Você está na página 1de 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu sistem terpenting yang terus menerus melakukan tugas dan kegiatan dan
tidak pernah melalaikan tugas-nya adalah sistem kekebalan tubuh atau biasa kita sebut
dengan sistem imun. Sistem ini melindungi tubuh sepanjang waktu dari semua jenis
penyerang yang berpotensi menimbulkan penyakit pada tubuh kita. Ia bekerja bagi tubuh
bagaikan pasukan tempur yang mempunyai persenjataan lengkap. Setiap sistem, organ, atau
kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang
sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem akan menghancurkan tatanan ini. Sistem imun
sangat diperlukan bagi tubuh kita.

System imun diperlukan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Berbagai


komponen system imun bekerja sama dalam sebuah respon imun. Apabila seseorang secara
imunologis terpapar pertama kali dengan antigen kemudian terpapar lagi dengan antigen yang
sama, maka akan timbul respon imun sekunder yang lebih efektif. Reaksi tersebut dapat
berlebihan dan menjurus ke kerusakan individu mempunyai respon imun yang menyimpang.
Kelainan yang disebabkan oleh respon imun tersebut disebut hipersensitivitas.

Oleh karena itu, untuk dapat lebih memahami tentang sistem imun ini dan berbagai
komponen penyusun yang ada di dalamnya, maka kami membuat makalah ini, makalah yang
akan menambah pengetahuan kita tentang peranan sistem imun dalam tubuh manusia yang
mempunyai peranan penting dalam sistem mempertahankan kesehatan dan daya tahan tubuh
seseorang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah imunologi itu?


2. Apa yang dimaksud dengan sistem imun?

3. Apa sajakah fungsi dari sistem imun?

4. Apakah yang dimaksud dengan respon imun?

5. Pembagian pertahanan tubuh pada manusia?

6. Bagaimanakah kemanisme imunitas?

7. Bagaimanakah hubungan imunitas dengan imunisasi?

8. Bagaimanakah interaksisi antibody-antigen?

9. Apa itu sel polimorfonuklear (PMN)?

10. Bagaimanakah interaksi mikroba dan fagosit?

11. Bagaimanakah kelainan dan penyakit pada sistem kekebalan tubuh?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengatahui sejarah dari imunologi.

2. Mengetahui pengertian sistem imun.

3. Mengetahui fungsi dari sistem imun.

4. Mengatahui pengertian dari respon imun.

5. Mengetahui pembagian dari sistem pertahanan tubuh.

6. Mengetahui mekanisme imunitas.

7. Memahami hubungan imunitas dengan imunisasi.

8. Mengetahui interaksi antibody-antigen

9. Memahami apa sel polimorfonuklear (PMN) itu.

10. Memahani interaksi mikroba dan fagosit.


11. Mengetahui kelainan dan penyakit pada sistem kekebalan tubuh.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumber informasi yang sangat berguna dalam menambah pengetahuan dan
wawasan ( aspek teoritis ).

2. Sebagai sumber informasi yang sangat penting untuk dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari ( aspek praktis ).

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Imunologi

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi berasal dari
ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas
yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides
mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit
tanpa terkena penyakit sekali lagi. Observasi imunitas nantinya diteliti oleh Louis Pasteur
pada perkembangan vaksinasi dan teori penyakit kuman. Teori Pasteur merupakan
perlawanan dari teori penyakit saat itu, seperti teori penyakit miasma. Robert Koch
membuktikan teori ini pada tahun 1891, untuk itu ia diberikan hadiah nobel pada tahun 1905.
Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari penyakit infeksi. Virus
dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901 dengan penemuan virus demam
kuning oleh Walter Reed.
Imunologi membuat perkembangan hebat pada akhir abad ke-19 melalui perkembangan cepat
pada penelitian imunitas humoral dan imunitas selular. Paul Ehrlich mengusulkan teori
rantai-sisi yang menjelaskan spesifisitas reaksi antigen-antibodi. Kontribusinya pada
pengertian imunitas humoral diakui dengan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1908, yang
bersamaan dengan penghargaan untuk pendiri imunologi selular, Elie Metchnikoff.

B. Pengertian Sistem Imun/Kekebalan Tubuh

Beberapa devinisi dari sistem imun/kekebalan tubuh, yaitu antara lain:

a) Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis
luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai
cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari
sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat
menginfeksi organisme.
b) Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu,
dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan
resiko terkena beberapa jenis kanker.

C. Fungsi Sistem Imun

Sistem Imun mempunyai beberapa fungsi, diantaranya:

1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit.

2. Menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri,


parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh.
3. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk perbaikan
jaringan.

4. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.

D. Respon Imun

Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai
macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dansitokin yang
saling berinteraksi secara kompleks.

Dilihat dari beberapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respon imun yaitu:

1. Respons imun primer

Respons imun primer adalah respon imun yang terjadi pada pajanan yang pertama kalinya
dengan antibodi. Antibodi yang terbentuk pada respons imun ini kebanyakan adalah IgM
dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan respons imun sekunder, demikian pula daya
afinitasnya. Waktu antara antigen masuk sampai timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila
disbanding dengan respons imun sekunder.

2. Respons imun sekunder

Pada respons imun ini, antibodi yang dibentuk terutama adalah IgG, dengan titer dan afinitas
lebih tinggi, serta fase lag lebih pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan
oleh karena sel memori yang yang terbentuk pada respons imun primer akancepat mengalami
transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan
antibodi. Demikian pula dengan imunitas seluler, sel limfosit T akan lebih cepat mengalami
transformasi blast dan berdeferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel
efektor dan sel memori (Ranuh, 2001).

E. Pembagian Pertahanan Tubuh


Pertahanan tubuh melindungi tubuh terhadap agen lingkungan yang asing bagi tubuh. Agen
lingkungan ini antara lain adalah:

1. Patogen (virus, bakteri, jamur, dan lain-lain)


2. Produk tumbuhan
3. Produk hewan
4. Zat kimia

Pertahanan tubuh ada 2 yaitu pertahanan tubuh spesifik dan pertahanan tubuh non spesifik.

1. Pertahanan tubuh spesifik

Dikatakan spesifik karena hanya terbatas pada satu mikro organisme dan tidak memberikan
proteksi terhadap mikro organisme yang tidak berkaitan.

Pertahanan ini di dapat melalui pejanan terhadap agen infeksius spesifik sehingga jaringan
tubuh membentuk sistem imun.

Imunitas

Kemampuan tubuh untuk pertahanan diri melawan infeksi dan berupaya untuk membawanya
kedalam sel dari orang atau hewan lain.

Karakteristik sistem imun

– Spesifitas, dapat membedakan berbagai zat asing.

– Memikro organismeri dan amplifikasi, mengingat kembali kontak sebelumnya.

– Pengenalan bagian diri, membedakan agen asing dan sel tubuh sendiri.

Komponen respon imun

– Antigen, yaitu zat yang menyebabkan respon imun spesifik.

– Antibody, yaitu suatu protein yang dihasilkan oleh sistem imun sebagai respon
terhadap keadaan antigen.

2. Pertahanan tubuh non spesifik


Dikatakan tidak spesifik karena berlaku untuk semua organisme dan memberikan
perlindungan umum terhadap berbagai jenis agens. Secara umum pertahanan tubuh non
spesifik ini terbagi menjadi pertahanan fisik, mekanik dan kimiawi.

Pertahanan fisik

Pertahanan tubuh non spesifik dengan pertahanan fisik dalam tubuh manusia antara lain
adalah:

a. kulit, kulit yang utuh menjadi salah satu garis pertahanan pertama karena sifatnya
yang permeabel terhadap infeksi berbagai organisme.

b. asam laktat, dalam keringat dan sekresi sebasea dalam mempertahankan pH kulit tetap
rendah, sehingga sebagian besar mikro organisme tidak mampu bertahan hidup dalam kondisi
ini.

c. cilia, mikro organisme yang masuk saluran nafas diangkut keluar oleh gerakan silia
yang melekat pada sel epitel.

d. mukus, membran mukosa mensekresi mukus untuk menjebak mikroba dan partikel
asing lainnya serta menutup masuk jalurnya bakteri/virus.

e. granulosit, mengenali mikroba organisme sebagai musuh dan menelan serta


menghancurkan mereka.

f. proses inflamasi, invasi jaringan oleh mikro organisme merangsang respon inflamasi
pada tubuh dengan tanda inflamasi yaitu kemerahan, panas, pembengkakan, nyeri, hilangnya
fungsi dan granulosit dan mikro organismenosit keluar.

Pertahanan mekanik

Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara pertahanan mekanik antara lain adalah:

a. Bersin, reaksi tubuh karena ada benda asing (bakteri, virus, benda dan lain-lain yang
masuk hidung) reaksi tubuh untuk mengeluarkan dengan bersin.

b. Bilasan air mata, saat ada benda asing produksi air mata berlebih untuk mengeluarkan
benda tersebut.

c. Bilasan saliva, kalau ada zat berbahaya produksi saliva berlebih untuk menetralkan
d. Urin dan feses, jika berlebih maka respon tubuh untuk segera mengeluarkannya.

