Você está na página 1de 8

Klasifikasi Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Parameter Kondisi Lahan ............................................................................ (Faris et al.

KLASIFIKASI DAERAH ALIRAN SUNGAI


BERDASARKAN PARAMETER KONDISI LAHAN MENGGUNAKAN DATA
PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Studi Kasus di DAS Arau, Kota Padang
(Watershed Classification Based on Land Condition Parameters Using Remote Sensing and
GIS Data, Case Study in Arau Watershed, Padang City)

Muhammad Faris, Fidya Rismatika, dan Maharani Faisal Putri


Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
Depok 16424, Indonesia
E-mail: muhammad.faris51@sci.ui.ac.id

ABSTRAK

Daerah Aliran Sungai (DAS) diklasifikasikan terdiri atas DAS dipertahankan dan dipulihkan. Penentuan
klasifikasi tersebut didasarkan pada penilaian terhadap parameter lahan, tata air, sosial ekonomi kelembagaan,
investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah. Klasifikasi ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi DAS dalam
pengembangan rehabilitasi kondisi lahan sebagai tolak ukur parameter dalam pengembangan DAS Arau yang
sedang tercemar saat ini. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan klasifikasi DAS kondisi
saat ini dengan memanfaatkan data penginderaan jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geospasial (SIG) sebagai
pembanding dengan kondisi lahan yang lebih detail hasilnya. Data penginderaan jauh yang digunakan antara
lain citra Landsat 8. Untuk mengetahui kondisi lahan, data yang digunakan yakni data penutupan lahan hasil
ekstraksi data penginderaan jauh Landsat 8 dengan metode klasifikasi terselia. Pada penelitian ini digunakan
algoritma NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) sebagai acuan untuk mengetahui seberapa besar
kerapatan vegetasi pada kondisi lahannya. Kerapatan vegetasi dibedakan menjadi lahan kosong, kerapatan
vegetasi rapat, kerapatan sedang, dan kerapatan jarang. Untuk pemanfaatan PJ dan SIG sebagai pengolahan
data yang telah terkumpul, data kemudian didistribusikan secara spasial dalam klasifikasi DAS dan
parameternya yaitu kondisi lahan yang akan direhabilitasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini meliputi
seberapa besar tingkat kekritisan lahan, persentase penutupan vegetasi, dan nilai pengelolaan lahan yang
nantinya dapat dimanfaatkan serta untuk pemerintah sebagai sarana sosialisasi kepada masyarakat agar
Kondisi DAS Arau yang saat ini tercemar dapat ditanggulangi secara bersama-sama.

Kata kunci: klasifikasi DAS, kondisi lahan, rehabilitasi hutan dan lahan, penginderaan jauh

ABSTRACT
Watershed classification consists of retained and restored watersheds. Determination of the classification
based on a parameters assessment of the land, water management, socio-economic institutions, water
construction investment, and the use of territorial space. This classification refers to Government Regulation
Number 37 of 2012. The purpose of this study is to determine the classification of watershed in the
development of rehabilitation of land conditions as a parameter benchmark in the development of the currently
contaminated Arau River Basin. Then another goal is also to determine the classification of the current
conditions by utilizing remote sensing and GIS data as a comparison with the land conditions that are more
detailed results. Remote sensing data used include Landsat 8 imagery. To find out the condition of the land,
the data used is the land cover data from the extraction of Landsat 8 remote sensing data using the supervised
classification method. In utilizing this research researchers used the NDVI algorithm (Normalized Difference
Vegetation Index) as a reference to find out how much vegetation density is on the condition of the land.
Vegetation density is divided into vacant land, density of vegetation density, medium density and rare density.
For the use of GIS and remote sensing as processing data that has been collected then distributed spatially in
the classification of the watershed and its parameters, namely the condition of the land to be rehabilitated.
The results obtained from this study include how much land criticality, the percentage of vegetation cover,
and the value of land management that can later be used and for the government as a socialization to the
community so that the current polluted watershed of the Arau watershed could be tackled together.

