Você está na página 1de 17

1.

1 KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif
Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan
oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan
dalam masa observasi beberapa waktu
Perjalanan PPOK yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun
dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum
mukoid. Terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya
keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim
dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai
usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas. Penderita dengan
tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak dalam
jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun
timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul
hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan
kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit. (Price &
Wilson, 1994 : 695)

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik


adalah sebagai berikut:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan
anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding
alveolus.
3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan
reversible akibat bronkospasme.
4. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran
pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi
dan pembesaran nodus limfe.
B. PENYEBAB
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD adalah:
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok
berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan
pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.

2. Riwayat Perokok:
1) Perokok Aktif
2) Perokok Pasif
3) Bekas Perokok
3. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid
dan ozon.
Polusi di dalam ruangan:
1) Asap rokok
2) Asap kompor
Polusi di luar ruangan:
1) Gas buang kendaranan bermotor
2) Debu jalanan
3) Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. Riwayat infeksi saluran nafas
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita
bronchitis koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah,
serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri

C. EPIDEMIOLOGI
The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan, jumlah
penderita PPOK sedang hingga berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56, 6
juta penderita dengan angka prevalensi 6,3 persen (Kompas, 2006).
1) Angka prevalensi bagi masing-masing negara berkisar 3,5- 6,7%, antara lain
China dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang (5,014 juta
orang), dan Vietnam (2,068 penderita).
2) Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan
prevalensi 5,6 persen.
3) Kejadian meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok (90%
penderita COPD adalah smoker atau ex-smoker)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di
masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta
orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan
mortalitas menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000
penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun
1979 sampai 1991. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian
keempat didunia yaitu akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau
setara dengan 4,8%. Selain itu WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta
orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun
1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia,
sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Hasil survei penyakit tidak menular
oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun
2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan
lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).

D. PATHOFISIOLOGI
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya
PPOK ini adalah Asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen
menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat
bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena
perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi dan
menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin
menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet
akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan terjadinya
peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),
yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Asap rokok menghasilkan stres oksidan (produksi radikal oksigen toksik)
yang menghambat aktivitas antiprotease normal. Inflamsi epitel saluran
pernapasan dan disertai aktivitas limfosit T sitotoksik (CD8), makrofag dan
polimorfonuklear (PMN), menyebabkan peningkatan aktivitas protease (elastase)
dan kerusakan langsung pada paru.’ Ketidakseimbangan antara protease dan
antiprotease menyebabkan kerusakan dinding alveolus dan bronkus dan
peningkatan produksi mukus.n Produksi sitokin inflamsi seperti faktor nekrosis
tumor α (TNF α) mengakibatkan gejala sistemik seperti penurunan berat badan
dan kelemahan otot. Kolaps jalan napas selama ekspirasi dengan terperangkapnya
udara mengakibatkan hiperekspansi paru dan didnding dada menyebabkan otot-
otot pernapasan berada dalam posisi mekanis yang tidak menguntungkan dan
meningkatkan beban kerja pernapsan. Ini mengakibatkan penurunan volume tidal
dan hiperkapnia. Kehilangan area permukaan alveolus dan abnormalitas barier
kapiler alveolus mengakibatkan penurunan pertukaran gas dan menyebabkn
hipoksemia.
Bronkitis kronis : batuk produktif kronis yang menghasilkan lendir minimal
selama 3 bulan per tahun paling idak 2 tahun berturut-turut. Sel goblet di mukosa
jalan napas meningkat dengan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa dan
produksi sputum lengket yang banyak. Mikroorganisnme(terutama bakteri) dapat
melekat dan tumbuh dengan kolonisasi persisten pada jalan napas dan
menyebabkab eksaserbasi infeksi berulang. Inflamassi epitel dan hipertrofi otot
polos menyebabkan jaringan parut. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas,
difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993)

E. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala klinis yang timbul akan mengarah pada penyakit
bronchitis, emfisema, asthma, dan bronkiektasis

1. Batuk produktif (dahak kekuningan, darah) maupun tidak produktif

2. Sesak napas

3. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi


4. Mengi atau wheeze

5. Ekspirasi yang memanjang

6. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.

7. Penggunaan otot bantu pernapasan

8. Kelemahan badan

9. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

10. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan

11. Anemia

12. Mengurangi kapasitas untuk aktivitas fisik

13. Suara napas melemah

14. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesia
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab
2. Pemeriksaan fisik
Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
3. Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.

4. Pemeriksaan radiologi
Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan
corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh
darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
5. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
6. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
7. Laboratorium darah lengkap

G. PENATALAKSANAAN
1. Menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:


a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.

