Você está na página 1de 12

PENYAKIT JANTUNG KORONER

STABLE ANGINA

A. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui definisi penyakit stable angina.
2. Mengetahui patofisiologi penyakit stable angina
3. Mengetahui tata laksana penyakit stable angina (Farmakologi dan Non-Farmakologi)
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit stable angina secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.

B. Dasar Teori
1.1.Definisi dan Gejala
Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung
iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan
oksigen ke salah satu bagian myocardium tidak adekuat. Hal ini sering terjadi saat
terjadi imbalansi antara oksigen supply and demand pada myocardium. Penyebab
utama hal ini yang paling sering adalah karena terjadinya aterosklerosis pada arteri
koronaria (European Society of Cardiology, 2006).
Klasifikasi angina berdasarkan Canadian Cardivascular Society:
Aktivitas biasa tidak menyebabkan angina seperti berjalan dan
Class I menaiki tangga. angina dengan aktivitas yang keras atau cepat
atau lama di tempat kerja atau rekreasi
Sedikit pembatasan atau aktivitas biasa. angina berjalan atau
menaiki tangga dengan cepat, berjalan atau naik tangga setelah
makan atau dalam dingin, angin atau stres emosional, atau
Class II hanya selama beberapa jam pertama setelah bangun. berjalan
lebih dari dua blok pada tingkat dan memanjat lebih dari pada
penerbangan tangga biasa dengan kecepatan normal dan dalam
kondisi normal
Ditandai pembatasan aktivitas fisik biasa, angina berjalan satu
Class III
hingga dua blok pada tingkat satu naik tangga dalam kondisi
normal dan dengan kecepatan normal
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apa pun tanpa
Class IV
rasa tidak nyaman, sindrom angina mungkin ada saat istirahat

(European Society of Cardiology, 2006).

Stable angina kronik adalah manifestasi yang dapat diramalkan, nyeri dada
sementara yang terjadi selama kerja berat atau stres emosi. Umumnya disebabkan oleh
plak atheromatosa yang terfiksir dan obstruktif pada satu atau lebih arteri koroner.
Pola nyerinya berhubungan dengan derajat stenosis. Seperti yang digambarkan saat
atherosclerosos stenosis menyempitkan lumenarteri koroner lebih dari 70%
menurunkan kapasitas aliran untuk memenuhi kebutuhan oksigen. (Abrams,2005)
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: lokasi substernal, retrosternal dan
prekordial. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat
seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat
juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/ interscapula, perut dan dapat pula ke
lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Faktor
pencetus latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan. Gejala yang
menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, lemas dan cemas.
(Antman E,2005)

1.2. Patofisiologi Stable Angina


Saat aktivitas fisik berat, aktivitas sistim saraf meningkatkan denyut jantung,
tekanan darah dan kontraktilitas yang meningkatkan kebutuhan konsumsi oksigen.
Selama kebutuhan oksigen tak terpenuhi, terjadi iskemik miokard diikuti angina
pectoris yang mereda bila keseimbangan oksigen terpenuhi. Sebenarnya oksigen yang
inadekuat selain disebabkan oleh atheroscleosis juga disebabkan oleh kerusakan
endotel namun pada kasus ini vasodilatasi distal dan aliran kolateral masih
berlangsung baik sehingga kebutuhan oksigen masih bisa diseimbangkan dengan cara
beristirahat. (Abrams,2005)
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan
suplyoksigen ke sel - sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner ateriosklerosis koroner. Tidak diketahui secara pasti
apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan
penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu
jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan
meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan
lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner
mengalami kekakuan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik
(kekurangan suplai darah) miokardium. (Corwin,2000)
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat-
oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak
bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan
aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel – sel
miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energy
mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka
suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasioksidatif untuk
membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat.dengan hilangnya asam
laktat nyeri akan reda. (Price,1994)

