Você está na página 1de 26

Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...

(Louise Theresia) 70-95

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HUTAN OLEH


MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA
Oleh : Louise Theresia
Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya
E-mail : theresia.louise@gmail.com

Abstrak : Telaah atas Masyarakat Hukum Adat dan hubungannya dengan tata kelola hutan, baik
pada arah kebijakan maupun pada secara praktis yang dilihat dari berbagai sisi. Sisi tenurial,
pengelolaan hutan, nilai (value), sampai pada pilihan hukum menjadi objek yang menarik perhatian
untuk ditelaah dari berbagai paradigma. Pada Saat dimulainya Reformasi 1999 telah membawa
angin perubahan yang luar biasa dalam bidang hukum dan politik di Indonesia. Produk hukum yang
memfasilitasi kehidupan politik pemerintahan yang otoriter dibongkar sedemikian rupa sehingga
menjadi lebih demokratis. Sistem pemerintahan yang sentralistik digugat dan diubah dengan
pendekatan desentralistik. Untuk itu, Indonesia telah mengadakan perubahan terhadap hampir
semua produk hukum yang berlaku, mulai dari Konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945), Undang-
Undang (UU), Peraturan Pemerintah sampai kepada tingkat peraturan di bawahnya. Pemerintah
daerah juga tidak mau ketinggalan, berbagai produk hukum daerah juga telah dilahirkan
menyambut gegap gempita kebijakan otonomi daerah. Masyarakat hukum adat yang seringkali
disebut sebagai indigenous people merupakan contoh dari tipe masyarakat yang tergolong ke dalam
solodaritas mekanis. Masyarakat adat yang cenderung berkarakter kekerabatan, ketergantungan
pada alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat sangat sederhana dan sejenis serta
memiliki nilai-nilai sakral-religius antara masyarakat, hutan dengan lingkungannya, sehingga
menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai budaya lokal. Pengakuan terhadap
masyarakat hukum adat secara tegas dalam suatu produk hukum sangat penting karena pada
umumnya masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat bergantung hidupnya pada sumber daya
alam khususnya pada kawasan hutan, dan masyarakat hukum adat merupakan penjaga daya dukung
ekosistem dan lingkungan. Memberi ruang bagi pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia, terutama hak-hak masyarakat hukum adat atas pengelolaan, penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya alam yang bertujuan untuk mewujudkan negara kesejahteraan.

Kata Kunci : Pengelolaan, Masyarakat Hukum Adat, Sumber Daya Alam, Hutan.

PENDAHULUAN
ketertiban dunia yang berdasarkan
Di dalam alinea ke-IV Pembukaan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik keadilan social. Menurut Pasal 33
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
Negara Republik Indonesia berkewajiban menyebutkan, bahwa :
melindungi segenap bangsa dan seluruh ” Bumi, air, dan kekayaan alam yang
tumpah darah Indonesia, memajukan terkandung di dalamnya dikuasai oleh
kesejahteraan umum, mencerdaskan negara dan dipergunakan untuk sebesar-
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan besarnya kemakmuran rakyat ”.

ISSN : 2085-4757 70
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

Penjelasan Pasal 33 ayat (3) Undang- Padahal, tujuan dari pembentukan negara
Undang Dasar 1945 tersebut di atas bahwa adalah untuk melindungi segenap bangsa
yang termasuk kekayaan alam mempunyai dan seluruh tumpah darah Indonesia.
arti yang sangat penting di dalam Dalam banyak kasus seolah-seolah negara
kehidupan makhluk hidup sehinga hutan dan masyarakat hukum adat berada pada
merupakan sumber daya alam yang harus posisi yang saling bertentangan dan
dilindungi dan mempunyai manfaat yang bersaing dalam pengelolaan sumber daya
besar bagi seluruh kehidupan makhluk alam. Tentu saja persaingan ini tidak
hidup di bumi khususnya bagi manusia, berimbang, apalah daya masyarakat hukum
karena manusia pun tidak dapat hidup adat bila berhadapan dengan negara yang
tanpa hutan mempunyai fungsi dan super power. Kondisi inilah salah satunya
manfaat untuk kehidupan manusia. penyebab timbulnya konflik agraria.2 Salah
Sistem negara modern telah satu bukti bahwa kebijakan negara belum
mereduksi kedaulatan masyarakat hukum berempati dengan kondisi atau nasip
adat atas ulayatnya. Hal ini merupakan masyarakat hukum adat adalah selalu
konsekuensi dari komitmen kebangsaan disyaratkannya bahwa hak-hak tradisional
seluruh komponen masyarakat untuk masyarakat hukum adat itu tidak boleh
mendirikan suatu negara bangsa. Rasa bertentangan dengan atau harus “sesuai
nasionalisme dibangun dan dikembangkan dengan kepentingan nasional dan negara,
demi kemajuan bersama. Secara faktual yang berdasarkan atas persatuan bangsa”.
kondisi ini membuat setiap kesatuan Pernyataan ini merupakan suatu a priori
masyarakat hukum adat yang mengandung kecurigaan dari
(rechtsgemeenschappen), menjadi tidak pemerintah terhadap masyarakat hukum
sepenuhnya otonom seperti sebelumnya. adat. Persyaratan ini menunjukkan bahwa
Secara teori, menurut Moore,1 dalam seolah-olah masyarakat hukum adat itu
perspektif hukum dan perubahan sosial bukan merupakan bagian kenasionalan,
(law and social change) gambaran kenegaraan dan kebangsaan.3 Oleh karena
ketidakmutlakan otonomi suatu kelompok itu, dalam era reformasi kondisi
itu disebut dengan istilah semi- masyarakat hukum adat perlu mendapatkan
autonomous social field. Moore perhatian serius dari semua pihak yang
mengatakan, obviously, complete peduli termasuk dari pemerintah baik pusat
authonomy and complete domination are apalagi pemerintah daerah terhadap
rare, if they exist at all in the world today, pengelolaan dan pemanfataan sumber daya
and semi-authonomy of various kinds and alam hutan di Indonesia.
degrees is an ordinary circumstance. Since Masyarakat hukum adat memiliki
the law of sovereign states is hierarchical kearifan lokal (local wisdom) tersendiri
in form, no social field within a modern dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
policy could be absolutely authonomous lingkungan hidup dan sumber daya alam
from a legal point of view. 2
Beberapa konflik agraria yang timbul dari kondisi
Keberadaan negara justru menjadi ini dapat dilihat, miksalnya, dalam Afrizal, 2006,
ancaman bagi masyarakat hukum adat. Sosiologi Konflik Agraria: Protes-protes agraria dalam
masyarakat Indonesia kontemporer, Andalas University
Press, Padang.
1 3
Moore, S. F., 1983, Law as a process, An Bahar, S., 2005, Inventarisasi dan Perlindungan
anthropological approach, Routledge and Kegan Paul, Hak Masyarakat Hukum Adat, Komisi Nasional Hak
London, hlm. 78. Asasi Manusia, Jakarta, hlm. 56-57.

ISSN : 2085-4757 71
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

hutan adat, sehingga negara wajib Undang-Undang Nomor 41 Tahun


melindungi dan bertindak sebagai 1999 tentang Kehutanan yang
fasilitator masyarakat hukum adat untuk dikembangkan kemudian membagi
mengelola hutan adatnya sendiri. kelembagaan pengelolaan hutan ke dalam
Hubungan antara hak menguasai negara dua (2) kelompok, kelembagaan
dengan hutan negara, dan hak menguasai pengelolaan hutan yang dapat dapat
negara terhadap hutan adat adalah bahwa diakses oleh masyarakat umum, meliputi
terhadap hutan negara, negara mempunyai masyarakat hukum adat dan yang bukan
wewenang penuh untuk mengatur dan masyarakat hukum adat. Pada saat undang-
memutuskan persediaan, peruntukan, undang Kehutanan lahir pengakuan negara
pemanfaatan, pengurusan serta hubungan- terhadap masyarakat hukum adat mulai
hubungan hukum yang terjadi diwilayah membaik ada beberapa pasal yang
hutan negara. Adapun hutan adat, mengakui hak-hak masyarakat hukum adat
wewenang negara dibatasi sejauh mana isi dan hutan adat, meskipun hanya mengakui
wewenang yang tercakup dalam hutan subyek (masyarakat hukum adat) tidak
adat. Hak pengelolaan hutan adat berada mengakui sepenuhnya terhadap obyek-
pada masyarakat hukum adat, namun obyek yang terdapat pada hutan adat. Hal
dalam perkembangannya masyarakat tersebut dapat dilihat dalam Pasal
hukum adat tidak ada lagi, maka hak mengenai hutan adat menyatakan hutan
pengelolaan hutan adat jatuh kepada adat sebagai hutan negara yang berada
pemerintah. dalam wilayah masyarakat hutan adat.
Dalam kedudukannya sebagai salah Aturan tersebut seolah-olah memberikan
satu penentu sistem penyangga kehidupan, pengakuan terhadap adanya hukum adat,
hutan telah memberikan manfaat yang tetapi pengakuan ini mengandung jebakan
besar bagi umat manusia. Oleh karena itu karena keberadaan hutan adat tersebut
harus dijaga kelestariannya. Hutan diikuti dengan kalimat hutan adat negara
mempunyai peranan sebagai penyerasi dan yang ada dalam wilayah masyarakat
penyeimbang lingkungan global, sehingga hukum adat.4
keterkaitannya dengan dunia internasional Instrumen hukum yang
menjadi sangat penting, dengan tetap mencerminkan karakteristik sentralistik,
mengutamakan kepentingan nasional. sektoral, refresif selain tidak memberikan
Sebagai suatu ekosistem, hutan Indonesia perlindungan bagi kelestarian dan
tidak hanya menyimpan sumber daya alam keberlanjutan fungsi sumber daya alam,
berupa kayu saja, tetapi juga potensi non juga kurang memberi ruang bagi
kayu seperti flora dan fauna. pengakuan dan perlindungan akses serta
Hutan secara konsepsi yuridis hak-hak masyarakat adat/lokal atas
dirumuskan dalam Pasal 1 angka (1) pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 alam. Implikasi dari kondisi-kondisi di atas
tentang Kehutanan, suatu kesatuan 4
Andiko, Untuk Apa Pluralisme Hukum ?
ekosistem berupa hamparan lahan berisi Konsep, regulasi, negoisasi dalam Konflik Agraria
sumber daya hayati yang didominasi di Indonesia, dalam Upaya Tiada Henti
pepohonan dalam persekutuan alam Mempromosikan Pluralisme dalam Hukum Agraria
lingkungan, yang satu dengan lainnya tidak di Indonesia, Edisi I, Cetakan I, Jakarta : Epistema
dapat dipisahkan. Institute, Huma-Forest Peoples Programme, 2011,
hlm. 80.

