Você está na página 1de 33

Makassar, 22 April 2013

TUTORIAL 2
MODUL BBLR SKENARIO 2

Kelompok 6A
1. 1102100017 Fani Yustia
2. 1102100025 Regina Amaliah
3. 1102100042 Rini Angraeni
4. 1102100054 Tri Arini Putri M
5. 1102100073 Andi Yaumil Aliyah T.
6. 1102100074 Dini Pratiwi N
7. 1102100130 Ainun Rachmi AR
8. 1102100131 Lilis Muliyawati
9. 1102100142 Selvy Dyan Ningsih
10. 1102100143 Hesty Yulanda

Tutor : dr. H. Nasruddin A.M, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga laporan hasil tutorial Modul II ( BBLR ) Sistem
Reproduksi dengan skenario 2 dari kelompok 6A ini dapat terselesaikan, dan tak
lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini, khususnya kepada tutor kami dr. H. Nasruddin
A.M, Sp.OG. yang telah membimbing kami selama proses tutorial berlangsung.

Kami menyadari bahwa segala upaya yang telah kami lakukan belumlah
sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan. Untuk itu lewat kesempatan
ini mengharapkan masukan dan kritikan yang sifatnya membangun, dapat
diberikan kepada kami demi penyempurnaan laporan yang kami susun, agar
segala yang menjadi tujuan kita semua dapat terwujud “Insya Allah”.

Penyusun

Kelompok 6A
SKENARIO
Seorang bayi perempuan, dirujuk ke unit gawat darurat RS dengan keterangan
bayi tampak kuning pada wajah dan badannya. Dari alloanamnesis diketahui bayi
tersebut lahir di bidan swasta 3 hari yang lau, dengan berat lahir 1500 gram
dengan usia kehamilan 8 bulan saat bayi di lahirkan.

Kata Kunci
 Bayi perempuan
 Tampak kuning pada wajah dan badan
 Lahir 3 hari yang lalu di bidan praktek swasta
 Berat lahir 1500 gram
 Usia kehamilan 8 bulan

Pertanyaan:

1. Jelaskan tentang fisiologi janin !


2. Bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi setelah kelahiran ?
3. Jelaskan tentang BBLR dan klasifikasinya !
4. Jelaskan faktor-faktor penyebab dari BBLR !
5. Jelaskan tentang mekanisme ikerus pada bayi baru lahir !
6. Jelaskan penanganan dan pencegahan bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dan ikterus !
7. Jelaskan komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh BBLR !
8. Jelaskan tentang prespektif islam terhadap bayi baru lahir !
JAWABAN :
1. Fisiologi janin
Perkembangan Konseptus
Sejak konsepsi perkembangan konseptus menjadi sangat cepat
yaitu zigot mengalami pembelhan menjadi morula (terdiri atas 16 sel
blastomer), kemuadian menjadi blastosit yang mencapai uterus, dan
kemuadian sel sel mengelompok, berkembang, menjadi embrio (sampai
minggu ke-7). Setelah minggu ke -10 hasil konsepsi disebut janin.

Perkembangan fungsi janin sesuai usia gestasi


Minggu 6
Pembentukan hidung, palatum, dagu, dan tonjolan paru. Jari-jari
telah terbentuk namun masih tergenggam. Jantung telah terbentuk
sepenuhnya.
Minggu 7
Mata tampak pada wajah. Pembentukan alis dan lidah.
Minggu 8
Mirip bentuk manusia, mulai pembentukan genitalia eksterna.
Sirkulasi mulai tali pusar dimulai. Tulang mulaiu terbentuk.
Minggu 9
Kepala meliputi separuh besar janin, terbentuk ‘muka’ janin;
kelopak mata terbentuk namun tak akan terbuka sampai minggu ke-28.
Minggu 13-16
Janin berukiran 15 cm. ini merupakan awal dari trimester ke-2.
Kulit janin masih transparan, telah mulai terbentuk rambut janin (laguno).
Janin bergerak aktif yaitu menelan dan menghisap air ketuban. Telah
terbentu mekonium (faeses) dalam usus. Jantung berdenyut 120 –
150/menit.
Minggu 17-24
Komponen mata terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh
diliputi oleh verniks kasosa (lemak). Janin memiliki reflex.
Minggu 25-28
Saat dimulai awal trimester ke-3, dimana terdapat perkebangan
otak yang cepat. System saraf mengendalikan gerak dan fungsi tubuh,
mata sudah membuka. Kelangsungan hidup pada masa ini kan sangat sulit
bila lahir.
Minggu 29-32
Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan bayi hidup (50-70%).
Tulang telah terbentuk sempurna, gerakan nafas telah regular, suhu
relative stabil.
Minggu 33-36
Berat janin 1500-2500 gram. Bulu kulit janin (laguno) mulaui
berkurang, pada saat 35 minggu paru telah matur. Janin akan dapat hidup
tanpa kesulitan.
Minggu 38-40
Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, diaman bayi akan
meliputi seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi dalam jumlah
dalam batas normal.

2. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah kelahiran


Sebagai akibat perubahan lingkungan dalm uterus dan keluar uterus,
maka bayi menerimarangsangan yang bersifat kimiawi, mekanik dan
termik. Hasil perangsangan ini membuat bayi akan mengalami perubah
metabolik, pernapasan, umum, dan sirkulasi.
1. Gangguan metabolisme karbohidrat.
Oleh karena kadar gula darah tali pusat yang 65 mg/ 100 ml akan
menurun menjadi 50 mg/ 100 mldalam waktu 2 jam sesudah lahir,
energy yang ditambahan yang diperlukan neonates jam-jam pertama
sesudah lahir diambil drai metabolism asam lemak sehingga kadar gula
darah menjadi 120 mg/ 100 ml. Bila oleh karena sesuatu hal perubahan
glukosa menjadi glikogen meningkat atau adanya gangguan pada
metabolism asam lemak yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
neonates, maka kemungkinan besar bayi akan menderita hipoglikemia,
misalnya terdapat pada bayi BBLR, bayi dari ibu menderita diabetes
mellitus, dan lai-lain.
2. Gangguan umum
Sesaat sesudah bayi lahir ia akan berada ditempat yang suhunya
lebih rendah dari dalam kandungan dan dalam keadaan basah. Bila
dibiarkan saja dalam suhu kamar 25°C maka bayi akan kehilangan
panas melalui evaporasi, konfersi dan radiasi sebanyak 200 kal/kg
BB/menit. Sedangkan pembentukan panas yang dapat diproduksi
hanya sepersepuluh daripada yang tersebut diatas, dalam waktu
bersamaan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh
sebanyak 2°C dalam waktu 15 menit. Hal ini sangat berbahay pada
bayi dengan BBLR karena mereka tidak sanggup mengimbangi
penurunan suhu tersebut denagn vasokonstriksi, inulasi dan produksi
panas yang dibuat sendiri. Akibatnya suhu tubuh yang rendah
metabolism jaringan akan m,eninggi dan asidosis metabolic
meningkant kebotuhan oksigen meningkat dapat menyebabkan
hipotermi yang dapat pula menyebabkan hipoglikemia.
3. Perubahan sistem pernapasan
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik
sedudah kelahiran. Pernapsan ini timbul sebagai aktibat aktivitas
normal susunan saraf pusat dan perifer yang dibatu dengan beberapa
rangsangan lainnya seperti kemoreseptor carotid yang sangat peka
terhadap kekurangan oksigen; rangsanga hipoksemia, sentuhan dan
perubah suhu di dalam uterus dan diluar uterus.
4. Perubahan sistem sirkulasi
Dengan berkembangya paru-paru, tekanan oksigen di dalam alveoli
meningkat, sebaliknya tekanan carbonmonoksida menurun. Hal-hal
tersebut menyebabkan turunnya resistensi pembuluh-pembuluh darah
paru, sehingga aliran darah ke alat tersebut meningkat. Ini
menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan
duktus arteriosus menutup. Dengan menciutnya arteria dan vena
umbilikalis kemuadian dipotongnya tali-pusat, aliran darah dari
plasenta melalui vena cava inferior dan foramen ovalle tertutup. Denga
diterimanya darah oleh atrium kiri dari paru-paru, tekanan diatrium
akan meningkat dari pada atrium kanan, hal ini yang menyebabkan
foramen ovalle menutup. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi
bayi normal yang hidup diluar badan ibu.

