Você está na página 1de 8

Analisis Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Ilmu Faraidh (Mawaris)

(Studi Pada Masyarakat Kampung Nenggang Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten
Bandung)

Willy Hardian
Program Studi Ekonomi Syariah – STEMBI BANDUNG BUSINESS SCHOOL
Email : Willyhardian110897@gmail.com.

Abstrak

Tujuan_Tujuan penulisan adalah untuk 1). Mengetahui tingkat pengetahuan


masyarakat tentang ilmu Faraidh (mawaris) pada Desa Mekarsari; 2). Mengetahui
penyebab minimnya pengetahuan masyarakat kampung nenggang tentang Ilmu
faraidh (waris); 3). Mengetahui dampak positif apabila masyarakat sekitar
mempelajari ilmu faraidh (waris); 4). Mengetahui dampak negatif apabila tidak
melaksanakan waris sesuai dengan Ilmu Faraidh (waris).
Desain/Metode_ penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah deduktif,
unit analisis pada penelitian ini adalah Masyarakat Kampung Nenggang Desa
Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung, Teknik samplingnya
menggunakan purposive sampling . Teknik pengumpulan data yaitu dengan
observasi langsung ke tempat penelitian, jenis data primer dan sekunder.
Temuan_Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat kampung
Nenggang tentang ilmu faraidh (waris) sangatlah minin, kebanyakan dari
masyarakat hanya mengetahui bahwa bagian harta laki-laki itu satu sedang bagian
harta perempuan itu setengah, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui rukun
dan syarat waris,penyebab adanya waris, penghalang warisan dan siapa saja yang
mendapat harta waris, dan dari masyarakat juga ada yang berpendapat bahwa ilmu
faridh (waris) ini bagi masyarakat awam tidak perlu di dalami,tinggal menyerahkan
waris mewaris kepada ustadz yang mempuni saja sudah cukup
Implikasi_Berkaitan dengan hal itu Maka penting sekali bagi kita agar bisa
memberikan edukasi yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran bagi
masyarakat, sehingga asumsi-asumsi atau pemahaman masyarakat tentang ilmu
faraidh (waris) tidak keliru atau menyeleweng dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-
Sunnah,Sehingga masyarakat juga dapat mengimplentasikan dan mendistribusikan
harta waris sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Ilmu faraidh
(waris).
Originalitas_ Penelitian ini pertama kalinya di teliti pada masyarakat Kampung
Nenggang desa mekarsari kecamatan Ciparay kabupaten bandung.
Tipe Penelitian_Studi Empiris

