Você está na página 1de 25

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMEN ANALITIK

SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

Oleh
Kelompok VI
Kelas 1-C

Rahmi Almalikus Sa’adah NIM 181411066


Ripa Mardiana NIM 181411078
Ririn Rismawati NIM 181411088

Dosen Pembimbing : Tri Reksa, M. Lc.


Tanggal Praktikum : 25 Februari 2019
Tanggal Pengumpulan Laporan : 04 Maret 2019

PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

I. TUJUAN
1. Dapat mengoperasikan alat Spektofotometer Vis (Labo) dan
Spektronik-20.
2. Menentukan konsentrasi Fe menggunakan metode O-Fenantrolin.
3. Dapat membuat dan mengubah larutan induk Fe2+ 1000 ppm menjadi
larutan standar Fe2+ 100 ppm.
4. Dapat menentukan panjang gelombang pada serapan maksimum.
5. Menentukan konsentrasi larutan dengan menginterpolasikan absorbansi
ke dalam kurva kalibrasi.

II. DASAR TEORI


Menurut dasar analisis kolorimetri, suatu sistem mempunyai variasi
warna yang berubah dengan berubahnya konsentrasi atau komponen.
Warna tersebut biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa
berwarna dengan ditambahkanya pereaksi yang tepat. Kemudian intensitas
warna dari senyawa yang bersangkutan dibandingkan dengan warna dari
larutan yang sudah diketahui jumlah atau konsentrasinya. Kolorimetri
merupakan suatu cara penetapan konsentrasi suatu zat atau senyawa
dengan mengukur absorbansi relatif cahaya yang berhubungan dengan
konsentrasi dari senyawa tersebut. Dalam kolorimetri visual cahaya putih
alamiah ataupun buatan biasanya digunakan sebagai sumber cahaya dan
penetapanya dilakukan dengan alat sederhana yang disebut kolorimeter
atau pembanding warna.
Hukum dasar dari spektrofotometri dan kolorimetri, diterangkan
Panjang Warna warna yang Warna komplementer
gelombang (nm) diserap

400 – 435 Ungu Hijau kekuningan

435 – 480 Biru Kuning

480 – 490 Biru kehijauan Jingga

490 – 500 Hijau kebiruan Merah

500 – 560 Hijau Ungu kemerahan

560 – 580 Hijau kekuningan Ungu

oleh “Hukum Lambert Beer”. Bila cahaya jatuh pada suatu medium
homogen, maka sebagian cahaya tersebut akan dipantulkan, sebagian
diserap dalam medium dan sisanya diteruskan. Jika intensitas cahaya yang
masuk dinyatakan dengan Io, intensitas cahaya yang dipantulkan Ir,
intensitas cahaya yang diserap Ia, dan intensitas cahaya yang diteruskan It,
maka :
Io = Ia + Ir + It
Untuk antar muka udara-kaca sebagai akibat penggunaan sel kaca,
cahaya yang dipantulkan hanya sekitar 4%, sehingga Ir biasanya terhapus
dengan penggunaan suatu kontrol (misalnya dengan sel pembanding atau
blanko), jadi :
Io = Ia + It
Lambert menjelaskan bahwa serapan cahaya merupakan fungsi
ketebalan medium, sedangkan Beer menjelaskan bahwa serapan cahaya
sebagai fungsi konsentrasi larutan yang bersangkutan.
A=kbc
dengan :
A = absorbansi
b = ketebalan medium
c = konsentrasi larutan
k = tetapan atau koefisien absorpsi yang tergantung pada satuan
konsentrasi
k dinyatakan sebagai absorptivitas serapan (= a) jika konsentrasi larutan
dalam satuan gram/liter dan k dinyatakan sebagai absorptivitas molar atau
ekstingsi molar
(= E), jika konsentrasi larutan dalam satuan mol/liter.
A = a b c (gram/liter)
A = E b c (mol/liter)
Dari persamaan Lambert-Beer diatas menunjukan bahwa absorbansi
(A) berbanding lurus dengan konsentrasi larutan (c). Jika dibuat suatu
kurva antara absorbansi (A) lawan Konsentrasi (c), maka akan diperoleh
suatu kurva garis lurus (linier). Kurva linier tersebut biasa dikenal dengan
kurva kalibrasi atau kurva standar yang dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi larutan uji (sampel) setelah absorbansi dari
larutan uji tersebut diukur.c
Yang diamati pada praktikum ini adalah %transmitran (T).
Transmitan adalah fraksi intensitas radiasi yang diteruskan oleh zat
penyerap.
𝐈𝐭 𝑰𝒐 𝟏
𝐓 = 𝐈𝟎 𝑨 = 𝒍𝒐𝒈 𝑨 = 𝒍𝒐𝒈 𝐓
𝐈𝐭

