Você está na página 1de 14

ANALISIS DESKPRITIF STRUKTUR PARAGRAF

ESAI: PEMUDA DAN PENGENDALIAN TEMBAKAU

Rismawanti Nurfatimah NIM 1701930


FPTK Jurusan/Program Studi
Universitas Pendidikan Indonesia 2018

Abstrak
Ringkasan isi laporan disusun dalam 100 kata dan ditik dalam 1 spasi

Pendahuluan

Pembahasan
PEMUDA DAN PENGENDALIAN TEMBAKAU
April lalu di Jakarta digelar Conference on Tobacco or Health (ICTOH) ke-4.
Semua pembicara dari berbagai kalangan dan merupakan ahli dibidangnya bersinergi
membicarakan epidermi tembakau di Indonesia, khususnya terkait cengkraman adiksi
rokok yang banyak memakan korban di kalangan pemuda. Setiap tahunnya ICTOH
mengangkat isu pengendalian tembakau sebagai sebuah agensi global. Di Indonesia,
merokok adalah salah satu sumber permasalahan kesehatan terbesar dengan biaya
kesehatan tinggi.
Margianta berbicara di ICTOH sebagai juru bicara dari gerakan muda FCTC,
yaitu gerakan yang mendukung Presiden RI mengaksesi FCTC dalam melindungi
generasi muda dari merokok. Mengingat tingginya prevalensi perokok muda pada masa
kini berdampak pada penurunan produktifitas yang menghambat pencapaian tujuan
Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Polemik
tersebut tidak bisa mengulangi secara efektif tanpa diaksesinya FCTC.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak se-Asia
Tenggara sebesar 51,1% dari total penduduknya, salah satu faktor utama yang dihadapi
Indonesia dalam pengendalian tembakau dan pembangunan berkelanjutan adalah fakta
bahwa Indonesia satu-satunya negara di Asia yang masih belum mengaksesi FCTC.
Belum ditandatanganinya FCTC oleh Indonesia menunjukan masih kurangnya
komitmen Indonesia untuk menjalankan regulasi pengendalian tembakau. Fakta
tersebut kemudian berdampak pada terhambatnya proses pembangunan berkelanjutan
untuk mewujudkan prospek positif dari bonus Demografi Indonesia pada tahun 2030.
Data Riskesdas 1995-2013 menunjukan bahwa perokok mula usia 10-14 tahun
semakin terus meningkat, sampai 12 kali lipat selama 19 tahun. Bahkan 30% anak
Indonesia merokok sebelum usia 10 tahun, dan 75% mulai merokok sebelum usia 19
tahun. Tingginya prevalensi perokok muda, terutama di kalangan anak-anak menjadi
tantangan tersendiri dalam upaya SDGs nomor 3 terkait kesehatan di Indonesia.
Meskipun demikian, selama satu dekade terakhir, penguatan regulasi
pengendalian tembakau mengalami kemajuan di berbagai kota. Sebagai contoh, di kota
Bogor terdapat Perda KTR Nomor 12 Tahun 2009 dan Perda Nomor 1 Tahun 2015
tentang Larangan Iklan Rokok.
JKN adalah perkembangan yang cukup signifikan dalam upaya Reformasi
Sistem Layanan Kesehatan di Indonesia. Sangat disayangkan bila pada 2030 saat SDGs
diharapkan selesai tercapai, masih banyak masyarakat, khususnya pemuda yang
tergabung JKN pesakitan karena perokok.
Lebih dari sekedar kesehatan menurut Tobacco Control Support Center secara
ekonomi kerugian akibat tembakau pada 2013 mencapai jumlah kumulatif sebesar Rp
378,75 triliun. Dengan demikian pengendalian tembakau menjadi isu multidimensional
yang krusial dalam SDGs yang diharapkan yang selesai pada 2030 guna membantu
pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia tersebut. FCTC sebagai salah satu
indikator kesejahteraan dan kehidupan sehat masyarakat. Sudah saatnya Indonesia
menyadari urgensi dan epidemic tembakau. Masih ada harapan untuk menciptakan
generasi muda masa depan yang bebas dari rokok karena satu anak muda dapat
mengguncang dunia sekuat-kuatnya jika dirinya bebas dari rokok.

