Você está na página 1de 3

Nama : Ninda Salma (116050017)

Kelas : 3A

Mata Kuliah : Sosiologi dan Psikologi Sastra

Pendidikan Bahasa Indonesia

Analisis Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono

Penerapan Pendekatan Sosiologi Sastra dalam Analisis Puisi Hujan Bulan Juni

Hujan Bulan Juni

Oleh : Sapardi Djoko Damono

tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

1989
Hujan dalam puisi tersebut seolah menjelma menjadi tokoh yang begitu dekat dengan

pembaca, bahkan dapat mewakili diri pembaca sendiri, karena mungkin pembaca memiliki

rasa yang sama dengan apa yang dirasakan oleh hujan bulan Juni dalam puisi tersebut, yaitu :

Ø Hujan bulan Juni yang tabah, yang menahan dirinya (cintanya) untuk tidak turun ke bumi

karena belum waktunya. Ini bisa diartikan sebagai seseorang yang menahan perasaannya

(rindu atau cintanya) kepada seseorang karena belum waktunya untuk disampaikan.

Ø Hujan bulan Juni yang bijaksana, karena mampu menahan diri dan rindunya untuk bertemu

dengan bunga-bunga (yang dicintainya).

Ø Hujan bulan Juni yang arif, karena dibiarkannnya (cintanya) yang tak terucapkan diserap akar

pohon bunga.

Puisi tersebut juga menggambarkan seseorang yang memiliki rasa rindu atau cinta

kepada orang lain, tetapi karena suatu hal seseorang tersebut menjadi ragu-ragu atau merasa

tidak mungkin untuk menyampaikannya, dan mencoba untuk menghilangkan atau

menghapuskan rasa yang dimilikinya itu dan membiarkannya untuk tetap tak tersampaikan.

Bila dikaitkan dengan kenyataan sehari-hari, dari judulnya saja itu sudah merupakan

sesuatu yang hampir tidak mungkin. Karena bulan Juni termasuk dalam musim kemarau,

hujan tidak mungkin turun. Dan jika dilihat dari tahun penciptaan puisinya yaitu tahun 1989,

yang pada saat itu musim kemarau dan musim hujan masih berjalan secara teratur, tidak

seperti sekarang. Karena itulah hujan harus menahan diri untuk tidak turun ke bumi. Jadi,

dapat ditafsirkan bahwa hujan bulan Juni merupakan gambaran atau pengistilahan dari

perasaan rindu atau cinta sang penyair kepada seseorang yang ditahan, yang tak mungkin

untuk disampaikan, dan membiarkannya untuk tetap tak tersampaikan.

Jika dilihat dari sisi penyairnya mungkin pada waktu itu si penyair ingin

menyampaikan sesuatu kepada seseorang, tetapi tidak dapat disampaikan karena mungkin

ada suatu hal yang menghalanginya untuk menyampaikan sesuatu itu, si penyair juga
berusaha untuk menghapuskan jejak-jejak perasaannya yang ragu-ragu untuk disampaikan,

dan si penyair hanya bisa menyampaikannya lewat sebuah puisi.

Disini penyair menyampaikan sebuah pesan kepada pembaca atau masyrakat yaitu

beberapa aspek etika agar pembaca atau masyrakat diharapkan memiliki sifat-sifat yang di

ibaratkan pada puisi hujan bulan juni, yaitu sifat tabah, bijak, dan arif dalam menghadapi

segala sesuatu atau dalam mengambil suatu keputusan.

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur 72 tahun)

ialah seorang pujangga Indonesia yang terkemuka, yang termasuk dalam sastrawan angkatan

70’an. Ia dikenal dari berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata yang sederhana

tapi mampu untuk membawa pembaca dalam dunianya dan seolah-olah merasakan apa yang

dirasakan olehnya, sehingga beberapa di antaranya sangat populer.

Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku

Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni,

Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari.

Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal

terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet “Dua Ibu”).

Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD

(Sapardi Djoko Damono).

Sehingga banyak puisi Sapardi yang dijadikan musikalisasi puisi yang kemudian

melahirkan beberapa album musikalisasi, salah satunya yaitu album “Hujan Bulan Juni”

(1990) yang seluruhnya merupakan musikalisasi dari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono.

Você também pode gostar