Jika suatu sistem mengikuti hukum Lambert-Beer, kurva absorbansi


terhadap konsentrasi akan menghasilkan garis lurus, sehingga kurva
tersebut dapat disebut dengan kurva kalibrasi. Dengan kurva kalibrasi,
konsentrasi larutan cuplikan akan dapat dengan mudah ditentukan yaitu
dengan jalan menginterpolasikan absorbansi larutan cuplikan yang terukur
ke dalam kurva kalibrasi. Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan linear:
y = bx + a

dimana y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi sehingga dari kurva


kalibrasi tersebut dapat ditentukan konsentrasi larutan cuplikan.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau
absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Tiap media
akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada
senyawa atau warna terbentuk. Secara garis besar spektrofotometer terdiri
dari 4 bagian penting yaitu :

Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk


menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati
sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati
sampel (Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam
persentase (% T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus

A = -log %T

Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak.


Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata
manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya
dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–
149 kJ/mol.

Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C)


apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering
disebut sebagai daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang
diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi tidak linear lagi. Kurva
kalibarasi hubungan antara absorbansi versus konsentrasi dapat dilihat pada
Gambar.
Gambar Kurva hubungan absorbansi vs konsentrasi

III. KESELAMATAN KERJA


1. Sebelum bekerja melihat MSDS yang akan digunakan.
2. Menggunakan APD, Jaslab dan Sarung tangan yang akan digunakan.
3. Berhati-hati menggunakan peralatan yang mudah pecah.
4. Membaca cara kerja dengan baik dan pahami.
5. Membuang sisa zat ke tempat yang telah disediakan.