1.3. Faktor Resiko Angina


1.3.1 Dapat diubah
1. Diet (hiperlipidemia)
2. Rokok
3. Hipertensi
4. Stres
5. Obesitas
6. Kurang aktifitas
7. Diabetes Melitus
1.3.2 Tidak dapat diubah
1. Usia
2. Jenis Kelamin
(Noer,1996)
1.4. Diagnosis Penyakit Stable Angina
Berikut ini adalah rekomendasi untuk diagnosis angina stabil diterbitkan oleh
National Institute for Health and Clinical Excellence:
1. Angina yang stabil dapat didiagnosis tanpa memerlukan diagnostik pengujian
untuk orang dengan gejala klasik angina dan perkiraan kemungkinan penyakit
arteri koroner (CAD) lebih besar dari 90% (sesuai alat yang disediakan dalam
pedoman klinis).
2. Angina yang stabil dapat dikecualikan untuk orang dengan nyeri dada bukan
kardiovaskular, seperti nyeri gastrointestinal atau muskuloskeletal (kecuali
klinis kecurigaan muncul berdasarkan aspek lain dari riwayat medis mereka
dan faktor risiko).
3. Untuk orang tanpa CAD yang dikonfirmasi dan untuk siapa angina stabil
tidak dapat dikonfirmasi atau dikesampingkan oleh penilaian klinis saja,
kemungkinan CAD harus diperkirakan (juga memperhitungkan hasil dari
electrocardiogram 12-lead istirahat) dan diagnostik lebih lanjut investigasi,
misalnya, angiogram koroner, harus diatur demikian.
4. Latihan elektrokardiogram tidak boleh digunakan untuk mendiagnosis atau
mengecualikan angina stabil untuk orang tanpa CAD yang diketahui.
(NICE, 2010)
1.5. Penatalaksanaan Penyakit Stable Angina
1.5.1. Terapi Non-farmakologi
Terapi Non-Farmakologi yang dapat dilakukan yaitu :
a. Merubah gaya hidup, misalnya berhenti merokok.
b. Olahraga, dapat meningkatkan kadar HDL dan memperbaiki koroner pada
penderita jantung koroner, karena:
c. Memperbaiki fungsi paru-paru dan memperbanyak O2 masuk ke dalam
miokard.
d. Menurunkan tekanan darah
e. Menyehatkan jasmani
f. Diet dapat mengurangi kadar hiperglikemia
(Depkes. 2006).

1.5.2. Terapi Farmakologi


a. Anti-iskemi
1) Nitrat merupakan obat lini pertama pada IHD. Mekanisme obat ini yaitu
menyebabkan vasodilatasi perifer, terutama vena, bekerja pada otot
polosvaskular yang mencakup pembentukan nitrat oksida, meningkatkan cGMP
intraseluler, dan menurunkan tekanan pada jantung sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen dan nyeri cepat menghilang (Dipiro,et al, 2015 dan Neal,
2006).