3. BBLR dan klasifikasinya


Pengertian BBLR
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram)
(Prawirohardjo, 2007).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram (Pantiawati, 2010).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500
gram tanpa memandang masa kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama 2500 gram disebut prematur.
Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat
kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants (Proverawati,
2010).
Klasifikasi BBLR
Bayi BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan umur kehamilan dan
berat badan lahir rendah yaitu :
 Menurut Sarwono Prawiharjo (2007), diklasifikasikan berdasarkan
berat badan waktu lahir, yaitu:
a) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir
dengan berat lahir 1.500-2.500 gram.
b) 2) Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi
yang lahir dengan berat lahir <1.500 gram.
c) 3) Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi
yang lahir dengan berat lahir <1.000 gram
 Menurut Pantiawati (2010), bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat dibagi menjadi dua golongan :
1.Prematuritas murni
Prematuritas murni adalah bayi dengan masa kehamilan
kurang dari 37 minggu dengan berat badan sesuai dengan
berat badan untuk usia kehamilan atau disebut neonatus
kurang bulan sesuai masa kehamilan.
2.Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilannya, yaitu berat badan dibawah persentil pada
kurva pertumbuhan intra uterin, biasanya disebut dengan bayi
kecil untuk masa kehamilan.
 Menurut Wiknjosastro (2007), WHO (1979) membagi umur
kehamilan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.Pre-term: kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259
Hari).
2.Aterm: mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu
lengkap (259- 293 hari).
3.Post-term: 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih).

4. Faktor penyebab BBLR


Penyebab BBLR:
1. Faktor Ibu
 Ibu hamil yang kekurangan gizi saat hamil
Kekurangan gizi saat hamil akan berakibat buruk terhadap
janin seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan janin, kelahiran
mati atau kematian neonatal dini. Penentuan status gizi yang baik
yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan
kenaikan berat badan selama hamil.
 Berat badan ibu yang rendah
 Umur ibu hamil <20 tahun atau >35 tahun
Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara fisik dan
emosional belum matang, selain pendidikan yang juga pada
umumnya masih rendah. Kelahiran BBRL lebih tinggi pada ibu-ibu
usia <20 tahun (Doenges, 2001:148).
Pada ibu-ibu yang sudah tua meskipun telah berpengalaman
tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai meurun
sehingga dapat mempengaruhi janin intrauterine dan dapat
menyebabkan BBLR (Setyowati, 1996).
 Jarak kehamilan terlalu dekat
Jarak kehamilan <2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan
janin kurang baik, persalinan lama dan pendarahan pada saat
persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik
(Departemen Kesehatan, 1998:33).
Ibu yang jarak kehamilan terlalu dekat <2 tahun akan
mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada
trimester III, termasuk juga karena Placenta previa, anemia, dan
ketuban pecah dini dapat menyebabkan bayi BBLR (Ilyas,
1995:106)
 Paritas Ibu
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin sehingga dapat mengakibatkan BBLR dan
perdarahan saat melahirkan karena keadaan rahim biasanya sudah
lemah (Departemen Kesehatan, 1998:33)
 Ibu hamil merokok (baik sebelum hamil atau pada masa
kehamilan)
Penelitian yang dilakukan oleh BMA Tobacco Control
Resource Centre menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama
kehamilan memiliki risiko melahirkan bayi berat lahir rendah
(BBLR) sebesar 1,5-9,9 kali dibandingkan dengan berat badan
lahir bayi dari ibu yang tidak merokok.
Merokok selama hamil mempunyai efek merupakan pada ibu
dan juga janin. Sebuah penelitian eksperimental menggunakan
hewan coba mencit menyimpulkan bahwa paparan asap rokok yang
diberikan selama masa kehamilan hari ke-0 (hari konsepsi), 1 dan 2
menyebabkan retardasi pertumbuhan embrio, sedangkan paparan
asap rokok selama masa kehamilan hari ke-0 hingga hari ke-17
menyebabkan penurunan berat badan fetus. Dalam penelitian ini,
mencit dipapar asap rokok selama 10 menit, 3 kali sehari.
Radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok dapat
menyebabkan kerusakan endotel, peningkatan vasokonstriktor, dan
penurunan vasodilator. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok
dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Semua hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi dapat
menyebabkan penurunan suplai makanan dan oksigen fetus.
Radikal bebas juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru
sehingga dapat terjadi PPOK. PPOK akan menyebabkan penurunan
oksigenasi fetus. Selain itu, radikal bebas juga dapat mengganggu
metabolisme asam folat. Dengan adanya gangguan metabolisme
asam folat berarti nutrisi pertumbuhan fetus akan terganggu dan
juga akan mempengaruhi ekspresi gen fetus. Akibatnya secara
tidak langsung, hipertensi, PPOK, dan defisiensi asam folat akan
menimbulkan gangguan pertumbuhan fetus yang pada akhirnya
akan dapat menyebabkan BBLR.
 Peminum alcohol
Ibu hamil yang meminum alcohol maka janin yang
dikandungnya akan beresiko Fetal Alkohol Syndron (FAS) yang
berhubungan dengan masalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan otak dalam masa kehamilannya. Saat ibu yang
sedang hamil meminum minuman beralcohol maka alcohol
tersebut akan dibawa masuk ke dalam tubuh dan dapat dengan
mudah beredar hingga masuk melalui placenta menuju janin. Janin
tersebut tidak dapat menyingkirkan alcohol yang masuk, akibatnya
janin menjadi subjek penimbunan kadar alcohol yang tinggi untuk
jangka waktu yang lama.
Konsumsi pada awal kehamilan cenderung menyebabkan
kecacatan pada otak atau tubuh. Konsumsi pada akhir kehamilan
cenderung berefek pada penyerapan nutrisi janin dan fungsi
motorik halus otak. Hal ini termasuk perkembangan kepribadian
dan kemampuan untuk belajar.
Gejala yang ditimbulkan dari FAS yaitu:
a. Bentuk wajah abnormal, termasuk susunan rahang yang buruk
dan bibir atas serta bentuk rahang hidung rata.
b. Masalah tingkah laku, seperti pemusatan perhatian yang kurang
dan hiperaktif.
c. Keterlambatan perkembangan atau retardasi mental.
d. Epilepsy atau serangan kejang.
e. Kegagalan pertumbuhan stsu keterlambatan pertumbuhan fisik.
f. Kesulitan belajar.
g. Lahir BBLR dan ukuran lingkar kepala kecil.
h. Cacat kecil pada tangan dan kaki.
i. Kerusakan organ, termasuk penyakit jantung bawaan.
j. Kurang koordinasi fungsi motorik tubuh.
k. Kurang memiliki kemampuan mengingat-ingat.
l. Kurang dalam hal bersosialisasi dan suka berimajinasi.
 Pengguna narkotika
 Pernah melahirkan bayi premature sebelumnya