ISSN : 2085-4757 72
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

secara ekologi menimbulkan degradasi pengelolaan antar pusat dan daerah, akses
kuantitas maupun kualitas sumber daya informasi bagi masyarakat dalam
alam (ecological loss), dari segi ekonomi pengelolaan sumber daya alam, partisipasi
membatasi akses bahkan telah semua pihak terkait (stakeholders),
menghilangkan sumber-sumber kehidupan transparansi dan tidak diskriminatif dalam
masyarakat adat lokal (economic resource pembuatan dan implementasi kebijakan,
loss), dari segi sosial budaya secara nyata pertanggungjawaban kepada publik (public
telah merusak sistem pengetahuan, accountability), koordinasi dan
teknologi, institusi, religi dan tradisi keterpaduan antar sektor, penyelesaian
kearifan masyarakat adat/lokal (social and konflik secara bijaksana, dan perlindungan
cultural loss), sedang dari segi politik terhadap hak-hak asasi manusia serta
hukum menggusur atau mengabaikan fakta pengakuan atas kemajemukan hukum
kemajemukan hukum dalam pengelolaan dalam pengelolaan sumber daya alam.8
sumber daya alam (the political of legal Desentralisasi merujuk pada
pluralism ignorance).5 penyerahan kewenangan dan
Kekayaan sumber daya alam tanggungjawab pengelolaan sumber daya
Indonesia dipahami pemerintah sebagai alam oleh pemerintah kepada daerah
modal penting dalam penyelenggaraan otonom, sehingga pengambilan keputusan
pembangunan nasional. Oleh karena itu, dapat dilakukan sesuai karakteristik
atas nama pembangunan yang diabdikan wilayah masing-masing daerah otonom.
pada pengejaran target pertumbuhan Perlindungan hak-hak asasi manusia dan
ekonomi (economic growth development), pengakuan atas kemajemukan hukum
demi peningkatan pendapatan dan devisa memberi jaminan bagi pengakuan dan
negara, maka pemanfaatan sumber daya perlindungan pemerintah atas hak-hak
alam dilakukan tanpa memperhatikan masyarakat adat setempat serta
prinsip-prinsip keadilan, demokratis, dan kemajemukan tatanan hukum mengenai
keberlanjutan fungsi sumber daya alam pengelolaan, penguasaan dan pemanfaatan
dan lingkungan hidup.6 sumber daya alam yang tumbuh dan
Prinsip keadilan merujuk pada berkembang dalam masyarakat.
kebijakan pengelolaan sumber daya alam Berdasarkan latar belakang tersebut
harus direncanakan, dilaksanakan, diatas, maka penulis ingin mengangkat
dimonitoring, dan dievaluasi secara permasalahan ini dengan judul “
berkelanjutan, agar dapat memenuhi
kepentingan keberlanjutan fungsi sumber Pengelolaan Sumber Daya Alam Hutan
daya alam dan lingkungan hidup dan juga Oleh Masyarakat Hukum Adat Di
kepentingan inter/antar generasi maupun Indonesia “.
untuk keadilan gender.7
Prinsip demokrasi mengacu pada RUMUSAN MASALAH
kebijakan pengelolaan sumber daya alam
hutan harus mengakomodasi kewenangan Bagaimana Pengelolaan Sumber
5
I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya
Daya Alam Hutan Oleh Masyarakat
Alam Perspektif Antropologi Hukum, Prestasi Pustaka Hukum Adat di Indonesia ?
Publisher, Jakarta, 2008, hlm 94-95.
6
Ibid, I Nyoman Nurjaya, hlm 124.
7 8
Ibid, I Nyoman Nurjaya, hlm 130. Ibid.

ISSN : 2085-4757 73
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

PEMBAHASAN masyarakat hukum adat inilah yang


kemudian oleh Ter Haar (1960) merupakan
Pengelolaan Sumber Daya Alam Hutan lapisan paling bawah yang amat luas di
Oleh Masyarakat Hukum Adat di Indonesia yang terdiri atas berbagai suku-
Indonesia. suku bangsa.
Selain istilah masyarakat hukum adat
Sejarah dan Pengaturan Masyarakat atau persekutuan hukum adat, terdapat
Hukum Adat di Indonesia. istilah masyarakat adat yang muncul sejak
masifnya tuntutan hak atas masyarakat
Istilah masyarakat hukum adat adat di akhir pemerintahan Orde Baru.
merupakan terjemahan dari Masyarakat adat di terjemahkan pertama
recthtsgemeenschap yang pertama kali kali oleh Jaringan Pembela Hak-Hak
diperkenalkan oleh Van Vollenhoven. Ter Masyarakat Adat (Japhama), pada Tahun
Haar sebagai murid van Vollenhoven 1993. menurut Japhama masyarakat adat
menyebut masyarakat hukum adat sebagai adalah kelompok masyarakat yang
adatrechtsgemeenschap (persekutuan memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik,
hukum adat). Istilah tersebut sedikit budaya dan wilayah sendiri. Definisi ini
disebutkan dalam literatur-literatur. Ter kemudian secara resmi diadopsi oleh
Haar mendifinisikan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
adatrechtsgemeenschap sebagai kesatuan- (AMAN) pada Kongres I, Tahun 1999.
kesatuan yang mempunyai tata susunan Istilah masyarakat adat merupakan bentuk
sendiri yang teratur dan kekal serta cakupan holistik terhadap masyarakat adat,
memiliki pengurus dan kekayaan sendiri, baik dari aspek hukum maupun aspek
baik materiil maupun immateriil. Di politik, sosial, ekonomi dan budaya yang
samping itu, Kusumadi Pudjosewojo melekat dalam masyarakat adat, sedangkan
mengartikan masyarakat hukum adat masyarakat hukum adat dan persekutuan
sebagaimana dikutip oleh Maria S.W. hukum adat dinilai hanya pada aspek
Sumardjono menyatakan, bahwa hukum saja.
masyarakat hukum sebagai suatu
masyarakat yang menetap, terikat dan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat
tunduk pada tata hukumnya sendiri. Di Indonesia.
Masyarakat hukum adat adalah masyarakat
yang timbul secara spontan di wilayah Setelah sekian lama mendapat
tertentu, yang berdirinya tidak ditetapkan tekanan dari rezim negara yang berkuasa
atau diperintah oleh penguasa yang lebih dan setelah kondisinya hampir benar-benar
tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa hancur, para perumus kebijakan mulai
solidaritas yang sangat besar di antara para menaruh simpati terhadap masyarakat
anggota, memandang yang bukan anggota hukum adat. Simpati tersebut tidak saja
sebagai orang luar dan menggunakan datang dari negara kita sendiri tetapi juga
wilayahnya sebagai sumber kekayan yang dari lembaga dunia international (PBB),
hanya dapat dimanfaatkan oleh karena nasib serupa tidak saja dialami oleh
anggotanya.9 Kelompok-kelompok Tanggal 13 Mei, Jakarta. Lihat juga dalam Kurnia
Warman, 2006, Ganggam Bauntuak Menjadi Hak Milik:
9
Maria S.W. Sumardjono, Hak Ulayat dan Penyimpangan Konversi Hak Tanah di Sumatera Barat,
Pengakuannya Oleh UUPA, dalam SKH Kompas, Andalas university Press, Padang, hlm. 42.

ISSN : 2085-4757 74
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

masyarakat hukum adat di Indonesia tetapi Pasal 62 Regering Reglement (RR) 1854
juga di seluruh dunia. sampai kepada Agrarische Wet 1870.
Masyarakat bangsa Indonesia adalah Walaupun tidak menyebutkan istilah hak
masyarakat yang Bhineka Tunggal Ika, ulayat, kedua sumber hukum Belanda
yang berbeda-beda suku, agama, ras dan tersebut secara formal sudah eksplisit
antar golongan (SARA), kemudian bersatu menyatakan perlindungan hak-hak
dalam kesatuan negara Pancasila sejak masyarakat yang berasal membuka hutan,
tanggal 17 Agustus 1945. Sebelum lapangan pengembalaan umum, tanah
Indonesia merdeka, berbagai masyarakat milik persekutuan (desa) dan sejenisnya.
itu berdiam diberbagai kepulauan besar Pemberian hak erfpacht dan hak sewa oleh
dan kecil yang hidup menurut hukum Gubernur Jenderal kepada
adatnya masing-masing.10 pengusahapengusaha terutama investor
Bahkan, pada zaman Hindia Belanda Eropa tidak boleh dilakukan di atas tanah
pun sudah sudah terdapat perhatian yang terdapat hak-hak masyarakat hukum
terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat.9
adat, yang tentu saja dengan motif Memasuki era kemerdekaan,
penjajahan. Seperti diketahui bahwa setidaknya ada 2 (dua) hal yang terdapat
hukum agraria kolonial terbagi ke dalam dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
dua (2) kelompok yaitu hukum agraria 1945) berkaitan dengan materi hukum
keperdataan dan hukum agraria agraria. Pertama, Pasal 33 ayat (3) UUD
administratif. Hukum agraria perdata 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan
terdapat dalam Buku II KUHPer yang air dan kekayaan alam yang terkandung
menentukan dan mengatur hak-hak atas didalamnya dikuasai oleh negara dan
tanah. Dalam hukum agraria keperdataan dipergunakan untuk sebesar-besar
memang tidak disinggung-singgung kemakmuran rakyat. Pernyataan tentang
tentang hak atas masyarakat hukum adat, konsep “hak menguasai negara” ini
khususnya hak ulayat. Sedangkan hak menggantikan konsep domein yang
milik atas tanah dari kelompok dan diterapkan oleh Pemerintahan Kolonial.
individu dalam masyarakat hukum hukum Kedua, UUD 1945 memberikan apresiasi
adat itu tetap diakui dan dilindungi sebagai dan kedudukan istimewa terhadap
hak kepemilikiannya. Walaupun demikian, masyarakat hukum adat
pernyataan domein verklaring menjadi (rechtsgemeenschappen) di mana
momok bagi hak-hak keperdataan anggota terdapatnya hak ulayat. Walaupun Negara
masyarakat hukum adat atas tanah, karena Indonesia berbentuk kesatuan
rakyat Indonesia memiliki tanah tidak (eenheidsstaat atau unitary state). Namun,
berdasarkan bukti tertulis yang Negara menghormati kedudukan daerah-
disayaratkan oleh domein verklaring. daerah istimewa tersebut dan segala
Pengakuan yuridis terhadap hak-hak atas peraturan negara yang mengenai daerah-
tanah masyarakat hukum adat pada zaman daerah itu akan mengingati hak-hak asal-
Belanda dapat dilihat dalam sumber usul daerah tersebut. Pernyataan ini
hukum agraria administratif, mulai dari terdapat pada Penjelasan Pasal 18 Angka
II, Negara mengakui bahwa di Indonesia
10
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende
Adat Indonesia, Cetakan II, Bandung, PT. Mandar landchappen dan volksgetneenschappen,
Maju, 2003, hlm. 105.

