Você está na página 1de 9

3.3.

Analisis dampak masalah


Setelah mengetahui peringkat prioritas masalah, maka dilakukan analisis terhadap
dampak permasalahan. Analisis dampak dilakukan untuk melihat apakah permasalahan
mengganggu atau mempengaruhi proses pelayanan dan apakah akan mengakibatkan
kerugian. Dampak permasalahan yang dianalisis meliputi dampak terhadap pasien,
pengunjung atau masyarakat, tenaga medis dan staf, serta terhadap rumah sakit.
Permasalahan dengan skor resiko terberat, yaitu monitoring terhadap pelaksanaan
program PPI tidak berjalan diambil sebagai masalah utama yang harus segera dipikirkan
solusinya.
Alasan pemilihan masalah tersebut sebagai prioritas adalah karena program PPI
sangat penting untuk rumah sakit, baik bagi pasien, pengunjung, karyawan maupun bagi
rumah sakit. Jika monitoring program tidak berjalan dengan baik, maka kontinuitas
pelaksanaan program PPI tidak dapat maksimal.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk
dilaksanakan di rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan sebagai tolok ukur mutu
pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga dari risiko
tertularnya infeksi. Infeksi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan tetapi
juga dapat dicegah dengan melakukan langkah-langkah sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan program pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan,
pendidikan dan pelatihan, serta monitoring dan evaluasi (Lelonowati, Koeswo & Rochmad,
2015).
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan No. 270/MENKES/SK/iii/2007 tentang
pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya, bahwa keberhasilan program PPI di rumah sakit perlu keterlibatan lintas
profesional, klinis, perawat, laboratorium, K3L, farmasi, gizi, IPSRS, sanitasi dan house
keeping sehingga perlu wadah berupa komite PPI. Dalam komite PPI anggotanya harus
saling bekerjasama dan perlu dukungan dari manajerial untuk terlaksananya program PPI
dengan baik.
Pelaksanaan PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus
dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional dari semua
departemen/instalasi/divisi/ masyarakat sesuai dengan falsafah dan tujuan PPI.
Pelaksanaan program PPI harus dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara berkala
(pedoman manajerial PPI). Jika monitoring dan evaluasi ini tidak dilakukan, maka akan
memberikan banyak dampak seperti di bawah ini :
1. Dampak terhadap pasien, pengunjung dan keluarga
Monitoring terhadap program PPI yang tidak dilakukan dapat menyebabkan
program PPI tidak berjalan maksimal, hal ini dapat meningkatkan kesalahan dalam
menjalankan prosedur kerja yang berkaitan dengan PPI. IPCN yang tidak bekerja purna
waktu dan merangkap kerja sebagai perawat OK dan koordinator perawat rawat jalan,
belum melakukan evaluasi kinerja IPCLN dan staf lainnya. Jika program PPI tidak berjalan
maksimal pada akhirnya akan menimbulkan dampak pada pasien, pengunjung dan
keluarga. Dampak ini dapat berupa meningkatnya resiko infeksi nosokomial yang akan
meningkatkan lama rawat dan tentunya meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pasien dan keluarga selama proses perawatan di rumah sakit. Walaupun belum ada
keluhan atau komplain yang masuk berkaitan dengan masalah infeksi, tetapi masalah ini
dapat muncul di masa depan yang akhirnya dapat menurunkan kepuasan pasien. Kepuasan
pasien akan berdampak pada citra rumah sakit yaitu kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan rawat inap RSIA Puri Bunda.

2. Dampak terhadap tenaga medis dan staf

Dampak terhadap dokter maupun staf rumah sakit yang lain yaitu meningkatnya
resiko infeksi. Resiko terkena infeksi di rumah sakit akan meningkat dengan tidak
berjalannya program PPI.

3. Dampak terhadap rumah sakit

Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan,
serta monitoring dan evaluasi. Jika program PPI tidak berjalan dengan baik dapat
memberikan dampak terhadap rumah sakit yaitu terkait dengan finansial. Penurunan
kepuasan pasien akan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan pasien dan akan
mengakibatkan pendapatan rumah sakit berkurang. Selain itu, peningkatan angka infeksi
juga akan memberikan kerugian kepada rumah sakit, karena akan meningkatkan lama
rawat (length of stay). RSIA Puri Bunda sudah bekerjasama dengan BPJS dan sebagian besar
pasien rawat inapnya merupakan pasien BPJS, sehingga dengan meningkatnya lama rawat
dengan tidak diimbangi peningkatan klaim, maka akan memberikan kerugian finansial bagi
rumah sakit.

