat dan kagum

terhadap kehidupan, perasaan akan makna dan tujuan hidup. Oleh

karena itu rasa empati, motivasi, kasih sayang dan perhatian dari orang

lain khususnya anggota keluarga sangat di butuhkan. Pengalaman

spiritual yang didapat pada periode awal storke menjadi sangat penting

agar mereka mampu mengisi setiap kesempatan dengan sesuatu yang

lebih bermakna, menjadi lebih sabar, berfikir positif dan lebih

bertawakal lagi. Selain itu, pengalaman spiritual juga dapat memabantu

penderita dalam menyesuikan diri dengan keadaannya yang baru

sehingga mereka mampu menerima kenyataan, menemukan makna

hidup atau mengambil hikmah dari pesan Tuhan dibalik stroke yang

dialaminya sehingga penderita menjadi lebih tabah dan memiliki

kualitas hidup yang tinggi. (Yang & Yen, 2012).


3. Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan

Berulang

Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat

spiritual yang bermakna antara stroke serangan pertama dan serangan

berulang di poli rawat jalan dan rawat inap RSUD Dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga. Hal tersebut terjadi karena stroke

merupakan penyakit neurologi kronis yang menyerang secara tiba-tiba.

Apabila seseorang yang sangat membanggakan kemampuannya secara

tiba-tiba harus mengalami kehilangan fungsi anggota tubuh atau

mengalami kelumpuhan maka dapat menyebabkan krisis kepercayaan

terhadap kekuatan, harapan dan arti kehidupan (Potter & Perry, 2005).

Pada stroke serangan pertama dengan penderita yang belum lama

mengalami stroke, mereka akan mengalami gangguan psikologi dan

emosional sehingga terjadi kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri.

Timbulnya perasaan marah, stress, depresi, tidak berdaya, sedih, rendah

diri, menyalahkan diri sendiri, dan tidak dapat menerima kondisi yang

sedang dialaminya, beberapa diantaranya ada yang menarik diri dari

lingkungan sosial sehingga dapat menurunkan semangat hidup bagi

individu yang baru mengalami kejadian stroke (Misbach dalam

Darussalam, 2005). Bagi penderita stroke serangan pertama yang sudah

lama sakitnya cenderung bisa menerima, dan mampu untuk beradaptasi

dengan kondisi yang baru dialaminya. Hal tersebut terjadi karena

lamanya sakit membuat individu mencari cara untuk mengatasi dampak


62

yang ditimbulkan dari stroke sehinggi penderita menemukan hikmah

atau tujuan hidup dibalik kejadian yang terjadi.

Pada stroke serangan berulang dampak psikologi dan emosional

yang ditimbulkannya tidak begitu besar karena pengalaman spiritual

yang didapat dari pengalaman stroke sebelumnya memberikan nilai

yang sangat berarti bagi individu yang mengalaminya (Hamid, 2006).

Apabila terjadi sakit yang sama pola pikir penderita cenderung sudah

atau lebih terbentuk dalam memaknai setiap kejadian yang terjadi

terhadap keterbatasan fisik yang dialaminya. Mereka sudah terbiasa

dengan kondisi yang pernah mereka alami sehingga penderita lebih bisa

menerima, beradaptasi dengan keadaanya yang terjadi pada dirinya

sehingga mampu untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Oleh

karena itu serangan stroke berikutnya dapat meningkatkan spiritual

pasien yang ditunjukan dengan sikap lebih menerima, koping lebih

adaptif dan mampu untuk beradaptasi dengan keadaan stroke yang

sebelumnya sudah pernah dialaminya (Yani, 2010).

C. Keterbatasan penelitian

Penelitian mengenai perbedaan tingkat spiritual pasien stroke serangan

pertama dan serangan berulang di ruang poli syaraf dan rawat inap RSUD Dr.

R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga memiliki beberapa keterbatasan dalam

penelitian:

1. Variabel pengganggu yang tidak bisa dikendalikan seperti, faktor

pengalaman, isu moral terkait terapi dan asuhan keperawatan.


2. Penilaian skor tingkat spiritual hanya dibedakan menjadi 2 kategori

yaitu ya atau tidak.


