Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABSTRAK
Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan terbesar di dunia, termasuk di Indonesia.
Satu-satunya penatalaksanaan definitif katarak hanyalah operasi katarak. Terdapat dua
metode yang sekarang lazim digunakan yaitu Fakoemulsifikasi dan Small Incision Cataract
Surgery(SICS). Pasca operasi pasien biasanya mendapatkan kacamata dalam waktu 2 – 3
bulan menunggu visus menjadi stabil. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti perbedaan
lama waktu tercapainya stabilitas visus koreksi pasien katarak senilis pasca operasi antara
metode Fakoemulsifikasi dan SICS di RSUD Margono Soekarjo. Desain penelitian ini adalah
observasional analitik dengan pendekatan kohort prospektif. Sampel penelitian adalah pasien
katarak senilis imatur yang datang ke Klinik Mata RSUD Margono Soekarjo untuk dioperasi
selama bulan Juni 2015. Metode sampling yang digunakan adalah total sampling. Jumlah
sampel yang didapatkan 24 mata dengan 13 di kelompok Fakoemulsifikasi dan 11 di
kelompok SICS. Analisis bivariat dengan uji nonparametrik Mann Whitney. Terdapat
perbedaan rerata lama waktu tercapainya stabilitas visus koreksi pasien katarak senilis pasca
operasi yang signifikan (p<0,05) antara kelompok Fakoemulsifikasi dan SICS dengan P =
0,019. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna pada pasien
katarak senilis pasca operasi antara metode Fakoemulsifikasi dan SICS.
Kata Kunci : Stabilitas visus koreksi, Fakoemulsifikasi, SICS, katarak.
ABSTRACT
Cataract is the leading cause of blindness worldwide, including in Indonesia. The only
definitive cure for cataract is cataract surgery.There were two methods that used the most,
Phacoemulsification and Small Incision Cataract Surgery (SICS). Post operation, patient
usually given glassess two to three months after surgery after they had achieved visual
stabilization. The aim of this study was to analyze difference in time reached of post
operation senile cataract patient visual correction stability between phacoemulsification and
SICS method in RSUD Margono Soekarjo. This was an analytical observational study with
prospective cohort approach. The samples were senile cataract patients that underwent
cataract surgery in Eye Clinic in RSUD Margono Soekarjo in June 2015. Sampling method
used was total sampling. The number of samples obtained were 24 eyes which 13 in
Phacoemulsification group and 11 in SICS group. Bivariate analysis used was Mann Whitney
nonparametric test. There was a significant mean difference (p<0,05) in time reached of
senile cataract patient visual correction stability between phacoemulsification group and
SICS group with p = 0,019. It can be concluded that there is a significant mean difference in
time reached of post operation senile cataract patient visual correction stability between
Phacoemulsification and SICS surgery method.
Keywords : Visual correction stability, Phacoemulsification, SICS, cataract.
Latar Belakang
Katarak merupakan penyakit mata akibat kekeruhan lensa dan
merupakan penyebab kehilangan penglihatan paling umum. Penderita katarak
di estimasikan berjumlah 20 juta orang di seluruh dunia dengan prevalensi
terbesar berada pada orang dengan usia diatas 50 tahun. (WHO, 2010). Katarak
masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan hasil riset
kesehatan daerah pada tahun 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah
sebesar 1,8% dari total penduduk dan prevalensi kebutaan sebesar 0,4% dari
total jumlah penduduk. Prevalensi katarak tertinggi berada di Sulawesi Utara
yaitu sebesar 3,7%, lalu diikuti oleh Jambi 2,8%, dan Bali 2,7% sedangkan
prevalensi katarak terendah ada di DKI Jakarta yaitu sebesar 0,9%. Jawa
tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang masih memiliki
permasalahan dengan katarak dan memiliki prevalensi katarak yang cukup
tinggi yaitu 2,4% dari total prevalensi katarak di seluruh Indonesia (Riskesdas,
2013)
Hasil riset kesehatan daerah provinsi Jawa Tengah tahun 2013
menunjukkan prevalensi katarak di Banyumas sebesar 1,2% dari total penderita
katarak di Jawa tengah. Prevalensi katarak tersebut didapat dari responden
yang didiagnosis menderita katarak oleh tenaga kesehatan dalam 12 bulan
terakhir (Riskesdas Jawa Tengah, 2013). Penatalaksanaan definitif katarak
dilakukan dengan tindakan operatif. Sampai saat ini ada empat metode operatif
dalam penatalaksanaan katarak yaitu ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK),
ekstraksi katarak ekstra kapsular tanpa fakoemulsifikasi (EKEK), ekstraksi
katarak ekstra kapsular dengan fakoemulsifikasi (Fakoemulsifikasi) dan Small
Incision Cataract Surgery (SICS) (Riordan, 2010).
Metode Fakoemulsifikasi dapat dikatakan sebagai modifikasi dari metode
EKEK. Perbedaan mendasar kedua teknik ini adalah
Fakoemulsifikasimenggunakan insisi yang lebih kecil untuk kemudian
memasukkan alat ultrasonik frekuensi tinggi untuk mengemulsifikasi lensa lalu
diaspirasi dan memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat sehingga
mampu melewati celah sempit hasil insisi. Metode ini lebih diminati karena
insisi yang dibuat lebih kecil sehingga mempercepat durasi operasi dan masa
penyembuhan (Penny et al, 2005).
SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang tidak membutuhkan
peralatan yang mahal dan kompleks. Biaya yang dikeluarkan tidak sebanyak
metode Fakoemulsifikasidan tidak membutuhkan proses pembelajaran yang
cukup lama untuk bisa menguasai teknik SICS. Teknik ini menggunakan insisi
yang lebih kecil sehingga mempercepat masa penyembuhan. SICS memiliki
hasil visus koreksi dan durasi penyembuhan yang setara dengan
Fakoemulsifikasidan dengan durasi operasi yang lebih singkat dari EKEK dan
EKIK. Metode ini direkomendasikan untuk digunakan di daerah yang
membutuhkan operasi katarak dengan volume yang tinggi (Ahmad, 2005).
Pasca operasi pasien bisa diberikan koreksi maksimal dengan kacamata
untuk memaksimalkan ketajaman visus pasien. Penelitian yang dilakukan oleh
Lei, menunjukkan bahwa visus koreksi terbaik pada pasien katarak pasca
operasi dengan metode Fakoemulsifikasi diraih antara hari pertama sampai 1
minggu setelah operasi (Lei, 1997). Perbaikan visus koreksi pada pasien
katarak dengan metode SICS dapat dicapai dalam waktu 3 minggu pasca
operasi dengan visus 6/12 atau lebih baik (Ahmad, 2005). Visus dapat
dikatakan stabil setelah 8 minggu pasca operasi katarak (Sulistyowati, 2001).
Umumnya pemberian kacamata dapat dilakukan ataupun tidak bagi pasien
setelah operasi katarak dengan penanaman lensa intra okuler, namun
diperlukan waktu antara satu sampai tiga bulan lamanya untuk pasien
mendapat kacamata (American Academy of Opthalmology, 2011-2012). Oleh
karena itu perlu diketahui perbedaan lama tercapainya stabilitas visus koreksi
pasca operasi katarak antara metode fakoemulsifikasi dan SICS.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan cohort
prospektif untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan lama waktu
tercapainya stabilitas visus koreksi pada pasien katarak senilis pasca operasi
antara metode SICS dan Fakoemulsifikasi. Sampel penelitian adalah semua
pasien katarak senilis imatur yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi
serta berusia diatas 50 tahun yang datang ke Klinik Mata Prof. dr. Margono
Soekarjo Purwokerto (RSMS Purwokerto) untuk dilakukan operasi katarak
selama bulan Juni 2015. Operasi katarak dilakukan oleh satu dokter spesialis
mata di RSMS Purwokerto. Pasien yang diteliti adalah pasien yang dilakukan
tindakan operasi fakoemulsifikasi dan SICS serta tidak menderita Diabetes
Mellitus. Pasien yang tidak bisa dikoreksi visusnya pasca operasi akibat
komplikasi saat maupun pasca operasi akan di eksklusi dari penelitian ini.
Variabel bebas data adalah jenis operasi dan variabel terikatnya adalah lama
waktu tercapainya stabilitas visus koreksi.
Analisis statistik yang digunakan pertama adalah analisis univariat
karakterisitik responden meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan dan
pendidikan pasien. Setelah itu dilakukan uji normalitas menggunakan Saphiro
Wilk, setelah diuji ternyata hasilnya tidak normal (p<0,05) maka dilakukan
transformasi data dan kembali dilakukan uji normalitas namun hasilnya tetap
tidak normal, maka uji bivariat yang digunakan adalah uji nonparametrik
yaitu uji Mann Whitney.
Hasil
Total sebanyak 54 pasien yang masuk kriteria inklusi untuk
dilakukan pengamatan. Setelah dilakukan pengamatan, sebanyak 24
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu 13 pasien katarak
dilakukan tindakan fakoemulsifikasi dan 11 pasien dilakukan tindakan
SICS.
Pasien datang ke
Klinik Mata RSMS
Fakoemulsifikasi SICS
n = 30 n = 24
Fakoemulsifikasi SICS
n = 13 n = 11
Tabel 1.1 memperlihatkan karakteristik subjek penelitian.
Pasien pada kelompok fakoemulsifikasi memiliki rerata umur
63,85±6,88 tahun dan rerata umur pasien pada kelompok SIC adalah
66,82±8,52. Jenis kelamin laki-laki ditemukan lebih banyak
dibandingkan perempuan pada kedua kelompok yaitu 69,23% pada
kelompok fakoemulsifikasi dan 54,55% pada kelompok SICS. Status
pendidikan SD ditemukan paling banyak yaitu sebesar 53,85% pada
kelompok fakoemulsifikasi dan 54,55% pada kelompok SICS. Swasta
merupakan pekerjaan terbanyak yaitu 46,15% pada kelompok
fakoemulsifikasi, sedangkan petani adalah jenis pekerjaan terbanyak
yaitu 45,45% pada kelompok SICS.