Você está na página 1de 30

AKTIVITAS ANTIDIABETES BUAH CIPLUKAN (Physalis

angulata Linn.) PADA TIKUS MODEL


DIABETES MELITUS TIPE-2

REZSA BERRI PERMANA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
1
i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antidiabetes


Buah Ciplukan (Physalis angulata Linn.) pada Tikus Model Diabetes Melitus Tipe-2
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Rezsa Berri Permana


NIM G84070012
ii

ABSTRAK
REZSA BERRI PERMANA. Aktivitas Antidiabetes Buah Ciplukan (Physalis angulata
Linn.) pada Tikus Model Diabetes Melitus Tipe-2. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan
ERNI SULISTIAWATI.

Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) merupakan penyakit degeneratif yang


banyak diderita penduduk Indonesia dengan karakteristik berkurangnya sensitivitas
insulin. Meskipun demikian, tumbuhan obat antidiabetes dengan target meningkatkan
sensitivitas insulin belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas
anti-DMT2 ekstrak etanol buah ciplukan pada tikus jantan Sprague-Dawley. Kondisi
DMT2 pada hewan model diinduksi dengan diet tinggi lemak (HFD) dan suntikan
streptozotosin (STZ) dosis rendah (35 mg/kg.bb, i.p). Tikus (n=30) dibagi ke dalam 5
kelompok; normal, DMT2, perlakuan pioglitazon, perlakuan ekstrak 0.5 g/kg.bb, dan
1.0 g/kg.bb. Analisis konsentrasi glukosa darah dilakukan dengan Glucometer, lipid
total dengan metode Chabrol&Charonnat, dan asam lemak bebas (NEFA) serum
dengan metode Elphick. Timbulnya DMT2 pada hewan model ditunjukkan oleh
kenaikan konsentrasi lipid total (113%), NEFA serum (137%), dan berat badan (21%)
akibat pemberian pakan HFD, dan naiknya glukosa darah (176%) setelah disuntik
STZ. Pengobatan kedua dosis ekstrak selama 3 minggu secara signifikan menurunkan
konsentrasi glukosa darah (54.5%), lipid total (26.5%), dan NEFA (37%) serum darah
tikus. Khasiat eksrak etanol buah ciplukan sebanding dengan pioglitazon dalam
memperbaiki kondisi DMT2 pada hewan model.

Kata kunci: ciplukan, DM Tipe 2, obesitas, pakan tinggi lemak, PPAR-γ2

ABSTRACT
REZSA BERRI PERMANA. Anti-Diabetic Activity of Ciplukan Fruits (Physalis
angulata Linn.) in Type-2 Diabetes Mellitus Animal Model. Supervised by
SULISTIYANI and ERNI SULISTIAWATI.

Type-2 Diabetes Mellitus (T2DM) is the most prevalence degenerative


disease in Indonesia which characterized by insulin insensitivity. Antidiabetic herbal
research focused on increasing insulin sensitivity, however, has not been widely
studied. The present study aims to investigate anti-T2DM activity of ciplukan fruits
ethanol extract in male Sprague-Dawley rats. The animal model was subjected to
high-fat diet (HFD) and low-dose streptozotocin (STZ, 35 mg/kg.bw, i.p) to induce
human-like T2DM. Rats (n=30) were divided into 5 groups; normal, T2DM,
pioglitazone-treated, 0.5 g/kg.bw, and 1.0 g/kg.bw fruits extract-treated group.
Analysis of blood glucose concentration was done using Glucometer, total lipid by
Chabrol&Charonnat method, and non-esterified fatty acid (NEFA) serum with
Elphick method. Incidence of T2DM in animal model was indicated by increased
total lipid (113%), NEFA levels (137%), and body weight (21%) due to HFD, and
increased blood glucose (176%) after STZ injection. Extract treatment for 3 weeks of
both doses significantly lowers blood glucose (54.5%), total lipid (26.5%), and serum
NEFA (37%) serum level. The effect of ciplukan fruits ethanol extract was
comparable to pioglitazone in improving T2DM condition in animal model.

Key words: ciplukan, high fat-diet, obesity, PPAR-γ2, Type 2 DM


iii

AKTIVITAS ANTIDIABETES BUAH CIPLUKAN (Physalis


angulata Linn.) PADA TIKUS MODEL
DIABETES MELITUS TIPE-2

REZSA BERRI PERMANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
iv
v

Judul Skripsi : Aktivitas Antidiabetes Buah Ciplukan (Physalis angulata Linn.)


pada Tikus Model Diabetes Melitus Tipe-2
Nama : Rezsa Berri Permana
NIM : G84070012

Disetujui oleh

drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D. Dr. drh. Erni Sulistiawati, SP1., APVet.
Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayat-Nyalah penulis diberi kekuatan untuk dapat menyelesaikan laporan
penelitian yang berjudul Aktivitas Antidiabetes Buah Ciplukan (Physalis angulata
Linn.) pada Tikus Model Diabetes Melitus Tipe-2. Penelitian ini memperoleh
pendanaan sebagian dari Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P)
yang berjudul yang sama dengan penulis sebagai ketua timnya. Penelitian ini telah
dilaksanakan dalam rentang waktu April 2011 sampai Februari 2012 di Laboratorium
Penelitian Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D.
selaku pembimbing utama dan Ibu Dr. drh. Erni Sulistiawati, SP1., APVet. selaku
pembimbing lapangan atas masukan dan bimbingannya selama penyusunan laporan
penelitian ini. Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua atas bimbingan dan sarannya, kepada Bapak Dimas Andrianto, Bapak
Waras Nurcholis, Bapak Syamsul Falah, Bapak I Made Artika, Bapak Edy Djauhari,
Auzi Asfarian, Fajri Prabowo, dan Mujibur Rahman atas masukannya, serta kepada
Ganep Agus, Ayu Arthuria, Fahry Irwan, Bina Pertamasari, dan Rezana Falachi atas
bantuannya selama penelitian di lapangan. Terima kasih khusus penulis sampaikan
kepada M. Fadhil Adinugroho dan keluarga atas kesediaannya untuk menampung
penulis selama menyusun laporan ini.
Penulis menyadari adanya kesalahan dalam penyusunan laporan penelitian ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat
menyempurnakan tulisan ini. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang herbal, penyakit degeneratif,
dan pengembangan hewan model laboratorium di Indonesia.

Bogor, April 2013

Rezsa Berri Permana


vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
BAHAN DAN METODE 2
Bahan dan Alat 2
Metode 2
HASIL 5
Kandungan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Ciplukan 5
Kondisi DMT2 pada Hewan Uji 6
Khasiat Ekstrak Buah Ciplukan terhadap hewan Uji 6
PEMBAHASAN 8
Kandungan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Ciplukan 8
Kondisi DMT2 pada Hewan Uji 9
Khasiat Ekstrak Buah Ciplukan terhadap hewan Uji 11
SIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 19
viii

DAFTAR TABEL
1 Kandungan gizi pakan yang digunakan pada penelitian 4
2 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol buah ciplukan 6

DAFTAR GAMBAR
1 Timeline pengambilan darah, induksi dan konfirmasi DMT2, serta masa
perlakuan 4
2 Pola berat badan dan rataan konsumsi pakan harian hewan uji selama
masa HFD-STZ 7
3 Pola glukosa darah, lipid total, dan NEFA serum hewan uji selama
masa HFD-STZ 7
4 Pola berat badan dan rataan konsumsi pakan harian hewan uji selama
masa perlakuan pengobatan 8
5 Pola glukosa darah, lipid total, dan NEFA serum hewan uji selama
masa perlakuan pengobatan 8
6 Mekanisme resistensi insulin pada jaringan otot yang diawali dengan
tingginya konsentrasi NEFA; siklus Randle dan revisi siklus Randle
oleh Shulman 10
7 Pengaruh aktivasi PPAR-γ2 terhadap masukan NEFA dan glukosa 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Buah ciplukan yang diperoleh dan perbandingan ukuran buah ciplukan


dengan bulir jagung 17
2 Buah ciplukan yang sudah dikeringkan dan simplisia 17
3 Maserat, proses pemekatan menggunakan rotary evaporator, dan hasil
pemekatan ekstrak 17
4 Tikus Sprague-Dawley jantan berumur 7 bulan dengan bobot 300 gram
dan bentuk kandang yang digunakan 18
5 Contoh perhitungan konsentrasi lipid total serum 18
6 Contoh perhitungan konsentrasi NEFA serum 18
1