Keywords: watershed clasification, land condition, forest and land rehabilitation, remote sensing

601
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

PENDAHULUAN
Saat ini, Daerah Aliran Sungai (DAS) Arau, Kota Padang mempunyai masalah terkait kandungan
konsentrasi air. Menurut Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kota Padang, bahwa jika merujuk pada ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 82/2001 tentang pengendalian dan pencemaran air, Batang Arau tidak
masuk dalam sungai kelas IV. Artinya air sungai ini dapat dikatakan sudah tidak layak digunakan
oleh manusia bahkan untuk dalam bidang pertanian sekalipun.
Kemudian di sisi lain, kandungan sedimen dari DAS tersebut mempunyai kondisi yang tinggi
setiap tahunnya. Menurut Buchanan (1984) dalam Reinnamah (2009) berdasarkan skala sedimen
terdiri dari beberapa komponen bahkan tidak sedikit sedimen yang merupakan pencampuran dari
komponen-komponen tersebut. Adapun komponen itu bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman
dan geologi dasar (Forstner dan Wittman, 1983). Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam
suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan
konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi DAS dalam pengembangan
rehabilitasi kondisi lahan sebagai tolak ukur parameter dalam pengembangan DAS Arau yang sedang
tercemar saat ini. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan klasifikasi DAS kondisi
saat ini dengan memanfaatkan data penginderaan jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geospasial (SIG)
sebagai pembanding dengan kondisi lahan yang lebih detail hasilnya. Penelitian ini penting untuk
menanggulangi proses pencemaran DAS Arau khususnya di daerah Kota Padang dengan
memperhatikan kondisi lahan yang terdiri atas kerapatan vegetasi dan penggunaan tanah sekitar
DAS Arau. Hasil diharapkan dapat mampu mensosialisasikan kepada pihak lembaga pemerintah,
swasta, hingga diteruskan untuk masyarakat.

METODE
Penelitian ini mengambil daerah cakupan kota yang terletak di wilayah Kota Padang secara
administratif. Lokasi penelitian dapat dilihat pada citra Google Earth pada Gambar 1. Penelitian ini
berlokasi pada 0.9471° LS, 100.4172° BT.

Gambar 1. Lokasi Penelitian.

Metode yang dilakukan adalah menggunakan Citra Landsat 8 dengan algoritma NDVI
(Normalized Difference Vegetation Index) dan SIG sebagai hasil dari analisis. Berikut ini
beberapa data yang digunakan dalam penelitian (Tabel 1).

602
Klasifikasi Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Parameter Kondisi Lahan ............................................................................ (Faris et al.)

Tabel 1. Data yang digunakan dalam penelitian


No Data Fungsi Sumber
1 Data Penggunaan Untuk mengetahui gambaran tentang distribusi Kementerian Lingkungan
Lahan penggunaan tanah secara umum. Hidup dan Kehutanan

2 Data Luas Areal (ha) Untuk mengetahui seberapa luas potensi daerah BPS Kota Padang
yang kritis akibat pencemaran dari DAS
3 NDVI Untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi Citra Landsat 8 Path/row
127/061 dan di DAS Arau
4 Aksesibilitas Aksesibilitas jalan maupun sungai yang berkaitan Peta RBI (Rupa Bumi
dengan DAS Indonesia)
5 Tingkat Kekritisan Untuk mengetahui distribusi spasial tingkat Hasil Analisis Pribadi
Lahan kekritisan lahan

Kondisi Penutupan Lahan (NDVI)

Indeks vegetasi atau NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan suatu
tanaman. Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara band merah dan band NIR (Near-
Infrared Radiation) yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi
(Lillesand dan Kiefer 1997). Indeks vegetasi yang dilihat dapat melalui kerapatan antar pixel pada
Landsat 8 melalui format data raster.
Data ini nantinya sebagai olahan pertama untuk menghasilkan tingkat kekritisan lahan.
Pengolahan data yang digunakan dari NDVI merupakan acuan akhir untuk pengolahan overlay yang
dikombinasikan dengan kondisi penggunaan tanahnya.

Data Luas Areal (ha)

Data ini didapat dari instansi pemerintah, diolah dengan hasil algoritma tersendiri untuk
menentukan suatu luas daerah baik itu dari cakupan kekritisan lahan, NDVI, hingga penggunaan
tanahnya. Data ini diolah dengan software ArcGIS dalam menjalankan algoritma luasan dalam hektar.
Dalam mengkalkulasikan algoritma pada perangkat tersebut menggunakan algoritma dalam bidang
geometri.

Data Penggunaan Lahan

Data ini yang merupakan salah satu dari dua komponen variabel sebagai acuan dalam
mengklasifikasi kekritisan lahannya. Klasifikasi DAS berdasarkan kondisi lahan dipengaruhi
parameter lain yang meliputi kondisi kekritisan lahan, tutupan vegetasi, dan pengelolaan lahan.
Parameter tersebut diberi nilai dan diberi bobot. Adapun skor dan bobot disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penilaian Klasifikasi DAS.