Pertahanan kimiawi

Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara kimiawi antara lain adalah:

a. Enzim dan asam dalam cairan pencernaan berfungsi sebagai pelindung bagi tubuh.

b. HCL lambung, membunuh bakteri yang tidak tahan asam.

c. Asiditas vagina, membunuh bakteri yang tidak tahan asam.

d. Cairan empedu, membunuh bakteri yang tidak tahan asam (Setiadi, 2007: 204-245).

F. Mekanisme Imunitas

Langkah pertama dalam memusnahkan patogen atau sel asing adalah mengenal antigen
sebagai bahan asing. Baik sel T maupun sel B mampu melakukan hal ini, namun mekanisme
immunya diaktivasi dengan sangat baik, bila pengenalan ini dilakukan oleh makrofag dan
kelompok khusus limfosit T yang disebut sel T helper.

Antigen asing difagosit oleh suatu makrofag, dan bagian-bagian dipresentasi pada membran
sel makrofag. Pada membran makrofag juga terdapat antigen “ self ” yang merupakan
representasi semua antigen yang terdapat di semua sel individu. Oleh karena itu, sel T helper
yang bertemu makrofag ini tersaji tidak hanya bersama antigen “ self ” sebagai
pembandingnya. Sel T helper sekarang menjadi tersensitisasi dan spesifik bagi antigen asing.
Satu hal yang tidak dimiliki tubuh. Pengenalan antigen sebagai benda asing mengawali satu
atau kedua mekanisme imunitas. Mekanisme tersebut adalah imunitas selular, yang dalamnya
sel T dan makrofag berpartisipasi dan imunitas humoral (dengan perantara antibodi) yang
melibatkan dalam sel T, sel B dan makrofag.

1. Imunitas Selular

Mekanisme imunitas ini tidak menghasilkan antibodi, tetapi tetap efektif melawan patogen
intrasel (misalnya virus), fungi , sel-sel ganas, dan tandur jaringan asing. Setelah pengenalan
antigen asing oleh makrofag dan sel T helper yang menjadi teraktivasi dan spesifik kemudian
membelah berkali-kali membentuk sel T memori dan sel T sitotoksik (killer). Sel T memori
akan mengingat antigen asing yang spesifik dan menjadi aktif bila antigen tersebut masuk
lagi ke dalam tubuh. Sel T sitotoksik secar kimiawi mampu merusak antigen asing dengan
mengoyak membran sel. Dengan cara ini, sel T sitotoksik merusak sel-sel yang terinfeksi
oleh virus, dan mencegah virus berepsroduksi. Sel T ini juga memproduksi sitokinin, yang
secara kimiawi menarik makrofag menuju area tersebut dan mengaktifkan makrofag untuk
memfagosit antigen asing. Sel T teraktivitasi lainnya menjadi sel T supresor, yang akan
menghentikan respons imun ketika antigen asing telah dirusak. Namun, sel T memori secara
cepat akan melakukan respons imun selular begitu terjadi pajanan selanjutnya terhadap
antigen.

2. Imunitas Humoral

Mekanisme imunitas ini tidak melibatkan produksi antibodi. Tahap pertama yaitu pengenalan
antigen asing, yang kali ini dilakukan oleh sel B serta makrofag dan sel T helper. Sel T helper
yang tersensitisasi menyajikan antigen asing pada sel B, yang memberikan stimulus kuat bagi
aktivasi sel B yang spesifik untuk antigen ini. Sel B teraktivasi mulai membelah berkali-kali
dan membentuk dua jenis sel. Beberapa sel B baru yang dihasilkan adalah sel-sel B memori,
yang akan mengingat antigen spesifik. Sel-sel B lain menjadi sel-sel plasma yang
menghasilkan antibodi spesifik bagi antigen asing yang satu ini. Antibodi kemudian berikatan
dengan antigen, membentuk kompleks antigen-antibodi. Ikatan kompleks ini menyebabkan
opsonisasi yang berarti bahwa antigen sekarang “ dilabel “ untuk di fagosit oleh makrofag
atau neutrofil. Kompleks antigen antibodi juga menstimulasi proses fiksasi komplemen.

