Você está na página 1de 68

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benign

Prostatic Hyperplasia

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah KMB II Dosen Pengampu
Zakiyah Yasin, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :
Kartika Sari (717.6.2.0873)
Hidayatul arifin (717.6.2.0904)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2018
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Benigne
Prostat Hyperplasia”, suatu penyakit yang berhubungan dengan system
reproduksi.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai


penyakit ini terutama pada pasien benigne prostat hyperplasia. Serta asuhan
keperawatan yang tepat bagi pasien penderita penyakit “benigne prostat
hyperplasia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah
“Keperawatan Anak 1”. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini. Makalah
ini menurut kami masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami butuhkan. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk semua yang membacanya.

Sumenep, 18 Maret
2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 4

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 5

BAB I 6

PENDAHULUAN ................................................................................................ 6
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 6
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 7

BAB II 8

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 8


2.1 Definisi ................................................................................................... 8
2.2 Anatomi .................................................................................................. 9
2.3 Etiologi ................................................................................................... 9
2.4 Gambaran Klinis ................................................................................... 9
2.5 Faktor Resiko ........................................................................................ 10
2.6 Klasifikasi .............................................................................................. 11
2.7 Patofisiologi ........................................................................................... 11
2.8 Gejala Klinis .......................................................................................... 12
2.9 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 14
2.10Penatalaksanaan ................................................................................... 15
2.11Komplikasi ............................................................................................. 20

BAB III 21

ASKEP TEORI ................................................................................................... 21


3.1. Pengkajian Keperawatan ..................................................................... 21
3.2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul ............................... 23
3.3. Rencana Keperawatan.......................................................................... 24

Pain Management .................................................................................................. 25

Pain Management .................................................................................................. 33


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


BPH merupakan kelainan pembesaran kelenjar yaitu hiperplasia yang
mendesak jaringan asli keporifer. Pada pasien BPH usia lanjut sangat memerlukan
tindakan yang tepat untuk mengantisipasinya. Sebagai salah satu tindakan yang
akan dilakukan adalah dengan operasi prostat atau prostatektomi untuk
mengangkat pembesaran prostat. Dari pengangkatanprostat, pasien harus dirawat
inap sampai keadaannya membaik, guna mencegah komplikasi lebih lanjut.
(Suwandi, 2007)

Menurut Silva (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan
yang normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan tidak
segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi pada
penderita BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan adalah pembentukan batu vesika
akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga terjadi
pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan
ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

Di Dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,


kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan
setelah meningkatnya usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi
50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90%.
Sedangkan hasil penelitian Di Amerika 20% penderita BPH terjadi pada usia 41-
50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90% terjadi pada usia 80 tahun
(Johan, 2005).

Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran


prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan
kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006).
Menurut pengamatan peneliti selama praktek Di RSUD Pandanarang Boyolali
pada tanggal 7 Mei 2012, Di Bangsal Bedah Flamboyan, dari hasil Rekam Medik
pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai Mei 2012 Di RSUD Pandanarang
Boyolali dari 40 % terdapat 30 % yang menderita BPH rata-rata penderita berusia
50 tahun keatas dan berjenis kelamin laki-laki. Dan dari 20 % penderita harus
dilakukan operasi.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benign Prostatic
Hyperplasia ?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benign
Prostatic Hyperplasia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat


persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr,
didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan
sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior
bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada
verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra
eksterna.
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliput jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo,
1994).
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia

Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan


klinisnya :

 Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa


urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
 Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah
berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 –
40 gram.
 Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa
urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
 Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit
keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
Anatomi
Prostat merupakan organ genetalia pada laki-laki berbentuk seperti buah kemari
dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Prostat terletak
disebelah inferior kandung kemih dan membngkus uretra posterior. Kelenjar
prostat terbagi atas beberapa zona yaitu zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra.

Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai
sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang
diduga timbulnya Benigna Prostatic Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.

2. Ketidakseimbangan estrogen – testoteron


Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon
Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma - epitel


Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati


Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem cell


Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

Gambaran Klinis
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:

1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk
miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan
nyeri pada saat miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau
mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan
waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen
karena overflow. (Anonim,FK UI,1995).

Tanda:

Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination dapat memberikan


gambaran tonus sphingter ani mukosa rektum, adanya kelainan seperti meraba
prostat. Pada colok dubur, mukos aprostat teraba, lembut, kenyal dan elastis.