No Faktor Bobot Kriteria Skor Nilai
1 Lahan Kritis 50 % Lahan Kritis ≤ 5 % 0,5 25
5 %<% Lahan Kritis ≤ 10 % 0,75 37,5
10 %<% Lahan Kritis ≤ 15 % 1 50
15 %<% Lahan Kritis ≤ 20 % 1,25 62,5
% Lahan Kritis> 20 % 1,50 75
2 Penutupan Lahan 25 80 < % Penutupan Vegetasi 0,5 12,5
60 < % Penutupan Vegetasi≤80 0,75 18,75
40< % Penutupan Vegetasi≤60 1 25
20< % Penutupan Vegetasi≤40 1,25 31,25
% Penutupan Vegetasi≤20 1,50 37,5
3 Informasi Pengelolaan Lahan 25 ≤ 0.1 0,5 12,5
0.1 – 0.3 0,75 18,75
0.3 – 0.5 1 25
0.5-0.7 1,25 31,25
> 0.7 1,50 37,5
Sumber: Modifikasi KLHK, 2014

603
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Untuk menentukan klasifikasi DAS berdasarkan kondisi lahan menggunakan formula aritmatika
berikut ini.
Total Nilai = Nilai faktor persentase lahan kritis + Nilai faktor persentase penutup lahan
bervegetasi + Nilai faktor persentase informasi............................................. (1)
Berdasarkan hasil perhitungan faktor-faktor penyusun kondisi lahan di atas, diperoleh total nilai.
Total nilai hasil perhitungan tersebut kemudian dikelaskan sesuai dengan Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi DAS.


No Nilai Klasifikasi DAS

1 0 - 75 Dipertahankan

2 75 -150 Dipulihkan

Sumber: Hasil olah data, 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil kekritisan lahan menunjukan adanya perbedaan yang sedikit signifikan dari segi lahan
dengan kelas sangat kritis, di mana perbedaannya hingga 15 ribu hektar. Artinya lahan tersebut
memang terjadi kenaikan yang cukup serius pada hutan lahan kering primernya. Hal ini didukung
berdasarkan penutupan lahan hutan lahan kering yang dapat dikatakan sebagai penyebab utama
lahan kering sebagai kekritisan suatu lahan. Di satu sisi kerapatan vegetasi pada daerah ini cukup
terbilang lebat. Hanya saja berdasarkan penggunaan lahannya didominasi lahan yang kering. Lahan
kritis yang dibiarkan tidak ditanggulangi menyebabkan lahan menjadi lahan marginal yang
mengakibatkan lahan menjadi tidak berproduktif dan tidak bernilai secara ekonomis (FAO, 1998;
Thomas et al., 2012).

Gambar 2. Tingkat Kekritisan Lahan 2015 dan 2017.

604
Klasifikasi Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Parameter Kondisi Lahan ............................................................................ (Faris et al.)

Tabel 4. Perbandingan Tingkat Kekritisan Lahan 2015 dan 2016.

2015 2016
Tingkat Kekritisan 2015 Luas Hektar Persentase Luas Hektar Persentase
Lahan Agak Kritis 24807.63 36.64 25764.08 38.03
Lahan Kritis 16490.11 24.36 1046.38 1.54
Lahan Potensial Kritis 816.57 1.21 330.05 0.49
Lahan Sangat Kritis 17943.20 26.50 34431.37 50.83
Lahan Tidak Kritis 7643.29 11.29 6169.07 9.11
TOTAL 67700.80 100,0% 67740.95 100,0%

Dari segi penggunaan tanahnya dapat diketahui dominasi terbesar didominasi oleh hutan
lahan kering primer dengan luas hektar 28.684 hektar yang persentasenya hingga 42,3 persen.
Hutan ini bersifat lahan kering dimana merupakan sebagai potensi dalam penyebab kekritisan lahan.

Gambar 3. Penutupan Lahan 2015.

Lebih lanjut data penggunaan tanah tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan
tabel tersebut, lahan kering pada pertanian menjadi faktor yang memperluas kekritis lahan dimana
luasnya hingga 18.692 hektar dan menutupi hampir 27,56 persen. Lahan kering yang dimaksud
dimana lahan areal ini merupakan lahan yang dialihfungsikan tetapi pemeliharaannya tidak kunjung
merata. Hal ini mengakibatkan terhambatnya das yang mengalir akibat pemanfaatan hutan yang
tidak terkelola dengan baik. Alhasil limbah yang dihasilkan pun mempunyai dampak yang cukup
serius untuk diperhatikan dalam pengelolaannya.

605
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Tabel 5. Penggunaan tanah 2015.