Komplemen adalah suatu kelompok yang terdiri atas 20 protein plasma yang bersirkulasi
dalam darah sampai teraktivasi atau terfiksasi oleh suatu kompleks antigen-antibodi. Fiksasi
komplemen bisa komplet atau parsial. Jika antigen asingnya seluler, protein komplemen
mengikat kompleks antigen-antibodi, lalu slaing berikatan satu dengan lainnya, dan
menyusun cincin enzimatik yang membentuk satu lubang dalam sel, yang dapat
menyebabkan kematian sel. Ini adlaha fiksasi komplemen komplet ( menyeluruh) dan
merupakan keadaan yang terjadi pada sel-sel bakteri (yang bisa terjadi pada reaksi transfusi,
juga dapat meyebabkan hemolisis).
Apabila antigen asing bukan sel, misalnya virus, maka akan berlangsung fiksasi, komplemen
parsial, yakni beberpa protein komplemen berikatan dengan kompleks antigen-antibodi. Hal
ini merupakan faktor kemotaktik. Kemotaksit berarti “ Pergerakan kimiawi “ dan sebenarnya
merupakan penanda yang menarik makrofag untuk memangsa dan merusak antigen asing.
Bila antigen asing telah dirusak, sel T supresor tersensitisasi untuk menghentikan respon
imun. Hal ini penting dalam membatasi produksi antibodi sampai jumlah yang diperlukan
untuk mengeliminasi patogen tanpa memicu respons tanpa memicu respons autoimun
(Scanlon, 2006: 305-306).

G. Hubungan Imunitas dengan Imunisasi

Ditinjau dari cara memperolehnya, imunitas dibagi menjadi:

a. Imunitas aktif, yaitu bila seseorang secara aktif membentuk sendiri imunitasnya
terhadap suatu penyakit.

b. Imunitas pasif, yaitu bila imunitas itu berasal dari luar yang kemudian masuk atau
dimasukkan ke dalam tubuh.

1. Imunitas aktif

Imunitas aktif dibedakan menjadi “di dapat secara alamiah” dan dimasukkan secara buatan”.

a) Imuniats aktif di dapat secara alamiah

Imunitas ini di dapatkan bila seseorang terserang suatu bibit penyakit terutama
mikroorganisme, kemudian menjadi sakit ringan ataupun berat. Sementara itu di dalam
tubuhnya dikembangkan imunitas humoral dan imunitas seluler terhadap bibit penyakit
tersebut. Bila imunitasnya dapat mengatasi bibit penyakit, maka orang ini akan sembuh dan
menjadi kebal khusus terhadap penyakit tersebut. Contohnya yaitu “ Di negara-negara
berkembang lebih dari 90% anak-anak pada usia 7 tahun sudah memiliki antibody terhadap
virus poliomielitis. Mungkin sebagian besar anak-anak di atas usia 10 tahun sudah memiliki
imunitas terhadap dipteri. Hal ini terjadi karena anak-anak itu sudah terserang penyakit,
sebagian besar dalam bentuk ringan, kemudian sembuh dan menjadi kebal (imun). Hanya
sebagian kecil dari anak-anak tersebut yang oleh suatu sebab menderita sakit berat dan
membahayakan “.
b) Imunitas aktif dimasukkan secara buatan

Pada akhir abad ke-18, saat penyakit cacar sedang melanda dunia. Edward Jenner
menemukan bahwa seseorang yang telah ditulari dan telah menderita penyakit cacar lembu
yang jinak dan tidak berbahaya dapat menjadi kebal terhadap penyakit cacar yang ganas.
Dengan dasar ini, maka para ahli berlomba membuat berbagai antigen yang aman untuk
dimasukkan ke dalam tubuh dengan tujuan agar tubuh dan membentuk antibody (imunitas)
tetapi tidak mengalami sakit yang berat. Antigen-antigen tersebut dapat berupa:

– Vaksin adalah suatu suspensi mikroorganisme atau bagian mikroorganisme (virus,


riketsia, bakteri) yang telah mati atau dilemahkan.

– Toksoid adalah toksin yang telah dilemahkan.

Reaksi dari sistem imunitas tubuh terhadap vaksin dan toksin biasanya lemah dan lambat
karena antigen yang dimasukkan sedikit-sedikit dan telah dilemahkan. Agar kekebalan yang
cukup dapat diperoleh maka diperlukan ulangan-ulangan dengan maksud mendapatkan
respon sekunder (amamnestik) yang kuat.

2. Imunitas pasif

Imunitas pasif dibedakan juga menjadi “didapat secara alamiah” dan “dimasukkan secara
buatan” (Irianto, 2004: 310-311).