Faktor Resiko
Dalam penelitian terakhir, pengaruh makanan terhadap pembesaran prostat
telah menjadi kontroversi. Menurut sebuah studi yang menganalisis data dari
kelompok plasebo dalam Prostate Cancer Prevention Trial (PCPT), yang terdaftar
18.880 pria berusia lebih dari 50 tahun, tingginya konsumsi daging merah dan diet
tinggi lemak dapat meningkatkan risiko BPH, dan tingginya konsumsi sayuran
dikaitkan dengan penurunan risiko BPH. Lycopene dan suplemen dengan vitamin
D bisa menurunkan risiko pembesaran prostat, tetapi vitamin C, vitamin E, dan
selenium dilaporkan tidak ada hubungannya dengan BPH. Aktivitas fisik juga
terbukti mengurangi kemungkinan pembesaran prostat dan Lower Urinary Tract
Symptom (LUTS). Dalam meta-analisis yang terdaftar 43.083 pasien laki-laki,
intensitas latihan itu terkait dengan pengurangan risiko pembesaran prostat.
Sebuah korelasi negatif antara asupan alkohol dan pembesaran prostat telah
ditunjukkan dalam banyak studi penelitian (Yoo & Cho, 2012).
Pria yang mengkonsumsi alkohol secara sedang memiliki risiko 30% lebih
kecil kemungkinan terjadi gejala BPH, 40% lebih kecil kemungkinan untuk
mengalami transurethral resection prostate, dan 20% lebih kecil kemungkinan
mengalami gejala nokturia. Namun, dalam meta-analisis dari 19 studi terakhir,
menggabungkan 120.091 pasien, pria yang mengkonsumsi 35 gram atau lebih
alkohol per hari dapat menurunkan risiko BPH sebesar 35% tetapi peningkatan
risiko LUTS dibandingkan dengan pria yang tidak mengkonsumsi alkohol (Yoo &
Cho, 2012).

Klasifikasi
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom Score
(PSS). Derajat ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat: skor 20−35
(Sjamsuhidajat dkk, 2012). Selain itu, ada juga yang membaginya berdasarkan
gambaran klinis penyakit BPH. Derajat penyakit BPH disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Derajat penyakit BPH (Sumber: Sjamsuhidajat dkk, 2012).


Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostat, batas atas mudah <50 mL
diraba
II Penonjolan prostat jelas, batas atas 50−100 mL
dapat dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 mL
IV - Retensi urin total

Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini
dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-
buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau
Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata.
Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta
kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor
menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses
miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan
jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang
disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi
adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine,
keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase
Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari
menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh
karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari
kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine
dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan
kemunduran fungsi ginjal

Gejala Klinis
Gejala klinis hanya terjadi sekitar 10% pada laki-laki yang mengidap
kelainan ini. Hal ini dikarenakan BPH mengenai bagian dalam prostat,
manifestasinya yang tersering adalah gejala obstruksi saluran kemih bawah
(Kumar dkk., 2007).
Gejala klinis berkembang lambat karena hipertrofi detrusor kandung kemih
mengkompensasi untuk kompresi uretra. Seiring dengan osbtruksi berkembang,
kekuatan pancaran urin menurun, dan terjadi keragu-raguan dalam memulai
berkemih dan menetes diakhir berkemih. Disuria dan urgensi merupakan tanda
klinis iritasi kandung kemih (mungkin sebagai akibat peradangan atau tumor) dan
biasanya tidak terlihat pada hiperplasia prostat. Ketika residual pasca-miksi
bertambah, dapat timbul nokturia dan overflow incontinence (Saputra, 2009).
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih, yaitu:
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala
voiding, storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi
urologi membuat sistem penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien. Sistem penilaian yang dianjurkan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau
International Prostatic Symptom Score (IPSS) (Purnomo, 2012).

Sistem penilaian IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan


dengan keluhan miksi dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
diberi nilai 0−5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup diberi
nilai 1−7. Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu ringan (skor 0−7), sedang (skor 8−19), dan berat (skor 20−35)
(Purnomo, 2012).

Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa


faktor pencetus, seperti volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh, yaitu
pada saat cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-
obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan
minum air dalam jumlah yang berlebihan, massa prostat tiba-tiba membesar,
yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut,
setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor atau dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan
antikolinergik atau adrenergik alfa (Purnomo, 2012).

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian


atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(yang merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang merupakan tanda
dari infeksi atau urosepsis (Purnomo, 2012).

c. Gejala di luar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-
abdominal (Purnomo, 2012).

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh


dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang-
kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu
merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur yang
diperhatikan adalah tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk
menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, dan
keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi
prostat, simetrisitas antara lobus dan batas prostat (Purnomo, 2012).

Colok dubur pada pembesaran prostat jinak menunjukkan konsistensi


prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan
tidak didapatkan nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras atau teraba nodul dan mungkin di antara prostat tidak simetri (Purnomo,
2012).

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
 urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
 Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
 Pengukuran derajat berat obstruksi
 Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa
urin kososng dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
 Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat: jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-
rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.

 Pemeriksaan lain
 BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel,penebalan bladder
 USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentukan volume prostat
 Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buli-buli yang dapat dipkai untuk meramalkan derajat berat obstruksi
apabila adabatu dalam vesika.
 Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dididing bladder

Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa

a. Penghambat andrenergik , misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin atau


1a (tamsulosin).
b. Penghambat enzim 5- -reduktase, misalnya finasteride (Poscar)
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah

Indikasi terapi bedah yaitu :

 Retensio urin berulang.


 Hematuria
 Tanda penurunan fungsi ginjal
 Infeksi saluran kencing berulang
 Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan
hidronefrosis.
 Ada batu saluran kemih.
Macam-Macam Tindakan Pada Klien BPH :

1. Prostatektomi

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing –


masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :

a. Prostatektomi Supra pubis.