1.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstriksi Kronik(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan
yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang sama
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya

3. Fokus Pengkajian

a. B1: Breath
Sesak nafas, apnea, produksi sputum, suara nafas, perubahan irama nafas,
nafas cuping hidung, konfusi, pengunaan otot bantu pernafasan.

b. B2: Blood

Denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara
jantung bisa tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat
diukur/ normal, Saturasi oksigen bisa menurun < 90%, sianosis, sakit kepala
saat bangun.

c. B3: Brain

Menurunnya/hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat dan


orang.

d. B4: Bladder

Produksi urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya,


oliguria,anuria.

e. B5: bowel

Anoreksia, diare, penurunan berat badan, bising usus hiperaktif.

f. B6: Bone

Perfusi dingin basah pucat, CRT > 2 detik, diaforesis, kelemahan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan sputum yang ditandai dengan
ada batuk, suara napas tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama
napas, sianosis, kesulitan bicara atau mengeluarkan suara, penurunan bunyi napas,
dipneu, sputum dengan jumlah yang berlebihan, batuk yang tidak efektif, gelisah,
mata terbuka lebar.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolus-kapiler yang ditandai
dengan pH darah arteri abnormal, pH arteri abnormal, pernapasan abnormal, warna
kulit abnormal, konfusi, sianosis, penurunan CO2, dispnea, diaphoresis, sakit kepala
saat bangun, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, napas cuping hidung,
gelisah, somnolen, takikardi, gangguan pengelihatan.
3. Pola nafas tidakefektif b/d suplai O2 tidak adekuat yang ditandai dengan perubahan
kedalaman pernapasan, perubahan ekskursi dada, bradipneu, penurunan tekanan
ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispneu,
pernapasan cuping hidung, fase ekspirasi memanjang, pengguanaan otot aksesorius
saat bernapas.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia ditandai
dengan kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badan dibawah
20% berat badan ideal, diare, kehilangan rambut berlebihan, bising usus hiperaktif,
kurang makanan, kurang informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat
badan dengan asupan makanan adekuat, membrane mukosa pucat, mengeluh
gangguan sensasi rasa, sariawan rongga mulut, kelemhana otot pengunyah,
kelemahan otot menelan.
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan menyatakan lemah,
menyatakan merasa letih, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dispnea setelah
beraktivitas
6. Gangguan pola tidur b/d sesak nafas yang ditandai dengan perubahan pola tidur
normal, penurunan kemampuan berfungsi, ketidakpuasan tidur, menyatakan sering
terjaga, menyatakan mengalami kesulitan tidur, menyatakan tidak cukup istirahat.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi

1. Ketidakefektifan Setelah diberi tindakan - Auskultasi bunyi nafas -Mengetahui luasnya


bersihan jalan napas perawatan selama 3x 24 ,catat adanya bunyi obstruksi oleh mukus
b/d peningkatan jam jalan nafas pasien mengi, ronkhi
sputum yang ditandai efektif ,dengan KH:
ada batuk, suara -Mengetahui tanda
napas tambahan, -mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara -Pantau frekuensi stress pernafasan
perubahan frekuensi pernafasan.catat rasio
napas, perubahan napas yang bersih, tidak inspirasi/ expirasi
irama napas, ada sianosis dan dyspnea
sianosis, kesulitan (mampu mengeluarkan
bicara atau sputum, mampu -Beri posisi nyaman, -Sekresi bergerak
mengeluarkan suara, bernapas dengan mudah) misal:peninggian sesuai gaya gravitasi
penurunan bunyi kepala tempat akibat perubahan
napas, dipneu, -menunjukkan jalan
napas yang paten tidur,duduk pada posisi dan
sputum dengan sandaran tempat tidur meningkatkan kepala
jumlah yang tempat tidur akan
berlebihan, batuk memindahkan isi perut
yang tidak efektif, menjauhi diafragma
gelisah, mata terbuka sehingga
lebar. memungkinkan
diafragma untuk
berkontraksi

-Beri pasien 6-8


-Mengencerkan sekret.
gelas /hari kecuali ada
indikasi lain

-Ajarkan dan berikan -Mengeluarkan sekret


dorongan penggunaan dan meningkatkan
teknik pernafasan patensi jalan nafas
diafragma dan batuk

-Merontokkan sekret
-Lakukan drainage agar mudah
postural dengan perkusi dikeluarkan
dan fibrasi pada pagi
dan malam sesuai yang
diharuskan

-Instruksikan pasien - Tidak merangsang


menghindari iritan pembentukan mukus
seperti asap , asap lagi
rokok, aerosol, cuaca
dingin
-Beri bronkodilator -Memfasilitasi
sesuai therapi pergerakan sekret.