H. Interaksi Antibody-Antigen

Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan dengan sisi penghubung
determinan antigenik pada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun).
Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi,
aglutinasi, atau presipitasi.

a. Fiksasi komplemen terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen. Ikatan
molekul komplemen diaktivasi melalui “jalur klasik”, yang memicu efek cascade untuk
mencegah terjadinya kerusakan akibat organisme atau toksin npenyusup. Efek yang paling
penting meliputi :

1. Opsonisasi
Partikel antigen diselubungi antibodi atau komponen komplemen yang memfasilitasi proses
fagositosisi partikel.

2. Sitolisis

Kombinasi dari nfaktor-faktor komplemen multipel mengakibatkan rupturnya membran


plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi selular keluar.

3. Inflamasi

Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui aktivasi sel mast, basofil, dan
trombosit darah.

b. Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan menjadikannya tidak
berbahaya.

c. Aglutinasi (penggumpalan) terjadi jiak antigen adalah materi partikulat, seperti


bakteri atau sel-sel merah.

d. Presipitasi terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun menjadi besar akibat
hubungan silang molekul antigen sehingga tidak dapat larut dan berpresipitasi. Reaksi
presipitasi antara antigen dan antibodi dapat dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan
mengukur salah satu komponen berikut.

1. Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis campuran antigen


(protein) dan antibodinya.protein digerakkan pada bidang listrik (elektroforesis) untuk
dipisahkan dan kemudian dibiarkan berdifusi dalam jeli agar tempat setiap protein
membentuk garis presipitin dengan antibodinya.

2. Radioimunoassai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif secara radioaktif


antara antigen berlabel dan antigen tanpa label untuk sejumlah kecil antibodi. Metode ini
memungkinkan dilakukannya anlisis terhadap antigen, antibodi, atau kompleks dalam jumlah
yang sangat kecil melalui pengukuran radioaktivitasnya bukan melalui cara kimia (Sloane,
2003: 257).

I. Sel Polimorfonuklear (PMN)


Sel-sel polimorfonuklear ( PMN ) berasal dari sel induk mieloid, dan merupakan 60%-70%
dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun sel-sel itu dapat juga dijumpai
ekstravaskuler. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa lobul, dan dalam
sitoplasma terdapat 3 macam granula yaitu granula primer, sekunder, dan tertier. Granula
primer merupakan granula azurofilik yang mengandung mieloperoksidase, lisozim dan
sejumlah protein bermuatan positif ( kationic ). Granula sekunder mengandung laktoferin,
lisozim dan protein pengikay B-12, sedangkan granula tersier mengandung lisozom dan
hidrolase asam. Granula ini penting sekali dalam proses pembunuhan bakteri dan reaksi
imunologik yang lain. Bersama-sama dengan makrofag, PMN merupakan garis pertahanan
terdepan dan melindungi tubuh dengan menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Sel sel
ini sering disebut sel-sel inflamasi karena ia berperan penting pada proses inflamasi. Sel
PMN dapat melekat dan menembus sel endotel yang melapisi pembuluh darah. Termasuk
dalam golongan PMN adalah neutrofil, eosinofil dan basofil.

1. Neutrofil

Hampir 90% dari granulosit dalam sirkulasi terdiri atas neutrofil. Masa hidupnya dalam aliran
darah adalah sekitar 4-8 jam .tetapi dalam jaringan sel itu dapat hidup lebih lama. Neutrofil
bereaksi cepat terhadap rangsangan, dapat bergerak menuju daerah inflamasi karena
dirangsang oleh faktor kemotaktikyang antara lain di lepaskan oleh komplemen atau limfosit
teraktivasi. Seperti halnya makrofag, fungsi neutrofil yang utama adalah memberikan respons
imun nonspesifik dengan melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan
mikroorganisme yang masuk. Fungsi ini didukung dan ditingkatkan oleh komplemen atau
antibodi, dan intuk mengikat komplemen dan antibodi neutrofil mempunyai reseptor untuk
Fc-IgG maupun reseptor untuk C3b dan C3d. Neutrofil mempunyai granula yang berisi
enzim-enzim perusak dan berbagai protein yang selain dapat merusak mikroorganisme juga
dapat menyulut reaksi inflamasi bila dilepaskan.