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi


abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan
kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk
kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi
seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain.
Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua
prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit,
urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan
tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis
sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan
eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar
pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang
berkaitan.

b. Prostatektomi Perineal.

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.


Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk
biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis
langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker
radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas
rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat
yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada
pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan
dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera
rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah
kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang
operatif terbatas.

c. Prostatektomi retropubik.

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan


suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa
memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang
terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol
dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat
terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat
mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden
hemorargi akibat pleksus venosa

prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah


periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih
lebih sedikit.

2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP )

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen


melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi
uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30
gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat
dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih
rendah di banding cara lainnya.

3. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )


TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat
uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat
pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini
memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan
invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak


mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini
dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,
kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus
dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi,
penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika
(Anonim,FK UI,1995).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24
yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan
darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan
setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas
tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah
operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.

TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-


gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan
pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek
adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan
darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi
retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati
penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun
kemudian.

Pengelolaan Pasien

1. Pre operasi

- Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT,


BT, AL)
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen
puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan
masuknya udara

2. Post operasi

- Irigasi/Spoling dengan Nacl


 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
 Hari ke 4 post operasi diklem
 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah
(urin dalam kateter bening)
 Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis < 50cc)
 Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan
baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
 Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
 Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi
dengan betadin
 Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
 DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
 Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
 Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
 Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi
yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu mengilangkan
spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
 Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-
jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan
tekanan abdomen, perdarahan
 Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien
mencapai kontrol berkemih.
 Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah
pembedahan.
 Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah
vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi
dengan memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan
kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.

Komplikasi
1. Perdarahan.
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas
seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik
sudah sembuh.
5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior
menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal
mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu
vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra
prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah
prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi.
Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik
penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan
hubungan seksual.
6. Infeksi
BAB III

ASKEP TEORI

3.1. Pengkajian Keperawatan


1. Pre - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
- Terpasang kateter

2. Post - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas
b. Data Obyektif
- Ekspresi tampak menahan nyeri
- Ada luka post operasi tertutup balutan
- Tampak lemah
- Terpasang selang irigasi, kateter, infus

3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang,


riwayat penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah
masalah urinari yang dialami pasien.

4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
- Sering berkemih
- Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi
- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah
berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik
c. Kaji status emosi : cemas, takut
d. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital

5. Kaji pemeriksaan diagnostik


- Pemeriksaan radiografi
- Urinalisa
- Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan
dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
3.2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul saat pre-operasi :
 Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik
pembesaran prostate.
 Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung
kemih.
 Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
kemungkinan prosedur bedah/malignasi.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul saat post-operasi :


 Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan
 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal :
bekuan darah, oedoma, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi
catheter/balon.
 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuIer
kesulitan mengontrol perdarahan.
 Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasive : alat selama
pembedahan, catheter, iritasi kandung kemih serta trauma insisi bedah.
 Defisit self care berhubungan dengan kelemahan fisik.
 PK : Perdarahan
3.3. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan Pre- Operasi

No Diagnosa NOC NIC

1. Retensi urine Setelah dilakukan IntervensiUrinary


(akut/kronik) askep …. jam , klien elimination management :
berhubungan menunjukkan urinary
dengan obstruksi continence dan urinary
mekanik elimination dengan  Monitor eliminasi urin
pembesaran KH: meliputi frekuensi,

prostate. konsistensi, bau


Pengosongan
volume dan warna
bladder secara
 Monitor tanda dan
sempurna
gejala retensi urin
Warna urin dbn  Catat terakhir kencing
 Anjurkan untuk minum
Bau urin dbn
8 gelas perhari
Urin terbebas dari
partikel
Urinary Retention Care
Balance cairan :
selama 24 jam
 Sediakan privacy
Urin dapat keluar untuk eliminasi
tanpa kesakitan  Gunakan sugesti
dengan
menghidupkan kran
air
 Stimulasi reflex
kencing dengan
memberikan media
dingin di perut atau
mengaliri genital
dengan air
 Sediakan waktu untuk
pengosongan bladder
( 10 menit )
 Lakukan katerisasi
 Catat pengeluaran
urin
 Monitor derajat
didtensi bladder
 Lakukan pemasangan
kateter secara
intermitent
 Rujuk ke spesialis
urologi