ISSN : 2085-4757 75
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di masyarakat hukum adat yang tunggal,
Minangkabau, dusun dan marga di bertingkat dan berangkai.13
Palembang dan sebagainya. Teer Haar Setelah Amandemen Kedua UUD
mengemukakan adanya kelompok- 1945 pada Tahun 2000, nilai-nilai tersebut
kelompok masyarakat dilingkungan raja- diangkat ke dan dijadikan rumusan pasal
raja dan kaum bangsawan dan tersendiri dalam Batang Tubuh, karena
dilingkungan kaum pedagang. Kelompok- pasca amandemen UUD 1945 tidak
kelompok masyarakat ini dipengaruhi oleh mengenal lagi penjelasan. Terdapat 2 pasal
kehidupan hukum adat dan tempat penting dalam UUD 1945 tentang
kediaman yang terpisah dari masyarakat pengakuan dan perlindungan masyarakat
umum.11 hukum adat dan hak-hak tradisionalnya
Soepomo dalam pidatonya Tanggal 2 pasca amandemen. Pertama, Pasal 18B
Oktober 1901 yang mengutip pendapat van ayat (2) yang menyatakan, negara
Vollenvohen menyatakan : mengakui dan menghormati kesatuan-
Bahwa untuk mengetahui hukum, maka masyarakat hukum adat beserta hak-hak
adalah terutama perlu diselidiki buat waktu tradisionalnya sepanjang masih hidup
apabila pun dan didaerah manapun, sifat kesatuan dan sesuai dengan perkembangan
dan susunan badan-badan persekutuan, masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
dimana orang-orang yang dikuasai oleh Republik Indonesia, yang diatur dalam
hukum itu, hidup sehari- undang-undang. Kedua, Pasal 28I ayat (3)
12
hari. yang menyebutkan, bahwa identitas
Menurut Seopomo, maka budaya dan hak masyarakat tradisional
masyarakat-masyarakat hukum adat di dihormati selaras dengan perkembangan
Indonesia dapat dibagi atas dua golongan zaman dan peradaban.
menurut dasar susunannya, yaitu yang Sebagai pelaksana Undang-Undang
berdasarkan pertalian keturunan Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5
(genealogi), dan yang berdasar lingkungan Tahun 1960 atau Undang-Undang Pokok-
daerah (territorial), kemudian ditambah Pokok Dasar Agraria (UUPA) kemudian
dengan susunan yang didasarkan pada memberikan penafsiran autentik terhadap
kedua dasar tersebut, yakni genealogi- konsep hak menguasai negara yang
territorial. Dari sudut bentuknya maka terdapat pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
masyarakat hukum adat tersebut ada yang (Pasal 2 ayat (2)). Di samping itu, UUPA
berdiri sendiri, menjadi bagian dari juga menyebutkan dan memberikan posisi
masyarakat hukum adat yang lebih tinggi terhadap hak masyarakat hukum adat atas
atau mencakup beberapa masyarakat sumberdaya agraria yaitu “hak ulayat”.
hukum adat yang lebih rendah, serta Pasal 3 UUPA menyatakan bahwa hak
merupakan perserikatan dari beberapa ulayat dan hakhak serupa itu, sepanjang
masyarakat hukum adat yang sederajat. menurut kenyataannya masih ada diakui.
Masing-masing masyarakat hukum adat UUPA merupakan produk hukum negara
tersebut dapat dinamakan sebagai pertama yang mengakui adanya “hak
ulayat” masyarakat hukum adat, walaupun
11
Ibid komitmen pengakuan tersebut masih
12
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia,
13
Edisi I, Cetakan 9, Jakarta, PT. Raja Grafindo R. Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat,
Persada, 2008, hlm. 91. Jakarta, PT. Pradya Paramita, 1977, hlm. 51.

ISSN : 2085-4757 76
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

dipertanyakan. Di samping itu, UUPA tertentu, biasanya sangat lama di atas 70


memosisikan hukum adat sebagai hukum tahun. Dalam perjanjian itu disepakati
positif dalam hukum agraria nasional bahwa setelah waktu sewanya habis tanah
(Pasal 5). Hukum adat dijadikan sebagai kembali menjadi tanah ulayat masyarakat
dasar bagi seseorang untuk mempunyai hukum adat. Tetapi, pengusaha dan/atau
hak atas tanah. Hukum adat adalah hukum pemerintah justru “memplintir” perjanjian
positif dalam pewarisan tanah, serta hukum tersebut sebagai alasan untuk pelepasan
adat sebagai hukum yang berlaku dalam hak, sehingga akhirnya dikeluarkan HGU
pembagian dan transaksi tanah (adat). Oleh oleh pemerintah. Masyarakat tidak
karena itulah maka hakim senantiasa mengetahui hal ini atau mungkin sengaja
menjadikan hukum adat sebagai dasar tidak diberitahu. Jika jangka waktu HGU
memutus sengketa tanah (adat). Atas dasar sudah habis maka terjadi sengketa antara
ini pula maka pemerintah menjadikan masyarakat dengan negara (pemerintah).
hukum adat sebagai sumber utama Masyarakat berpegang pada perjanjian
pembangunan hukum agraria nasional. awal yaitu sewa sehingga tanahnya harus
Khusus tentang hak ulayat, dikembalikan kepada mereka. Sementara
sayangnya setelah lebih kurang 39 tahun itu, pemerintah menyatakan bahwa tanah
umur UUPA, belum pernah ada peraturan tersebut jatuh menjadi tanah negara karena
perundang-undangan yang HGU adalah hak yang berada di atas tanah
mengimplementasikan pengakuan tersebut. negara.
Tidak satu pun peraturan yang secara tegas Hal ini terjadi karena memang tidak
mengkui keberadaan hak ulayat. Oleh ada peraturan yang memberikan
karena itu, selama hampir 4 dekade tanah- perlindungan hukum terhadap eksistensi
tanah ulayat masyarakat hukum adat selalu tanah ulayat masyarakat tersebut. Banyak
menjadi “korban” kebijakan politik sekali contoh kasus dapat dikemukakan
pertumbuhan ekonomi yang diterapkan dalam konteks ini, mulai dari “Sabang
oleh pemerintah Orde Baru. Hak ulayat sampai Merauke” seperti Kasus Tanah
dalam pelaksanaannya, tidak teridentifikasi Hanock Obe Ohee di Irian Jaya, Kasus
dengan baik sehingga tanah ulayat tersebut Tanah Perkebunan di Lampung, Kasus
dianggap saja sama dengan (termasuk ke Tanah Perkebunan di Pasaman Sumatera
dalam) tanah negara. Misalnya dalam Barat, Kasus Tanah PT Victor Jaya Raya
pemberian Hak Guna Usaha (HGU) untuk (VJR) di Sumatera Utara, Kasus Tanah
perkebunan dan sebagainya, oknum Kebun Karet bekas Hak Erfpacht di Nagari
pemerintah yang cenderung “berkolusi” Kapalo Hilalang Sumatera Barat dan
dengan pengusaha melakukan sebagainya.
“perampasan” terhadap tanah rakyat. Ada sebagian pakar berpendapat
Dalam praktik, sering terjadi bahwa hak ulayat itu tidak perlu diatur,
pengelabuan hukum dan kebohongan karena dengan mengatur hak ulayat sama
pengusaha dan/atau pemerintah terhadap artinya dengan mengabadikan
masyarakat hukum adat. Misalnya dalam (melanggengkan) keberadaannya. Menurut
pengadaan tanah untuk HGU. Pada saat mereka, tidak bisa disangkal bahwa hak
pengadaan tanahnya, pengusaha ulayat itu makin lama makin habis karena
mengadakan perjanjian sewa atau kontrak pengaruh kehidupan atau tuntutan sosial
dengan masyarakat untuk jangka waktu ekonomi masyarakat

ISSN : 2085-4757 77
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

seperti marga dan dusun di Sumatera


Konsep tentang Hak Ulayat Masyarakat Selatan atau kuria dan huta di Tapanuli;
Hukum Adat. 4. Golongan keempat, yaitu persekutuan
hukum yang berupa kesatuan teritorial
Dalam melihat hubungan masyarakat dengan di dalamnya terdapat
hukum adat dengan wilayahnya (ulayat) persekutuan/badan hukum yang sengaja
atau dengan kata lain, masyarakat hukum didirikan oleh warganya, seperti desa
adat sebagai subyek hukum hak ulayat, ada dengan subak-subak di Bali.
baiknya diulas penggolongan masyarakat
hukum adat oleh Van Vollenhoven dalam Empat penggolongan masyarakat
bukunya, “Het Adatrecht van Nederland hukum adat di atas memberikan penjelasan
Indie, jilid I.”. Penggolongan masyarakat untuk melihat hubungan antara struktur
hukum adat ini berguna untuk melihat masyarakat hukum adat dengan pola/model
karakter penguasaan atas wilayah atau hak ulayatnya. Artinya, penggolongan
ulayat masyarakat hukum adat di tersebut melahirkan pola/model
Indonesia. Walaupun penggolongan penguasaan sumberdaya alam yang
tersebut kemungkinan tidak semuanya berbedabeda dalam masyarakat hukum
masih dapat dijadikan contoh saat ini, adat. Dalam garis besarnya pola/model
namun cukup dapat memberikan gambaran penguasaan tersebut adalah:
tentang masyarakat hukum adat. 1. Pada golongan pertama adalah pemilik
Penggolongan masyarakat hukum adat sawah/ladang dengan pekarangan.
oleh Van Vollenhoven ini dilihat dari 2 2. Pada golongan kedua adalah pemilik
(dua) sisi, yaitu secara genealogis dan pekarangan saja.
teritorial. Secara genealogis berarti 3. Pada golongan ketiga adalah orang-
masyarakat hukum adat terikat dalam orang yang tidak memiliki tanah atau
hubungan keluarga, suku atau famili. pekarangan.
Secara teritorial berarti masyarakat hukum
adat terikat dalam suatu wilayah, adapun Setelah mengulas masyarakat hukum
penggolongannya adalah: adat sebagai subyek hak ulayat, maka
1. Golongan pertama, yaitu persekutuan dalam pembahasan ini akan dijelaskan
hukum yang berupa genealogis seperti tentang konsep hak ulayat. Secara yuridis,
dalam masyarakat hukum adat konsep hak ulayat pertama kali
Mentawai (Uma) dan Dayak; diperkenalkan dalam Undang-undang
2. Golongan kedua, yaitu persekutuan Nommmorrr 5 Tahun 1960 tentang
hukum berupa kesatuan teritorial Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
dengan di dalamnya terdapat kesatuan- (UUPA). UUPA ternyata belum tuntas
kesatuan genealogis seperti nagari di menjelaskan konsep hak ulayat tersebut.
Sumatera Barat; Dalam Pasal 3 UUPA dan penjelasannya,
3. Golongan ketiga, yaitu persekutuan pasal yang menegaskan eksistensi hak
hukum yang berupa kesatuan teritorial ulayat, hanya menyebutkan bahwa yang
tanpa kesatuan genealogis di dalamnya, dimaksud dengan hak ulayat dan hak-hak
melainkan dengan atau tidak dengan serupa lainnya adalah hak ulayat yang
kesatuan teritorial yang lebih kecil, menurut kenyataannya masih ada. Konsep
hak ulayat yang dipakai dalam UUPA

