Você está na página 1de 6

Keberagaman Indonesia

Dewi Rahmawati Hartadi

Universitas Negeri Malang


Jalan Semarang 5 Malang, 65145, Telp. (0341) 7044470
dwrahmahrtd@gmail.com

Abstrak : Keberagaman kebudayaan yang terdapat di Indonesia sudah ada sejak jaman
dahulu kala. Bahkan Negara Republik Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan
diberbagai belahan dunia karena keberagaman yang terdapat didalamnya. Salah satunya
adalah kebudayaan yang terdiri dari suku bangsa yang memiliki keragaman pola pikir, seni,
agama, pengetahuan, bahasa serta tradisi budaya lokal dengan karakteristik yang unik dan
berbeda. Penulis akan membahas tentang penerimaan agama dan kebudayaan di Indonesia
tanpa ada pihak yang terberatkan satu sama lain. Pada kenyatannya, hal tersebut masih
belum banyak dijumpai di Negara kita, Indonesia.

Kata Kunci : Agama, Islam, Kebudayaan, Indonesia beragam

Pendahuluan

Penulisan artikel berdasarkan fenomena menarik tentang keragaman kebudayaan di


Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia
tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa. Perhitungan penduduk dilakukan setiap 10 tahun
sekali, artinya (Basan Pusat Statistik) BPS akan melakukan sensus pada tahun 2020.
Indonesia menempati nomor urut keempat dengan nominasi jumlah penduduk terbanyak
sedunia. Lebih dari 1.128 suku bangsa Indonesia yang bermukim di wilayah yang tersebar
di ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan kondisi geografis
yang berbeda-beda setiap daerah seperti; wilayah pesisir, tepian hutan, perkotaan, pedesaan,
dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan. Beragam pula kebudayaan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan berbagai suku
bangsa yang memiliki keragaman pola pikir, seni, agama, pengetahuan, bahasa serta tradisi
budaya lokal dengan karakteristik yang unik dan berbeda. Pembahasan artikel kali ini
tentang keberagaman agama dan kebudayaan di Indonesia. Dewasa ini, masih banyak
masyarakat yang salah menempatkan posisi agama dan posisi kebudayaan. Dalam
kehidupan bermasyarakat terutama di Indonesia, agama dan kebudayan tidak dapat berdiri
sendiri. Agama sebagai pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam
menjalankan kehidupan di dunia, diibaratkan agama tanpa budaya kaku, maksudnya kaku
adalah seperti semaunya sendiri tanpa mengikuti kultur kebudayaan setempat meskipun
agama lebih tinggi kedudukannya daripada kebudayaan. Budaya membantu penyebaran
beberapa agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha di Indonesia pada jaman
dahulu kala, maka dari itu ada beberapa agama yang terakulturasi dengan kebudayaan
Indonesia namun tetap mempertahankan ajaran yang sudah ada terlebih dahulu tanpa
mengubah sedikitpun. Sedangkan kebudayaan adalah kebiasaan atau tata cara hidup
manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya
yang diberikan oleh Tuhan, budaya tanpa agama tidak ada arah dan tujuan yang pasti,
maksudnya budaya pun membutuhkan agama supaya aliran atau ciptaan manusia tidak
melenceng jauh dari ajaran agama. Agama dan kebudayaan saling mempengaruhi satu sama
lain. Agama mempengaruhi kebudayaan masyarakat setempat, kelompok masyarakat, dan
suku bangsa. Kebudayaan cenderung berubah-ubah yang berimplikasi pada keaslian agama
sehingga menghasilkan penafsiran yang berbeda. Salah satu permasalahan besar dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara adalah menjaga persatuan dan kesatuan
dan membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga negara dan umat beragama.
Kondisi masyarakat Indonesia yang multikultur, multi ras dan multi agama memiliki
potensi besar untuk terjadinya konflik antar kelompok, ras, agama dan suku bangsa.
Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan kearah keutuhan dan kesejahteraan hidup
umat beragama. Sebelum kita memahami perspektif agama dan kebudayaan, maka terlebih
dahulu kita harus mengetahui penjelasan eksistensi tentang agama. Penulis sering
menyaksikan ada sebagian masyarakat yang mencampur adukkan antara nilai-nilai agama
dengan nilai-nilai kebudayaan meskipun kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat
disamakan, bahkan berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai-nilai agama
sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai ‘Apa itu agama
dan apa itu kebudayaan.’