Kata Kunci : Tingkat pengetahuan, Ilmu faraidh (waris), harta waris

I. Pendahuluan

Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa Kelahiran dan kematian, Karna itu merupakan Suatu
ketetapan mutlak dari Allah SWT yang telah di gambarkan dalam Al-Quran. makadari itu, pastilah akan
menimbulkan hubungan hukum dengan masyarakat sekitarnya, dan menimbulkan hak dan kewajiban pada
setiap individu manusia. Diantara hak dan kewajiban manusia, apabila ada salah seorang keluarganya
meninggal dunia maka harta orang yang meninggal tersebut harus dibagikan kepada ahli-ahli waris yang
mempunyai hak atas hartanya, supaya harta tersebut dapat terdistribusikan secara adil kepada pihak
keluarganya dalam konsep islam dan tidak menimbulkan suatu kemadharatan bagi keluarga yang
ditinggalkannya. Maka dari itu, dianjurkan bagi kita khususnya umat muslim agar bisa mempelajari ilmu Faraidh
(Mawaris) seperti yang sudah di cantumkan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 11,12 dan 176.
Ilmu Fara’idhl termasuk kategori ilmu yang rumit dan sulit, sebab materi-materinya saling terkait satu
sama lain. Lebih-lebih, dalam ilmu ini juga terdapat rumus hitung-menghitung dan matematika, yang dikalangan
para pelajar dianggap sebagai “momok”. Tak ayal, dalam “ramalan” Hadts Rasulullah SAW., ilmu ini termasuk
ilmu pertama yang dicabut dari umat ini meskipun, beliau sangat memberi motivasi untuk belajar ilmu faraidh
sebelum waktunya dicabut dari muka bumi ini.(Saifuddin,2016:162)
Namun dalam Ilmu fara’idh juga terdapat nash-nash yang menyebutkan keutamaan mempelajari ilmu
waris (al-fara’idh). Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Pelajarilah ilmu fara’idh dan
ajarkanlah kepada manusia, karna sesungguhnya itu adalah separuh ilmu dan ia dilupakan. Ilmu fara’idh itu
adalah sesuatu yang paling awal dicabut dari umatku (HR. Ibn Majah dan ad-Daruquthni).
maksud bahwa al-fara’idh adalah separo ilmu adalah karena ilmu terkait manusia itu ada yang
berkaitan dengan manusia disaat dia hidup dan ada yang berkaitan dengan pasca kematiannya.(Abdurrahma,
2016: 4)
Masalah pembagian harta warisan di masyarakat dalam kondisi sekarang dimana hukum-hukum
syariah tidak diterapkan sebagai hukum resmi bisa jadi membuat sebagian orang tidak perhatian dengan hukum
syara’ ketika membagi harta warisan. Bisa juga dikarenakan ketidaktahuan atau karena tidak mau repot
akhirnya para ahli waris sepakat membagi harta warisan menurut kesepakatan diantara mereka
saja.(Abdurrahman, 2016: 7)
Bahkan masalah warisan, masih menjadi hal yang tabu dibicarakan oleh sebagian orang yang berakibat
pada salahnya pembagian. Data Mahkamah Agung (MA), masalah kewarisan menempati posisi nomor dua
perkara perdata agama yang ditangani pada 2010 dan 2011. Waris berada di bawah kasus sengketa
perkawinan.(detik finance, 20 Mar 2017)
Menurut Yahya Abdurrahman Ilmu waris saat ini hampir menjadi ilmu yang terlupakan. Sangat banyak
dari kaum muslim yang tidak mengetahui ilmu ini.(Abdurrahman, 2016:1)
Berdasarkan latar belakang yang di jelaskan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “ Analisis Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Ilmu Faraidh (Mawaris)”. Agar memudahkan
penulis dalam tugas penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup permasalahan ini hanya pada tingkat
pengetahuan ilmu Faraidh pada Masyarakat Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung.
maka penelitian ini bertujuan untuk 1). Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang ilmu
Faraidh (mawaris) pada Desa Mekarsari; 2). Mengetahui penyebab minimnya pengetahuan masyarakat
kampung nenggang tentang Ilmu faraidh (waris); 3). Mengetahui dampak positif apabila masyarakat sekitar
mempelajari ilmu faraidh (waris); 4). Mengetahui dampak negatif apabila tidak melaksanakan waris sesuai
dengan Ilmu Faraidh (waris).