ISSN : 2085-4757 78
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

adalah apa yang dalam literatur hukum beraspek perdata sekaligus publik, kedua,
yang disebut dengan beschikkingsrecht. hak kepala adat dan para tetua adat yang
Sehingga untuk melihat konsep hak ulayat bersumber dari hak ulayat yang bersifat
dalam UUPA relevan dengan publik,dan ketiga, hak-hak atas tanah
konsepkonsep hak ulayat dalam artian individual (hak milik) yang baik langsung
beschikkingsrecht, yang pernah maupun tidak langsung berasal dari hak
dikemukakan oleh beberapa penulis ulayat.17 Kemudian, Muhammad Bakri
terkemuka di bidang itu,14 dan juga (2007) mempertegas hak ulayat tersebut
pengembangan-pengembangannya. dalam dua aspek, yaitu; pertama, aspek
Beschikkingsrecht pertama kali keperdataan yang berarti mengandung hak
diperkenalkan oleh Van Vollenhoven kepunyaan bersama atas tanah bersama
sebagai salah satu ahli hukum adat yang para anggota atau warga masyarakatnya,
pernah ada. Van vollenhoven dalam dan kedua, aspek publik yang berarti
bukunya berjudul “De Indonesier en zijn mengandung tugas kewajiban mengelola,
Grond” yang dikutip dalam Sjahmunir, mengatur dan memimpin penguasaan,
hak ulayat disebut sebagai pemeliharaan, peruntukan dan penggunaan
beschikkingsrecht. Beschikkingrechts tanah bersama.18
dalam kepustakaan hukum adat Indonesia Artinya keberadaan hak ulayat
tidak dapat dipisahkan dari hak yang bergantung kepada keberadaan masyarakat
melekat pada suatu masyarakat hukum adat hukum adat. Hak ulayat merupakan bentuk
yang pada dasarnya terarah kepada tanah ikatan socio-magis sekaligus ikatan yuridis
dalam teritorialnya.15 Hubungan antara hak atas wilayah masyarakat hukum adat
ulayat tersebut tidak dapat dipisahkan (ulayat) yang meliputi segala hal yang
dari:16 tumbuh dan berkembang di atas wilayah
1. Masyarakat hukum adat sebagai subyek adat tersebut. Hak ulayat juga meliputi dua
hak ulayat; aspek yaitu aspek publik dan aspek privat
2. Tanah (termasuk air dan udara) yang yang masing-masing hubungan dua aspek
berada dalam wilayah kekuasaan tersebut akan dibahas lebih dalam pada sub
masyarakat hukum adat yang materi daya berlakunya hak ulayat di
bersangkutan beserta apa-apa yang bawah ini.
tumbuh dan hidup di atas tanah itu, Ciri spesifik dari hak ulayat adalah
sebagai obyek dari hak ulayat; mempunyai kekuatan atau daya berlaku
3. Daya berlakunya hak ulayat, baik kedalam dan keluar. Oleh Ter Haar
kedalam maupun keluar, sebagai ciri sebagaimana dikutip oleh Muhammad
hak ulayat. Bakri, kekuatan berlaku kedalam terdiri
Selanjutnya, Boedi Harsono membagi atas:19
hak ulayat atas tiga aspek, yaitu: pertama, 1. Masyarakat hukum itu dalam arti
hak ulayat masyarakat hukum adat yang anggota-anggotanya secara bersama-
sama memungut hasil dari tanah dan
14
Kurnia Warman, 2008, Nasib Tenurial Adat Atas 17
Ibid.
Kawasan Hutan (Tumpang Tindih Klaim Adat dan 18
Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai
Negara Pada Aras Lokal di Sumatera Barat), Huma dan Tanah Oleh Negara: Paradigma Baru Untuk
Qbar, hlm. 54.
15
Sjahmunir, 2006, Eksistensi Tanah Ulayat Dalam Reformasi Agraria, Citra Media, Yogyakarta, hlm.
PerundangUndangan Indonesia, PPIM, Padang, hlm, 30. 41.
16
Ibid. 19
Op.cit, hlm. 111-113.

ISSN : 2085-4757 79
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

dari binatang–binatang dan tanaman- 3. Masyarakat hukum setempat


tanaman yang terdapat di situ dengan bertanggung jawab terhadap kejahatan
tidak terpelihara. yang terjadi di wilayahnya yang tidak
2. Masyarakat hukum itu dapat membatasi diketahui pelakunya.
kebebasan bergerak anggota-anggotanya Berlaku kedalam hak ulayat sebagai
atas tanah untuk kepentingannya wewenang setiap masyarakat hukum adat
sendiri. Hubungan hak pertuanan untuk mengatur dan menggunakan tanah-
dengan hak perorangan bersifat tanah yang berada dalam wilayahnya demi
menguncupmengembang, bertimbal sebesarbesarnya kemakmuran warganya.
balik dengan tiada hentinya. Artinya Sebaliknya, kewajiban masyarakat hukum
apabila hak perorangan menguat maka adat menyediakan dan menentukan
hak pertuanan menjadi lemah. Begitu penggunaan tanah yang cukup untuk
pula sebaliknya, apabila hak perorangan kepentingan hidup para warga
melemah maka hak pertuanan menguat. masyarakatnya terutama dalam bidang
3. Anggota masyarakatnya dapat berburu sandang, pangan dan papan. Setiap anggota
dan mengambil hasil hutan dengan masyarakat hukum adat mempunyai
menempelkan suatu tanda dan keleluasaan untuk membuka dan
melakukan pemujaan (upacara adat). mempergunakan tanah yang berada dalam
4. Anggota masyarakatnya berhak wilayah masyarakat hukum adatnya. Untuk
membuka tanah yaitu mencegah bentrokan antar anggota
menyelenggarakan hubungan sendiri masyarakat hukum adat tersebut, maka
terhadap sebidang tanah dengan diberitahukan kepada penguasa adatnya.
memberi tanda dan melakukan Pemberitahuan itu bukan dalam bentuk izin
pemujaan (upacara adat). sehingga tidak dibebankan membayar
5. Masyarakat hukum adat menentukan sesuatu. Usaha-usaha yang dapat didirikan
tanah untuk kepentingan bersama atas tanah tersebut dapat berupa: ladang,
misalnya untuk makam, pengembalaan sawah, kebun, tebat, perumahan dan lain-
umum, dan lain-lain. lain. Masing-masing itu menurut hukum
Sedangkan mempunyai kekuatan adat mempunyai hukumnya yang khusus.
berlaku keluar terdiri atas: Tanah yang diusahakan itu dapat dikuasai
1. Orang-orang luar hanya dapat dengan hak pakai, namun terdapat juga
mengambil hasil dari tanah setelah beberapa masyarakat hukum adat
mendapat izin untuk itu dari masyarakat menguasainya dalam bentuk hak milik. Hal
setempat dengan membayar uang ini tergantung pada kenyataan penguasaan
pengakuan di muka dan uang pengganti terhadap tanah itu secara terus menurus
di belakang. Uang pengakuan (wang atau hanya bersifat sementara.20 Teranglah
pemasungan di Aceh, mesi di Jawa) bahwa hakhak perorangan atas tanah
dibayarkan pada permulaan pemakaian bersumber dari hak ulayat masyarakat
tanah. Di samping itu, setelah panen hukum adatnya.
membayar uang pengganti yang Antara hak ulayat dan hak-hak
besarnya sangat kecil yaitu 10%. perorangan selalu ada pengaruh timbal
2. Orang luar tidak boleh mewaris, balik. Makin banyak usaha yang dilakukan
membeli, atau membeli gadai tanah seseorang terhadap tanah bersangkutan dan
pertanian. 20
Ibid.

ISSN : 2085-4757 80
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

makin kuat pula haknya atas tanah Orang di luar masyarakat hukum adat
tersebut. Menurut hukum adat yang asli, dalam memungut hasil sumberdaya alam
bagaimanapun kuatnya hak perorangan (SDA) diwajibkan menyerahkan sebagian
terhadap tanah itu tetap terikat hak ulayat. hasil pemungutannya (biasanya sebesar
Hubungan timbal balik ini tergantung pada sepuluh persen), sedangkan dalam hal
daya ikat hak ulayat terhadap tanah-tanah menggarap tanah dalam wilayah adat
yang dikuasai anggota masyarakat hukum (ulayat), maka orang di luar masyarakat
adat. Dalam kondisi tertentu dalam hukum adat tersebut berhak atas izin
masyarakat hukum adat, penguasaan atas pemangku adat yang biasanya berupa hak
tanah oleh anggota masyarakat adat begitu untuk membuka tanah untuk berlandang
kuat sehingga suasana hak ulayatnya atau berkebun dengan komoditi tanaman
menjadi kendor. Begitu pula sebaliknya, muda. Bentuk hak yang diberikan kepada
hak ulayat bisa begitu kuat atas hak orang di luar masyarakat hukum adat
perorangan dalam suatu masyarakat hukum adalah hak pakai dan tidak diperbolehkan
adat sehingga hak perorangan tersebut untuk mendapat hak milik dalam ulayat
kembali kepada masyarakat hukum adat. masayarakat hukum adat. Secara prinsip,
Untuk menjaga daya berlaku hak daya berlaku keluar hak ulayat adalah
ulayat kedalam dan daya berlaku keluar, integritas yang harus dihormati oleh dunia
maka masyarakat hukum adat itu diwakili luar atau oleh orang di luar masayarakat
oleh penghulu-penghulu rakyat yang hukum adat, baik itu individu maupun
mempunyai tugas keluar sebagai wakil badan hukum. Sehingga dalam asasnya hak
masyarakat hukum adat menghadapi ulayat tidak dapat dipindahtangankan,
orang-orang di luar lingkungannya dan walaupun ada beberapa pengecualian
kedalam mengatur hubungan antara orang- dalam situasi tertentu, yaitu:
orang dengan tanah di wilayahnya serta 1. Penyerahan sebidang tanah di mana
bertugas sebagai pemelihara tanah. Daya mayat yang terbunuh terdapat sedang
berlaku keluar hak ulayat oleh orang-orang pembunuhnya tidak ditemukan, sebagai
asing yang berarti orangorang bukan pembebasan tanggung-jawab
anggota masyarakat hukum adat adalah masyarakat hukum adat setempat
tidak diperkenankannya orang-orang kepada masyarakat hukum adat yang
tersebut dalam memungut hasil hutan, terbunuh;
sungai dan lain-lain (sumberdaya alam) 2. Karena tekanan pemerintah pusat acap
serta menggarap tanah dalam wilayah adat kali terjadi menyerahkan tanah ulayat
suatu masyarakat hukum adat tanpa secara besar-besaran, hal ini
persetujuan penguasa adatnya, bagi menyebabkan terlepasnya tanah ulayat
masyarakat hukum adat, pelanggaran dari masyarakat hukum adatnya.
terhadap norma ini maka dianggap sebagai Pengaruh kekuasaan yang lebih tinggi
maling hutan atau maling tanah. Artinya, menyebabkan hak ulayat seringkali
orang di luar masyarakat hukum adat harus diterobos, dihapus oleh kekuasaan raja-
terlebih dahulu meminta izin kepada raja dan pemerintah.
masyarakat hukum adat melalui penguasa
adat dalam hal memungut hasil Pengelolaan Sumber Daya Hutan
sumberdaya alam serta dalam hal Menurut Undang-Undang Nomor 41
menggarap tanah. Tahun 1999.

ISSN : 2085-4757 81
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

masyarakat adat dan budaya serta tata


Kedudukan hutan sebagai salah satu nilai masyarakat yang berdasarkan
penentu sistem penyangga kehidupan telah norma hukum nasional;
memberikan manfaat yang besar bagi umat 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967
manusia. Oleh karena itu harus dijaga tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
kelestariannya. Penguasaan hutan oleh kehutanan sudah tidak sesuai lagi
negara bukan merupakan pemilikan, tetapi dengan prinsip penguasaan dan
negara memberi wewenang kepada pengurusan hutan, dan tuntutan
pemerintah untuk mengatur dan mengurus perkembangan keadaan, sehingga perlu
segala sesuatu yang berkaitan dengan diganti.
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
menetapkan kawasan hutan dan atau Pemerintah juga mempunyai
mengubah status kawasan hutan, mengatur wewenang untuk memberikan izin dan hak
dan menetapkan hubungan hukum antara kepada pihak lain untuk melakukan
orang dengan hutan atau kawasan hutan kegiatan dibidang kehutanan. Tetapi hal-
dan hasil hutan serta mengatur perbuatan hal tertentu yang sangat penting, berskala
hukum mengenai kehutanan. dan berdampak luas serta bernilai strategis
Ada empat pertimbangan pemerintah harus memperhatikan aspirasi
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 41 masyarakat melalui persetujuan DPR.
Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu: Alasan tersebut menjadi alasan substansial
1. Hutan sebagai karunia dan amanah adanya peran pemerintah dalam
Tuhan Yang Maha Esa yang pengelolaan sumber daya hutan di
dianugerahkan kepada bangsa Indonesia. Sebagai negara hukum
Indonesia, merupakan kekayaan yang kesejahteraan, peran pemerintah dalam
dikuasai negara, memberikan manfaat pengelolaan hutan sangat penting, dalam
serba guna bagi umat manusia, hal ini keputusan pemberian izin
karenanya wajib disyukuri, diurus dan merupakan instrumen konkrit individual
dimanfaatkan secara optimal, serta pengelolaan hutan.
dijaga kelestariannya untuk sebesar- Dalam Konteks Pengelolaan
besarnya kemakmuran rakyat, bagi lingkungan hidup dan sumber daya alam
generasi sekarang maupun yang akan pemerintah cederung memberlakukan
dating; peraturan perundang-undangan sebagai
2. Hutan sebagai salah satu penentu sistem wujud hukum negara dan satu-satunya
penyangga kehidupan dan sumber hukum yang mengatur pengelolaan
kemakmuran rakyat, cenderung lingkungan hidup dan sumber daya alam.
menurun kondisinya. Oleh karena itu, Dengan demikian pengaturan dalam
keberadaannya harus dipertahankan bentuk hukum adat diabaikan dalam proses
secara optimal, dijaga daya dukungnya pembentukan peraturan perundang-
secara lestari, dan diurus dengan ahklak undangan secara substansi maupun secara
mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, implementasi.21
profesional, serta bertanggung gugat;
3. Pengurusan hutan yang berkelanjutan
dan berwawasan mendunia harus 21
Stefanus Laksanto Utomo, Budaya
menampung dinamika aspirasi Hukum Masyarakat Samin, Edisi I, Cetakan I,
Bandung, PT. Alumni, 2013, hlm. 7.

