Você está na página 1de 9

RASM UTSMANI

MAKALAH

OLEH MIR’ATUS SHOLIKHAH


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah


Rasmul qur’an merupakan salah satu bagian disiplin ilmu alqur’an yang mana di dalamnya
mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam
penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal
juga dengan nama Rasm Utsmani.
Tulisan al-Quran ‘Utsmani adalah tulisan yang dinisbatkan kepada sayyidina Utsman ra.
(Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah rampungnya penyalinan al-Quran yang dilakukan oleh
team yang dibentuk oleh Ustman pada tahun 25H. oleh para Ulama cara penulisan ini biasanya di
istilahkan dengan “Rasmul ‘Utsmani’. Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul Mukminin
Ustman ra.
Para Ulama berbeda pendapat tentang penulisan ini, diantara mereka ada yang berpendapat
bahwa tulisan tersebut bersifat tauqifi (ketetapan langsung dari Rasulullah), mereka berlandaskan
riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah menerangkan kepada salah satu Kuttab (juru tulis
wahyu) yaitu Mu’awiyah tentang tata cara penulisan wahyu. Diantara Ulama yang berpegang
teguh pada pendapat ini adalah Ibnul al-Mubarak dalam kitabnya “al-Ibriz” yang menukil
perkataan gurunya “ Abdul ‘Aziz al-Dibagh”, “bahwa tulisan yang terdapat pada Rasm ‘Utsmani
semuanya memiliki rahasia-rahasia dan tidak ada satupun sahabat yang memiliki andil, seperti
halnya diketahui bahwa al-Quran adalah mu’jizat begitu pula tulisannya”. Namun disisi lain, ada
beberapa ulama yang mengatakan bahwa, Rasmul Ustmani bukanlah tauqifi, tapi hanyalah tatacara
penulisan al-Quran saja.
Makalah yang kami buat untuk membahas tentang pengertian Rasm Usmani, dan tentang
pendapat rasmul Qur’an serta kaitannya dengan qiraah. Untuk lebih jelasnya pada bab selanjutnya
akan dibahas secara terperinci.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Rasm ‘Utsmani?
2. Bagaimanakah Karakteristik Rasm ‘Utsmani?
3. Apakah Hukum menulis Al Qur’an sesuai dengan Rasm ‘Utsmani?
4. Apakah Rasm ‘Utsmani mencakup seluruh 7 Ahruf?

C. Tujuan
1. Untuk memahami arti Rasm ‘Utsmani
2. Agar mengetahui karakteristik Rasm ‘Utsmani
3. Supaya mengetahui hukum menulis Al Qur’an sesuai dengan Rasm ‘Utsmani
4. Untuk memahami bahwa Rasm ‘Utsmani mencakup 7 ahruf
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasm ‘Utsmani


Arti rasm menurut bahasa adalah atsar (bekas).Lafal rasm sinonim (muradif) dengan
lafal khat, kitabah,zubur, satr dan raqm. Rasm ada dua macam, yaitu qiyasi dan istilahi. Rasm
qiyasi yang biasa disebut juga Rasm imla’i adalah penggambaran lafal yang menggunakan huruf
hijaiyah, dengan tetap memperhatikan standarisasi ibtida’ dan waqf padanya. Sedang Rasm
istilahi yang bisa juga disebut Rasm ‘Utsmani adalah ejaan tulisan Zayd bin Sabit dan kawan-
kawan yang dipakai untuk menulis al-Masahif al-Usmaniyah[1]
Rasm ‘Utsmani atau disebut juga Rasmul Qur’an atau Rasm ‘Utsman adalah tata cara
menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khlalifah ‘Utsman bin Affan. Istilah rasmul
Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan ‘Ustman bin Affan dan
sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh
panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash, dan
Abdurrahman bin Al-Harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Kaidah ini teringkas
dalam enam kaidah;

1. Al–Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan


huruf alif pada ya’ nida’ ( ‫)يَآ َ يها النا س‬.
2. Al-Ziyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wau atau yang mempunyai
hukum jama’ ( ‫ )بنوا اسرا ئيل‬dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang
terletak di atas lukisan wau ( ‫)تاهلل تفتؤا‬.
3. Al-Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis dengan
huruf berharakat yang sebelumnya, contoh ( ‫)ائذن‬.
4. Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wau sebagai penghormatan pada kata (‫)الصلوة‬.
5. Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan),seperti kata kul yang diiringi dengan kata
ma ditulis dengan disambung ( ‫)كلما‬.
6. Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi, penulisanya
disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ‘Utsmani, penulisan kata
semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya,( ‫)ملك يوم الدين‬. Ayat ini boleh
dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut
bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).[2]