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan jenis diabetes yang banyak


diderita penduduk Indonesia dengan prevalensi yang mencapai 8.6% pada tahun 2003
(Danawati 2005). DMT2 disebabkan oleh gangguan metabolisme glukosa dan lemak
akibat berkurangnya afinitas insulin dalam merespon masukan glukosa dalam darah
(Strumvoll 2005). Hingga saat ini kejadian DM selalu dikaitkan dengan faktor sosio-
kultural seperti pola konsumsi, peningkatan populasi dan usia, serta laju urbanisasi,
sementara hubungan genetik-lingkungan, yang mana berkaitan langsung dengan
masalah metabolisme, masih diperdebatkan (Hitman 2006; Ramachandran 2010).
Tanaman ciplukan (Physalis angulata Linn.) merupakan tanaman perdu yang
sering digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat terapi berbagai penyakit,
contohnya penyakit gula, flu, dan radang paru-paru, dengan memanfaatkan daun,
buah, maupun bijinya. Baedowi (1998) dan Djajanegara (2010) dalam penelitiannya
masing-masing menyatakan bahwa ekstrak daun dan buah ciplukan, secara in vitro
maupun in vivo, memiliki aktivitas antihiperglikemia terhadap sel β dan tikus model.
Hewan model yang digunakan dalam penelitian DMT2 adalah tikus Sprague-Dawley
yang diberi diet tinggi lemak (High Fat Diet, HFD) dan disuntik streptozotosin (STZ)
dosis rendah (Srinivasan 2005; Tahara 2008). Hewan model ini memiliki karakteristik
DMT2 yang mirip dengan yang terjadi pada manusia, yakni obesitas dan
hiperglikemia yang berkontribusi dalam penghambatan transduksi sinyal insulin yang
berakibat pada tingginya konsentrasi glukosa darah. Dilihat dari aktivitas antidiabetes
dan penapisan fitokimia terhadapnya, tanaman ciplukan diduga memiliki kandungan
alkaloid tiazolidinedion yang merupakan salah satu ligan atau aktivator Peroxisome
Proliferator-Activated Receptor-γ2 (PPAR-γ2).
Salah satu faktor transkripsi dalam inti sel, yakni PPAR-γ2, berperan
meregulasi ekspresi gen-gen yang berkaitan dengan pengaturan masukan glukosa dan
asam lemak bebas (non-esterified fatty acid, NEFA) dalam adiposit dengan
mekanisme metabolik yang terkait satu sama lainnya (Baker 2010; Bajaj 2007;
Gurnell 2005; Heikkinen 2009; Tschritter 2003; Zieleniak 2008). Melihat fungsinya
ini, penulis melihat PPAR-γ2 sebagai target terapi anti-DMT2 karena kemampuannya
mempengaruhi langsung dua ciri utama gejala DMT2, yakni kondisi hiperglikemia
dan penghambatan induksi sinyal insulin akibat penumpukkan NEFA (Frayn 2003).
Beberapa penelitian menggunakan hewan model DMT2 serupa (Huat Tan 2005;
Tahara 2011; Wang 2011; Zhang 2010) menunjukkan adanya respon hewan terhadap
ekstrak herbal dan pioglitazon, obat DMT2 komersil dengan kerja meningkatkan
sensitivitas isulin, berupa penurunan glukosa darah dan peningkatan sensitivitas
insulin, akibat aktivasi PPAR-γ2 oleh ligan yang dikandung tanaman herbal. Hal ini
menunjukkan bahwa hewan model yang digunakan merespon positif terhadap obat
terapi DMT2 dengan target PPAR-γ2.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dalam penelitian ini penulis bertujuan
menguji aktivitas anti-DMT2 ekstrak etanol buah ciplukan, dengan menekankan
pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi glukosa darah, lipid total, dan NEFA,
sebagai tanda perbaikan sensitivitas insulin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah tanaman herbal Indonesia melalui pembuktian potensi anti-
DMT2 ekstrak etanol buah ciplukan. Selain itu, penggunaan hewan model DMT2 dan
target terapetik anti-DMT2 pada penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan
alternatif dalam penelitian DMT2 selanjutnya.
2

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan ekstrak buah tanaman ciplukan (Physalis
angulata Linn.) sebagai perlakuan anti-DMT2. Sebanyak 4.5 kg buah ciplukan
(berwarna kuning kehijauan, diameter buah ±1.5 cm) diambil dari kebun/sawah
warga di Ciherang, Bogor. Hewan model yang digunakan adalah 30 tikus putih jantan
galur Sprague-Dawley berumur 7 bulan dengan bobot 310-360 gram (tikus
dimasukkan ke dalam kandang individual, diberi 20 gram pakan per hari, air minum
ad libitum, suhu ruang ±28OC, serta waktu terang dan gelap masing-masing selama 12
jam). Tikus diperoleh dari peternakan tikus swasta (Tikus Jaya) di Magelang.
Alat yang digunakan antara lain clinical centrifuge (rotor 20 cm), orbital
shaker, rotary evaporator, spektrofotometer UV/vis, lemari pendingin, freezer,
Glucometer & glucose strip (ACCU-CHECK®), syringe, tabung Eppendorf, pipet
mikro, pipet mohr, tabung reaksi, gelas ukur, dan labu erlenmeyer. Bahan yang
digunakan antara lain kloroform, etanol 70%, metanol 30%, H2SO4 pekat, H2SO4 2M,
NaOH 10%, amoniak, FeCl3 1%, reagen Dragendorf, reagen Wagner, reagen Meyer,
reagen Lieberman-Buchard, reagen Chabrol&Charonnat (vanilin, kalium fosfat,
standar kalium oleat, dan H2SO4 pekat), streptozotosin (STZ), reagen Elphick (asam
n-butirat, heksana, asam palmitat, bufer fosfat (pH 6.2), natrium sulfat, kalium sulfat,
asam asetat glasial, cobalt nitrat, trietanolamina, 2-nitroso-1-naftol, etanol absolut),
bufer sitrat (pH 4.4), dH2O, pioglitazon (ACTOS® 15, PT. Takeda Indonesia), pakan
tikus normal (PT. Indofeed, Bogor), dan pakan HFD.

Metode
Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi (Djajanegara 2010)
Persiapan buah ciplukan yang dilakukan meliputi pengumpulan bahan baku,
pencucian, perajangan, dan pengeringan oven. Sebanyak 4.5 kg buah ciplukan
(dipisahkan dari tudung buahnya) dikeringkan dalam oven dengan suhu 35OC selama
3 hari. Buah yang sudah kering selanjutnya digiling menggunakan homogenizer
hingga diperoleh bentuk serbuk/simplisia sebanyak 255 gram. Ekstraksi dilakukan
menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Maserasi dilakukan
dengan merendam simplisia kedalam pelarut dengan perbandingan 1:10 (100 gram
simplisia dalam 1 liter pelarut) di atas orbital shaker (putaran 200 rpm) selama dua
malam pada suhu kamar sehingga diperoleh maserat buah ciplukan, setelah
dipisahkan dari endapan simplisianya. Maserat kemudian dipekatkan menggunakan
rotary evaporator.
Ekstrak pekat, sebanyak 103.22 gram berbentuk pasta berwarna cokelat
kehitaman, kemudian disimpan dalam lemari pendingin. Sebelum diberikan pada
tikus, stok ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/mL dibuat dengan melarutkan 50.4
gram ekstrak pekat ke dalam 126 mL akuades hangat.
Analisis Kualitatif Fitokimia (Harbone 1984)
Uji Flavonoid dan Hidrokuinon. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 5
mL metanol 30% kemudian dipanaskan selama 5 menit dan dipisahkan filtrat dari
larutannya. Ke dalam filtrat ditambahkan 5 tetes NaOH 10% atau H2SO4 pekat.
Terbentuknya warna merah setelah diberi NaOH 10% menandakan adanya flavonoid
pada sampel, sedangkan warna merah setelah diberi H2SO4 pekat menandakan adanya
hidrokuinon.
3

