Você está na página 1de 26

PRAKTIKUM FISIKA DASAR

PERCOBAAN 1
DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAK PASTIAN
PADA PENGUKURAN
ASISTEN : KASMAIDA, S.T

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
KELAS : TEKNIK SIPIL . C
NAMA NIM
1. ADHA FHADYLAH MURSALIM 218190104
2. MUHAMMAD ASRIYADI 218190088
3. ILHAM . H 218190096
4. SYAHRIZAN 218190074
5. NURUL AMIN 218190091
6. UDES SAPUTRA 218190099
7. MUH. IKRAM FADILLAH 218190081
LABORATORIUM FISIKA DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2018/2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
laporan praktikum ini dapat tersusun dengan baik.Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga laporan praktikum mengenai “dasar pengukuran
dan ketidak pastian pada pengukuran” ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam laporan ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaaan
laporan praktikum ini.

Parepare, 19 Jannuari 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar ........................................................................................................ i
Daftar isi .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Tujuan ......................................................................................................... 1
B. Teori Ringkas .............................................................................................. 1
C. Alat & Bahan............................................................................................... 9
D. Metode Percobaan ....................................................................................... 9
BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA ................................................ 10
A. Hasil Perolehan Data ................................................................................... 11
B. Pengolahan/ Analisis ................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 20
A. Kesimpulan ................................................................................................. 20
B. Saran ............................................................................................................ 20
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 21
Dokumentasi Alat & Bahan .................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. TUJUAN

1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mengikuti percobaan ini, mahasiswa akan dapat:
a. Memperoleh kecakapan dan keterampialan dalam menggunakan dan
mengerti kegunaan peralatan laboratorium.
b. Memperkirakan dan menyatakan kesalahan khusus.

2. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


a. Menggunakan beberapa alat ukur satu atau lebih variable.
b. Menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran berulang.
c. Mengerti membuat laporan hasil pengukuran.
B. TEORI RINGKAS

1. TOERI SINGKAT
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala dan perilaku alam sepanjang
bias diamati oleh manusia baik dengan menggunakan panca indera yang
dimiliki maupun dengan alat ukur yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
Pengukuran suatu besaran fisis dalam fisika senantiasa dihinggapi dengan
apa yang disebut sebagai ketidak pastian baik dilakukan satu kali maupun
dilakukan berulang-ulang. Misalnya x adalah suatu besaran fisis tertentu yang
nilai benarnya adalah 𝑥0 yang akan diketahui melalui pengukuran, maka
setiap kali dilakukan suatu pengukuran pada besaran fisis tersebut akan

1
berpeluang terjadinya penyimpangandari nilai yang sebenarnya. Contoh: suhu
kamar, kelembapan udarah, arus listrik dalam rangkaian, massa calorimeter
dan sebagainya.
Adapun sebab-sebab terjadinya penyimpangan ini antara lain adalah:
a) Adanya nilai skala kecil (least count) yang ditimbulkan oleh keterbatasan dari
alat ukur yang digunakan
b) Adanya ketidakpastian bersistem, diantaranya:
 Kesalahan kalibrasi
Pemberian nilai skala pada waktu alat diproduksi ternyata kurang
tepat.
 Kesalahn titik nol
Sebelum digunakan untuk mengukur, alat ukur telah menunjuk pada
suatu harga skala tertentu atau jarum tidak mau kembali pada titik nol
secara tepat.
 Kesalahan pegas
Setelah sekian lama berfungsi, pegas melembek ataupun mengeras dari
keadaan semula.
 Gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak.
 Paralaks (arah pandang) dalam mebaca skala
Kesalahan bersistem menyebabkan hasil pengukuran yang diperoleh
agak menyimpang dari nilai yang sebenarnya, dan simpangan ini
mempunyai arah tertentu.Misalnya, hasil pengukuran menghasilkan
nilai-nilai yang secara konsisten lebih besar atau kecil dari harga yang
semestinya.
c) Adanya ketidak pastian acak, diantaranya:
 Gerak Brown molekul udarah, gerak ini dapat mengganggu penunjukan
jarum alat ukur yang sangat halus.