2. Faktor Kehamilan
 Hidroamnion
Hidroamnion kadang-kadang disebut juga polihihidroamnion
merupakan keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidroamnion
dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu
sehingga dapat menyebabkan kelahiran premature dan
meningkatkan resiko BBLR (Cuningham, 1995:625).
 Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak
mampu menahan berat bayi dalam rahim)
 Antepartum hemorrhage (perdarahan kehamilan di atas 22 minggu
atau saat persalinan)
Antepartum hemorrhage menyebabkan anemia dan syok
sehingga keadaan ibu memburuk. Keadaan ini memberikan
gangguan pada placenta yang menyebabkan anemia pada janin
bahkan dapat pula terjadi syok intrauterine yang menyebabkan
kematian bayi intrauterine (Wiknjosastro, 1999:365). Apabila janin
dapat diselamatkan dapat terjadi BBLR, sindrom gagal napas, dan
komplikasi asfiksia (Mansjoer, 1999:279).
 Komplikasi Selama Kehamilan
a. Pre-eklampasia/Eklampasia
Pre-eklampasia/eklampasia dapat menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau
IUGR dan kelahiran mati. Hal ini dikarenakan terjadinya
perkapuran di daerah placenta, sedangkan janin
memperoleh makanna dan oksigen dari placenta, dengan
adanya perkapuran di daerah placenta, suplai makanan dan
oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995:5).
b. Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya apabila
terjadi sebelum proses persalinan. KPD disebabkan karena
berkurangnya kekuatan membrane yang diakibatkan oleh
infeksi yang berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer,
1999:310).
c. Hipertensi
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab
penting terjadinya kelahiran mati dan kematian neonatal
(Sukadi, 2000:3). Hipertensi pada ibu hamil akan
menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta dan hipoksia
sehingga pertumbuhan janin terhambat dan sering terjadi
kelahiran premature (sukadi, 2000:6).
3. Faktor Janin
 Cacat Bawaan (Kelainan congenital)
Kelainan congenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur janin yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Bayi dengan kelainan congenital biasanya akan lahir BBLR atau
janin kecil utnuk masa kehamilannya. Bayi BBLR dengan kelainan
congenital yang mempunyai berat sekitar 20% meninggal dalam
minggu pertama kehidupannya (Wiknjosastro, 1997:723).
 Infeksi dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari
gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan
metabolism tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin terganggu atau
berkurang. Oleh karena itu, pengaruh hepatitis dapat menyebabkan
abortus atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam
rahim (Manuaba, 1998:277).
Wanita hamil dengan infeksi rubella dapat menyebabkan bayi
BBLR, cacat bawaan, dan kematian janin (Mochtar, 1998:181).
 Kehamilan ganda
Berat badan janin pada kehamilan ganda tidak sama, dapat
berbeda antara 50-1000 gram. Hal ini disebabkan pembagian darah
pada placenta untuk kedua janin tidak sama (Wiknjosastro,
1999:391).
Regangan uterus yang berlebihan pada kehamilan ganda
merupakan salah satu factor yang menyebabkan BBLR
(Departemen Kesehatan, 1996:14). Pada kehamilan ganda, distensi
uterus berlebihan sehingga melewati batas toleransi dan sering
terjadi partus prematus.
 Kelainan kromosom

