Você está na página 1de 32

BAB I

PENDAHULUAN

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi

virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.

Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh

sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Virusnya

sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang

memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan

menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik. Meskipun penanganan yang telah

ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum

benar-benar bisa disembuhkan.1

Sejak pertama kali ditemukan, tahun 1987 sampai dengan Desember

2011, HIV-AIDS tersebar di 407 (80%) dari 507 kabupaten/kota di seluruh

provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan adanya HIV-AIDS

adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi

Sulawesi Barat pada Tahun 2011. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang

dilaporkan sampai dengan Desember 2011 sebanyak 232.323. Jumlah infeksi

HIV tertinggi di DKI Jakarta (45.355). Persentase infeksi HIV tertinggi

dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (68%). Rasio HIV antara laki-

laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase factor risiko HIV tertinggi adalah

hubungan seks berisiko pada heteroseksual (53%), LSL (Lelaki Seks Lelaki)

1
(35%), lain-lain (11%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada

penasun (1 %).2

Penularan HIV / AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung

virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun

heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen

darah, dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Seiring

dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA (Orang Dengan

HIV/AIDS) mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik

yaitu infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak

menyebabkan penyakit serius pada orang sehat. Patogenesis penyakit ini

melalui limfosit CD4+ yang merupakan target utama infeksi HIV

karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4.3

Terdapat berbagai jenis infeksi oportunistik salah satunya yang

paling sering terjadi adalah Tuberkulosis. Menurut laporan WHO dalam

Global Tuberculosis Control 2011, pada tahun 2010 terdapat 1.1 juta

kasus baru TB pada pasien HIV dan jumlah pasien meninggal akibat

TB pada pasien HIV- positif mencapai 350 ribu. 13% kasus baru TB

ditemukan pada pasien HIV. 3

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DP
Usia : 28 tahun
Tgl lahir : 10 Januari 1990
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Oebufu
Pendididkan terakhir : SMA
Agama : Kristen
Suku : Timor
Pembayaran : BPJS
MRS melalui : IGD
Rawat IGD : 14 November 2018
Rawat diruang : Komodo tanggal 14 November 2018 pukul 00.01
dan dipindahkan ke R. Tulip tanggal 22 November
2018
Tanggal pemeriksaan : 24 November 2018
No. MR : 502454

II. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


a. Keluhan Utama : Demam sejak ± 2 bulan SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 24 November 2018.

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam sejak ± 2 bulan SMRS,

Demam dirasakan tiba-tiba dan hilang timbul serta memberat pada malam hari.

Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak ± 1bulan SMRS. Batuk kering dan

3
kadang disertai lendir sesekali. Lendir berwarna putih kadang berwarna kuning

kehijauan. Terasa gatalpada leher pasien.

Selain itu, pasien juga mengalami penurunan berat badan. Penurunan berat

badan pasien mengalami penurunan dirasakan sangat nyata terutama ½ tahun

terakhir. Pasien sering mengeluhkan adanya demam yang hilang timbul pada

malam hari disertai keringat malam. Selain itu pasien juga mengeluh sesekali

diare konsistensi cair dan tidak ada darah sejak 1 minggu SMRS diare terutama

malam hari. Sehari pasien bisa diare 2-3x. Pasien merasakan mual namun tidak

muntah.

Pasien juga sering keringat pada akhir-akhir ini ± 2 minggu SMRS,

keringat terutama dirasakan pada malam hari. Pasien juga mengeluh sering sesak

napas beberapa minngu terakhir, sesak napas awalnya dirasakan saat pasien

aktifitas atau batuk. Sesak napas dirasakan terus menerus dan bertambah berat

ketika pasien dirawat.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami demam yang berkepanjangan. Riwayat

penyakit menular dan infeksi disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki gejala seperti pasien. Tidak ada

keluarga yang menderita penyakit menular maupun penyakit menurun.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien punya kebiasaan merokok dan kebiasaan minum alkohol sejak muda.

Pasien juga mempunyai kebiasaan seks bebas. Pasien tidak pernah mendapatkan

4
transfusi darah ataupun mendonorkan darahnya. Pasien tidak menggunakan jarum

suntik bersama.