ISSN : 2085-4757 82
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

Pengelolaan hutan dalam Undang- Tahun 1999 tentang Kehutanan, “dalam


Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang rangka penyelenggaraan kehutanan,
Kehutanan pada prinsipnya bersifat pemerintah menyerahkan sebagian
sentralisitik, walaupun terdapat penyerahan kewenangan kepada pemerintah daerah.”
kewenangan operasional kepada daerah. Implementasi pengelolaan
Secara eksplisit, sifat sentralistik dapat di kehutanan dalam undang-undang ini
lihat dalam Pasal 4 Undang-Undang disamping bersifat sentralistik, juga
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dilakukan secara sektoral oleh Departemen
yang mengatur tentang penguasaan hutan : Kehutanan. Pasal 4 ayat (2) Undang-
(1) semua hutan di dalam wilayah Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Republik Indonesia termasuk kekayaan Kehutanan menyebutkan, “penguasaan
alam yang terkandung di dalamnya hutan oleh negara itu dilaksanakan oleh
dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar Pemerintah, dalam hal ini Menteri
kemakmuran rakyat, (2) penguasaan hutan Kehutanan (sektoral).”
oleh negara memberi wewenang kepada Undang-Undang Nomor 41 Tahun
Pemerintah untuk : (a) mengatur dan 1999 tentang Kehutanan ini belum mampu
mengurus segala sesuatu yang berkaitan menterjemahkan gagasan hutan untuk
dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil kesejahteraan rakyat. Meskipun kata-kata
hutan, (b) menetapkan status wilayah rakyat atau masyarakat namun esensi
tertentu sebagai kawasan hutan atau pengelolaan hutan juga tidak mendukung
kawasan hutan sebagai bukan kawasan sistem pengelolaan oleh masyarakat.
hutan dan (c) mengatur dan menetapkan Konsep negara kesejahteraan itu
hubungan-hubungan hukum antara orang sendiri menempatkan peran negara tidak
dengan hutan, serta mengatur perbuatan- hanya terbatas sebagai penjaga ketertiban
perbuatan hukum mengenai kehutanan, (3) semata, tetapi negara juga dimungkinkan
penguasaan hutan oleh negara tetap untuk ikut serta dalam segala aspek
memperhatikan hak masyarakat adat, kehidupan masyarakat. Tujuan negara
sepanjang kenyataannya masih ada dan dalam konsep negara hukum kesejahteraan
diakui keberadaannya, serta tidak tidak lain adalah untuk mewujudkan
bertentangan dengan kepentingan nasional. kesejahteraan setiap warganya.
Penjelasan Umum alinea ke-enam Berdasarkan tujuan tersebut, negara
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 diharuskan untuk ikut serta dalam setia
tentang Kehutanan, bahwa sejalan dengan aspek kehidupan masyarakat. Hal ini
peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan ide dasar tentang tujuan
berlaku tentang pemerintahan daerah, negara, sebagaimana digariskan dalam
maka pelaksanaan sebagian pengurusan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
hutan yang bersifat operasional diserahkan Republik Indonesia Tahun 1945.
kepada Pemerintah daerah tingkat provinsi Bernard .L. Tanya menyatakan:
dan tingkat kabupaten/kota, sedangkan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan
pengurusan hutan yang bersifat nasional negara selain berpijak kepada (5) lima
atau makro, wewenang pengaturannya dasar untuk mencapai tujuan negara, juga
dilaksanakan oleh Pemerintah (pusat). harus berfungsi dan berpijak pada 4
Kebijakan inilah yang diatur dalam Pasal (empat) prinsip cita hukum (rechtsidee)
66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 yakni, melindungi semua unsur bangsa

ISSN : 2085-4757 83
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

(nation) demi keutuhan (integrasi); (UUPA), perihal konsep hak menguasai


mewujudkan keadilan sosial dalam bidang sumber daya alam oleh negara, maka dapat
ekonomi dan kemasyarakatan; disebutkan bahwa politik hukum
mewujudkan kedaulatan rakyat pengelolaan sumber daya alam Indonesia
(demokrasi) dan negara hukum harus menggariskan prinsip-prinsip:24
(nomokrasi); menciptakan toleransi atas 1. Masyarakat dan bangsa Indonesia
dasar kemanusiaan dan berkeadilan dalam mengakui adanya hubungan magis-
hidup beragama.22 religius antara penduduk, masyarakat,
Keempat prinsip di atas dalam tanah dan lingkungan tempat hidupnya
konteks pengelolaan sumber daya alam (prinsip kerohanian);
nasional harus dikembangkan dan 2. Masyarakat dan bangsa Indonesia
ditafsirkan menjadi prinsip kemandirian mengakui dan menyadari arti penting
(kebangsaan/nasionalisme), prinsip tanah, air dan sumber daya alam yang
keadilan sosial, prinsip demokrasi terkandung di dalamnya disediakan
ekonomi, prinsip toleransi dan solidaritas, Tuhan bagi segenap masyarakat dan
dan prinsip ketuhanan (kerohanian). bangsa Indonesia (prinsip kemandirian);
Kelima prinsip yang diamanahkan 3. Tanah, air dan sumber daya alam yang
Pancasila baik sebagai cita hukum terkandung di dalamnya disediakan
(rechtsidee) dan norma fundamental Tuhan untuk seluruh bangsa
negara (staatsfundamentalnorm) harus pemanfaatannya untuk sebesar-besar
menjadi batu uji bagi pembentukan kemakmuran rakyat (prinsip keadilan
instrumen hukum pengelolaan sumber sosial);
daya alam di Indonesia untuk mencapai 4. Negara mempunyai hak menguasai atas
salah satu tujuan negara, yakni “untuk bumi, air dan kekayaan alam yang
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat atau terkandung di dalamnya termasuk
dalam kalimat lain “mewujudkan keadilan pemanfaatan ruang angkasa.
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”23 Kewenangan negara berupa pengaturan
Dasar falsafah, postulat moral, nilai- dan penyelenggaraan hak menguasai
nilai yang terkandung dalam sila-sila negara atas bumi, air dan kekayaan
Pancasila harus menjadi pemandu bagi alam yang terkandung di dalamnya.
penyusunan politik hukum, termasuk Hak menguasai negara beserta
pengaturan pengelolaan sumber daya alam kewenangannya diperuntukkan bagi
di Indonesia. Berdasarkan kelima sila sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dalam Pancasila sebagai satu kesatuan, (prinsip demokrasi ekonomi);
adanya norma atau kaidah dalam ketentuan 5. Pengelolaan (pemanfaatan) sumber
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar daya alam menghindari diskriminasi
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan perbedaan diantara semua
ketentuan-ketentuan dalam Undang- masyarakat Indonesia (prinsip toleransi
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang dan solidaritas).
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
22
Menurut Suhardi Alius ada tiga
Dikutip dalam Moh. Mahfud. MD, Membangun
Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, (LP3ES, Jakarta, konsep penting yang dapat dijadikan
2006), hlm 18. sebagai tolak ukur bagi keberhasilan
23
Otong Rosadi, Pertambangan dan Kehutanan
24
Dalam Perspektif Cita Hukum Pancasila, Op.cit hlm 3. Ibid.

ISSN : 2085-4757 84
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

pengelolaan kawasan hutan yaitu, (1) menguasai bumi, air, dan kekayaan alam
pengelolaan kawasan hutan dilaksanakan melahirkan peraturan perundang-undangan
dengan tetap menjaga fungsi lingkungan sebagai penjabaran Pasal 33 ayat (3)
hidup hutan sebagai paru-paru dunia, Undang-Undang Dasar Negara Republik
stabilitas daerah aliran sungai, konservasi Indonesia Tahun 1945 yang memberikan
sumber daya biologi dan perlindungan peran negara yang sangat besar tanpa
habitat kehidupan liar, (2) perencanaan dan adanya kontrol dari rakyat sehingga esensi
pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan “untuk sebesar-besarnya kemakmuran
dilakukan dengan memasukkan konsep rakyat” seharusnya menjadi tujuan
kelestarian hasil untuk semua produk hutan penguasaan atas bumi, air dan kekayaan
yang dipanen atau dimanfaatkan, alam seringkali menjadi hilang.26
berdasarkan pemahaman tentang dan Disamping itu aspek keberlanjutan
dokumentasi terkait dengan ekologi hutan dan perlindungan daya dukung ekosistem
lokal, (3) kegiatan harus mempunyai bumi, air, dan kekayaan alam tidak
dampak positif pada kesejahteraan sosial tercermin dalam rumusan Pasal 33 ayat (3)
dan ekonomi jangka panjang untuk Undang-Undang Dasar Negara Republik
masyarakat lokal yang mampu Indonesia Tahun 1945. Apabila aspek
menigkatkan ketahanan nasional.25 keberlanjutan dan perlindungan daya
dukung ekosistem ingin dijadikan
Pengelolaan Sumber Daya Alam Hutan landasan bagi setiap upaya pemanfaatan
Oleh Masyarakat Hukum Adat Menurut sumber daya alam, maka rumusan Pasal 33
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
tentang Kehutanan. Republik Indonesia Tahun 1945 harus
diperkuat dengan melakukan amandemen.
Sumber kebijaksanaan atau arah Menurut Bagir Manan Pasal 33
politik hukum tentang pengelolaan sumber Undang-Undang Dasar Negara Republik
daya alam di Indonesia adalah Pasal 33 Indonesia Tahun 1945 merupakan politik
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara hukum atau kebijakan hukum yang
Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan mendasar,27 yang menentukan arah
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar pembangunan hukum di bidang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pengelolaan sumber daya alam dan
tersebut mengandung pesan bahwa, demokrasi ekonomi sesuai dengan bunyi
terhadap negara diberikan hak menguasai Pasal 33 ayat (1). ayat (2), ayat (3), ayat
oleh konstitusi untuk memanfaatkan bumi, (4), dan ayat (5) Undang-Undang Dasar
air dan kekayaan alam yang terkandung di Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dalamnya untuk sebesar-besar (1) perekonomian disusun sebagai usaha
kemakmuran rakyat. bersama berdasar atas asas kekeluargaan,
Rumusan pasal di atas tidak (2) cabang-cabang produksi yang penting
memberikan penjelasan tentang dan tugas- bagi negara dan yang menguasai hajat
tugas negara dalam menguasai bumi, air, hidup orang banyak dikuasai oleh negara,
dan kekayaan alam. Ketiadaan batas-batas 26
Mas Achmad Santoso, Good Governance dan
yang jelas dari hak negara dalam Hukum Lingkungan, ICEL, hlm. 98-99.
27
Otong Rosadi, Pertambangan dan Kehutanan
25
Suhardi Alius, Masa Depan Hutan Indonesia, Dalam Perspektif Cita Hukum Pancasila, (Thafa Media,
Pensil – 324, Jakarta, hlm. 111. Yogyakarta, 2012) hlm 12.