MSDS BAHAN
 Besi
a. Sifat Kimia dan Sifat Fisika
 Nama Kimia : Fe atau Ferrum
 Nomor Atom : 26
 Warna: Logam berwarna perak abuabu, yang bersifat reaktif deng
oksigen dan air, sehingga mudah membentuk karat.
 Jumlah : Besi adalah elemen nomor 4 terbesar dikerak bumi.
 Sifat : Besi murni bersifat lunak (lebih lunak dari aluminium), tetapi
dapat diperkeras dan diperkuat dengan campuran lain seperti karbon
dengan proses smelting.
b. Bahaya Bagi Kesehatan
 Besi adalah mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk
pembentukan hemoglobin.
 Besi dapat ditemukan di sumber makanan daging dan sayur-sayuran.
 Besi dapat menimbulkan masalah kesehatan conjunctivitis, choroiditis,
retinitis jika kontak dan besitetap permanen didalamnya.
 Inhalasi kronik debu atau fume dari besi oksida bisa menimbulkan
masalah kesehatan pneumoconiosis yang dinamakan siderosis dan
meningkatkan resiko kanker paru-paru.
 hidroksilamin – HCl
a. Sifat Kimia
 Nama Kimia : Hydroxylamine Hydrochloride
 Rumus Kimia : NH2OH.HCl
b. Identifikasi Bahaya
 Mata : Menyebabkan iritasi pada mata, kerusakan padamata,dan
kebutaan
 Kulit : Menyebabkan peradangan pada kulit danmenimbulkan
kegatalanInhalasi : Menghirup debu akan menghasilkan iritasi pada sal
uran gastrointestinal atau saluran pernapasan, yang ditandai dengan pe
mbakarn, bersin dan batuk.
c. Pertolongan Pertama
 Kontak Mata : Cek dan lepas jika menggukan kontaklensa.Bilas
dengan air mengalir selama 15menit.
 Kulit : Bilas bagian kulit yang terkena zat denganair mengalir selama
15 menit. Lepas dan cuci pakaian yang terkena zat. Gunakan krim anti-
bakterial bila diperlukan.Hubungi dokter apabila terjadi iritasi serius.
 Inhalasi : Bawa korban ke udara segar, beri korban beberapa gelas sus
u atu air. Biladiperlukan beri korban oksigen. Hubungi dokter.
d.Penanganan Kebakaran
 Media pemadam : Bila terjadi kebakaran kecil gunakan bubukkimia
kering.Apabilaterjadikebakaran besar gunakan semprotan air, kabut at
au busa.
 Na Asetat.
a. Sifat Kimia
 Nama Kimia : Sodium asetat
 Rumus Kimia :CH3COONa
b. Identifikasi Bahaya
 Mata : Menyebabkan iritasi pada mata, kerusakan pada mata,
dankebutaan.
 Kulit : Menyebabkan peradangan pada kulit danmenimbulkan
kegatalan
 Inhalasi : Menghirup debu akan menghasilkan iritasi pada saluran gastr
ointestinal atau saluran pernapasan, yang ditandai dengan pembkrn,
bersin dan batuk.
c. Pertolongan Pertama
 Kontak mata : Periksa dan lepaskan lensa kontak. Dalam kasus kontak,
segera basuh mata dengan banyak air selama minimal 15 menit. Air
dingin dapat digunakan. Dapatkan bantuan medis jika terjadi iritasi.
 Kontak Kulit : Cuci dengan sabun dan air. Tutupi kulit yang teriritasi
dengan emolien. Dapatkan bantuan medis jika terjadi iritasi. Air dingin
dapat digunakan.
 Inhalasi : Jika terhirup, pindahkan ke udara segar.Jika tidak bernapas,
berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas, berikan
oksigen.Dapatkan perhatian medis jika gejala muncul.
 Tertelan : Jangan memaksakan muntah kecuali diarahkan untuk
melakukannya oleh tenagamedis. Kendurkan pakaian ketat seperti
kerah, dasi, ikat pinggang atau pinggang.Dapatkan bantuan medis jika
gejala muncul.
 0– Fenantrolin.
a. Sifat Kimia
 Nama Produk : Fenantrolin monohidrat
 Rumus Kimia :C12H8 N2.H2O
b. Identifikasi Bahaya
 Sangat berbahaya dalam kasus menelan. Berbahaya dalam kasus
kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), inhalasi.Sedikit berbahaya
dalam kasus kontak kulit (permeator). Parahover-exposure dapat
mengakibatkan kematian.
c. Pertolongan Pertama
 Kontak mata : Periksa dan lepaskan lensa kontak. Segera siram mata
dengan air yang mengalirsedikitnya 15 menit, dengan kelopak mata
tetap dibuka. Air dingin dapat digunakan.Jangan gunakan salep mata.
Mencari bantuan medis.
 Kontak Kulit : Setelah kontak dengan kulit, segera cuci
dengan banyak air.
 Inhalasi : Biarkan korban untuk beristirahat di area yang berventilasi.
Mencari bantuan medis segera. Bila terjadi inhalasi serius evakuasi
korban ke daerah yang aman secepatnya.Kendurkan pakaian ketat
seperti kerah, dasi,ikat pinggang atau pinggang.
 Tertelan : Jangan memaksakan muntah. Periksa bibirdan mulut untuk
memastikanapakah jaringan yang rusak, indikasi kemungkinan bahwa
bahan beracun tertelan; tidak adanya tanda-tanda seperti itu,
bagaimanapun, tidakkonklusif. Kendurkan pakaian ketat sepertileher,
dasi, ikat pinggang atau pinggang.Jika korban tidak bernafas,
melakukan mulutke mulut. Mencari perhatian medis segera.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
SPEKTROFOTOMETER LABO SPEKTRONIC-20