Pasien tinggal bersama orang tua dan sudah tidak bekerja lagi. Rumah pasien

terbuat dari tembok dan beratap seng. Untuk biaya sehari-hari kadang-kadang

pasien mendapatkan dari orang tua dan keluarganya. Untuk makan dan minum

pasien sehari-hari adalah nasi sayur dan ikan kadang daging.

f. Riwayat Pengobatan

Pasien hanya meminim obat ketika sakit batuk pilek dan flu biasa.

g. System Review

Kepala : Pusing (-), nyeri kepala (-)

Kulit : Pucat (+), kuning (-)

Mata : Mata kabur (-/-)

Telinga : Rasa penuh di telinga (-/-), tidak ada

cairan dari telinga (-/-)

Hidung : Pilek (-), hidung gatal (-), bersin (-)

Mulut : Nyeri menelan (-), sariawan (-), bercak

putih di lidah (+), nafas berbau aneh (-)

Tenggorokan : Suara serak (-), sulit menelan (-)

Leher : Nyeri spontan (-), nyeri perabaan (-),

nyeri tekan (-), tanda-tanda peradangan (-

), pembesaran pada leher (-), dan tidak

tampak kelainan lain.

Jantung : Jantung berdebar-debar (-), nyeri dada

5
(-)

Paru : Sesak nafas (+), sulit bernafas (-), batuk

(+)

Gastrointestinal : Cepat kenyang (-), mual (+), muntah (-),

nyeri uluhati (-), BAB cair

Ginjal dan saluran kemih : BAK dirasakan masih normal, warna

kuning jernih, tidak ada darah ataupun

urin berpasir

Neurologis : Tidak ada penurunan kesadaran, tidak

ada tanda defisit neurologis

Endokrin : Tidak diketahui adanya riwayat

gangguan hormonal sebelumnya

Muskuloskeletal : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Tidak ditemukan kelainan pada kuku,

tidak adanya gerakan tangan sendiri

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 24 November 2018

Kesadaran : Kompos mentis (E4V5M6)

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

BB : 45 kg

TB : 164 cm

IMT : 16.79 (underweight)

6
Tanda Vital :

TD = 110/70 mmHg

Nadi = 88 kali/menit, regular, isi cukup, kuat angkat

Pernafasan = 22 kali/menit, murmur (-), gallop (-)

Suhu = 38,70 C

Kulit : Pucat (+), sianosis (-), ikterik (-)

Kepala : Bentuk normal, rambut hitam tidak mudah tercabut

Mata :Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor

3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Telinga : Deformitas (-/-), Nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung : Septum : deviasi (-)

Sekret : sekret (-/-)

Mukosa : merah muda

Epistaksis: (-/-)

Mulut : Bibir : kering

Mukosa : plak berwarna putih

Lidah : plak putih (+)

Leher : pembesaran KGB (-), struma (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea midklavikula sinistra

Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternal sinistra

Batas bawah : ICS 5 linea midklavikula sinistra

7
Batas kanan : ICS 4 linea parasternal dextra

Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru Anterior dan Posterior :

Inspeksi : pengembangan dada simetris, otot bantu pernafasan (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-/-), vocal fremitus D=S

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler Rhonki Wheezing

- - + + - -

- - + + - -

- - + + - -

Abdomen :

Inspeksi : Datar

Auskultasi : BU (+) 15 X/menit

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani

Punggung :

Inspeksi : Vertebra normal, kifosis (-), skoliosis (-), jejas (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Perkusi : CVA (-)

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

edema - -

- -

8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium 10 Oktober 2017

Jenis pemeriksaan Hasil Unit Nilai Rujukan

Hemoglobin 8 g/dL 13-15


Hematokrit 26,2 % 40-60
Lekosit 5,98 Ribu/mm3 4-10
Trombosit 97 Ribu/uL 150-400
Eritrosit 3,35 Juta/uL 4-5,6
MCV 78 fL 81-96
MCH 26,6 Pg 27-36
MCHC 34,1 % 31-37
BUN 12 mg/dL <48
0,01 mg/dL 0,7-1,3
Cr
Na 122 mmol/L 132-147
K 3,5 mmol/L 3,5-4,5
Cl 89 mol/L 96-111
HIV +
TB +