II. Kajian Teori


1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu obyek. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, rasa,
raba, dan penciuman. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting terbentuknya tindakan seorang.(Nurhayati dan
Dahlan,2017)
Menurut Depdiknas pengetahuan berarti segala sesuatu yang diketahui kepandaian atau segala
sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal mata pelajaran.(miftah syarif,2018)
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu,
termasuk didalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang diketahui oleh
manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama (Sumantri, 2012: 104 dalam
miminuriyat,2017).
Menurut Romizowski (1988)dalam syarif miftah (2018)menjelaskan bahwa pengetahuan itu berada di
dalam pikiran kita yang dapat disimpan dalam bentuk informasi. Sallis dan Jones (2002) dalam Miftah syarif
(2018)mengatakan bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk mengingat be-berapa informasi yang
digunakan dengan melalui pemikiran manusia yang memberikan arti serta tujuan. Ungkapan tersebut
mengandung makna bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk mengetahui tempat, mengetahui
waktu, dan mengungkapkan pendapat.
2. Masyarakat
Dilihat dari konsep sosiologi masyarakat adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam
suatu kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan tertentu. Bila dilihat dari konteks
pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang
tidak berpendidikan sampai kepada orang yang berpendidikan tinggi (Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, 2012 :
87 dalam syarif miftah,2018).
3. Ilmu Fraidh (waris)
a. Pengertian Ilmu Faraidh (waris)
kata Fara’idh adalah bentuk jamak dari kata Faridhah. Dan kata faridhah diambil dari kata fardh yang
berarti penentuan. Allah Swt. Berfirman,
.‫ضت ُ ْم‬
ْ ‫ْف َما فَ َر‬
ُ ‫فَنِص‬
“……maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan …”(al-Baqarah [2]: 237)
Dan fardh dalam syariat adalah bagian yang ditentukan bagi ahli wa-ris. Ilmu yang mempelajarinya
dinamakan dengan ilmu waris atau ilmu faraidh.(sayyid sabiq,2015:413)
Waris pada hakikatnya merupakan pemindahan kepemilikan atas harta peninggalan (at-tarikah) dari
al-muwarrits (orang yang mewariskan ) kepada ahli waris (al-warits). Hal itu harus dijalankan sesuai dengan
ketentuan syariat yang telah menentukan siapa saja ahli waris, berapa bagiannya dan hal-hal yang terkait.
Menghitung waris pada dasarnya adalah menentukan siapa saja ahli waris yang berhak mendapat bagian dan
menghitung berapa bagian masing-masing ahli waris itu.
Dengan demikian hukum waris bisa diartikan sebagai hukum-hukum yang mengatur pemindahan hak
kepemilikan atass harta peninggalan (at-tarikah) dari al-muwarrtis kepada ahli waris (al-warits) dengan
menentukan siapa ahli waris dan berapa hak (bagian)nya.
Pada akhirnya, hukum-hukum waris dalam islam juga menjadi cara islam mendistribusikan harta,
terutama di antara para ahli waris. Sebab harta yang sebelumnya dimiliki al-muwarrits, setelah dia meninggal
maka denga ketentuan huku-hukum waris akhirnya menjadi terdistribusi kepada para ahli waris. Dan berikutnya
ketika harta itu di belanjakan oleh para ahli waris itu maka akan terdistribusi ke tengah masyarakat.Namun
bukan hanya memperhatikan pendistribusian harta itu, hukum-hukum waris islam juga akan memberikan
keadilan. Sebab hukum waris islam berasal dari Allah zat yang maha adil. Tentu saja keadilan itu sempurna
jika hukum-hukum waris islam itu diterapkan dan diiringi dengan penerapan Syariah Islam secara menyeluruh.
Dan perealisasian hal itu menjadi kewajuban,tugas dan tanggungjawab kita semua kaum
Muslim.(Abdurrahman,2016:1,3)
b. Definisi Warisan
Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh seorang mayit secara mutlak. Ibnu Hazm menetapkan ini
dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan warisan dalamharta yang ditinggalkan oleh manusia
setelah kematiannya, tidak dalam selain harta. Adapun hak-hak, ia tidak diwariskan.Tidak ada hak yang
diwariskan kecuali yang mengikuti harta atau yang semakna dengan harta,seperti hak untuk mengambil
manfaat dan menguasai, serta untuk tinggal di tanah yang dikhususkan untuk pembangunan dan
penanaman.”(sayyid sabiq,2015:415).
c. Sejarah Warisan
Pada masa jahiliyah pra-Islam, orang-orang Arab memberikan warisan kepada anak-anak laki-laki
tanpa anak-anak perempuan, dan kepada anak-anak yang besar tanpa anak-anak yang kecil. Ketika itu, ada
juga waris-mewaris dengan sumpah. Islam menghapuskan semua itu dan menurunkan ayat,
“ Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(an-
Nisa’[4]:11)
Sebab turunnya ayat ini adalah riwayat jabir bahwa istri sa’ad bin Rabi’ datang kepada Rasulullah Saw.
Dengan membawa dua anak perempuannya dari sa’ad. Dia berkata ,”wahai Rasulullah, ini dua anak
perempuan Sa’ad bin Rabi’. Bapak keduanya telah terbunuh bersamamu sebagai syahid pada perang uhud.
Dan sesungguhna, paman keduanya telah mengambil harta kedua anak ini tanpa meninggalkan satu sedikitpun
harta untuk mereka, padahal keduanya tidak bisa menikah tanpa harta.”Beliau pun berkata,”Allah akan
memberi keputusan tentang hal ini,” lalu, turunlah ayat warisan.Rasulullah Saw pun mengirimkan utusan
kepada paman keduanya dan berkata,”Berikanlah dua pertiga kepada dua anak perempuan Sa’ad dan
seperdelapan kepada ibu mereka.Dan apa yang tersisa adakah milikmu.(Sayyid sabiq,2015:415)
d. Rukun Waris
Diantara hukum pokok yang harus terpenuhi dalam hal waris adalah rukun. Terprmuhi atau tidaknya
rukun waris menentukan sah dan tidaknya waris.Jika salah satu rukun waris tidak terpenuhi maka waris yang
dilakukan atau dibagikan adalah batil.
Rukun waris ada tiga :
Rukun pertama adanya al-muwarrits (orang yang mewariskan). Yaitu orang yang diputuskan oleh
qadhi telah meninggal, seperti orang yang hilang dan tidak diketahui beritanya dalam waktuvyang lama lalu
qadhi memutuskan statusnya hukumnya telah meninggal setelah dilakukan berbagai upaya untuk mencari
kejelasan keberadaan dan keadaan orang itu.
Rukun Kedua, adanya al-wariits (ahli waris). Orang yang memiliki hubungan penyebab waris dengan
al-muwarrits. Hubungan itu bisa hubungan darah (nasab), pernikahan yang sah, pembebasan budak,dan
wasiat. Syaratnya al-warits harus benar-benar beragama islam seperti al-muwarrits dan tidak ada penghalang
(mani’ al-irts)
Rukun Ketiga, adanya al-mawruts (harta yang diwariskan). Adalah seluruh harta dalam berbagai bentuk
yang menjadi milik al-muwarrits semasa hidup menjelang ia meninggsal. Harta waris itu mencakup pula semua
hak finansial yang menjadi hak al-muwarrits menjelang ia meninggal (Abdurrahman,2016:35)
Pewarisan membutuhkan adanya tiga halberikut ini.
a) Ahli waris (warits), yaitu orang yang memiliki hubungan denga si mayit dengan salah satu dari sebab-
sebab pewarisan.
b) Pewaris (muwarrits),yaitu orang yang mati secara hakiki atau secara hukum. Orang yang mati secara
hukum, misalnya, orang hilang yang ditetapka kematiannya.
c) Warisan (maurus) yang disebut juga dengan tarikah dan mirat, yaitu harta atau hak yang dipindahkan
dari pewaris kepada ahli waris.(Sayyid Sabiq, 2015:416)
e. Syarat-syarat waris
Syarat-syarat waris antara lain :
1. Syarat pertama,terjadinya kematian pada diri al-muwarrits.
Kematian al-muwarrits itu bisa kematian secara riil atau secara hukum. Kematian secara hukum ini adalah
keputusan hakim yang memutuskan seseorang sudah meninggal,seperti orang yang hilang dan tidak diketahui
beritanya dalam waktu yang lama,lalu qadhi memutuskan statusnya hukumnya telah meninggal setelah di
lakukan berbagai upaya untuk mencari kejelasan keberadaan dan keadaan orang itu dan ternyata tidak ada
hasilnya.
2. Syarat kedua, kepastian hidup ahli waris ketika al-muwarrits meninggal
Artinya ahli waris haruslah dalam keadaan hidup ketika al-muwarrits meninggal. Jika ahli waris itu meninggal
setelah meninggalnya al-muwarrits meski tidak berselang lama,maka ia tetap memiliki hak atas harta waris dari
al-muwarrits tersebut.
3. Syarat ketiga, kepastian hubungan ahli waris dengan al-muwarrits
Pelaksanaan pembagian waris disyaratkan adanya pengetahuan tentang kepastian adanya hubungan
antara ahli waris dengan al-muwarrits yang menjadi sebab pewarisan baik berupa hubungan kekerabatan,
pernikahan atau wala’.pada saat yang sama, juga harus ada pengetahuan tentang kepastian tidak adanya
penghalang waris pada diri ahli waris. (Abdurrahman,2016:37)
f. Penyebab Pewarisan
1. Keturunan atau kekerabatan
Hubungan karena keturunan disebut nasab hakiki. Allah SWT berfirman :