ISSN : 2085-4757 85
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

(3) bumi dan air dan kekayaan alam yang perbuatan-perbuatan hukum mengenai
terkandung di dalamnya dikuasai oleh bumi, air dan ruang angkasa.
negara dan dipergunakan untuk sebesar- UUPA merupakan produk hukum
besar kemakmuran rakyat, (4) nasional pertama yang mengatur sumber
perekonomian nasional diselenggarakan daya alam, khususnya tanah. Politik
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan hukum agraria yang terkandung dalam
prinsif kebersamaan, efisiensi berkeadilan, UUPA, antara lain bahwa pengelolaan
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, sumber-sumber agraria dapat mewujudkan
kemandirian, serta dengan menjaga sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
keseimbangan kemajuan dan kesatuan Penggunaan sebesar-besarnya
ekonomi nasional, (4) ketentuan lebih kemakmuran rakyat inilah yang menjadi
lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini politik hukum agraria nasional, sama
diatur dengan undang-undang. seperti yang tercantum dalam Pasal 33 ayat
Konsep Hak Menguasai Sumber (3) Undang-Undang Dasar Negara
Daya Alam oleh Negara lalu Republik Indonesia Tahun 1945. Tetapi
diimplementasikan dalam Undang-Undang substansi yang diatur dalam UUPA tidak
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar seluas itu, karena lebih banyak mengatur
Pokok-pokok Agraria (UUPA). Dalam permukaan bumi saja, yang disebut tanah.
ketentuan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, UUPA lebih dominan mengatur
“atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) penguasaan hak-hak atas tanah daripada
Undang-Undang Dasar Negara Republik hak-hak atas air dan ruang angkasa serta
Indonesia Tahun 1945 dan hal-hal kekayaan alam yang terkandung di
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalamnya.28
“Bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk Negara memiliki kewenangan penuh
kekayaan alam yang terkandung di untuk melakukan pengelolaan atas sumber
dalamnya itu, pada tingkatan tertinggi daya alam berupa hutan, akan tetapi perlu
dikuasai oleh negara, sebagai organisasi diperhatikan kesatuan-kesatuan masyarakat
seluruh rakyat.” tradisional yang masih mempertahankan
Hak menguasai sumber daya alam nilai-nilai budaya lokalnya dikawasan
oleh negara menurut UUPA dijabarkan hutan. Kesatuan masyarakat hukum adat
menjadi 3 (tiga) kewenangan negara, tersebut bagian dari ekosistem alam yang
dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA perlu mendapatkan hak juga untuk
menyebutkan: Hak Menguasai Sumber mengelola dan memanfaatkan hutan adat.
Daya Alam oleh Negara termasuk memberi Masyarakat hukum adat yang memiliki
wewenang untuk: (a) mengatur dan karakter lokal dan tradisional tersebut
menyelenggarakan peruntukkan, memiliki sifat nilai-nilai sakral, budaya
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan spiritual dan peraturan bersama
bumi, air dan ruang angkasa tersebut, (b) (aturan/norma tidak tertulis) yang telah
menentukan dan mengatur hubungan- disepakati oleh komunitasnya. Menurut
hubungan hukum antara orang-orang Northop, sebagaimana dikutip oleh
dengan bumi, air, dan ruang angkasa, (c) Bodenheimer, bahwa hukum itu memang
menentukan dan mengatur hubungan- tidak dapat dimengerti secara baik jika ia
hubungan hukum antara orang-orang dan
28
Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 49.

ISSN : 2085-4757 86
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

terpisah dari norma-norma sosial sebagai dinyatakan tetap berlaku berdasarkan


hukum yang hidup.29 undang-undang ini “.
Ketentuan Pasal di dalam Undang- Mahkamah Konstitusi menyatakan
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang walaupun di dalam Pasal 1 kalimat
Kehutanan sebelumnya dilakukan judicial “ ditunjuk dan atau ditetapkan ”
review yaitu pada Pasal 1 angka (3) yang namun, berlakunya untuk yang “ ditunjuk
menyebutkan :“ Kawasan hutan adalah dan atau ditetapkan “ dalam Pasal 81
wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
ditetapkan oleh pemerintah untuk tetap sah dan mengikat.
dipertahankan keadaannya sebagai hutan Dengan adanya putusan Mahkamah
tetap “. Konstitusi tersebut, Kementerian
Seperti yang sudah diputuskan oleh Kehutanan telah menerbitkan Surat Edaran
Mahkamah Konstitusi pada Nomor : Nomor : SE.3/MENHUT-II/2012 tanggal 3
045/PUU-IX/2001 berkenaan dengan pasal Mei 2012, ditujukan kepada : 1). Gubernur
yang tersebut di atas, maka mengabulkan diseluruh Indonesia; 2). Bupati/Walikota
permohonan pemohon untuk seluruhnya diseluruh Indonesia; dan 3). Kepala Dinas
dengan menghapuskan frase “ditunjuk dan Provinsi, Kabupaten/Kota yang
atau” dalam Pasal 1 angka (3) dalam membidangi kehutanan, intinya
Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 menegaskan sebagai
Tahun 1999. Sehingga berbunyi : berikut :30
“ Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu 1). Pasal 1 angka (3) di dalam Undang-
yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
dipertahankan keberadaannya sebagai Kehutanan menjadi kawasan hutan
hutan tetap “. adalah wilayah tertentu yang ditetapkan
Hal tersebut berimplikasi bahwa oleh pemerintah untuk dipertahankan
penentuan kawasan hutan tidak hanya keberadaannya sebagai hutan tetap;
sekadar pada penunjukkan kawasan hutan, 2).Keputusan Penunjukkan kawasan Hutan
tetapi juga dilakukan proses penataan provinsi maupun parsial yang telah
batas, pemetaan dan penetapan kawasan diterbitkan Menteri Kehutanan serta
hutan. Begitu juga sebaliknya pada bagian segala perbuatan hukum yang timbul
akhir putusan Mahkamah Konstitusi juga dari berlakunya undang-undang Nomor
memberikan pertimbangan mengenai 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
ketentuan peralihan dari Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Nomor 19 Tahun 2004 tetap sah dan
khususnya pada Pasal 81 yang mempunyai kekuatan hukum mengikat;
menyebutkan : 3).Keputusan Menteri tentang penunjukkan
“ Kawasan Hutan yang telah ditunjuk dan kawasan hutan, baik provinsi maupu
atau ditetapkan berdasarkan peraturan parsial yang diterbitkan Menteri
perundang-undangan yang berlaku, Kehutanan setelah putusan Mahkamah
sebelum berlakunya undang-undang ini Konstitusi tetap sah dan dimaknai

30
Bambang Eko Supriyadi, Hukum Agraria
29
Edgar Bodenheimer, Yurisprudence; The Kehutanan; Aspek Hukum Pertanahan dalam
Philosophy and Method of the Law, Cambriage Pengelolaan Hutan Negara, Cetakan I, Jakarta,
Massachesetts, 1962, hlm. 106. Rajawali Pers, 2013, hlm. 72.

ISSN : 2085-4757 87
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

sebagai penetapan awal dalam proses adat berada pada masyarakat humum adat
pengukuhan kawasan hutan yang bersangkutan tidak ada lagi, maka
sebagaimana Pasal 15 ayat (4) Undang- hak pengeloaan hukum adat jatuh kepada
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang pemerintah. Wewenang hak ulayat dibatasi
Kehutanan sebagaimana telah diubah seberapa jauh isi dan wewenang hak
dengan Undang-Undang Nomor 19 ulayat.
Tahun 2004. Berdasarkan hal tersebut di atas,
maka diatur hubungan antara hak
Masyarakat hukum adat juga menguasi negara dengan hutan negara, dan
diberikan tempat untuk perlindungan hutan menguasai hukum negara terhadap hukum
yang menjadi kawasannya, yakni hutan adat. Terhadap hutan negara, negara
adat. Ada hal ini ditegaskan di dalam mempunyai wewenang penuh untuk
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun mengatur dan memutuskan persediaan,
2004 tentang Perlindungan Hutan, bahwa peruntukan, pemanfaatan, perngurusan
diatur dalam Pasal 8 ayat (4) yang serta hubungan-hubungan hukum yang
menyebutkan, bahwa : terjadi di wilayah hukum negara.
“ Perlindungan hutan atas kawasan yang Kewenanagan pengelolaan oleh negara di
pengelolaannya diserahkan kepada bidang kehuatanan seharusnya diberikan
masyarakat adat, dilaksanakan dan menjadi kepada menteri kehutanan. Adapun hukum
tanggung jawab masyarakat adat. adat, wewenang negara diatasi sejauhmana
Perlindungan kawasan hutan oleh isi wewenang yang tercakup dalam hukum
masyarakat adat dilaksanakan berdasarkan adat. Hutan adat disebut juga hutan marga,
kearifan tradisional yang berlaku dalam hutan pentuanan, atau sebutan adat
masyarakat adat yang bersangkutan dengan lainnya) berada cakupan dalam hutan
pendampingan dari pemerintah, ulayat, karena berada dalam satuan
pemerintah provinsi, dan pemerintah kesatuan (ketunggalan wilayah)
kabupaten/kota”. masyarakat hukum adat, yang peragaannya
Hutan adat dalam kenyataannya didassarkan atas kearifan-kearifan lokal
berada dalam wilayah hak ulayat. Dalam (lokal wisdom) dan mempunyai suatu
wilayah hak ulayat, terdapat bagian-bagian badan perurusan pusat yang berwibawa
tanah yang bukan hutan dapat berupa dalam seluruh lingkungan wilayahnya.
ladang penggembalaan, kuburan yang Pada warga suatu masyarakat hukum adat
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan mempunyai hak membuka hutan ulayat
umum, dan tanah-tanah yang dimiliki untuk dikuasai dan diusahakan tanahnya
secara perorangan berfungsi memenuhi bagi pemenuhan kebutuhan pribadi dan
kebutuhan perseorangan. Keberadaan hak keluarganya. Dengan demikian, tidak
perseorangan tidak bersifat mutlak, dimungkinkan hak yang dipunyai oleh
sewaktu-waktu haknya akan lenyap, warga masyarakat hukum adat tersebut
akhirnya kembali menjadi kepunyaan ditiadakan atau “dibekukan” sepanjang
bersama. Hubungan antara hak memenuhi syarat dalam cakupan
perseorangan dan hak ulayat bersifat pengertian kesatuan masyarakat hukum
lentur. Hak pengelolaan hukum adat berada adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
pada masyarakat hukum adat, namun jika 18B ayat (2) UUD 1945.
dalam perkembangan masyarakat hukum