I. BAHAN YANG DIGUNAKAN


1. Larutan induk Fe3+ 100 ppm
2. Larutan Hidroksilamin Hidroklorida 10%
3. Larutan Natrium Asetat 10%
4. O-Fenantrolin 0.1%
5. Aquadest

II. ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Spektronic-20
2. Spektrofotometer Labo
3. Pipet tetes
4. Pipet ukur 5 ml; 10 ml
5. Pipet volume 10 ml
6. 8 buah labu takar 50 ml
7. 1 buah labu takar 100 ml
8. Botol semprot
9. Gelas kimia 500 ml; 100 ml
10. Bola hisap
11. Neraca Analitik
III. PROSEDUR KERJA
1. Pengenceran Fe (II) 1000 ppm menjadi Fe (II) 100 ppm

2. Persiapan Bahan

Menambahkan larutan standar Fe


Siapkan 8 buah labu (II) 100 ppm sebanyak 0 ml ; 1
takar 50 mL mL ; 1,5 mL ; 2 mL; 2,5 mL ; 3
mL; ; 3,5 ml; 4 ml

Menambahkan Lar. Hidroksilamin


Mengencerkan Hidroklorida 10% 0.5 ml
hingga tanda batas
Lar. Na Asetat 10% 5ml
dan kocok
O-Fenantrolin 0.1% 5ml
3. Penentuan panjang gelombang maksimum

Menyalakan alat dan Mengatur panjang


Sambungkan alat
memanaskannya gelombang yang
dengan arus listrik
selama 15 menit diinginkan

Mengganti larutan
blanko dengan larutan
Memasukan kuvet atau
standar dan mengubah Mengatur skala %T
sel yang berisi larutan
panjang gelombang pada posisi 100%
blanko ke dalam alat
sesuai senyawa yang
akan diukur

Mengulangi langkah di
Mencatat nilai %T atas sampai diperoleh
yang tertera pada alat panjang gelombang Membuat kurva  Vs A
maksimum

Menentukan panjang
gelombang
maksimumnya.

4. Penentuan Kurva Kalibrasi dan Konsentrasi Cuplikan

Mengganti larutan
Mengganti larutan
standar yang Membuat kurva
blanko dengan
berbeda-beda kalibrasi C Vs A
larutan standar
konsentrasinya

Mengganti larutan
Menentukan
standar dengan
konsentrasi larutan
larutan cuplikan dan
cuplikan
mencatat nilai %T
IV. DATA PENGAMATAN
 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
A = - log %T
Panjang gelombang Absorbansi Transmitansi (%)
(nm)
380 0,18 66,4
400 0,44 36,6
420 0,69 20,4
440 0,84 14,4
460 0,91 12,4
480 0,98 10,4
500 1,06 8,6
520 1,06 8,7
540 0,64 22,8
560 0,23 58,4
580 0,09 80,4
600 0,04 91,6
620 0,02 95,8
640 0,01 97,6

 Pembuatan Kurva Kalibrasi (λmaks : 520 nm)


Konsentrasi (ppm) Absorbansi Transmitansi
2 0,51 30,8
3 0,515 30,5
4 0,71 19,4
5 1,06 8,7
6 1,20 6,3
7 1,29 5,1
8 1,39 4,1
Sampel (x) 1,796 1,6

VI. PENGOLAHAN DATA


a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

1. Panjang gelombang 380 nm 4. Panjang gelombang 440 nm


1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
𝑇 𝑇
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
0,664 0,144
𝐴 = 0,18 𝐴 = 0,84
2. Panjang gelombang 400 nm 5. Panjang gelombang 460 nm
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
𝑇 𝑇
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
0,366 0,124
𝐴 = 0,44 𝐴 = 0,91
3. Panjang gelombang 420 nm 6. Panjang gelombang 480 nm
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
𝑇 𝑇
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
0,204 0,104
𝐴 = 0,69 𝐴 = 0,98