2. Nyeri (akut) NOC : NIC :


berhubungan
 Pain Level, PAIN MANAGEMENT
dengan iritasi
 Pain control,
mukosa, distensi  Lakukan pengkajian
 Comfort level
kandung kemih. nyeri secara
Kriteria Hasil :
komprehensif termasuk
 Mampu
lokasi, karakteristik,
mengontrol nyeri
durasi, frekuensi,
(tahu penyebab
kualitas dan faktor
nyeri, mampu
presipitasi
menggunakan
 Observasi reaksi
tehnik
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk ketidaknyamanan
mengurangi  Gunakan teknik
nyeri, mencari komunikasi terapeutik
bantuan) untuk mengetahui
 Melaporkan pengalaman nyeri pasien
bahwa nyeri  Kaji kultur yang
berkurang mempengaruhi respon
dengan nyeri
menggunakan  Evaluasi pengalaman
manajemen nyeri nyeri masa lampau
 Mampu  Evaluasi bersama pasien
mengenali nyeri dan tim kesehatan lain
(skala, intensitas, tentang ketidakefektifan
frekuensi dan kontrol nyeri masa
tanda nyeri) lampau
 Menyatakan rasa  Bantu pasien dan
nyaman setelah keluarga untuk mencari
nyeri berkurang dan menemukan
 Tanda vital dukungan
dalam rentang  Kontrol lingkungan yang
normal dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic
Administration

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

3. Kecemasan NOC : NIC :


berhubungan Anxiety Reduction
 Anxiety
dengan (penurunan kecemasan)
control
perubahan status  Gunakan pendekatan
 Coping
kesehatan yang menenangkan
Kriteria Hasil :
kemungkinan  Nyatakan dengan jelas
prosedur  Klien mampu
harapan terhadap pelaku
bedah/malignasi. mengidentifika
pasien
si dan  Jelaskan semua prosedur
mengungkapka dan apa yang dirasakan
n gejala cemas selama prosedur
 Mengidentifika  Temani pasien untuk
si, memberikan keamanan
mengungkapka dan mengurangi takut
n dan  Berikan informasi
menunjukkan faktual mengenai
tehnik untuk diagnosis, tindakan
mengontol prognosis
cemas  Dorong keluarga untuk
 Vital sign menemani anak
dalam batas  Lakukan back / neck rub
normal  Dengarkan dengan
 Postur tubuh, penuh perhatian
ekspresi wajah,  Identifikasi tingkat
bahasa tubuh
kecemasan
dan tingkat
 Bantu pasien mengenal
aktivitas
situasi yang
menunjukkan
menimbulkan kecemasan
berkurangnya
 Dorong pasien untuk
kecemasan
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
4. Kurang NOC : NIC :
pengetahuan Teaching : disease
 Kowlwdge :
berhubungan Process
disease process
dengan
 Kowledge : health 1. Berikan penilaian
kurangnya tentang tingkat
Behavior
informasi pengetahuan pasien
Kriteria Hasil :
tentang proses penyakit
 Pasien dan
yang spesifik
keluarga
2. Jelaskan patofisiologi
menyatakan
dari penyakit dan
pemahaman
bagaimana hal ini
tentang penyakit,
berhubungan dengan
kondisi, prognosis
anatomi dan fisiologi,
dan program
dengan cara yang tepat.
pengobatan
3. Gambarkan tanda dan
 Pasien dan
gejala yang biasa muncul
keluarga mampu
pada penyakit, dengan
melaksanakan
cara yang tepat
prosedur yang
4. Gambarkan proses
dijelaskan secara
penyakit, dengan cara
benar
yang tepat
 Pasien dan
5. Identifikasi
keluarga mampu
kemungkinan penyebab,
menjelaskan
dengna cara yang tepat
kembali apa yang
6. Sediakan informasi pada
dijelaskan
pasien tentang kondisi,
perawat/tim
dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
Rencana Perawatan Post-Operasi

No Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri (akut) NOC : NIC :


berhubungan
 Pain Level, PAIN MANAGEMENT
dengan insisi
 Pain control,
pembedahan  Lakukan pengkajian
 Comfort level
Kriteria Hasil : nyeri secara
komprehensif termasuk
 Mampu
lokasi, karakteristik,
mengontrol nyeri
durasi, frekuensi,
(tahu penyebab
kualitas dan faktor
nyeri, mampu
presipitasi
menggunakan
 Observasi reaksi
tehnik
nonverbal dari
nonfarmakologi
ketidaknyamanan
untuk
 Gunakan teknik
mengurangi
komunikasi terapeutik
nyeri, mencari
untuk mengetahui
bantuan)
pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan
 Kaji kultur yang
bahwa nyeri
mempengaruhi respon
berkurang
nyeri
dengan
 Evaluasi pengalaman
menggunakan
nyeri masa lampau
manajemen nyeri
 Evaluasi bersama pasien
 Mampu
dan tim kesehatan lain
mengenali nyeri
tentang ketidakefektifan
(skala, intensitas,
kontrol nyeri masa
frekuensi dan
lampau
tanda nyeri)
 Bantu pasien dan
 Menyatakan rasa
keluarga untuk mencari
nyaman setelah dan menemukan
nyeri berkurang dukungan
 Tanda vital  Kontrol lingkungan yang
dalam rentang dapat mempengaruhi
normal nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

2. Gangguan Setelah dilakukan Urinary elimination


eliminasi urine askep …. jam , klien management :
berhubungan menunjukkan urinary
Monitor eliminasi urin
dengan elimination dengan
meliputi frekuensi,
obstruksi KH:
konsistensi, bau volume dan
mekanikal :
Pengosongan warna
bekuan darah,
bladder secara
oedoma, Monitor tanda dan gejala
sempurna
trauma, retensi urin

prosedur bedah, Warna urin dbn


Catat terakhir kencing
tekanan dan Bau urin dbn
Anjurkan untuk minum 8
iritasi
Urin terbebas dari gelas perhari
catheter/balon.
partikel