Pada esai tersebut, jumlah paragraf yang terdapat pada esai berjumlah 13
paragraf. Meskipun pada esai tersebut terdapat 14 bait yang menjorok, namun setelah
diidentifikasi bait ke-13 hanya memiliki satu kalimat sehingga tidak bisa dianggap
sebagai paragraf karena karaktersitik paragraf minimal memiliki 2 kalimat.
Pembagian pada esai tersebut yang merupakan paragraph pembuka atau
pengantar dimulai dari paragraph 1, 2, 3, 4, hingga 5. Untuk paragraph isi dimulai dari
paragraph 6, 7, 8, 9, hingga 10 sedangkan untuk paragraph penutup dimulai dari
paragraph 11, 12, dan 13.
Sebuah paragraph pasti dibangun dari kalimat utama dan kalimat penjelas.
Kalimat utama merupakan inti sari dari paragraph tersebut sedangkan kalimat penjelas
merupakan rincian dari kalimat utama. Berikut merupakan hasil dari analisis untuk
pembagian kalimat utama dan kalimat penjelas beserta jenis paragraf berdasarkan
posisi kalimat utama. Huruf yang dicetak tebal merupakan kalimat utama sedangkan
huruf yang dicetak miring merupakan kalimat penjelas.
Paragraf pertama merupakan paragraf deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat. Dapat dilihat bahwa kalimat kedua merupakan
rincian dari kalimat pertama sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat utamanya
terletak di awal paragraph. Pertengahan april lalu di Jakarta digelar Conference on
Tobacco or Health (ICTOH) ke-4. Berbagai pembicaraan dari berbagai kalangan
dan merupakan ahli dibidangnya. Semua bersinergi membicarakan epidermi tembakau
di Indonesia, khususnya terkait cengkraman adiksi rokok yang banyak memakan
korban di kalangan pemuda. Semuanya memiliki pesan yang sama: perlunya
penguatan regulasi pengendalian tembakau, baik oleh pemerintah daerah maupun
pusat melalui kebijakan kementrian terkait dan dengan diaksesinya.
Paragraph kedua merupakan paragraph induktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di akhir kalimat. Kalimat pertama pada paragraph kedua
menjelaskan tentang pengendalian tembakau yang sudah dibahas di paragraph kesaty,
sehingga kalimat pertama pada paragraph kedua merupakan kalimat penjelas. Isu
pengendalian tembakau yang diangkat ICTOH setiap tahunnya adalah sebuah agensi
global. Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun 6 jt orang meninggal
secara global karena konsekuensi dari merokok. Fakta tersebut membuat WHO
mengklasifikasikannya sebagai epidemi global. Di Indonesia, merokok adalah salah
satu sumber permasalahan kesehatan terbesar dengan biaya kesehatan tinggi.
Paragraf ketiga merupakan paragraf deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat. Pada kalimat kedua diparagraf ini, penulis esai
menjelaskan tentang rincian dari kalimat pertama, ditinjau dari kata “dengan spesifik”.
Saya berbicara di ICTOH sebagai juru bicara dari gerakan muda FCTC, yaitu
gerakan yang mendukung Presiden RI mengaksesi FCTC dalam melindungi
generasi muda dari merokok. Dalam kesempatan itu, saya berbicara dengan spesifik
mengenai pemuda, pembangunan berkelanjutan, dan FCTC. Tiga poin pembahasan
tersebut sangatlah terkait satu sama lain. Mengingat tingginya prevalensi perokok
muda pada masa kini berdampak pada penurunan produktifitas yang menghambat
pencapaian tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals
(SDGs). Polemik tersebut tidak bisa mengulangi secara efektif tanpa diaksesinya
FCTC.
Paragraf keempat merupakan paragraf deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat. Kalimat pertama menjelaskan tentang alasan
kenapa pengendalian tembakau harus dilakukan sedangkan kalimat selanjutnya