‫َصيبًا َم ْف ُروضًا‬ ِ ‫َصيبٌ مِ َّما ت ََركَ ْال َوا ِل َد‬


ِ ‫ان َو ْاْل َ ْق َربُونَ مِ َّما قَ َّل مِ ْنهُ أ َ ْو َكث ُ َر ن‬ ِ ‫َصيبٌ مِ َّما ت ََركَ ْال َوا ِل َد‬
ِ ‫ان َو ْاْل َ ْق َربُونَ َول ِِلن َساءِ ن‬ ِ ‫ِلر َجا ِل ن‬
ِ ‫ل‬

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita
ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan.”(TQS.an-Nisa’[4]:7)
Ayat tersebut jelas mengatakan adanya hak waris bagi orang-orang yang memiliki hubungan darah
atau hubungan kekerabatan. Ini sekaligus menegaskan bahwa hubungan kekerabatan atau hubungan nasab
yakni itu menjadi sebab pewarisan.Hanya yang hubungan nasab yang menjadi sebab pewarisan itu adalah
hubungan nasab yang sah menurut Syariah, bukan hubungan darah secara biologis.
Hubungan kekerabatan ini bisa dikelompokan menjadi tiga:
a) Pokok (ushul) yaitu orang-orang yang menjadi asal al-muwarrits, seperti bapak, Kakek, ibu, nenek dan
seterusnya ke atas.
b) Cabang (furu’) yaitu keturunan al-muwarrits, yaitu anak, cucu dan seterusnya ke bawah.
c) Al-hawasyi, yaitu mereka yang merupakan keturunan kedua orang tua, kakek-nenek dan seterusnya dari al-
muwarrits, seperti saudara laki-laki dan perempuan, anak-anak saudara, paman dan anak-anak paman,dsb.
2. Pernikahan