2.Gangguan Setelah diberi tindakan -Observasi frekuensi, -Mengetahui


pertukaran gas b/d perawatan selama 3x24 kedalaman adekuatnya jalan nafas
penyempitan saluran jam terjadi perbaikan pernafasan,catat dan meningkatnya
udara yang ditandai dalam pertukaran gas penggunaan otot bantu kerja pernafasan
dengan pH darah dengan KH : nafas,nafas
arteri abnormal, pH bibir,ketidakmampuan
arteri abnormal, -GDA dalam rentang bicara/ berbincang
pernapasan normal
abnormal, warna -Gejala disstres -Mengetahui indikasi
kulit abnormal, pernafasan tidak ada -Observasi tingkat hipoksia
konfusi, sianosis, kesadaran
penurunan CO2, -Tanda –tanda vital
dispnea, diaphoresis, dalam batas normal -Menentukan
sakit kepala saat keseimbangan asam
-Gelisah tidak ada -Monitor AGD
bangun, hiperkapnia, basa ,dan kebutuhan
hipoksemia, oksigen
hipoksia, iritabilitas,
napas cuping hidung,
gelisah, somnolen,
-Menambah suplai O2
takikardi, gangguan
sehingga
pengelihatan. -Atur pemberian meningkatkan
oksigen pertukaran gas

-Mengoptimalkan
-Beri posisi kontraksi diafragma
duduk(fowler)

-Memfasilitasi
-Dorong nafas dalam pernafasan yang
perlahan atau nafas dalam sehingga O2
bibir sesuai kemampuan yang masuk lebih
banyak

-Meningkatkan
-Beri bronkodilator diameter jalan nafas
sesuai therapy sehingga mengurangi
kerja pernafasan
-Mengetahui
adekuatnya suplai O2
-Observasi tanda vital, ke paru-paru dan
dan warna membrane jaringan
mukosa kulit

-Mempertahankan
-Kolaboratif tindakan suplai O2 saat terjadi
intubasi dan ventilasi gagal nafas
mekanik bila perlu

3. Pola nafas Setelah diberi tindakan -Observasi perubahan -Menentukan


tidakefektif b/d perawatan selama 3x24 pada RR dan dalamnya adekuatnya pola nafas
suplai O2 tidak jam pola nafas pasien pernafasan yang berefek pada
adekuat yang efektif, dengan KE: suplai O2 yang masuk
ditandai dengan
perubahan -Tanda-tanda vital dalam
kedalaman batas normal
-Suplai O2 yang
pernapasan, -Tidak terjadi sianosis -Atur pemberian cukup akan
perubahan ekskursi dan tanda hipoksia oksigen mengurangi kerja
dada, bradipneu, pernafasan
penurunan tekanan -Bunyi nafas bersih
ekspirasi, penurunan
ventilasi semenit,
-Dorong nafas dalam -Memfasilitasi
penurunan kapasitas
perlahan atau nafas pernafasan yang
vital, dispneu,
pernapasan cuping bibir sesuai kemampuan dalam sehingga O2
yang masuk lebih
hidung, fase ekspirasi
banyak
memanjang,
pengguanaan otot -Beri bronkodilator -Meningkatkan
aksesorius saat sesuai therapy diameter jalan nafas
bernapas. sehingga mengurangi
kerja pernafasan

-Mengetahui
-Observasi tanda vital, adekuatnya suplai O2
dan warna membrane ke paru-paru dan
mukosa kulit jaringan
-Beri posisi -Mengoptimalkan
duduk(fowler) kontraksi diafragma

4.Ketidakseimbangan Setelah diberikan -Lakukan prosedur -Sesak dan produksi


kurang dari tindakan perawatan 1x terapi sesuai advis mukus berkurang
kebutuhan tubuh b/d 24 jam pasien tidak
anoreksia ditandai mengalami perubahan
dengan kram nutrisi kurang dari -Beri informasi tentang -Pasien termotivasi
abdomen, nyeri kebutuhan tubuh dengan pentingnya nutrisi untuk mau makan
abdomen, KH: untuk pemulihan
menghindari
makanan, berat -Adanya peningkatakan -Anjurkan keluarga
berat badan sesuai untuk membantu pasien -Kebutuhan pasien
badan dibawah 20%
dengan tujuan makan akan nutrisi terpenuhi
berat badan ideal,
diare, kehilangan -berat badan ideal sesuai
rambut berlebihan, dengan tinggi badan
bising usus -Beri diet lunak TKTP -Makanan mudah
hiperaktif, kurang -mampu dicerna dan kebutuhan
makanan, kurang mengidentifikasi kalori terpenuhi
informasi, kurang kebutuhan nutrisi
minat pada makanan,
-tidak ada tanda
penurunan berat
malnutrisi
badan dengan asupan
makanan adekuat, -menunjukkan
membrane mukosa peningkatakan fungsi
pucat, mengeluh pengecapan dan
gangguan sensasi menelan
rasa, sariawan rongga
mulut, kelemhana -tidak terjadi penurunan
otot pengunyah, berat badan yang berarti
kelemahan otot
menelan.