Balance cairan
Bladder Irrigation :
selama 24 jam
Tentukan apakah irigasi
Urin dapat keluar
akan dilakukan secara
tanpa kesakitan
berkelanjutan atau hanya
sementara

Jelaskan tujuan tindakan


kepada klien

Sediakan perlatan irigasi


streril sesuai protokol
Monitor dan jaga aliran
irigasi sesuai indikasi

Catat jumlah cairan yang


digunakan, karakteristik
cairan, jumlah pengeluaran
dan respon pasien

3. Kekurangan NOC: Fluid management


volume cairan  Timbang
 Fluid balance
berhubungan popok/pembalut jika
 Hydration
dengan area diperlukan
 Nutritional Status
bedah vaskuIer  Pertahankan catatan
: Food and Fluid
kesulitan intake dan output yang
Intake
mengontrol akurat
Kriteria Hasil :
perdarahan  Monitor status hidrasi (
 Mempertahankan
kelembaban membran
urine output
mukosa, nadi adekuat,
sesuai dengan usia
tekanan darah ortostatik
dan BB, BJ urine
), jika diperlukan
normal, HT
 Monitor vital sign
normal
 Monitor masukan
 Tekanan darah,
makanan / cairan dan
nadi, suhu tubuh
hitung intake kalori
dalam batas
harian
normal
 Lakukan terapi IV
 Tidak ada tanda
 Monitor status nutrisi
tanda dehidrasi,
 Berikan cairan
Elastisitas turgor
 Berikan cairan IV pada
kulit baik,
suhu ruangan
membran mukosa
 Dorong masukan oral
lembab, tidak ada
 Berikan penggantian
rasa haus yang
berlebihan nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

4. Resiko NOC : NIC :


infeksi
 Immune Status Infection Control
berhubungan
 Risk control (Kontrol infeksi)
dengan presedur
invasive : alat  Bersihkan lingkungan

selama Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien

pembedahan, lain
 Klien bebas dari
catheter, iritasi  Pertahankan teknik
tanda dan gejala
kandung kemih isolasi
infeksi
serta trauma  Menunjukkan  Batasi pengunjung bila
insisi bedah. kemampuan perlu

untuk mencegah  Instruksikan pada

timbulnya infeksi pengunjung untuk

 Jumlah leukosit mencuci tangan saat

dalam batas berkunjung dan setelah

normal berkunjung

 Menunjukkan meninggalkan pasien

perilaku hidup  Gunakan sabun

sehat antimikrobia untuk cuci


tangan
 Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
 Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik
bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)

 Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan
lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

5. Defisit self NOC : NIC :


care
 Self care : Self Care assistance :
berhubungan
Activity of Daily ADLs
dengan
Living (ADLs)  Monitor kemempuan
kelemahan
Kriteria Hasil : klien untuk perawatan
fisik.
diri yang mandiri.
 Klien terbebas
 Monitor kebutuhan klien
dari bau badan
untuk alat-alat bantu
 Menyatakan
untuk kebersihan diri,
kenyamanan
berpakaian, berhias,
terhadap
toileting dan makan.
kemampuan
 Sediakan bantuan
untuk melakukan
sampai klien mampu
ADLs
secara utuh untuk
 Dapat melakukan
melakukan self-care.
ADLS dengan
 Dorong klien untuk
bantuan
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
 Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

6. PK Perdarahan Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala


askep …. jam perawat perdarahan post operasi
akan menangani atau (drainage, urine)
mengurangi komplikasi
Monitor V/S
dari pada perdarahan
dan klien mengalami Pantau laborat Hb, HMT.

peningkatan Hb/> 10 gr AT
% kolaborasi untuk tranfusi
bila terjadi perdarahan (hb <
10 gr%)

Kolaborasi dengan
dokter untuk terapinya

Pantau daerah yang


dilakukan operasi
BAB IV

WOC (WEB OF COUTION)


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “S”
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Alamat : Desa Batu Mak Jage Kec. Tebas
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Juli 2014
Tanggal pengkajian : 14 Juli 2014
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
Dokter penanggung jawab : dr. Eka S. Sp.B
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “M”
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Cucu
2. Riwayat Penyakit
a. Alasan masuk rumah sakit sakit
Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas
lalu dirujuk ke RSUD Sambas.
b. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien
meringis kesakitan.
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6

T : intermitten
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.
3. Genogram

   
   


Keterangan :

