Você está na página 1de 25

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. PENGERTIAN

Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella (Smeltzer & Bare. 2012. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta:

EGC). Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran,

Jakarta : Media Aesculapius.).

Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri salmonella

thypi dan bersifat endemic yang termasuk dalam penyakit menular (

Cahyono,2010). Sedangkan menurut Elsevier 2013, demam thypoid adalah

infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella thypi.

Jadi, demam thypoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri gram negative (bakteri salmonella thypi) yang merupakan sistem

pertahan tubuh dan masuk melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi.

1
Anatomi dan fisiologi

1) Anatomi

(Sumber: http://maduhitampahit.com/gejala-penyakit-usus-halus.jpg)

(Sumber : http://ronaprobiotik.blogspot.com/2013/08)

2) Fisiologi

Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga mulut,

esofagus, lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan

meliputi:

Usus halus

2
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang

berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki panjang 2/3

dari panjang total saluran pencernaan. Bagian permukaan usus halus

untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Duodenum

Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm

berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala

pankreas.Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam

duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika

10 cm dari pilorus.

b. Jejunum

Jejunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus.

c. Ileum

Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus.Dinding usus halus terdiri

atas 4 lapisan yang sama dengan lambung yaitu

a) Dinding lapisan luar usus halus adalah Tunika serosa, yaitu

peritoneum yang membalut usus dengan erat. Terdiri atas lapis

mesotel dengan jaringan ikat subserosa di bawahnya.

b) Tunika muskularis terdiri atas lapisan luar yang mempunyai

serabut ototlongitudinal dan lapisan dalam yang mempunyai

serabut otot halus berbentuk sirkuler. Kedua lapisan ini

dipisahkan oleh suatu jaringan ikat berisi pleksus

sarafparasimpatis yang disebut plexus Mienterikus atau

3
Auerbach’s.Suplai darah untuk usus halus diberikan melalui

cabang-cabang dari arterimesenterica celiaca dan cranialis yang

menembus tunika muskularis kemudian tunika submukosa.

c) Tunika sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler dan lapisan

yang terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding sub

mukosa ini terdiri dari jaringan areolar dan berisi banyak

pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang

disebut plexus meissner. Di dalam duodenum terdapat kelenjar

bruner yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang

bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi

lambung yang asam.

d) Tunika mukosa terdiri atas epitel, berbagai kelenjar dan jaringan

penunjang.Epitelusus halus berbentuk epitel kolumnar selapis

yang terdiri atas sel absortif, sel goblet, sel endokrin dan sel

Paneth. Lamina propria terdiri atas jaringan ikat retikular dan

fibroplastik yang longgar dan kaya pembuluh darah, buluh khil

(lacteal), saraf, maupun otot licin. Pencernaan di usus halus

ditunjang oleh bentuk khusus pada tunika mukosa, yakni vili. Vili

merupakan penjuluran mukosa yang berbentuk jari dan

merupakan ciri khas usus halus. Tinggi vili ini bervariasi

tergantung pada daerah dan spesies. Pada karnivora, vili langsing

dan panjang, sedangkan pada sapi vili pendek dan lebar.

Akhirnya, permukaan penyebaran ditingkatkan oleh mikrovili.

4
Mikrovili merupakan penjuluran sitoplasma pada permukaan

bebas epitel vili.Vili dan mikrovili berfungsi memperluas

permukaan usus halus sehingga penyerapan lebih efisien Di

antara dasar-dasar vili terdapat kelenjar-kelenjar yang meluas ke

dalam bagian bawah mukosa yang disebut kripta. Sel-sel kripta

menyediakan sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel permukaan

vili yang terbuang ke dalam lumen usus.

Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk

banyak leukosit juga terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang

disebut kelenjar soliter. Di dalam ileum terdapat kelompok-kelompok

nodula, membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisi 20-30

kelenjar soliter yang panjangnya 1 cm sampai beberapa cm. Kelenjar-

kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat

peradangan pada demam usus atau tifoid.

Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi khime dari

lambung isi duodenum yaitu alkali.