B. Karakteristik Rasm ‘Utsmani


Karakteristik adalah ciri atau identitas khas yang membedakan identitas satu dengan yang
lain[3]. Dan Rasm ‘Utsmani mendapatkan kedudukan yang tinggi, disamping karena khalifah telah
menyetujuinya dan menetapkan pelaksanaannya. Bahkan ada yang menetapkan bahwa Rasm
‘Ustmani adalah RASM TAUQIFI yang cara penulisannya ditentukan oleh Nabi sendiri.
Selain keindahan tulisan Rasm ‘Utsmani, penulisan Rasm ‘Utsmani ini juga memenuhi kaidah
Sab’atu Ahruf. Dan mereka dapat mengenali dengan baik huruf-huruf dan kata-kata, baik bentuk,
harakat, kondisi-kondisi huruf dengan memperhatikan indikasi setiap kalimat yang ada sehingga
mereka dapat membacanya dengan baik dan benar.[4]Sebagaimana pada sebagian bahasa seperti
bahasa Persia yang pada mulanya disertai dengan tanda baca, namun setelah itu, ditulis dan dibaca
tanpa tanda baca. Jenis tulisan disebabkan oleh masalah-masalah yang disebutkan di atas dan
seiring dengan kemajuan Islam di kalangan kaum-kaum lainnya, memerlukan perbaikan yang pada
akhirnya setelah berlalunya beberapa dekade terjadi perubahan serius pada tulisan-tulisan
berbahasa Arab sehingga kekurangan-kekurangan ini dapat teratasi.
Dalam sebuah pandangan global, beberapa Karakteristik Rasm ‘Utsmani dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Tulisan-tulisan pada masa itu, tidak memiliki titik, baris dan tanda baca. Tipologi tulisan Arab
seperti ini pada masa itu dapat kita saksikan pada manuskrip-manuskrip kuno berbahasa Arab
pada hari ini.
2. Kebanyakan huruf, khususnya huruf-huruf alif belum lagi ditulis; seperti kata-kata seperti al-
rahmân(‫)الرحمان‬, al-‘âlamîn (‫)العالمين‬, mâlik (‫)مالک‬, shirât(‫ )صراط‬yang ditulis dalam
bentuk “al-rahman (‫)الرحمن‬,al-‘alamîn (‫)العلمين‬, malik (‫)ملک‬, shirat (‫)صرط‬.”
3. Sebagian huruf ditulis sama dengan bentuk huruf lainnya; seperti alif pada kata-kata “shalat
(‫)صالة‬, zakat (‫)زکاة‬, hayat (‫)حياة‬,…” ditulis dengan menyertakan huruf wâu; seperti shalat
(‫)صلوة‬, zakat (‫)زکوة‬, hayat (‫ )حيوة‬atau alif pada kata-kata seperti idrâk (‫)ادراک‬,
dhuhâhâ (‫)ضحاها‬, yagsyâhâ (‫ )يغشاها‬yang ditulis dalam bentuk ya (‫ ;)ياء‬idrak
(‫)ادريک‬, dhuhahâ (‫)ضحيها‬, yagsyâha (‫)يغشيها‬.
4. Sebagian huruf dalam bentuk tambahan yang ditulis pada pelafalan; seperti pada kata-kata,
“tad’u (‫)تدعو‬, yatlu (‫)يتلو‬, miat (‫)مئة‬, ji (‫)جیء‬, lisyai (‫…)لشیء‬. Yang ditulis dalam bentuk
huruf alif tambahan seperti “tad’u (‫)تدعو‬, yatlû (‫)يتلوا‬, miata (‫)مائة‬, jaa (‫)جایء‬, lisyai (‫)لشایء‬
atau wa‫ ع‬pada kalimat ulaika (‫)اولئک‬, awla (‫)اولی‬, ulu (‫ )اولوا‬yang ditulis dalam bentuk
tambahan pada pelafalan.[5]