ُّ ‫ُوصينَ ِب َها أَ ْو َدي ٍْن َولَ ُه َّن‬


‫الربُ ُع مِ َّما ت َ َر ْكت ُ ْم ِإ ْن لَ ْم َي ُك ْن‬ ِ ‫صيَّ ٍة ي‬ ِ ‫الربُ ُع مِ َّما ت ََر ْكنَ مِ ْن َب ْع ِد َو‬ ُّ ‫ْف َما ت ََركَ أ َ ْز َوا ُج ُك ْم ِإ ْن لَ ْم َي ُك ْن لَ ُه َّن َو َل ٌد َفإ ِ ْن َكانَ لَ ُه َّن َولَ ٌد فَلَ ُك ُم‬
ُ ‫َولَ ُك ْم ِنص‬
.....‫صونَ ِب َها أ َ ْو َدي ٍْن‬ ُ ‫صيَّ ٍة تُو‬
ِ َ ‫و‬ ‫د‬
ِ ‫ع‬
ْ ‫ب‬
َ ْ
‫ن‬ ِ‫م‬ ‫م‬ُ
ْ َ‫ت‬‫ك‬ْ ‫َر‬ ‫ت‬ ‫ا‬‫م‬َّ ِ‫م‬ ُ‫ن‬ ‫م‬
ُ ُّ ‫ث‬‫ال‬ َّ
‫ن‬ ‫ه‬
ُ َ ‫ل‬َ ‫ف‬ ٌ
‫د‬ َ ‫ل‬‫و‬ ‫م‬
َ ْ ُ
‫ك‬ َ ‫ل‬ َ‫ان‬‫ك‬َ ْ
‫ن‬ ِ ‫إ‬‫ف‬َ ٌ
‫د‬ َ ‫ل‬‫و‬َ ْ‫م‬‫ك‬ُ َ ‫ل‬

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya.
)TQS.an-Nisa’[4]:12)
Ayat ini jelasmenyatakan bahwa suami berhak mendapat bagian dari harta warisan istrinya dan
sebaliknya istri juga berhak mendapat bagian harta warisan suaminya yang sudah meninggal. Yang berhak
mendapat bagian harta waris disini adalah suami atau istri dari orang yang meninggal. Artinya pada saat orang
itu meninggal,dia secara syar’iy masih sah berstatus sebagai suami atau istri. Adapun mantan istri atau mantan
suami maka sudah tidak berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh mantan suami atau mantan istrinya.
3. Memerdekakan
Rasulullah SAW, bersabda:
Al-wala itu bagi orang yang memerdekakan (HR. Bukhari dan an-Nasai)
Hubungan karena memerdekakan ini disebut nasab hukmi atau wala’. Orang yang memerdrkakan
menjadi ahli waris dari orang yang dimerdekakan.(Abdurrahman,2016:39)
e. Penghalang Pewarisan
1. Perbudakan
Yang dimaksud adalah status orang sebagai hamba sahaya. Sebab hamba sahaya itu adalah milik tuannya.
2. Pembunuhan
Pembunuhan yang mencegah pewarisan adalah pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris kepda al-
muwarrits yang mengharuskan dijatuhinya qishash, diyat atau kaffarah.
3.Perbedaan agama
Nabi SAW, bersabda :
“seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan seorang kafir tidak mewarisi orang muslim (HR.Muttafaq’alayh)
4.Perbedaan ad-Dar
Perbedaan ad-dar yang menghalangi saling mewarisi maka itu dalam kondisi dimana ada dar a-islam
dan dar al-harb, dan seoranf muslim tidak berhijrah dari dar al-harb ke dar al-islam, sebaliknya ia tetap menjadi
warga negara di dar al-harb. Dalam kondisi ini perbedaan ad-dar termasuk dalam penghalang pewarisan. Allah
SWT telah menafikan perwakilan di antara orang yang berhijrah dan orang yang tidak berhijrah. Allah SWT
berfirman:

