Você está na página 1de 4

TUMBANG

Tumbang -Naskah Drama

Ditulis oleh dahlanforum di/pada April 2, 2009

Karya Trisno Sumardjo

Perempuan

Hantu?

Lelaki

(bangkit, memegang bahu perempuan itu dan melepaskannya lagi) Tidak,


tidak, kau bukan hantu. Cuma aku, aku saja.

Perempuan

Apa maksudmu?

Lelaki (ketawa kecil).

Ah, tidak apa-apa Tidak apa-apa, Dik.

Perempuan

Kau tidak senang melihat aku?

Lelaki

Bukan begitu. Aku senang kau datang kemari. Mana tempatmu?

Perempuan

Tempatku jauh….

Lelaki

Jauh? Di…. di sana? (menuding ke atas). Berapa kali bumi ini jauhnya?

Perempuan (tercengang)

Mas.Omongmu tidak karuan!

Lelaki

Di neraka atau di sorga?


Perempuan

(marah) Rupanya kau sudah menjadi gila! Neraka atau sorga, katamu? Di
sorga tak mungkin. Sebab kaulah yang menghalang-halangi aku untuk
pergi ke situ kelak. Kaulah yang menyeret aku ke neraka!

Lelaki

Benar…. benar, Dik. (berjalan ke kursi, duduk, matanya nanar memandang


ke satu jurusan).

Perempuan

Bukankah salahmu melulu, bahwa penghidupan kita ibarat neraka?


Sehingga aku lari dari padamu, setahun yang lalu?

Lelaki (bertopang dagu)

Ya, ya Dik. Maaf, maaflah.

Perempuan

(lunak kembali) Mas, bukan maksudku untuk membalas dendam.

Lelaki

(mengangguk) Kutahu, Dik, kutahu baik hatimu.

Semuanya ini salahku. Penderitaan orangtuaku.

Sengsaramu. Semua aku yang menyebabkannya. Aku penjudi, peminum,


penjahat, duh! Cinta kasih orang tua dan cinta kasihmu, betapa aku
membalasnya?

Harta benda orang tua habis lenyap karena aku.

Habis dengan judi dan minum. Kusakitkan hati ayahku, kusedihkan ibuku.
Dan kau Dik, (Memandang perempuan muda. itu) betapa aku membalas
kebaikanmu?

Dengan malas, dengan minum, brendi berbotol-botol yang kubeli dengan


uangmu! Kau yang selalu kerja keras, aku yang menghabiskan uangmu,
aku yang menyayat hatimu, menyiksa jiwamu! Maaf, maaf, Dik!

Perempuan

Biarlah, itu sudah lampau. Sekarang aku sudah bisa mendapat mata
pencaharianku sendiri. Tapi kau sendiri?
(melihat di sekitarnya). Kau kekurangan segalanya, Mas.

Lelaki

Hukumanku, Dik, biarlah. Ini sudah setimpal.

Perempuan

Kalau mau, aku bisa menolong….. (membuka tasnya).

Lelaki

(cepat) Ah tidak! Tidak. Terima kasih, Dik.

Perempuan

Tak usah malu-malu, Mas. Kuberikan dengan rela hati.

Lelaki

Aku tahu, aku tahu! Tapi jangan, jangan aku kauberi apa-apa. Ah, kalau
kupikir bahwa kau mau menolong aku, kau yang kujerumuskan ke jurang
kemiskinan dan kehinaan! Segala kesabaranmu, kerelaan dan cintamu,
kubalas dengan apa? Dengan muka masam, kekasaran dan penghinaan.
Ah, betapa sering kuhina kau, Dik?

Betapa sering kulemparkan cacian ke mukamu bahwa kau berasal dari


kaum rendah, tak pantas bersama aku, sebab aku seorang bangsawan? -
Bangsawan, ha, ha! Apa artinya turunan bangsawan, jika tidak disertai
kebangsawanan jiwa? O, orang yang buta tuli seperti aku ini! Picik dengan
persangkaanku bahwa orang berbangsa lebih dari orang lain, mesti di atas
orang biasa. Picik, pandir, dan gila! Sedangkan kau, Dik, seribu kali kau
lebih bangsawan daripada aku!

Perempuan

Sudahlah. Jangan kau siksa dirimu dengan sesalan saja. Sekarang kau
sudah insaf. Tutuplah riwayat yang dulu-dulu.

Lelaki

Riwayat yang dulu masih berakibat sampai sekarang.

Hanya kepahitan sajalah yang kau terima dari aku.

Segala kenikmatan hidup sudah kurenggut, kuhela, kucuri dari padamu,


Dik. Tak pernah ada yang kuberi padamu….O. Keangkuhan darah
bangsawan yang tak mau campur dengan darah murba, karena itu
dianggapnya rendah, kotor. Tapi siapakah yang kotor, Dik? Aku, aku
sendiri! Dan kaulah yang murni!

Meskipun karena kemiskinanmu engkau menjadi ….. Dik, kau masih


menjalankan pekerjaan yang….

yang…..?

Perempuan

Ya, Mas, yang hina, yang sangat hina, katakan sajalah.

(air matanya berlinang-linang)

Lelaki

(berdiri) Aku yang salah, Dik! Cintamu yang murni itu bahkan mau
kauberikan kepada aku yang kotor ini, tapi kau kuinjak-injak, kuhina,
kurusak, sehingga… sehingga kau terpaksa pergi menjual cintamu…

Demi Allah- Allah yang tak pernah kusebut dulu, kini kusebut, Dik-
(memegang tangan perempuan itu kedua-duanya dengan kedua belah
tangannya, berlutut), demi Allah, ampunilah aku. Maaf, maaf, Dik!

Perempuan (air matanya meleleh)

Cukup, cukuplah, Mas.

Lelaki

Kau ampuni aku, Dik? Katakan….!

Perempuan

Ya, ya Mas, berdirilah.

Lelaki

Katakan! Kumau dengar perkataan maafmu.

Perempuan

Kumaafkan engkau, Mas, sudahlah.

(berdiri)

Você também pode gostar