menjelaskan tentang cara-cara pengendalian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kalimat kedua dan selanjutnya merupakan kalimat penjelas dari kalimat utama yang
terletak di awal paragraph. Sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak se-
Asia Tenggara sebesar 51,1% dari total penduduknya, salah satu faktor utama
yang dihadapi Indonesia dalam pengendalian tembakau dan pembangunan
berkelanjutan adalah fakta bahwa Indonesia satu-satunya negara di Asia yang
masih belum mengaksesi FCTC. FCTC mencakup regulasi pengendalian tembakau,
seperti kawasan tanpa rokok (KTR): pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor
rokok (TAPS ban): pemasangan peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok
dan berbagai poin lainnya yang memastikan rokok tidak dijual secara mudah dan
bebas.
Paragraf kelima merupakan paragraf deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat. Dapat dilihat bahwa kalimat terakhir
menjelaskan tentang fakta, sehingga dapat disimpulkan kalimat terakhir merupakan
kalimat penjelas dan kalimat pertama merupakan kalimat utama. Belum
ditandatanganinya FCTC oleh Indonesia menunjukan masih kurangnya
komitmen Indonesia untuk menjalankan regulasi pengendalian tembakau,
terlepas dari urgensi dampak epidemi tembakau yang dihadapi Indonesia. Fakta
tersebut kemudian berdampak pada terhambatnya proses pembangunan berkelanjutan
untuk mewujudkan prospek positif dari bonus Demografi Indonesia pada tahun 2030.
Paragraf keenam merupakan paragraf deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat. Dapat dilihat bahwa kalimat terakhir
menjelaskan tentang fakta, sehingga dapat disimpulkan kalimat terakhir merupakan
kalimat penjelas dan kalimat pertama merupakan kalimat utama. Selama lebih dari
satu dekade terakhir, jumlah prevalensi perokok di Indonesia menunjukan
peningkatan yang signifikan, terutama di kalangan pemuda yang menurut memo
internal industri rokok pada tahun 1984 merupakan sumber perokok pengganti
yang utama. Data Riskesdas 1995-2013 menunjukan bahwa perokok mula usia 10-14
tahun semakin terus meningkat, sampai 12 kali lipat selama 19 tahun.
Paragraph ketujuh merupakan paragraph induktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di akhir kalimat. Kalimat pertama dimulai dengan data, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kalimat pertama merupakan kalimat penjelas, bukan kalimat
utama. Bahkan 30% anak Indonesia merokok sebelum usia 10 tahun, dan 75% mulai
merokok sebelum usia 19 tahun. Tingginya prevalensi perokok muda, terutama di
kalangan anak-anak menjadi tantangan tersendiri dalam upaya SDGs nomor 3 terkait
kesehatan di Indonesia. Hal ini tergolong mengkhawatirkan, mengingat pemuda
sering kali disebut sebagai tengkorak dari upaya pembangunan berkelanjutan,
baik di Indonesia maupun dunia.
Paragraf kedelapan merupakan paragraf deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat. Kalimat pertama diawali dengan konjungsi
antarkalimat, maka dapat disimpulkan kalimat utamanya berada di awal paragraph.
Meskipun demikian, selama satu dekade terakhir, penguatan regulasi
pengendalian tembakau mengalami kemajuan di berbagai kota. Sebagai contoh, di
kota Bogor terdapat Perda KTR Nomor 12 Tahun 2009 dan Perda Nomor 1 Tahun
2015 tentang Larangan Iklan Rokok. Di Kota Mataram pun diberlakukan pembatasan
iklan rokok mencapai target Kota Layak Anak (KLA) tahun 201.
Paragraph kesembilan merupakan paragraph induktif berdasarkan posisi
kalimat utamanya yang berada di akhir kalimat. Kalimat pertama dan kalimat kedua