9
Tabel POMR

Clue and cue Problem DD Planning Planning Planning Planning


list diagnosis terapi monitori edukasi
ng
1. Pria 28 thn 1.1. - 02 2 LPM - Gejala - Edukasi
 Demam ± 2 HIV AIDS n.c klinis pasien
bulan SMRS, - IVFD - TTV tentang
hilang timbul Nacl - CD4 penyakit
dan lebih ke 0,9%: pasien
malam hari Aminofili - Minum
 Penurunan n= 2:1 20 obat
berat badan tpm teratur
 Sesekali diare - Rantidine
konsistensi 2x50
cair dan tidak ampul IV
ada darah - Cotrimoxa
sejak 3 zole 2 x
minggu 900
SMRS diare - Fluconazo
terutama le 2 x 150
malm hari - Paracetam
 Kebiasaan ol 3 x 500
seks bebas mg
sejak tahun - Nistatin
2007 sampai drop 3 x 8
tahun 2009 tetes
Pemfis :
- Kulit tampak
pucat dan
kering
- Konjungtiva
anemis
- Plak putih (+)
Lab:
- HB : 8 mg/dL
- Lekosit : 5,98
ribu/mm3
- HIV +
- TB +

2. Pria 28 thn 2.1. TB - Foto Terapi - TTV - Mengguna


 Demam ± 2 paru Thoraks OAT fase - Gejala kan
bulan SMRS, awal Klinis masker
hilang timbul HRZS - Minum
dan lebih ke obat
malam hari teratur
 Penurunan
berat badan
 Sesekali diare
konsistensi
cair dan tidak
ada darah
sejak 3

10
minggu
SMRS diare
terutama
malm hari
Pemfis :
- Kulit tampak
pucat dan
kering
- Konjungtiva
anemis
- Plak putih (+)
Lab:
- HB : 8 mg/dL
- Lekosit : 5,98
ribu/mm3
- HIV +
- TB +

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 HIV/AIDS
Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah kelompok family

retroviridae oleh virus HIV-1 yang menyerang sistem pertahanan tubuh manusia

yaitu limfosit CD4+ dimana virus memiliki afinitas terhadap molekul permukaan

CD4+. Infeksi HIV tidak langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu.

Sedangkan, AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan

sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan

tubuh akibat infeksi virus. HIV AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

Kerusakan progresif pada sistem petahanan tubuh menyebabkan ODHA amat

rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.(3),(6)

Epidemiologi

Infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan

masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada

awalnya, sebagian besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka kini

telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan

pengguna narkotika semakin meningkat.

12
Jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di dunia pada tahun 2008

diperkirakan sebanyak 33,4 juta orang. Sebagian besar (31,3 juta) adalah orang

dewasa dan 2,1 juta anak di bawah 15 tahun. Jumlah ODHA di populasi Pengguna

Alat Suntik (Penasun) mengalami penurunan dari 28.944 pada tahun 2011

menjadi 21.559 di tahun 2016. Sedangkan peningkatan jumlah ODHA terjadi

pada populasi lainnya termasuk laki-laki risiko rendah dan wanita risiko rendah. (6)

Saat ini AIDS adalah penyebab kematian utama di Afrika sub Sahara,

dimana paling banyak terdapat penderita HIV positif di dunia (26,4 juta orang

yang hidup dengan HIV/AIDS), diikuti oleh Asia dan Asia Tenggara dimana

terdapat 6,4 juta orang yang terinfeksi. Lebih dari 25 juta orang telah meninggal

sejak adanya endemi HIV/AIDS. Sampai dengan akhir Maret 2005, tercatat 6.789

kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Jumlah itu tentu masih sangat jauh dari jumlah

sebenarnya. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 memperkirakan jumlah

penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara 90.000 sampai 130.000

orang.(3)(6)

Patogenesis

HIV terdiri dari 3 bagian utama yaitu envelope yang merupakan bagian

terluar, capsid polimerisasi (pol) yang meliputi isi virus dan core (gag) untuk grup

antigen protein, merupakan isi virus. Lapisan envelope terdiri dari lemak ganda

yang terbentuk dari membrane sel pejamu serta protein dari sel pejamu. Pada

lapisan ini tertanam glikoprotein gp41. Pada bagian luar glikoprotein ini terikat

molekul gp120. Pada elektroforesis kompleks antara gp120 dan gp41 membentuk

pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein yang dikenal sebagai p17. Pada

13
bagian core terdapat sepasang RNA rantai tunggal, enzyme – enzyme yang

berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase (p61), endonuklease (p31),

dan protease (p51) serta protein lainnya terutama p24.