ْ‫اج ُروا‬ َ ‫اج ُرواْ َما لَ ُكم ِمن َو َٰلَيَتِ ِهم ِمن‬
ِ ‫ش ۡيءٍ َحت َّ َٰى يُ َه‬ ِ ‫َوٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ َولَ ۡم يُ َه‬

Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun
atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.(TQS. Al-Anfal[8]:72). (Abdurrahman,2016:39-41)
f. Ahli Waris
1). Ahli waris laki-laki berjumlah 15, yaitu : anak lelaki,anak lelaki anak lelaki (seterusnya sampai ke bawah),
Ayah, kakek (sampai ke atas), saudara lelaki seayah-ibu/sekandung, saudara lelaki seibu,saudara lelaki
seayah, anak laki-lakinya saudara lelaki seayah-ibu, anak laki-lakinya saudara lelaki seayah,paman seayah-
ibu dengan ayah,paman seayah dengan ayah,anak laki-lakinya paman seayah-ibu dengan ayah, anak laki-
lakinya paman seayah dengan ayah, suami, dan majikan yang memerdekakan.
2). Ahli waris Perempuan berjumlah 10,yaitu : anak perempuan,anak perempuannya anak laki-laki/cucu
(sampai ke bawah), ibu, nenek dari jalur ayah/ibunya ayah (sampai keatas), nenek dari jalur ibu/ibunya ibu
(sampai ke atas), saudari seayah-ibu, saudari seayah, saudari seibu.istri,dan majikan yang memerdekakan.

III. Metode Penelitian

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif.
Pendekatan yang digunakan adalah deduktif, unit analisis pada penelitian ini adalah Masyarakat Kampung
Nenggang Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung, Teknik samplingnya menggunakan
purposive sampling Sumber datanya meliputi delapan orang yaitu Ketua RW, Praktikum mawaris, Pelajar dan
Masyarakat awam. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi langsung ke tempat penelitian, jenis data
primer dan sekunder. Melalui pendekatan kualitatif, peneliti dapat berinteraksi lebih banyak dengan fakta yang
di teliti. Hasil penelitian dijelaskan dengan menyajikan kutipan data yang diperoleh, kemudian dianalisa dan
diinterpretasikan berdasarkan teori, lalu penarikan kesimpulan.

IV. Hasil Dan Pembahasan


a. Tujuan penelitian utama:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat kampung nenggang tentang Ilmu Faraidh
(waris).

Penelitian ini mengambil kasus analisis tingkat pengetahuan masyarakat tentang Ilmu Faraidh (waris)
di Kampung Nenggang Desa Mekarsari kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung.Berdasarkan wawancara
yang telah dilakukan dengan narasumber didapatkan beberapa poin penting mengenai pengetauan masyarakat
tentang Ilmu Faraidh (waris) yang masih jarang diketahui seperti hal nya rukun dan syarat waris.Dari
pengamatan yang dilakukan dalam wawancara dapat dilihat pengetahun masyarakat Kampung Nenggang
sangatlah minim mengenai Ilmu Faraidh (waris) baik dari rukun dan syaratnya,penyebab adanya waris,
penghalang warisan dan siapa saja yang mendapat harta waris, kebanyakan dari masyarakat hanya
mengetahui bahwa bagian harta laki-laki itu satu sedang bagian harta perempuan itu setengah dan dari
masyarakat juga ada yang berpendapat bahwa ilmu faridh (waris) ini bagi masyarakat awam tidak perlu di
dalami,tinggal menyerahkan waris mewaris kepada ustadz yang mempuni.

b. Tujuan penelitian kedua:


Mengetahui penyebab minimnya pengetahuan masyarakat kampung nenggang tentang Ilmu
faraidh (waris).

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis menunjukan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
kebanyakan dari masyarakat kampung nenggang minim dari pengetahuan tentang ilmu faraidh dikarenakan
beberapa hal antara lain:
1. Tingkat pendidikan yang rendah.
2. Tidak adanya keinginan masyarakat untuk lebih mendalami ilmu faraidh (waris).
3. Lebih mengandalkan ustadz yang mendalami ilmu faraidh (waris).
4. Tidak adanya media pembelajaran yang dapat menunjang pembelajaran ilmu faraidh (waris).
5. Beberapa Masyarakat berasumsi bahwa harta warisan tidak apa-apa untuk dibagi rata antara laki-laki
dan perempuan karna masih satu saudara.
6. Minimnya informasi di daerah perkampungan.
7. Implementasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Ilmu faraidh (waris).