memuat penjelasan dari kalimat terakhir. Indonesia kini memiliki Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang turut berperan dalam memfasilitasi perawatan kesehatan dari
masyarakat. JKN adalah perkembangan yang cukup signifikan dalam upaya Reformasi
Sistem Layanan Kesehatan di Indonesia. Sangat disayangkan bila pada 2030 saat
SDGs diharapkan selesai tercapai, masih banyak masyarakat, khususnya pemuda
yang tergabung JKN pesakitan karena perokok.
Paragraf kesepuluh merupakan paragraf deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat. Kalimat terakhir pada paragraph ini memuat
data, sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat akhir merupakan kalimat penjelas.
Bonus Demografi yang diharapkan pada 2045 pun akan menjelma menjadi Beban
Demografi. Lebih dari sekedar kesehatan menurut Tobacco Control Support Center
secara ekonomi kerugian akibat tembakau pada 2013 mencapai jumlah kumulatif
sebesar Rp 378,75 triliun.
Paragraph kesebelas merupakan paragraph deduktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di awal kalimat ditinjau dari adanya konjungsi antarkalimat yang
berada pada awal paragraph. Dengan demikian, pengendalian tembakau menjadi isu
multidimensional yang krusial dalam SDGs yang diharapkan yang selesai pada 2030.
Guna membantu pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia tersebut,
berbagai bentuk regulasi pengendalian tembakau, seperti penaikan pajak dan cukai
rokok, KTR, TAPS ban, serta pictorial health warning harus dilaksanakan secara
menyeluruh dengan pengawasan yang efektif. Poin 3.a SDGs nomor 3 pun
menyebutkan FCTC sebagai salah satu indikator kesejahteraan dan kehidupan sehat
masyarakat. Hal itu mencerminkan isu pengendalian tembakau yang berperan
penting dalam pencapaian SDGs di Indonesia atau pun negara lain di dunia.
Paragraph keduabelas merupakan paragraph induktif berdasarkan posisi kalimat
utamanya yang berada di akhir kalimat. Kalimat pertama menjelaskan tentang rincian
hal-hal yang harus dilakukan untuk menanggulangi urgensi dan epidemic tembakau.
Oleh karena itu, kalimat terakhir merupakan kalimat utama dari paragraph ini.
Mengingat isu pengendalian tembakau yang bersifat multimensional, penguatan
regulasi pengendalian tembakau, melalui kebijakan pemerintah pusat maupun daerah,
tidak hanya membantu pencapaian SDGs nomor 3, tetapi juga menjadi tumpuan
Indonesia dalam mencapai poin SDGs lainnya. Sudah saatnya Indonesia menyadari
urgensi dan epidemi tembakau.
Paragraph ketigabelas merupakan paragraph induktif berdasarkan posisi
kalimat utamanya yang berada di akhir kalimat. Kalimat pertama merupakan kalimat
yang berisi rincian. Oleh karena itu, kalimat utamanya terletak di akhir paragraph.
Penguatan regulasi pengendalian tembakau, seperti mengaksesi FCTC dan
menjalankan berbagai poin didalamnya bukanlah sekedar ikut-ikutan, melainkan
wujud urgensi kolektif yang ada di Indonesia atau pun internasional. Masih ada
harapan untuk menciptakan generasi muda masa depan yang bebas dari rokok. Bila
Bung Karno mengatakan bahwa satu anak muda dapat mengguncang dunia, saya
ingin mengatakan bahwa satu anak muda dapat mengguncang dunia sekuat-
kuatnya jika dirinya bebas dari rokok.
Konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan kata
dengan kata, frasa dengan frasa, dan klausa dengan klausa. Konjungsi antarkalimat
menghubungkan antara kalimat satu dengan kalimat lain. Oleh karena itu, konjungsi ini selalu
memulai kalimat baru. Berikut merupakan tabel jumlah konjungsi intrakalimat dan konjungsi
antarkalimat yang ada pada esai.