ISSN : 2085-4757 88
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

Setelah dilakukan perbedaan antara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor


hutan negara, hutan hak (hutan 35/PUU-X/2012.
perseorangan dan hukum adat/ulayat),
Mahkamah Konstitusi memandang bahwa Masyarakat hukum adat telah
tidak dimungkinkan hutan hak berada menguasai hutan, tanah dan kekayaan-
dalam wilayah hutan negara, atau kekayaan alam disuatu wilayah jauh
sebaliknya hutan negara dalam wilayah sebelum pembentukan negara. Penguasaan
hutan hak sebagaimana dinyatakan dalam tradisional itu mendapatkan pengakuan
Pasal 5 ayat (2) dalam penjelasan Pasal 5 komunitas-komunitas lainnya. Aliansi
ayat (1) UU a qua, serta hutan ulayat Masyarakat Adat Nussantara (AMAN)
dalam hutan negara, sehingga menjadi mendiskripsikan:
jelas status dan letak hak ulayat dalam Jauh sebelum konsep negara kerajaan
kaitannya dengan pengakuan dan atau kesultanan dikenal, di seluruh pelosok
perlindungan kesatuan-kesatuan nusantara (sebagian menjadi wilayah
masyarakat hukum adat berdasarkan Indonesia) telah hidup dan berkembang
statusnya dibedakan menjadi dua,yaitu kesatuan-kesatuan sosial politik yang
hutan negara dan hutan hak. Adapun hutan berdaulat. Mereka secara otonom mengatur
hak dibedakan antara hutan hukum adat dan mengurus dirinya sendiri serta
dan hutan perseorangan/badan hukum. mengelola tanah dan sumber daya alam
Ketiga status hutan tersebut pada tingkatan lainnya di habitat masing-masing.
yang tertinggi seluruhnya dikuasi oleh Komunitas-komunitas ini telah
negara. mengembangkan aturan-aturan (hukum)
Dalam perspektif regulasi, dari dan juga sistem kelembangan (sistem
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 politik/pemerintahan) untuk menjags
tidak memiliki kejelasan untuk keseimbangan antar warga dalam
mendapatkan hak atas tanah maupun komunitas tersebut dan juga antara
hutan, yang di dalam UUD 1945 justru komunitas tersebut dengan alam
mendapatkan tempatnya. Kekosongan disekitarnya. Sekelompok penduduk yang
peran dan ketidakberadaan masyarakat hidup berdasarkan asal-usul yang
hutan adat di bidang pertanahan dan diwariskan oleh leluhurnya ini secara
kehutanan adat, akan menyebabkan mendunia dikenal dengan berbagai
hilagnya potensial dan hilangnya hak penyebutan dengan pemaknaan masing-
untuk mendapatkan hak sumber daya alam masing, seperti Masyarakat Hukum Adat,
hutan sebagai penghidupannya. Fakta-fakta penduduk asli, bangsa pribumi umumnya
empiris yang dipaparkan oleh saksi-saksi memiliki perbedaan antara satu komunitas
pemohon, sudah jelas membuktikan bahwa dengan komunitas lain di sekitarnya.
masyarakat adat tidak mendapatkan Keragaman sistem lokal ini sering juga
tempat, sehingga seringkali mereka terjadi muncul pada satu suku atau etnis atau
konflik, baik dengan pemerintah maupun bahkan pada sub-suku yang sama
dengan swasta (perusahaan). umumnya juga memiliki bahasa dan sistem
kepercayaan/agama asli.31
Pengelolaan Sumber Daya Alam Hutan
Oleh Masyarakat Hukum Adat Setelah 31
Word Agroforestry Centre (ICRAF), Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Forest
People Programme (FPP), Jakarta: Aliansi

ISSN : 2085-4757 89
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

Dalam ketentuan konstitusional adat “. Di dalam Pasal 4 ayat (3)


tersebut, masyarakat hukum adat dikatakan menyebutkan, bahwa : “ Penguasaan hutan
subjek hukum harus mendapatkan oleh negara tetap memperhatikan hak
pengakuan dan penghormatan yang masyarakat hukum adat, sepanjang
memiliki hak untuk mengakses kenyataannya masih ada dan diakui
pengelolaan sumber daya alan dan keberadaannya, serta tidak bertentangan
lingkungan hidup kawasan hutan adat. dengan kepentingan nasional “. Sedangkan
Adapun dasar konstitusional terdapat di Pasal 5 menyebutkan : ayat (1) : “ Hutan
dalam Pasal 33 ayat (1), (2), (3) dan (4) berdasarkan statusnya terdiri dari : a hutan
Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan negara, dan b. hutan hak; ayat (2) “ Hutan
tersebut sebagai dasar pengaturan dalam negara sebagaimana dimaksud pada ayat
pengalokasian sumber-sumber kehidupan (1) huruf (a), dapat berupa hutan adat “;
bangsa untuk kesejahteraan, termasuk di ayat (3) : “ Pemerintah menetapkan status
dalamnya sumber daya alam hutan. Dalam hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
konteks kebijakan negara tersebut, terdapat dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan
tiga elemen penting, pertama, penguasaan sepanjang menurut kenyataannya
negara terhadap cabang produksi yang masyarakat hukum adat yang bersangkutan
penting bagi nrgara dan yang mempunyai masih ada dan diakui keberadaannya “; dan
hajat hiduo orang banyak, kedua, ayat (4) “ Apabila dalam
penguasaan negara terhadap bumi (tanah) perkembangannya masyarakat hukum adat
dan air dan kekayaan alam yang yang bersangkutan tidak ada lagi, maka
terkandung di dalamnya, termasuk hutan hak pengelolaan hutan adat kembali
adat; ketuga, penguasaan negara terhadap kepada Pemerintah. Pasal-pasal tersebutlah
sumber daya alam berupa hutan, dikelola yang dikabulkan oleh Mahkamah
dalam rangka mewujudkan kemakmuran Konstitusi, sedangkan terhadap Pasal 67
rakyat semua gologan, termasuk Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
masyarakat (hukum) adat yang secara tentang Kehutanan yang menyangkut hak-
konstitusional diakui keberadaannya. hak, eksistensi dan hapusnya masyarakat
Berdasarkan putusan Mahkamah hukum adat ditolak Mahkamah karena
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, tidak terdapat muatan yang dianggap
pemohon melakukan uji materiil terhadap bertentangan dengan norma-norma Hak
ketentuan Pasal 1 angka (6), Pasal 4 ayat Asasi Manusia (HAM) dalam Undang-
(3), Pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4) dan Pasal Undang Dasar 1945.
67 ayat (1), (2) dan (3). Adapun alasan Gugatan ini diajukan oleh Aliansi
pemohon melakukan yudicial review Masyarakat Adat Nusantara (AMAN),
antara lain menurut ketentuan Pasal 1 Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
angka (6) Undang-Undang Nomor 41 Kenegerian Kuntu dan Kesatuan
Tahun 1999 tentang Kehutanan yang Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan
dilakukan pengujian terhadap Undang- Sicitu. Permasalahan yang dihadapi
Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “ masyarakat hukum adat diantara pemohon
Hutan adat adalah hutan negara yang sangat beragam, antara lain :
berada dalam wilayah masyarakat hukum a. Masalah hubungan masyarakat adat
dengan tanah mereka, yang mana
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), 2003, hlm.
3-4.

ISSN : 2085-4757 90
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

mendapatkan penghidupan, termasuk Satjipto Raharjo, seorang begawan hukum


sumber daya alamnya; penggagas hukum progresif, menyatakan
b. Masalah self-determination, yang bahwa hukum itu dibuat untuk
sering berbias politik dan hingga menyejahterakan rakyatnya, bukan
sekarang masih menjadi perdebatan malahan menyengsarakan rakyatnya.32 Hal
sengit; ini dikenal dengan konsep utilitarianism
c. Masalah identification, yakni soal yang menghendaki agar hukum atau
siapakah yang dimaksud masyarakat peraturan itu memiliki tujuan untuk
adat itu, beserta kriterianya. memperbesar kebahagian rakyatnya dan
mengurangi penderitaan rakyatnya.
Mahkamah Konstitusi sebelumya Konsep demokrasi lingkungan dan
pernah melakukan judicial review dalam green constitution menempatkan indonesia
putusannya Nomor 03/PUU-VIII/2010 sebagai negara yang sangat memperhatikan
tertanggal 16 Juni 2011 yang memberikan lingkungan hidup dalam kebijaksanaan dan
pengakuan terhadap kesatuan masyarakat pembangunan nasional maupun daerah.
hukum adat. Pertimbangan hukum Pembangunan nasional dan daerah dengan
mahkamah adalah berpatokan pada Pasal baik yang akan dilaksanakan maupun yang
33 ayat (3) UUD 1945 yang menentukan akan sedang dilaksanakan,
bahwa bumi dan air dan kekayaan alam mempertimbangkan sendi-sendi
yang terkandung di dalamnya dikuasai berwawasan lingkungan berkelanjutan,
oleh negara. Dengan adanya anak kalimat sebagiamana telah diatur di dalam Pasal 33
“dipergunakan untuk sebesar-besar ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.
kemakmuran rakyat” sebagai kelanjutan Pembanguan yang akhirnya untuk
dari bunyi Pasal tersebut, maka yang memberikan kesejahteraan dan
menjadi ukuran adalah farsa “sebesar- kemanfaatan bagi rakyat di semua lapisan
besarnya kemakmuran rakyat” dalam dengan mempertimbangkan sendi-sendi
segala pengurusan, pengelolaan dan lingkungan dan berkelanjutan atau dikenal
pengaturan sumber daya alam, dalam dengan istilah sustainable development.
konteks ini adalah hutan. Penguasaan Mahkamah Konstitusi memandang
tersubut wajib memerhatikan hak-hak yang bahwa Undang-Undang Dasar 1945 telah
telah ada, baik hak individu atau jak menjamin keberadaan kesatuan-kesatuan
kolektif yang dimiliki masyarakat hutan hukum adat serta hak-hak tradisionalnya
adat (atau dikenal sebagai hak ulayat) atau sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
hak-hak lainnya yang dijamin oleh perkembangan masyarakat dan prinsip
konstitusi, seperti hak atas lingkungan Negara Kesatuan Indonesia yang diatur
yang baik dan sehat, hak akses untuk dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang
melintas, serta hak ekonomi, sosial budaya Dasar 1945, sekalipun disebut masyarakat
(hak ekosob). hukum adat. Gambaran masyarakat hukum
Konsekuensi logis dari negara untuk adat masa lalu untuk sebagian,
menguasai dan melakukan pengelolaan kemungkinan besar telah mengalami
hutan adalah terciptanya kemakmuran perubahan pada masa sekarang. Bahwa,
rakyat. Kemakmuran rakyat juga dapat
diartikan sebagai kebahagian rakyat, 32
Satjipton Rahardjo, Membedah Hukum
sebagaimana yang dikemukakan oleh Progresif, Cetakan 2, Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara, 2007, hlm. 11.