2. Eosinofil

Dalam darah perifer orang normal terdapat eosinofil dala jumlah 2-5% dari jumlah leukosit.
Sel ini dapat dibedakan dari s.el lain karena mempunyai granula berwarna .merah jingga yang
berisi protein basa dan enzim perusak. Eosonofil terutama efektif dalam menyingkirkan
antigen yang merangsang pembentukan IgE. Sel ini mempunyai reseptor untuk IgE dan dapat
melekat erat pada partikel yang dilapisi IgE. Eosinofil juga terdapat jumlah banyak pada
tempat-tempat reaksi alergik, dalam konteks ini eosinofil turut betranggung jawab atas
kerusakan jaringan inflamasi. Pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil dirangsang oleh sitokin
yang diproduksi oleh sel T, yaitu IL-5, dan aktivasi sel T menyebabkan akumulasi eosinifil di
tempat-tempat infestasi parasit dan reaksi alergi.

Eosinofil bergerak ke arah sel sasaran karena rangsangan mediator yang diproduksi oleh Sel
T, mastosit dan basofil yang disebut eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A).
Sebagian eosinofil mempunyai reseptor untuk Fc dan C3b yang memungkinkan sel tersebut
melekat pada sel sasaran, misalnya parasit atau cacing, yang dilapisi antibodi atau
komplemen. Aktivasi eosinofil melalui reseptor-resptor ini menghasilkan respiratory burst
dan penglepasan major basic protein (MBP) serta protein bermuatan positif yang dapat
merusak membran sel sasaran berukuran besar yang tidak dapat dihancurkan dengan cara
fagositosis. Di lain pihak, kalu mendapa rangsangan yang sessuai eousinofil menjadi aktif
melepaskan berbagai enzim yang dapat mengancurkan berbagai mediator yang dilepaskan
oleh basofil dam mastosit, antara lain histaminnase yang dapat merusak histamin, dan aryl
sulphatase yang dapat menghancurkan leukotrien LTC 4, LTD 4, serta LTE 4 ( Leukotrien
dahulu dikenal dengan nama slow reacting substance of anaphylaxis = SRS-A). Karena itu
eousinofil, selain merusak sel sasaran, juga diduga berfungsi mengendalikan atau mengurangi
reaksi hipersensitivitas.

3. Basofi dan mastosit

Jumlah basofil dalam sirkulasi hanya sedikit, yaitu 0.2% dari jumlah leukosit. Sel ini di
tandai dengan inti dengan 2 lobus dan mempunyai granula intrasitoplasmik berwarna ungu
yang berisi heparin, SRS-A dan ECF-A. Dibandingkan dengan basofil, mastosit yang
umumnya terdapat dalam jaringan dan epitel mukosa, mempunyai inti berlobus tunggal dan
granula basifil yang berjumlha lebih banyak dan berukurab lebih kecil. Kedua jenis sel
mempunyai fungsi yang sama walaupun diduga berasal dari cikal bakal yang berbeda. Kedua
jenis sel ini meiliki reseptor untuk fragmen Fc IgG IgE, tetapi disamping itu mastosit juga
mempunyai reseptor untuk C3b. Atas rangsangan alergen yang bereaksi dengan IgE yang
melekat pada sel melalui reseptor untuk Fc, sel-sel itu dapat melepaskan berbagai mediator
dan mengakibatkan reaksi anafilaktik (Kresno, 2003).

J. Interaksi Anti Mikroba Dan Fagosit


Antimikroba memiliki sifat imunomodulator terutama terhadap neutrofil dan
monosit/makrofag. Sifat imunomodulator tersebut kadang-kadang lebih dominan dari efek
bakteriostatik dan bakterisidal dari antimikroba tersebut. Fungsi dari sistem fagosit yang
dapat dipengaruhi adalah chemotaxis, dan kemampuan untuk membunuh kuman melalui
pembentukan superoksida. Antimikroba tertentu dapat meningkatkan kemampuan fagosit
baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Keefektifan suatu antimikroba dalam pengobatan penyakit infeksi tergantung dari interaksi
antara bakteri, obat antimikroba dan sistem fagosit dalam tubuh. Beberapa antimikroba
dilaporkan dapat menimbulkan modifikasi terhadap sistem imunitas tubuh baik secara in vitro
maupun secara in vivo. Obat antimikroba akan mempengaruhi interaksi antara neutrofil
dengan mikroba melalui berbagai cara, dan begitu juga sebaliknya neutrofil dapat
mengganggu aktivitas antimikroba dalam tubuh.