Nama Penggunaan Tanah 2015 Luas Hektar Persentase
Hutan Lahan Kering Primer 28684 42.30
Hutan Lahan Kering Sekunder 5812 8.57
Hutan Mangrove Sekunder 90 0.13
Permukiman 6177 9.11
Pertambangan 342 0.50
Pertanian Lahan Kering 4679 6.90
Pertanian Lahan Kering Bercampur dgn Semak 18692 27.56
Sawah 2334 3.44
Semak/Belukar 868 1.28
Semak/Belukar Rawa 109 0.16
Tanah Terbuka 30 0.04
TOTAL 67817 100,0 %

Berdasarkan data citra NDVI tedapat perbedaan yang dapat dilihat dari segi kurangnya
kerapatan yang bertempat pada daerah penutupan lahan hutan lahan kering primer. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. NDVI 2015 & 2017

Pengaruh yang dihasilkan salah satunya disebabkan oleh cloud cover yang menutupi daerah
tersebut. Sehingga menciptakan efek atmosferik atau noise yang mungkin radiometriknya
mengubah value pada kekritisan lahan. Tetapi dampak yang dihasilkan tidak membahawa besar
dalam hasil penelitian overlay kekritisan lahan. Kerapatan suatu vegetasi ini menandakan adanya
hutan yang mungkin kondisi pemeliharaannya terbenahi atau terbengkalai di mana mengakibatkan
pencemeran pada DAS sekitarnya.

606
Klasifikasi Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Parameter Kondisi Lahan ............................................................................ (Faris et al.)

Tabel 7. Klasifikasi DAS 2015.


Kualifikasi
No Kriteria Kondisi Lahan Nilai Skor Nilai Klasifikasi
Pemulihan

1 Kondisi Kekritisan 34.433,31 Ha Sangat tinggi 1,5 75


Lahan (50,86 %)
2 Persentase Penutupan 35.454 Ha Sedang 1 25
Vegetasi (52,28 %)
3 Kondisi Pengelolaan - -
Lahan
Skor Total 100 Dipulihkan

Berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat kondisi DAS Arau dan sekitar Kota Padang pada tahun
2015 dicerminkan dengan kondisi tingkat kekritisan lahan, persentase penutupan lahan yang
digambarkan dengan kondisi hutan dan perkebunan yang termanfaatkan serta kondisi pengelolaan
lahan maka diperoleh ringkasan data dan hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 7. Hasil
perhitungan tersebut mengindikasikan adanya permasalahan di DAS Arau. Permasalahan utama
yang dihadapi yakni tingkat kekritisan lahan tergolong tinggi dengan persentase mencapai 50,86%.
Tingkat dari kekritisan lahan ini disebabkan karena adanya pemanfaatan hutan yang terlantar. Hutan
yang terlantar ini menyebabkan hutan menjadi sebuah kawasan lahan yang kering. Pengolahan dari
hutan menjadi non hutan menyebabkan yaitu salah sataunya pertanian dan perkebunan menjadi
key factor yang menunjang kekritisan tersebut. Akibat hutan yang terbengkalai ini menyebabkan
peristiwa erosi dan landslide yang menyebabkan kelangsungan das di daerah Padang menjadi
terhambat dan mengalami pencemaran atau sedimentasi.Pada tahun 2017, kondisi kekritisan
cenderung sedikit naik perluasannya. Hal ini terlihat pada Tabel 8. Berdasarkan hal tersebut, hasil
dipulihkan sama dengan tahun 2015 namun kondisi kekritisannya justru mengalami kenaikan.

Tabel 8. Klasifikasi DAS 2017.


Kondisi Kualifikasi
No Kriteria Nilai Skor Nilai Klasifikasi
Lahan Pemulihan
1 Kondisi Kekritisan 32.876,44 ha Sangat tinggi 1,5 75
Lahan (52,37 %)
2 Persentase Penutupan 35.454 ha Sedang 1 25
Vegetasi (52,28 %)
3 Kondisi Pengelolaan - - - -
Lahan
Skor Total 100 Dipulihkan