a. Nitrat kerja pendek


Nitrogliserin lebih berguna untuk mencegah serangan daripada
menghentikan serangan yang sudah terjadi (Neal, 2006). Nitrogliserin yang
diberikan secara sublingual digunakan untuk mengobati serangan angina akut.
Bila cara ini tidak efektif, maka dibutuhkan terapi kombinasi yaitu beta bloker
atau calcium channel blocker . (Dipiro, 2015)
b. Nitrat kerja Panjang
Bersifat lebih stabil dan bisa efektif selama beberapa jam, tergantung
pada obat dan sediaan yang digunakan. Isosorbit dinitrat banyakdigunakan,
tetapi cepat dimetabolisme oleh hati. Penggunaan isosorbitmononitrat, yang
merupakan metabolit aktif utama dari dinitrat danmencegah metabolisme lintas
pertama.
2) Calcium Channel Blocker
Mekanisme : Pada otot jantung dan otot polos vaskular, Ca++ terutama berperan
dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar Ca++ intrasel akan meningkatkan
kontraksi. Masuknya Ca++ dari ujung ekstrasel ke dalam ruang intrasel dipacu
oleh perbedaan kadar Ca++ ekstrasel dan intrasel dan karena ruang intrasel
bermuatan negatif. Blokade kanal Ca++ menyebabkan berkurangnya kadar Ca++
intraseluler sehingga menurunkan kekuatan kontraksi otot jantung, menurunkan
kebutuhan otot jantung akan oksigen, dan menyebabkan vasodilatasi otot polos
pembuluh darah sehingga mengurangi tekanan arteri dan intraventrikular.
Beberapa contoh obat Calcium channel antagonis : verapamil, nifedipin,
felodipin, amlodipin, nikardipin, dan diltiazem (Ikawati, 2006). Amlodipin
mempunyai durasi kerja panjang, lebih jarang menyebabkan takikardia daripada
nifedipin. Verapamil dan diltiazem menekan nodus sinus, menyebabkan
bradikardia ringan. Diltiazem memiliki aksi yang berada di antara verapamil dan
nifedipin dan tidak menyebabkan takikardia.
3) β -adrenergic Blocking Agents
Beta bloker dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan perfusi
darah iskemi, dan mencegah angina (Neal, 2006). Selain itu juga dapat
menurunkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen pada pasien angina. Obat ini
efektif sebagai monoterapi atau dapat dikombinasikan dengan nitrat dan/atau
calcium channel blocker.
Beta bloker merupakan obat pilihan pertama pada angina kronis
sebagai terapi daily maintenance (Dipiro,et al, 2015), dan lebih baik dari nitrat
atau calcium channal blocker. Jika beta blocker tidak efektif, kombinasi bisa
dimulai. Dosis awal beta bloker sebaiknya pada batas terendah dari dosis biasa
dan ditambahkan sesuai respon pasien. Tujuannya yaitu menurunakan denyut
jantung istirahat sampai 50-60 denyut per menit (Dipiro,et al, 2015).

b. Antitrombolitik
1. Obat Penghambat Siklo-oksigenase (COX)
Aspirin
Aspirin bekerja dengan cara menekan pembentukan tromboksan A2
dengan cara menghambat siklooksigenase di dalam platelet (trombosit) melalui
asetilasi yang ireversibel. Kejadian ini menghambat agregasi trombosit melalui
jalur tersebut dan bukan yang lainnya. Sebagian dari keuntungan ASA dapat
terjadi karena kemampuan anti inflamasinya, yang dapat mengurangi ruptur
plak. Dosis awal 160 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis 80 mg sampai 325 mg
untuk seterusnya. Dosis yang lebih tinggi lebih sering menyebabkan efek
samping gastrointestinal (DFAK Depkes, 2006)
2. Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat
Klopidogrel
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang lebih baru bekerja
dengan menekan aktivitas kompleks glikoprotein IIb/IIIa oleh ADP dan
menghambat agregasi trombosit secara efektif. Klopidogrel dapat dipakai pada
pasien yang tidak tahan dengan aspirin dan dalam jangka pendek dapat
dikombinasi dengan aspirin untuk pasien yang menjalani pemasangan stent.
c. Antikoagulan
1.Unfactionated Heparin (UFH)
Unftactionated Heparin
(selanjutnya disingkat sebagai UFH) merupakan glikosaminoglikan
yang terbentuk dari rantai polisakarida dengan berat molekul antara 3000-
30.000. Rantai polisakarida ini akan mengikat antitrombin III dan
mempercepat proses hambatan antitrombin II terhadap trombin dan faktor
Xa (DFAK Depkes, 2006).
2. Heparin dengan berat molekul rendah (LMWH)
LMWH mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada heparin
standar. Heparin ini mempunyai keuntungan karena hanya membutuhkan
dosis tunggal harian melalui suntikan subkutan dan dosis profilaksis tidak
membutuhkan pemantauan (Neal, 2006).
3. Antikoagulan Oral
Terapi antikoagulan oral yaitu warfarin, merupakan derivat kumarin
yang strukturnya mirip dengan vitamin K. Warfarin memblok karboksilasi
alpha menghasilkan suatu zat yang terikat Ca++ yang penting dalam
membentuk suatu kompleks katalitik yang efisien. Antikoagulan oral
membutuhkan 2-3 hari untuk mencapai efek antikoagulan penuh. Oleh
karena itu bila dibutuhkan efek segera harus diberikan heparin sebagai
tambahan (Neal, 2006).