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 10 mL kloroform dan


3 tetes amoniak. Filtrat dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4 2 M. Lapisan asam
yang tidak berwarna (atas) diuji dengan pereaksi Meyer, Dragendorf, dan Wagner.
Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih (dengan pereaksi
Meyer), endapan merah (dengan pereaksi Dragendorf), dan endapan coklat (dengan
pereaksi Wagner).
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan air sebanyak 5 mL dan
dipanaskan selama 5 menit, setelah itu didinginkan dan dikocok kuat. Adanya
saponin ditandai dengan timbulnya busa setinggi ±1 cm yang stabil selama ±10 menit.
Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 5
mL akuades dan dipanaskan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat ditambahkan FeCl3
1% sebanyak 5 tetes. Adanya tanin ditandai dengan terbentuknya warna hijau
kebiruan.
Uji Terpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 5 mL
etanol 30%, kemudian dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan dan ditambahkan
reagen Lieberman-Burchard (asam asetat anhidrat:H2SO4 pekat = 1:3). Warna
merah/ungu menunjukkan adanya terpenoid, sedangkan warna hijau/biru
menunjukkan adanya steroid.
Rancangan Percobaan
Tikus dibagi ke dalam 5 kelompok (masing-masing dengan n=6); kelompok
normal (norm), kelompok kontrol DMT2 (DMT2), kelompok yang diberi pengobatan
pioglitazon (pio), kelompok dengan pengobatan ekstrak etanol 70% buah ciplukan
dosis 0.5 gram/kg.bb (X0.5), dan kelompok dengan pengobatan dosis 1 gram/kg.bb
(X1.0). Jumlah sampel per kelompok yang digunakan dihitung berdasarkan rumus
Frederer:
(𝑛𝑛 − 1)(𝑡𝑡 − 1) ≥ 15 Keterangan:
(5 − 1)(𝑡𝑡 − 1) ≥ 15 n = jumlah perlakuan
𝑡𝑡 ≥ 5 t = jumlah sampel
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah berat badan, konsentrasi
glukosa darah, lipid total, dan NEFA serum. Analisis statistika ANOVA yang
dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey-Kramer dilakukan terhadap keempat
parameter (α = 0.05)
Pembuatan Hewan Model DMT2 (Srinivasan 2005; Tahara 2008)
Persiapan Steptozotosin. Bufer sitrat (pH 4.5, disimpan pada suhu 4OC)
dibuat dari campuran larutan natrium sitrat 0.1M dan asam sitrat 0.1M dengan
perbandingan 1:1. Larutan stok campuran STZ-bufer sitrat dibuat dengan konsentrasi
15 mg/mL. Pencampuran STZ-bufer sitrat dilakukan sebelum injeksi untuk
menghindari degradasi STZ pada 15-20 menit dalam larutan bufer.
Induksi DMT2. Diet tinggi lemak (HFD) dilakukan saat bobot tikus
mencapai 310-360 gram pada usia 29 minggu. Pakan HFD (Tabel 1) diberikan pada
tikus (kelompok DMT2, pio, X0.5, dan kelompok X1.0) selama 14 minggu hingga usia
tikus 43 minggu (Gambar 1). Setelah 14 minggu, HFD dihentikan, kemudian tikus
dipersiapkan untuk disuntik STZ dosis rendah (35 mg/kg.bb dalam larutan bufer sitrat
pH 4.5). Penyuntikan STZ dilakukan secara intraperitonial pada kelompok yang pada
tahap sebelumnya diberi pakan HFD. Untuk kelompok normal, induksi digantikan
dengan larutan bufer sitrat (pH 4.5) dengan dosis 2.33 mL/kg.bb. Sebelum dilakukan
perlakuan pengobatan terhadap hewan model, kondisi DMT2 dikonfirmasi terlebih
dahulu.
4

Tabel 1 Kandungan gizi pakan yang digunakan pada penelitian


Pakan Normal Pakan HFD
Konten (dalam %) Pakan HFD
(INDOFEED) (Tahara 2008)
Karbohidrat 87 76 70
Protein 10 10 20
Lemak 2 14 10
Kolesterol sedikit 0.1 sedikit
Vitamin, mineral,
sedikit sedikit sedikit
dll.
Ditunjukan dalam %, per gram total pakan

Gambar 1 Timeline pengambilan darah, induksi dan konfirmasi DMT2, serta


masa perlakuan

Perlakuan terhadap Hewan Uji


Pengobatan terhadap kondisi DMT2 pada hewan uji dilakukan selama 3
minggu (minggu ke-45 sampai ke-49) secara peroral menggunakan syringe berujung
tumpul/sonde. Dosis pioglitazon yang diberikan pada kelompok pio adalah sebesar
2.4 mg/kg.bb. Dosis ekstrak etanol buah ciplukan yang digunakan untuk kelompok
X0.5 dan X1.0 masing-masing sebesar 0.5 gram/kg.bb dan 1 gram/kg.bb. Kelompok
normal dan kontrol DMT2 diberikan blanko berupa akuades dengan dosis 2.5
mL/kg.bb.
Analisis Sampel Darah
Prosedur Pengambilan Darah dan Eutanasi (Hau 2003). Prosedur
pengambilan darah dilakukan dengan 2 cara. Prosedur pertama adalah pengambilan
darah secara cepat mengunakan penusukan jarum melalui pembuluh darah muskular
untuk memperoleh 1-2 tetes darah untuk pengujian glukosa darah. Prosedur kedua
diawali dengan pemberian anestesi (campuran ketamin-xilazin) dengan dosis rerata
1.6 mL (terdiri atas 1.0 mL ketamin dan 0.6 mL xilazin) yang dilakukan secara
intramuskular. Setelah tidak sadar, darah diambil melalui pembuluh darah ekor.
Sebelum dilakukan prosedur pengambilan darah, tikus dipuasakan terlebih dahulu
selama setidaknya 10 jam.
Pengambilan darah terakhir dilakukan bersamaan dengan eutanasi. Eutanasi
dilakukan dengan cara memberikan anestesi xilazin dengan dosis berlebih. Setelah
dinyatakan mati, darah diambil dari pembuluh darah ekor.
Analisis Glukosa Darah. Konsentrasi glukosa darah diukur dengan cepat
menggunakan Glucose Strip Test (Atkin 1991) ACCU-CHECK® Active. Sebanyak
5