5. Mekanisme ikterus
Ikterus fisiologis
Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernikterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologis
Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus
pada neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin
dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme adalah bahwa pada janin
melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi
hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat
penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari
pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat
menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu
bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo
(reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam
air tetapi larut dalam lemak.
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim
hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil
bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel
ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel
bilirubin akan terikat terutama pada ligandin , glutation S-
transferase B) dan sebagian kecil pada glutation(protein S-
transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua
arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam
plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin
yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam
empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat
bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat
pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi
bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam
bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah
bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama
yaitu uridin di fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang
mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.
Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran
kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan
langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer
yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang
larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu
kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus
enterohepatis.
Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang
meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi
urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin
indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus
enterohepatis pun meningkat.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada
kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37
minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan
amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan
bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana
bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi
kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna.
Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi
kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian
hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan
mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya.
Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat
terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan
bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi
pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai
gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang
atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis
atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar
albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar
albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek
yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin
indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang
menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau
plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya
kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai
kadar albumin normal telah tercapai.

Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan
kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada
hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan
kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat
perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai akibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara
pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung
sama atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi
berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih
tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan
diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm
mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar
puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-
kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat
ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan
anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk
menentukan penyebab ikterus jika :
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.\
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5
mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm
dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl. (4,5,8).

Ikterus Patologis
Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk
diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36
jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi
bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan
peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus
neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.

Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1.Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi
hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab
lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3.Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat
ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi
oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4.Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau
diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi
atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.
Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu,
memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup
berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal
sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui,
hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian
akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika
mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan
cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.
Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan
menurun dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa
disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi,
seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain
dan kernikterus tidak pernah -pregnan-3dilaporkan. Susu yang berasal
dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asam lemak rantai panjang,
tak-teresterifikasi, yang, 2 secara kompetitif menghambat aktivitas
konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang
disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung
lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus.
Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi
kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi,
yang diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan
menyusu pada ibu.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan
protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada
keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir
rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf
pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi. (7,9).

Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar
matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1
mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL
secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut
Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-
tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan
lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian
kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