C. Hukum menulis Al qur’an sesuai dengan Rasm ‘Utsmani


Sebagian ulama berpendapat bahwa keharusan kita mengikuti rasm ‘Utsmani adalah untuk
memelihara persatuan, supaya tetap berpegang satu syiar dan satu istilah. Karena pembuat
keputusan adalah ‘Utsman dan pelaksananya Zaid Ibn Tsabit, seorang penulis wahyu dan
kepercayaan Rasul.
Ahmad Ibn Hambal berkata :
َ‫ا َ ْويَاءٍ ا َ ْو َغي ِّْر ذَلِّك‬. ٍ‫ع ْث َمانَ ِّفى َوا ٍو ا َ ْواَلِّف‬
ُ ‫ف‬
ِّ ‫ص َح‬ ِّ ‫تَحْ ُر ُم ُمخَالَفَةُ خ‬
ْ ‫َط ُم‬
“Haram menyalahi tulisan Mus’haf ‘Utsman, baik pada wau, alif, ya’ atau yang lain”
Imam Malik berpendapat mengenai orang yang menulis al-Qur’an dengan Qaidah Hijaiyyah
(Qaidah Imla’) :
ٰ ُ‫َب َعلَى ْال َكتْبَ ِّة ْاال‬
‫ولى‬ ُ ‫الَ أ َ ٰرى ٰذلِّكَ َو ٰل ِّك ْن يُ ْكت‬.
“Saya tidak berpendapat demikian, akan tetapi hendaklah ditulis menurut tulisan pertama”

Kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an versi Mushaf ‘Utsmani diperselisihkan


para ulama. Ada yang mengatakan wajib, dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk
Nabi (tauqifi). Pola itu harus dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah
penulisan yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat
haram hukumnya menulis Al Qur’an menyalahi rasm ‘Utsmani. Bagaimanapun, pola tersebut
sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama)..[6]
Ulama yang tidak mengakui rasm ‘Utsmani sebagai rasm tauqifi berpendapat bahwa tidak ada
masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm imla’i). Soal pola penulisan
diserahkan kepada pembaca. Kalau pembaca lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat menulisnya
dengan pola tersebut, karena pola penulisan itu hanya simbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi
makna Al Qur’an.
Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abbas, beliau berkata bahwa Rasulullah
bersabda:
‫أقرأنى جبريل على حرف فراجعته فلم أزل أستزيد ويزيدني حتى انتهى إلى سبعة أحرف‬

Artinya:"Jibril membacakan kepadaku satu huruf (bacaan) al-Qur'an lalu saya mengikutinya.
Tidak henti-hentinya saya memintanya mengulangi. Dan dia mengulanginya hingga sampai tujuh
(macam) bacaan". (HR. Bukhari).
Hadits ini adalah dalil bahwa Al-Qur'an memang diturunkan dengan tujuh macam qira'ah.
Ketujuh macam qiraah tadi adalah shahih berdasar pengajaran Jibril kepada Rasulullah dan ketujuh
macam qiraah tadi juga disampaikan semuanya kepada sahabat.
Sebagaimana dijelaskan di atas mengikuti rasm ‘Utsmani adalah wajib. Hukum wajib ini
akan bertentangan dengan status shahih dari qiraah yang lain dan bisa mengharamkan qiraah sahih
dan mutawatir lain yang tidak sesuai dengan rasm ‘Utsmani. Syeikh Muhammad Ali Ad Dlibagh
mengatakan bahwa, rasm ‘Utsmani adalah salah satu rukun dari rukun-rukun ketujuh qira'ah al-
Qur'an, maka setiap qira'ah sama sekali tidak bertentangan dengan rasm ‘Utsmani. Beliau
menambahkan bahwa ketika seseorang menulis al-Qur'an yang di dalamnya ada qiraah yang
berbeda dan harus menggunakan tulisan yang berbeda pula, maka yang harus dilakukan
menulisnya sesuai dengan rasm ‘Utsmani lalu memberinya harakat atau tanda-tanda lain, sehingga
ia tidak dikatakan menyalahi mushaf ‘Utsmani. Sebab yang diharuskan mengikuti rasm ‘Utsmani
ialah hanya bentuk penulisan.