satu tetes sampel darah diteteskan pada kertas glucose strip, kemudian dibaca pada
alat ukur Glucometer.
Analisis Lipid Total Serum. Konsentrasi lipid total serum diukur
menggunakan metode Sulfo-Fosfo-Vanilin Chabrol&Charonnat (Knight 1972; Lu
2008; van Handel 1985). Sebanyak 10 μL serum dimasukkan ke dalam tabung reaksi
(kurva standar dibuat dengan standar asam oleat dengan konsentrasi masing-masing
1.25, 2.5, 4, 5, 8, dan 10 mg/mL). Ke dalam tabung kemudian ditambahkan H2SO4
pekat sebanyak 1 mL lalu diaduk hingga bercampur. Setelah tercampur, tabung
dipanaskan pada 100OC selama 20 menit pada waterbath, kemudian didinginkan
dalam air dingin selama 5 menit. Reagen Chabrol & Charonnat (yang berisi vanilin
dan kalium fosfat) sebanyak 2 mL ditambahkan ke dalam tabung sambil diaduk
dalam air dingin, kemudian sampel diinkubasi selama 30 menit. Warna ungu/merah
ceri yang terbentuk (stabil selama 60 menit) dibaca pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang 525 nm.
Analisis NEFA serum. Konsentrasi NEFA diukur menggunakan modifikasi
metode Duncombe-Novak-Dole, yakni metode Elphick (Elphick 1968). Ke dalam
tabung dimasukkan 1 mL kloroform (1 mL larutan standar palmitat dengan
konsentrasi 1.25, 2.5, 4, 5, 8, dan 10 mg/mL untuk membuat kurva standar). Bufer
fosfat sebanyak 0.3 mL dipipet ke dalam tabung, diikuti dengan 50 μL sampel serum
ke dalam tabung sampel dan dH2O dengan volume sama ke tabung blanko dan
standar. Seluruh tabung kemudian dikocok selama 90 detik, kemudian disentrifugasi
(pada 2 000 g selama 15 menit) sehingga terpisah menjadi dua fase (fase air di atas
dan fase kloroform di bawahnya).
Fase air dikeluarkan menggunakan pipet tanpa mengganggu fase kloroform di
bawahnya. Ke dalam fase kloroform ditambahkan 1 mL campuran heksana-asam
butirat, kemudian dikocok perlahan hingga homogen. Sebanyak 0.3 mL natrium
sulfat jenuh ditambahkan dan dikocok hingga bercampur, kemudian disentrifugasi
(pada 2 000 g selama 15 menit) hingga terpisah menjadi dua fase (fase kloroform-
heksana di atas dan fase air di bawahnya).
Fase kloroform/heksana dipindahkan ke tabung lain dengan bagian fase air
tidak turut terbawa dengannya. Ke dalam fase kloroform-heksana ditambahkan 1.0
mL reagen kobalt, kemudian tabungnya ditutup dengan rapat. Tabung kemudian
diinginkan dalam air dingin, dikocok selama tiga menit, setelah itu disentrifugasi
selama 15 menit pada 2 000 g. Lapisan teratas kemudian dipidahkan secara hati-hati
agar tidak ada reagen kobalt yang terbuang, kemudian ditambahkan indikator kobalt
sebanyak 0.05 mL. Warna biru-keunguan akan terbentuk pada menit ke-30, kemudian
menggunakan spektrofotometer UV/vis, blanko, standar, dan sampel tersebut dibaca
pada 527 nm.

HASIL
Kandungan Fitokimia Buah Ciplukan dalam Pelarut Etanol 70%
Ekstraksi maserasi buah ciplukan dalam pelarut etanol 70% selama 48 jam
pada suhu kamar menghasilkan rendemen sebesar 41%. Hasil penapisan fitokimia
(Tabel 2) menunjukkan adanya kandungan metabolit sekunder alkaloid (positif pada
uji Dragendorf, Meyer, dan Wagner), flavonoid, dan saponin pada ekstrak etanol
buah ciplukan. Kandungan terpenoid, fenolik hidrokuinon, steroid, dan tanin tidak
terdeteksi dalam ekstrak pada percobaan ini. Hasil ini sesuai dengan laporan
penapisan fitokimia metabolit sekunder oleh Djajanegara (2010).
6

Tabel 2 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol buah ciplukan


Hasil Penapisan
Metabolit Sekunder Hasil Penapisan
(Djajanegara 2010)
Flavonoid + +
Hidrokuinon - -
Alkaloid + +
Steroid - -
Terpenoid - +
Tanin - -
Saponin + +
Ket: “+” terdeteksi, “-” tidak terdeteksi

Kondisi DMT2 pada Hewan Uji


Pemberian pakan HFD selama 14 minggu kepada hewan uji dilakukan untuk
memperoleh kondisi pre-DMT2 yang ditandai dengan peningkatan bobot badan,
konsentrasi glukosa darah, lipid total, dan NEFA serum. Pada hewan coba terlihat
adanya kenaikan berat badan sebesar 21% (Gambar 2, p<0.05), namun tidak ada
perubahan konsumsi pakan selama masa induksi HFD (p>0.05). Glukosa darah
(Gambar 3a) tidak mengalami peningkatan seperti yang diharapkan (p>0.05),
sementara lipid (Gambar 3b) dan NEFA serum (Gambar 3c) naik signifikan masing-
masing sebesar 113% dan 137%. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan parameter
fisik dan biokimiawi pada hewan uji disebabkan oleh komposisi pakan HFD yang
tinggi kandungan lemaknya. Selain itu, perpanjangan masa HFD diasumsikan belum
dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah hewan uji ke kondisi hiperglikemia,
yakni di atas 200 mg/dL. Dari hasil yang diperoleh, hewan uji pada tahap ini belum
sepenuhnya menunjukkan gejala DMT2 yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
penelitian ini kondisi tersebut diinduksi lebih lanjut dengan induksi STZ dosis rendah
(35 mg/kg.bb).
Suntikan tunggal STZ dosis rendah terbukti meningkatkan glukosa darah
(p<0.05 terhadap masa sebelum induksi) hewan uji sebesar 176%. Tidak terdapat
perubahan signifikan pada bobot badan, namun terlihat peningkatan signifikan pada
konsumsi pakan (8%) selama satu minggu setelah induksi STZ. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, dapat dinyatakan bahwa pemberian pakan HFD selama 14 minggu
yang dilanjutkan dengan STZ dosis rendah dapat memunculkan kondisi DMT2 pada
hewan uji, yang mana kejadiannya diawali dengan obesitas (berat badan berlebih)
yang diikuti dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah, lipid total, dan NEFA
serum yang merupakan gejala penurunan sensitivitas insulin.

Khasiat Ekstrak Buah Ciplukan terhadap Hewan Uji


Data berat badan (Gambar 4a) pada minggu ke-49 (akhir masa perlakuan)
menunjukkan adanya penurunan dengan kisaran 13-21% yang terjadi pada seluruh
kelompok (p<0.05 terhadap kelompok masing-masing pada masa awal perlakuan).
Kondisi ini diikuti dengan penurunan konsumsi pakan (Gambar 4b) dengan kisaran 8-
19% pada seluruh kelompok (p<0.05). Hasil ini mengindikasikan bahwa penurunan
berat badan hewan uji tidak disebabkan oleh perlakuan ekstrak etanol buah ciplukan,
melainkan hanya pengaruh dari penurunan konsumsi pakan selama masa perlakuan.
Pengobatan ekstrak etanol buah ciplukan selama 3 minggu (minggu ke-45
sampai ke-49) terhadap hewan model DMT2 dengan dosis 0.5 gram/kg.bb (kelompok
X0.5) dan 1.0 gram/kg.bb (kelompok X1.0) terbukti menurunkan konsentrasi glukosa
darah (Gambar 5a) masing-masing sebesar 49% (p<0.05) dan 60% (p<0.05) dari
7