2
 Flutuasi tegangan jaringan listrik, mengganggu operasional alat-alat
listrik.
 Bising elektronik, berupa gangguan pada alat ukur elektronik.
 Sumber kesalahan acak sering berada diluar kendali dan dapat
menghasilkan simpangan positif maupun negative secara acak
terhadap nilai yang dicari.

d) Keterbatasan keterampilan
Alat ukur dewasa ini tidak jarang merupakan alat ukur yang sangat
kompleks pemakaiannya, sehingga menuntut keterampilan yang tidak sedikit
dari si pemakai. Misalnya: Mikroskop, Osiloskpo, Spektrometer, Pecahan
partikel dll. Dengan demikian akan timbul masalah-masalah seperti: apa saja
yang harus diatur sebelumnya, bagaimana cara mengoperasikannya,
bagaimana membaca skalanya dll.
Dengan demikian banyak yang harus diatur dan dipahami, sehingga
pengamat mudah sekali melakukan suatu kesalahan.Dengan demikian
banyaknya sumber kesalahan, sehingga tidak mungkin dapat dihindari atau
diatasi dengan sekaligus setiap saat.
Berdasarkan asas teori pengukuran di atas, maka dapat dikatakan bahwa
nilai benar 𝑥0 tidak mungkin dapat diketahui secara tepat melalui suatu
eksperimen. Dari pengukuaran yang dilakuakan akan senantiasa diperoleh
nilai x yang tidak sama dengan nilainya 𝑥0 yang sebenarnya.

2. NILAI SKALA TERKECIL (least count) ALAT UKUR


Setiap alat ukur memiliki skala berupa panjang atau busur atau jangka
digital.Pada skala terdapat goresan besar dan kecil sebagai pembagi dan
dibubuhi nilai tertentu.Secara fisik, jarak antara goresan kecil bertetangga
jarang kurang dari 1mm. mengapa demikian? Ini disebabkan karena mata

3
manusia (tanpa alat bantu) agak sukar melihat jarak kurang dari 1mm dengan
tepat. Nilai skala sesuai dengan jarak terkecil itu disebut nilai skala terkecil
(nst) dari alat ukur tersebut.

3. NONIUS
Banyak alat ukur dilengkapi dengan nonius.Alat ini membantu alat ukur
berkemampuan besar, karena jarak antara dua garis skala bertetangga seolah-
olah menjadi lebih kecil. Biasanya pembagian skala utama dan nonius adalah:
1 pembagian skala alat ukur = 10 bagian skala nonius. Tetapi tidak selalu
demikian, misalnya alat spectrometer.Bagaimana membaca kedudukan
pengukuran dengan nonius? Perhatikan gambar berikut ini:

Gambar 1: Pembacaan Skala


Pada gambar 1 diatas, skala bagian atas adalah alat ukur yaitu antara
angka 12 dan 13 dibagi menjadi 10 bagian terkecil yang menyatakan
kedudukan 12,1 : 12,2: 12,3: …..: 13,0. Sedangkan pada bagian bawah adalah
skala nonius.Dalam gambar tersebut skala nonius terdiri dari 10
bagian.Tampak bahwa skala nonius ini lebih kecil dari bagian terkecil skala
alat ukur. Kalau diperhatikan lebih lanjut pada gambar terdapat dua
kedudukan skala nonius dan skala alat ukur yang berimpit, yaitu 12 pada skala
alat ukur berimpit dengan 0 dan pada skala nonius 10 berimpit dengan 12,9
pada skala alat ukur.

4
Selanjutnya perhatikan hasil pengukuran lain dari alat bantu nonius
tersebut seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2 : pembacaan skala nonius


Skala pada nonius dari tidak berimpit dengan sala satu skala pada alat
ukur, melainkan terletak antara kedudukan 9,5 dengan 9,6. Dalam pengukuran
ini dapat diyakini bahwa harga x yang diukur adalah lebih besar dari 9,5 tetapi
lebih kecil dari 9,6. Berapakah harga x menurut pembacaan ini?Cobahlah
anda perhatikan gambar 2 lebih teliti.Ternyata ada satu garis skala nonius
yang berimpit dengan skala 7 dari nonius.Dalam keadaanpengukuran
semacam ini menunjukkan bahwa harga 𝑥0 yang diukur adalah 9,570.
4. ALAT UKUR DASAR
a) jangka Sorong
jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang memiliki bentuk
seperti gambar 3 dibawah ini, yang dapat digunakan untuk menemukan
dimensi dalam, luar dan kedalam benda yang di uji. Jangka sorong
meningkatkan akurasi pengukuran hingga 1/20 mm karena memiliki skala 1
mm = 20 skala nonius.