Lamina Propia Usus Halus

Terdiri dari jaringan penyambung, pembuluh darah dan limfe,

serabut-serabut saraf, dan sel-sel otot polos. Tepat dibawah membran

basalis, terdapat lapisan kontinyu sel-sel limfoid penghasil antibodi

dan makrofag membentuk sawar imunologik pada daerah ini. Lamina

propia menembus ke dalam vili usus, bersama dengan pembuluh darah

5
dan limfe, saraf, jaringan penyambung, miofibroblas, dan sel-sel otot

polos.

Submukosa pada bagian permulaan duodenum terdapat kelenjar-

kelenjar tubulosa bercabang, bergelung yang bermuara ke dalam

kelenjar intestinal yang disebut kelenjar duodenum (Brunner) yang

berfungsi menghasilkan glikoproteinnetral untuk menetralkan HCL

lambung, melindungi mukosa duodenum terhadap pengaruh asam

getah lambung, dan mengubah isi usus halus ke PH optimal untuk

kerja enzim-enzim pankreas.

Kontrol saraf terhadap fungsi Gastrointestinal Sistem saraf

enteric

Traktus gastrointestinal memiliki system persarafan tersendiri

yang disebut system saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di

dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus.

Sistem saraf enterik berfungsi dalam mengatur fungsi pergerakan dan

sekresi gastrointestinal.

Sistem saraf enterik terdiri dari 2 fleksus :

1) Fleksus Mienterikus (fleksus Auerbach)

Fleksus menterikus terletak dibagian luar diantara lapisan otot

longitudinal dan sirkular. Fleksus mienterikus mengatur pergerakan

gastrointestinal. Fleksus mienterikus terdiri dari suatu rantai linear

dari banyak neuro yang saling berhubungan yang memebentang

6
disepanjang traktus gastrointestinal. Bila fleksus ini dirangsang,

efeknya yang utama adalah :

a) Peningkatan reaksi tonik, atau “tonus”, dinding usus

b) Peningkatan intensitas kontraksi ritmis

c) Sedikit peningkatan kecepatan kontraksi

d) Peningkatan kecepatan konduksi gelombang eksitatoris

disepanjang dinding usus, menyebabkan pergerakan gelombang

peristaltic usus yang lebih cepat.

2) Fleksus Submukosa (Fleksus Meissner)

Terletak dibagian dalam sub mukosa. Fleksus submukosa berperan

pada pengaturan fungsi didalam dinding sebelah dalam dari tiap

bagian kecil segmen usus.

Serabut Saraf Sensoris Aferen yang berasal dari Usus

Banyak serabut saraf aferen yang menyarafi usus. Beberapa

diantaranya mempunyai badan sel didalam system saraf enteric itu

sendiri dan beberapa pada akar dorsal ganglia medulla spinalis. Saraf-

saraf sensorik ini dapat dirangsang oleh :

1) Iritasi mukosa usus

2) Peregangan usus yang berlebihan

3) Adanya zat kimianyang spesifik dalam usus

Sinyal-sinyal yang dikirimkan melalui serabut-serabut tersebut

kemudian dapat menimbulkan eksitasi atau pada beberapa keadaan

lain, inhibisigerakan intestinal atau sekresi intestinal.

7
Enzim pencernaan usus halus meliputi :

1) Enterokinase

Berfungsi untuk mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pancreas

2) Laktase

Berfungsi untuk mengubah laktosa menjadi glukosa

3) Erepsin/ dipeptidase, mengubah dipeptida atau pepton menjadi asam

amino.

4) Maltase, untuk mengubah maltose menjadi glukosa.

5) Disakarase, Berfungsi uintuk mengubah disakarida menjadi

monosakarida.

6) Peptidase, Untuk mengubah polipeptida menjadi asam amino.

7) Sukrase, untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

8) Lipase, Untuk mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi.

Bakteri salmonella thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak rambut

getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga antigen yaitu O ( Somatik yang

terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen VI.

Dalam serum penderita terdapat zat (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen

tersebut. Kuman tubuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu

15-41 oc (optimum 37oc) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya

adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan atau

minuman yang terkontaminasi, fomitus dan lain sebagainya.

8
Penyebab penyakit thypoid adalah kuman salmonella thyposa salmonella

parathypi A,B, dan C memasuki saluran pencernaan. Penularan salmonella

thypi dapat ditularkan berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food

(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan

melalui Feses.

