Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh:
Disusun Oleh:
Devi Fitri Aryani
20174011090
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Tegalrejo
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus ini dengan judul :
“ Tuberkulosis paru, gizi sangat kurang pada laki – laki usia 54 tahun
dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap penyakitnya, tinggal di
rumah tidak sehat, dan tidak berphbs”
Presentasi kasus home visit ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama ini dalam
1. dr. Iman Permana, selaku dokter pembimbing klinik stase Ilmu Kedokteran
2. dr. Prie Aka Mahdayanti, selaku kepala Puskesmas Tegalrejo, dan dr. Utri,
dr.Nadia, dr. Atika, dan dr. Nadia selaku dokter pembimbing puskesmas
4. Pasien Tn. P dan keluarga yang telah bersedia menjadi pasien dan
kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Penulis menyadari
3
bahwa presentasi kasus ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran
kedokteran keluarga ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membacanya.
4
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 6
B. ANAMNESIS ........................................................................................... 6
BAB II ................................................................................................................... 22
5
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P
Usia : 54 tahun
Alamat : Bener
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan Terakhir : SD
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Kontrol TB
berdahak tidak kental berwarna putih, selain itu pasien juga mengeluhkan
sesak nafas, timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan
menurun, dan berat badan dirasakan turun terus menerus (dari 50 kg menjadi
35 kg). Pasien mengaku kontak dengan pasien batuk lama dan batuk darah,
6
yaitu tetangga sebelah rumah. Karena batuk yang tak kunjung sembuh,
foto rontgen dada, kemudian pasien dirujuk ke puskesmas tegalrejo sesuai KTP
Saat ini pasien datang ke puskesmas tegalrejo untuk mengambil obat rutin.
Berat badan dirasa mulai naik 3 kg sejak 2 bulan lalu, menjadi 38 kg. Keluhan
batuk dirasakan makin berkurang dan jarang, sesak nafas tidak ada. Namun
saat ini pasien mengeluhkan nyeri dada kiri, nyeri dada dirasakan terus
Riwayat HT : disangkal
7
Riwayat hipertensi : Ayah dan ibu pasien mengalami
hipertensi
Pendidikan
hidupnya.
Saat ini pasien sudah tidak bekerja. Sebelum sakit pasien bekerja
8
berdagang keliling, tugasnya digantikan oleh pegawainya berjumlah 4
orang.
Sosial
sangat baik, meskipun sejak sakit pasien tidak aktif dalam kegiatan
dikampungnya lagi.
Gaya Hidup
Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), obstipasi (-)
9
penyakit yang dialami, dan efek penyakit terhadap fungsi atau kehidupan sehari
– hari pasien.
No Komponen Pasien
Pasien mengaku sudah lebih bisa menerima atau
1 Perasaan legowo dalam menghadapi sakitnya. Pasien selalu
berusaha mematuhi konsumsi obat
Pasien berpikir bahwa keadaannya atau penyakitnya
sekarang terjadi akibat kebiasaan merokoknya, dan
tertular dari tetangga sebelah rumahnya. Meski
2 Ide/Pemikiran demikian pasien tidak merasa marah terhadapnya, dan
lebih berpikir bahwa sakit ini datangnya dari Allah
SWT. Awalnya pasien merasa sedikit terbebani dengan
kewajiban minum obat
Efek terhadap Pasien mengaku aktivitasnya menjadi terbatas dirumah
3
fungsi karena takut dianggap sebagai sumber penyakit
Pasien berharap penyakitnya dapat sembuh dan bisa
4 Harapan
beraktivitas seperti semula.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Pernapasan : 25x/menit
10
Antropometri
Berat badan : 38 kg
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan khusus
Kepala
tidak dilakukan
serumen (-/-)
(-)
11
Mulut dan gigi : mukosa bibir kering (-), faring hiperemis
ompong
Leher
Thorax
Paru
Jantung
12
Abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada
pembesaran, massa(-)
Ekstremitas :
- Tampak akral hangat (+) capillary refill <2 detik, sianosis (-), edema
(-), sensibilitas menurun pada kedua kaki, reflek fisiologis +/+, reflex
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
sinistra
F. DIAGNOSIS KLINIS
13
1. Genogram Keluarga (family genogram)
HT
ç
Ny. S Tn. W Ny. S Tn. S Tn. W Tn. W Tn. W Tn. S
Tn. J Ny. W Tn. B Tn. T
H
TB
T
C
Tn. P Ny. S
54 th 49 th
An. L An.A
14th 6 th
1. Family life cycle : Pasien termasuk dalam kategori 6 yaitu keluarga dengan
14
2. Family Map
Anak Ny.S
Tn. P
2
Anak
ke 5
2019 55 th Terdiagnosis TB
Kadang – Hampir
Hampir
APGAR Keluarga kadang tidak
Selalu (2)
(1) pernah (0)
15
keluarga saya ketika saya
menghadapi permasalahan
2. Saya merasa puas dengan cara
keluarga saya membahas berbagai √
hal dengan saya dan berbagi masalah
dengan saya
3. Saya merasa puas karena keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan – keinginan saya untuk √
memulai kegiatan atau tujuan baru
dalam hidup saya
4. Saya merasa puas dengan cara
keluarga saya mengungkapkan kasih
sayang dan menanggapi perasaan – √
perasaan saya, seperti kemarahan,
kesedihan dan cinta
5. Saya merasa puas dengan cara
keluarga saya dan saya berbagi √
waktu bersama
5. Family SCREEM
16
Religius Pasien adalah seorang muslim yang
taat dan rajin beribadah wajib sehari –
hari seperti sholat 5 waktu serta
melaksanakan rukun islam
sebagaimana mestinya
Economy Sejak sakit, istrinya lah yang
bekerja sebagai tulang punggung
keluarga
Education Pasien hanya bersekolah hingga
SD
Medical - Pasien memiliki jaminan kesehatan
yang dapat mengcover biaya
berobat
- Akses ke pelayanan kesehatan
(puskesmas) mudah dan dekat
- Pasien rutin control dan rutin
minum obat
sebagai pembatas langsung dengan rumah tetangga dan tidak berjarak. Atap
17
Pasien tinggal serumah bersama anak pertamanya, anak kelimanya,
dan istrinya. Kebersihan rumah relatif baik, barang tertata rapi walaupun
ruang tamu terletak di depan tanpa meja dan kursi, terdapat TV . Ruangan
tersebut berada di lantai dasar. Kamar mandi dan dapur pasien berada di
lantai atas. Kondisi bak mandi, ember penampung air, jamban, dan dapur
kurang bersih.
