Você está na página 1de 11

MAKALAH BIOLOGI SEL

APOPTOSIS PENYAKIT DEGENERATIF

(DM TIPE II)

Oleh :

Irani Safitri (1648201133)

Randa Susanti (16482011)

PROGRAM STUDI FARMASI

STIKES HARAPAN IBU JAMBI

2018/2019
A. PENDAHULUAN
Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ tubuh.
Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida
lipid, kerusakan sel (DNA) danpembuluh darah. Secara umum dikatakan bahwa
penyakit ini merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi
pada usia tua (Amelia, 2010; Suyono, 2006).
Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit
yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh dari keadaan normal menjadi
lebih buruk. Ada sekitar 50 penyakit degeneratif. Penyakit yang masuk dalam
kelompok ini antara lain kanker, diabetes melitus, stroke (Nadesul, 2006; Yatim,
2010).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok peyakit metabolik dengan
karakteristi hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua duanya. Lebih jauh lagi, selain kelainan metabolisme yang ditandai dengan
defisiensi atau resisten insulin dan kadar gula yang tinggi, pada DM ditemukan juga
kerusakan progresif sel beta pankreas (Ratna, 2013).
Gangguan dalam fungsi sel beta akan menyebabkan produksi insulin yang
tidak benar dan sekresi mengakibatkan hiperglikemia dan intoleransi glukosa
mewujudkan diabetes mellitus. Dalam penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa
berkurangnya jumlah sel beta pankreas ini terjadi bukan karena pembentukan atau
neogenesis yang berkurang, tetapi karena ada gangguan keseimbangan antara
neogenesis dan kematian sel atau apoptosis, dimana pada DM terjadi peningkatan
kecepatan proses apoptosis. (Ratna, 2013).
Apoptosis adalah serangkaian kejadian terkoordinasi untuk pelaksanaan
kematian sel terprogram, dan memainkan peran penting dalam pemeliharaan
homeostasis jaringan. Cacat dalam pengaturan apoptosis terlibat dalam berbagai
keadaan patofisiologis; apoptosis dapat berkontribusi pada onkogenesis, sementara
apoptosis yang terlebihan adalah penyebab yang mendasari hilangnya sel selama
HIV/AIDS, penyakit degeneratif diabetes melitus. Sejumlah faktor fisik, kimia, dan
biologis dapat memicu kematian apoptosis dengan mengaktifkan jalur transduksi
sinyal intraseluler yang kompleks namun dikontrol ketat (Chin Shao et al., 2006)
Pada DM terjadi peningkatan kecepatan proses apoptosis. Ada banyak
mekanisme dilaporkan mendasari peningkatan kecepatan, proses apoptosis pada DM,
antara lain perbedaan genetik, kadar stres oksidatif pada sel, dan peningkatan kadar
metabolit seperti asam lemak bebas yang mengganggu keseimbangan apoptosis
(Ratna, 2013). Apoptosis merupakan bentuk utama kematian sel β pankreas pada DM
tipe I maupun tipe II.
Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah ini bertujuan untuk
menggambarkan bagaimana proses terjadi nya apoptosis pada penyakit diabetes
melitus tipe II.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Apoptosis
Apoptosis adalah tipe kematian sel yang terprogram melalui serangkaian
perubahan struktural sebagai hasil dari rangsang fisiologis atau patologis. Ciri
morfologi apoptosis adalah pengkerutan sel, penonjolan membran (membrane
blebbing), mitokondria bersegregasi, ribosom bersegregasi, sitoplasma berkondensasi,
kondensi kromatin, dan fragmentasi inti sel (Rahmawati, dkk 2012). Apoptosis terjadi
melalui 2 jalur yaitu, jalur ekstrinsik atau death receptor (DR) dan jalur intrinsik atau
jalur mitokondria (Rahmawati, dkk 2012). Pada jalur mitokondria, apoptosis
disebabkan oleh pelepasan sitokrom c dari mitokondria melalui phorus yang dibentuk
oleh mitochondrial permeability transition pore (PTP) dan protein pro apoptosis Bax.
2. Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ tubuh. Tubuh
mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid,
kerusakan sel (DNA) danpembuluh darah. Secara umum dikatakan bahwa penyakit ini
merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua.
Namun ada kalanya juga terjadi pada usia muda, akibat yang ditimbulkan adalah penurunan
derajat kesehatan yang biasanya diikuti dengan penyakit (Suyono, 2006).
Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul
akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Ada
sekitar 50 penyakit degeneratif. Penyakit yang masuk dalam kelompok ini antara lain kanker,
diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia dan
sebagainya. Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya penyakit
degeneratif mempunyai kaitan cukup kuat dengan bertambahnya proses penuaan usia
seseorang. Meskipun faktor keturunan juga berperan cukup besar (Suyono, 2006).
Jenis-jenis penyakit degeneratif
Penyakit degeneratif sangat banyak jenisnya. Berbagai referensi menyebutkan lebih dari 50
jenis penyakit degeneratif. Berikut adalah beberapa jenis penyakit degeneratif yang
berhubungan dengan konsumsi makanan atau zat gizi tertentu:
a. Hipertensi
Tekanan darah yaitu tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah di
pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan
mengambil dua ukuran dan biasanya terdapat dua angka yang akan disebut oleh dokter.
Misalnya dokter menyebut 140-90, maka artinya adalah 140/90 mmHg. Angka pertama (140)
menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung atau pada saat jantung
berdenyut atau berdetak, dan disebut tekanan sistolik atau sering disebut tekanan atas. Angka
kedua (90) menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut
tekanan diastolik atau sering juga disebut tekanan bawah. Jika pembuluh dara menyempit,
maka tekanan darah di dalam pembuluh darah akan meningkat. Selain itu, jika jumlah darah
yang mengalir bertambah, tekanan darah juga akan meningkat (Gray, etal., 2005; Saseen,
2005).
b. Diabetes Melitus (DM)
Definisi diabetes melitus menurut World Health Organization (WHO) adalah kadar
glukosa puasa ≥126 mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL, dimana kadar
glukosa antara 100 dan 125 mg/dL (6,1- 7,0 mmol/L) dapat dikatakan suatu keadaan pre
diabetes.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes melitus yaitu diabetes melitus tipe 1 (insulin-
dependent diabetes mellitus) yaitu kondisi defisiensi produksi insulin oleh pankreas. Kondisi
ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin. Diabetes melitus tipe-2 (non-insulin-
dependent diabetes mellitus) yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk berespons
dengan wajar terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin),
sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes melitus tipe-2 ini
lebih banyak ditemukan dan diperkirakan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh
dunia (Suyono, 2006).
c. Penyakit jantung
Paling sering adalah penyakit jantung koroner (PJK). Koroner adalah arteri-arteri yang
melingkari jantung seperti mahkota (crown/coroner) yang berfungsi menyuplai nutrisi dan
oksigen bagi otot jantung. PJK timbul jika 1 atau lebih arteri koroner mengalami
penyempitan akibat penumpukan kolesterol dan komponen lain (pembentukan plak) pada
dinding pembuluh darah (aterosklerosis) (Masud, 1996; Widyasari, 2005).
Akibat aliran darah terganggu, maka akan timbul nyeri atau rasa tidak nyaman di dada
(angina), terutama selama olahraga dimana otot jantung banyak membutuhkan oksigen.
Proses aterosklerosis dapat mulai terbentuk mulai usia anak-anak, sehingga pencegahan PJK
harus diperhatikan sejak dini. Tanda-tanda awal PJK antara lain adalah hipertensi dan
kolesterol tinggi (Shadine, 2010).

3. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup
dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri
(berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap insulin). Insulin adalah hormon yang mengatur
kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah adalah efek yang tidak
terkontrol dari Diabetes Melitus dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius
pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung, dan syaraf (WHO,
2011).
Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal akibat tubuh kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur tanpa
membedakan status sosial dari penderita. 8 Gejala klinis yang khas pada DM yaitu
“Triaspoli” : polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak makan) & poliuri (banyak
kencing) disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada jarijari tangan, badan
terasa lemas, berat badan menurun drastis, gatalgatal dan bila ada luka sukar sembuh,
gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang merupakan gejala-gejala klasik yang umumnya
terjadi pada penderita DM (Depkes, 2009).
Terdapat beberapa klasifikasi Diabetes Melitus antara lain:
1. Diabetes Melitus tipe I atau disebut DM yang tergantung pada insulin. Diabetes Melitus
tipe ini hanya menyumbang prevalensi 5-10% dari seluruh penderita Diabetes Melitus
dan diibagi dalam dua subtipe yaitu subtipe autoimun, dimana terjadi akibat disfungsi
autoimun dengan kerusakan sel-sel beta pankreas dan subtipe idiopatik, pada subtipe ini
tidak terdapat bukti adanya autoimun dan tidak diketahui 9 sumbernya. Untuk bertahan
hidup, pasien DM tipe 1 bergantung terhadap insulin (Depkes, 2009). Diabetes Melitus
tipe I diperantarai oleh degenerasi sel β langerhans pankreas akibat infeksi virus,
pemberian senyawa toksin, atau secara genetik (wolfram syndrome) yang mengakibatkan
produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali.
Hal tersebut mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan
adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan waktu yang
bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak anakanak atau awal remaja (Lawrence, 2000;
Karam et al., 1996). Pada Diabetes Melitus tipe 1, kadar glukosa darah sangat tinggi,
tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara optimal untuk membentuk energi. Oleh
karena itu, energi diperoleh melalui peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring
dengan kondisi tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam
lemak bebas dan gliserol darah (Lawrence, 1994).
2. Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada insulin.
Prevalensinya sekitar 90-95% dari seluruh penderita Diabetes Melitus. Tujuh puluh lima
persen penderita DM tipe II adalah penderita obesitas atau sangat kegemukan dan
biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. Kegemukan atau obesitas salah satu faktor
penyebab 10 penyakit DM. Dalam pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti
diabetes, perlu ditunjang dengan terapi diit untuk menurunkan kadar gula darah serta
mencegah komplikasi-komplikasi yang lain. Pada kondisi DM tipe II, insulin masih
cukup untuk mencegah terjadinya benda-benda keton sehingga jarang dijumpai ketosis.
Secara patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan respon
jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan (2)
Penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap
beban glukosa. Sebagai kompensasi, sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin
lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin
yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self
regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation.

