Você está na página 1de 2

Pada tahun 1838 sekitar perang Diponegoro, Ki Buyut Pandhe Bindheng

musyawarah dengan Ki Biri dan Ki Gati sesama rekan kerjanya, membahas


bagaimana caranya memberantas perampok yang meraja lela, karena Ki Buyut
Pandhe Bindheng mendapat perintah dari Prabu Kerto Negoro Adipati Kadipaten
Tunggul (Sekarang menjadi Kabupaten Ngawi) dan menyanggupi perintahnya.
Disela musyawarah, tiba-tiba datanglah Bahu Caki meminta bantuan
kepada Ki Biri untuk menyeberangi sungai menuju ke desa Kwadungan Kidul. Ki
Biri menyanggupi permintaannya, kemudian Bahu Caki diperintah untuk pergi
dan menunggu di tempat penyeberangan dahulu. Di sana ternyata sudah ditunggu
oleh Bahu Kuncoro dan Bahu Daya teman Bahu Caki. Musyawarah kemudian
diteruskan. Hasil dari musyawarah itu dapat disimpulkan bahwa apabila Bahu
Kuncoro dan teman-temannya saat menyeberang menaiki perahu, berikan air
degan yang sudah dicampur dengan racun untuk diminumnya agar Bahu Kuncoro
pingsan. Untuk meyakinkannya, Ki Biri juga menemaninya minum, tetapi
sebelum minum Ki Biri harus meminum penawarnya dahulu agar tidak ikut
pingsan. Setelah pingsan ambil semua pusaka yang dibawanya.
Saat perahu dijalankan, Degan bekal yang dibawa Ki Biri yang sudah
mengandung racun, diminumnya bersama-sama. Beberapa menit kemudian Bahu
Kuncoro, Bahu Daya, dan Bahu Caki pingsan. Saat itulah kesempatan emas
muncul, semua pusaka yang menjadi kesaktiannya dirampas oleh Ki Biri agar
Bahu Kuncoro dan teman-temannya tak berdaya lagi. Bersamaan dengan itu,
datanglah air bah besar disertai dengan ombak yang dahsyat. Sehingga perahunya
meluncur ke dalam semak bambu tertimbun sangkrah, semua penumpangnya
terpelanting ketepi sungai sebelah utara. Bahu Kuncoro, Bahu Daya, dan Bahu
Caki ditangkap oleh masyarakat tanpa melawan karena semua pusaka yang
menjadi kesaktiannya hilang. Oleh Masyarakat, Bahu Kuncoro, Bahu Daya, dan
Bahu Caki dibawa menghadap pejabat Kadipaten Tunggul yang diwakili oleh Ki
Demang Kromo Dongso. Setelah dimengerti, tujuan Bahu Kuncoro ternyata baik
untuk rakyat kecil yang anti Belanda, Maka Bahu Kuncoro dan teman-temannya
diberi ampun. Selain itu, Bahu Kuncoro diangkat menjadi pejabat dengan pangkat
Demang Ki Bela Negara yang bertempat di Kademangan Dero. Setelah
meninggal, Bahu Kuncoro atau Ki Bela Negara dimakamkan di desa Tawun
kecamatan Padas.
Berhubung kejadian hancurnya perahu yang dibanggakan oleh masyarakat dusun
Kedunggarja (kini pedusunan sebelah selatan jalan besar tepatnya Dusun Pilang
Bangu dan Dusun Kedungprahu yang menjadi satu) dan Dusun Kedungmara (kini
pedusunan sebelah utara jalan besar tepatnya Dusun Mendalan, Dusun Prahu
Mandala, Dusun Mugu Raya, dan Dusun Mbandung yang menjadi satu), Maka
dua Dusun tersebut, yaitu Dusun Kedunggarja dan Kedungmara menjadi satu
dengan nama Kedungprahu untuk mengingat kejadian bersejarah bagi masyarakat
Kedungprahu tentang terakhirnya perampok Bahu Kuncoro yang meraja lela se-
Kadipaten Tunggul atau Kabupaten Ngawi, hingga Prabu Malang Negoro Adipati
Kadipaten Tunggul memerintahkan semua desa waspada dan mencoba
mencarinya.
Setelah itu Kedungprahu aman, tentram, makmur, dan lohjinawi dengan pemimpin
Ki Biri kepercayaan masyarakat Kedungprahu dan yang berhasil Membereskan
persoalan tentang perampok Bahu Kuncoro yang kemudian menjadi pejabat
karena kemuliaannya. Keamanan, ketentraman, dan kemakmuranpun terus terjaga
hingga sekarang ini walau dua dusun di Kedungprahu tersebut dipecah-pecah
kembali.

Você também pode gostar