Dari hal yang tercantum dari hasil analisis diatas penulis mencoba menjabarkan dari poin nomor satu,
yaitu tingkat pendidikan yang rendah di karenakan kebanyakan dari masyarakat kampung Nenggang tidak
melanjutkan jenjang pendidikannya sehingga mengakibatkan tingkat pengetahuan yang rata-ratanya rendah.
Poin kedua tidak adanya keinginan masyarakat untuk lebih mendalami ilmu faraidh (waris) menyebabkan
tingkat pengetahuan masyarakat tentang ilmu faraidh itu rendah. Poin ketiga lebih mengandalkan ustadz yang
mendalami ilmu faraidh (waris) sehingga menyebabkan ketergantungan dan mengakibatkan tingkat
pengetahuan masyarakat tentang ilmu faraidh itu rendah. Poin keempat tidak adanya media pembelajaran yang
dapat menunjang pembelajaran ilmu faraidh (waris) yang akhirnya menimbulkan masyarakat yang minin akan
pengetahuan tentang ilmu faraidh (waris). Poin kelima masyarakat berasumsi bahwa harta warisan tidak apa-
apa untuk dibagi rata antara laki-laki dan perempuan karna masih satu saudara, ini merupakan asumsi yang
dapat mengakibatkan keengganan masyarakat untuk mempelajari ilmu faraidh karna akan menimbulkan rasa
kesia-siaan dalam mempelajarinya. Poin keenam Minimnya informasi di daerah perkampungan, di daerah
perkampungan khususnya di kampung nenggang masih sulit untuk media informasi sehingga masyarakat tidak
mengetahui edukasi-edukasi yang di lakukan oleh pihak-pihak yang mengajarkan ilmu faraidh (waris). Poin
terakhir Implementasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Ilmu faraidh (waris), banyak dari
kalangan pembagi harta warisan yang melakukan pembagian-pembagian yang tidak sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang di jelaskan dalam ilmu faraidh sehingga mengakibatkan masyarakat merasa bahwa pembagian
harta yang dibagikan itu benar sedang pada kenyataanya itu merupakan suatu kesalahan.
Maka dari itu penting sekali bagi kita agar bisa memberikan edukasi yang dapat menunjang
terlaksananya pembelajaran bagi masyarakat, sehingga asumsi-asumsi atau pemahaman masyarakat tentang
ilmu faraidh (waris) tidak keliru atau menyeleweng dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah,Sehingga
masyarakat juga dapat mengimplentasikan dan mendistribusikan harta waris sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang terdapat pada Ilmu faraidh (waris).

c. Tujuan penelitian ketiga:


Mengetahui dampak positif apabila masyarakat sekitar mempelajari ilmu faraidh (waris).

Berdasarkan data dari wawancara penulis dengan para informan dari masyarakat kampung nenggang,
hasil penelitian yang dilakukan penulis pemenunjukan bahwa salah satu dampak positif dari mengetahui tentang
Ilmu Faraidh (waris) bagi masyarakat antara lain:
1. Mendapat pahala
2. Adanya keadilan
3. Termasuk orang yang bertakwa
4. Harta pewaris dapat di distribusikan untuk menghidupi orang yang di tinggalkannya
Menelaah dampak-dampak positif apabila masyarakat banyak yang mempelajari dan menerapkan Ilmu
faraidh (waris) Sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh Allah dan rasulnya maka pastilah ia akan
mendapatkan kesenangan baik di dunia maupun di akhirat. Dikarenakan iya telah taat akan hukum-hukum yang
telah di tetapkan oleh Allah dan Rasulnya sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 13 yang artinya
adalah : “itulah batas/batas (hukum) Allah. Barang siapa yang taat kepada Rasul dan rasulnya, dia akan
memasukannya kedalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya.
Dan itulah kemenangan yang agung.(QS. An-Nisa ayat 13).
Di dalam harta warisan terdapat bagian-bagian yang harus di berikan kepada seorang ahli waris, dan
seorang ahli waris d beri sesuai dengan bagian-bagiannya masing-masing, apabila harta warisan tersebut dapat
di bagikan secara adil sesuai denga ketentuan yang ada dalam Ilmu faraidh (waris), maka akan terciptanya
pendistribusian harta bagi orang-orang yang di tinggalkannya dan harta tersebut dapat di pakai untuk kebutuhan
sehari-hari sanak saudara yang ia tinggalkan.

Tujuan penelitian keempat:


Mengetahui dampak negatif apabila tidak melaksanakan waris sesuai dengan Ilmu Faraidh
(waris).