Penyebab lain dari penyakit thypoid adalah :

a) Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella

thypi

b) Makanan mentah atau belum masak

c) Kurangnya sanitasi dan higienitas

d) Daya tahan tubuh yang menurus

C. PATOFISIOLOGI

Bakteri salmonella thypi bersama makanan atau minuman masuk

kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana

asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. keadaan-keadaan seperti

alkorhidiria,gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamine H2,

inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi

dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus

halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi sel

mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. sel-sel M,

sel epitel khusus yang melapisi peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi

salmonella thypi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran

ke kelenjar limfe mesentrika bahkan ada yang melewati sirkulai sistemik

9
sampai kejaringan RES di organ hati dan limpa. salmonella thypi mengalami

multiplikasi di dalam sel fagosit mononuclear di dalam folikel limfe, kelenjar

limfe mesentrika, hati dan limfe (Soedarmo,Suwarmo S

Poorwo,dkk.2012.Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropics. Jakarta : IDAI).

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya

ditentukan oleh jumlah dan virulansi kuman serta respon imun pejamu maka

salmonella thypi akan keluar dari habitnya dan melalui duktus torasikus masuk

ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ

manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh salmonella thypi adalah hati,

limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan peyer’s patch dari ileum

terminal. Kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah dan

penyebaran retrograde dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat

menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan oleh tinja. Peran endotoksin

dalam pathogenesis demam thypoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan

tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan

limulus. Diduga endotoksin dari salmonella thypi menstimulasi magrofag di

dalam hati, limpa, folikel, limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika

untuk memproduksi sitokinin dan zat-zat lain. Produk dari magrofag inilah

yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vascular tidak stabil, demam,

depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan menstimulasi sistem

imunologik (Soedarmo,Suwarmo S Poorwo,dkk.2012.Buku Ajar Infeksi &

Pediatric Tropics. Jakarta : IDAI).

10
E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Risiko
Resiko kekurangan
Penurunan / peningkatan
ketidakseimbangan
volume cairan
peristaltic usus
cairan
Nyeri akut
Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan


Risiko deficit nutrisinutrisi
perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh

11
D. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang khas

berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu. Gejala

Demam Tifoid antara lain sebagai berikut :

1. Demam > 1 minggu terutama pada malam hari

Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu

pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh

meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu

kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ke tiga suhu berangsur-

angsur turun dan kembali normal.

2. Nyeri kepala

3. Malaise

4. Letargi

5. Lidah kotor dengan tepi hiperemis (coated tongue)

6. Bibir kering pecah-pecah (regaden)

7. Mual, muntah

8. Neri perut

9. Nyeri otot

10. Anoreksia

11. Hepatomegali, splenomegali

12. Konstipasi, diare

13. Penurunan kesadaran

14. Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam kapiler

12
15. Skibala

16. Halitosis

17. Epistaksis

18. Meteorismus

19. Bradikardi

20. Mengigau (delirium)

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia

tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah

leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan

kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau

infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak

berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT

SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam

typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa

faktor :

13
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium

yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan

yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada

saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu

pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu

kambuh biakan darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan

bakteremia sehingga biakan darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan

hasil biakan mungkin negatif.

e. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat

dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang

pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah

suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.

14
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum klien yang disangka menderita tthypoid.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap

kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat

kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari)

atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan)

Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti

demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur

negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa

alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak

mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan

penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid

diklasifikasikan atas:

1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

didapatkan gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola

buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid

belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan

kesehatan dasar.

2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir

lengkap, serta didukung oleh gambaran laboraorium yang

menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160

satu kali pemeriksaan).

15
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada

pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR

atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan

ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada

pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan

Dalam. Jakarta: FKUI.