Lelonowati, D, Koeswo, M & Rochmad, K 2015, 'Faktor Penyebab Kurangnya Kinerja


Surveilans Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Iskak Tulungagung', Jurnal Kedokteran
Brawijaya, vol. 28, no. 2, pp. 186-194.
BAB IV

ANALISIS MASALAH

Masalah yang ditemukan selama tracer study yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap
RSIA Puri Bunda, tersaji dalam tabel 3.1 di atas. Dari sekian masalah di Instalasi Rawat Inap,
masalah dengan skor 25 kami analisis dan kami memilih prioritas masalah yaitu “monitoring
terhadap pelaksanaan program PPI tidak dilaksanakan”. Alasan pemilihan masalah tersebut
sebagai prioritas adalah karena program PPI sangat penting untuk rumah sakit, baik bagi
pasien, pengunjung, karyawan maupun bagi rumah sakit. jika monitoring program tidak
berjalan dengan baik, maka kontinuitas pelaksanaan program PPI tidak dapat maksimal.

4.1 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang kami pilih berdasarkan analisis prioritas masalah yaitu
“Monitoring program PPI di ruang rawat inap tidak dilaksanakan.”
4.2 Process Flow (Diagram Alur)
Gambar 4.1 Diagram Alur Monitoring Terhadap Program PPI Tidak DIjalankan

KOMITE PPI

PENYUSUNAN
PROGRAM PPI

PEMBENTUKAN TIM

IPCO IPCN IPCLN

MONITORING PELAKSANAAN

TIDAK BAIK

EVALUASI

BAIK
4.3 Root Cause Analysis
Root cause analysis pada kelompok kami menggunakan metode fish bone
Gambar 4.2 Cause and Effect Diagram (Fish Bone) dari Monitoring Program PPI di Rawat Inap Tidak Dilaksanakan
Form audit /
PLANT PEOPLE moitoring

Staff
tidakmelaksanakan

Staff tidakmemahami
program

PROCES
S
Pelaporankegiatantidakdilak
ukan SPO sterilisasi, linen laundry
Staff yang
belumada
kompetenterba
tas
IPCN tidak full time
SPO monitoring
program belumada MONITORING PROGRAM PPI
DI RAWAT INAP
TIDAK DILAKSANAKAN

Staff tidakmaumenjalankan program

IPCN tidak
full time IPCN
IPCN kurangsosialisasi tidakmem
prioritask

PROCEDURE
Program tidakterlaksana
IPCN tidakmelakukan monitoring
4.4 Penetapan Akar Masalah
4.4.1 Check Sheet
Tabel 4.1 Check Sheet Penetapan Akar Masalah
NO EFEK JUMLAH
1 IPCN Tidak Full Time 8
2 Overload Pekerjaan 5
3 Staf Kompeten Terbatas 3
4 IPCN Tidak Memprioritaskan Pembuatan SPO 3
5 Tidak Melakukan Monitoring 3
6 Time Management kurang 2

4.4.2 Diagram Pareto

[Chart Title]
9 100%

7 80%

Cumulative %
STAFF KOMPETEN TERBATAS

60%
Defects

5
TIDAK MELAKUKAN
OVERLOAD PEKERJAAN
IPCN TIDAK FULL TIME

TIME MANAGEMENT

4
MEMPRIORITASKAN

MONITORING
SPO

40%
IPCN TIDAK

3
PEMBUATAN

2 20%
IPCN

0 0%
Causes
Vital Few Useful Many Cumulative% Cut Off % [42]

Gambar 4.3 Pareto Chart


Tabel 4.2 Tabel Pareto Chart
Cumulative
Percentage
Cutoff: 80%
# Causes Defects Cumulative%
1 IPCN TIDAK FULL TIME 8 33,3%
2 OVERLOAD PEKERJAAN 5 54,2%
3 STAFF KOMPETEN TERBATAS 3 66,7%
IPCN TIDAK MEMPRIORITASKAN
4 PEMBUATAN SPO 3 79,2%

5 IPCN TIDAK MELAKUKAN MONITORING 3 91,7%


6 TIME MANAGEMENT 2 100,0%

Berdasarkan diagram pareto pada gambar 4.3 di atas, didapatkan prioritas akar
masalah di instalasi rawat inap RSIA Puri Bunda yaitu IPCN yang tidak bekerja fulltime.
IPCN di RSIA puri bunda juga menjabat sebagai kepala instalasi rawat jalan dan unit
khusus, selain itu IPCN juga merupakan perawat di kamar operasi. Hal ini membuatIPCN
tidak dapat mengerjakan tugas dan fungsinya dengan maksimal. Keterbatasan tenaga
menjadi alasan rsia puri bunda belum memiliki IPCN yang fulltime. Selain itu kurangnya
staf yang kompeten, kurangnya kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi IPCN serta
pelatihan untuk menjadi IPCN yang mahal dan jarang dilaksanakan menambah
kesulitan ini.

Você também pode gostar