masa awal perlakuan (p>0.05). Pada kelompok pengobatan pioglitazon (kelompok


pio) terlihat adanya penurunan signifikan sebesar 72%, yang mana penurunan
tersebut tidak berbeda nyata dengan kelompok X0.5 dan X1.0. Kondisi glukosa darah
kelompok kontrol DMT2 (kelompok DMT2) tidak mengalami perubahan signifikan
(walau terlihat kenaikan sebesar 32%, dengan selisih sebesar 109%, 150%, dan 220%
terhadap kelompok X0.5, X1.0 dan pio) selama masa perlakuan. Hal ini
mengindikasikan bahwa selama masa perlakuan, penurunan glukosa darah hanya
dipengaruhi oleh pemberian pengobatan pada hewan uji.
Perlakuan pengobatan ekstrak juga terlihat menurunkan lipid serum (Gambar
5b) kelompok X0.5 dan kelompok X1.0 masing-masing sebesar 29% dan 24% (p<0.05),
sementara pada kelompok pio juga terlihat penurunan signifikan sebesar 33%.
Penurunan yang terjadi antar kelompok perlakuan ekstrak dan antara kedua kelompok
ekstrak dengan kelompok pio tidak berbeda nyata. Kenaikan tidak signifikan (sebesar
9%) terlihat pada kelompok DMT2. Perbedaan hasil kelompok DMT2 terhadap X0.5,
X1.0 dan pio masing-masing sebesar 50%, 45%, dan 60%.
NEFA serum (Gambar 5c) turun signifikan pada kedua kelompok perlakuan
ekstrak, masing-masing sebesar 38% dan 36%, yang mana penurunan ini tidak
berbeda nyata satu sama lainnya. Penurunan juga terlihat pada kelompok pio, yakni
sebesar 60% (p<0.05). Penurunan ini berbeda nyata dengan kedua kelompok
perlakuan ekstrak. Pada kelompok DMT2 terlihat penurunan tidak signifikan sebesar
21%. Selisih hasil pada kelompok DMT2 terhadap X0.5, X1.0 dan pio masing-masing
sebesar 34%, 33%, dan 82%.
Profil biokimia kelompok DMT2 tidak mengalami perubahan signifikan
selama masa perlakuan pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa hewan model
DMT2 yang digunakan tetap mengalami kondisi DMT2 yang dikembangkan
sebelumnya walaupun tidak diberi perlakuan pengobatan, sehingga hasil pada
kelompok perlakuan pengobatan tidak bias.

(a) 450.00 (b) 20.000


Berat badan (gram)

Rataan Konsumsi Pakan

425.00 19.000
400.00
Harian (gram)

18.000
375.00
350.00 17.000
325.00 16.000
300.00 15.000
28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46
Usia (minggu) Usia (minggu)
Gambar 2 Pola berat badan (a) dan rataan konsumsi pakan harian (b) hewan uji selama
masa HFD-STZ (ket: ♦ norm, ■ DMT2, ▲ pio, × X0.5, *X1.0)
(a) 400.00 (b) 9.000 (c) 7.000
Lipid Total Serum (mg/mL)

360.00
Glukosa Darah (mg/dL)

NEFA Serum (mg/mL)

8.000 6.000
320.00
280.00 7.000 5.000
240.00 6.000
200.00 4.000
5.000
160.00 3.000
120.00 4.000
80.00 3.000 2.000
21 25 29 33 37 41 45 21 25 29 33 37 41 45 21 25 29 33 37 41 45
Usia (minggu) Usia (minggu) Usia (minggu)
Gambar 3 Pola glukosa darah (a), lipid total (b), dan NEFA serum (c) hewan uji selama
masa HFD-STZ (ket: ♦ norm, ■ DMT2, ▲ pio, × X0.5, *X1.0)
8

(a) (b) 20.000


450.00

Rataan Konsumsi Pakan


Berat Badan (gram) 19.000

Harian (gram)
400.00 18.000
17.000
350.00
16.000
300.00 15.000
44 45 46 47 48 49 50 44 45 46 47 48 49 50
Usia (minggu) Usia (minggu)

Gambar 4 Pola berat badan (a) dan rataan konsumsi pakan harian (b) hewan uji selama
masa perlakuan pengobatan (ket: ♦ norm, ■ DMT2, ▲ pio, × X0.5, *X1.0)

(a) 450.00 (b) 9.000 (c) 7.000


Glukosa Darah (mg/dL)

NEFA Serum (mg/mL)


Lipid Total serum (mg/mL)

350.00
8.000 6.000
7.000 5.000
250.00 6.000
5.000 4.000
150.00
4.000 3.000
50.00 3.000 2.000
44 45 46 47 48 49 50 42 43 44 45 46 47 48 49 50 42 43 44 45 46 47 48 49 50

Usia (minggu) Usia (minggu) Usia (minggu)


Gambar 5 Pola glukosa darah (a), lipid total (b), dan NEFA serum (c) hewan uji selama
masa perlakuan pengobatan (ket: ♦ norm, ■ DMT2, ▲ pio, × X0.5, *X1.0)

PEMBAHASAN
Penggunaan hewan model untuk penelitian in vivo dalam bidang sindrom
metabolik, khususnya DM, telah digunakan secara luas dengan jenis dan karakteristik
yang beragam. Agar dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya, hewan model
yang digunakan harus dapat menirukan kondisi yang menyerupai dengan yang terjadi
pada tubuh manusia. Pada kasus ini, hewan model yang digunakan diharapkan
memiliki kemiripan kondisi DMT2 pada manusia, baik dari segi patofisiologi
(kejadian penyakit), kondisi fisik dan klinis selama pengembangan penyakit, serta
respon biokimiawinya terhadap pengobatan yang diberikan.

Kandungan Fitokimia Buah Ciplukan dalam Pelarut Etanol 70%


Penapisan fitokimia yang dilakukan pada percobaan ini membuktikan adanya
kandungan senyawa alkaloid pada ekstrak etanol 70% buah ciplukan. Senyawa
alkaloid ini diyakini berperan dalam memperbaiki kondisi DMT2 pada hewan model
melalui mekanisme yang bergantung pada PPAR seperti diusulkan pada percobaan ini.
Beberapa studi in vivo lain mengenai senyawa aktif dalam buah ciplukan telah
menunjukkan adanya perbaikan beberapa kondisi klinis pada hewan uji, khususnya
penurunan glukosa darah. Kandungan alkaloid, polifenol, dan flavonoid lain pada
buah ini dilaporkan berperan terhadap aktivitas antihiperglikemia yang dilakukan
melalui pemberian ekstrak air dan etanol buah dan daun ciplukan terhadap hewan uji
(Sediarso 2008; Sutjiatmo 2011a, 2011b) sehingga perlu dilakukan studi lanjut
dengan menggunakan fraksi ekstrak dari masing-masing metabolit sekunder pada
9

tanaman ciplukan untuk mengetahui secara pasti kandungan mana yang berperan
dalam aktivitas antihiperglikemia tersebut.
Ekstrak etanol 70% buah ciplukan dinyatakan toksik terhadap larva udang
(brine shrimp) karena memiliki LC50 lebih kecil dari 1 000 μg/mL, yakni hanya
sebesar 39.63 μg/mL. Oleh karena itu, dosis yang digunakan pada percobaan ini tidak
dapat melebihi 5.0 gram/kg.bb (Baedowi 1998).