Gambar 3.1 Struktur HIV


Antigen p24 adalah core antigen virus HIV, yang merupakan petanda

terdini adanya infeksi HIV-1, ditemukan beberapa hari-minggu sebelum terjadi

serokonversi sintesis antibody terhadap HIV-1. Antigen gp120 adalah

glikoprotein permukaan HIV-1 yang mengikat reseptor CD4+ pada sel T dan

makrofag. Usaha sintesis reseptor CD4+ ini telah digunakan untuk mencegah

antigen gp120 menginfeksi sel CD4+. Gen envelop sering bermutasi. Hal tersebut

menyebabkan jumlah CD4 perifer menurun, fungsi sel T yang terganggu, aktifasi

poliklonal sel B menimbulkan kapasitas intelektual parah yang dijumpai pada

sebagian pasien AIDS.

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,

sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi.

Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS

14
pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan

sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala

AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri

menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah

infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa

gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun.(5)

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak

menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel

setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4

yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi

limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari.(3)

15
Gejala Klinis dan Stadium Klinis HIV AIDS

Gejala Mayor

- Penurunan berat badan > 10% berat badan per bulan

- Diare kronis lebih dari 1 bulan

- Demam lebih dari 1 bulan

Gejala Minor

- Batuk selama lebih dari 1 bulan

- Pruritus dermatitis menyeluruh

- Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster

- Kandidiasis orofaringeal

- Infeksi herpes simpleks kronis progresif atau yang meluas

- Limfadenopati generalisata

Menurut WHO, gejala klinis HIV AIDS terbagi atas 4 stadium, yaitu :(6)(7)

Stadium Klinis 1 :

 Tanpa gejala (asimtomatis)

 Limfadenopati generalisata persisten

Dengan penampilan klinis derajat 1: asimptomatis dan aktivitas normal

Stadium Klinis 2 :

16
 Kehilangan berat badan yang sedang tanpa alasan (<10% berat badan

diperkirakan atau diukur)

 Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang (sinusitis, tonsilitis, ototis

media dan faringitis)

 Herpes zoster

 Kheilitis angularis

 Ulkus di mulut yang berulang

 Erupsi papular pruritis

 Dermatitis seboroik

 Infeksi jamur di kuku

Dengan penampilan klinis derajat 2 : simtomatis, aktivitas normal

Stadium Klinis 3 :

 Kehilangan berat badan yang parah tanpa alasan (>10% berat badan

diperkirakan atau diukur)

 Diare kronis tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan

 Demam berkepanjangan tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus

menerus, lebih dari 1 bulan)

 Kandidiasis mulut berkepanjangan

 Oral hairy leukoplakia

 Tuberkulosis paru

 Infeksi bakteri yang berat (mis. pnemonia, empiema, piomiositis, infeksi tulang

atau sendi, meningitis atau bakteremia)

 Stomatitis, gingivitis atau periodontitis nekrotising berulkus yang akut

17
 Anemia (<8g/dl), neutropenia (<0,5 × 109/l) dan/atau trombositopenia kronis

(<50 × 109/l) tanpa alasan

Dengan atau penampilan klinis derajat 3 : berbaring di tempat tidur, >50% sehari

dalam 1 bulan terakhir

Stadium Klinis 4 :

 Sindrom wasting HIV

 Pneumonia Pneumocystis

 Pneumonia bakteri parah yang berulang

 Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, kelamin, atau rektum/anus lebih dari 1

bulan atau viskeral pada tempat apa pun)

 Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)

 Tuberkulosis di luar paru

 Sarkoma Kaposi (KS)

 Infeksi sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain)

 Toksoplasmosis sistem saraf pusat

 Ensefalopati HIV

 Kriptokokosis di luar paru termasuk meningitis

 Infeksi mikobakteri non-TB diseminata

 Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)

 Kriptosporidiosis kronis

 Isosporiasis kronis

 Mikosis diseminata (histoplasmosis atau kokidiomikosis di luar paru)

 Septisemia yang berulang (termasuk Salmonela nontifoid)

18
 Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel-B)

 Karsinoma leher rahim invasive

 Leishmaniasis diseminata atipikal

 Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait HIV

Dengan penampilan klinis derajat 4 : berada di tempat tidur, >50% setiap hari

dalam bulan-bulan terakhir.

Penegakan Diagnosis

Diagnosis HIV AIDS ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis dan

pemeriksaan laboratorium yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan teori, seseorang dapat dicurigai mengidap HIV AIDS apabila

memiliki minimal 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.