Agama merupakan suatu kepercayaan tertentu yang dianut sebagian besar masyarakat
sebagai tuntunan hidup. Hal yang melekat dalam diri manusia, sifatnya sangat pribadi,
terselubung dan kadang bernuansa mitologis. Sikap seseorang amat ditentukan oleh nilai-
nilai kepercayaan yang melekat pada dirinya, dalam agama islam hal ini disebut aqidah
(Agung, 2012: 203). Menurut bahasa, aqidah dapat dimaknai sebagai al-aqdu (ikatan), at-
tautsiiqu (kepercayaan dan keyakinan yang kuat), al-ihkaamu (mengokohkan-menetapkan),
atau ar-rabthu biquwwah (mengikat dengan kuat). Sedang menurut istilah, aqidah
didefinisikan sebagai keyakinan yang teguh dan pasti, tidak ada keraguan bagi yang
meyakininya. Konsepsi agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada tuhan yang mahakuasa
Kaitannya dengan agama, aqidah bagaikan pondasi suatu bangunan, tanpa adanya pondasi
yang kuat tidaklah suatu bangunan akan berdiri kokoh. Maka dari itu diperlukan akidah
yang kuat guna mengokohkan agama yang diibaratkan sebuah bangunan tadi. Akan tetapi,
akidah setiap makhluk pun berbeda-beda, perlu adanya penguatan yang dapat disalurkan
melalui kebudayaan. Agama dalam pandangan sosiologi, perhatian utama agama adalah
pada fungsinya bagi masyarakat. Seperti diketahui fungsi agama, menunjuk pada
sumbangan yang diberikan agama atau lembaga sosial yang lain untuk mempertahankan
keutuhan masyarakat sebagai usaha aktif yang berlangsung secar terus-menerus (Laode,
2014: 24). Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya
masyarakat Indonesia. Disisi lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak
otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagian terus
dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian
melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam. Budaya-budaya lokal yang
kemudian berakulturasi dengan Agama Islam antara lain, acara slametan (3,7,40,100, dan
1000 hari) di kalangan suku Jawa. Tingkeban (nujuh hari). Dalam bidang seni, juga
dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang di Jawa
Dengan ragam bahasa, kesenian, adat istiadat, pengetahuan, agama, kemasyarakatan dan
unsur-unsur kedaerahan lainnya membuat masyarakat Indonesia memiliki kebudayaan lokal
yang beraneka ragam. Kebudayaan merupakan hasil karya cipta (pengolaha,pengerahan dan
pengarahan terhadap alam oleh manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran, kemauan, intuisi,
imajinasi dll) dan raganya yg yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan (hidup
rohaniah) dan penghidupan (hidup lahiriah) manusia sebagai jawaban atas segala tantangan,
tuntunan dan dorongan dari dalam diri manusia, menuju ke arah bahagia dan sejahtera, baik
individu, berkelompok maupun individu-kelompok.

Pembahasan

Suatu bangsa tidak akan memiliki ciri khas tanpa adanya budaya yang dimiliki. Budaya pun
berkembang sesui dengan kemajuan zaman yang semakin modern. Kebudayaan yang
berkembang dalam suatu bangsa dinamakan kebudayaan lokal. Pendapat Selo Sumardjan dan
Soelaeman Soemardi (1964:113) kebudayaan lokal sendiri merupakan sebuah hasil cipta,
karsa dan rasa yang tumbuh dan berkembang di dalam suku bangsa yang ada di daerah
tersebut. Dalam mengembangkan kebudayaan lokal pun dibutuhkan pemahaman tentang
Local Genius. Pengaruh kebudayaan asing yang diterima dengan sikap terbuka oleh bangsa
Indonesia dari sesuatu yang baru yang berasal dari luar dan mungkin akan memperkaya
kebudayaannya. Atas kesadaran tersebut, mereka (rakyat Indonesia) mau belajar dari
kebudayaan yang masuk seperti dalam hal kemampuan menulis, membaca, berfilsafat, ilmu
pengetahuan dan agama. Melalui keaktifan mandiri bangsa Indonesia, kebudayaan tersebut
diolah, disesuaikan dan kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhannya. Dari proses
tersebut, lahirlah kebudayaan baru yang menjadi milik bangsa Indonesia. Selain sikap
terbuka dan ingin tahu terhadap sesuatu yang baru, bangsa Indonesia juga memiliki
kecakapan setempat atau biasa disebut Local Genius. Local Genius menjadi dasar yang
kuat untuk mengembangkan kebudayaan yang dipelajari dari luar. Pertama, dengan
kecakapan tersebut bangsa Indonesia mampu memilih kebudayaan yang sesuai dengan
kebudayaan yang dimiliki sebelumnya. Kedua, dengan Local Genius unsur-unsur
kebudayaan Indonesia lama yang sebelumnya telah dimilik bangsa Indonesia tidak hilang
begitu saja. Bahkan sebaliknya, dijadikan dasar untuk mengembangkan kebudayan baru
yang lahir dari proses belajar.