7. Panjang gelombang 500 nm 1


𝐴 = log
1 0,087
𝐴 = log
𝑇 𝐴 = 1,06
1
𝐴 = log
0,086
9. Panjang gelombang 540 nm
𝐴 = 1,06
1
8. Panjang gelombang 520 nm 𝐴 = log
𝑇
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
𝑇 0,228
𝐴 = 0,64
10. Panjang gelombang 560 nm
1
𝐴 = log
𝑇
1
𝐴 = log
0,584
𝐴 = 0,23

11. Panjang gelombang 580 nm


1
𝐴 = log
𝑇
1
𝐴 = log
0,804
𝐴 = 0,09

12. Panjang gelombang 600 nm


1
𝐴 = log
𝑇
1
𝐴 = log
0,916
𝐴 = 0,04
13. Panjang gelombang 620 nm
1
𝐴 = log
𝑇
1
𝐴 = log
0,958
𝐴 = 0,02
14. Panjang gelombang 640 nm
1
𝐴 = log
𝑇
1
𝐴 = log
0,976
𝐴 = 0,01
b. Penentuan Kurva Kalibrasi
1. Konsentrasi 1 mL larutan Fe2+ 100 ppm dalam 50 mL larutan
𝑝𝑝𝑚1 × 𝑉1 = 𝑝𝑝𝑚2 × 𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 × 1 𝑚𝐿 = 𝑝𝑝𝑚2 × 50 mL
𝑝𝑝𝑚2 = 2 ppm
2. Konsentrasi 1,5 mL larutan Fe2+ 100 ppm dalam 50 mL larutan
𝑝𝑝𝑚1 × 𝑉1 = 𝑝𝑝𝑚2 × 𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 × 1,5 𝑚𝐿 = 𝑝𝑝𝑚2 × 50 mL
𝑝𝑝𝑚2 = 3 ppm
3. Konsentrasi 2 mL larutan Fe2+ 100 ppm dalam 50 mL larutan
𝑝𝑝𝑚1 × 𝑉1 = 𝑝𝑝𝑚2 × 𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 × 2 𝑚𝐿 = 𝑝𝑝𝑚2 × 50 mL
𝑝𝑝𝑚2 = 4 ppm
4. Konsentrasi 2,5 mL larutan Fe2+ 100 ppm dalam 50 mL larutan
𝑝𝑝𝑚1 × 𝑉1 = 𝑝𝑝𝑚2 × 𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 × 2,5 𝑚𝐿 = 𝑝𝑝𝑚2 × 50 mL
𝑝𝑝𝑚2 = 5 ppm
5. Konsentrasi 3 mL larutan Fe2+ 100 ppm dalam 50 mL larutan
𝑝𝑝𝑚1 × 𝑉1 = 𝑝𝑝𝑚2 × 𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 × 3 𝑚𝐿 = 𝑝𝑝𝑚2 × 50 mL
𝑝𝑝𝑚2 = 6 ppm
6. Konsentrasi 3,5 mL larutan Fe2+ 100 ppm dalam 50 mL larutan
𝑝𝑝𝑚1 × 𝑉1 = 𝑝𝑝𝑚2 × 𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 × 3,5 𝑚𝐿 = 𝑝𝑝𝑚2 × 50 mL
𝑝𝑝𝑚2 = 7 ppm
7. Konsentrasi 4 mL larutan Fe2+ 100 ppm dalam 50 mL larutan
100 𝑝𝑝𝑚 × 4 𝑚𝐿 = 𝑝𝑝𝑚2 × 50 mL
𝑝𝑝𝑚2 = 8 ppm
Absorbansi pada konsentrasi 2 ppm Absorbansi pada konsentrasi 6 ppm

1 1
𝐴 = log 𝑇 𝐴 = log
𝑇
1
1 𝐴 = log
𝐴 = log 0,063
0,308
𝐴 = 1.20
𝐴 = 0,51

Absorbansi pada konsentrasi 3 ppm Absorbansi pada konsentrasi 7 ppm

1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
𝑇 𝑇
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
0,305 0,051
𝐴 = 0,515 𝐴 = 1,29