 : Laki-laki

 : Laki-laki meninggal

 : Perempuan

 : Perempuan meninggal

: Pasien

: Tinggal dalam satu rumah


Data Biologis
a. Pola nutrisi
SMRS : Pasien makan 3x sehari dengan menu bervariasi.
MRS : Pasien makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan
rumah sakit.
b. Pola minum
SMRS : Pasien minum 1,5-2 liter/hari.
MRS : Pasien minum 1-1,5 liter/hari.
c. Pola eliminasi
SMRS : Pasien BAB 1-2x/hari, BAK bisa lebih 10-15 x/hari
dengan keluhan urin keluar sedikit-sedikit.
MRS : Pasien BAB 1 kali setelah operasi, terpasang kateter
triway no. 22 dengan karakteristik warna urin kuning
jernih, 500 ml/hari, kadang-kadang terasa nyei saat BAK.
Pasien terpasang irigasi 30 tpm.
d. Pola istirahat/tidur
Waktu tidur
SMRS : Pasien tidur 7-8 jam/hari dan cemas terhadap penyakitnya.
MRS : Pasien tidur sekitar 6-8 jam/hari, dengan penerangan yang
cukup.
e. Pola hygiene
- Mandi
SMRS : Pasien mandi 2 x sehari.
MRS : Pasien mandi 1 x sehari dibantu oleh keluarga.
- Cuci rambut
SMRS : Pasien cuci rambut setap hari saat mandi.
MRS : Pasien hanya membasahi rambut.
- Gogok gigi
SMRS : Pasien gosok gigi dua kali sehari pagi dan malam.
MRS : Pasien tidak menggosok gigi.
4. Pola aktifitas
SMRS : Pasien melakukan aktifitas sehari-hari dibantu oleh orang
lain.
MRS : - Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara
mandiri.
- Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.

Aktifitas 0 1 2 3 4

Mandi √

Berpakaian √

Eliminasi √

Mobilisasi ditempat tidur √

Pindah √

Makan dan minum √

Keterangan : 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung orang lain tidak mandiri

5. Data Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Baik.
b. Hubungan dengan tetangga
Baik.
c. Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.
d. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
6. Data Psikologis
a. Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.

b. Peran diri

Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik
karena dirawat di rumah sakit.

c. Gaya komunikasi

Menggunakan bahasa verbal.

Pola Koping

Pertahan tubuh menurun karena proses penyakit.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15)
Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
b. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering,
tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata
simetris, konjungtiva merah muda, ada reaksi
terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu
penglihatan, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.

d. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan
pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga,
tidak ada lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut
lembab, bibir lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
g. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada nyeri tekan.
h. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada
batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
i. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
j. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah
tanggal 11-07-2014 di abdomen inguinalis kanan
dengan karakteristik panjang luka 8-10 cm jumlah
hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor,
dolor, kalor, tumor). Terpasang drain dengan produksi
± 50 cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di
abdomen inguinalis kanan, skala 5-6 (nyeri sedang),
teraba hangat di daerah sekitar luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
k. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).
l. Ekstremitas

Kanan 5 5 5 5 5 5 5 5 Kiri

5 5 5 5 5 5 5 5

Keterangan: Terpasang infus di tangan kiri.


Data Penunjang
LABORATORIUM

14 Juli 2014 Hasil Nilai Normal

Hb 10.0 Lk = 14-16 gr%, Pr = 12-14 gr%

Leucocyt 6.600 5.000-10.000 mm3/drh

Hematokryt 31 % Lk = 47-54 %, Pr = 42-46 %

Eritrocyt 3.71 4,6-6 Jt mm3/drh

RONTGEN

Dari hasil rontgen tanggal 12 Juli 2014 menunjukkan adanya pembesaran


prostat.

Pengobatan
 Tramadol 2 x 100 ml (IV)
 Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
 As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)
 Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
 NaCl/RL 20 Tpm.
B. ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

Proses pembedahan
1. DS: Nyeri akut

- Ps mengatakan nyeri dibagian


bekas luka

P : saat ditekan dan beraktivitas

Q : seperti ditusuk jarum Luka insisi pembedahan

R : dibagian abdomen bawah


(kandung kemih) luka operasi

S : 5-6

T : intermitten
Nyeri

DO:

- Ps tampak meringis kesakitan


BPH
2. DS: Resiko infeksi

DO:

- Terdapat luka post operasi pada


abdomen bawah. Tindakkan pembedahan

- Tampak luka insisi post operasi


11-07-2014

- Panjang luka 8-10cm

- Jumlah heating 7 jahitan


Proses inflamasi
- Tidak terdapat tanda infeksi
(rubor, dolor, kalor, tumor)

- Terpasang drain

TTV

TD : 120/80 mmHg Terpapar organisme

RR : 16x/menit

N : 80x/menit

S : 36,7oC

- Leukosit 6.600mm3/drh Resiko infeksi


Tindakkan pembedahan
3. DS: Intoleransi aktifitas

- Ps mengatakan tidak bisa


melakukan aktifitas secara
mandiri
Nyeri
- Ps mengatakan luka terasa nyeri
saat melakukan aktifitas

DO:

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika Susah beraktifitas

melakukan aktivitas.

- Ps terpasang kateter triway no.