Kondisi DMT2 pada Hewan Uji


Data pengamatan terhadap pengembangan kondisi prediabetes pada tikus
jantan Sprague-Dawley berumur 7 bulan yang diberi HFD selama 14 minggu
menunjukkan peningkatan signifikan pada lipid total, NEFA serum, serta parameter
fisik bobot badan, namun tidak disertai peningkatan konsentrasi glukosa darah.
Prediabetes yang induksi oleh HFD pada percobaan ini dapat dinyatakan berhasil. Hal
ini sesuai dengan kondisi yang dinyatakan Randle et al. (1963) dan Shulman et al.
(1990); kondisi metabolisme gula dan lipid yang tidak sensitif terhadap insulin (atau
resistensi insulin) umum diawali dengan tingginya konsentrasi NEFA (produk
oksidasi lemak berupa asetil-KoA) darah.
Randle (1963), melalui pemaparan siklus Randle (Gambar 6), berpendapat
bahwa oksidasi asam lemak berlebih dapat menghambat oksidasi glukosa melalui
penghambatan beberapa enzim kunci pada glikolisis di sel otot. Penumpukan kadar
asetil-KoA, produk oksidasi asam lemak, dapat menginaktivasi piruvat dehidrogenase,
meningkatkan rasio NADH/NAD+ yang menyebabkan perlambatan pada siklus Krebs,
dan menyebabkan penumpukkan asam sitrat yang merupakan inhibitor bagi
fosfofruktokinase; enzim utama pada awal tahap glikolisis. Penghambatan pada tahap
awal glikolisis ini menyebabkan penumpukkan glukosa-6-fosfat yang menghambat
kerja heksokinase II. Penghambatan fosforilasi glukosa oleh heksokinase II
berdampak pada bertambah banyaknya glukosa bebas intraseluler, yang mana akan
menghambat kerja transporter GLUT-4 sehingga sintesis glikogen juga akan
terhambat. Pemaparan kronis terhadap oksidasi asam lemak menyebabkan respon
tubuh untuk meningkatkan sekresi insulin lebih banyak dari keadaan normal, baik
pada fase 2-3 jam setelah makan, maupun dalam kondisi puasa, yang menyebabkan
kondisi hiperinsulinemia. Walaupun dengan banyaknya insulin yang disekresikan, sel
tidak dapat merespon terhadap tingginya kadar glukosa intraseluler akibat hambatan
influks glukosa sehingga seluruh reaksi metabolik yang bergantung pada insulin tidak
mampu merespon terhadapnya. Hal inilah yang disebut sebagai insensitivitas atau
resistensi insulin.
Shulman et al. (1990) merevisi dan menambahkan siklus tersebut dengan
berpendapat bahwa, produk oksidasi asam lemak, berupa asil-KoA dan diasilgliserol,
menyebabkan aktivasi protein kinase Cθ yang mengarah pada penurunan aktivitas
fosfatidilinositol-3 kinase (PI-3 kinase) akibat aktivasi fosforilasi situs serin/treonin
pada substrat reseptor insulin-1 (Insulin Receptor Substrate-1, IRS-1) dan inhibisi
fosforilasi situs tirosin pada IRS-1. Penghambatan PI-3 kinase akan menghambat
kerja GLUT-4 dalam mentranspor glukosa intraseluler. Penghambatan sinyal insulin
ini menyebabkan terganggunya reaksi-reaksi metabolisme lain di hulu yang
bergantung pada sinyal insulin, yang mana pada pemaparan ini juga dijelaskan bahwa
kondisi hiperinsulinemia tetap terjadi dan dapat dijelaskan dengan pernyataan Randle
sebelumnya (de Fea 1997; Faergeman 1997; Kovacs 2005; Ravichandran 2001).
10

Gambar 6 Mekanisme resistensi insulin pada jaringan otot yang diawali dengan
tingginya konsentrasi NEFA; siklus Randle (atas) dan revisi siklus
Randle (bawah) oleh Shulman (Kovacs 2005)

Tingginya oksidasi asam lemak, yang berarti penumpukan asetil-KoA seluler,


mengarah pada insensitivitas metabolisme glukosa dan lipid terhadap insulin pada sel
otot dan sel hati (Kovacs 2005; Shulman 1990). Dengan merujuk korelasi positif
antara NEFA dan resistensi insulin, parameter konsentrasi NEFA dapat digunakan
untuk menjelaskan kondisi resistensi insulin, sebagai pengganti parameter konsentrasi
insulin yang tidak diperoleh pada percobaan ini. Dengan demikian, merujuk data
parameter biokimiawi dan fisik, kondisi pradiabetes pada percobaan ini positif dapat
dianalogikan dengan kondisi pradiabetes yang terjadi pada manusia.
Percobaan yang dilakukan oleh Srinivasan et al. (2005) membuktikan bahwa
penggunaan pakan HFD dengan persentase lipid yang lebih tinggi (yakni 50%)
selama dua minggu dapat memicu kondisi resistensi insulin, yakni hiperlipidemia,
serta hiperinsulinemia yang mana banyaknya konsentrasi insulin yang disekresikan
tidak mampu merespon terhadap kondisi hiperglikemia yang terjadi. Selain itu,
Tahara (2008, 2011), dalam percobaannya menggunakan pakan dengan persentase
lipid yang lebih rendah (10%), melaporkan bahwa induksi HFD selama 5 minggu
menunjukkan hasil yang serupa dengan Srinivasan. Dengan deduksi dari kedua
percobaan tersebut, dapat diasumsikan bahwa pada tikus yang digunakan pada
percobaan ini terjadi hal yang serupa (merujuk waktu induksi HFD yang lebih lama
dari keduanya dengan konsentrasi lipid pakan yang lebih sedikit dari Srinivasan dan
sedikit lebih banyak dari formula Tahara), walau tidak diikuti dengan kondisi
11

hiperglikemia seperti yang dilaporkan peneliti lain (Reed 2000; Tahara 2008; Willett
2002; Winzell 2004; Zhang 2008).
Ishii et al. (2010) dalam penelitiannya, menggunakan tikus Diabetes Spontan
Torii (Spontaneous Diabetic Torii) yang diinduksi pakan tinggi lemak (35%),
melaporkan bahwa pemberian pakan HFD selama 8 minggu tidak memberikan
perubahan yang berarti pada kadar glukosa darah puasa tikus percobaannya, namun
keadaan tersebut diikuti dengan tetap terjadinya peningkatan yang signifikan pada
bobot badan, insulin, dan perubahan pada profil lipid (peningkatan pada trigliserida,
total kolesterol dan leptin, serta penurunan pada konsentrasi adiponektin).
Berdasarkan perubahan pada parameter tersebut, Ishii tetap menyimpulkan bahwa
kondisi obesitas dan resistensi insulin tetap terjadi. Ishii menyatakan, tidak
terbentuknya kondisi hiperglikemia pada hewan uji tetap membentuk kondisi
toleransi terhadap glukosa, atau resistensi insulin, yang ditandai dengan tingginya
tingkat sekresi insulin. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut lagi mengenai kejadian
yang menurutnya dapat terjadi pada jenis tikus lain dengan perlakuan yang sama.
Tidak terbentuknya kondisi hiperglikemia pada tikus dengan pakan HFD pada
percobaan ini tidak dapat dijelaskan melalui siklus Randle dan belum ada yang
melaporkan penyebab pasti kejadian tersebut. Selain itu, melihat regresi grafik
glukosa darah hewan uji, perpanjangan masa HFD diasumsikan tidak akan
memunculkan kondisi hiperglikemia, sehingga, sesuai prosedur yang diusulkan
Srinivasan, kondisi tersebut diinduksi menggunakan STZ.
Induksi STZ dosis rendah (35 mg/kg.bb, i.p) pada tikus yang sebelumnya
diberi HFD selama 14 minggu menyebabkan peningkatan yang signifikan pada
konsentrasi glukosa darah. Hasil ini serupa dengan hasil yang diperoleh pada studi
Srinivasan et al. (2005). Berbeda dengan penggunaan dosis tinggi STZ pada
penelitian DM umumnya, dosis rendah ini tidak bertujuan meniadakan sekresi insulin
dengan cara destruksi sel beta pankreas secara permanen (Akbarzadeh 2007),
melainkan hanya untuk memicu kondisi hiperglikemia dengan memunculkan
kerusakan reversibel sel beta pankreas sehingga insulin masih tetap dapat
disekresikan dan sel beta dapat dipulihkan. Terkait dengan kondisi resistensi insulin
yang telah dibentuk sebelumnya, induksi STZ dosis rendah, yang seharusnya tidak
dapat memicu kondisi hiperglikemia pada tikus yang tidak diberi pakan HFD
(Srinivasan 2005), terbukti dapat memicu hiperglikemia sehingga dapat melengkapi
gejala DMT2 pada hewan model yang menyerupai kejadian DMT2 pada manusia.