Gambar 3 : Jangka Sorong

5
Ada 3 fungsi pengukuran panjang yang dimiliki jangaka sorong, yaitu:
1) Pengukuran panjang bagian luar benda.
2) Pengukuran panjang bagian rongga dalam benda.
3) Pengukuran kedalam lubang.

b) Micrometer Sekrup
Micrometer sekrup dipergunakan untuk mengukur panjang benda yang
memilki ukuran maksimum sekitar 2,50 cm, dan bentuk micrometer sekrup
ditunjukkan pada gambar 4 berikut ini :

Gambar 4 : Micrometer Sekrup

5. KETIDAKPASTAIAN PADA PENGUKURAN BERULANG


Bagaimana kalau pengkuran berulang?Adakah manfaat pada
pengulangan tersebut?Dalam usaha mencari nilai benar dari 𝑥0 dengan
mengadakan satu kali pengukuran hasilnya hanya suatu pernyataan samar-
samar saja. Pengulangan diharapkan akan memberi informasi lebih banyak
tentang 𝑥0 . Makin banyak suatu nilai dihasilkan dalam pengukuran berulang
maka nilai yang dihasilkan akan semakin benar. Ilmu statistika mengatakan:

6
1) Hasil n kali pengulangan pengukuran besaran x, sebutlah
𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3, … . , 𝑥𝑛 adalah merupakan suatu sampel dari populasi besaran
x.
2) Nilai terbaik yang mendekati nilai 𝑥0 yang dapat diambil dari sampel x
adalah nlai rata-rata sampel :
𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 +⋯+𝑥𝑛 =1 1
𝑥̅ = = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖
𝑛

3) Karena x bukanlah 𝑥0 maka padanya terdapat suatu penyimpangan atau


ketidakpastian. Ketidakpastian pada nilai rata-rata sampel x menyatakan
deviasi hasil pengukuran (∆𝑥) dapat digunakan deviasi standar rata-rata
sampel yakni:
1 𝑛∑𝑥12 −(∑𝑥1)2
S = 𝑛√ 𝑛−1

Hasil pengukuran dapat dituliskan sebagai berikut :


𝑥 = 𝑥̅ ± ∆𝑥 = 𝑥̅ ± 𝑠𝑛
Besaran nilai yang dipakai sebagai ∆𝑥 pengukuran berulang. Kesalahan
pengukuran sering kali dinyatakan dalam:
(∆𝑥)
 Kesalahan relative : 𝑥

 Kesalahan mutlak : ∆𝑥
Contoh = Diameter D sekeping mata uang diukur 10 kali dengan
menggunakan jangka sorong.
Di = (11,7; 11,8; 11,9; 12,0; 12,0; 12,0; 12,0; 12,0; 12,3; 12,3;) mm
Decimal terakhir dalam bilangan-bilangan ini adalah taksiran.Berapakah
D±∆D menurut pengukuran ini?
Jawab : Untuk memudahkan hitungan, data dituang dalam bentuk table dan
perhitungan dilakukan dengan menggunakan kalkulator.