Hal ini membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga
dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu
penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen
synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Pada resistensi
insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa
sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula 11 darah (hiperglikemik). Seiring
dengan kejadian tersebut, sel β pankreas mengalami adaptasi sehingga responnya untuk
mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada
defisiensi insulin (Lawrence, 2000).
C. APOPTOSIS PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE II
Diabetes melitus menurut World Health Organization (WHO) adalah kadar
glukosa puasa ≥126 mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL, dimana
kadar glukosa antara 100 dan 125 mg/dL (6,1- 7,0 mmol/L) dapat dikatakan suatu
keadaan pre diabetes. Diabetes mellitus tipe II ditandai dengan produksi glukosa
hepar yang berlebihan, penurunan sekresi insulin, dan resistensi insulin. Resistensi
insulin merupakan patogenesis utama DM tipe II dan terjadi mendahului onset DM.
Keadaan resistensi insulin ini ditandai dengan ketidakmampuan insulin untuk
merangsang uptake glukosa oleh jaringan target, seperti otot dan lemak. (Saini, 2010).
a. Apoptosis pada sel a Pankreas Diabetes Melitus
Pada DM tipe II terjadi penurunan massa sel-â sebesar 25-50% dan terjadi
secara progresif. Penyebab penurunan massa sel-â pada DM tipe II belum dapat
dipastikan, karena massa sel-â hanya dapat diukur post-mortem, tidak bisa ditentukan
in vivo. Kehilangan massa sel-â dapat disebabkan peningkatan apoptosis sel-â,
reduksi pembentukan sel-â baru dari duktus eksokrin (neogenesis) / replikasi sel-â
matur, atau keduanya (Rhodes, 2005).
Apoptosis merupakan mekanisme utama kematian sel-â pada DM tipe-II.
Glukotoksisitas dan lipotoksisitas pada DM tipe II yang terus berlanjut menginduksi
respon inflamasi pad sel islet dengan cara memproduksi sitokin dan kemokin serta
mengaktivasi sistem immun innate. Pada awalnya respon inflamasi di islet
memberikan efek protektif dan regeneratif dengan cara meningkatkan fungsi dan
replikasi sel-â. Namun produksi sitokin dan kemokin yang terus menerus karena stres
metabolik yang berkelanjutan, menyebabkan deregulasi jalur apoptosis dalam sel-â.
Apoptosis pada DM tipe II tidak melalui jalur aktivasi NF-kB dan produksi NO.
Peningkatan sitokin khususnya IL-1b dan IFNã menginduksi apoptosis melalui
aktivasi jalur MAPK/JNK dan stimuli ekspresi reseptor FasL (Cnop, 2005).
Insulin dapat menyebabkan stres pada endoplasmik retikulum (ER), sebagai
tempat assembly, pembentukan pro-insulin. Stres pada ER yang berat dan tidak
diimbangi dengan UPR (unfolded protein response) yang adekuat akan menginisiasi
terjadinya apoptosis (Kim, 2012). Peningkatan glukosa, FFA dan leptin yang
berlangsung kronik menyebabkan inflamasi pulau Langerhans dan terjadilah
peningkatan IL1â . IL1â menginduksi upregulasi Fas dan mengaktivasi jalur apoptosis
(Marzban, 2015).
b. Apoptosis sel b pankreas pada Diabetes Melitus
Sindrom diabetes yang ditandai dengan berkurangnya jumlah insulin atau
menurunnya sensitivitas insulin atau kombinasi keduanya. Gangguan hormonal ini
dilain sisi mendorong terjadinya pembentukan lemak. Penumpukan lemak secara
berkelanjutan atau dikenal sebagai hyperlipidemia akan mengaktivasi system
inflamasi. melalui System inflamasi ini diaktifkan oleh NF-K regulasi
cyclooxygenase, lipooxygenase, cytokine, chemokine dan proses adesi molekul. Pada
keadaan diabetes, kegiatan NF-K disfungsi sel beta pancreas sehingga terjadi
apoptosis yang progresif pada sel tersebut (Nugroho FA, 2015)
DM merupakan kondisi kompleks, yang intinya terdapat disfungsi sel β
pankreas. Resistensi insulin perifer dan disfungsi sel β pankreas merupakan
karakteristik penanda DM tipe 2. Roehrich, dkk juga melaporkan bahwa nilai LDL
tinggi menginduksi apoptosis sel β. Sementara HDL tinggi menstimulasi sekresi
insulin serta menghambat apoptosis sel β (Zarmal, 2016)
Pada DM terjadi peningkatan kecepatan proses apoptosis. Ada banyak
mekanisme dilaporkan mendasari peningkatan kecepatan, proses apoptosis pada DM,
antara lain perbedaan genetik, kadar stres oksidatif pada sel, dan peningkatan kadar
metabolit seperti asam lemak bebas yang mengganggu keseimbangan apoptosis.
Sebagai tambahan peningkatan kadar glukosa berlebih dapat secara langsung
menyebabkan apoptosis pada sel beta pankreas pada manusia melalui aktivasi Fas
ligand yang lebih jauh lagi akan mengaktifkan caspase-3 dan caspase-8, regulator
apoptosi dalam tubuh (Ratna, 2013).
Apoptosis merupakan bentuk utama kematian sel β pankreas pada DM tipe I
maupun tipe II. Dimana pada mekanisme kematian sel ini melibatkan IL-1 β, nuklear
factor NF-Κb, dan Fas. Respon imun yang terjadi pada lesi insulitis DM tipe 1
menyebabkan dilepaskannya sitokin sitokin seperti IL-1 β, TNF, IFN-α, IFN- β, IFN-
γ dan diinduksinya faktor- faktor transkripsi seperti ; nuklear factor NF-Κb, STAT-1
dan Fas,yang selanjutnya menginduksi apoptosis sel β melalui aktifitas serangkaian
gen sel β dibawah kontrol faktor faktor transkripsi. Aktivasi NK-kB memicu prosuksi
nitric oxide, chemokin dan deplesi calcium pada RE . Selanjutnya stress retikulum
akan mengaktivasi mitogen activated protein kinase MAPK dan pelepasan sinyal
apoptosis oleh mitokondria yang menyebabkan kematian sel β.