Berikut ini tabel tanda dan gejala klinis yang patut diduga infeksi HIV :(4)

Tabel 3.1 Tanda dan Gejala Klinis yang Patut diduga Infeksi HIV

19
Prosedur pemeriksaan laboratorium yang digunakan adalah:(3)

1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)

ELISA digunakan untuk menemukan antibodi. Kelebihan teknik ELISA yaitu

sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1%-100%. Biasanya memberikan hasil positif 2-3

bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang

sangat spesifik terhadap envelope dan core.

2. Western Blot

Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu

protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain. Biasanya

protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang

20
mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41. Western blot mempunyai

spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal

membutuhkan waktu sekitar 24 jam.

3. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi

maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis

maupun status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan

sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2

Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3

bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang

dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan

tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko.

Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu drujuk ke layanan

pelayanan, dukungan dan pengobatan (PDP) untuk menjalankan serangkaian

pelayanan meliputi :(5)

1. Penilaian stadium klinis

Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali

kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu.

2. Penilaian imunologi (pemeriksaan jumlah CD4)

Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA.

Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan

pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Rata

rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100 sel/mm3/tahun, dengan

21
peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 – 100 sel/mm3/tahun.

Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.

3. Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi

Pada dasarnya pemantauan laboratorium bukan merupakan persyaratan

mutlak untuk menginisiasi terapi ARV. Pemeriksaan CD4 dan viral load

juga bukan kebutuhan mutlak dalam pemantauan pasien yang mendapat

terapi ARV, namun pemantauan laboratorium atas indikasi gejala yang ada

sangat dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada ODHA

yang menerima terapi ARV. Hanya apabila sumberdaya memungkinkan

maka dianjurkan melakukan pemeriksaan viral load pada pasien tertentu

untuk mengkonfirmasi adanya gagal terapi menurut kriteria klinis dan

imunologis.

Penatalaksanaan

Adapun pemeriksaan laboratorium minimal yang perlu dilakukan sebelum

terapi ARV karena berkaitan dengan pemilihan obat ARV antara lain Darah

lengkap, Jumlah CD4, SGOT/SGPT, Kreatinin serum, urinalisa, dan HbsAg.

Tatalaksana pemberian ARV, untuk memulai terapi ARV perlu dilakukan

pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Apabila

tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah

didasarkan pada penilaian klinis. Sedangkan, apabila pemeriksaan CD4 tersedia

maka pemberian ARV sesuai Tabel 3.2 di bawah ini :(4)

Tabel 3.2 Pemberian ARV dengan adanya Pemeriksaan CD4

22
 Anjuran pemilihan obat ARV Lini Pertama :(4)
2 NRTI + 1 NNRTI
Tabel 3.3 Pengobatan ARV Lini Pertama

Tabel 3.4 Panduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa
yang belum pernah mendapat terapi ARV.

23
Berbagai pertimbangan dalam penggunaan dan pemilihan panduan terapi ARV :

1. Memulai dan menghentikan Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

(NNRTI)

Nevirapine dimulai dengan dosis awal 200 mg setiap 24 jam selama 14 hari

pertama dalam paduan ARV lini pertama bersama AZT atau TDF + 3TC. Bila

tidak ditemukan tanda toksisitas hati, dosis dinaikkan menjadi 200 mg setiap 12

jam pada hari ke-15 dan selanjutnya. Mengawali terapi dengan dosis rendah

tersebut diperlukan karena selama 2 minggu pertama terapi NVP menginduksi

metabolismenya sendiri. Dosis awal tersebut juga mengurangi risiko terjadinya

ruam dan hepatitis oleh karena NVP yang muncul dini.

Bila NVP perlu dimulai lagi setelah pengobatan dihentikan selama lebih dari 14

hari, maka diperlukan kembali pemberian dosis awal yang rendah tersebut.

Cara menghentikan paduan yang mengandung NNRTI :

- Hentikan NVP atau EFV

24
- Teruskan NRTI (2 obat ARV saja) selama 7 hari setelah penghentian

Nevirapine dan Efavirenz, (ada yang menggunakan 14 hari setelah

penghentian Efavirenz) kemudian hentikan semua obat. Hal tersebut guna

mengisi waktu paruh NNRTI yang panjang dan menurunkan risiko resistensi

NNRTI.