Kondisi masyarakat Indonesia yang multikultur, multi ras dan multi agama memiliki
potensi besar untuk terjadinya konflik antar kelompok, ras, agama dan suku bangsa.
Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan kearah keutuhan dan kesejahteraan hidup
umat beragama. Sikap terbuka dan terbentuknya toleransi sangat dibutuhkan dalam
keselarasan hidup beragama dan berbudaya. Nilai terpenting yang diwariskan kerajaan-
kerajaan Indonesia kuno terhadap generasi sekarang adalah toleransi antarumat beragama.
Tidak ditemukan dalam prasasti-prasasti di Indonesia mengenai pertempuran antara
golongan-golongan pemeluk agama yang berbeda. Sebaliknya, bukti-bukti telah
menunjukkan bahwa dalam hal bangunan-bangunan, agama menunjukkan adanya sebuah
toleransi antara umat agama satu dan umat agama lainnya. Sebagai contoh di kota Malang
sekitar alun-alun dibangun sebuah masjid yang berdampingan dengan sebuah gereja.
Keduanya tetap menjalankan ibadah masing-masing tanpa merasa terganggu satu sama lain,
bahkan mereka saling bertoleransi. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa tokoh
pendahulu kita mewariskan kepada kita nilai-nilai toleransi antarumat beragama. Dalam hal
lain terdapat beban yang sangat berat bagi pendidikan kita terutama pendidikan moral dan
sosialisasi tentang keberagaman bagi kehidupan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita
mulai memikirkan pendidikan multikultur yang mengembangkan konsep toleransi, saling
menghargai, saling menghormati dan saling menyadari tentang sebuah perbedaan. Karena
dengan begitu konflik yang terjadi bisa diminimalisir bahkan bisa dihilangkan.

Disisi lain, agama islam yang hingga saat ini menjadi agama terbanyak di Indonesia
memiliki peran penting dalam perkembangan bangsa Indonesia. Bukan berarti agama lain
tidak penting, hanya saja pada pembahasan artikel kali ini penulis akan mengulas sedikit
tentang sejarah agama islam yang masuk ke Indonesia dan bagaimana pengaruhnya
terhadap kebudayaan di Indonesia. Pendapat yang dikemukakan oleh Dr. H. Endang
Syaefudding Al-Anshari (1976) sebagai berikut:
1. Islam sesungguhnya lebih dari satu system theology, ia adalah satu sivilisasi yang
lengkap. Theology tidak sama dengan agama, tidak sama pula dengan peribadatan,
theology merupakan salah satu studi tentang aspek agama (credo, creed atau
aqidah).
2. Islam itu wahyu, bukan ilmu yang diciptakan manusia
3. Kebudayaan islam bukanlah islam itu sendiri, melainkan kebudayaan yang dibuat
orang islam yang commited terhadap agamanya

Agama islam sebagai sumber kekuatan kebudayaan islam menjadi pokok kekuatan yang
membangkitkan kebudayaan. Factor yang mendorong pemeluk agama islam untuk
menciptakan kebudayaan islam, antara lain: agama islam menghormati akal manusia,
meletakkannya pada tempat yang terhormat; menyuruh manusia menggunakan akal untuk
memeriksa dan memikirkan keadaan alam perhatikan S.Ali Imron 189-191.

Yang artinya: “Milik Allah SWT kerajaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan
siang menjadi tanda-tanda, bagi orang-orang yang berakal. Yakni orang-orang yang
mengingat Allah diwaktu berdiri dan duduk ketika berbaring, dan mereka memikirkan
tentang kejadian langit dan bumi. Wahai Rab kami, tidaklah Engkau ciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungikah kami dari siksaan neraka.” (Q.S. Ali Imron,
189-191)

Kaitannya dengan ayat diatas, agama islam di Indonesia telah lama dianut oleh rakyat
Indonesia yaitu sejak abad ke-11 dan telah menjadi agama mayoritas di Indoensia. Agama
islam sendiri telah memberikan berbagai perubahan yang berarti pada berbagai bidang yang
ada di Indonesia. Perubahan tersebut meliputi aspek keagamaan, struktur masyarakat,
kehidupan politik, perekonomian dan kebudayaan lainnya di Indonesia. Agama islam
adalah agama yang merakyat diantara pedagang di Sumatra dan Jawa selama beberapa
waktu (bahkan sampai saat ini). Penduduk Pulau Jawa kebanyakan baru memeluk agama
islam sekitar tahun 1500-an. Seterusnya agama islam disebarkan oleh wali songo, yaitu
sembilan orang guru besar islam. Islam berkembang pesat di Indonesia karena memiliki
beberapa factor pendukung, yaitu: syarat memeluk islam tidak sulit; disebarkan dengan
pendekatan kompromis yaitu berusaha mengakulturasikan islam dengan kebudayaan
setempat tanpa mengubah ajaran islam sedikitpun; islam tidak mengenal kasta, semua
memiliki kedudukan yang sama (yang membedakan hanya ketaqwaan dan tingkah laku
seseorang); cara beribadah agama islam mudah dan fleksibel juga tidak menuntut biaya
yang mahal; penyebaran tidak kentara yaitu melalui perdagangan,upacara adat, kesenian
atau perkawinan; tokoh penyebarnya (wali songo) tindakkannya dapat menjadi panutan dan
teladan bagi orang banyak’ dan islam datang ke Indonesia sudah berakulturasi dengan
kebudayaan sebelumnya sehingga rakyat dengan mudah menerimanya tanpa mengubah
kemurnian ajaran agama islam.