F. KOMPLIKASI

1. Perforasi usus

2. Perdarahan usus

3. Peritonitis

4. Sepsis

5. Kolestatis

6. Meningitis, ensafalitis, enselopati

7. Bronkopnemonia (Kapita selekta kedokteran,2010)

G. PENATALAKSANAAN

1. Medis

a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :

1) Klorampenicol

2) Amoxicilin

3) Kotrimoxasol

4) Ceftriaxon

5) Cefixim

16
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :

1) Paracetamol

2. Keperawatan

a. Observasi dan pengobatan

b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau

kurang lebih dari selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk

mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.

c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan

pasien.

d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus

diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi

pneumonia dan dekubitus.

e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang

terjadi konstipasi

f. Diet

o Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim

o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam

selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah

III. Jakarta: EGC).

17
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas

b. Keluhan Utama

Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung,

nafsu makan menurun, panas dan demam.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid?

Apakah pasien menderita penyakit lainnya?

d. Riwayat Penyakit Sekarang.

Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia,

mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri

kepala/pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa

somnolen sampai koma.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid

atau sakit yang lainnya ?

f. Riwayat Psikososial

Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan

timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa

yang dideritanya.

18
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

 Pola nutrisi dan metabolisme

 Pola aktifitas dan latihan

 Pola tidur dan aktifitas

 Pola eliminasi

 Pola persepsi dan pengetahuan

h. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum

Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat,

mual, perut tidak enak, anoresia.

 Kepala dan leher

Kepala tidak ada benjolan, rambut normal, kelopak mata normal,

konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak edema, pucat/ bibir

kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran

normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

 Dada dan abdomen

Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen

ditemukan nyeri tekan.

 Sistem respirasi

Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak

terdapat cuping hidung.

 Sistem kardiovaskuler

19
Biasanya pada pasien dengan typhoid yang ditemukan tekanan darah

yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien

mengalami peningkatan suhu tubuh.

 Sistem integument

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral

hangat.

 Sistem eliminasi

Pada pasien typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk

kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -

1 cc/kg BB/jam.

2. DIAGNOSA

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah (PPNI, 2016)

1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

2) Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan disfungsi intestinal.

3) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan.

4) Diare berhubungan dengan proses infeksi

5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal.

6) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Adapun intervensi pada demam tipoid antara lain (Tim Pokja SIKI DPP PPNI:

2018)

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

20
Intervensi

a. Identifikasi penyebab hipertermia

Rasional: untuk mengetahui penyebab hipertermia.

b. Monitor suhu tubuh

Rasional: untuk mengetahui perubahan suhu tubuh.

c. Longgarkan atau lepaskan pakaian.

Rasional: mempermudah evaporasi

d. Anjurkan tirah baring

Rasional: mempermudah menurunkan kebutuhan metabolic

e. Kolaborasi pemberian antipiretik

Rasional: mempercepat menurunkan suhu tubuh.

2. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan disfungsi intestinal.

Intervensi

a. Monitor status nutrisi

Rasional: mengetahui status hidrasi menjadi acuan penetapan

intervensi selajutnya.

b. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan.

Rasional: menghindari dehidrasi

c. Ajuran memperbanyak asupan cairan oral

Rasional: meningkatkan intake cairan

d. Kolaborasi dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral.

Rasional: mempercepat meningkatkan kebutuhan cairan.

21
3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan.

Intervensi

a. Identifikasi status nutrisi

Rasional: mengetahui status nutrisi pasien sebagai data dasar untuk

intervensi selanjutnya.

b. Lakukan oral higine sebelum makan

Rasional: menambah selera makan

c. Anjurkan makan sedikit tapi sering

Rasional: makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin

d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional: menetapkan asupan makanan dengan baik.

4. Diare berhubungan dengan proses infeksi

Intervensi

a. Identifikasi penyebab diare.

Rasional: untuk mengetahui penyebab diare.

b. Berikan cairan intravena (mis, ringer asetat, ringer laktat), jika perlu

Rasional: menghindari dehidrasi

c. Anjurkan porsi makanan porsi kecil dan sering secara bertahap.

Rasional: makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin

d. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

Rasional: untuk menghentikan diare

22
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal.

Intervensi

a. Periksa tanda dan gejala konstipasi

Rasional: untuk mengetahui tanda dan gejala konstipasi

b. Anjurkan diet tinggi serat

Rasional: untuk mencegah konstipasi

c. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan

Rasional: keluarga dan pasien mengerti apa yang dialami.

d. Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

Rasional: untuk melunakkan feses

6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

Intervensi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri.

Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri pasien

b. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri rasa

nyeri (mis, TENS, hypnosis, akupresus, terapi music, biofeedback,

terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres

hangat/dingin, terapi bermain)

Rasional: untuk mengurangi nyeri yang dirasakan

c. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

Rasional: pasien tau penyebab periode dan pemicu nyeri yang

dirasakan.

23
d. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Rasional: pemberian obat analgetik dapat mengurangi rasa nyeri pasien

24
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta:

Interna Publishing.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008.

Depkes RI, Jakart.

Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Simanjuntak, C. H, (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan

Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.).

Smeltzer & Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC.

Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.

Jakarta: IDAI).

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Widodo,D.(2007).Buku Ajar Keperawatan Dalam.Jakarta: FKUI.

25

Você também pode gostar

  • KSS
    KSS
    Documento13 páginas
    KSS
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • ASUHAN KEPERAWATAN Edit
    ASUHAN KEPERAWATAN Edit
    Documento51 páginas
    ASUHAN KEPERAWATAN Edit
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP HALUSINASI Indrh
    LP HALUSINASI Indrh
    Documento20 páginas
    LP HALUSINASI Indrh
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP Personal Hygine
    LP Personal Hygine
    Documento12 páginas
    LP Personal Hygine
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Karsinoma Sel Squomosa
    Karsinoma Sel Squomosa
    Documento12 páginas
    Karsinoma Sel Squomosa
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan SCC
    Laporan Pendahuluan SCC
    Documento23 páginas
    Laporan Pendahuluan SCC
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • KSS Kulit
    KSS Kulit
    Documento43 páginas
    KSS Kulit
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Standar Prosedur Operasional
    Standar Prosedur Operasional
    Documento2 páginas
    Standar Prosedur Operasional
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Makalah Akupresur
    Makalah Akupresur
    Documento11 páginas
    Makalah Akupresur
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan
    Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan
    Documento18 páginas
    Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Resume Keperawatan Anak MTBS
    Resume Keperawatan Anak MTBS
    Documento9 páginas
    Resume Keperawatan Anak MTBS
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • PROPOSALKU
    PROPOSALKU
    Documento25 páginas
    PROPOSALKU
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • A Skripsi Bab I
    A Skripsi Bab I
    Documento7 páginas
    A Skripsi Bab I
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • MTBS
    MTBS
    Documento22 páginas
    MTBS
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Pengaturan Temperatur
    Pengaturan Temperatur
    Documento4 páginas
    Pengaturan Temperatur
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Makalah Akupuntur
    Makalah Akupuntur
    Documento1 página
    Makalah Akupuntur
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP Baru
    LP Baru
    Documento8 páginas
    LP Baru
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • HIPOTIROIDISME
    HIPOTIROIDISME
    Documento11 páginas
    HIPOTIROIDISME
    Nia Delta Losong
    Ainda não há avaliações
  • 2.1.2 Mekanisme Demam
    2.1.2 Mekanisme Demam
    Documento10 páginas
    2.1.2 Mekanisme Demam
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Gagal Nafas
    Laporan Gagal Nafas
    Documento9 páginas
    Laporan Gagal Nafas
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • PROPOSALKU
    PROPOSALKU
    Documento25 páginas
    PROPOSALKU
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP Baru
    LP Baru
    Documento8 páginas
    LP Baru
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP Gagal Nafas
    LP Gagal Nafas
    Documento23 páginas
    LP Gagal Nafas
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP Retinoblastoma
    LP Retinoblastoma
    Documento22 páginas
    LP Retinoblastoma
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Departemen Keperawatan Maternitas: Analisis Jurnal
    Departemen Keperawatan Maternitas: Analisis Jurnal
    Documento4 páginas
    Departemen Keperawatan Maternitas: Analisis Jurnal
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP CKD
    LP CKD
    Documento43 páginas
    LP CKD
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • SKRIPSI
    SKRIPSI
    Documento60 páginas
    SKRIPSI
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • Proposal Keren
    Proposal Keren
    Documento40 páginas
    Proposal Keren
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações
  • LP Indrhi GSR
    LP Indrhi GSR
    Documento23 páginas
    LP Indrhi GSR
    rosmini.minhy02
    Ainda não há avaliações