Kebanyakan antimikroba golongan -laktam dan quinolone memiliki efek sinergis dengan
sistem fagosit dalam menghancurkan kuman di dalam sel neutrofil, oleh karenanya obat
tersebut disebut obat yang bersifat imunostimulator. Sebaliknya beberapa antimikroba seperti
cyclins, chloramphenicol, sulfonamid dan trimethoprim dapat menekan fungsi imunitas
tubuh. Beberapa antimikroba memiliki efek yang meragukan terhadap sistem imunitas
meningkatkan kemampuan fagosit dari neutrofil. Antimikroba akan berpengaruh terhadap
interaksi antara neutrofil dan monosit/makrofag dengan mikroba/kuman. Berdasarkan latar
belakang tersebut di atas, nampaknya sebelum memutuskan untuk memberikan antimikroba
untuk menangani penyakit infeksi terutama pada pasien yang sudah mengalami gangguan
pada sistem imun, perlu diketahui golongan antimikroba mana yang dapat meningkatkan dan
yang dapat menurunkan kemampuan fagosit dari neutrofil, sehingga efek terapi yang
diharapkan menjadi lebih baik.Dalam tulisan berikut akan diuraikan berbagai aspek dari
interaksi antara antimikroba dengan netrofil dan monosit/makrofag. Mekanisme dari
Neutrofil dan Monosit/Makrofag Memfagosit serta Menghancurkan Kuman-Kuman/Benda
Asing Neutrofil disebut juga leukosit Polymorphonuclear (PMN) merupakan 50-60% dari
komponen leukosit yang berada dalam darah tepi. Neutrofil merupakan salah satu komponen
dari sistem imun tubuh non spesifik yang terdepan dalam mencegah infeksi oleh berbagai
mikroba seperti: bakteri, jamur, protozoa, virus dan sel-sel yang terinfeksi oleh virus.
Sedangkan monosit/makrofag merupakan sistem fagosit yang lain dalam tubuh.
Monosit merupakan bentuk permulaan dari makrofag yang beredar dalam sirkulasi yang
jumlahnya kira-kira 10% dari seluruh leukosit. Setelah sampai pada jaringan, monosit akan
berdiferensiasi menjadi makrofag yang dapat dibagi menjadi dua yaitu makrofag dan
inflammatory macrophage. Makrofag berada dalam berbagai jaringan tubuh dengan nama
yang berbeda-beda yaitu: histiocyte (pada jaringan), Kupffer’s cell (pada hati), Alveolar
macrophage (pada paru), Langerhans cell (pada kulit) dan makrofag bebas pada limpa,
peritoneum, pleura dan kelenjar limfe.

Meskipun antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh,
namun antimikroba juga berpengaruh terhadap sistem fagosit baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang
merugikan terutama untuk penderita yang telah mengalami gangguan fungsi imunitas.
Kebanyakan antimikroba golongan quinolone dan b-laktam ternyata dapat meningkatkan
fungsi fagosit. Antimikroba golongan cyclins, chloramphenicol,trimethoprim,
sulfamethoxazole, gyrase inhibitor dan rifampicin dapat menurunkan fungsi fagosit.
Antimikroba aminoglycoside, fusidic acid dan lincosamide efeknya terhadap sistem fagosit
masih meragukan atau kontroversial. Sedangkan macrolide efeknya berbeda-beda tergantung
jenis macrolide (Gould, 2003).

K. Kelainan dan Penyakit pada Sistem Kekebalan Tubuh

Kelainan dan penyakit pada system kekebalan tubuh, diantaranya yaitu:

1. Alergi, merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi pada seseorang. Umumnya
alergi bersifat khusus dan hanya muncul jika penderita melakukan kontak dengan penyebab
alergi. Alergi dapat diturunkan dari orang tua/keluarga dekat. Alergi dapat terjadi secara tiba-
tiba dan bersifat fatal terhadap penderita. Seseorang yang alergi akan mengalami gangguan
emosi, konsentrasi, dan lain-lain. Alergi terjadi karena penderita sangat sensitive terhadap
allergen.

2. AIDS, merupakan suatu sindrom atau penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus). Pada tubuh manusia, virus HIV hanya menyerang sel
yang memiliki protein tertentu. Protein itu ialah yang terdapat pada sel darah putih T4, yaitu
sel darah putih yang berperan menjaga system kekebalan tubuh. Apabila virus HIV
menginfeksi tubuh, manusia akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh. Akibatnya,
para penderita HIV-AIDS akan mudah terinfeksi berbagai jenis penyakit. Penderita HIV
positif umumnya masih dapat hidup dengan normal dan tampak sehat, tetapi dapat
menularkan virus HIV. Penderita AIDS adalah penderita HIV positif yang telah menunjukkan
gejala penyakit AIDS. Waktu yang dibutuhkan seorang penderita HIV positif untuk menjadi
penderita AIDS relatif lama, yaitu antara 5-10 tahun. Bahkan ada penderita HIV positif yang
seumur hidupnya tidak menjadi penderita AIDS. Hal tersebut dikarenakan virus HIV didalam
tubuh membutuhkan waktu untuk menghancurkan system kekebalan tubuh penderita. Ketika
system kekebalan tubuh sudah hancur, penderita HIV positif akan menunjukkan gejala
penyakit AIDS. Penderita yang telah mengalami gejala AIDS atau penderita AIDS umumnya
hanya mampu bertahan hidup selama dua tahun.
BAB III