Berdasarkan data dari wawancara penulis dengan para informan dari masyarakat kampung nenggang,
hasil penelitian yang dilakukan penulis pemenunjukan bahwa salah satu dampak negatif apabila tidak
melaksanakan waris sesuai dengan Ilmu Faraidh (waris) bagi masyarakat antara lain:
1. Mendapat dosa
2. Terjadinya kedzaliman
3. Terjadinya pertikaian sedarah kandung
Dari hal-hal yang dicantumkan di atas pada dasarnya suatu hukum itu harus selalu dilaksanakan sesuai
dengan ketentuannya dan apabila ketentuan itu di langgar maka ia paasti akan mendapatkan suatu hukuman.
begitu juga dengan waris, apabila ia enggan untuk menjalankan hukum waris yang telah di tetapkan Allah dan
rasulnya niscaya ia akan mendapatkan dosa dan ia termasuk kedalam orang-orang yang dzalim sesuai dengan
firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 45 yang artinya : “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim (QS.Al-Maidah:45).
Banyak dari kalangan masyarakat yang menjadi korban akibat dari tidak adanya keadilan dalam
pembagian harta waris, sehingga menimbulkan banyak pertikaian antara saudara satu sama lainnya. Kejadian
itu diakibatkan dikarenakan masyarakat enggan untuk mempelajari dan bahkan menolak ilmu faraidh (waris).

V. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa tingkat pengetahuan masyarakat kampung Nenggang tentang ilmu faraidh (waris) sangatlah minin,
kebanyakan dari masyarakat hanya mengetahui bahwa bagian harta laki-laki itu satu sedang bagian harta
perempuan itu setengah, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui rukun dan syarat waris,penyebab adanya
waris, penghalang warisan dan siapa saja yang mendapat harta waris, dan dari masyarakat juga ada yang
berpendapat bahwa ilmu faridh (waris) ini bagi masyarakat awam tidak perlu di dalami,tinggal menyerahkan
waris mewaris kepada ustadz yang mempuni saja sudah cukup.
penting sekali bagi kita agar bisa memberikan edukasi yang dapat menunjang terlaksananya
pembelajaran bagi masyarakat, sehingga asumsi-asumsi atau pemahaman masyarakat tentang ilmu faraidh
(waris) tidak keliru atau menyeleweng dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah,Sehingga masyarakat juga
dapat mengimplentasikan dan mendistribusikan harta waris sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat
pada Ilmu faraidh (waris).
Masyarakat juga harus memahami hal-hal positif yang terkandung apabila kita mempelajari ilmu faraidh
(waris), agar masyarakat tersebut mendapatkan banyak kebaikan dari pendistribusian harta waris yang benar.
Masyarakat juga penting mengetahui hal-hal negative apabila tidak melaksanakan pembagian harta sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang ada pada ilmu faraidh (waris), karna dapat menimbulkan kemadharatan
khususnya bagi para ahlli waris dan juga dapat menimbulkan perselisihan antara sanak saudara di karenakan
ketidak adilan dalam membagikan bagian-bagian harta waris.
Maka dari itu, kita sebagai seorang muslim hendaknya mempelajari dan mengajarkan ilmu Faraidh
(waris) karna ilmu faraidh ini merupakan separu ilmu dan merupakan ilmu yang pertama kali akan di cabut
menjelang hari kiamat sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Pelajarilah ilmu fara’idh dan ajarkanlah kepada
manusia, karna sesungguhnya itu adalah separuh ilmu dan ia dilupakan. Ilmu fara’idh itu adalah sesuatu yang
paling awal dicabut dari umatku (HR. Ibn Majah dan ad-Daruquthni)
Daftar Pustaka

Al-Qur’an al-Karim

Abdurrahman Yahya,2016.Ilmu Waris praktis. Cetakan I. Bogor: Al Azhar Freshzone Publishing

detik finance, 20 Mar 2017

M. Saifuddin,2016. Imu Faraidl pembagian harta warisan perbandingan 4 mazhab. Lirboyo :Santri salaf Press

Sabiq Sayyid,2015. Fiqih Sunnah.Cetakan I. Depok: Keira Publishing

Syarif Miftah,Putra Ary antony, Ahmad mawardi, 2018, Analisis Tingkat Pengetahuan Masyarakat Desa Sei-
Petai Terhadap Penyelenggaraan Jenazah Kec. Kampar Kiri Hilir Kab. Kampar. Jurnal Al-Hikmah Vol. 15, No.
1.

Você também pode gostar