d.Fibrinolitik
Fibrinolitik bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan
plasminogen yang selanjutnya akan membentuk plasmin. Dengan adanya
fibrinolitik ini, degradasi fibrin dan pemecahan trombus akan terjadi. Obat yang
berfungsi sebagai fibrinolitik antara lain alteplase dan streptokinase. Alteplase
merupakan aktivator plasminogen tipe jaringan yang dihasilkan dari teknologi
DNA rekombinan. Alteplase tidak menuebabkan reaksi alergi dan dapat
digunakan pada pasien dimana infeksi streptokokus yang beru terjadi atau
penggunakan streptokinase terakhir yang menyebabkan kontraindikasi
penggunaan streptokinase (Neal, 2006). Dosis yang dapat digunakan yaitu 0,9
mg/kg (maksimum 90 mg) diberikan melalui IV infus selama 1 jam setelah
pemberian 10% dari dosis total yang diberikan selama 1 menit (Dipiro,et al,
2015)
e. ACE Inhibitor
ACE-I menghambat sintesis Angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat yang ada dalam sirkulasi dan
penghambatan sintesisnya pada pasien menyebabkan penurunan resistensi perifer
dan tekanan darah. Efek yang tidak diinginkan adalah batuk kering yang
disebabkan karena peningkatan bradikinin (Neal, 2006).

f. Antihiperlipidemia
Pada sebagian besar penderita hiperlipidemia dapat dikontrol dengan
diet dan olahraga. Namun, bisa juga dengan bantuan obat penurun kadar lipid
darah atau antihiperlipidemia. Saat ini obat antihiperlipid golongan statin
mengalami kemajuan yang sangat menakjubkan dalam mengurangi kejadian
kardiovaskular, karena relatif efektif dan sedikit efek samping serta merupakan
obat pilihan pertama. Obat golongan ini dikenal juga dengan obat penghambat
HMGCoA reduktase. HMGCoA reduktase adalah suatu enzym yang dapat
mengontrol biosintesis kolesterol. Dengan dihambatnya sintesis kolesterol di hati
dan hal ini akan menurunkan kadar LDL dan kolesterol total serta meningkatkan
HDL plasma.
C. Alat dan bahan
Alat:
1. Form SOAP
2. Form medication record
3. Catatan minimum obat
4. Kalkulator scientific
5. Laptop dan koneksi internet
Bahan:
1. Text book (Dipiro, Koda kimble, DIH, ECS, JNC)
2. Data nilai normal laboratorium
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis)
DAFTAR PUSTAKA

Abrams J. Chronic Stable Angina. N Eng J Med. 2005; 352:2524-2533.

Antman E, Braunwald E. Management ST Elevation Myocardial Infarction In: Braunwald E,


Zipes DP,Libby P, editor. Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 7th ed.
Philadelphia: WB Saunders;2005.p.1167

Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC

Depkes. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner . Jakarta :
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan

Dipiro, J.T, Talbert, R.L, Yee, G.C, Matzke G.R, Wells, B.G, Posey L.M. 2009.
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach 7 th Edition . USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Dipiro, J.T, Talbert, R.L, Yee, G.C, Matzke G.R, Wells, B.G, Posey L.M. 2015.
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach 9 th Edition . USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan (DFAK Depkes). 2006.
Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner: Fokus Sindrom Koroner
Akut. Bakti Husada.

Ikawati, Zulies. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Kim Fox., Maria A., Diego A., Pawel B., Katowice., Paolo G., Fillipo., Caroline D., De Backer
G.,Paul H., Jose L., Joao M.,et al., 2006. Guidelines on the Management of Stable Angina
Pectoris : The Task Force on the Management of Angina Pectoris of the European Society
of Cardiology (ESC). European Heart Journal, 3-4

National Institute for Health and Clinical Excellence. Chest pain of recent onset: assessment and
diagnosis of recent onset chest pain or discomfort of suspected cardiac origin. March
2010. Available from : www.nice.org.uk/cg95

Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga. pp.
85

Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Price, Sylvia Anderson, 1994. Patofisiologi Buku I. Jakarta : EGC

Você também pode gostar