D. Penjelasan apakah Rasm Usmani mencakup seluruh 7 ahruf


Apabila ditanya apakah al-Masahif al-‘Utsmaniyyah yang enam buah itu mencakup
keseluruhan bacaan yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Muhammad saw. yang sab’at ahruf?
Terhadap pertanyaan ini ada dua pendapat:

pertama, sekelompok kecil ulama yang dipelopori oleh Ibnu Jarir Al-Tabari berpendapat
bahwa al-Masahif al-‘Utsmaniyyah ditulis hanya dalam satu bentuk tulisan saja dari al-ahruf al-
sab’ah, yaitu khusus huruf Quraisy. Berdasarkan pesan Khalifah ‘Utsman ra. kepada panitia
penulisan Alquran:

[7]‫إذا اختلفتم أنتم وزيد بن ثابت فى شىء من القرأن فاكتبوه بلسان قريش فإنما نزل بلسانهم‬
Artinya:Jikalau kalian berbeda dengan Zaid bin Sabit tentang sesuatu dalam Qur’an, maka
tulislah dengan lisan Quraisy. Sebab Qur’an itu diturunkan dengan lisan mereka.

Kedua, Jumhur ulama menyatakan bahwa al-Masahif al-Utsmaniyyah yang dikenal mempunyai
dan memakai aturan penulisan yang khusus, yaitu rasm ‘Utsmani, telah mencakup keseluruhan
dari Sab’ah Ahruf serta qira’at Mutawatirah yang dibaca oleh Rasulullah pada waktu al ‘Ardat al-
Akhirah. Sebab penulisan al Mashahif al Usmaniyah waktu itu tanpa ada titik dan harakat. Bukan
berarti setiap Mushaf Utsmani waktu itu mencakup keseluruhan al-Ahruf al-Sab’ah,
tetapi rasm dari keseluruhan al-Masahif al-Utsmaniyyah mencakup al-Ahruf al-Sab’ah.
Pendapat Jumhur di atas mempunyai alasan sebagai berikut:
1. al-Masahif al-Usmaniyyah disalin dari suhuf yang dikumpulkan oleh Abu Bakar al-Siddiq.
Para ulama sepakat bahwa suhuf ini mencakup bacaan-bacaan Alquran yang diturunkan
dengan al-Ahruf al-Sab’ah yang datangnya mutawatir dari Nabi, yakni yang ditetapkan
pada ‘Ardat Akhirah dan tidak dinasakh tilawahnya. Maka suhuf Abu Bakar al-Siddiq
tersebut dianggap asal dan sumber dari al-Masahif al-‘Utsmaniyyah.
2. Tidak ada riwayat yang sahih maupun yang dhaif sekalipun, bahwa Khalifah ‘Utsman
memerintahkan kepada penulis-penulis al-Masahif al-Utsmaniyyah untuk hanya menulis
dalam satu huruf (satu wajah bacaan), dan meniadakan 6 huruf yang lainnya.
3. Andaikata benar apa yang didakwakan pendapat kelompok pertama yakni bahwa Khalifah
‘Utsman memerintahkan Zayd bin Sabit dan kawan-kawan untuk menulis
dengan lughat Quraisy saja, maka dalam Alquran tidak akan ditemui lughat-
lughat selain lughat Quraisy, dan ini jelas tidak benar adanya, sebab kenyataannya dalam
Alquran ditemui lughat-lughat selain Quraisy. Sebagai contoh:
‫ األرائـك‬: adalah lughat Yaman
‫كال الوزر‬: adalah juga lughat Yaman
‫ أفلم ييأس‬: adalah lughat Hawazin
‫ اليلتكم‬: adalah lughat Abas, dan sebagainya.
4. Sebagai dalil yang jelas dan meyakinkan adalah bahwa di antara al- Masahif al-
Utsmaniyyah yang 6 buah itu, terdapat perbedaan di banyak tempat, misalnya:
 ‫ وسارعو إلى مغفرة‬Q.S. Ali Imran ditulis pada sebagian al-Masahif al-Usmaniyyah dengan
tambahan wau sebelum sin, sedangkan sebagian yang lain tidak ada wau sebelumnya;
 ( ‫ )وتوكل على العزيز الرحيم‬dalam Q.S. al-Syu’ara, di sebagian al-Masahif al-
Usmaniyyah ditulis: ‫( فتوكل على العزيز الرحيم‬dengan fa‘);
 – ‫ فإن هللا هو الغنى‬dalam Q.S. al-Hadid, tertulis pada sebagian al-Masahif al-
Utsmaniyyah dengan tanpa ‫هو‬, dan masih banyak contoh yang lain. Maka andaikata al-
Masahif al-Utsmaniyyah ditulis hanya dengan satu huruf atau satu lughat, yaitu huruf
Quraisy atau lughat Quraisy, tentu di antara al-Masahif yang 6 buah itu tidak ada
perbedaan penulisannya.