Absorbansi pada konsentrasi 4 ppm Absorbansi pada konsentrasi 8 ppm

1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
𝑇 𝑇
1 1
𝐴 = log 𝐴 = log
0,194 0,041
𝐴 = 0,71 𝐴 = 1,39
𝐴 = 0,71
Absorbansi sampel
Absorbansi pada konsentrasi 5 ppm
1
𝐴 = log
1 𝑇
𝐴 = log 1
𝑇 𝐴 = log
1 0,016
𝐴 = log
0,087 𝐴 = 1,796
𝐴 = 1,06
V. KURVA
1. Kurva Penentuan Panjang Gelombang maksimum

Kurva Panjang Gelombang Vs Absorbansi


1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
380 400 420 440 460 480 500 520 540 560 580 600 620 640

Kurva Panjang Gelombang Vs Absorbansi

Dilihat dari kurva,panjang gelombang maksimumnya berada pada 520 nm


karena pada saat itu nilai absorbansinya paling tinggi.
2. Kurva Kalibrasi

Kurva Kalibrasi
1.6
1.4 y = 0.1671x + 0.1179
R² = 0.9492
1.2
1
Absorban

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ppm
absorbansi konsentrasi
Kurva Kalibrasi sampel sampel

2
1.796
1.8

1.6 y = 0.1671x + 0.1179


1.39 R² = 0.9492
1.4 1.29
1.2
1.2 1.06
Absorbansi

0.8 0.71

0.6 0.51 0.515

0.4

0.2

0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)

absorbansi Absorbansi Linear (absorbansi)

Perhitungan Konsentrasi Sampel

A = 0,1671 y: absorbansi sampel


B = 0,1179 x: konsentrasi sampel

Y = AX + B
1,796 = 0,1671X + 0,1179
1,796 – 0,1179 = 0,1671X
1,6781 = 0,1671X
X = 1,6781/0,1671
X = 10,04 ppm
BAB III

PEMBAHASAN

Pada analisis spektrofotometri VIS,larutan yang diidentifikasi haruslah


berwarna karena spektrofotometer hanya mengidentifikasi larutan berwarna
sesuai dengan hukum Lambert-Beer. Pada keadaan dasar larutan besi tidak
berwarna,namun setelah ditambahkan oleh larutan o-fenantrolin 0,1%
larutannya menjadi kompleks berwarna. Reaksi ini merupakan reaksi
kesetimbangan yang berlangsung pada pH 6-8 sehingga diperlukan larutan
buffer berupa Natrium Asetat 10% sebelum ditambahkan o-fenantrolin.
Warna pada larutan standar berbanding lurus dengan
konsentrasinya,dimana larutan dengan konsentrasi rendah memiliki warna yang
lebih cerah(pudar) dan larutan dengan konsentrasi tinggi memiliki warna yang
semakin gelap(pekat).
Dilihat dari tabel pengamatan,semakin besar konsentrasi larutan
semakin besar pula nilai absorbansinya,sehingga kurva yang dihasilkan
berbentuk linear dengan persamaan Y = 0,1671X + 0,1179.
Dengan membuat kurva kalibrasi antara absorbansi dan
konsentrasi,maka kita bisa mengetahui konsentrasi sampel. Pada percobaan
ini,konsentrasi sampel yang kami buat sebesar 10,04 ppm. Konsentrasi itu
diperoleh dari persamaan linear ini Y = 0,1671X + 0,1179.
Nilai regresi
Ada beberapa factor yang menyebabkan absorbansi Vs konsentrasi tidak linear:
 Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blanko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
 Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
 Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan
(melalui pengenceran atau pemekatan).