64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “ Perbedaan Tingkat

Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang di RSUD Dr. R

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga” yang dilaksanakan pada tanggal 10 sampai

31 desember 2013 dapat disimplakan bahwa:

1. Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin dan tingkat

pendidikan dapat dijelaskan bahwa responden yang mendominasi pada

karakteristik umur berada pada rentang 46-65 tahun sebanyak 65,7%

responden untuk stroke serangan pertama dan 73,3% responden untuk

stroke serangan berulang. Karakteristik jenis kelamin yang paling banyak

berada pada jenis kelamin perempuan sebanyak 57,1% responden untuk

stroke serangan pertama dan pada serangan berulang sebanyak 46,7%

responden. Sedangkan untuk tingkat pendidikan didominasi oleh

penderita yang berpendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 65,7%

responden pada stroke serangan pertama dan 40,0% pada stroke serangan

berulang.

2. Gambaran tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama adalah 54,3%

responden dengan spiritual tinggi dan 45,7% responden dengan spiritual

rendah
3. Gambaran tingkat spiritual pasien stroke serangan berulang sebanyak

100% responden dengan tingkat spiritual tinggi dan tidak terdapat

responden dengan tingkat spiritual rendah

4. Ada perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara stroke serangan

pertama dan stroke berulang

B. Saran

Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai “Perbedaan Tingkat

Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang di RSUD Dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”, peneliti ingin menyampaikan saran sebagai

berikut:

1. Bagi Instansi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan perbaikan dalam masalah

pelayanan kesehatan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan spiritual

pada pasien stroke

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini bermanfaat sebagai acuan dalam mengembangkan ilmu

keperawatan, khususnya pada masalah spiritual.

3. Bagi Pasien dan atau keluarga

Dengan adanya penelitian ini diharapkan pasien akan mendapatkan

pelayanan kesehatan secara comprehensip meliputi fisik, psikologi, sosial

dan spiritual.
66

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya. Penelitian lanjutan dapat

dilakukan dengan menganalisis multi-variabel yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat spiritual pasien stroke (perkembangan, budaya,

agama, keluarga, pengalaman hidup, krisis dan perubahan, isu moral

terkait terapi dan asuhan keperawatan).


Daftar Pustaka

Adientya, G. (2012). Stres Pada Kejadian Stroke. Jurnal Nursing Studies, 1, 183-
188.

Andri, & Susanto, M. (2008). Tatalaksana Depresi Pasca Stroke. 58. Diperoleh
pada tanggal 24 Januari 2014 dari:
http://www.researchgate.net/publication/236585976_Treatment_of_Post-
Stroke_Depression Review_Article/file/60b7d518137532d18c.pdf.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian, suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Azmi, E. (2012). Gambaran Kadar Kolesterol HDL dan Tekanan Darah Pasien
Stroke yang Dirawat Di Bagian Saraf RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau. Jurnal Publikasi. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

Budiyanto, T. (2005). Hubungan Derajat Berat Stroke Non Hemoragik Pada Saat
Masuk Rumah Sakit Dengan Waktu Pencapaian Maksimal Aktifitas
Kehidupan Sehari-hari. Jurnal Publikasi. Semarang: Universitas
Diponegoro, Semarang.

Burn J. (1994). Long-term risk of recurrent stroke after a firs-ever stroke. The
Oxofordshire Community Stroke Project. 25. Diperoleh pada 28 Oktober
2013 dari: http://stroke.ahajournals.org/content/25/2/333.full.pdf.

Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi penyakit tidak menular (2 ed.). Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Considine, J. & McGillivray, B. (2010). Clinical issue: An evidence-based


practice approach to improving nursing care of acute stroke in an
australian emergency department. Journal of Clinical Nursing.
Darussalam, M. (2011). Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Depresi dan Hopelessness Pada Pasien Stroke di Blitar. Disertasi. Depok:
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Dover, V., Leslie. J., Bacon, J. M. (2001). Spiritual care in nursing practice: A
clos-up view. Nursing Forum: Jul-Sep 201: 36, 3: ProQuest Research
Library. Pg. 18

Fathoni, A (2006). Metodologi penelitian dan teknik penyusunan skripsi cetakan


pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
68

Galek, K., Flannelly, K., & Vane, A. (2005). Assesing a patient's spiritual need's:
a comprehnsive instrument. Jurnal of Holistik Nursing Practice, 19 (2):
62-69.

Giaquinto, S., et all. (2010). Religious and spiritual beliefs in stroke rehabilitation.
Clinical and Experimental Hypertension, 32 (6): 329-334.