7
1 Di Di2
1 11,7 136,89
2 11,8 139,24
3 11,9 141,61
4 12,0 141,61
5 12,0 141,61
6 12,0 141,61
7 12,0 141,61
8 12,0 141,61
9 12,3 151,29
10 12,3 151,29
∑ 12,0 1440,32

̅ = 120 = 12,00
D 10

1 𝑛∑𝑥1 − (∑𝑥1 )2
∆𝐷 = √ = 0,0596
𝑛 𝑛−1

Pelaporan ditulis :
̅ ± ∆D = (12,00± 0,06) mm
D=D
Seandainya D hanya diukur sekali saja, hasilnya mungkin (12,0± 0,5) mm
karena:
1 1
∆D = 2 𝑛𝑠𝑡 = × 1 = 0,5
2

6. ANGKA BERARTI
Perhatikan, misalnya penulisan hasil pengukuran diameter sebuah
keeping logam D = (12,00 ± 0,06) mm dan D = (12,00 ± 0,06) mm. yang
pertama menyatakan bahwa nilai benar diameter ada dalam selang (11,94 –
12,06) mm, sedangkan yang kedua mempunyai makna nilai benar berada
dalam selang (11,4 – 12,6) mm. dikatakan bahwa diameter pertama diketahui

8
dengan angka 4 berarti, sedangkan yang kedua mempunyai 3 angka berarti,
semakin banyak angka berarti semakin tepat pengukurannya. Dari contoh
∆D 0,06
diatas = × 100% = 0,5% untuk yang pertama dan yang kedua
D 12,00
∆D 0,6
= × 100% = 5%. Jadi dikatan bahwa pengukuran diameter pertama
D 12,00

dengan ketelitian 10 kali lebih besar dari pengukuran diameter kedua.


C. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah :
NO ALAT DAN BAHAN JUMLAH
1. Jangka Sorong 1 buah
2. Micrometer Sekrup 1 buah
3. Kelereng Warna 4 ukuran
4. Kelereng Putih 4 ukuran
5. Kelereng Besar 4 ukuran

D. METODE PERCOBAAN
1. Sebelum melakukan praktikum, terlebih dahulu sediakan alat dan bahan
praktikum serta bola-bola kecil (kelereng) sebanyak 4 buah dengan
ukuran yang berbeda.
2. Langakah selanjutnya hitunglah diameter luar kelereng dengan
menggunakan jangka sorong secara bergantian sebanyak 14 kali
pergantian kelerang.
3. Setelah selesai menghitung diameter luar kelereng, kemudian tulis data
dari hasil pengukuran sebagai bahan laporan.
4. Langkah selanjutnya hitunglah diameter kelereng dengan menggunakan
micrometer sekrup sebanyak 14 kali pergantian. Selanjutnya tulis data
dari hasil pengukuran sebagai bahan laporan.

9
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

JANGKA SORONG
1. KELERENG WARNA

NO SU (cm) SN (cm)
1. 1,6 3
2. 1,6 1
3. 1,6 3,5
4. 1,6 6

2. KELERENG PUTIH

NO SU (cm) SN (cm)
1. 1,6 6
2. 1,6 5
3. 1,7 5
4. 1,6 3

3. KELERENG BESAR

NO SU (cm) SN (cm)
1. 2,5 1
2. 2,5 8
3. 2,5 8
4. 2,5 4

10
ANALISIS DATA
JANGKA SORONG
KELERENG WARNA
A. TABEL
N0 Di (cm) 𝐷𝑖 2 (cm)
1. 1,75 3,0625
2. 1,65 2,7225
3. 1,775 3,1506
4. 1,9 3,61
∑n=4 ∑Di=7,075 2
∑𝐷𝑖 =12,5456

̅ =∑𝐷𝑖=…….?
B. 𝐷 𝑛

̅ =7,075
𝐷 4
= 1, 768 cm

1 𝑛×∑𝐷𝑖 2 −(∑𝐷𝑖)2
C. ∆𝐷 = 𝑛 √ 𝑛−1

1 4×12,5456−(7,075)2
D. = 4√ 4−1

1 50,1824−50,0556
= 4√ 3

1 0,1268
= 4√ 3

1
= √0,042
4
1
= 4 × 0,205

= 0,0512 cm

̅ ± ∆𝐷
E. D = 𝐷
= 1,768± 0,0512

11
= 1,768 + 0,0512 ATAU = 1,768 – 0,0512
= 1,819 cm = 1,716 cm

F. KESALAHAN RELATIF
∆𝐷
̅
× 100%
𝐷
0,0512
= × 100%
1,768

= 0,028%
KELERENG PUTIH
A. TABEL
N0 Di (cm) 𝐷𝑖 2 (cm)
1. 1,9 3,61
2. 1,85 3,4225
3. 1,95 3,8025
4. 1,75 3,0625
∑𝑛 = 4 ∑Di= 7,45 ∑𝐷𝑖 2 = 13,8975