Senyawa inflamasi TNF-α menyebabkan terjadinya apoptosis sel β.


Konsentrasi inflamasi yang tinggi dapat menyebabkan apoptosis pada sel β yang
dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel penghasil insulin dan menyebabkan
insulin berkurang (Badawi et al. 2010; Donath et al. 2009).Sitokin mengaktifkan
IKKβ (inhibitor kB kinase β) dan NF-κB yang akan menginduksi kerusakan sel β dan
menyebabkan sel β mengalami apoptosis (Lee and Simin Liu, 2008). Menurut Donath
et al. (2009) diabetes melitus tipe 2 tidak selalu dicirikan oleh resisten insulin namun
juga karena kerusakan sel β untuk memproduksi insulin. Pada tahap awal diabetes,
dihasilkan sejumlah insulin untuk mencukupi kebutuhan. Namun ketika diabetes
berlanjut terjadi proses inflamasi pada pulau langerhan pankreas yang dapat
menginduksi apoptosis sel β. Peningkatan kadar gula juga menginduksi IL-1β,
senyawa inflamasi di sejumlah jaringan dalam tubuh yang berperan dalam apoptosis
sel β. Demikian juga asam lemak rantai panjang juga menginduksi sitokin IL-1β, IL-6
dan IL-8 (Cefalu 2009).
DAFTAR PUSTAKA

 Nugroho FA., dkk. 2015. Kadar NF- Kβ Pankreas Tikus Model Type 2
Diabetes Mellitus dengan Pemberian Tepung Susu Sapi. Program Studi Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
 Ratna Flori S, 2013. Efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap
ekspresi imunohistokima caspase-3 pada pankreas tikus yang diinduksi
dengan aloksan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
 Saini V, 2010, Molecular mechanisms of ijintan hitamulin resistance in type 2
diabetes mellitus. World Journals Diabetes 1(3): 6875
 Marzban L, 2015, New Ijintan hitamights Into the Mechanisms of Islet
Inûammation in Type 2 Diabetes, Diabetes 2015;64:1094–1096
 Cnop M, Welsh N, Jonas J, Jo¨ rjintan hitam A, Lenzen S, Eizirik DL, 2005,
Mechanisms of Pancreatic â-Cell Death in Type 1 and Type 2 Diabetes :
Many Differences, Few Similarities, Diabetes 54 (Suppl. 2) S97–S107
 Rhodes CJ, 2005 Type 2 diabetes: a matter of â- cell life and death? Science
307:380–384
 Safithri Fathiyah., 2017. Potensi Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa) Dalam
Regenerasi Pankreas Secara Endogen Pada Diabetes Mellitus Tipe-2.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
 Zarmal Farik, dkk., 2016. Hubungan Fungsi Sel β Pankreas dengan Profil
Lipid Individu dengan Toleransi Glukosa Normal. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
 Chin Shao Lee, SP., 2006. Apoptosis in the pathophysiology of diabetes
mellitus. a National University Medical Institutes, National University of
Singapore, Singapore 117597, Singapore. The International Journal of
Biochemistry & Cell Biology 39 (2007) 497–504

Você também pode gostar