septic tank. Air yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga jernih, tidak
terhalang tembok
penduduk. Jarak rumah pasien dengan rumah di depannya hanya 1,2 meter
18
2. Denah rumah
Kamar
dapur
tidur
Kamar tidur
Kamar
Kamar mandi
tidur
10 Tidak merokok Ya
19
K. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Diagnosis Psiko-Sosial dan Kultural-Spiritual
2. Diagnosis Holistik
TB Paru kasus baru dengan gizi sangat kurang pada pasien laki-laki
J. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF
1. Upaya Promotif
2. Upaya Preventif
3. Upaya Kuratif
a) Farmakologis
R/ 4 FDC No XXVII
S 1 dd 3 tab
20
R/ Vitamin B6 No IX
S 1 dd 1
b) Non farmakologis
4. Upaya Rehabilitatif
Belum diperlukan
5. Upaya Paliatif
Belum diperlukan
21
BAB II
ANALISIS KASUS
Kasus ini mengenai seorang laki-laki berusia 54 tahun dengan TB paru pada
kasus baru yang terdiagnosis sejak Januari tahun 2019. Pada saat kunjungan rumah,
keluhan yang dirasakan pada pasien yaitu batuk sudah jauh lebih membaik, sesak
nafas disangkal, namun pasien mengalami nyeri dada kiri yang tidak diperberat
dengan aktivitas maupun diperingan dengan istirahat. Tuberkulosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Indonesia masih menempati
urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun
terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar140.000 kematian akibat TB. Di
Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
Pemeriksaan fisik pada saat kunjungan rumah menunjukkan tanda vital
pasien terutama tensinya masih tinggi yaitu 120 sistolik dan 80 diastolik, dengan
pemeriksaan paru-paru didapatkan suara tambahan RBK (+) minimal bunyi Cor S1-
S2 normal. Sementara dari pemeriksaan penunjang rontgen radiologi didapatkan
gambaran TB paru bilateral.
Saat digali pada kegiatan homevisit, pasien ini tidak memiliki pengetahuan
yang cukup baik mengenai penyakitnya. Pasien mengetahui mengenai penyakitnya,
namun tidak mengetahui faktor risiko, dan komplikasi. Pengetahuan yang baik ini
meliputi penularan, kepatuhan minum obat dan upaya perbaikan gizi yang didukung
oleh keluarga untuk proses kesembuhan pasien. Pasien mulai berusaha
memperbaiki pola makan baik dari segi jumlah maupun apa yang dikonsumsinya.
22
Untuk hal yang belum diketahui pasien adalah terkaitan kelembapan udara
yang tinggi mendukung pertumbuhan kuman TB.
23
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
A. Definisi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet
nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag
alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan
sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni ditempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis)
dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
25
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses
infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB
telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang
berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman
TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi
yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe
regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
26
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat,
bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolapskonsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam
bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread ).
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang,
ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di
berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian
dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam
bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi
penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial
27
di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian,
bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis,
TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah
penyebaran hematogenic generalisata akut (acute generalized hematogenic
spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar
dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi
infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman
TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)
dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis milier
merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah
kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut
(millet seed) . Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning
berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk
penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar
ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal
ini dapat terjadi secara berulang.
C. Terapi
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Prinsip pengobatan
28
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment ) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
Paduan ini dianjurkan untuk
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh
29
paru) Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang
ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan
uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
b. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih,
sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila
diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari
perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka
alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
c. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten
tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil
menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian
dilanjutkan sesuai uji resistensi
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
d. TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal.
2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif
/ perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif,
30
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti
TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati
dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan
kategori II diulang dari awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan
radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi)
terhadap OAT.
31
DAFTAR PUSTAKA
32