22
Intoleransi aktifitas
- Ps terpasang infus RL 20 tpm.
C. DAFTAR MASALAH

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MASALAH PARAF

DITEMUKAN TERATASI

14 Juli 2014
1. Nyeri akut b/d luka post operasi.

DS:

- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas


luka

P : saat ditekan dan beraktivitas

Q : seperti ditusuk jarum

R : dibagian abdomen bawah (kandung


kemih) luka operasi

S : 5-6

T : intermitten

DO:

- Ps tampak meringis kesakitan


14 Juli 2014
2. Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan
efek sekunder dari prosedur
pembedahan.

DS:

DO:

- Terdapat luka post operasi pada


abdomen bawah.

- Tampak luka insisi post operasi 11-07-


2014

- Panjang luka 8-10cm

- Jumlah heating 7 jahitan

- Tidak terdapat tanda infeksi (rubor,


dolor, kalor, tumor)

- Terpasang drain

TTV

TD : 120/80 mmHg

RR : 16x/menit

N : 80x/menit

S : 36,7oC

- Leukosit 6.600mm3/drh
14 Juli 2014
3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat
luka bekas operasi.

DS:

- Ps mengatakan tidak bisa melakukan


aktifitas secara mandiri

- Ps mengatakan luka terasa nyeri saat


melakukan aktifitas

DO:

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika melakukan


aktivitas.

- Ps terpasang kateter triway no. 22

- Ps terpasang infus RL 20 tpm.


D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL PARAF

Nyeri akut b/d luka post operasi, Setalah dilakukan tindakan Guidance :
1.
ditandai dengan: keperawatan 3x24 jam diharapkan
- Kaji skala nyeri 1. Mengetahui skala nyeri
nyeri dapat berkurang atau hilang
DS: - Kaji TTV setiap 4 jam
dengan kriteria hasil :
Support :
- Ps mengatakan nyeri dibagian 2. Mengetahui keadaan
- Ds : pasien mengatakan nyeri
bekas luka - Berikan posisi yang nyaman umum pasien.
berkurang dengan skala 1-3
untuk klien.
P : saat ditekan dan beraktivitas - Do : pasien tampak tenang,
Teaching : 3. Memberikan rasa
Q : seperti ditusuk jarum TTV dalam batas normal
nyamann bagi pasien.
- Ajarkan manajemen nyeri (teknik
R : dibagian abdomen bawah relaksasi napas dalam dan teknik
(kandung kemih) luka operasi. distraksi). 4. Mengalihkan perhatian

S : 5-6 Dev. Env : nyeri.

T : intermitten - Ciptakan lingkungan yang


nyaman dan tenang 5. Memberi suasana
Collaboration : nyaman bagi pasien.
DO:
- Berikan analgetik sesuai instruksi
- Ps tampak meringis kesakitan dokter (Tramadol 2 x 100 ml) 6. Analgetik mengurangi
rasa nyeri.
2. Resiko infeksi b/d kerusakan Setelah dilakukan tindakan Guidance :
jaringan efek sekunder dari keperawatan 3x24 jam
- Kaji tanda tanda infeksi 1. Mengetahui adanya
prosedur pembedahan ditandai diharapkaninfeksi tidak terjadi dengan
- Observasi TTV setiap 6 jam. tanda infeksi
dengan : kriteria hasil :
Support : 2. Mengetahui keadaan
DS: Do : tidak tampak adanya tanda tanda umum
- Ganti balutan setiap hari dengan
DO: infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)
teknik aseptik dan steril
- Terdapat luka post operasi pada Leukosit normal 4.000-11.000 Teaching : 3. Mencegah adanya
abdomen bawah. infeksi
S : 36,7 -37,5 0C - Ajarkan pasien dalam menjaga
- Tampak luka insisi post operasi 4. Mengajarkan pasien
kebersihan pada daerah luka post
11-07-2014
untuk mempertahankan
op.
- Panjang luka 8-10cm kondisi balutan luka.
Dev. Env :
- Jumlah heating 7 jahitan
- Ciptakan lingkungan yang bersih.
- Tidak terdapat tanda infeksi 5. Mencegah terjadnya
Collaboration :
(rubor, dolor, kalor, tumor)
infeksi
- Terpasang drain - Berikan antibiotik sesuai anjuran
TTV dokter. 6. Mempercepat
TD : 120/80 mmHg - Kolaborasikan dengan ahli gizi penyembuhan luka
RR : 16x/menit dalam pemberian diit TKTP.
N : 80x/menit 7. Protein mempercepat
o
S : 36,7 C proses penyembuhan
3
- Leukosit 6.600mm /drh
luka.
3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Guidance : 1. Mengetahui keadaan
luka bekas operasi, ditandai diharapkan intoleran aktivitas dengan umum pasien
dengan: criteria hasil : - Kaji tanda tanda infeksi 2. Mengetahui tingkat
- Kaji tingkat aktifitas ketergantungan pasien
DS: - Pasien mengatakan bisa
3. Memberikan
beraktivitas secara mandiri dan Support :
- Ps mengatakan tidak bisa kenyamanan pada pasien
secara perlahan
melakukan aktifitas secara - berikan posisi senyaman mungkin 4. Memberikan
- Pasien biisa melakukan secara
mandiri - dekatkan barang yang diperlukan kenyamanan pada
mandiri
pasien pasien.
- Ps mengatakan luka terasa nyeri
Teaching : 5. Mencegah kelemahan
saat melakukan aktifitas
- ajarkan pasien untuk latihan aktif otot dan merangsang
DO:
dan pasif sesuai kondisi mobilisasi.
- Ps tampak lemah. 6. Memberikan
Dev. Env :
- Ps tampak kesakitan jika kenyamanan pada
- Ciptakan lingkungan yang tenang
melakukan aktivitas. pasien.
Collaboration :
7. Memberikan terapi yang
- Ps terpasang kateter triway no. - Kolaborasi dengan dokter dalam
tepat untuk pasien
22 pemberian obat yang sesuai
Ps terpasang infus RL 20 tpm.
E. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI

NO. DX TANGGAL CATATAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN DAN PARAF


EVALUASI

DX 1. 14 Juli 2014 1. Mengkaji TTV


S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian
07.30 H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S :
bekas luka operasi dengan skala 5-6
36,7oC
2. Mengkaji skala nyeri (nyeri sedang).
08.10
R/ O : Pasien terlihat meringis kesakitan
P : saat ditekan dan beraktivitas ketika bagian abdomen ditekan.
Q : seperti ditusuk jarum
A : Masalah belum teratasi.
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih)
luka operasi P : Intervensi 1, 2 dan 4 dilanjutkan.
S : 5-6

08.20 T : intermitten
3. Megajarkan teknik relaksasi napas dalam.
08.30 R/ Pasien mengikuti dengan baik.
4. Memberi terapi injeksi sesuai instruksi dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
DX 2. 14 Juli 2014 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor,
panas, dan sakit.
kalor, tumor.
10.00
2. Memberikan penkes kepada pasien dalam O : Tidak tampak adanya tanda-tanda
menjaga kebersihan luka bekas operasi.
infeksi.Pasien terlihat tenang
R/ pasien dan keluarga mendengarkan dengan
baik. A : Masalah masih resiko.
11.00 3. Memberikan terapi injeksi .
P : Intervensi 1 dan 3 dilanjutkan.
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.
DX 3. 14 Juli 2014 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan belum bisa
13.00 H/ pasien hanya beraktifitas di tempat tidur. beraktifitas secara mandiri.
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
O : Pasien tampak lemah.
R/ pasien mengikuti dengan baik.
13.30 A : Masalah belum teratasi .

P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.

DX 1. 15 Juli 2014 1. Mengkaji TTV S : Pasien mengatakan nyeri sedikit


07.30 H/ TD : 150/80, N : 82 x/m, RR: 16 x/m, S : berkurang.
36,5oC
2. Mengkaji skala nyeri O : Pasien tampak lebih tenang.
08.10
R/ A : Masalah teratasi sebagian.
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk. P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.

R = Di bagian abdomen (luka operasi).


S = 4-5 nyeri sedang.
T = intermiten (kadang-kadang).
3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep
08.30
dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
4. Memberikan posisi nyaman bagi pasien.
H/ Pasien tampak nyaman.

DX 2. 15 Juli 2014 1. Memberikan terapi injeksi . S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 R/ Cifrofloxacin 500 mg IV. panas dan sakit.
11.00 2. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
O : Tidak ada tanda-tanda infeksi.
dan steril.
08.00 H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda- A : Masalah masih resiko.
tanda infeksi. P : Intervensi 1,2 dan 3 dilanjutkan.
DX 3. 15 Juli 2014 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
13.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah dapat sudah bisa dilakukan sendiri.
dilakukan sendiri
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. O : Pasien tampak lebih bersemangat
R/ pasien mengikuti dengan baik. dalam melakukan aktifitas.
13.30
A : Masalah teratasi sebagian .

P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.

DX 1. 16 Juli 2014 1. Mengkaji TTV S : Pasien mengatakan nyeri sudah


07.30 H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S : berkurang.
36,5oC
2. Mengkaji skala nyeri O : Pasien tampak lebih tenang.
08.10
R/ A : Masalah teratasi sebagian.
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk. P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.

R = Di bagian abdomen (luka operasi).


S = 1-3 nyeri ringan.
T = intermiten (kadang-kadang).
3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep
08.30
dokter.R/ Tramadol 1 amp IV.
DX 2. 16 Juli 2014 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi. S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, panas dan sakit.
kalor, tumor).
11.00
2. Memberikan terapi injeksi sesuai dengan anjuran O : Tidak terlihat ada tanda-tanda infeksi.
dokter.
A : Masalah masih resiko.
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.
08.00
3. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik P : Intervensi dihentikan.
dan steril.
- Delegasikan rencana intervensi
H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda-
kepada teman sejawat.
tanda infeksi.

DX 3. 16 Juli 2014 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
09.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah bisa dilakukan sudah bisa dilakukan sendiri.
secara mandiri.
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. O : Pasien tampak lebih bersemangat
R/ pasien mengikuti dengan baik. dalam melakukan aktifitas.
13.30
A : Masalah teratasi sebagian.

P : Intervensi 1 dilanjutkan.

Você também pode gostar