Dalam penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan pengujian


menggunakan larutan standar dengan konsentrasi 5 ppm atau 2,5 mL(larutan
yang berada pada konsentrasi tengah-tengah),pengujian dilakukan dengan
panjang gelombang 380-640 nm. Dalam pengujian tersebut panjang gelombang
maksimum yang diperoleh berada pada nilai 520 nm. Pada pengujian ini
dilakukan pembacaan pada %T,karena keakuratannya lebih jelas dibandingkan
dengan pembacaan pada skala absorbansi. Untuk mencari absorbansi dilakukan
dengan perhitungan menggunakan rumus A=log 1/T. Pada saat pengukuran
transmitan diperlukan blanko. Fungsi dari blanko sendiri adalah mengukur
serapan pereaksi yang digunakan untuk analisis kadar Fe sehingga jumlah
serapan Fe sendiri adalah nilai absorbansi larutan standar atau sampel
(mengandung pereaksi dan Fe) dikurangi serapan pereaksinya. Sehingga
absorbansi yang didapat pada pengukuran ini adalah serapan untuk Fe dalam
sampel, fungsi kalibrasi juga untuk menghilangkan efek refleksi akibat
pancaran sinar radiasi menuju larutan.
Spektrofotometer visible labo merupakan jenis spektrofometer single
beam. Prinsip dari spektrofotometer single beam adalah adanya pemisahan
berkas cahaya sumber oleh diffraction grating. Berkas cahaya tersebut di seleksi
oleh kisi agar didapatkan intensitas tertentu. Kemudian, berkas cahaya ini akan
diserap oleh larutan pada kuvet dan dideteksi oleh detektor. Pada
spektrofotometer single beam hanya ada satu berkas sinar yang dilewatkan
melalui kuvet. Sehingga sebelum dilakukan pengukuran terhadap larutan
sampel, terlebih dahulu ukur kuvet yang berisi pelarut dari larutan sampel
(larutan blanko).
Pada dasarnya,spektrofotometri labo dan spetronik-20 memiliki fungsi
kerja yang sama,yaitu sebagai penentu konsentrasi suatu larutan yang
ditampilkan dalam bilangan numeric berupa nilai absorbansi/transmitansi. Nilai
ini merupakan hasil identifikasi dari banyaknya cahaya yang diserap oleh warna
dari suatu larutan. Karena pada dasarnya,cahaya bila dilewatkan pada sebuah
medium maka aka nada yang diserap,diteruskan,dan sedikit yang dipantulkan.
Dan yang diserap oleh warna menunjukkan absorbansi yang berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan.
BAB VI

SIMPULAN

1. Menentukan kadar Fe3+ dengan metode spektrometri vis menggunakan alat


spektrofotometer.
2. Berdasarkan grafik pengukuran yang dihasilkan panjang gelombang yang
diukur dari 380 nm hingga 600 nm didapatkan panjang gelombang
maksimalnya 520 nm.
3. Larutan deret standar yang digunakan menghasilkan kurva kalibrasi dengan
regresi sebesar 0,9492. Dengan persamaan linear y = 0,1671x + 0,1179.
4. Nilai absorbansi yang di dapatkan adalah:

 Absorbansi maksimum adalah 1,06.


 Absorbansi pada konsentrasi 2 ppm adalah 0,51
 Absorbansi pada konsentrasi 3 ppm adalah 0,515
 Absorbansi pada konsentrasi 4 ppm adalah 0,71
 Absorbansi pada konsentrasi 5 ppm adalah 1,06
 Absorbansi pada konsentrasi 6 ppm adalah 1,20
 Absorbansi pada konsentrasi 7 ppm adalah 1,29
 Absorbansi pada konsentrasi 8 ppm adalah 1,39
 Absorbansi pada sampel adalah 1,796
 Konsentrasi sampel adalah 10, 04 ppm.
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Eko. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung :


Politeknik Negeri Bandung.

Anwar, Nur M. 1989. Teknik Spektoskopi. Bogor : Ilmu Hayati IPB.

Khopkar, S. M. 1990. Basic Concepts of Analytical Chemistry (Konsep Dasar Kimia


Analitik). Jakarta: UI-Press.

Sastrohamidjojo, Hadjono. Spektroskopi Ultra Violet dan Terlihat. Yogyakarta :


Laboratorium UGM

TIM. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen KKTK-1073. Bandung :


Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung.
LAMPIRAN

Você também pode gostar