Kelompok pertama beralasan dari qaul (pesan) Utsman kepada Zayd bin Sabit dan kawan-
kawan tidak dapat diterima, sebab yang dimaksud Khalifah Utsman ikhtilaf (‫ )االختالف‬di sini
adalah ikhtilaf dalam segi rasm dan tulisan. Lagi pula Zayd dan kawan-kawan tidak pernah terjadi
ikhtilaf di antara mereka dalam penulisan Alquran, kecuali rasm dari satu kalimah saja,
yaitu: ‫ التابوت‬di dalam firman Allah: ‫إن إية ملكه أن يأتيكم التابوت‬. mereka minta pertimbangan Khalifah
Utsman, apakah ditulis dengan ha’ atau ta’ (‫التابوت‬/‫)التابوة‬. Lalu Khalifah Usman bin Affan
memerintahkan untuk ditulis dengan ta’: ‫التابوت‬, sebab ‫(التابوت‬dengan ta’) sebagai lughat Quraisy.

Adapun pernyataan Khalifah Utsman bin Affan ra. bahwa Alquran diturunkan dengan
lisan Quraisy, juga tidak bisa dijadikan hujjah, sebab yang dimaksud adalah:
‫إن القران أنزل أوال بلسان قربش‬. Sesungguhnya Alquran diturunkan pertama dengan lisan Quraisy.
Kemudian Allah memberi kelapangan dan kemudahan kepada umatnya dengan
menurunkan lughat-lughat yang lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits-hadits sahih.[8]
Dengan demikian, pendapat Ibnu Jarir Al-Tabari di atas, sulit diterima, sebab andaikata
benar, tentu seluruh umat Islam di dunia dewasa ini memakai bacaan dan mushaf Alquran yang
sama. Pada kenyataannya, umat Islam di Maroko, Tunisia, Aljazair, dan Afrika Barat, seperti
Sinegal, Nigeria dan lain-lain, bacaan mereka tidak sama dengan bacaan Alquran di Indonesia.
Sebab negara tersebut memakai versi bacaan yang biasa disebut riwayat Warsy. Demikian juga
Alquran umat Islam Libya, yang berbeda dengan bacaan umat Islam Sudan, Maroko, dan
Indonesia, sebab bacaan mereka biasa disebut dengan versi riwayat Al-Dury.[9]
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rasm ‘Utsmani disebut juga Rasmul qur’an atau Rasm Utsman adalah tata cara menuliskan Al-
Qur’an yang ditetapkan pada masa khlalifah ‘Utsman bin Affan. Istilah rasmul Qur’an diartikan
sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan ‘Utsman bin Affan dan sahabat-sahabatnya
ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an
2 Dalam sebuah pandangan global, beberapa Karakteristik Rasm ‘Utsmani dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Tulisan-tulisan pada masa dulu, tidak memiliki titik, baris dan tanda baca. Tipologi tulisan
Arab seperti ini pada masa itu dapat kita saksikan pada manuskrip-manuskrip kuno berbahasa
Arab pada hari ini.
b. Kebanyakan huruf, khususnya huruf-huruf alif belum lagi ditulis; seperti kata-kata seperti al-
rahmân (‫)الرحمان‬, al-‘âlamîn (‫)العالمين‬, mâlik (‫)مالک‬,shirât (‫ )صراط‬yang ditulis dalam bentuk
“al-rahman(‫)الرحمن‬, al-‘alamîn (‫)العلمين‬, malik (‫)ملک‬, shirat(‫)صرط‬.”
c. Sebagian huruf ditulis sama dengan bentuk huruf lainnya; seperti alif pada kata-kata “shalat
(‫)صالة‬, zakat (‫)زکاة‬, hayat (‫)حياة‬,…” ditulis dengan menyertakan huruf wâw; seperti shalat
(‫)صلوة‬, zakat (‫)زکوة‬, hayat (‫ )حيوة‬atau alif pada kata-kata seperti idrâk (‫)ادراک‬,
dhuhâhâ (‫)ضحاها‬, yagsyâhâ (‫ )يغشاها‬yang ditulis dalam bentuk ya (‫ ;)ياء‬idrak (‫)ادريک‬,
dhuhahâ (‫)ضحيها‬, yagsyâha (‫)يغشيها‬.
d. Sebagian huruf dalam bentuk tambahan yang ditulis pada pelafalan; seperti pada kata-kata,
“tad’u (‫)تدعو‬, yatlu (‫)يتلو‬, miat (‫)مئة‬, ji (‫)جیء‬, lisyai (‫…)لشیء‬. Yang ditulis dalam bentuk huruf
alif tambahan seperti “tad’u (‫)تدعو‬, yatlû (‫)يتلوا‬, miata (‫)مائة‬, jaa(‫)جایء‬, lisyai (‫)لشایء‬
atau wau pada kalimat ulaika(‫)اولئک‬, awla (‫)اولی‬, ulu (‫ )اولوا‬yang ditulis dalam bentuk
tambahan pada pelafalan.
3. Hukum menulis AlQur’an dengan Rasm ‘Utsmani adalah wajib karena Kaidah penulisan Rasm
‘Utsmani telah di sepakati para Jumhurul Ulama’
4. Penjelasan mengenai Apakah Rasm Usmani Mencakup 7Ahruf ini ada dua Pendapat:
a. Mencakup 7 ahruf
b. Tidak mencakup 7 ahruf dan berpendapat Rasm Utsmani itu hanya 1 bagian dari 7 ahruf
tersebut