No. Konjungsi Intrakalimat Jumlah


1. Dan 13
2. Melalui 2
3. Lalu 1
4. Melainkan 1
5. Atau 3
6. Tetapi 1
7. Bahwa 4
8. Jika 1
9. Selama 3
10. Bila 2
11. Karena 2
12. Dengan 6
13. Seperti 3
14. Sampai 1
15. Sebagai 6
16. Yang 25
17. Atau 3
18. Saat 1
19. Serta 1
20. Untuk 3
21. Tanpa 2
22. Lebih dari 2
23.
No. Konjungsi Antarkalimat Jumlah
1. Bahkan 1
2. Dengan demikian 1
3. Meskipun demikian 1
4. Kemudian 1

Sebuah kalimat terkadang menggunakan kata ganti untuk mengacu suatu hal agar dalam
kalimat tersebut tidak terjadi pengulangan kata dan kalimatnya menjadi efektif. Kalimat yang
menggunakan kata pengacuan biasanya mengacu pada kata atau kalimat di dalam kalimat
sebelumnya. Berikut adalah tabel dari kata ganti yang digunakan untuk mengacu suatu hal beserta
penjelasannya.

Kata pengacuan yang menggunakan kata ganti -nya

No. Kalimat Penjelasan


1. Berbagai pembicaraan dar berbagai kalangan Kata ganti –nya mengacu pada kalimat
dan merupakan ahli dibidangnya. sebelumnya yakni, pada kata Conference
on Tobacco or Health (ICTOH).
2. Semua bersinergi membicarakan epidermi Kata ganti –nya mengacu pada kalimat
tembakau di Indonesia, khususnya terkait epidermi tembakau di Indonesia pada
cengkraman adiksi rokok yang banyak kalimat semua bersinergi membicarakan
memakan korban di kalangan pemuda. epidermi tembakau di Indonesia,
khususnya terkait cengkraman adiksi
rokok yang banyak memakan korban di
kalangan pemuda.
3. Semuanya memiliki pesan yang sama: Kata ganti –nya pada kata semuanya
perlunya penguatan regulasi pengendalian mengacu pada 2 kalimat sebelumnya
tembakau, baik oleh pemerintah daerah yakni, mengacu pada pembicara dari
maupun pusat melalui kebijakan kementrian berbagai kalangan dan merupakan ahli
terkait dan dengan diaksesinya. dibidangnya. Selain itu, pada kata
perlunya mengacu pada epidermi
tembakau di Indonesia. Sedangkan pada
kata diaksesinya mengacu pada
penguatan regulasi pengendalian
tembakau.
4. Isu pengendalian tembakau yang diangkat Kata ganti –nya pada kata tahunnya
ICTOH setiap tahunnya adalah sebuah agensi mengacu pada kalimat Pertengahan april
global. lalu di Jakarta digelar Conference on
Tobacco or Health (ICTOH) ke-4.
5. Fakta tersebut membuat WHO Kata ganti –nya pada kata
mengklasifikasikannya sebagai epidemi mengklasifikasikannya mengacu pada
global. kalimat sebelumnya, yakni, Menurut
World Health Organization (WHO),
setiap tahun 6 jt orang meninggal secara
global karena konsekuensi dari
merokok.
6. Mengingat tingginya prevalensi perokok muda Kata ganti –nya pada kata tingginya
pada masa kini berdampak pada penurunan mengacu pada adiksi rokok yang banyak
produktifitas yang menghambat pencapaian memakan korban di kalangan pemuda.
tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs).
7. Polemik tersebut tidak bisa mengulangi secara Kata ganti –nya pada kata diaksesinya
efektif tanpa diaksesinya FCTC. mengacu pada penguatan regulasi
pengendalian tembakau.
8. Sebagai negara dengan jumlah perokok Kata ganti –nya pada kata penduduknya
terbanyak se-Asia Tenggara sebesar 51,1% mengacu pada kata jumlah perokok.