ISSN : 2085-4757 91
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

masyarakat hukum adat dengan hukum dan hak masyarakat dihormati selaras
ulayatnya diberbagai tempat, lebih-lebih di dengan perkembangan zaman dan
daerah perkotaan sudah mulai menipis dan peradaban. Jadi, masyarakat hukum adat
ada yang sudah tidak ada lagi. secara langsung maupun tidak langsung
Dasar pijakan penyelenggaraan memiliki prinsip yang berakar kuat dari
negara untuk menerapkan prinsip-prinsip leluhurnya untuk melestarikan, mengelola,
ekokrasi yang berdasarkan kepada green melindungi dan memanfaatkan lingkungan
constitution, yakni terdapat dalam Pasal 33 hidup sumber daya alam hutan adat.
ayat (4) UUD 1945 berbunyi :“ Dalam rangka pelestarian fungsi
Perekonomian nasional diselenggarakan lingkungan hidup, dan pengelolaan serta
berdasarkan atas demokrasi ekonomi perlindungan lingkungan hidup, negara
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi dan (pemerintah pusat dan daerah) diberikan
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan tugas dan kewenang atas setiap
lingkungan, kemandiriaan, serta dengan kebijaksanaan terhadap masyarakat hukum
menjaga keseimbangan, kemajuan dan adat. Hal ini sebagaimana dinyatakan di
kesatuan ekonomi sosial.” dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Pelaksanaan pembanguna nasional 2009 tentang Perlindungan dan
atau daerah selalu memprioritaskan unsur Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada
ekomomi atau dalam konteks otonomi Pasal 63 ayat (1) huruf (t), ayat (2) huruf
daerah lebih mengutamakan pendapatan (n), ayat (3) huruf (k). Dengan demikian,
asli daerah, tanpa memperhatikan terhadap beberapa perusahaan
demokrasi lingkungan berbasis sebagaimana yang dipaparkan oleh saksi
pembangunan berkelanjutan dan Pemohon di depan Majelis Hakim
berwawasan lingkungan hidup. Tindakan Konstitusi, antara lain PT. Roda Mas, PT.
seperti ini merupakan sebuah pengingkaran Timber Dana, PT. Kalhod Utama, PT.
terhadap konstitusi. Padahal, kesatuan Hutan Mahligai yang memegang HPH
masyarakat adat yang puluhan tahun (Hak Pengusahaan Hutan) wajib
penghuni di bawah payung NKRI dijamin mendirikan Hutan Tanaman Industri, PT.
konstitusi dalam Pasal 18B UUD 1945 Ledo Lestari, melalui instruman perizinan
yang berbunyi: “ Negara mengakui dan dengan terbitnya Keputusan Presiden,
menghormati kesatuan-kesatuan hukum Keputusan Menteri Kehutanan ataupun
addat beserta hak-hak tradisionalnya surat keputusan yang dikeluarkan Bupati,
sepanjang masa hidup dan sesuai dengan telah menyebabkan penderitaan kepada
perkembangan masyasrakat dan prinsip masyarakat adat, yakni tergusur dan tidak
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mendapatkan akses sumber daya alam
diatur dalam undang-undang.” untuk penghidupannya. Jadi, Penulis
Apabila masyarakat adat merasa menganggap bahwa pemerintah setempat
dirugikan melalui sistem perizinan untuk tunduk kepada pemodal dengan dalih
membuka usaha yang dilakukan oleh investasi dan Pendapatan asli Daerah, serta
pemerintah terhadap para pengusaha, maka mengabaikan rasa keadilan masyarakat
sudah menjadi haknya untuk adat dan nilai-nilai kearifan lokal yang ada.
memperjungkan secara kolektif untuk Berdasarkan keterangan saksi yang
membangun masyarakat atau bernama Jilung, masyarakat (suku) Talang
komunitasnya. Selain itu, identitas budaya Mamak yang terletak di Riau, tepatnya

ISSN : 2085-4757 92
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

yang terletak di Kabupaten Indragiri Hulu lahan yang sudah pernah dikelola oleh
masih memegang erat nilai-nilai kearifan penduduk lain akan diperbolehkan jika
lokal (local wisdom), yang berhubungan mendapatkan ijin dari pengelola sebelumya
dengan folklore, mitos, nilai, norma, etika, dan berstatus pinjam pakai serta tidak ada
interaksi sosial, struktur sosial, tata ruang, proses jual beli antar komunitas.
modal sosial, potensi sosial, konflik sosial, Mahkamah Konstitusi akhirnya
kelembagaan, pemerintahan adat, pola berkesimpulan bahwaa kata “negara”
pemukiman, alat dan teknologi. Dalam dalam Pasal 1 angka (6) Undang-Undang
kesehariannya mereka selalu merujuj Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
kepada apa yang telah diwariskan oleh tidak mempunyai hukum mengikat,
leluhur sebelumya. Warisam-warisan dari sehingga berubah menjadi: “ Hutan adat
leluhur yang mereka sebut sebagai aturan adalah hutan yang berada dalam wilayah
adat ini mengatur semua lini kehidupan, masyarakat hukum adat ”. Sehingga pada
mulai dari pesta kawin, menanam padi, pasal 4 ayat (3) berubah menjadi
membuka lahan, upacara perkawinan, “Penguasaan hutan oleh negara tetap
memilih bibit, sampai menentukan hari memperhatikan masyarakat hukum adat,
baik untuk beraktivitas. Jika dilihat secara sepanjang masih hidup dan masih dan
holistik, mereka memiliki pola pengaturan sesuai dengan perkembangan masyarakat
hidup secara turun menurun, termasuk dan prinsip Negara Kesatuan Republik
dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia” Pasal 5 ayat (1) menjadi:
hutan adat. “Hutan negara termasuk dimaksud pada
Tanah dan hutan bagi suku Talang ayat (1) huruf (a), tidak termasuk hutan
Mamak merupakan bagian dari kehidupan adat”. Terhadap Pasal 5 ayat (3)
yang tidak dipisahkan sejak ratusan tahun menghilangkan kata “dan ayat 2”,
mereka hidup damai dan menyatu dengan sehingga menjadi: “ Pemerintah
alam. Mereka hidup dari mengumpulkan menetapkan status hutan sebagaimana
hasil hutan dan melakukan perladangan dimaksud pada ayat (1) dan hutan adat
berpindah. Terdapat aturan adat mengenai ditetapkan sepanjang menurut
sumber daya alan hutan, yakni: kenyataannya menurut hukum adat yang
1. Kawasan hutan adalah kawasan dengan bersangkutan masih ada dan diakui
kepemilikan komunal; keadannnya.”.
2. Kawasan pemukiman dan perkebunan
adalah kawasan dengan kepemilikan KESIMPULAN
pribadi yang diturunkan berdasarkan
keturunan; Pengelolaan sumber daya alam hutan
3. Kawasan sungai adalah kawasan yang oleh masyarakat hukum adat berpedoman
kepemilikan berkelompok. pada hak menguasai negara yang dimaknai
sebagai kewenangan dan kewajiban negara
Kepemilikan tanah diakui masyarakat untuk mengelola sumber daya alam hutan
lain jika ada yang mengelola lahan yang dengan tujuan untuk kesejahteraan seluruh
belum ada pemiliknya, maka akan masyarakat Indonesia, termasuk
dianggap sebagai orang yang berhak atas masyarakat hukum adat, negara sebagai
lahan tersebut, dan akan diturunkan kepada pemegang hak menguasai berfungsi
generasi berikutnya, jika akan mengelola sebagai perantara antara masyarakat dan

ISSN : 2085-4757 93
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

sumber daya alam dan lingkungannya Nasional Hak Asasi Manusia,


dalam khusunya pengelolaan sumber daya Jakarta, 2005.
alam hutan. Masyarakat hukum adat
merupakan bagian dari ekosistem sumber Bambang Eko Supriyadi, Hukum Agraria
Kehutanan; Aspek Hukum Pertanahan
daya alam hutan dimana masyarakat
dalam Pengelolaan Hutan Negara,
hukum adat banyak hidup dan tumbuh di Cetakan I, Jakarta, Rajawali Pers, 2013.
kawasan hutan, melalui nilai-nilai kearifan
lokal (local wisdom), mitos, ungkapan, Edgar Bodenheimer, Yurisprudence; The
sakral, spiritual, budaya-budaya lokal, Philosophy and Method of the Law,
serta peraturan-peraturan yang telah ditaati Cambriage Massachesetts, 1962.
dan dipatuhi bersama (hukum tidak
tertulis) pada komunitasnya yaitu hak Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum
untuk mengelola hutan adat. Berdasarkan Adat Indonesia, Cetakan II, Bandung,
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : PT. Mandar Maju, 2003.
35/PUU-X/2012 maka, Hutan adat adalah
I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya
hutan yang berada dalam wilayah
Alam Perspektif Antropologi Hukum,
masyarakat hukum adat. Sehingga Prestasi Pustaka Publisher,
penguasaan hutan oleh negara tetap Jakarta, 2008.
memperhatikan masyarakat hukum adat,
sepanjang masih hidup dan masih dan Kurnia Warman, Nasib Tenurial Adat Atas
sesuai dengan perkembangan masyarakat Kawasan Hutan (Tumpang Tindih Klaim
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Adat dan Negara Pada Aras Lokal di
Indonesia. Sehingga Pemerintah Sumatera Barat), Huma dan Qbar, 2008.
menetapkan status hutan adat ditetapkan
sepanjang menurut kenyataannya menurut Mas Achmad Santoso, Good Governance dan
hukum adat yang bersangkutan masih ada Hukum Lingkungan, ICEL.
dan diakui keadannnya.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah
DAFTAR PUSTAKA Oleh Negara: Paradigma Baru Untuk
Reformasi Agraria, Citra Media,
Afrizal, Sosiologi Konflik Agraria: Protes- Yogyakarta, 2007.
protes agraria dalam masyarakat
Indonesia kontemporer, Andalas
University Press, Padang, 2006. Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.
Andiko, Untuk Apa Pluralisme Hukum ?
Konsep, regulasi, negoisasi dalam Moh. Mahfud. MD, Membangun Politik
Konflik Agraria di Indonesia, dalam Hukum Menegakkan Konstitusi,
Upaya Tiada Henti Mempromosikan (LP3ES, Jakarta), 2006.
Pluralisme dalam Hukum Agraria di
Indonesia, Edisi I, Cetakan I, Jakarta : Moore, S. F., Law as a process, An
Epistema Institute, Huma-Forest Peoples anthropological approach, Routledge
Programme, 2011. and Kegan Paul, London, 1983.
Bahar, S., Inventarisasi dan Perlindungan Hak
Masyarakat Hukum Adat, Komisi Maria S.W. Sumardjono, Hak Ulayat dan
Pengakuannya Oleh UUPA, dalam SKH

ISSN : 2085-4757 94
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 12, No 1, April 2017 Pengelolaan Sumber...(Louise Theresia) 70-95

Kompas, Tanggal 13 Mei, Jakarta. Lihat 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990


juga dalam Kurnia Warman, Ganggam tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Bauntuak Menjadi Hak Milik: Hayati dan Ekosistemnya;
Penyimpangan Konversi Hak Tanah di 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Sumatera Barat, Andalas university tentang Kehutanan;
Press, Padang, 2006. 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Otong Rosadi, Pertambangan dan Kehutanan Lingkungan Hidup;
Dalam Perspektif Cita Hukum 6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
Pancasila, Thafa Media, Yogyakarta, 2004 tentang Perlindungan Hutan;
2012. 7. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
35/PUU-X/2012.
R. Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat,
Jakarta, PT. Pradya Paramita, 1977.

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia,


Edisi I, Cetakan 9, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2008.

Satjipton Rahardjo, Membedah Hukum


Progresif, Cetakan 2, Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara, 2007.

Sjahmunir, Eksistensi Tanah Ulayat Dalam


PerundangUndangan Indonesia, PPIM,
Padang, 2006.

Stefanus Laksanto Utomo, Budaya Hukum


Masyarakat Samin, Edisi I, Cetakan I,
Bandung, PT. Alumni, 2013.

Suhardi Alius, Masa Depan Hutan Indonesia,


Pensil – 324, Jakarta.

Word Agroforestry Centre (ICRAF), Aliansi


Masyarakat Adat Nusantara (AMAN),
Forest People Programme (FPP),
Jakarta: Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN), 2003.

Peraturan Perundang-Undangan :
1. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
ke IV;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau
Undang-Undang Pokok-Pokok Dasar
Agraria (UUPA);

ISSN : 2085-4757 95

Você também pode gostar