̅ = ∑𝐷𝑖=…….?
B. 𝐷 𝑛
7,45
̅ =
𝐷 4

= 1,862 cm

1 𝑛 × ∑𝐷𝑖 2 − (∑𝐷𝑖)2
𝐶. ∆𝐷 = √
𝑛 𝑛−1

1 4 × 13,8975 − (7,45)2
D. = √
4 4−1

1 55,59−55,5025
= 4√ 3

12
1 0,0875
= 4√ 3

1
= 4 √0,029
1
= 4 × 0,170

= 0,0425 cm

̅ ± ∆𝐷
E. D = 𝐷
= 1,862± 0,0425
= 1,862 + 0,0425 ATAU = 1,862 – 0,0425
= 1,904 cm = 1,819 cm

F. KESALAHAN RELATIF
∆𝐷
× 100%
𝐷̅
0,0425
= × 100%
1,862

= 0,22%
KELERENG BESAR
A. TABEL
N0 Di (cm) 𝐷𝑖 2 (cm)
1. 2,55 6,5025
2. 2,9 8,41
3. 2,9 8.41
4. 2,7 7,29
∑𝑛 = 4 ∑Di=11,05 2
∑𝐷𝑖 = 30,6125

̅ = ∑𝐷𝑖=…….?
B. 𝐷 𝑛

13
11,05
̅=
𝐷 4

= 2,762 cm

1 𝑛 × ∑𝐷𝑖 2 − (∑𝐷𝑖)2
C. ∆𝐷 = √
𝑛 𝑛−1

1 4 × 30,6125 − (11,05)2
D. = √
4 4−1

1 122,45−122,1025
= 4√ 3

1 0,347
= 4√ 3

1
= 4 √0,116
1
= × 0,340
4

= 0,085 cm

̅ ± ∆𝐷
E.D =𝐷
= 2,762± 0,085
= 2,762 + 0,085 ATAU = 2,762 – 0,085
= 2,847 cm = 2,677cm
F. KESALAHAN RELATIF
∆𝐷
× 100%
𝐷̅
0,085
=2,762 × 100%

=0,030%

14
MICROMETER SKRUP

1. KELERENG WARNA
NO SU (mm) SN (mm)
1. 16 7
2. 16 9
3. 15,5 2
4. 16 9

2. KELERENG PUTIH
NO SU (mm) SN (mm)
1. 15,5 0
2. 15,5 44
3. 16 41
4. 16 14

3. KELERENG BESAR
NO SU (mm) SN (mm)
1. 21,5 23
2. 21,5 10
3. 21,5 15
4. 21,5 13

15
ANALISI DATA

KELERENG WARNA
A. TABEL
N0 Di (mm) 𝐷𝑖 2 (mm)
1. 16,07 258,2449
2. 16,09 258,8881
3. 15,52 240,8704
4. 16,09 258,8881
∑𝑛 = 4 ∑Di= 63,77 ∑𝐷𝑖 2 =1016,891

̅ = ∑𝐷𝑖 =…….?
B. 𝐷 𝑛
63,77
̅=
𝐷 4
= 15,942 cm

1 𝑛×∑𝐷𝑖 2 −(∑𝐷𝑖)2
C. ∆𝐷 = √
𝑛 𝑛−1

1 4×1016,891−(63,77)2
D. = 4√ 4−1

1 4067,564−4066,6129
= 4√ 3

1 0,9511
= 4√ 3

1
= 4 √0,317
1
= × 0,563
4

= 0,140 cm

̅ ± ∆𝐷
E. D = 𝐷

16
= 15,942± 0,140
= 15,942 + 0,140 ATAU = 15,942 – 0,140
= 16,082 cm = 15,802 cm
F. KESALAHAN RELATIF
∆𝐷
̅
× 100%
𝐷
0,140
= 15,942 × 100%