B. Kritik Dan Saran


Dari pemaparan kami di atas tentunya banyak kekeliruan atau kesalahan dalam
penuliasan dan isi, oleh karna itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun agar
kami bisa belajar sekaligus memperbaiki kesalahan kami. Atas kekurangannya kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Malik Hammad, Miftah al-Aman fi Rasm al-Qur’an (td.). h. 12.


Al-Suyuti, op. cit., h. 147-156.
Tim Penyusun. 1991. Kamus Bahasa Indonesia. T.p.
Sayid Mahdi Saif, Târikhce Rasm al-Khath Qur’ân wa Sair Tahawwul-e Ân, Majallah Rusyd Âmuzesy
Ma’ârif Islâmi, Bahar 1380, No. 44, hal. 14-15.
Syahbah,op.cit., hlm. 302-307; as-Suyuthi, op. cit., jilid II, HLM 167; Kamaludin Marzuki,ulum al-
Quran, Rosdakarya, Bandung, 1992, hlm. 78-82.Muhamad Abd Alazhim Az-Zarqoni, Munahil
AL-Irfan Dar Al-Fikri, Beirut, t.t., Jilid I, hlm.369 dst.
Ahmad Muhammad Abu Zitihar, Lataaif al-Bayan fi Rasm al-Qur’an Syarh Mawrid al-Zham’an (Kairo:
Maktabat wa Matba’at Muhammad Ali Subaih wa Awladuh, t.th.), h. 6-7
Al-Zarqani, op. cit., h. 168
Al-Qadi, op. cit., h. 62-66
Manna’ al-Qahthan, Mabaahits Fi Ulumil Quran, (Mansyuraat Al ‘Ashril hadits, Riyad, 1393 H/1973
M.), hal. 169.

http://miratuss.blogspot.com/2014/11/rasm-usmani.html

[1]Ahmad Malik Hammad, Miftah al-Aman fi Rasm al-Qur’an (td.). h. 12.


[2] Al-Suyuti, op. cit., h. 147-156.
[3] Sulkhan yasinTim Penyusun. 1991. Kamus Bahasa Indonesia. T.p. h.218
[4] Sayid Mahdi Saif, Târikhce Rasm al-Khath Qur’ân wa Sair Tahawwul-e Ân, Majallah Rusyd Âmuzesy
Ma’ârif Islâmi, Bahar 1380, No. 44, hal. 14-15.
[5]Ahmad Muhammad Abu Zitihar, Lataaif al-Bayan fi Rasm al-Qur’an Syarh Mawrid al-Zham’an (Kairo:
Maktabat wa Matba’at Muhammad Ali Subaih wa Awladuh, t.th.), h. 6-7
6 Syahbah,op.cit., hlm. 302-307; as-Suyuthi, op. cit., jilid II, HLM 167; Kamaludin Marzuki,ulum al-
Quran, Rosdakarya, Bandung, 1992, hlm. 78-82.Muhamad Abd Alazhim Az-Zarqoni, Munahil AL-Irfan Dar Al-
Fikri, Beirut, t.t., Jilid I, hlm.369 dst.
[7] Al-Zarqani, op. cit., h. 168

[8] Al-Qadi, op. cit., h. 62-66


[9] Manna’ al-Qahthan, Mabaahits Fi Ulumil Quran, (Mansyuraat Al ‘Ashril hadits, Riyad, 1393 H/1973 M.), hal.
169.

Você também pode gostar