Melihat dari keberagaman rakyat Indonesia dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa
pembentukkan bahasa Indonesia tidak lepas dari pengaruh asing yang dibawa oleh imigran
termasuk agama islam. Sebab ada beberapa bahasa Arab yang sudah terakulturasikan
menjadi bahasa Indoneisa seperti: masjid, shalat (salat), khitan, atau zakat. Pada saat itu,
istilah semacam itu belum ada di Indonesia sehingga dengan mudah diterima dan diserap.
Dalam bidang kebudayaan lainnya, pertunjukkan wayang sebagai media dakwah. Biasanya,
certa yang diambil sebagai bahan dakwah adalah kisah Mahabrata dan Ramayana yang
berkembang di Indonesia saat itu. Penyebaran agama islam dengan media wayang lebih
mudah dipahami oleh masyarakat Indonesia.

Sebelum masuknya agama islam, system pemerintahan yang berkembang bercorak Hindu
atau Budha berupa kerajaan sebagai pemerintahannya dan raja sebagai kepala
pemerintahnya. Setelah masuk agama islam ke Indonesia, kerajaan-kerajaan yang bercorak
agama Hindu dan Budha mulai runtuhan dan mulai digantikan perannya oleh kerajaan yang
bercorak islam seperti: Samudra Pasai; Demak; Malaka dsb. Dalam system tersebut rajanya
bergelar sunan atau sultan. Seperti halnya para wali, jika rajanya (sunan/sultan) meninggal
dunia, tidak lagi dicandikan melainkan dimakamkan secara islam. Ada juga system
penanggalan telah memberikan efek yang cukup besar bagi bangsa Indonesia, yaitu dengan
system penanggalan Hijriah. Tahun dalam penanggalan islam diawali dengan bulan
Muharram dan diakhiri dengan bulan Dzulhijjah. Diantaranya terdapat bulan Shafar, Rabiul
Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal,
dan Dzulko’dah. Perbedaan antara kalender Hijriah dan kalender Masehi terletak pada
pergantian bulan barunya berdasarkan pada penampakkan hilal. Hal ini berdasarkan
penanggalan yang murni pada siklus sinodis bulan dalam system penanggalannya, yaitu
siklus dua fase bulan yang sama secara berurutan.

Kesimpulan

Setelah membaca artikel diatas dapat diketahui bahwa sudah seharusnya kita mulai
memikirkan pendidikan multikultur yang mengembangkan konsep toleransi, saling
menghargai, saling menghormati dan saling menyadari tentang sebuah perbedaan dan
segala sesuatu yang dilakukan dengan baik akan baik pula hasilnya, begitupun dengan
islam yang masuk ke Indonesia dengan cara dan tujuan yang baik, maka baik pula diterima
oleh masyarakat. Ternyata, pengaruh kebudayaan islam tidak hanya mempengaruhi aspek
keagamaan, struktur masyarakat, atau kehidupan politik, tetapi juga mempengaruhi
kebudayaan di Indonesia. Bahkan kebudayaan islam masih dapat kita saksikan hingga saat
ini.

Daftar Rujukkan

Marzali, amri. 2016. Agama dan Kebudayaan. Departemen Antropologi dan


Sosiologi, Universitas Malaya. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Vol.1(1)
juli 2016

Monto, laude. 2014. Perspektif Agama Dan Kebudayaan Dalam Kehidupan


Masyarakat Indonesia. FISIP Universitas Haluoleo Kendari. Vol.2(6) desember 2014:
hlm.11-25

Sudiadi, dadang. 2009. Menuju Kehidupan Harmonis: Dalam Masyarakat Yang


Majemuk. Jurnal Kriminoligi Indonesia. Vol.5 (1) februari 2009: hlm.33-42

Supriatna, nana. 2012. Advanced Learning History 2. Bandung: Grafindo

Você também pode gostar