Hamid, A. Y. S. (2000). Buku ajar: Aspek spiritual dalam keperawatan.


Jakarta: Widya Medika.

Handayani, D. Y., & Dewi, D. E. (2009). Analisis kekuatan hidup penderita dan
keluarga pasca serangan stroke (dengan gejala sisa). Jurnal Publikasi.
Purwokerto: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah.

Hawari, D. (2002). Dimensi religi dalam praktek psikiatri dan psikologi.


Jakarta: FKUI.

Israr, Y. A. (2008). Stroke. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Riau.

Junaidi, I. (2004). Panduan praktis pencegahan dan pengobatan stroke.


Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Lusiani, L. (2006). Pengetahuan Perawat tentang Kegawatan Nafas dan


Tindakan Resusitasi pada Neonatus yang Mengalami Kegawatan
Pernafasan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi mdan Ruang Anak RSUD
Gunung Jati Cirebon. Skripsi. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjadjaran .

Mardjono, M & Sidharta, P. (2009). Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Nanda. (2005). Panduan diagonsa keperawtan nanda. Definisi dan klasifikasi


2005-2006. Editor: Budi Santosa. Jakarta: Prima Medika.
Notoadmodjo, S. (2010). Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar: Fundamental Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Purnawinadi, I. G. (2012). Intervensi perawatan spiritual dan tingkat stres pasien


gagal jantung kongestif di Rumah Sakit Prof. R. D. Kandou Manado.
Perawatan Spiritual dan Stres, JKU, Vol. 1, No. 1 Juni 2012.

Purwaka, A. H. (2006). Psikologi Perkembangan Islam. Jakarta: PT. Grafindo


Persada.
Price, S. A., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. (6 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rachmawati, F., Utomo, W., & Nauli, F. A. (2013). Gambaran Status Fungsional
Pasien Stroke Saat Masuk Ruang Rawat Inap RSUD Arifin Achmad.
Jurnal Publikasi. Pekanbaru: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Riau

Rahmi, U. (2011). Pengaruh Discharge Planning Terstruktur Terhadap Kualitas


Hidup Pasien Stroke Iskemik di RSUD Al-Ihsan dan RS Al-Islam Bandung.
Disertasi. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Ramadhini, A. Z., Angliadi, L. S., & Angliadi, E. (2011). Gamabaran Angka


Kejadian Stroke Akibat Hipertensi Di Instalasi Rehabilitasi Medik BLU
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2011.
Jurnal Publikasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Rehabilitasi Medik.
Fakultas Kedoteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Riset Kesehatan Dasar (2007). Laporan Nasional 2007: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan, Rebuplik Indonesia,
Desember 2008. Diperoleh pada 05 Desember 2013 dari:
http://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas
%202007.pdf.

Robinson, S. G. (2002). Prayer after stroke. Its relationship to quality of life.


Journal Of Holistic Nursing: Official Journal Of The American Holistic
Nurses' Association [J Holist Nurs] 2002 Dec; Vol. 20 (4), pp. 352-.

Saryono. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT.


Percetakan dan Penerbit Unsoed.
Sitorus, R. J. (2010). Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Stroke
Pada Usia Muda Kurang dari 40 Tahun. Artikel Publikasi.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Sugiono. (2010). Metode penelitian pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Suwantara, J. R. (2004). Depresi pasca stroke: epidemiologi, rehabilitasi dan
psikoterapi. Universitas Indonesia.
70

Utami, Y. W. & Supratman. (2009). Hubungan Antara Pengetahuan Dengan


Sikap Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Di RSUD
Sukoharjo. Diperoleh pada 15 Oktober 2013 dari:
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/2039/BIK_V
ol_2_No_2_4_Yuni_Wulan_Utami.pdf?sequence=1.
Wahjoepramono, E. J. (2005). Stroke tata laksana fase akut. Jakarta: Universitas
Pelita Harpan.

Yang, N. c., & Yen, S. h. (2012). An experience applying a spiritual care model
to a first-time stroke patient.

Yani, F. I. A. (2010). Perbedaan Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan antara


Pasien Stroke Iskemik Serangan Pertama dan Berulang. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Yuniadi, Y. (2010). Intervensi pada stroke non-hemoragik. kardiologi Indonesia.


72

Você também pode gostar