6. Penanganan dan pencegahan bayi baru lahir dengan berat badan


rendah dan ikterus.
1) BBLR
a. Penanganan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh
yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta
penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka
perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan, dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi,
serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
1) Atur temperatur lingkungan
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu
suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat. Bisa
dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi, kemudian
dibungkus. Atau bisa juga dengan meletakkannya di bawah
lampu atau dalam inkubator. Dan bila listrik tidak ada, bisa
dengan metode kangguru, yaitu meletakkan bayi dalam
pelukan ibu (skin to skin).
2) Cegah sianosis
Cara mencegah sianosis dapat dengan cara
pemberian oksigen agar saturasi oksigen dalam tubuh bayi
dapat dipertahankan dalam batas normal.
3) Cegah infeksi
BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini
disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi
berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan
prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci
tangan sebelum dan sesudah memegang bayi,
membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak
dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi dengan
baik.
4) Pemberian vitamin K
Dosis 1 mg intra muskular, sekali pemberian.
Pemberian vitamin K pada bayi imatur adalah sama seperti
bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal.
5) Intake harus terjamin
Pada bayi-bayi prematur, refleks isap, telan dan
batuk belum sempurna. Kapasitas lambung masih sedikit,
daya enzim pencernaan, terutama lipase masih kurang.
Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam
agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi dengan berat lahir
2000 gram atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi
dengan berat kurang dari 1500 gram kurang mampu
mengisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-
hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum melalui
sonde lambung.
b. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/
preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat
dilakukan:
1) Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala
minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak
umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada
institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu,
2) Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya
selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan
agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik,
3) Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada
kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun), dan
4) Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut
berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status
ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi
ibu selama hamil.
2) Bayi Ikterus
Dalam penanganan ikterus, cara – cara yang dipakai ialah
mencegah dan megobati hiperbilirubinemia. Sampai saat ini cara –
cara dapat dibagi dalam 3 jenis usaha, yakni:
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
 Early feeding
Pemberian makanan dini pada neonates dapat
mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada
neonates. Hal ini mungkin sekali disebabkan karena
dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi
pendorongan gerakan usus, dan mekonium lebih cepat
dikeluarkan, sehingga peredaran enterohepatik
bilirubin berkurang.
 Pemberian agar – agar
Pemberian agar – agar per os dapat
mengurangi ikterus fisiologik. Mekanismenya ialah
dengan menghalangi atau mengurangi peredaran
bilirubin enterohepatik.
 Pemberian fenobarbital
Ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin
tidak langsung dalam serum bayi. Khasiat
fenobarbital ialah mengadakan induksi enzim
mikrososma, sehingga konjugasi bilirubin
berlangsung lebih cepat. Penyelidikan – penyelidikan
menunjukkan bahwa fenobarbital, baik yang
diberikan sesudah anak lahir maupun diberikan
kepada ibunya sebelum anak lahir, dapat mencegah
terjadinya ikterus fisiologik.
Pengalaman di RS Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta menunjukkan bahwa pemberian fenobarbital
untuk mengobati hipernilirubinemia pada neonatus
selama 3 hari baru dapat menurunkan bilirubin serum
yang berarti. Bayi premature lebih banyak
memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan.
Fenobarbital dapat diberikan dosis 8 mg/kg berat
badan sehari, mula – mula parenteral, kemudian
dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian
fenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah
bahwa pelaksanaannya lebih mudah. Kerugian ialah
diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk
mendapat hasil yang berarti.
2. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan
yang dapat dikeluarkan melalui ginjal dan traktus
digestivus, misalnya dengan terapi sinar (phototerapy).
Cremer melaporkan bahwa pada bayi penderita
ikterus yang diberi sinar matahari lebih dari penyinaran
biasa, ikterus lebih cepat menghilang dibandingkan dengan
bayi lain yang tidak disinari. Penyelidikan lain misalnya
Lucey, Gianta, Rath, dll menunjukkan bahwa terapi sinar
dengan menggunakan sinar buatan juga member hasil yang
baik. Dengan terapi sinar bilirubin serum dapat turun
dengan cepat, 1 sampai 4 mg % dalam 24 jam.
Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi
dipylore yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan
traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak
toksik untuk tubuh dan dapat dikeluarkan dari tubuh dengan
sempurna. Mekanisme utama terapi sinar adalah
fotoisomerisasi. Dengan terapi sinar maka bilirubin diubah
menjadi suatu fotoisomer. Dengan kata lain bilirubin
42,152 sinar bilirubin 42,15 E. bilirubin isomer ini mudah
larut dalam air. Penggunaan terapi sinar untuk mengobati
hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati – hati
karena jenis pengobatan ini dapat menimbulkan
komplikasi, yaitu dapat menyebabkan kerusakan retina,
dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa (insensible
water losses), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan bayi, walaupun hal ini masih dapat
dibalikkan. Kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih
sinar dengan spectrum antara 420 – 480 nannometer; sinar
ultraviolet harus dicegah dengan Plexiglas dan bayi harus
mendapat cairan yang cukup. Kadar bilirubin harus
diperiksa setiap hari dan harus dijaga agar bayi jangan
kepanasan. Di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta terapi
sinar diberikan kalau kadar bilirubin mencapai 15 mg %.
Alat yang dipergunakan terdiri dari 10 lampu neon biru
masing – masing berkekuatan 20 watt. Susunan lampu ini
dimasukkan ke dalam balik yang diberi ventilasi di
sampingnya. Di bawah susunan lampu di pasang plexyglass
setebal 1,5 cm untuk mencegah sinar ultraviolet. Alat terapi
sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi. Terapi sinar
diberikan selama 72 jam atau sampai kadar bilirubin
mencapai 7,5 mg %. Selama terapi sinar mata bayi dan alat
kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat memantulkan
sinar.
3. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah, yaitu dengan
transfusi tukar darah
Cara yang paling tepat untuk mengobati
hiperbilirubinemia pada neonatus ialah transfusi tukar
darah. Dalam beberapa hal terapi sinr dapat menggantikan
transfusi tukar darah, akan tetapi pada penyakit hemolitik
neonatus transfusi tukar darah merupakan tikdakan yang
paling tepat.
Transfusi tukar darah di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, diberikan dalam kasus – kasus
berikut:
1) Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar
bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg%,
2) Pada bayi premature transfusi tukar darah dapat
diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5
gr/100ml,
3) Pada kenaikan yang cepat bilirubin tidak langsung
serum bayi pada hari pertama (0,3 – 1 mg% per jam).
Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas
golongan darah,
4) Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda –
tanda dekompensasi jantung, dan
5) Bayi menderita ikterus dan kadar hemoglobin darah
tali pusat kurang dari 14 mg% dan Coombs test
langsung positif.