dari total penduduknya, salah satu faktor Sedangkan pada kata satu-satunya, kata
utama yang dihadapi Indonesia dalam ganti –nya mengacu pada kalimat jumlah
pengendalian tembakau dan pembangunan perokok terbanyak se-Asia Tenggara
berkelanjutan adalah fakta bahwa Indonesia sebesar 51,1% dari total penduduknya.
satu-satunya negara di Asia yang masih belum
mengaksesi FCTC.
9. FCTC mencakup regulasi pengendalian Kata ganti –nya pada kata lainnya
tembakau, seperti kawasan tanpa rokok (KTR): mengacu pada cakupan FCTC.
pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor
rokok (TAPS ban): pemasangan peringatan
kesehatan bergambar di bungkus rokok dan
berbagai poin lainnya yang memastikan rokok
tidak dijual secara mudah dan bebas.
10. Belum ditandatanganinya FCTC oleh Indonesia Kata ganti –nya pada kata
menunjukan masih kurangnya komitmen ditandatanganinya mengacu pada kata
Indonesia untuk menjalankan regulasi aksesi. Sedangkan pada kata kurangnya,
pengendalian tembakau, terlepas dari urgensi kata ganti –nya mengacu pada kata-kata
dampak epidemi tembakau yang dihadapi sebelumnya, yakni Belum
Indonesia. ditandatanganinya.
11. Fakta tersebut kemudian berdampak pada Kata ganti –nya pada kata terhambatnya
terhambatnya proses pembangunan mengacu pada kalimat menjalankan
berkelanjutan untuk mewujudkan prospek regulasi pengendalian tembakau,
positif dari bonus Demografi Indonesia pada terlepas dari urgensi dampak epidemi
tahun 2030. tembakau yang dihadapi Indonesia.
12. Tingginya prevalensi perokok muda, terutama Kata ganti –nya pada kata tingginya
di kalangan anak-anak menjadi tantangan mengacu pada kalimat sebelumnya, yakni
tersendiri dalam upaya SDGs nomor 3 terkait 30% anak Indonesia merokok sebelum
kesehatan di Indonesia. usia 10 tahun, dan 75% mulai merokok
sebelum usia 19 tahun.

13. Sangat disayangkan bila pada 2030 saat SDGs Kata ganti –nya pada kata khusunya
diharapkan selesai tercapai, masih banyak mengacu pada tingginya prevalensi
masyarakat, khususnya pemuda yang perokok muda.
tergabung JKN pesakitan karena perokok.
14. Mengingat isu pengendalian tembakau yang Kata ganti –nya pada kata lainnya
bersifat multimensional, penguatan regulasi mengacu pada SDGs nomor 3.
pengendalian tembakau, melalui kebijakan
pemerintah pusat maupun daerah, tidak
hanya membantu pencapaian SDGs nomor 3,
tetapi juga menjadi tumpuan Indonesia dalam
mencapai poin SDGs lainnya.
Kata pengacuan yang menggunakan kata ganti saya
No. Kalimat Penjelasan
1. Saya berbicara di ICTOH sebagai juru bicara Kata ganti saya pada kalimat di atas
dari gerakan muda FCTC, yaitu gerakan yang mengacu pada penulis pada esai
mendukung Presiden RI mengaksesi FCTC tersebut, yakni, Margianta
dalam melindungi generasi muda dari
merokok.
2. Dalam kesempatan itu, saya berbicara dengan
spesifik mengenai pemuda, pembangunan
berkelanjutan, dan FCTC.
3. Bila Bung Karno mengatakan bahwa satu anak
muda dapat mengguncang dunia, saya ingin
mengatakan bahwa satu anak muda dapat
mengguncang dunia sekuat-kuatnya jika
dirinya bebas dari rokok.