PEMBAHASAN

Pengalaman saya waktu bekerja di Puskesmas Cihurip, saya menangani program salah
satunya program yang khususnya berhubungan dengan sistem imunologi manusia. Program
yang saya pegang yaitu mengenai masalah kesehatan imunologi penyakit HIV/AIDS.

Setelah dilakukan anamnesa/pengkajian pada pasien yang mengalami sistem imunologi


khususnya pada waktu saya bekerja di Puskesmas Cihurip saya memegang program HIV.
HIV yang ditularkan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Melakui donor darah yang terinfeksi


2. Lewat hubungan seksual tanpa kondom,
3. Penularan ibu ke anak.

Setelah saya melakukan pengkajian pada beberapa kasus HIV dan penyakit tersebut
dipengaruhi oleh hubungan seksual yang tidak dilindungi dengan orang terinfeksi HIV juga
dan penggunaan jarum suntik yang bergantiaan dan tidak steril.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi
berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit.
Sebutan imunitas yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM.
Thucydides mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati
penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi.
2. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.

3. Sistem imun berfungsi sebagai pelindung tubuh dari invasi penyebab penyakit,
menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit,
jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh.

4. Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks
terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dilihat dari beberapa kali pajanan
antigen maka dapat dikenal dua macam respon imun yaitu respons imun primer dan respons
imun sekunder.

5. Pertahanan tubuh ada 2 yaitu pertahanan tubuh spesifik dan pertahanan tubuh non
spesifik.

6. Mekanisme imunitas meliputi imunitas selular, yang dalamnya sel T dan makrofag
berpartisipasi dan imunitas humoral (dengan perantara antibodi) yang melibatkan dalam sel
T, sel B dan makrofag.

7. Ditinjau dari cara memperolehnya, imunitas dibagi menjadi dua yaitu imunitas aktif,
yaitu bila seseorang secara aktif membentuk sendiri imunitasnya terhadap suatu penyakit dan
imunitas pasif, yaitu bila imunitas itu berasal dari luar yang kemudian masuk atau
dimasukkan ke dalam tubuh.

8. Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan dengan sisi
penghubung determinan antigenik pada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi
(atau imun). Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi,
netralisasi, aglutinasi, atau presipitasi.

9. Sel-sel polimorfonuklear ( PMN ) berasal dari sel induk mieloid, dan merupakan
60%-70% dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun sel-sel itu dapat juga
dijumpai ekstravaskuler. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa lobul, dan
dalam sitoplasma terdapat 3 macam granula yaitu granula primer, sekunder, dan tertier.

10. Antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh,
namun antimikroba juga berpengaruh terhadap sistem fagosit baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang
merugikan terutama untuk penderita yang telah mengalami gangguan fungsi imunitas.
Kebanyakan antimikroba golongan quinolone dan b-laktam ternyata dapat meningkatkan
fungsi fagosit.

11. Kelainan dan penyakit pada system kekebalan tubuh yaitu alergi dan AIDS.

4.2 Saran

Saran yang dapat saya sampaikan dalam makalah ini yaitu untuk pembaca diharapkan dalam
membaca makalah ini dapat lebih tahu dan memahami tentang pentingnya Sistem Imun
sehingga pemahaman itu dapat diinformasikan kepada orang awam dan dapat diaplikasikan
untuk diri sendiri dan dilingkungan. Selain itu penulis mengharapkan saran yang membangun
yang dapat menjadi motivasi dalam pembuatan makalah-makalah berikutnya sehingga dalam
pembuatan makalah berikutnya penulis lebih teliti dan lebih baik lagi dalam menyampaikan
informasi dalam bentuk tertulis seperti makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Gould, Dinah, dkk., 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. EGC. Jakarta.

Irianto, Kus, 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya.
Bandung.

Kresno, Siti Boedina. 2003. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Ranuh, I., dkk., 2001. Buku Imunisasi di Indonesia Edisi Pertama. SI-IDAI. Jakarta.

Scanlon, Valerie C., 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Setiadi, 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sloane, Ethel, 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Você também pode gostar