5.Intoleransi aktivitas Setelah diberi tindakan -Evaluasi respon pasien -Menentukan


b/d kelemahan fisik perawatan selama 3x24 terhadap aktivitas kemampuan pasien
yang ditandai dengan jam pasien menunjukkan dalam melakukan
menyatakan lemah, peningkatan toleransi aktivitas
menyatakan merasa terhadap aktivitas,
letih, dengan KH:
ketidaknyamanan -Catat adanya dispnea, -Menentukan periode
setelah beraktifitas, -Pasien dapat dan mau peningkatan kelelahan istirahat pasien dan
dispnea setelah melakukan aktivitas dan perubahan tanda aktivitas yang
beraktivitas. sesuai kemampuannya vital selama dan setelah menimbulkan
aktivitas. kelelahan pasien.
-Tanda tanda vital dalam
batas normal

-Berikan kepada pasien


aktivitas sesuai
kemampuannya -Memenuhi kebutuhan
pasien tanpa
menimbulkan
kelelahan

-Pertahankan obyek
yang digunakan pasien -Memudahkan pasien
agar mudah terjangkau dalam penggunaan
sehingga mengurangi
penggunaan O2

-Bantu pasien -Semua kebutuhan


melakukan aktivitas pasien dapat terpenuhi
dengan melibatkan
keluarga

-Observasi vital sign -Tanda vital yang


normal mendukung
pasien untuk
beraktivitas

6. Gangguan pola Setelah diberikan -Ciptakan lingkungan -Suasana tenang dan


tidur b/d sesak nafas tindakan perawatan 2x yang nyaman dan batasi pemakaian O2
yang ditandai dengan 24 jam kebutuhan pengunjung ruangan tidak berbagi
perubahan pola tidur istirahat dan tidur pasien sehingga os bisa
normal, penurunan terpenuhi dengan KH : istirahat
kemampuan
berfungsi, -jumlah jam tidur dalam
ketidakpuasan tidur, batas normal 6-8 -Beri KIE pentingnya
jam/hari -Os mau untuk
menyatakan sering tidur untuk pemulihan istirahat dan tidur
terjaga, menyatakan -pola tidur dan kualitas
mengalami kesulitan dalam batas normal
tidur, menyatakan
tidak cukup istirahat. -perasaan segara setelah -Delegatif pemberian -Melonggarkan jalan
tidur atau istirahat teraphy sesuai dosis nafas dan sesak
berkurang
-mampu
mengidentifikasi hal-hal
yang meningkatkan tidur
-Suplai O2 meningkat
-Delegatif pemberian sehingga sesak
O2 berkurang
-Libatkan satu anggota -Os merasa aman
keluarga untuk sehingga bisa istirahat
menemani dengan tenang

D. EVALUASI
Dx 1 :
1. mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah)
2. menunjukkan jalan napas yang paten
Dx 2:
1. GDA dalam rentang normal
2. Gejala disstres pernafasan tidak ada
3. Tanda –tanda vital dalam batas normal
4. Gelisah tidak ada
Dx 3:
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Tidak terjadi sianosis dan tanda hipoksia
3. Bunyi nafas bersih
Dx 4 :
1. Adanya peningkatakan berat badan sesuai dengan tujuan
2. berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. tidak ada tanda malnutrisi
5. menunjukkan peningkatakan fungsi pengecapan dan menelan
6. tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Dx 5 :
1. Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
2. Tanda tanda vital dalam batas normal
Dx 6 :
1. jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
2. pola tidur dan kualitas dalam batas normal
3. perasaan segara setelah tidur atau istirahat
4. mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta.
Kusuma, Hardhi, Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta
NANDA International. 2009. Diagnosa Keperawatan Definisi Dsn Klasifikasi
2009-2011. Diaih Bahasakan Oleh Made Sumarwati. Jakarta : EGC
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC
Nursing Outcome Classification (NOC), 5th Indonesian Edition, By Sue
Moorhead, Marion Johnson, Meridian L. Maas, Elizabet Swonson © Copyright
2016 Elsevier Singapore Pte Ltd.
Valentina L, Brashers. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen.
Jakarta : EGC

Você também pode gostar