Kata pengacuan yang menggunakan kata ganti ini


No. Kalimat Penjelasan
1. Hal ini tergolong mengkhawatirkan, Kata ganti ini pada kalimat di atas,
mengingat pemuda sering kali disebut mengacu pada kalimat sebelumnya
sebagai tengkorak dari upaya yakni, Tingginya prevalensi
pembangunan berkelanjutan, baik di perokok muda, terutama di
Indonesia maupun dunia. kalangan anak-anak menjadi
tantangan tersendiri dalam upaya
SDGs nomor 3 terkait kesehatan di
Indonesia.

Kata pengacuan yang menggunakan kata itu

No. Kalimat Penjelasan


1. Dalam kesempatan itu, saya berbicara Kata ganti itu pada kalimat di atas
dengan spesifik mengenai pemuda, mengacu pada kalimat sebelumnya
pembangunan berkelanjutan, dan FCTC. yakni, Saya berbicara di ICTOH
sebagai juru bicara dari gerakan
muda FCTC, yaitu gerakan yang
mendukung Presiden RI mengaksesi
FCTC dalam melindungi generasi
muda dari merokok.

Kata pengacuan yang menggunakan kata tersebut


No. Kalimat Penjelasan
1. Fakta tersebut membuat WHO Pada kalimat di atas, kata tersebut
mengklasifikasikannya sebagai epidemi mengacu pada kalimat sebelumnya
global. yakni, Menurut World Health
Organization (WHO), setiap tahun
6 jt orang meninggal secara global
karena konsekuensi dari merokok.
2. Tiga poin pembahasan tersebut sangatlah Pada kalimat di atas, kata tersebut
terkait satu sama lain. mengacu pada kalimat sebelumnya
yakni, Dalam kesempatan itu, saya
berbicara dengan spesifik mengenai
pemuda, pembangunan
berkelanjutan, dan FCTC.
3. Polemik tersebut tidak bisa mengulangi secara Pada kalimat di atas, kata tersebut
efektif tanpa diaksesinya FCTC. mengacu pada kalimat sebelumnya
yakni, Mengingat tingginya
prevalensi perokok muda pada
masa kini berdampak pada penurunan
produktifitas yang menghambat
pencapaian tujuan Pembangunan
Berkelanjutan atau Sustainable
Development Goals (SDGs).
4. Fakta tersebut kemudian berdampak pada Pada kalimat di atas, kata tersebut
terhambatnya proses pembangunan mengacu pada kalimat sebelumnya
berkelanjutan untuk mewujudkan prospek yakni, Belum ditandatanganinya
positif dari bonus Demografi Indonesia pada FCTC oleh Indonesia menunjukan
tahun 2030. masih kurangnya komitmen Indonesia
untuk menjalankan regulasi
pengendalian tembakau, terlepas dari
urgensi dampak epidemi tembakau
yang dihadapi Indonesia.
5. Dengan demikian pengendalian tembakau Pada kalimat di atas, kata tersebut
menjadi isu multidimensional yang krusial mengacu pada pengendalian
dalam SDGs yang diharapkan yang selesai tembakau.
pada 2030 guna membantu pencapaian
pembangunan berkelanjutan di Indonesia
tersebut, berbagai bentuk regulasi
pengendalian tembakau, seperti penaikan
pajak dan cukai rokok, KTR, TAPS ban, serta
pictorial health warning harus dilaksanakan
secara menyeluruh dengan pengawasan yang
efektif.
Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran
Bibliography
Dinata, M. S. (2017). Pemuda dan Pengendalian Tembakau. Nomor 157. Republika.

Você também pode gostar