7. Komplikasi dari BBLR


1. Gangguan pernapasan
a. Sindroma gangguan pernapasan
Sindroma gangguan pernapasan pada bayi BBLR adalah
perkembangan immatur sistem pernapasan atau tidak adekuatnya
surfaktan pada paru-paru. Surfaktan adalah zat endogen yang
terdiri dari fosfolipid, lipid dan protein yang membentuk lapisan
diantara permukaan alveolar dan mengurangi kolaps alveolar
dengan cara menurunkan tegangan permukaan didalam alveoli.
Gejala gangguan pada sistem pernapasan yaitu :
 Takipnea (>60 kali/menit)
 Gerakan cuping hidung
 Sianosis sekitar mulut dan ujung jari
 Pucat dan kelelahan
 Apnea dan pernapasan tidak teratur
 Mendengkur
 Pernapasan dangkal
 Penurunan suhu tubuh
b. Asfiksia
Adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan
dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan
meningkatkan karbon dioksida.
c. Aspirasi mekonium
Merupakan penyakit paru yang berat ditandai dengan
pneumonitis kimiawi dan obstruksi mekanis jalan napas. Penyakit
ini akibat inhalasi cairan amnion yang tercemar mekonium
peripartum sehingga terjadi peradangan jaringan paru dan
hipoksia.

2. Gangguan metabolik
a. Hipotermi
Bayi BBLR dan bayi prematur akan dengan cepat
kehilangan panas tubuh dan dan menjadi hipotermia, karena pusat
pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolisme yang rendah dan luas permukaan tubuh yang relatif
luas dan lemak yang masih sedikit.\
b. Hipoglikemia
Pada BBLR hipoglikemia terjadi karena cadangan glukosa
yang rendah dan aktifitas hormonal untuk glukoneogenesis yang
belum sempurna.
c. Masalah pemberian ASI
Hal ini terjadi karena ukuran tubuh bayi yang kecil, kurang
energi, lemah dan lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap.
Bayi BBLR sering mendapatkan asi dengan bantuan,
membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tapi
sering.
3. Gangguan Imunitas
a. Gangguan imunologik
Daya tahan tubuh berkurang karena rendahnya kadar IgG
maupun gamma globulin. IgG pada saat awal kelahiran sebagian
besar didapat dari ibu dimulai sekitar minggu ke-16 dan paling
tinggi empat minggu sebelum kelahiran. Dengan demikian, bayi
BBLR relatif kurang mendapat antibodi ibu belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
infeksi belum baik, karena kekebalan tubuh bayi juga belum
matang.
b. Ikterus
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput
lendir dan berbagai jaringan karena tingginya zat warna empedu.
Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada
bayi baru lahir. Biasanya bersifat fisiologis, tapi dapat juga
patologis, dikarenakan fungsi ginjal yang belum matang
menyebabkan gangguan pemecahan bilirubin dan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Bayi yang mengalami ikterus yang patologis
ditandai dengan :
 Kuningnya timbul 24 jam pertama setelah lahir.
 Jika dalam sehari kadar bilirubin meningkat pesat dan
progresif.
 Jika bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu.
 Cenderung banyak tidur disertai suhu tubuh yang mungkin
meningkat atau turun.
 Urin seperti teh
4. Gangguan sistem peredaran darah
a. Masalah perdarahan
Perdarahan pada neonatal mungkin dapat disebabkan
karena kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi
pembekuan darah yang abnormal karena imaturisasi sel.
b. Anemia
Anemia fisiologi pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi
eritropoiesis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta
bertambah besarnya volume darah akibat pertumbuhan yang lebih
cepat.
c. Gangguan jantung
Patent Ductus Arteriosus (PDA) biasanya dicatat dalam
beberapa minggu pertama atau bulan kelahiran. PDA yang menetap
sampai bayi berumur 3 hari sering ditemui pada bayi BBLR. Defek
septum ventrikel banyak pada bayi dengan berat badan <2500
gram dan masa genstasinya kurang dari 34 minggu.
d. Perdarahan pada otak
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial otak
pada neonatus. Bayi mengalami masalah neurologis, seperti
gangguan mengendalikan otot (cerebral palsy), keterlambatan
perkembangan dan kejang.
5. Gangguan cairan elektrolit
a. Gangguan eliminasi
Kerja ginjal yang masih imatur, kemampuan mengatur
pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna.
Ginjal imatur baik secara anatomis maupun fungsinya, produksi
urin sedikit, urea clearance yang rendah tidak mampu mengurangi
kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudah
terjadi edema dan asidosis metabolik.
b. Distensi abdomen
Terjadi akibat motilitas usus berkurang, volume lambung
yang kecil sehingga waktu pengosongan lambung bertambah,
daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak berkurang.
Kerja dari sfingter gastroesofagus yang belum sempurna
memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus
mudah terjadi aspirasi.
c. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna
membuat penyerapan makanan lemah dan kurang baik. Aktifitas
otot pencernaan masih belum sempurna, mengakibatkan
pengosongan lambung lambat.
d. Necrotizing Enterocolitis (NEC)
Terjadi 2-3 minggu setelah lahir. Hal ini menyebabkan
kesulitan makan, komplikasi perut bengkak dan lainnya.
6. Gangguan pada mata
a. Retinopati prematuritas (ROP)
Adalah pertumbuhan abnormal dari pembuluh darah di
mata yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Hal ini
terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum 32 minggu
kehamilan.