= 0,0087%
KELERENG PUTIH
A. TABEL
N0 Di (mm) 𝐷𝑖 2 (mm)
1. 15,5 240,25
2. 15,94 254,0836
3. 16,41 269,2881
4. 16,14 260,4996
∑𝑛 = 4 ∑Di=63,99 ∑𝐷𝑖 2 =1024,1213

̅ = ∑𝐷𝑖 =…….?
B. 𝐷 𝑛
63,99
̅̅̅̅=
𝐷 4
= 15,997 cm

1 𝑛×∑𝐷𝑖 2 −(∑𝐷𝑖)2
C. ∆𝐷 = 𝑛 √ 𝑛−1

1 4 × 1024,1213 − (63,99)2
𝐷. = √
4 4−1

1 4096,4852−4094,7201
= 4√ 3

1 1,7651
= 4√ 3

17
1
= 4 √0,588
1
= 4 × 0,767

= 0,192 cm
̅ ± ∆𝐷
E. D = 𝐷
= 15,997± 0,192
= 15,997 + 0,192 ATAU = 15,997 – 0,192
= 16,189 cm = 15,805cm
F. KESALAHAN RELATIF
∆𝐷
× 100%
𝐷̅
0,192
= 15,997 × 100%

= 0,012%
KELERENG BESAR

A. TABEL

N0 Di (mm) 𝐷𝑖 2 (mm)
1. 21,73 472,1929
2. 21,6 466,56
3. 21,65 468,7225
4. 34,51 1190,9401
∑𝑛 ∑Di= 99,49 ∑𝐷𝑖 2 = 2598,4155

=4

B. ̅ = ∑𝐷𝑖 =…….?
𝐷 𝑛
99,49
̅=
𝐷 4

= 24,872 cm

18
1 𝑛×∑𝐷𝑖 2 −(∑𝐷𝑖)2
C. ∆𝐷 = 𝑛 √ 𝑛−1

1 4×2428,48−(99,49)2
D. = 4√ 4−1

1 10393,662−9898,2601
= 4√ 3

1 495,4019
= 4√ 3

1
= 4 √165,134
1
= 4 × 12,850

= 3,212 cm

̅ ± ∆𝐷
E. D = 𝐷
= 24,872± 3,212
= 24,872 + 3,212 ATAU = 24.872 – 3,212
= 28,084 cm = 21,66 cm

F. KESALAHAN RELATIF
∆𝐷
× 100%
𝐷̅
3,212
= 24,872 × 100%

= 0,129%

19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Jangka Sorong
Kesalahan relative (Angka Berarti)
 Kelereng warna = 2,8%
 Kelereng putih = 2,2%
 Kelereng besar = 3%
2. Mikrometer sekrup
Kesalahan relative
 Kelereng warna = 0,87%
 Kelereng putih = 1,2%
 Kelereng besar = 1,29%

B. SARAN
Di dalam melakukan melaksanakan praktikum kita harus tertib,gunakan
alat dan bahan sesuai prosedur kerja, lebih teliti dalam melaksanakan
praktikum dan tenang dalam proses praktikum.

20
DAFTAR PUTAKA
Tim pengelolah Taboratorium Laboratorium Fisika Dasar, 2018. Penuntun Praktikum
Fisika Dasar Satu. Pare-pare : Universitas Muhammadiyah
Pare-pare.
http://www.saturnstopwatches.co.uk/18-fastime-1-stopwatch.html
http://www.smileorthoshop.com/dental-equipment/kawat-niti-putih.html

21
DOKUMENTASI ALAT DAN BAHAN

1 2 3 4

5 6 7
Keterangan :
1. Kelereng
2. Pengukuran kelereng besar putih dengan jangka sorong
3. Pengukuran kelereng kecil warna dengan jangka sorong
4. Pengukuran kelereng kecil putih dengan jangka sorong
5. Pengukuran kelereng kecil warna dengan mikrometer sekrup
6. Pengukuran kelereng kecil putih dengan micrometer sekrup
7. Pengukuran kelereng besar putih dengan micrometer sekrup

22
23

Você também pode gostar