Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TUTORIAL 2
MODUL BBLR SKENARIO 2
Kelompok 6A
1. 1102100017 Fani Yustia
2. 1102100025 Regina Amaliah
3. 1102100042 Rini Angraeni
4. 1102100054 Tri Arini Putri M
5. 1102100073 Andi Yaumil Aliyah T.
6. 1102100074 Dini Pratiwi N
7. 1102100130 Ainun Rachmi AR
8. 1102100131 Lilis Muliyawati
9. 1102100142 Selvy Dyan Ningsih
10. 1102100143 Hesty Yulanda
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga laporan hasil tutorial Modul II ( BBLR ) Sistem
Reproduksi dengan skenario 2 dari kelompok 6A ini dapat terselesaikan, dan tak
lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini, khususnya kepada tutor kami dr. H. Nasruddin
A.M, Sp.OG. yang telah membimbing kami selama proses tutorial berlangsung.
Kami menyadari bahwa segala upaya yang telah kami lakukan belumlah
sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan. Untuk itu lewat kesempatan
ini mengharapkan masukan dan kritikan yang sifatnya membangun, dapat
diberikan kepada kami demi penyempurnaan laporan yang kami susun, agar
segala yang menjadi tujuan kita semua dapat terwujud “Insya Allah”.
Penyusun
Kelompok 6A
SKENARIO
Seorang bayi perempuan, dirujuk ke unit gawat darurat RS dengan keterangan
bayi tampak kuning pada wajah dan badannya. Dari alloanamnesis diketahui bayi
tersebut lahir di bidan swasta 3 hari yang lau, dengan berat lahir 1500 gram
dengan usia kehamilan 8 bulan saat bayi di lahirkan.
Kata Kunci
Bayi perempuan
Tampak kuning pada wajah dan badan
Lahir 3 hari yang lalu di bidan praktek swasta
Berat lahir 1500 gram
Usia kehamilan 8 bulan
Pertanyaan:
2. Faktor Kehamilan
Hidroamnion
Hidroamnion kadang-kadang disebut juga polihihidroamnion
merupakan keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidroamnion
dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu
sehingga dapat menyebabkan kelahiran premature dan
meningkatkan resiko BBLR (Cuningham, 1995:625).
Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak
mampu menahan berat bayi dalam rahim)
Antepartum hemorrhage (perdarahan kehamilan di atas 22 minggu
atau saat persalinan)
Antepartum hemorrhage menyebabkan anemia dan syok
sehingga keadaan ibu memburuk. Keadaan ini memberikan
gangguan pada placenta yang menyebabkan anemia pada janin
bahkan dapat pula terjadi syok intrauterine yang menyebabkan
kematian bayi intrauterine (Wiknjosastro, 1999:365). Apabila janin
dapat diselamatkan dapat terjadi BBLR, sindrom gagal napas, dan
komplikasi asfiksia (Mansjoer, 1999:279).
Komplikasi Selama Kehamilan
a. Pre-eklampasia/Eklampasia
Pre-eklampasia/eklampasia dapat menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau
IUGR dan kelahiran mati. Hal ini dikarenakan terjadinya
perkapuran di daerah placenta, sedangkan janin
memperoleh makanna dan oksigen dari placenta, dengan
adanya perkapuran di daerah placenta, suplai makanan dan
oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995:5).
b. Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya apabila
terjadi sebelum proses persalinan. KPD disebabkan karena
berkurangnya kekuatan membrane yang diakibatkan oleh
infeksi yang berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer,
1999:310).
c. Hipertensi
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab
penting terjadinya kelahiran mati dan kematian neonatal
(Sukadi, 2000:3). Hipertensi pada ibu hamil akan
menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta dan hipoksia
sehingga pertumbuhan janin terhambat dan sering terjadi
kelahiran premature (sukadi, 2000:6).
3. Faktor Janin
Cacat Bawaan (Kelainan congenital)
Kelainan congenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur janin yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Bayi dengan kelainan congenital biasanya akan lahir BBLR atau
janin kecil utnuk masa kehamilannya. Bayi BBLR dengan kelainan
congenital yang mempunyai berat sekitar 20% meninggal dalam
minggu pertama kehidupannya (Wiknjosastro, 1997:723).
Infeksi dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari
gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan
metabolism tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin terganggu atau
berkurang. Oleh karena itu, pengaruh hepatitis dapat menyebabkan
abortus atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam
rahim (Manuaba, 1998:277).
Wanita hamil dengan infeksi rubella dapat menyebabkan bayi
BBLR, cacat bawaan, dan kematian janin (Mochtar, 1998:181).
Kehamilan ganda
Berat badan janin pada kehamilan ganda tidak sama, dapat
berbeda antara 50-1000 gram. Hal ini disebabkan pembagian darah
pada placenta untuk kedua janin tidak sama (Wiknjosastro,
1999:391).
Regangan uterus yang berlebihan pada kehamilan ganda
merupakan salah satu factor yang menyebabkan BBLR
(Departemen Kesehatan, 1996:14). Pada kehamilan ganda, distensi
uterus berlebihan sehingga melewati batas toleransi dan sering
terjadi partus prematus.
Kelainan kromosom
5. Mekanisme ikterus
Ikterus fisiologis
Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernikterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologis
Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus
pada neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin
dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme adalah bahwa pada janin
melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi
hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat
penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari
pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat
menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu
bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo
(reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam
air tetapi larut dalam lemak.
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim
hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil
bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel
ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel
bilirubin akan terikat terutama pada ligandin , glutation S-
transferase B) dan sebagian kecil pada glutation(protein S-
transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua
arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam
plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin
yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam
empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat
bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat
pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi
bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam
bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah
bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama
yaitu uridin di fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang
mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.
Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran
kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan
langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer
yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang
larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu
kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus
enterohepatis.
Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang
meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi
urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin
indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus
enterohepatis pun meningkat.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada
kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37
minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan
amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan
bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana
bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi
kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna.
Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi
kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian
hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan
mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya.
Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat
terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan
bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi
pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai
gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang
atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis
atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar
albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar
albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek
yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin
indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang
menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau
plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya
kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai
kadar albumin normal telah tercapai.
Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan
kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada
hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan
kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat
perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai akibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara
pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung
sama atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi
berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih
tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan
diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm
mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar
puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-
kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat
ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan
anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk
menentukan penyebab ikterus jika :
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.\
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5
mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm
dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl. (4,5,8).
Ikterus Patologis
Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk
diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36
jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi
bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan
peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus
neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1.Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi
hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab
lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3.Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat
ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi
oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4.Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau
diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi
atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.
Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu,
memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup
berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal
sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui,
hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian
akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika
mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan
cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.
Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan
menurun dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa
disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi,
seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain
dan kernikterus tidak pernah -pregnan-3dilaporkan. Susu yang berasal
dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asam lemak rantai panjang,
tak-teresterifikasi, yang, 2 secara kompetitif menghambat aktivitas
konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang
disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung
lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus.
Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi
kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi,
yang diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan
menyusu pada ibu.
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan
protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada
keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir
rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf
pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi. (7,9).
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar
matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1
mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL
secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut
Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-
tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan
lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian
kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
2. Gangguan metabolik
a. Hipotermi
Bayi BBLR dan bayi prematur akan dengan cepat
kehilangan panas tubuh dan dan menjadi hipotermia, karena pusat
pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolisme yang rendah dan luas permukaan tubuh yang relatif
luas dan lemak yang masih sedikit.\
b. Hipoglikemia
Pada BBLR hipoglikemia terjadi karena cadangan glukosa
yang rendah dan aktifitas hormonal untuk glukoneogenesis yang
belum sempurna.
c. Masalah pemberian ASI
Hal ini terjadi karena ukuran tubuh bayi yang kecil, kurang
energi, lemah dan lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap.
Bayi BBLR sering mendapatkan asi dengan bantuan,
membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tapi
sering.
3. Gangguan Imunitas
a. Gangguan imunologik
Daya tahan tubuh berkurang karena rendahnya kadar IgG
maupun gamma globulin. IgG pada saat awal kelahiran sebagian
besar didapat dari ibu dimulai sekitar minggu ke-16 dan paling
tinggi empat minggu sebelum kelahiran. Dengan demikian, bayi
BBLR relatif kurang mendapat antibodi ibu belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
infeksi belum baik, karena kekebalan tubuh bayi juga belum
matang.
b. Ikterus
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput
lendir dan berbagai jaringan karena tingginya zat warna empedu.
Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada
bayi baru lahir. Biasanya bersifat fisiologis, tapi dapat juga
patologis, dikarenakan fungsi ginjal yang belum matang
menyebabkan gangguan pemecahan bilirubin dan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Bayi yang mengalami ikterus yang patologis
ditandai dengan :
Kuningnya timbul 24 jam pertama setelah lahir.
Jika dalam sehari kadar bilirubin meningkat pesat dan
progresif.
Jika bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu.
Cenderung banyak tidur disertai suhu tubuh yang mungkin
meningkat atau turun.
Urin seperti teh
4. Gangguan sistem peredaran darah
a. Masalah perdarahan
Perdarahan pada neonatal mungkin dapat disebabkan
karena kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi
pembekuan darah yang abnormal karena imaturisasi sel.
b. Anemia
Anemia fisiologi pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi
eritropoiesis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta
bertambah besarnya volume darah akibat pertumbuhan yang lebih
cepat.
c. Gangguan jantung
Patent Ductus Arteriosus (PDA) biasanya dicatat dalam
beberapa minggu pertama atau bulan kelahiran. PDA yang menetap
sampai bayi berumur 3 hari sering ditemui pada bayi BBLR. Defek
septum ventrikel banyak pada bayi dengan berat badan <2500
gram dan masa genstasinya kurang dari 34 minggu.
d. Perdarahan pada otak
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial otak
pada neonatus. Bayi mengalami masalah neurologis, seperti
gangguan mengendalikan otot (cerebral palsy), keterlambatan
perkembangan dan kejang.
5. Gangguan cairan elektrolit
a. Gangguan eliminasi
Kerja ginjal yang masih imatur, kemampuan mengatur
pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna.
Ginjal imatur baik secara anatomis maupun fungsinya, produksi
urin sedikit, urea clearance yang rendah tidak mampu mengurangi
kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudah
terjadi edema dan asidosis metabolik.
b. Distensi abdomen
Terjadi akibat motilitas usus berkurang, volume lambung
yang kecil sehingga waktu pengosongan lambung bertambah,
daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak berkurang.
Kerja dari sfingter gastroesofagus yang belum sempurna
memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus
mudah terjadi aspirasi.
c. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna
membuat penyerapan makanan lemah dan kurang baik. Aktifitas
otot pencernaan masih belum sempurna, mengakibatkan
pengosongan lambung lambat.
d. Necrotizing Enterocolitis (NEC)
Terjadi 2-3 minggu setelah lahir. Hal ini menyebabkan
kesulitan makan, komplikasi perut bengkak dan lainnya.
6. Gangguan pada mata
a. Retinopati prematuritas (ROP)
Adalah pertumbuhan abnormal dari pembuluh darah di
mata yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Hal ini
terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum 32 minggu
kehamilan.