KESIMPULAN
Kondisi kekritisan lahan untuk penilaian kualifikasi DAS Arau pada tahun 2015 mencapai
34.433,31 ha (50,86 %). Kondisi kekritisan lahan yang diperhitungkan adalah informasi luasan lahan
sangat kritis dan kritis. Kualifikasi DAS untuk parameter lahan dikategorikan sangat tinggi karena
luasan lahan kritis lebih dari 20%. Berdasarkan kondisi penggunaan lahan di DAS Arau tahun 2015,
hasil pengolahan Landsat 8 menunjukkan sebagian besar jenis penutupan lahan adalah hutan lahan
kering primer dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak. Dari hasil perhitungan indeks
penutupan lahan diperoleh informasi luasan penutupan lahan 85,46% yang terdiri dari penutupan
lahan jenis hutan lahan kering primer, sekunder, mangrove, dan pertanian lahan kering disertai
bercampur dengan semak.
Hasil pengolahan data menggunakan SIG menunjukkan bahwa DAS Arau dikategorikan DAS
yang dipulihkan. Permasalahan utama yang dihadapi dalam upaya pemulihan DAS adalah tingkat
kekritisan lahan tergolong tinggi sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Data
penginderaan jauh sangat membantu dalam analisis klasifikasi DAS terutama untuk informasi kondisi
lahan pada parameter yang terkait dengan tutupan lahan yaitu data utama penyusun tingkat
kekritisan lahan, data utama luasan vegetasi yang terdapat di DAS, dan membantu analisis tingkat
pengelolaan lahan di suatu DAS. NDVI digunakan sebagai algorithma untuk membantu analisis

607
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

penutupan lahan. Jika dilihat dari perbedaan penggolongan klasifikasi DAS Arau 2015 dan 2017 pada
umumnya mempunyai memiliki status dipulihkan, perubahan dari 2 tahun tersebut masih dapat
dikatakan sangat kritis dan harus dibenahi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis yaitu saya Muhammad Faris dari Jurusan Geografi FMIPA UI
menyampaikan rasa terima kasih dan terima kasih atas kerja samanya kepada seluruh rekan-rekan
panitia Seminar Nasional Geomatika 2018 dimana selalu membimbing dan menyukseskan acara
hingga ke penulisnya itu sendiri. Kemudian juga saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan
dari teman-teman internal saya di Jurusan Geografi FMIPA UI baik itu dari arahan bimbingan dosen
dan teman-teman sekalian yang disela-sela rutinitasnya namun tetap meluangkan waktunya untuk
memberikan petunjuk, dorongan, saran dan arahan sejak rencana penelitian hingga selesainya
penulisan paper ini.

DAFTAR PUSTAKA

Rusdiyatmoko, Agus. (2015). Klasifikasi Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Parameter Kondisi Lahan di DAS
Mentaya Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan SIG. SINASINDERAJA – LAPAN (2015).

Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah aliran Sungai, FakultasPertanian, Universitas Padjajaran,
Bandung
Thomas, E.L., dan Luiz, J.C. (2012). Soil Loss, Soil Degradation and Rehabilitation in a Degraded Area in
Guarapuava (Brazil). Land Degradation & Development, 23:72 – 81.
U. Forstner, G.T.W. Wittmann, Metal pollution in the aquatic environment, Springer-Verlag, Berlin, 1983, pp.
30-61.
Muhammad Chaerul, Muhammad Saleh Pallu, Mary Selintung, and Johanes Patanduk. (2015). Distribution and
Mobility of Heavy Metal Materials in Settling Ponds Post Laterite Nickel Mining (A Case Study: North
Motui Konawe, Southeast Sulawesi). Int. Journal of Engineering Research and Applications - ISSN :
2248-9622,Vol. 5, Issue 6, ( Part -2) June 2015, pp.72-75.
Food and Agriculture Organization of The United Nations. (1998). The State of Food and Agriculture (Rural
Non-Farm Income in Developing Countries). Rome: FAO, Italy (1998).
Coubout, R. (2014). DAS Batang Arau Padang Tercemar. Artikel. Cited in
http://www.mongabay.co.id/2014/12/10/das-batang-arau-padang-tercemar/ [15 Desember 2017
pukul 11.00 WIB]
Kementerian Kehutanan. (2009). Pedoman Monitoring dan Evaluasi DaerahAliran Sungai. Peraturan Direktur
Jeneral RLPS. Nomor: P.04/V-SET/2009). Jakarta.
Lillesand T.M & R.W. Kiefer. (1997). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan: Dulbahri,
Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
RI (Republik Indonesia). (2001). Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta
Reinnamah, Yohanes. 2009. Pengaruh sedimentasi terhadap tingkat kelulushidupan vegetasi yang terdapat di
sekitar daerah aliran sungai(DAS) Oesapa Kecil. Kupang: Fakultas Perikanan UKAW.
Wang, Q., & Tenhunen, J. (2004). Vegetation Mapping with Multitemporal NDVI in North Eastern China
Transect (NECT). International Journal Appl Earth Obs Geoinf Vol. 6, pp. 17–31.

608

Você também pode gostar