Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
2. Riwayat Perokok:
1) Perokok Aktif
2) Perokok Pasif
3) Bekas Perokok
3. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid
dan ozon.
Polusi di dalam ruangan:
1) Asap rokok
2) Asap kompor
Polusi di luar ruangan:
1) Gas buang kendaranan bermotor
2) Debu jalanan
3) Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. Riwayat infeksi saluran nafas
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita
bronchitis koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah,
serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri
C. EPIDEMIOLOGI
The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan, jumlah
penderita PPOK sedang hingga berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56, 6
juta penderita dengan angka prevalensi 6,3 persen (Kompas, 2006).
1) Angka prevalensi bagi masing-masing negara berkisar 3,5- 6,7%, antara lain
China dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang (5,014 juta
orang), dan Vietnam (2,068 penderita).
2) Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan
prevalensi 5,6 persen.
3) Kejadian meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok (90%
penderita COPD adalah smoker atau ex-smoker)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di
masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta
orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan
mortalitas menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000
penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun
1979 sampai 1991. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian
keempat didunia yaitu akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau
setara dengan 4,8%. Selain itu WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta
orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun
1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia,
sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Hasil survei penyakit tidak menular
oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun
2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan
lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).
D. PATHOFISIOLOGI
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya
PPOK ini adalah Asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen
menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat
bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena
perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi dan
menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin
menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet
akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan terjadinya
peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),
yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Asap rokok menghasilkan stres oksidan (produksi radikal oksigen toksik)
yang menghambat aktivitas antiprotease normal. Inflamsi epitel saluran
pernapasan dan disertai aktivitas limfosit T sitotoksik (CD8), makrofag dan
polimorfonuklear (PMN), menyebabkan peningkatan aktivitas protease (elastase)
dan kerusakan langsung pada paru.’ Ketidakseimbangan antara protease dan
antiprotease menyebabkan kerusakan dinding alveolus dan bronkus dan
peningkatan produksi mukus.n Produksi sitokin inflamsi seperti faktor nekrosis
tumor α (TNF α) mengakibatkan gejala sistemik seperti penurunan berat badan
dan kelemahan otot. Kolaps jalan napas selama ekspirasi dengan terperangkapnya
udara mengakibatkan hiperekspansi paru dan didnding dada menyebabkan otot-
otot pernapasan berada dalam posisi mekanis yang tidak menguntungkan dan
meningkatkan beban kerja pernapsan. Ini mengakibatkan penurunan volume tidal
dan hiperkapnia. Kehilangan area permukaan alveolus dan abnormalitas barier
kapiler alveolus mengakibatkan penurunan pertukaran gas dan menyebabkn
hipoksemia.
Bronkitis kronis : batuk produktif kronis yang menghasilkan lendir minimal
selama 3 bulan per tahun paling idak 2 tahun berturut-turut. Sel goblet di mukosa
jalan napas meningkat dengan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa dan
produksi sputum lengket yang banyak. Mikroorganisnme(terutama bakteri) dapat
melekat dan tumbuh dengan kolonisasi persisten pada jalan napas dan
menyebabkab eksaserbasi infeksi berulang. Inflamassi epitel dan hipertrofi otot
polos menyebabkan jaringan parut. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas,
difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993)
E. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala klinis yang timbul akan mengarah pada penyakit
bronchitis, emfisema, asthma, dan bronkiektasis
2. Sesak napas
8. Kelemahan badan
11. Anemia
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesia
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab
2. Pemeriksaan fisik
Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
3. Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
4. Pemeriksaan radiologi
Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan
corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh
darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
5. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
6. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
7. Laboratorium darah lengkap
G. PENATALAKSANAAN
1. Menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
3. Fokus Pengkajian
a. B1: Breath
Sesak nafas, apnea, produksi sputum, suara nafas, perubahan irama nafas,
nafas cuping hidung, konfusi, pengunaan otot bantu pernafasan.
b. B2: Blood
Denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara
jantung bisa tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat
diukur/ normal, Saturasi oksigen bisa menurun < 90%, sianosis, sakit kepala
saat bangun.
c. B3: Brain
d. B4: Bladder
e. B5: bowel
f. B6: Bone
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan sputum yang ditandai dengan
ada batuk, suara napas tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama
napas, sianosis, kesulitan bicara atau mengeluarkan suara, penurunan bunyi napas,
dipneu, sputum dengan jumlah yang berlebihan, batuk yang tidak efektif, gelisah,
mata terbuka lebar.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolus-kapiler yang ditandai
dengan pH darah arteri abnormal, pH arteri abnormal, pernapasan abnormal, warna
kulit abnormal, konfusi, sianosis, penurunan CO2, dispnea, diaphoresis, sakit kepala
saat bangun, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, napas cuping hidung,
gelisah, somnolen, takikardi, gangguan pengelihatan.