Khasiat Ekstrak Buah Ciplukan terhadap Hewan Uji


Pengobatan dengan ekstrak etanol 70% buah ciplukan (baik pada dosis 0.5
gram/kg.bb maupun 1 gram/kg.bb) terhadap hewan model DMT2 menunjukkan
adanya perbaikan kondisi DMT2 yang ditandai dengan penurunan konsentrasi
glukosa, lipid total, dan serum NEFA pada minggu ke-3 pengobatan. Hasil kedua
dosis ekstrak ini juga tidak berbeda jauh dengan kelompok kontrol pengobatan
pioglitazon ACTOS®, yang merupakan obat komersil, sehingga dapat dinyatakan
bahwa pengobatan menggunakan kedua dosis ekstrak etanol buah ciplukan memiliki
aktivitas anti-DMT2 yang sebanding dengan obat komersil.
Berdasarkan ketiga data biokimiawi yang ditunjukkan, ada dua poin yang
dapat diusulkan terkait mekanisme peningkatan sensitivitas insulin oleh ekstrak buah
ciplukan pada penelitian ini (Gambar 7). Pertama, penurunan konsentrasi lipid total
dan serum NEFA. Sesuai dengan mekanisme yang diusulkan, yakni regulasi masukan
NEFA (Bays 2004; Gurnell 2005; Jeninga 2009), terlihat bahwa pengobatan dengan
kedua dosis ekstrak ini secara positif meregulasi konsentrasi NEFA dari kondisi
12

tinggi pada fase DMT2 ke angka kisaran mendekati normal. Kandungan senyawa
aktif ekstrak etanol 70% buah ciplukan diasumsikan memicu peningkatan aktivitas
CD36 (protein integral scavenger NEFA) dan FATP (Fatty Acid Transport Protein),
sehingga terjadi inisiasi transpor NEFA intraseluler ke dalam adiposit. Turunnya
konsentrasi NEFA akan mengembalikan rasio NADH/NAD+ ke kondisi normal.
Perbaikan pada kedua parameter ini dapat memperbaiki kondisi diabetes dengan jalan
normalisasi fosforilasi situs serin/treonindan tirosin pada IRS-1 sehingga sinyal
insulin tidak lagi terhambat (pembalikan dari kejadian DMT2 yang dipaparkan oleh
Shulman et al.). Selain itu, normalisasi rasio NADH/NAD+ akan memperbaiki laju
reaksi pada glikolisis dan silkus Krebs dengan jalan mengurangi penumpukkan asam
sitrat, yang merupakan inhibitor fosfofruktokinase, sehingga memperlancar reaksi
metabolisme glukosa ke arah hilir (Bays 2004; Gurnell 2005).
Kedua adalah penurunan konsentrasi glukosa darah. Merujuk mekanisme
yang diusulkan di atas, penurunan konsentrasi glukosa juga diduga terjadi akibat
peningkatan aktivitas GLUT4 dan fosfoenolpiruvat karboksikinase. Peningkatan
aktivitas GLUT4, yang diikuti dengan perbaikan transduksi sinyal insulin pada IRS-1,
menyebabkan tingginya laju asupan glukosa ke dalam sel. Di dalam sel, khususnya
adiposit, terjadi inisiasi gliserogenesis akibat aktivasi fosfoenolpiruvat karboksikinase
(PEPCK) sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel diubah menjadi gliserol (Bays
2004; Gurnell 2005). Tahap akhir dari perbaikan kondisi DMT2 diduga terjadi akibat
aktivasi gliserol kinase oleh senyawa aktif pada ekstrak ciplukan. Aktivasi gliserol
kinase memicu lipogenesis, yakni pembentukkan trigliserida dari asam lemak yang
dijerap pada poin pertama dan gliserol hasil konversi glukosa pada poin pertama.
Produk akhir dari perbaikan kondisi DMT2 ini adalah adipogenesis, penyusunan
kembali badan lipid, yang diduga merupakan hasil pemecahan badan lipid viskeral
dan penyusunannya kembali dalam bentuk badan lipid subkutan. Kondisi terakhir ini
diduga terjadi pada penelitian ini, yang mana ditunjukkan dengan penurunan
konsentrasi lipid total yang tidak mencapai angka normal dan penurunan berat badan
yang bukan disebabkan oleh pengobatan ekstrak.

Gambar 7 Pengaruh aktivasi PPAR-γ2 (ditandai dengan “*”) terhadap masukan


NEFA dan glukosa (Gurnell 2005)
13

SIMPULAN

Pemberian pengobatan anti-DMT2 berupa ekstrak etanol 70% buah ciplukan


dengan dosis 0.5 gram/kg.bb dan 1.0 gram/kg.bb secara peroral pada tikus model
DMT2 menunjukkan perbaikan sensitivitas insulin yang ditandai dengan menurunnya
konsentrasi glukosa, total lipid, dan NEFA (p<0.05). Hasil tersebut menyerupai
dengan hasil yang diberikan oleh kelompok pengobatan pioglitazon. Selain itu, tidak
ditemukan adanya perbedaan (p>0.05) dari hasil yang diberikan antarkedua perlakuan
ekstrak, baik dari konsentrasi glukosa, serum total lipid, maupun serum NEFA. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa efek pengobatan kedua dosis ekstrak etanol
buah ciplukan sebanding dengan pioglitazon dalam memperbaiki kondisi DMT2 pada
hewan model.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa hewan model DMT2 yang
dikembangkan dengan pemberian pakan HFD dan induksi STZ dosis rendah dapat
memunculkan kondisi klinis DMT2 yang serupa dengan yang terjadi pada manusia,
serta merespon positif terhadap pengobatan DMT2 dengan target PAPR-γ2.

DAFTAR PUSTAKA
Akbarzadeh A, et al. 2007. Induction of diabetes by streptozotocin in rats. Indian
Journal of Clinical Biochemistry 22:60-64.
Atkin SH, Dasmahapatra A, Jaker MA, Chorost MI, Reddy S. 1991. Fingerstick
glucose determination in shock. Ann. Int. Med. 114:1020-1024.
Baedowi. 1998. Timbunan Glikogen dalam Hepatosit dan Kegiatan Sel Beta
Insula Pancreatisi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Akibat Pemberian
Ekstrak Daun Ciplukan, Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan
Tinggi di Indonesia IX. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Baker AD, et al. 2010. PPARγ regulates the expression of cholesterol metabolism
genes in alveolar macrophages. Biochemical and Biophysical Research
Communications 393:682-687.
Bajaj M, et al. 2007. Effects of peroxisome proliferator-activated receptor
(PPAR)-α and PPAR-γ agonist on glucose and lipid metabolism in patients
with type 2 diabetes mellitus. Deiabetologia 50:1723-1731.
Bays H, Mandarino L, DeFronzo RA. 2004. Role of the adipocyte, free fatty acids,
and ectopic fat in pathogenesis of type 2 diabetes mellitus: Peroxisomal
proliferator receptor agonist provide a rational therapeutic approach.
Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 89:463-478.
Danawati CW et al . 2005. A possible association of Pro12Ala polymorphism in
peroxisome proliferators–activated receptor γ2 gene with obesity in native
Javanese in Indonesia. Diabetes Metab Res Rev 21:465–469.
Djajanegara I, Wahyudi P. 2010. Uji sitotoksisitas ekstrak etanol herba ceplukan
(Physalis angulata Linn.) terhadap sel T47D secara in vitro. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia 1:41-47.
Faergeman NJ, Knudsen J. 1997. Role of long-chain fatty acyl-CoA esters in
regulation of metabolism and in cell signaling. The Biochemical Journal
323:1-12.
14