3.2 Tuberkulosis paru

Definisi

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat

lama di kenal pada manusia. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, bersifat

aerob. Kuman tersebut masuk tubuh melalui udara pernafasan yang masuk ke

dalam paru.(5)

Epidemiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah agen menular yang dapat muncul

sebagai reaktivasi dari infeksi laten pada pasien imunokompromais atau sebagai

infeksi primer setelah adanya transmisi dari manusia ke manusia pada berbagai

stadium infeksi HIV. Di seluruh dunia, Tuberkulosis (TB) adalah penyebab

kematian pada 11% orang yang terinfeksi HIV. Menurut Laporan WHO 2011,

pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 8,8 juta kasus TB, 1,1 juta kematian akibat

TB pada pasien dengan HIV negatif, dan 0,35 juta kematian akibat TB pada

pasien dengan HIV-positif. Angka kasus prevalensi TB telah mencapai 12 juta

dan tiap tahunnya diperkirakan terjadi 178 kasus baru TB per 100.000 penduduk.

25
13% kasus TB terjadi pada orang dengan infeksi HIV. TB adalah penyebab utama

kedua kematian dari infeksi penyakit di seluruh dunia.(4)

Orang dengan HIV-positif yang juga terinfeksi dengan TB sekitar 21-34

kali lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit TB dibandingkan orang

dengan HIV-negatif. Indonesia sekarang berada pada peringkat ke lima negara

dengan beban TB tertinggi di dunia. Menurut Global Tuberculosis Control 2011,

pada tahun 2010 di Indonesia tercatat sejumlah sejumlah 302.861 kasus TB telah

ditemukan dan lebih dari 183.366 diantaranya terdeteksi BTA positif. (4)

Patogenesis

Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi

droplet saluran nafas yang mengandung kuman – kuman basil tuberkel yang

berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan

alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga

basil. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas

paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel membangkitkan reaksi

peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah

hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan

mengalami konsolidasi. Bakteri terus difagositatau berkembang biak di dalam sel.

Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening

regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh

limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.(3)(7)

26
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang

tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus Ghon. Dari

sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga

diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini memakan waktu

3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:(7)

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar.

Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai

infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder ini dimulai dengan

sarang dini yang berlokasi di region atas paru. Sarang dini ini mula-mula juga

berbentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit

dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma

berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar dan bagian tengahnya

mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk perkejuan. Bila jaringan

perkejuan dibatukkan, akan menimbulkan kavitas(3)

Gejala Klinis

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala

respiratori.(3)

1. Gejala respiratori

27
Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala

yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari :

a. Batuk produktif ≥ 2 minggu.

b. Batuk darah.

c. Sesak nafas.

d. Nyeri dada.

2. Gejala sistemik

Gejala sistemik yang timbul dapat berupa :

a. Demam.

b. Keringat malam.

c. Anoreksia.

d. Berat badan menurun

Penegakan Diagnosis

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis,

pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya.

28
Penatalaksanaan

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

• Rifampisin

• INH

• Pirazinamid

• Streptomisin

• Etambutol

29
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

• Kanamisin

• Kuinolon

• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat

• Derivat rifampisin dan INH

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada

fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat

sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama

dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6

RH Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3.7

30
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang laki-laki usia 28 tahun dengan diagnosis HIV

dan TB paru.

Terapi pada pasien ini :

 02 2 LPM n.c

 IVFD Nacl 0,9%: Aminofilin= 2:1 20 tpm

 Rantidine 2x50 ampul IV

 Cotrimoxazole 2 x 900

 Fluconazole 2 x 150

 Paracetamol 3 x 500 mg

 Nistatin drop 3 x 8 tetes

 Terapi OAT fase awal HRZS

Prognosis dari kasus ini adalah dubia et malam.

31
Daftar Pustaka

1. Sudikno, dkk. Pengetahuan HIV dan AIDS pada remaja Indonesia. Jurnal

Kesehatan Masyarakat. 2011. P. 145-154.

2. Nurachmah E, Mustikasari. Faktor pencegahan HIV-AIDS akibat perilaku

beresiko. Makara Kesehatan. 2012.

3. Price SA dan Wilson LM. Patofisiologi konsep kliinis proses-proses penyakit.

2012. P. 224-238.

4. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV

dan terarapi antiretroviral pada orang dewasa. 2011.

5. Setiati S. dkk. HIV AIDS. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta :

Interna Publishing; 2014. p. 880-908.

6. Kementrian Kesehatan RI. Estimasi da proyeksi HIV AIDS di Indonesia

tahun 2011-206. 2014.

7. Rusli A. Gambaran Klinis dan Diagnosis dan Terapi TB-HIV.Koinfeksi HIV

dan TB. 2014.

32

Você também pode gostar