3. Pola nafas tidakefektif b/d suplai O2 tidak adekuat yang ditandai dengan perubahan
kedalaman pernapasan, perubahan ekskursi dada, bradipneu, penurunan tekanan
ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispneu,
pernapasan cuping hidung, fase ekspirasi memanjang, pengguanaan otot aksesorius
saat bernapas.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia ditandai
dengan kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badan dibawah
20% berat badan ideal, diare, kehilangan rambut berlebihan, bising usus hiperaktif,
kurang makanan, kurang informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat
badan dengan asupan makanan adekuat, membrane mukosa pucat, mengeluh
gangguan sensasi rasa, sariawan rongga mulut, kelemhana otot pengunyah,
kelemahan otot menelan.
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan menyatakan lemah,
menyatakan merasa letih, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dispnea setelah
beraktivitas
6. Gangguan pola tidur b/d sesak nafas yang ditandai dengan perubahan pola tidur
normal, penurunan kemampuan berfungsi, ketidakpuasan tidur, menyatakan sering
terjaga, menyatakan mengalami kesulitan tidur, menyatakan tidak cukup istirahat.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi
-Merontokkan sekret
-Lakukan drainage agar mudah
postural dengan perkusi dikeluarkan
dan fibrasi pada pagi
dan malam sesuai yang
diharuskan
-Mengoptimalkan
-Beri posisi kontraksi diafragma
duduk(fowler)
-Memfasilitasi
-Dorong nafas dalam pernafasan yang
perlahan atau nafas dalam sehingga O2
bibir sesuai kemampuan yang masuk lebih
banyak
-Meningkatkan
-Beri bronkodilator diameter jalan nafas
sesuai therapy sehingga mengurangi
kerja pernafasan
-Mengetahui
adekuatnya suplai O2
-Observasi tanda vital, ke paru-paru dan
dan warna membrane jaringan
mukosa kulit
-Mempertahankan
-Kolaboratif tindakan suplai O2 saat terjadi
intubasi dan ventilasi gagal nafas
mekanik bila perlu
-Mengetahui
-Observasi tanda vital, adekuatnya suplai O2
dan warna membrane ke paru-paru dan
mukosa kulit jaringan
-Beri posisi -Mengoptimalkan
duduk(fowler) kontraksi diafragma
-Pertahankan obyek
yang digunakan pasien -Memudahkan pasien
agar mudah terjangkau dalam penggunaan
sehingga mengurangi
penggunaan O2
D. EVALUASI
Dx 1 :
1. mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah)
2. menunjukkan jalan napas yang paten
Dx 2:
1. GDA dalam rentang normal
2. Gejala disstres pernafasan tidak ada
3. Tanda –tanda vital dalam batas normal
4. Gelisah tidak ada
Dx 3:
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Tidak terjadi sianosis dan tanda hipoksia
3. Bunyi nafas bersih
Dx 4 :
1. Adanya peningkatakan berat badan sesuai dengan tujuan
2. berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. tidak ada tanda malnutrisi
5. menunjukkan peningkatakan fungsi pengecapan dan menelan
6. tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Dx 5 :
1. Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
2. Tanda tanda vital dalam batas normal
Dx 6 :
1. jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
2. pola tidur dan kualitas dalam batas normal
3. perasaan segara setelah tidur atau istirahat
4. mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta.
Kusuma, Hardhi, Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta
NANDA International. 2009. Diagnosa Keperawatan Definisi Dsn Klasifikasi
2009-2011. Diaih Bahasakan Oleh Made Sumarwati. Jakarta : EGC
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC
Nursing Outcome Classification (NOC), 5th Indonesian Edition, By Sue
Moorhead, Marion Johnson, Meridian L. Maas, Elizabet Swonson © Copyright
2016 Elsevier Singapore Pte Ltd.
Valentina L, Brashers. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen.
Jakarta : EGC