8. Prespektif islam terhadap bayi baru lahir


 ‘Janganlah kamu membunuh anak anakmu karena takut miskin. Kami
akan memberikan rizqi kepadamu dan kepada mereka.’ ( QS. Al-
An’am: 151)
 Mengazankan/mengiqamatkan padatelinga kanan/kiri bayi, langsung
setelah lahir dan dimandikan (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari
Asmaa binti Abu Bakar).
 Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah:
233)
 Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kewajiban
orang tua dalam memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: pertama,
memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua, mendidiknya dengan al-
Qur’an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa.”
 Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Tiap tiap seorang anak tergadai dengan
‘aqiqahnya. Disembelih (‘aqiqah) itu buat dia pada hari yang
ketujuhnya dan di cukur serta diberi nama dia.’ (Diriwayatkan oleh
Ahmad dan Imam yang empat dan dishahihkan oleh At Tirmidzy,
hadits dari Samurah )
 Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan
bagi anak perempuan (cf. H.R. Ahmad dan Baihaqy dari Syaddaad bin
Aus)
 ‘Janganlah kamu membunuh anak anakmu karena takut miskin. Kami
akan memberikan rizqi kepadamu dan kepada mereka.’ ( QS. Al-
An’am: 151)
 Mengazankan/mengiqamatkan padatelinga kanan/kiri bayi, langsung
setelah lahir dan dimandikan (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari
Asmaa binti Abu Bakar).
 Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah:
233)
 Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kewajiban
orang tua dalam memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: pertama,
memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua, mendidiknya dengan al-
Qur’an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa.”
 Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Tiap tiap seorang anak tergadai dengan
‘aqiqahnya. Disembelih (‘aqiqah) itu buat dia pada hari yang
ketujuhnya dan di cukur serta diberi nama dia.’ (Diriwayatkan oleh
Ahmad dan Imam yang empat dan dishahihkan oleh At Tirmidzy,
hadits dari Samurah )
 Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan
bagi anak perempuan (cf. H.R. Ahmad dan Baihaqy dari Syaddaad bin
Aus)
DAFTAR PUSTAKA

1) Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka
2) Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan BBLR. Yogyakarta: Nuha Medika
3) Proverawati, Ismawati. 2010. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Yogyakarta: Nuha Medika
4) http://nutrisionista-viertame.blogspot.com/2010/10/faktor-penyebab-bblr-
dan-pencegahannya.html
5) Hanifa Wiknjosastro. Editor. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002. Hal. 762-5
6) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam :
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-
313.
7) Suradi R. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi
bayi. Avaliable from : :http://www.IDAI.or.idLast Update : 2006. [diakses
pada tanggal 19 Desember 2013].
8) Respository.usu.ac.id/…/chapter%2011.pdf
9) Behrman, Kliegman Arvin, Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG. Edisi 15.

Você também pode gostar