de Fea K, Roth RA. 1997. Protein kinase C modulation of insulin receptor


substrate-1 tyrosine phosporilation requires serine 612. Biochemistry
36:12939-12947.
Frayn KN. 2003. The glucose-fatty acid cycle: a physiological perspective.
Biochemical Society Transactions 31:1115-1119.
Gurnell M. 2005. Peroxisome proliferator-activated receptor γ and the regulation
of adipocyte function: Lessons from human genetic studies. Best Practice and
Research Endocrinology and Metabolism 19:501-523.
Harborne JB. 1984. Phytochemical Methods: Second Edition. London: Chapman
and Hall.
Hau J, van Hoosier GL. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. Florida:
CRC Press.
Heikkinen S, et al. 2009. The Pro2Ala PPAR-γ2 variant determines metabolism at
the gene-environment interface. Cell Metabolism 9:88-98.
Hitman GA, Sudagani J. 2004. Searching for genes in diabetes and the metabolic
syndrome. Int J Clin Pract 58:3-8.
Huat Tan BK, Tan CH, Pushparaj PN. 2005. Anti–diabetic activity of the semi–
purified fractions of Averrhoa bilimbi in high fat diet fed-streptozotocin-
induced diabetic rats. Life Sciences 76:2827-2839.
Ishii Y, et al. 2010. A high-fat diet inhibits the progression of diabetes mellitus in
type 2 diabetic rats. Nutrituion Research 30:483-491.
Jeninga EH, Gurnell M, Kalkhoven E. 2009. Functional implications of genetic
variation in human PPARγ. Trends in Endocrinology and Metabolism
20:380-387.
Knight JA, Anderson S, Rawle JM. 1972. Chemical basis of the sulfo-phospo-
vanillin reaction for estimating total serum lipids. Clinical Chemistry 3:199-
202.
Kovacs P, Stumvoll M. 2005. Fatty acids and insulin resistance in muscle and
liver. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism
4:625-635.
Lu Y, Ludsin SA, Fanslow DL, Pothoven SA. 2008. Comparison of three
microquantity techniques for measuring total lipids in fish. Can. J. Fish.
Aquat. Sci. 65:2233-2241.
Ramachandran A, Wan Ma RC, Snehalata C. 2010. Diabetes in Asia. Lancet
375:408-418.
Randle PJ, Garland PB, Hales CN, Newsholme CA. 1963. The glucose fatty acid
cycle: its role in insulin sensitivity and the metabolic disturbance of diabetes
mellitus. Lancet 1:785-789.
Ravichandran LV, Esposito DL, Chen K, Quon MJ. 2001. Protein kinase C-zeta
phosporylates insulin receptor substrate-1 and impairs its ability to activate
phospatidylinositol 3-kinase in response to insulin. Journal of Biological
Chemistry 276:3543-3549.
Reed MJ, et al. 2000. New rat model of type 2 diabetes: The fat-fed,
streptozotocin-treated rat. Metabolism 49:1390-1394.
Sediarso, Sunaryo H, Amalia N. 2008. Efek antidiabetes dan identifikasi senyawa
dominan dalam fraksi kloroform herba ciplukan (Physalis angulata L.).
Jurnal Farmasi Indonesia 2:63-69.
15

Shulman GI, et al. 1990. Quantitation of muscle glycogen synthetis in normal


subjects and subjects with non-insulin dependent diabetes by 13C nuclear
magnetic resonance spectroscopy. The New England Journal of Medicine
322:223-228.
Srinivasan K, Viswanad B, Asrat L, Kaul Cl, Ramarao P. 2005. Combination of
high fat diet and low-dose streptozotocin-treated rat: A model for type 2
diabetes and pharmacological screening. Pharmacological Research 52:313-
320.
Stumvoll M, Goldstein BJ, van Haeften TW. 2005. Type 2 diabetes: principles of
pathogenesis and therapy. Lancet 365:1333-1346.
Sutjiatmo AB, et al. 2011a. Efek antidiabetes herba ciplukan (Physalis angulata
L.) pada mencit diabetes dengan induksi aloksan. Jurnal Farmasi Indonesia
4:166-171.
Sutjiatmo AB, et al. 2011b. Efek hipoglikemik ekstrak air herba ciplukan
(Physalis angulata L.) pada tikus Wistar. Aristoteles 5:1-5.
Tahara A, Matsuyama-Yokono A, Nakano R, Someya Y, Shibasaki M. 2008.
Effects of antidiabetic drugs glucose tolerance in streptozotocin-
nicotinamide-induced mildly diabetic and streptozotocin-induced severely
diabetic mice. Horm Metab Res 40:880-886.
Tahara A, Matsuyama-Yokono A, Shibasaki M. 2011. Effects of antidiabetic
drugs in high-fat diet and streptozotocin–nicotinamide-induced type 2
diabetic mice. European Journal of Pharmacology 655:108-116.
Tschritter O, et al. 2003. Increased insulin clearence in peroxisome proliferator-
activated receptor γ2 Pro12Ala. Metabolism 52:778-783.
van Handel E. 1985. Rapid determination of total lipids in mosquitoes. J. Am.
Mosq. Control Assoc. 1:302-304.
Wang Y. Campbell T, Perry B, Beaurepaire C, Qin L. 2011. Hypoglycemic and
insulin-sensitizing effects of berberine in high-fat diet- and streptozotocin-
induced diabetic rats. Metabolism Clinical and Experimental 60:298-305.
[WHO]. 1999. Definition, Diagnosis, and Classification of Diabetes Mellitus.
Geneva: World Health Organization Department of Noncommunicable
Disease Surveillance.
Willett WC. 2002. Dietary fat plays a major role in obesity. Obesity Reviews 3:59-
68.
Winzell MS, Ahrén B. 2004. The high-fat diet-fed mouse: A model for studying
mechanisms and treatment of impaired glucose tolerance and type 2 diabetes.
Diabetes 53:215-219.
Zhang L, Lu XY, Li J, Xu ZG, Chen L. 2008. The characterization of high fat diet
and multiple low-dose streptozotocin induced type 2 diabetes rat model.
Experimental Diabetes Research.
Zhang L, et al. 2010. Antidiabetic and antioxidant effects of extracts from
Potentilla discolor Bunge on diabeic rats induced by high fat diet and
streptozotocin. Journal of Ethnopharmacology 132:518-524.
Zieleniak A, Wojcik M, Wozniak LA. 2008. Structure and physiological function
of the human peroxisome proliferator-activated receptor γ. Arc Immunol
Ther Exp 56:331-345.
16

LAMPIRAN
17

Lampiran 1 Buah ciplukan yang diperoleh (kiri) dan perbandingan ukuran buah
ciplukan dengan bulir jagung (kanan)

Lampiran 2 Buah ciplukan yang dikeringkan (kiri) dan simplisia (kanan)

Lampiran 3 Maserat (kiri), proses pemekatan menggunakan rotary evaporator


(tengah), dan hasil pemekatan ekstrak (kanan)
18

Lampiran 4 Tikus Sprague-Dawley jantan berumur 4 bulan dengan bobot 300 gram
(kiri) dan bentuk kandang yang digunakan (tengah & kanan)

Lampiran 5 Contoh perhitungan konsentrasi lipid total serum


Absorbansi sampel = A = x = 0.476
Kurva standar => 𝑦𝑦 = 0.066𝑥𝑥 − 0.045
𝑦𝑦 = 0.066(0.476) − 0.045
y = konsentrasi lipid total serum = 7.894 mg/mL

Lampiran 6 Contoh perhitungan konsentrasi NEFA serum


Absorbansi sampel = A = x = 1.344
Kurva standar => 𝑦𝑦 = 0.204𝑥𝑥 + 0.012
𝑦𝑦 = 0.204(1.344) − 0.012
y = konsentrasi NEFA serum = 6.647 mg/mL
19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 September 1988 dari pasangan ayah
Faisal Anwar dan ibu Arnelia. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai di SDN Polisi I Bogor (1995-2001). Setelah
menyelesaikan pendiikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4
Bogor (2001-2004), kemudian menempuh pendidikan lanjut di SMA Negeri 1 Bogor
(2004-2007). Tahun 2007 penulis lulus, kemudian melanjutkan pendidikannya ke
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan
menempati sepuluh besar pendaftar dengan nilai rapor tertinggi dari sekolah asal.
Organisasi yang pernah diikuti penulis selama masa kuliah di IPB adalah
kepengurusan himpunan profesi (HIMPRO) Biokimia; Community of Research and
Education in Biochemistry (CREBs) sebagai ketua Divisi Bionalisis (2009-2010).
Penulis melakukan kegiatan Praktik Lapang (PL) selama epriode bulan uli
sampai Agustus 2010 di Laboratorium Energi I, Lembaga Biologi Molekular Eijkman,
dengan judul laporan hasil PL “PPAR-γ2 Pro12Ala Polymorphism in Pedawa
Population of Bali”. Selama tahun 2010-2012, penulis pernah menjadi asisten
praktikum di laboratorium Biokimia untuk mata kuliah Biokimia Umum,
Metabolisme, Struktur dan Fungsi Biomolekuler, Biokimia Klinis, dan Pengantar
Penelitian Biokimia untuk mahasiswa sarjana (S1).

Você também pode gostar